25 cm 25 Aspek Keselamatan Ditinjau dari Stabilitas Kapal dan Regulasi pada Kapal Pole and Line di Bitung, Sulawesi Utara

atas 3 jenis gambar yaitu gambar kapal tampak samping profile plan, gambar setengah kapal tampak atas half breadth plan dan badan kapal tampak depan body plan.Adapun rencana garis kapal pole and lineyang diteliti disampaikan pada Gambar 6. a body plan b profile plan c half breath plan Gambar 6 Rencana garis lines plan kapal pole and line yang diteliti. Menurut Rahman dan Novita 2006 tipe bentuk kasko kapal-kapal di Indonesia adalah : 1. Round bottom: kasko kapal dengan bentuk bulat hampir setengah lingkaran. 2. Round flat bottom: kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata pada bagian bawahnya. 3. U bottom: kasko kapal yang memiliki bentuk seperti huruf U. 4. Akatsuki bottom: kasko kapal yang berbentuk hampir menyerupai huruf U, akan tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya. 5. Hard chin bottom: kasko kapal yang memiliki bentuk hampir sama dengan Akatsuki bottom, akan tetapi pertemuan antara lambung kiri dan kanan kapal pada bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu. Loa B D d skala 21,5 m 3,7 m 2,25 m 1,35 m

1: 25 cm

\ Secara umum bila dilihat dari gambar lines plan, kapal pole and line yang diteliti memiliki bentuk badan kapal V V bottom dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada bagian belakang kapal. Bentuk ini memungkinkan kapal memiliki tahanan yang tidak terlalu besar dan volume ruang yang maksimum bagi palkah. Gambar rancangan umum general arrangement merupakan gambar yang menunjukkan tata letak ruangan di atas kapal. Ini sangat penting dalam menunjang kegiatan penangkapan ikan dan berpengaruh besar terhadap kondisi stabilitas diatas kapal. Penempatan muatan yang tepat akan memberikan keleluasaan dan kenyamanan kerja serta membuat kapal menjadi lebih stabil. Gambar rencana umum GA adalah gambaran umum kapal yang terdiri dari gambar pandangan samping side view, pandangan atas bird view. Selain itu pada gambar ini berisi ukuran utama kapal principal dimension, Kekuatan mesin, dan complemen Ardidja, 2007. Gambar rancangan umum kapal pole and line disajiikan pada Gambar7. a Tampak samping b Tampak atas Gambar 7 Rancangan umum GA kapal pole and line. 1. Palkah ikan no 1,3,4,6,7 ; terletak didepan midship. Palkah ikan ini adalah tempat menyimpan hasil tangkapan. Salah satu palka ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan es palkah 7. 2. Palkah umpan hidup no 5 ; terletak diantara palkah ikan. Ruangan ini sebagai tempat pemeliharaan umpan hidup. LOA B D d skala 21,5 m 3,7 m 2,25 m 1,35 m

1: 25

3. Palkah air tawar no 2 ; letaknya juga diantara palka ikan. Palkah inisebagai tempat penyimpanan air tawar yang digunakan untuk keperluan memasak, mandi dan keperluan kebersihan diatas kapal. 4. Ruang navigasi no 8 ; terdapat dibagian atas dek, lebih tinggi dari ruangan lain. Ruangan tersebut sebagai tempat nakhoda atau juru mudi melakukan aktifitas mengolah gerak kapal. 5. Ruang akomodasi no 9,10 ; ruangan ini terletak diatas ruang mesin. Ruangan ini digunakan untuk istirahat dan menyimpan perlengkapan yan dibawa awak kapal selama berlayar. 6. Ruang memasak no11 ; terletak dibelakang buritan sebelah kanan. Tempat ini digunakan untuk memasak untuk kebutuhan awak kapal selama berlayar. 7. Flying deck no 12 ; letaknya didepan haluan. Tempat ini digunakan oleh awak kapal untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan dengan alat tangkap pole and line. Pada flying deck juga terdapat pipa-pipa alat penyemprotan air yang berfungsi sebagai hujan buatan untuk mengelabui pandangan ikan. 8. Tanki BBM no. 13 ; letaknya dibawah ruang anjungan. Tempat ini digunakan untuk menyimpan bahan bakar kapal. Keragaan kapal secara statis dapat digambarkan dengan melihat nilai dari parameter hidrostatis. Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal sebelum kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draft. Fyson 1985 menjelaskan bahwa parameter hidrostatis yang perlu dihitung adalah volume dan ton displacement, waterplan area, coefficient of fineness Cb, Cp, Cvp, Cm, Cw, ton percentimetre immersion TPC, longitudinal centre of bouyancy LCB, jarak maya pusat gaya apung KB, jari-jari metacenter vertikal BM dan longitudinal BML dan jarak maya titik metacenter vertikal KM dan longitudinal KML. Nilai coefficient of fineness kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal. Coefficient of fineness akan menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal dengan volume kapal terhadap masing- masing dimensi utama kapal Fyson, 1985. Parameter hidrostatis kapal disampaikan pada Tabel 4 dan kurva hidrostatisnya dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 4 Parameter hidrostatis kapal pole and line. Parameter hidrostatis Water line 0,27 0,54 0,81 1,08 1,35 Volume Displacement m³ 1,46 6,15 13,84 24,73 39,10 Ton Displacement ton 1,49 6,30 14,19 25,35 40,08 Panjang garis airLWL m 10,67 13,01 15,21 17,51 19,80 Lebar pada garis airBWL m 1,78 2,92 3,46 3,65 3,72 Wetted Area m² 12,68 26,25 40,01 56,88 75,40 Waterplan Area m² 11,40 23,00 34,02 46,83 58,74 Prismatic Coefficient 0,31 0,36 0,41 0,47 0,54 Vertical Prismatic Coefficient 0,47 0,49 0,50 0,49 0,49 Block Coefficient 0,16 0,20 0,26 0,33 0,40 Midship Area Coefficient 0,52 0,58 0,64 0,70 0,75 Waterpl. Area Coefficient 0,33 0,41 0,51 0,66 0,82 KB m 0,18 0,36 0,54 0,72 0,91 BMt m 1,39 1,78 1,70 1,58 1,36 BML m 40,84 28,30 27,01 32,09 37,42 GMt m 0,22 0,79 0,89 0,96 0,91 GML m 39,67 27,32 26,20 31,47 36,98 KMt m 1,57 2,14 2,24 2,31 2,26 KML m 41,02 28,67 27,55 32,82 38,33 TPC toncm 0,12 0,24 0,35 0,48 0,60 Nilai volume displacement menunjukkan kapasitas atau volume badan kapal yang terendam air pada garis air tertentu, sedangkan berat badan kapal yang terendam air ditunjukkan oleh nilai ton displacement. Nilai ton displacement diperoleh dengan mengalikan nilai volume displacement dengan massa jenis air laut 1,025 tonm³ sehingga nilai keduanya semakin bertambah seiring dengan tingginya badan kapal yang terendam air. Nilai ton dan volume displacement kapal pole and line pada draft maksimum masing-masing adalah 40,08 ton dan 39,1 m³. Gambar 8 Kurva hidrostatis kapal pole and line yang diteliti . Parameter hidrostatis yang memiliki pola yang sama dengan volume dan ton displacement adalah wetted area dan waterplan area. Wetted area dan waterplan area merupakan parameter yang masing-masing menunjukkan luas badan kapal yang terendam air dan luas penampang pada tiap garis air secara melintang dari haluan hingga buritan. Semakin tinggi garis air, maka nilai keduanya juga semakin meningkat. Nilai masing-masing Wetted area dan waterplan area pada kondisi sarat maksimum yaitu sebesar 75,4 m² dan 58,74 m². Longitudinal centre buoyancy LCB merupakan jarak titik apung bouyancy kapal secara longitudinal dihitung dari tengah kapal midship. Jarak titik apung kapal bergerak semakin mendekati midship seiring dengan bertambahnya tinggi badan kapal yang terendam air. LCF merupakan jarak titik pusat pengapungan kapal yang dihitung dari midship. LCF juga dapat didefinisikan sebagai jarak dari titik pusat waterplan area kapal pada draft tertentu terhadap midship, sehingga posisi LCF sangat dipengaruhi oleh bentuk lambung kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai LCB adalah sebesar 0,08 m berada di depan midship sedangkan nilai LCF sebesar 1,16 m yang berada di belakang midship. Titik penting yang memberikan pengaruh besar terhadap keragaan kapal adalah jarak vertikal dari lunas kapal K ke pusat titik berat G dan titik apung B. Jarak dari lunas kapal ke pusat titik apung disebut dengan KB sementara jarak dari lunas kapal ke titik berat disebut dengan KG. Nilai KB akan semakin besar seiring dengan pertambahan draft, sedangkan nilai KG akan semakin berkurang seiring dengan dalamnya kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai KG sebesar 1,35 m dan nilai KB 0,91 m. Hal ini berarti titik berat kapal gravity berada lebih tinggi dari titik apungnya. Titik metacentre M merupakan satu dari 3 titik keseimbangan yang sangat penting artinya bagi kestabilan kapal selain titik berat G dan titik apung B. Posisi titik M menjadi parameter untuk menentukan kondisi kestabilan kapal. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4, maka posisi titik M dibagi menjadi 2 jenis yaitu Mt dan ML. Jarak titik apung terhadap metacentre secara vertikal atau BMt adalah sebesar 1,36 m dan jarak lunas terhadap metacentre KMt sebesar 2,26 m. Jarak dari titik berat terhadap metacentre GMt adalah sebesar 0,91 m. Hal ini menunjukkan bahwa posisi titik M kapal pole and line berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif. Jarak titik G, B dan K terhadap titik metacentre membujur ML dilambangkan dengan GML, BML dan KML. ML merupakan titik perpotongan antara garis-garis tegak yang melalui titik B secara membujur. Semakin tinggi draft maka nilai GML, BML dan KML semakin kecil. Pada kondisi draft desain nilai GML, BML dan KML berturut-turut adalah 36,98 m; 37,42 dan 38,33 m. Perubahan draft erat hubungannya dengan jumlah muatan yang ada diatas kapal. Jumlah bobot yang diperlukan untuk merubah draft kapal sebesar 1 cm dinyatakan dengan TPC ton per centimeter. Semakin tinggi nilai perubahan sarat kapal yang diinginkan, maka bobot yang diperlukan semakin besar. Pada draft maksimum, nilai TPC 0,6 ton yang berarti bahwa untuk merubah draft sebesar 1 cm dari nilai draft maksimum 1,35 m dibutuhkan bobot sebesar 0,6 ton. Kesesuaian dan keragaan kapal selain dapat dilihat secara langsung juga dapat dilihat melalui nilai parameter hidrostatisnya. Parameter hidrostatis yang dibandingkan adalah nilai coefficient of fineness Cb, Cp, Cm, Cw dan Cvp. Hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil penelitian Iskandar dan Pujiati 1995 seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Nilai tersebut merupakan kisaran nilai koefisien bentuk badan kapal di Indonesia tetapi bukan merupakan nilai standar. Nilai koefisien bentuk kapal pole and line disampaikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai coefficient of fineness acuan dan kapal pole and line. Static gear Kapal pole and line Cb Cp Cm Cw Cvp 0,39-0,70 0,56-0,80 0,63-0,91 0,65-0,85 0,60-0,82 0,40 0,54 0,75 0,82 0,49 Sumber : Iskandar dan Pujiati 1995. Coefficient of block adalah perbandingan dari volume of displacement pada sarat maksimum terhadap volume persegi panjang yang mengelilinginya. Pada kondisi draft maksimum, nilai Cb kapal sebesar 0,4 yang berarti bahwa bentuk badan kapal yang berada dibawah garis air pada sarat maksimum cenderung ramping. Coefficient of prismatic menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dan panjang kapal pada draft maksimum. Nilai ini juga menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal. Nilai Cp kapal sebesar 0,54. Semakin besar Cp, maka bentuk penampang melintang kapal tidak banyak mengalami perubahan sepanjang LWL draft desain. Bentuk kapal pada bagian midship secara melintang dapat dilihat dari nilai coefficient of midship. Dilihat dari nilai Cm sebesar 0,75 maka bentuk kapal pada bagian midshipsecara melintang cenderung gemuk sehingga tahanan yang dialami kapal relatif besar. Coefficient of waterplan area dapat digunakan untuk melihat luasan atau ruangan yang dapat digunakan sebagai ruang muat. Koefisien ini juga menunjukkan perbandingan antara luas penampang pada draft maksimum dengan bidang persegi yang mengelilinginya. Nilai Cw sebesar 0,82 menunjukkan bahwa bentuk penampang melintang kapal pada draft maksimum cenderung mendekati persegi. Ini berarti kapal memiliki daya tampung yang cukup luas. Selain itu, bentuk badan kapal secara vertikal dapat dilihat dari nilai Cvp. Nilai Cvp merupakan perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume sebuah prisma dengan luas penampang Aw dan tinggi D. Nilai Cvp juga dapat diperoleh dengan membandingkan nilai Cb dengan Cw. Nilai Cvp sebesar 0,49 menunjukkan bahwa bentuk badan kapal secara vertikal pada draft desain banyak mengalami perubahan. Kesimpulan dan saran Rasio dimensi utama kapal pole and lineyang diteliti sesuai dengan kapal static gear di Indonesia pada umumnya. Kapal pole and line yang diteliti memiliki bentuk badan kapal V V bottom dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada bagian belakang kapal. Nilai coefficient of fineness kapal yang diteliti adalah Cb : 0.4; Cp : 0.54; Cm : 0.75; Cw : 0.82 dan Cvp : 0.49 Bentuk badan kapalnya masih cenderung ramping sehingga kapal mudah oleng dan mengurangi tingkat kenyamanan kerja di atas kapal, sehingga dimensi utamanya perlu dimodifikasi untuk pembuatan kapal sejenis dimasa mendatang. 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik. Namun demikian, penyebab tersebut dapat dikontrol. Kapal yang tidak stabil akan menimbulkan berbagai permasalahan, seperti kecelakaan, kerusakan, tenggelam dan lain-lain. Bagi awak kapal perikanan, keselamatan harus menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan, mencegah kerusakan kapal, mencegah kecelakaan fatal, dan menjaga kelestarian lingkungan tumpahan minyak, bangkai kapal dilaut. Kapal penangkap ikan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kapal jenis lainnya. Seperti pada kapal pole and line yang melakukan gerakan mengejar gerombolan ikan, membawa bak atau palka umpan hidup, melakukan pemancingan yang biasanya dilakukan pada salah satu sisi kapal yang mengakibatkan terjadinya keolengan pada kapal. Karena itu, kapal pole and line dituntut untuk memiliki stabilitas dan olah gerak yang baik serta tahanan yang sekecil mungkin. Kondisi stabilitas kapal dapat dibagi dalam dua jenis yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis statical stability adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak GZ. Stabilitas dinamis dynamic stability adalah stabilitas kapal yang diukur dengan jalan memberikan suatu usaha pada kapal sehingga membentuk sudut keolengan tertentu. Stabilitas kapal melintang sangat ditentukan oleh letak titik-titik penting. titik-titik penting yang menentukan keseimbangan awal kapaladalah : 1 Titik berat G Titik berat Centre of gravity disingkat dengan titik G, merupakan titik pusat dari gaya-gaya berat yang menekan tegak lurus ke bawah. Letak titik berat kapal G selalu berada pada tempatnya, yaitu pada sebuah bidang datar yang dibentuk oleh lunas keel dan haluan kapal, dimana letak kapal simetris terhadap bidang ini. Bidang tersebut di atas, disebut juga bidang simetris centre line disingkat dengan CL. Letak titik berat kapal G akan berubah apabila dalam kapal tersebut terjadi penambahan, pengurangan, dan pergeseran posisi muatan. Dalam stabilitas awal initial stability walaupun titik G keluar dari bidang simetris, tetapi tetap tidak mempengaruhi keseimbangan kapal. Pada kapal dalam keadaan tegak, titik G selalu berada pada bidang simetris. 2 Titik apung B Titik apung centre of buoyancy atau disingkat dengan titik B, merupakan titik tangkap dari semua gaya yang menekan tegak lurus ke atas, dimana gaya- gaya tersebut berasal dari air. Posisi titik B tergantung dari bentuk bagian kapal dibawah garis air WL, dan tidak pernah tetap selama adanya perubahan sarat draft kapal. 3 Titik metacentre M Titik metacentre ialah titik yang terjadi dari perpotongan gaya yang melalui titik B pada waktu kapal tegak dan pada waktu kapal miring. Titik metacentre juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. Kapal yang memiliki keseimbangan yang stabil stable equilibrium saat kapal dalam kedudukan tegak titik M, G, B secara berurutan akan terletak pada bidang tengah kapal, dan titik G berada di bawah titik M. Gambar 9 titik-titik penting penentu keseimbangan awal kapal. Stabilitas Statis Stabilitas statis Initial stability adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut olengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak GZ. Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas statis kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas statis GZ menunjukkan nilai lengan pengembali righting arm pada nilai sudut oleng yang berbeda. Kurva stabilitas statis statical stability curve merupakan kurva yang menunjukkan besarnya lengan stabilitas statis pada sebuah kapal pada sudut kemiringan mulai dari 0-90 derajat pada keadaan pemuatan tertentu. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas statis antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre GM. Keselamatan kapal dipengaruhi oleh beberapa nilai yaitu besar GM kapal, vanishing angle dan stabilitas dinamis. Oleh karena itu perhitungan lengan penegak GZ dan distribusi muatan di atas kapal sangat erat kaitannya dengan stabilitas kapal. Perubahan atau perbedaan distribusi muatan kapal akan mengakibatkan terjadinya perubahan nilai KG yang pada akhirnya juga akan merubah besar lengan penegak GZ yang dihasilkan. Standar yang digunakan untuk menilai kelayakan kapal telah ditentukan oleh IMO pada konvensi Torremolinos International Convention for The Safety of Fishing Vessel – regulation 28 1977 yang menetapkan kriteria stabilitas kapal dengan kurva stabilitas statis GZ yang disajikan pada Gambar 10 dan keterangan pada Tabel 6. Gambar 10 Kurva kriteria stabilitas statis kurva GZ. Tabel 6 Keterangan kriteria kurva stabilitas statis menurut IMO. Stabilitas Dinamis Stabilitas dinamis merupakan sejumlah tenaga yang diperlukan untuk membuat kapal miring pada sudut tertentu. Besar kerja tersebut adalah sama dengan berat kapal dikalikan dengan jarak antara dua garis tegak yang melalui titik berat dan titik benam titik pusat gaya tekan air ke atas. Apabila kurva stabilitas statis kapal telah diketahui maka nilai stabilitas dinamis dapat dihitung dengan menjumlahkan luas bagian area dibawah kurva pada sudut oleng yang berbeda. Prinsip perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan prinsip perhitungan luas trapesium trapezoidal. Perhitungan dilakukan dengan membagi area dibawah kurva dengan jarak sudut oleng yang sekecil mungkin. Tujuan penelitian pada bab ini adalah mengkaji dan menganalisis stabilitas statis dan dinamis kapal. Kriteria Keterangan A Luasan area di bawah kurva stabilitas GZ dari sudut oleng 0° sampai sudut oleng 30° tidak boleh kurang dari 0.055 m.rad. B Luasan area di bawah kurva stabilitas GZ dari sudut oleng 0° sampai sudut oleng x 40° tidak boleh kurang dari 0.09 m.rad. C Luasan area antara sudut oleng 30° sampai sudut oleng x tidak boleh kurang dari 0.03m.rad, dimana nilai x adalah 40° atau kurang sampai batas minimum air dapat masuk ke badan kapal. D Nilai maksimum GZ sebaiknya dicapai pada sudut oleng tidak kurang dari 30° dan bernilai minimum 0.20 m. E Sudut oleng maksimum stabilitas sebaiknya lebih dari 25° F Nilai metacentre awal GM tidak boleh kurang dari 0.15m. Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan simulasi numerik. Kasus yang diteliti adalah stabilitas kapal pole and line baik stabilitas statis, dinamis maupun stabilitas kapal pada simulasi distribusi muatan yang berbeda. Jenis data yang dikumpulkan merupakan hasil data perhitungan parameter hidrostatis dari bab 2 tulisan ini. Hasil perhitungan parameter hidrostatis selanjutnya digunakan sebagai data dasar dalam perhitungan stabilitas kapal untuk mencapai tujuan pada bab 3 tulisan ini. Kualitas stabilitas yang dimaksud adalah stabilitas statis dan dinamis kapal pole and line dalam kondisi kosong kasko dan stabilitas statis kapal pada kondisi muatan yang berbeda . Pengolahan data dimulai dengan menghitung nilai GZ kapal dengan menggunakan data parameter hidrostatis yang telah diperoleh dengan bantuan software perkapalan. Selanjutnya membuat kurva stabilitas statis yang menunjukkan nilai lengan penegak GZ pada sudut oleng tertentu. Kemudian membandingkan nilai lengan penegak GZ yang diperoleh dengan nilai standar yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization IMO dan terakhir menganalisis dan menginterpretasikan nilai lengan penegak GZ yang diperoleh setelah dibandingkan dengan kriteria IMO. Apabila kurva stabilitas statis kapal telah diketahui maka nilai stabilitas dinamis dapat dihitung dengan menjumlahkan luas bagian area dibawah kurva pada sudut oleng yang berbeda. Prinsip perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan prinsip perhitungan luas trapesium trapezoidal. Perhitungan dilakukan dengan membagi area dibawah kurva dengan jarak sudut oleng yang sekecil mungkin. Oleh karena itu, jarak sudut oleng yang digunakan adalah satu radian sehingga secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut : Luas area m.rad = �1 + �0 2 x a1 . a0 Jika a1 - a0 = h, maka : Luas area m.rad = �1 + �0 2 x h Keterangan : y1 = nilai GZ pada sudut yang lebih besar m; y0 = nilai GZ pada sudut yang lebih kecil m; h = selisih antara dua sudut rad; a1 = nilai sudut yang lebih besar rad; a0 = nilai sudut yang lebih kecil rad. Setelah kualitas stabilitas kasko kapal pole and line diketahui, maka selanjutnya adalah mengkaji stabilitas kapal dalam berbagai simulasi distribusi muatan berdasarkan kondisi eksisting. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal baik pada saat akan berangkat ke daerah penangkapan maupun saat kembali dari operasi penangkapan. Kondisi ini sangat penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan keselamatan kapal di laut. Kondisi muatan yang disimulasikan disampaikan pada Gambar 11 dibawah ini. Gambar 11 Kondisi kapal kosong; pada kondisi ini diasumsikan BBM, es, umpan hidup, perbekalan logistik dan ABK 0. Gambar 12 Kondisi kapal berangkat menuju fishing ground; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik serta ABK 100 dan hasil tangkapan 0. Gambar 13 Kondisi kapal melakukan kegiatan penangkapan ikan; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik 50 serta hasil tangkapan 50 dan ABK 100. Gambar 14 Ilustrasi kondisi kapal kembali ke fishing base; kondisi kapal diasumsikan BBM, umpan hidup 25 serta hasil tangkapan dan ABK 100. Hasil dan Pembahasan Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas statis kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas statis menunjukkan nilai lengan pengembali righting arm pada nilai sudut oleng yang berbeda. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas statis antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre GM. Kurva stabilitas statis kapal pole and linedisampaikan pada Gambar 15. Gambar 15 Kurva stabilitas statis kapal pole and line yang diteliti. Selang stabilitas statis kapal untuk kondisi kapal kosong berada pada kisaran 0º - 73º. Selang ini menunjukkan bahwa kapal masih memiliki nilai GZ yang positif hingga sudut kemiringan 73º. Kriteria penilaian stabilitas yang digunakan merupakan nilai yang direkomendasikan oleh IMO. Hasil perhitungan parameter stabilitas kapal dibandingkan dengan nilai minimum yang direkomendasikan IMO sehingga kualitas stabilitasnya dapat ditelaah. Hasil perhitungan stabilitas statis kapal disampaikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kriteria stabilitas statis kapal pole and line yang diteliti. Kriteria IMO Nilai Status A B C D E F 0,055 m. rad 0,09 m. rad 0,03 m. rad 0,20 m; sudut 30º 25º 0,15 m 0,047 m.rad 0,082 m.rad 0,034m.rad 0,245 m; 46,8º 46,8º 0,395 m Fail Fail Pass Pass Pass Pass Tabel diatas menunjukkan bahwa, pada dua kriteria stabilitas statis kriteria A dan B gaya pengembali kapal pole and line pada sudut kemiringan tersebut lebih kecil dari kriteria yang direkomendasikan IMO. Nilai maksimum GZ kapal pole and line yang diteliti terbentuk pada sudut kemiringan 46,8° dengan nilai 0,245 m.rad, artinya bahwa kapal pada kondisi tegak kemudian kapal dimiringkan pada sudut tertentu, maka kapal memiliki energi terbesar untuk kembali ke posisi tegak yang besarnya meningkat hingga pada sudut 46,8°. Momen penegak GZ bernilai positif pada selang sudut kemiringan 0°- 73° Gambar 11. Jika sudut kemiringan kapal melebihi sudut tersebut, maka nilai GZ akan menjadi negatif. Distribusi muatan ketika kapal dioperasikan juga memberikan pengaruh terhadap stabilitas kapal. Oleh karena itu, perhitungan stabilitas kapal pole and line juga dilakukan terhadap kondisi eksisting muatan. Muatan kapal pole and line terdiri dari alat tangkap, umpan, ABK, BBM, perbekalan es, air tawar, bahan makanan dan hasil tangkapan. Analisis stabilitas dengan kondisi muatan eksisting dilakukan terhadap 4 empat simulasi distribusi muatan yang berbeda. Kondisi stabilitas kapal pole and line dalam berbagai kondisi muatan disampaikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil analisis parameter stabilitas kapal pole and line berbagai kondisi muatan. Nilai pada kurva GZ Standar IMO Kondisi distribusi muatan 1 2 3 4 A 0-30 ° B 0-40° C 30°-40° D GZ max E sudut GZ max F GM 0,055 m. rad 0,090 m. rad 0,030 m. rad 0,20 m; 25º 0,15 m 0,047 0,082 0,034 0,245 46,8º 0,395 0,089 0,146 0,057 0,351 43,2° 0,753 0,125 0,210 0,085 0,559 50,5° 1,015 0,112 0,185 0,073 0,442 42,7° 0,934 Nilai periode oleng suatu kapal sangat tergantung dari besarnya nilai radius metacenter GM dari kapal tersebut. Semakin besar GM dengan lebar kapal yang tetap maka nilai periode oleng semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil GM kapal maka periode oleng akan semakin besar. Periode oleng yang cepat akan rnengakibatkan kapal menjadi kaku stiff dan menyentak-nyentak bila terjadi keolengan. Pada kondisi ini kenyamanan kerja di dek tidak tercapai akibat sentakan yang terlalu cepat. Sebaliknya, pada periode oleng yang terlalu lambat karena GM yang kecil menyebabkan kapal menjadi langsar tender bila terjadi keolengan. Pada kondisi ini kondisi kerja di dek menjadi lebih nyaman. Hasil analisis terhadap parameter stabilitas kapal seperti ditunjukkan pada Tabel 8 memberikan informasi bahwa kondisi kapal pada saat operasi kriteria A, B, C merupakan kondisi muatan kapal yang memiliki nilai paling tinggi dari kondisi muatan lain yang disimulasikan. Sedangkan nilai minimum berada pada kondisi simulasi kapal kosong. Kurva stabilitas statis kapal dalam berbagai kondisi muatan disampaikan pada Gambar 16. Gambar 16 Kurva stabilitas statis dan dinamis kapal pole and line berbagai kondisi muatan. Nilai GZ maksimum kriteria D dan sudut kemiringan kriteria E menunjukkan energi terbesar yang dimiliki oleh kapal pole and line untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami kemiringan. Dari keempat kondisi simulasi distribusi muatan, nilai GZ maksimum tertinggi pada kondisi muatan kapal beroperasi dengan nilai 0,559 m.rad dan terbentuk pada sudut maksimum 50,5°. Sementara nilai GZ minimum pada kondisi muatan kapal kosong dengan nilai 0,245 m.rad, terbentuk pada sudut 46,8°. Kesimpulan dan Saran Bentuk badan kapal pole and line yang diteliti cenderung ramping. Kondisi kapal pada saat melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan merupakan kondisi kapal yang memiliki tingkat stabilitas paling baik dari kondisi lain yang disimulasikan. Stabilitas dalam kondisi kapal kosong yang disimulasikan kurang baik, maka disarankan untuk menurunkan nilai KG. Penurunan nilai KG dapat dilakukan dengan cara pengaturan muatan. 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 20 40 60 80 100 N ila i G Z m .r a d L u as k u rva m .r ad sudut oleng derajat Ss kpl kosong Ss kpl berangkat Ss kapal beroperasi Ss kapal pulang Sd kpl kosong Sd kpl berangkat Sd kpl beroperasi Sd kpl pulang 4 KESELAMATAN KAPAL PENANGKAP IKAN Kapal penangkap ikan dikaitkan dengan bidang pekerjaannya yang sangat dinamis dan berisiko tinggi mengharuskan kapal memiliki stabilitas yang cukup. Kapal yang didesain dan diolah gerak dengan baik akan memberikan jaminan keselamatan operasional meskipun berada dalam kondisi cuaca yang kurang baik. Hasil penelitian diberbagai negara, penyebab kecelakaan pada kapal penangkap ikan yang terjadi di negara maju sekalipun adalah faktor manusia human error. Faktor manusia tersebut berhubungan dengan kurangnya kesadaran, keahlian dan keterampilan awak kapal dalam memahami aspek keselamatan pelayaran dan penangkapan ikan. Berkaitan dengan hal ini perlu pertimbangan bagi awak kapal yang terlibat dalam operasional penangkapan ikan sebelum ikut berlayar, seperti awak kapal harus berkecukupan dalam pendidikan dan pelatihan keahlian Certificate of Competency dan keterampilan Certificate of Proficiency serta memiliki kompetensi sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu juga harus memahami kondisi yang disepakati dalam perjanjian kerja, prosedur dan sistem kerja di kapal penangkap ikan Suwardjo, 2010. Dari aspek kapal penangkap ikan, pengelolaan kapal harus dilaksanakan dengan baik guna menjamin kesuksesan kegiatan penangkapan ikan. Secara keseluruhan, keselamatan kapal akan linier dengan kompetensi awak kapal, manajemen berorientasi keselamatan dan kelaikan kapal. Dari sisi regulasi, telah banyak kebijakan-kebijakan internasional dan nasional yang terkait dengan masalah keselamatan dilaut, namun implementasi dilapangan belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pengkajian terhadap kebijakan nasional perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab pemerintah dan sejauh mana kebijakan nasional menampung tuntutan konvensi internasional serta memenuhi standarisasi internasional terhadap peningkatan keselamatan nelayan dan kapal-kapal ikan di Indonesia. Demikian juga dengan kebijakan internasional, secara teknis dapat menjadi salah satu masukan atau bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan nasional terkait keselamatan nelayan dan kapal ikan. Tujuan pada bab ini adalah 1 mengidentifikasi regulasi terkait keselamatan kapal ikan baik secara nasional dan internasional; 2 mengkaji dan menganalisis aspek keselamatan operasional pada kapal pole and line. Metodologi Metode penelitian ini adalah metode survei lapangan pada kapal-kapal pole and line yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Bitung, Sulawesi Utara. Pengumpulan data dimulai dengan melihat langsung aspek teknis kapal seperti kelaiklautan kapal, perlengkapan peralatan keselamatan, peralatan navigasi dan peralatan radio komunikasi diatas kapal serta sertifikasi keahlian dan kecakapan awak kapal sebagai penunjang kegiatan berlayar. Selanjutnya dilakukan identifikasi data pendukung berupa aturan-aturan secara internasional dan nasional yang terkait dengan keselamatan kapal ikan. Analisis kebijakan dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan membandingkan peraturan yang ada dengan peraturan internasional dan nasional berkenaan dengan pengaturan keselamatan kapal ikan. Analisis dimulai dari mengidentifikasi peraturan-peraturan terkait keselamatan kapal ikan baik nasional maupun internasional. Selain itu juga dilakukan telaah content analisis untuk melihat seperti apa implementasi, dampak dan kendala dari peraturan yang ada. Hasil dan Pembahasan Elemen penting dalam usaha penangkapan ikan salah satunya adalah kapal. Armada kapal penangkap pole and line yang berlokasi di Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Bitung cukup bervariasi. disampaikan pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah kapal pole and lineyang beraktifitas di PPS Bitung. Tonage ≤ 10 GT 11 - 30 GT 31 - 60 GT 61 - 100 GT Jumlah 1 8 8 21 Sumber : Statistik PPS Bitung, 2012 Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kapal pole and line tergolong berukuran besarsehingga menuntut saranapenangkapan ikan seperti kapal dalam keadaan laik laut. Kondisi kapal yang kurang baik akan mempengaruhi usaha penangkapan ikan. Terkait hal tersebut, maka diharapkan aspek keselamatan kapal penangkap ikan guna menjamin keberhasilan kegiatan penangkapan perlu menjadi perhatian. Salah satu bentuk perhatian dan kesadaran stakeholder didalam menjamin keselamatan kapal ikan adalah kapal harus laik laut dari segi desain, tata ruang diatas kapal, perlengkapan peralatan keselamatan dan radio komunikasi serta peralatan navigasi. Disisi lain, bentuk perhatian dari pemerintah yaitu pengaturan kebijakan terkait keselamatan kapal ikan. Sebanyak 38 unit kapal pole and line dilakukan pengamatan berkenaan dengan aspek keselamatannya. Kapal pole and line yang diukur untuk mengetahui kesesuaian desain dan kualitas stabilitas adalah berukuran 25GT. Hal lain yang harus diperhatikan adalah sumberdaya manusia awak kapal. Unsur awak kappal juga merupakan unsur penting guna memaksimalkan sarana kapal penangkap dan alat penangkap ikan yang digunakan. Oleh karena itu, awak kapal yang terampil dan bersertifikat sangat penting dalam keberhasilan usaha perikanan tangkap yang pada akhirnya dapat membantu mewujudkan keberhasilan kegiatan penangkapan dan keselamatan dalam pelayaran. Selama beberapa kurun waktu, terjadi kecelakaan kapal ikan perairan Bitung, Sulawesi Utara. Kecelakaan kapal disebabkan karena beberapa hal yaitu faktor teknis seperti kondisi kapal yang tidak laik laut dan kondisi cuaca yang kurang baik. Faktor non teknis seperti kesalahan manusia human error juga sebagai penyebab kecelakaan kapal diantaranya kurangnya kesadaran awak kapal dalam hal keselamatan dan kurangnya kemampuan atau keahlian daripada awak kapal dalam melayarkan kapal atau melakukan kegiatan penangkapan ikan. Berikut data kecelakaan kapal penangkap ikan dan faktor penyebab yang terjadi diperairan Bitung, Sulawesi Utara disampaikan pada Tabel 10. Tabel 10 Data kecelakaan kapal yang terdata dalam kurun waktu 2007-2013. Sumber : Rekapitulasi laporan tahunan PPS Bitung, 2012. Banyaknya jumlah kecelakaan kapal penangkap ikan akibat kerusakan mesin, tenggelam dan tubrukan karena kesalahan manusia human error. Rusaknya mesin kapaldan tubrukan kapal karena kurangnya perawatan dari awak kapal dan juga kelalaian dari awak kapal. Hal ini menandakan bahwa kemampuan atau keahlian awak kapal penangkap ikan dalam mendukung kegiatan penangkapan ikan masih kurang. Hal lain, kecelakaan kapal seperti tenggelam ini disebabkan karena faktor alam yang memang tidak bisa dikontrol. Menurut data, kecelakaan kapal yang terjadi ini dialami oleh kapal motor. Selain itu, faktor kesalahan manusia perlu mendapatkan perhatian dan perlu mengacu kepada kebijakan terkait keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Dengan demikian diharapkan kecelakaan kapal yang disebabkan oleh faktor teknis kapal dan kesalahan manusia dapat diminimalkan serta dapat dihasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempunyai keahlian serta kemampuan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Peraturan Internasional telah dikeluarkan oleh masing-masing lembaga internasional terkait keselamatan kapal ikan seperti FAO yang mengatur tentang perikanan secara umum, ILO mengatur tentang tenaga kerja dalam industri perikanan dan IMO mengatur tentang keselamatan jiwa dilaut, desain dan kualitas stabilitas kapal dan peralatan serta perlengkapan diatas kapal. FAO dalam konvensinya Code of Conduct For Responsible Fisheries CCRF 1995, terdapat ketentuan yang menjelaskan bahwa suatu negara harus memastikan fasilitas penangkapan dan peralatan yang digunakan dalam suatu kegiatan penangkapan dengan mempertimbangkan kondisi kehidupan dan kerja yang aman, adil dan sehat bagi nelayan sesuai dengan standar internasional yang disetujui yang berhubungan dengan keselamatan nelayan. Selanjutnya setiap negara harus memastikan kesehatan dan standar keselamatan bagi semua orang yang bekerja dalam kegiatan penangkapan sesuai dengan persyaratan dan setiap negara harus memastikan pemenuhan persyaratan keselamatan nelayan dan kapal ikan sesuai dengan aturan yang disetujui untuk diberlakukan. Negara perlu menjamin hanya kapal penangkap ikan yang berijin dioperasikan di perairannya. Kapal-kapal tersebut melakukan kegiatan penangkapan ikan secara bertanggung jawab yang didukung dengan berbagai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 k a p a l u n it aturan dan penegakan hukum oleh negara. Ukuran kapal penangkap ikan perlu sesuai dengan daya dukung guna menghindari tangkap lebih. Dampak kegiatan penangkapan perlu diketahui dan dikaji sebelum mengenalkan alat tangkap baru. Metode penangkapan perlu selektif dan dirancang untuk meminimalkan limbah dan memberikan tingkat kesempatan lolosnya ikan lebih besar. Alat tangkap perlu meminimalkan hasil tangkap yang tidak diinginkan atau yang dilindungi. Konvensi ILO yang berkaitan dengan keselamatan kapal penangkap ikan dan nelayan adalah Fishermen’s Competency Certificates Convention, 1966 No 125, Accommodation of Crews FishermenConvention, 1966 No 126 dan Vocational Training Fishermen Recommendation, 1966 No 126. Fishermen’s Competency Certificates Convention Nomor 125 tahun 1966, adalah konvensi yang menetapkan standar kemampuan nelayan, yaitu dengan mengeluarkan sertifikat kemampuan bagi bagi nelayan yang memegang jabatan sebagai nakhkoda, mualim atau masinis pada suatu kapal nelayan yang berukuran lebih dari 25 GT. Konvensi ini juga menentukan usia minimum untuk sesuatu sertifikat dan pokok materi yang akan diujikan untuk calonkandidat yang akan dikeluarkan sertifikat kemampuan. Accommodation of Crews fishermen Convention Nomor 126 tahun 1966, mengatur tentang perlunya perencanaan dalam pembuatan kapal ikan terhadap fasilitas ABK nelayan. Perencanaan tersebut mencakup konstruksi kapal dan penempatan ruangan, pembuanganpengaliran air, ventilasi, pencahayaan dalam ruangan, ukuran ruang tidur, ruang mesin, fasilitas kesehatan, kamar sakit di kapal, petilemari obat-obatan dan ruang dapur. Konvensi ini tidak berlaku bagi kapal-kapal ikan dengan ukuran kurang dari 75 GT, untuk ukuran panjang sebagai pengganti ukuran GT sebagai parameter dalam konvensi ini, yaitu tidak berlaku bagi kapal yang kurang dari 80 kaki 24,4 meter. The Vocational Training fishermen Recommendation Nomor 126 tahun 1966, merupakan konvensi yang berisi rekomendasi pelatihan kejuruan untuk meningkatkan kemampuankeahlian nelayan selama bekerja pada kapal-kapal perikanan. Rekomendasi pelatihan ini berlaku untuk semua nelayan yang bekerja di kapal-kapal perikanan. Rekomendasi ini secara jelas mengindikasikan perlunya pelatihan terhadap keselamatan di laut dan keselamatan pada saat mengoperasikanmenggunakan alat tangkap. Pelatihan yang dimaksudkan diantaranya adalah stabilitas kapal, kebakaran, keselamatan diri, water-tight integrity tingkat kekedapan air, keselamatan dalam ruang mesin, penggunaan sekoci penolong, penggunaan rakit penolong, PPPK P3K, perawatan medis dan berbagai hal yang berhubungan dengan keselamatan. Lembaga yang berwenang perlu menetapkan standar pelatihan dan kurikulum rencana bahan ajar untuk nelayan dari berbagai program pelatihan, serta harus didasarkan pada suatu analisis sistematis yang diperlukan dalam pekerjaan menangkapan ikan. Selain FAO dan ILO, lembaga internasional lain seperti IMO telah mengembangkan dan menetapkan aturan-aturan tentang keselamatan maritim termasuk didalamnya keselamatan kapal penangkap ikan dan nelayan. Peraturan internasional tersebut antara lain adalah : 1 Torremolinos The Safety of Fishing Vessels Convention, 1977. Protocol Torremolinos 1993 Peraturan ini mengatur secara internasional mengenai keselamatan kapal perikanan yang berukuran panjang 24 meter atau lebih. Konvensi ini berisi peraturan mengenai standar konstruksi kapal dan peralatan yang berhubungan dengan keselamatan kapal ikan, diantaranya : ketentuan mengenai konstruksi, watertight integrity dan peralatan kapal, stabilitas dan kelaiklautan, permesinan dan instalasi listrik, ruang permesinan, perlindungan dari kebakaran, pendeteksian kebakaran, pemadaman api dan kebakaran, perlindungan ABK, peralatan pertolongan dan pengaturan, prosedur dalam keadaan darurat dan komunikasi radio. Kemudian dilakukan beberapa perubahan secara teknis dalam suatu konferensi yang disebut Protocol Torremolinos 1993. Protokol membatasi ketentuan wajib dari konvensi ini untuk diberlakukan bagi kapal dengan ukuran 45 meter dan lebih, sedangkan bagi kapal berukuran antara 25 meter sampai 45 meter aplikasi persyaratan keselamatan diserahkan kepada keputusan regional. 2 International Convention on Standards of Training, Certification dan Watchkeeping for Fisheries STCW-F, 1995. Konvensi ini mengatur standar persyaratan pengetahuan dan keterampilan minimum sertifikasi awak kapal penangkap ikan berukuran panjang 24 meter atau lebih, serta prinsip-prinsip dinas jaga laut. Standar persyaratan minimum untuk sertifikasi awak kapal penangkap ikan seperti : 1. Persyaratan minimum untuk sertifikasi sebagai nakhoda, perwira yang melaksanakan tugas jaga navigasi kapal penangkap ikan ukuran panjang 24 meter atau lebih yang beroperasi di perairan terbatas dan tak terbatas; 2. Persyaratan minimum untuk sertifikasi Kepala Kamar Mesin dan perwira mesin pada kapal penangkap ikan yang digerakkan oleh mesin penggerak utama dengan daya dorong 750 KW atau lebih; 3. Persyaratan minimum yang disyaratkan untuk sertifikasi GMDSS bagi petugas radio di kapal penangkap ikan; 4. Pelatihan keselamatan tingkat dasar bagi seluruh awak kapal penangkap ikan Basic Safety Training for all fishing vessels personnel; 5. Prinsip dasar yang harus diamati dalam jaga navigasi pada kapal penangkap ikan. Dalam konvensi STCW-F 1995 juga dimuat resolusi konvensi, terdiri dari: Resolusi 1. Pelatihan bagi operator radio untuk GMDSS. Resolusi 2. Pelatihan radar simulator. Resolusi 3. Petunjuk dan rekomendasi untuk awak kapal penangkap ikan. Resolusi 4. Pelatihan anak buah kapal ABK kapal penangkap ikan. Resolusi 5. Pelatihan teknik penyelamatan diri bagi awak kapalikan. Resolusi 6. Pelatihan dan sertifikasi bagi awak kapal ikanberukuran besar. Resolusi 7. Persyaratan dan peraturan perwira jaga bagian mesin. Resolusi 8. Promosi peran serta wanita dalam industri penangkapan ikan. Resolusi 9. Hubungan antar manusia. 3 Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels, 1975 dan Voluntary Guidelines for The Design, Construction, and Equipment of Small Fishing Vessels, 1980 Kedua pedomanpetunjuk ini merupakan bagian dari peraturan yang mengatur mengenai keselamatan kapal ikan untuk kapal berukuran panjang 12 meter sampai dengan kurang dari 24 meter dan sifatnya tidak mengikat sukarela. Negara-negara tidak membutuhkan ratifikasi untuk mengaplikasikannya dalam kerangka kebijakan nasional. 4 Convention on The International Regulation for Preventing Collision at Sea COLLREG, 1972 Peraturan ini mengatur secara internasional mengenai kecelakaan tubrukan kapal. Ketentuan-ketentuan dalam aturan ini menjelaskan tentang aturan mengemudi dan berlayar serta penggunaan lampu penerangan dan sosok benda yang isyaratkan untuk keamanan berlayar. Ketentuan tersebut berlaku bagi semua kapal yang melakukan pelayaran termasuk kapal penangkap ikan. Konvensi ini diadopsi pada tanggal 20 Oktober 1972. Berdasarkan uraian peraturan internasional tersebut diatas, beberapa peraturan bersifat wajib mandatory dan mengikat artinya Indonesia sebagai negara yang tergabung dalam organisasi maritim internasional harus mengimplementasikan ke dalam kebijakan nasional. Peraturan internasional yang bersifat mandatory yaitu Torremolinos Safety Fishing Vessel 1977, Protocol 1993 dan STCW-F tahun 1995. Peraturan lainnya bersifat sukarela voluntir dan tidak mengikat. Karena sifat sukarela tersebut, perlu komitmen dan kesadaran stakeholder untuk menjamin prinsip, tujuan dan tindakan praktis dalam implementasinya. Oleh karena itu, suatu negara harus memberikan perhatian yang lebih terhadap keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan meratifikasi peraturan internasional dan implementasi kedalam peraturan nasional. Keselamatan kapal penangkap ikan termasuk dalam keselamatan pelayaran secara umum, dimana keselamatan pelayaran adalah wewenang dan tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan juga bertanggung jawab atas pengelolaan dan pembangunan perikanan tangkap Indonesia serta mengatasi permasalahan masyarakat nelayan. Berikut beberapa peraturan-peraturan nasional kedua Kementerian terkait keselamatan kapal penangkap ikan antara lain : 1 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan. Peraturan ini tentang pengawakan kapal penangkap ikan yang menyebutkan jenis sertifikat keahlian pelaut kapal perikanan terdiri dari sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap ikan dan sertifikat keahlian pelaut teknik permesinan kapal penangkap ikan. Pengawakan kapal penangkap ikan harus disesuaikan dengan daerah pelayaran, ukuran kapal dan daya penggerak kapal. 2 Peraturan Menteri Perhubungan KM. 9 tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan ujian serta sertifikasi bagi pelaut kapal perikanan. Pendidikan dan pelatihan bagi pelaut kapal penangkap ikan sangat penting dalam peningkatan kapasitas sumberdaya manusia awak kapal dan calon awak kapal. Pendidikan dan pelatihan pelaut kapal penangkap ikan dilaksanakan oleh unit-unit pendidikan danatau pelatihan perikanan atau badan hukum pendidikan berdasarkan sistem standar mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai sistem standar mutu pendidikan dan pelatihan, ujian dan sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang perikanan. Sertifikasi keahlian pelaut kapal penangkap ikan yaitu terdiri dari sertifikat keahlian Certificate of competency pelaut kapal penangkap ikan dan sertifikat keterampilan Certificate of proviciency pelaut kapal penangkap ikan. Jenis dan tingkat sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan telah dijelaskan pada peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan. Jenis Sertifikat Keterampilan Pelaut Kapal Penangkap Ikan, terdiri dari : a. Sertifikat Keselamatan Dasar Awak Kapal Penangkap Ikan Basic Safety Training for all Fishing Vessel PersonnelBST–F Certificate; b. Sertifikat Lanjutan Penanggulangan Kebakaran Advanced Fire Fighting Certificate; c. Sertifikat Pertolongan Medis Darurat Medical Emergency First Aid Certificate; d. Sertifikat Perawatan Medis di atas Kapal Medical Care on Board Certificate; e. Sertifikat Simulasi Radar Radar Simulator Certificate; f. Sertifikat Simulasi ARPA ARPA Simulator Certificate; g. Sertifikat Operator Radio Umum untuk GMDSS General Radio Operator Certificate for the GMDSS; h. Sertifikat Operator Radio Terbatas untuk GMDSS Restricted Radio Operator Certificate for the GMDSS; i. Sertifikat Kecakapan Pesawat Luput Maut dan Sekoci Penyelamat Proficiency in Survival Craft and Rescue Boats Certificate; j. Sertifikat Perwira Keamanan Kapal Ship Security Officer Certificate. Sertifikat-sertifikat pelaut kapal penangkap ikan diterbitkan oleh Ditjen Perla, Kementerian Perhubungan. 3 Keputusan Menteri Perhubungan No. 46 tahun 1996 Tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan. Peraturan ini membahas mengenai kapal penangkap ikan, akan tetapi peraturan tersebut lebih terfokus membahas tata laksana atau prosedur penerbitan sertifikat kelaiklautan kapal penangkap ikan tanpa menyebutkan atau melampirkan standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh suatu kapal penangkap ikan agar dapat dikatakan laiklaut sehingga dalam proses penerbitan Sertifikat Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan tersebut pihak Marine Inspector yang merupakan petugas pemeriksa persyaratan kelaikan kapal penangkap ikan tidak dapat menerapkan secara tegas standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan. 4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 07 tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan. Surat laik operasi kapal perikanan atau SLO adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa kapal perikanan telah memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis untuk melakukan kegiatan perikanan. SLO diterbitkan oleh Satker Pengawas Perikanan di pelabuhan pangkalan. Persyaratan untuk mendapatkan SLO adalah persyaratan kelayakan teknis kapal meliputi : a kesesuaian fisik kapal perikanan dengan yang tertera dalam SIPI, terdiri dari bahan kapal, merek dan nomor mesin utama, tanda selar, dan nama panggilancall sign; b kesesuaian jenis dan ukuran alat penangkapan ikan dengan yang tertera pada SIPI; dan c keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan yang dipersyaratkan. Kapal yang diberikan izin untuk berlayar adalah kapal yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis kapal yang dikeluarkan oleh syahbandar perikanan setelah memenuhi surat laik operasi SLO. 5 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 3 tahun 2013 tentang kesyahbandaran di pelabuhan perikanan. Peraturan ini menyebutkan bahwa tugas dan wewenang Syahbandar yang terkait dengan keselamatan kapal perikanan seperti memeriksa ulang kelengkapan dokumen kapal perikanan, menerbitkan surat persetujuan berlayar SPB, memeriksa teknis dan nautis kapal perikanan dan memeriksa alat penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan dan memeriksa pemenuhan persyaratan pengawakan kapal perikanan. 6 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 21 tahun 2004 tentang syarat desain dan peralatan kapal penangkap ikan. Secara umum ketentuan peraturan ini mengenai persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan berkenaan dengan tata ruang dan peralatan untuk penanganan dan penyimpanan serta pembekuan hasil perikanan. Kapal pole and line yang menjadi objek penelitian yang berbasis di Bitung, bila dilihat dari aspek teknis seperti kelaiklautan kapal seperti tata ruang dan desain, peralatan keselamatan, radio komunikasi dan navigasi diatas kapal secara umum belum memenuhi standar minimum yang dipersyaratkan didalam peraturan internasional. Peraturan internasional secara jelas mengatur keselamatan kapal ikan dan awak kapalnya. Peraturan nasional yang sejalan dengan peraturan internasional diharapkan dapat diimplementasikan dilapangan. Peraturan nasional seperti Kepmen KP nomor 21 tahun 2004 tentang syarat desain dan peralatan kapal penangkap ikan, beberapa ketentuan belum sesuai dengan dengan kondisi exsisting kapal pole and line yang berbasis di Bitung. Sebagai contoh dalam ketentuan peraturan tersebut, seperti peralatan dan perkakas seperti meja pemotong, wadah, ban berjalan, mesin pembuangan isi perut tidak ditemukan diatas kapal pole and line. Hubungannya dengan konstruksi dalam pembangunan kapal penangkap ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah penempatan ruangan. Kapal- kapal pole and line yang diteliti diketahui memiliki tata ruang yang kurang memperhatikan standar minimum yang ditentukan. Beberapa kapal tidak menyediakan tempat akomodasi untuk istirahat ABK dan minimnya pencahayaan, ventilasi, fasilitas kesehatan, lemari obat-obatan serta ruang dapur. Kepmen Perhubungan nomor 46 tahun 1996 hanya membahas tata laksana atau prosedur penerbitan sertifikat kelaiklautan kapal penangkap ikan tanpa menyebutkan atau melampirkan standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh suatu kapal penangkap ikan agar dapat dikatakan laiklaut. Kelemahan dari peraturan tersebut adalah pihak petugas pemeriksa persyaratan kelaikan kapal penangkap ikan tidak dapat menerapkan secara tegas standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan. Berbeda dengan peraturan internasional Torremolinos Safety Fishing Vessel 1977, protocol 1993 secara jelas mengatur mengenai standar konstruksi kapal dan peralatan yang berhubungan dengan keselamatan kapal ikan. Standar kapal penangkap ikan pada prinsipnya didasarkan pada aspek keselamatan yang mencakup konstruksi, stabilitas, perlengkapan navigasi, perlengkapan keselamatan, peralatan komunikasi, mesin dan pompa-pompa termasuk pompa darurat dan pompa got, pintu-pintu kedap air. Peralatan keselamatan kapal penangkap ikan berukuran kecil seharusnya dilengkapi sebagaimana pada Tabel 11. Tabel 11 Daftar peralatan keselamatan kapal kecil bermesin. Daftar alat keselamatan perahu Basic 1 2 3 Pelampung penolongLife buoy Jaket penolongLife Jacket Lampu cerlangFlashlight Bucket with rope Tali ikat ke kapalRope connected to the vessel DayungPaddle KompasCompass Peta lautSea chartNavigation chart FM radio Pemadam KebakaranFire extinguisher Global Positioning System GPS Radio VHFVHF Radio Mobile phone Untuk perahu bermesin tambahan Layar dan tiang layerSail and a mast Suku cadang mesinSpare part of the engine Bahan bakar cadanganExtra fuel of the engine √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sumber: Danielson 2004. Peraturan lainnya seperti Permen KP nomor 3 Tahun 2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan hanya sebatas pemeriksaan kelengkapan dokumen kapal, menerbitkan surat persetujuan berlayar SPB, pemeriksaan teknis dan nautis kapal dan memeriksa alat penangkapan ikan, serta alat bantu penangkapan ikan tanpa menyebutkan standar minimum kelengkapan peralatan yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan. Akan tetapi disisi lain, jumlah Surat Persetujuan Berlayar yang diterbitkan oleh Syahbandar di Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Bitung terhitung sejak bulan Juli tahun 2006 sampai dengan bulan Desember tahun 2011 berjumlah 44.312. Peningkatan jumlah Surat Persetujuan Berlayar SIB adalah salah satu indikator meningkatnya ketaatan kapal perikanan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kemudahan pelayanan dengan sistem pelayanan 1 x 24 jam yang telah diterapkan memiliki nilai tambah dan ikut memberi andil bagi peningkatan penerbitan SIB tersebut. Eksistensi Syahbandar di pelabuhan perikanan Samudera Bitung saat ini mulai dirasakan oleh nelayan dan pengusaha perikanan. Memperhatikan besarnya peningkatan jumlah penerbitan SIB dan animo masyarakat nelayan atau pengusaha kapal perikanan untuk masuk dan melakukan aktifitas di pelabuhan perikanan maka dapatlah disimpulkan bahwa peran kesyahbandaran perikanan kedepan akan menjadi semakin penting terutama dalam menjamin keselamatan operasi kapal penangkap ikan dan kelestarian sumberdaya perikanan khususnya ikan sebagai hasil tangkapan. Kualitas sumberdaya nelayan sebagai sumberdaya manusia perikanan yang masih rendah akan menambah jumlah kecelakaan kapal. Bila dilihat, sebagian besar keahlian dan kemampuan awak kapal didapat secara turun temurun lewat kebiasaan melaut dan tidak didapat melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan pelaut. Dari hasil wawancara sebanyak 10 orang awak kapal dan 1 org nakhoda, kebanyakan kapal pole and line yang berbasis di Bitung diawaki oleh awak kapal yang minim dengan keahlian dan keterampilan. Ini dibuktikan dengan sertifikat keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Sementara jelas dalam STCW-F, 1995 mengatur persyaratan minimum untuk sertifikat pengawakan kapal penangkap ikan. Berikut data mengenai sertifikat keahlian yang dimiliki awak kapal Pole and line disampaikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sertifikat keahlian yang dimiliki awak kapal pole and line SertifikatKeahlian Nakhoda Mualim KKM 1. ANKAPIN I 2. ANKAPIN II 3. ANKAPIN III 4. ATKAPIN I 5. ATKAPIN II 6. ATKAPIN III 7. SKK 60 Mil 8. ANT V 9. ATT IV - 3 22 - - - 9 4 - - - 3 - - - 1 - - - - - - 1 18 18 - 1 Sumber : data statistis PPS Bitung, 2012. Tabel diatas menunjukkan standar kualifikasi sertifikat keahlian dan keterampilan awak kapal. Setiap orang yang bekerja diatas kapal ikan harus memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jabatannya diatas kapal. Salah satu peraturan internasional yaitu SCTW-F 1995 menyebutkan bahwa kewajiban seluruh awak kapal penangkap ikan harus memiliki keterampilan dasar keselamatan BST basic safety training. Ini sangat berbeda dengan kondisi awak kapal yang bekerja diatas kapal pole and line di Bitung. Awak kapal selain nakhoda dan KKM tidak memiliki sertifikat BST. Selain itu, sebagian besar kapal pole and line di Bitung memiliki ukuran panjang kapal lebih dari 24 meter. Seharusnya standar kualifikasi sertifikasi keahlian dan keterampilan mengacu kepada peraturan SCTW-F 1995.Namun, walaupun pengawakan tidak sesuai standar, kapal-kapal pole and line tetap melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Ini menunjukkan belum adanya ketaatan dalam pemenuhan standar kualifikasi keahlian dan kecakapan bagi awak kapal ikan dan kurangnya pengawasan oleh petugas teknis syahbandar perikanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 46 Tahun 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan, sampai saat ini masih dijadikan dasar hukum untuk penerbitan sertifikat kelaiklautan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Kapal penangkap ikan yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaiklautan diberikan sertifikat, berupa Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan Sertifikat Kelaiklautan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan. Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 46 tahun 1996, Sertifikat Kelaiklautan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan diberikan apabila telah memenuhi ketentuan ketentuan: 1 Konstruksi dan tata susunan kapal; 2 Stabilitas dan garis muat kapal; 3 Perlengkapan kapal; 4 Permesinan dan listrik kapal; 5 Perangkat telekomunikasi radio dan elektronika kapal; 6 Sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran; 7 Sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal; 8 Jumlah dan susunan awak kapal. Pada sertifikat tersebut pernyataan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kapal telah memenuhi ketentuan tentang keselamatan konstruksi, permesinan, perlengkapan navigasi, alat-alat penolong, alat-alat pemadam kebakaran, perlengkapan radio, peralatan pencegahan pencemaran dari kapal, dan pencegahan pelanggaran di laut, serta kelengkapan-kelengkapan lainnya yang terkait dengan aturan kelaiklautan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Peralatan keselamatan yang ada pada kapal pole and line di Bitung disampaikan pada tabel13 dibawah ini. Tabel 13Peralatan keselamatan pada kapal pole and line. Sumber : data statistik PPS Bitung, 2012. Kapal pole and line yang berbasis di PPS Bitung dari jumlah sampling sebanyak 38 kapal dengan bobot kapal antara 10–94 GT, sebanyak 38 unit kapal 100 telah melengkapi rompi penolonglife jacket, 18 kapal 47,4 melengkapi kapalnya dengan peralatan keselamatan berupa rakit penolongliferaft. Sementara sekoci penolong tidak dimiliki oleh semua kapal yang diteliti. Kekurangan peralatan pada kapal-kapal pole and line, diantaranya jumlah rompi penolonglife jacket tidak sesuai dengan jumlah awak kapal dan dalam keadaan tidak layak pakai. Dari jumlah awak kapal sebanyak 20 hingga 30 orang setiap kapalnya, hanya 50 baju penolong life jacket yang tersedia dari jumlah awak kapal.Jumlah pelampung penolonglife bouy juga kurang setiap kapalnya dan Peralatan keselamatan dan navigasi Jumlah kapal Persentase 1. Rompi penolong life jacket 2. Rakit penolongliferaft 3. Sekoci penolong 4. Sextan 5. Teropong 6. Kompas magnet 7. Peta Laut 8. GPS 9. GMDSS 10. Radar 11. Gyro Kompas 12. SSB 13. VMS 38 18 - - 34 38 34 38 - 4 26 33 24 100 47,4 89,5 100 89,5 100 10,5 68 86,8 63,2 tidak dilengkapi alat pemadam kebakaran serta tidak ada perlengkapan kotak P3K. Beberapa kapal pole and line juga sudah melengkapi kapalnya dengan peralatan navigasi seperti GPS dan kompas magnet yaitu sebanyak 38 kapal 100. Peralatan navigasi lainnya yang dipenuhi diantaranya seperti Peta laut sebanyak 34 kapal 89,5, Radar sebanyak 4 kapal 10,5 dan Gyro kompas sebanyak 26 kapal 68. Disamping itu juga peralatan radio dan komunikasi seperti SSB sebanyak 33 kapal 86,8 dan peralatan GMDSS, dari 38 kapal semuanya belum melengkapinya. Analisis terhadap regulasi atau peraturan terkait keselamatan kapal penangkap ikan dilakukan untuk melihat peraturan perundangan yang ada. Hal ini dilakukan untuk melihat mandat, implementasi dan kendala masing-masing peraturan. Analisis ini menghasilkan dampak positif dan negatif dari penerapan peraturan serta beberapa solusi untuk perumusan perbaikan dalam manajemen keselamatan kapal penangkap ikan. Berikut analisis peraturan terkait keselamatan kapal penangkap ikan disampaikan pada Tabel 14 dibawah ini. Tabel 14 Regulasi internasional dan nasional tentang keselamatan kapal penangkap ikan. Uraian Peraturan internasional Peraturan nasional Dampak posistif Dampak negatif Standar kapal penangkap ikan Torremolinos Safety of Fishing Vessels Convention 1977, Torremolinos Protocol 1993 belum ratifikasi Kepmen KP no.21 tahun 2004 tentang syarat desain dan perlengkapan kapal penangkap ikan Pembangunan kapal penangkap ikan sesuai standar konstruksi kapal dan peralatan keselamatan. Pembangunan kapal penangkap ikan tidak berdasarkan standar minimum dan hanya berupa juknis. Standar sertifikasi, kualifikasi awak kapal penangkap ikan

1. STCW-F 1995belum ratifikasi 2. Vocational Training Fishermen