Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi (Anodontostoma chacunda) dan Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini

KETAJAMAN PENGLIHATAN
IKAN JUWI (Anodontostorna chacunda)
DAN APLIKASINYA PADA PROSES PENANGKAPAN
PUKAT CINCIN MINI

Visual Acuity of Chacunda gizzard-shad (Anodontostornachacunda)
and
Its Application on Capture Process of Mini Purse Seine

OLEH :
ARISTI DIAN PURNAMA FITRI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

ARlSTl DlAN P.F. Ketajaman Penglihatan lkan Juwi (Anodontostoma
chacunda) dan Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini.
Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, MULYONO S. BASKORO dan TAKAFUMI

ARIMOTO.
Penelitian tentang ketajaman penglihatan ikan juwi (Anodontostoma
chacunda), dan dua jenis ikan pelagis kecil lainnya, yaitu selar (Selar
cmmenophthalmus) dan layang (Decaptems macrosoma) telah dilakukan melalui
analisis histologi retina mata. Sampel ikan segar didapatkan dari hasil tangkapan
pukat cincin mini dan gill net dasar di perairan Utara Jawa, dan berasal dari
bagan apung di Teluk Pelabuhan Ratu dari bulan Februari sampai dengan April
2002. Sel penglihatan ikan juwi dan layang hanya terdiri dari sel kon ganda.
Sementara itu sel pengliahatan ikan selar terdiri dari sel kon tunggal dan sel kon
ganda. Kepadatan sel kon tertinggi untuk ketiga jenis spesies terdapat pada pada
bagian temporal dari retina. Ketajaman penglihatan yang ditentukan berdasarkan
nilai kepadatan sel kon adalah berturut-turut sebesar 0,05 untuk ikan juwi dengan
ukuran panjang tubuh 110-143 mm; 0,09-0,l untuk ikan selar dengan ukuran
panjang tubuh 160-220 mm dan 0,16-0,18 untuk ikan layang dengan ukuran
panjang tubuh 230-250 mm.
lnformasi ketajaman penglihatan ikan juwi diaplikasikan pada proses
penangkapan pukat cincin mini untuk mengetahui model pelolosan dari cakupan
alat tangkap. Model pelolosan tersebut dihitung berdasarkan pada jarak
pandang maksimum dari ikan juwi terhadap obyek alat tangkap. Obyek (benang
jarring hingga tali pelampung) dengan diameter 1.9 - 22 mm menghasilkan nilai

jarak pandang maksimum sebesar 0,32-3,88 meter. Pada perhitungan ini
kecepatan renang dari ikan juwi terdiri dari tiga kondisi, yaitu sustained speed,
prolonged speed dan burst speed. Kecepatan renang tersebut masing-masing
memiliki kisaran nilai 1,l mldetik untuk sustained speed, 1,3 mldetik untuk
prolonged speed dan 1,5 mldetik untuk burnt speed. Untuk mengoperasikan
pukat cincin mini, waktu yang dibutuhkan untuk pelingkaran jaring secara
sempurna adalah 5 menit. Kecepatan tenggelam tali pemberat (leadline) hingga
terlingkar sempuma adalah168,74 detik. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa
waktu yang dibutuhkan oleh ikan juwi untuk dapat 1010s dari pelingkaran alat lebih
cepat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan alat untuk melingkari ikan.
Pada kondisi sustained speed, waktu yang dibutuhkan ikan untuk dapat
meloloskan diri adalah 8,85 detik; saat kondisi prolonged speed adalah 7,49
detik serta saat kondisi burst speed adalah 6,49 detik. Adapun waktu yang
dibutuhkan alat untuk melingkari ikan hingga terkurung sempurna yaitu 290,82
detik.

ABSTRACT
ARlSTl DlAN P.F. Visual Acuity of Chacunda gizzard-shad (Anodontostoma
chacunda) and Its Application on Capture Process of Mini Purse Seine. Under
the direction of ARI PURBAYANTO, MULYONO S. BASKORO, and TAKAFUMI

ARIMOTO.
Visual acuity of chacunda gizzard-shad (Anodontostoma chacunda), and
two others small pelagic species, i.e. bigeye (Selar cmmenophthalmus) and
layang scad (Decaptems macrosoma) were investigated by histological
examination of their retinas. The fish were sampled from the catch of mini purse
seine and bottom gill net in the coastal water of North Java and lift net ("bagan")
in Pelabuhan Ratu Bay from February to April 2002. The visual cells of chacunda
gizzard-shad and layang scad composed of a twine cone cell only. While the
visual cells of bigeye composed of single cone and twine cone cells. The highest
cone cell density as determined from cone density distribution were 0.05 for
cahcunda gizzard-shad of 110-143 mm body length BL, 0.09-0.10 for bigeye of
160-220 mm BL, and 0.16-0.18 for layang scad of 230-250 mm BL.
The results on visual acuity of chacunda gizzard-shad are applied to the
capture process of mini purse seine by analyzing the escape model of these
species from the capture area. The escape model was calculated based on
maximum sighting distance of these species towards the net. The parts of gear
with differing diameter of 1.9-22 mm resulted the maximum sighting distance
value 0.32-3.88 m for chacunda gizzard-shad. To operate mini purse seine, the
time needed for completely encircling the net was 5 minutes. The analysis result
showed that time needed by chacunda gizzard-shad to escape from the capture

area, was faster than net the encircling time. Swimming speed of the fish at the
sustained speed was 1.1 mls; the prolonged speed was 1.3 mls; and the burst
speed was 1.5 mls. The time needed by chacunda gizzard-shad to escape from
the capture area was 8.85 seconds for the sustained speed; 7.49 seconds for the
prolonged speed and 6.49 seconds for the burst speed. The completely encircling
time of the net was 290.82 seconds.

SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Ketajaman Penglihatan lkan Juwi (Anodonfostoma chacunda) Dan
Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini

Adalah

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum

pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jet as dan dapat diperiksa kebenarannya.


Bogor, qepteqber 2002

Judul Tesis

:

Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi
(Anodontostoma chacunda) dan Aplikasinya Pada
Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini

Nama

:

Aristi Dian Purnama Fitri

NRP

:


P. 26500001

Program Studi

:

Teknologi Kelautan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ari ~ u r b a ~ a n tM.Sc.
o,
Ketua

Prof. Takafumi ARIMOTO
Anggota

Mengetahui,


da Manuwoto, M. Sc.

--r1 -13-r7Tanggal Lulus : 28 Agustus 2002

I"CIq3

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 2 Oktober 1973. Penulis
merupakan anak pertama dari Ibu Tina Hartrina dan Bapak M. lschaq Anwar.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD. Wonodri II Semarang dan
lulus pada tahun 1985, selanjutnya penulis meneruskan ke SMP Negeri 2
Semarang dan lulus pada tahun 1988. Selepas SMP, penulis melanjutkan
pendidikan ke SMA Negeri 5 Semarang dan lulus tahun 1991. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Universitas Diponegoro Semarang melalui Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) yang selanjutnya memilih Jurusan Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan Universitas Diponegoro. Penulis
dinyatakan lulus sebagai sarjana perikanan pada tahun 1996. Kesempatan
menempuh pendidikan pascasajana jenjang magister penulis peroleh pada
tahun 2000 pada Program Studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana
lnstiiut Pertanian Bogor. Penulis dinyatakan lulus ujian tesis pada tanggal 28

Agustus 2002.
Pada tahun 1997, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Akademi
Perikanan Kalinyamat (APRIKA) Jepara. Tahun 1998 penulis aktif sebagai staf
pengajar pada Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan
Universitas Diponegoro dibawah Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk Sebagai salah satu
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan. Judul
tesis tersebut:

" Ketajaman Penglihatan lkan Juwi (Anodontostomachacunda) Dan
Aplikasinya Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini",
yang diharapkan isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Saran dan kritik yang sifatnya memperbaiki penulisan tesis ini sangat

diharapkan untuk penelitian di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat terutama yang berminat terhadap ketajaman penglihatan ikan.

Bogor, September 2002
Penulis

UCAPAN TERIMA KASlH

Bismillahirrahmaanirrahiim
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc
selaku ketua komisi pembimbing serta kepada Bapak Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro,
M.Sc dan Prof. Takafumi ARIMOTO selaku anggota komisi pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, dorongan serta bantuan
morilnya kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja selaku dosen penguji yang telah


memberikan penilaian, saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
2. Bapak Sugeng Utomo, ST yang banyak sekali membantu dalam kegiatan di

lapang.
3. Rekan-rekan S2dan Sgdi lingkungan program studi Teknologi Kelautan atas

saran, diskusi dan kerjasamanya.
4. Rekan-rekan mahasiswa S2 angkatan 2000 atas saran, diskusi dan

kerjasamanya, khususnya kepada Pak Ir. Mahiswara, Agus Suherman, S.Pi;
Faik Kurohman, S.P; Pak Ir. Amir Hamzah. Pak Ir. Duto Nugroho; Pak Ir.
Suherman Banon Atmaja, Akmala, S.Pi; Nofrizal, MS.
5. Mbak Occa, Mbak Erina, Mbak Lia dan Mbak Eva yang banyak sekali

memberikan bantuan moril dengan canda-candanya.
6. Bapak Sholeh Supandi atas bantuan peminjaman buku-buku dan literatur

serta nasehat-nasehatnya.
7. Papanda Drs. H. M. lschaq Anwar dan Mamanda Dra. Hj. Tina Hartrina,


Bapaknda Sadirun Sadiman dan lbunda Dasri Sadirun, yang tiada lelah
menapak hari dan tiada lelah panjatkan doa demi kesuksesan penulis serta
kakak-kakakku Agus Puwanto, Eni Yulistiningsih, ST, MT dan Rudi
Hariyanto, ST.
8. Kakakku Ir. Sri Hastuti, MS dan Ir. Subandiyono, M. Sc dengan segala

dukungan, semangat dan bantuannya.

9. Sandi Sutopo Aribowo dan Anggit Gusti Nugraheni yang selalu memberikan

semangat dengan coleteh lucunya. Zainal "Camptoo" Arifin dengan saransaran yang diberikan.
10. Suamiku tercinta Heri Sutanto, MS yang telah memberikan dorongan dan

donademi kesuksesan penulis.
11.Anakku tersayang Aura Herdi Ramadhina Sutanto (Rara) yang selalu

memotivasi selesainya setiap tugas dan penulisan tesis.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis dicatat
sebagai amal kebaikan dan mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan
sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, September 2002
Penulis

DAFTAR IS1

DAFTAR IS1 .........................................................................................................

xi

..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................

xiii
xiv

I. PENDAHULUAN................................................................................................
1.1 . Latar .Belakang.................................................................................
1.2. Perumusan Masalah........................................................................
1.3. Tujuan Penelitian .........................................................................
1.4. Manfaat Penelitian...........................................................................
1.5. Hipotesa...........................................................................................

1
1
3
5
5
5

DAFTAR TABEL

II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
7
2.1. Alat.Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine)........................ 7
2.2. Morfologi dan Ekologi lkan Penelitian ........................................
9
2.2.1 . lkan juwi/chacunda.ginard-shad.
(Anodontostomachacunda) ................................................ 9
11
2-2.2. lkan sela~bgeye(Sekr cnrmenophthalmus)............-.......
2.2.3. lkan layangllayang scad (Decaptenrs macrosoma) ........... 12
2.3. Morfologi Retian Mata Ikan.............................................................. 13
2.4. Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity) ........................................
16
18
2.5. Sumbu Penglihatan (Visual Axis) ....................................................
2.6. Jarak Pandang Maksimum (Maximum Sigthing Distance)............. 19
2.7.Model Pelolosan lkan Pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini 21
Ill. BAHAN DAN METODE....................................................................................
3.1 . Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................
3.2. Peralatan dan Pengumpulan Data ..................................................
3.2.1. Alat dan Bahan Penelitian...................................................
3.2.2. Pengumpulan Data Penelitian.............................................
3.3. Metode Penelitian............................................................................
3.3.1 . Pengambilan Sampel ..........................................................
3.3.2. Prosedur Histologi ...............................................................
3.4. Analisis Data ....................................................................................
3.4.1 . Analisis Ketajaman Penglihatan .........................................
3.4.2. Analisis Sumbu Penglihatan ...............................................
3.4.3. Analisis Jarak Pandang Maksimum ....................................
3.4.4. Analisis Model Pelolosan tkan Pada Pukat Cincin Mini .....
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
4.1 . Hasil Penelitian ................................................................................
4.1 .1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini ..........................................
4.1.2. Ketajaman Penglihatan.......................................................
4.1.2.1. lkan juwilchacunda gizzard-shad
(Anodontostoma chacunda).............................
4.1.2.2. lkan selarlbigeye (Selar cnrmenophthalmus)........
4.1.2.3. lkan tayangnayang scad (Decaptems macrosoma)
4.1.3. Sumbu Penglihatan .............................................................

39
39
39
42
42
47
51
55

DAFTAR TABEL

Halaman
I.
Gambaran umum armada pukat cincin mini di Selat Malaka. .....................

9

2. Karakteristik beberapa jenis kawanan ikan. ................................................

23

3. Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian..................................

25

4. Jarak pandang maksimum ikan juwi (Anodontostoma chacunda)
terhadap pukat cincin mini. .........................................................................

35

5. Spesifikasi teknis pukat cincin mini. .............................................................

40

6. Panjang tubuh, kepadatan sel kon, diameter dan
jarak fokus lensa mata, sudut pembeda terkecil dan
ketajaman penglihatan dari ikan juwi (Anodontostoma chacunda).............

44

7. Panjang tubuh, kepadatan sel kon, diameter dan
jarak fokus lensa mata, sudut pembeda terkecil dan
ketajaman penglihatan dari ikan selar (Selar crumenophthalmus).............

48

8. Panjang tubuh, kepadatan sel kon, diameter dan
jarak fokus lensa mata, sudut pembeda terkecil dan
ketajaman penglihatan dari ikan layang (Decapterus macrosoma).............

51

9. Jarak pandang maksimum ikan juwi terhadap pukat cincin mini ................

56

10. Perhitungan lolosnya ikan saat setting pukat cincin mini
(saat kondisi kecepatan renang sustained speed 1,Imldetik) ..................

61

11. Perhitungan lolosnya ikan saat setting pukat cincin mini
(saat kondisi kecepatan renang prolonged speed 1,3 mldetik) ...............

62

12. Perhitungan lolosnya ikan saat setting pukat cincin mini
(saat kondisi kecepatan renang burst speed 1,5 rnldetik) ........................

63

13. Perhitungan waktu, kedalaman dan kecepatan tenggelamnya
tali pelampung (leadline)............................................................................

64

14. Pemiungan dari model pelingkaranjaring pukat cincin mini ....................

65

15. Perhitungan antara kecepatan ikan meloloskan din dengan kecepatan
pelingkaran jaring (saat kecepatan renang sustainable speed) ...............

66

16. Perhitungan antara kecepatan ikan meloloskan diri dengan kecepatan
pelingkaran jaring (saat kecepatan renang prolongedspeed) ................

67

17. Perhitungan antara kecepatan ikan meloloskan diri dengan kecepatan
pelingkaran jaring (saat kecepatan renang burst speed) .........................

68

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir penelitian .....................................................................................

6

2 . lkan juwilchacunda gizzard-shad (Anodontostoma chacunda) ......................

10

3 . lkan selarlbigeye (Selar cnrmenophthalmus) .................................................

12

4 . lkan layangllayang scad (Decaptenrs macrosoma)........................................

13

5. Penampang melintang mata ikan .................................................................... 15
6. Struktur retina mata ikan pada irisan vertikal ..................................................

16

7. Konsep perhitungan jarak pandang maksimum (maximum sighting

distance)..................................................................................................... 20
8. lkan meloloskan diri melalui celah dan bagian bawah tali pemberat

(leadline) saat penebaran jaring (sefting) dari pukat cincin mini.....................

21

9. lkan meloloskan diri melalui celah ketika tali kolor (purse line)
akan dikerutkan saat penarikan jaring (hauling)dari pukat cincin mini...........

21

10. Strategi geometri pukat cincin mini saat dioperasikan................................... 24
11. 25 Bagian dari retina mata ikan sampel yang diamati sebaran sel konnya...

29

12. Prosedur histologi untuk analisis retina mata ikan ........................................

30

13. Prosedur pengeringan dan penanaman pada media parafin dari spesimen
retina mata ikan...............................................................................................

31

14. Pewamaan hematoxylene dan eosin dari spesimen irisan retina mata ikan.

32

15. Gambaran perhitungan jarak pandang maksimum ........................................

33

16. Posisi pelolosan diri kawanan ikan saat dilakukan penurunan jaring ............

36

17. Desain pukat cincin mini (mini purse seine) ...................................................

41

18. Bentuk mozaik sel kon ganda ikan juwi (Anodontostoma chacunda)............

43

19. Hubungan antara panjang tubuh dan diameter tensa mata

Anodontostoma chacunda..............................................................................

45

20. Hubungan antara panjang tubuh dan jumlah sel kon

Anodontostoma chacunda.............................................................................. 45
21 . Hubungan antara panjang tubuh dan sudut pembeda terkecil

Anodontostoma chacunda.............................................................................

46

22 . Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan

Anodontostoma chacunda.............................................................................
23. Bentuk mozaik sel kon tunggal, sel kon ganda dan sel rod

46

Selar crumenophthalmus...............................................................................
24. Hubungan antara panjang tubuh dan diameter lensa mata

Selar crumenophthalmus...............................................................................
25 . Hubungan antara panjang tubuh dan jumlah sel kon

Selar crumenophthalmus...............................................................................
26. Hubungan antara panjang tubuh dan sudut pembeda terkecil

Selar crumenophthalmus...............................................................................
27 . Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan

Selar crumenophthalmus...............................................................................
28. Bentuk mozaik sel kon ganda Decapterus macrosoma.................................

29. Hubungan antara panjang tubuh dan diameter lensa mata

Decapterus macrosoma.................................................................................
30. Hubungan antara panjang tubuh dan jumlah sel kon

Decapterus macrosoma.................................................................................
31. Hubungan antara panjang tubuh dan sudut pembeda terkecil

Decapterus macrosoma.................................................................................
32 . Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan

Decapterus macmsoma.................................................................................
33. Bentuk sel kon pada bagaian retina mata Anodontostoma chacunda ..........
34. Bentuk sel kon pada bagaian retina mata Selar crumenophthalmus............
35. Bentuk sel kon pada bagaian retina mata Decapterus macrosoma..............
36 . Kontur peta sel kon dan sumbu penglihatan Anodontostoma chacunda ......
37 . Kontur peta sel kon dan sumbu penglihatan Selar cnrmenophthalmus........
38 . Kontur peta sel kon dan sumbu penglihatan Decapterus macrosoma ..........
39. Grafik jarak pandang maksimum Anodontostoma chacunda ........................
40. Grafik jarak pandang maksimum Selar crumenophthalmus..........................

41 . Grafik jarak pandang maksimum Decaptenrs macrosoma ............................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Peta lokasi penelitian, Juwana-Jawa Tengah .................................................

91

I. PENDAHULUAN

I.I.
Latar Belakang
Mata pada ikan merupakan salah satu indera yang sangat penting untuk
mencari makan dan menghindar dari pemangsalpredator atau kepungan alat
tangkap. Ketajaman penglihatan (visual acuity) pada ikan didefinisikan sebagai
kemampuan ikan untuk melihat dua titik dari suatu obyek pada suatu garis lurus
yang digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik, diistilahkan dengan
sudut pembeda terkecil (Minimum Separable Angle) (He, 1989). Selanjutnya
dengan ketajaman penglihatan dapat pula diketahui area kekuatan pandang
melalui sudut terkecil penglihatan (minimum visible angle) yang dapat diukur
sebagai jarak pandang untuk melihat suatu obyek melalui metoda tingkah laku
(Muntz vide Purbayanto, 1999).
Penelitian mengenai mata ikan, khususnya mengenai ketajaman
penglihatan merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Telah banyak
penelitian mengenai hubungan antara ketajaman penglihatan ikan dalam melihat
suatu obyek penglihatan (visual object) antara lain ketajaman penglihatan pada
ikan perch (Guma'a, 1982), perkembangan ketajaman penglihatan dari red sea
bream (Pagrus major) (Shiobara et a/., 1998), penglihatan pada tuna dan setuhuk
(Kawamura et al., 1981), perkembangan retina dan respon retinomotor pada
herring (Blaxter and Jones, 1967), karakteristik histologi dan perkembangan
retina pada Japanese sardine (Sardinops melanostictus) (Matsuoka, 1999) dan
fisiologi penglihatan dari Japanese whiting (Sillago japonica) (Purbayanto et al.,
2001). Proses penangkapan dan tingkah laku ikan yang dipengaruhi oleh
ketajaman penglihatan untuk jenis ikan taut sub-tropis dan ikan air tawar telah

banyak memberikan informasi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan alat
tangkap.
Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia tidak terlepas
dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di dunia secara
keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan yang
menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses
penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut
dapat pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan.
Salah satu jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia yang banyak
digunakan di perairan pantai Timur Sumatera dan Selatan Jawa adalah alat
tangkap pukat cincin atau purse seine (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2000). Pukat cincin yang banyak digunakan di perairan pantai Utara Jawa adalah
di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2000). Pukat cincin mini atau mini purse seine adalah salah satu jenis alat
tangkap yang masih dapat dijumpai di perairan pantai Utara Jawa, khususnya di
Juwana. Terbatasnya jumlah alat tangkap tersebut disebabkan karena pukat
cincin mini tergolong kedalam alat tangkap tradisional, sedangkan para nelayan
sudah berpola pikir untuk mendapatkan hasil tangkapan dengan kapasitas yang
besar, tentunya dengan menggunakan alat tangkap yang lebih modem.
Pukat cincin digunakan untuk menangkap ikan pelagis
1986). Selanjutnya dijelaskan
kelompok

pelagis

kecil

pula

yang

bahwa jenis
membentuk

ikan

(Fridman,

pelagis

gerombolan

padat.

adalah
lkan

pelagis kecil biasanya termasuk dalam kelompok ikan yang aktif pada
siang hari. Pada umumnya kelompok ikan tersebut adalah jenis ikan yang intensif
sekali menggunakan indera penglihatannya dan aktif memburu mangsanya
(Gunarso, 1985). Oleh sebab itu ketajaman penglihatan yang dimiliki oleh

kelompok ikan pelagis kecil sangat penting dalam melihat obyek sebagai mangsa
mereka. Selain itu, fungsi ketajaman penglihatan diperlukan untuk membatasi
jarak antar ikan dalam kawanannya agar tidak saling bertabrakan (He, 1989).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jarak antar ikan dalam suatu kawanan ikan
yang besar disebut dengan jarak terdekat dengan ikan dalam suatu kawanan
(nearest neighbour distance).

lnformasi ketajaman penglihatan ikan pada operasi penangkapan dengan
pukat cincin perlu diketahui. Mengingat ha1 tersebut berkaitan dengan informasi
jarak suatu kawanan ikan mulai bereaksi terhadap kapal penangkapan yang
sedang mendekat dan pukat cincin yang sedang ditebarkan atau disebut dengan
jarak kejut (Fridman, 1986). Sehingga dapat diketahui reaksi gerakan ikan ketika
menghindari sumber bahaya, bagaimana mereka meloloskan diri dan
kemampuan mereka dalam merubah arah renang, sangat berguna dalam
pengoperasian alat tangkap pukat cincin.

1.2. Perurnusan Masalah
Menurut Gunarso dan Bahar (1991) bahwa bagaimanapun canggihnya
suatu alat penangkapan ikan, namun sebagian besar ikan ternyata masih
berhasil meloloskan diri dari cakupan alat penangkap. Salah satu penyebabnya
bahwa sejauh ini k i a lebih banyak memaksakan kehendak kita sendiri tanpa
menyadari dan memahami apa yang dikehendaki oleh ikan itu sendiri. Oleh
sebab itu, bila tingkah laku ikan serta berbagai faktor-faktor yang berkaitan
dengannya dapat diketahui dan dipahami maka akan membuka jalan untuk
mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu
alat penangkapan. Selain itu dapat memacu penciptaan suatu jenis alat tangkap

yang baru dan lebih sesuai. Dapat pula dengan melakukan modifikasi alat
tangkap yang telah ada sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.
Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang
dihadapi saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa pengembangan
teknologi penangkapan ikan di masa mendatang lebih dititikberatkan pada
kepentingan sumberdaya dan perlindungan lingkungan (Purbayanto dan
Baskoro, 1999). Dalam hubungannya dengan teknologi penangkapan ikan yang
ramah lingkungan, konsep pengembangan teknologi penangkapan ikan
sekarang ini tidak hanya menekankan pada peningkatan jumlah hasil tangkapan,
tetapi juga harus memperhatikan dampak lingkungan. Alat tangkap pukat cincin
mini dinilai kurang ramah lingkungan karena dalam pengoperasiannya melingkari
dan mengurung kawanan ikan yang berbeda umur dan ukurannya sehingga ikan
dari berbagai macam ukuran akan tertangkap dan terkumpul pada bagian yang
berbentuk kantong dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang relatif kecil.
Kondisi ini menyebabkan alat tangkap ini kurang selektif.
Tingkah laku ikan terhadap suatu alat tangkap yang dipengaruhi oleh
ketajaman penglihatan pada jenis-jenis ikan laut tropis dari berbagai kegiatan
penelitian belum banyak memberikan informasi untuk pengembangan alat
tangkap. Berdasarkan permasalahan di atas maka ketajaman penglihatan ikan
untuk jenis ikan air laut tropis penting untuk diketahui, khususnya untuk jenis ikan
pelagis kecil yang tertangkap pada proses penangkapan pukat cincin mini.
Dengan informasi yang diperoleh dapat diaplikasi pada alat tangkap pukat cincin
mini untuk tujuan pengembangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Adapun
diagram alir penelitian dapat dilihat pada Figure 1.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengkaji

dan

menganalisis

ketajaman

penglihatan

ikan

juwi

(Anodontostomachacunda) dan dua jenis ikan pelagis kecil lainnya, yaitu
selar (Selar cnrmenophthalmus)dan layang (Decaptenrsmacrosoma).
2. Mengetahui aplikasi ketajaman penglihatan ikan juwi (Anodontostoma

chacunda) pada proses penangkapan alat tangkap pukat cincin mini.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi dalam memahami proses penangkapan ikan secara

baik dan benar, khususnya untuk alat tangkap pukat cincin mini.
2. Memahami ekologi ikan,

khususnya ikan

pelagis kecil dalam

hubungannya dengan cara makan dan penghindaran terhadap predator.

1.5. Hipotesa
1. Semakin besar ukuran panjang tubuh jenis ikan pelagis kecil maka akan

semakin tinggi ketajaman penglihatannya.
2. Ketajaman penglihatan yang dimiliki jenis ikan pelagis kecil berpengaruh

terhadap jarak pandang maksimum terhadap suatu obyek.

I

Mini Purse Seine

I

Fishing gears types for
sampling fish:
1. Bottom gill net
2. Lift net
3. Mini purse seine

I. Chacunda gizzard-shad(Anodontostoma
chacunda)
2. Bigeye(Se1ar crumenophthalmus)

Fr-l

Net length

I
I

+

Body length
measurement

$.
Secondary data

- -

1)

*
Visual

Diameter of
school

II

I

of retina

p z q

sinking

Leadline
measurement

-

mini purse seine

v

Maximum sighting
distance

)

I

f

acuity

I
Swimming
speed of fish

measurement

+

Capture process model of mini
purse seine
I

1

I

1.-iI

"ipeed

hauling

l-r-l
Boat speed

mini purse seine

Figure 1. Diagram representing the research flowchart

sinking

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini (Mini Purse Seine)
Pukat cincin (purse seine) termasuk kedalam alat tangkap modern yang
dioperasikan secara aktif, yaitu dengan cara mengejar dan melingkari kawanan
ikan dengan jaring yang membentuk kerucut. Alat tangkap tersebut merupakan
hasil modifikasi dari alat tangkap sebelumnya, yaitu lampara dan ring net (Von
Brandt, 1984).
Pukat cincin biasanya disebut jaring kantong karena bentuk jaring
tersebut saat dioperasikan menyerupai kantong. Alat tangkap ini terkadang juga
disebut dengan jaring kolor, karena pada bagian bawah jaring sewaktu
dioperasikan dengan cara menarik tali kolor tersebut (Sadhori, 1985).
Von Brandt (1984) mengelompokkan pukat cincin kedalam kelompok
surrounding nets. Alat tangkap ini memiliki ciri-ciri tali ris atas yang lebih pendek
dari tali ris bawah. Berbeda dengan alat tangkap lain dalam kelompoknya, seperti
lampara dan ring net, yang mempunyai tali ris atas lebih panjang dari tali ris
bawahnya. Berdasarkan cara pengoperasiannya pukat cincin dikelompokkan
kedalam surrounding net, yaitu kelompok alat tangkap yang dioperasikan dengan
cara pelingkaranjaring terhadap kawanan ikan (Nomura dan Yamazaki, 1975).
Potier dan Sadhotomo (1995) menjelaskan bahwa perikanan pukat cincin
mini tersebar di sepanjang pantai utara Jawa (terutama Propinsi Jawa Timur) dan
Propinsi Kalimantan Selatan, dengan waktu penangkapan yang relatif pendek. Di
Jawa Tengah, daerah Pekalongan dan Juwana merupakan pusat perikanan
pukat cincin.
Menurut Hariati et al. (2000) tipe pukat cincin yang dioperasikan di Selat
Malaka terbagi menjadi tiga, yaitu pukat cincin mini (small), pukat cincin sedang

(medium) dan pukat cincin besar (large). Deskripsi umum dari masing-masing
tipe tersebut dapat dilihat pada Table 1. Menurut Yusuf vide Adi (1997) bahwa
kiasifikasi pukat cincin berdasarkan ukuran tali ris adalah sebagai berikut :
1 . Pukat cincin mini; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 350

meter.
2. Pukat cincin medium; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah 550

meter.
3. Pukat cincin besar; bila panjang tali ris atas atau panjang jaring adalah
600 meter.
Sumberdaya ikan pelagis merupakan sasaran penangkapan bagi operasi
pukat cincin mini, yang terdiri dari komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,

Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta, Selar spp.), ikan pelagis neritik dan
oseanik (Decapterus russelli, Selar crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta,

Decapterus macrosoma, Amblygaster sirm) serta kelompok jenis ikan layang
(Decapterus spp.)(Atmaja et a/., I 999).

Table 1. General description of purse seiner operated in Malacca Strait
Description of each
component
1. Net:
Length (m)
- Depth (m)
- Mesh size (inch)

Small

-

Type of purse seiner
Medium

400-800
30-45
1,2, 3, and 4

2. Wooden boat:
- Length (m)
- Width (m)
- Depth (m)
- Tonnage (GT)

Large

800
60
1,2, 3, and 4

800-100
90
1,2, 3, and4

in-board
120-250
Halogen lamps
and "rumpon"

in-board
200-2000
Halogen lamps
and "rumpon"

7-17
2-4

1.O-1.5
3-8, 16-20

3. Engine:
- Main engine (HP)
- FAD

Out-board
23-25,40-60
Fluorescent
lamps or none

4. Fish container:

Fish hold or
Fish hold or
20 kg
wooden baskets 200 kg wooden 2000 kg
tank
wooden tank

1 5. Number of crew:

1 15-20 crew* / 25-30 crew* 1 35-45 crew** 1

Source : Hariati eta/ (2000)
*
: Basuki et a1(1992)
**
: Linting (1986)
2.2. Morfologi dan Ekologi lkan Penelitian

-

2.2.1. lkan juwilchacunda gizzard shad (Anodontostoma chacunda)

lkan juwi (nama lokal) yang diklasifikasikan dalam famili Clupeidae
merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang selalu tersedia di sepanjang musim
penangkapan di Indonesia, terutama di perairan utara Jawa. Menurut Widodo
dan Burhanuddin (1995) Anodontostoma chacunda sering disebut dengan narna
"selangef". Distribusi geografi dari ikan tersebut meliputi Teluk Persia, Laut
Hindia hingga perairan Indonesia, Pilipina dan Malaysia. Morfologi dari ikan juwi
(Anodontostoma chacunda) adalah sebagai berikut :
Phylum
Subphylum

: Chordata
: Vertebrata

Kelas

: Pisces
: Teleostei

Subkelas

: Malacopterygii

Ordo
Famili

: Clupeidae

Subfamili
Genus
Species

: Dorosomatinae

: Anodontostoma
: Anodontostoma chacunda

Menurut FA0 (1974) ciri khusus dari Anodontostoma chacunda antara lain :
bentuk tubuh oval, ukuran panjang tubuh maksimum 17 cm namun kebanyakan
ukuran panjang tubuh yang biasanya tertangkap sekiar 14 cm, bentuk mulut
inferior dan memiliki tanda berupa bintik hitam berukuran besar berwarna hitam
di bagian samping penutup insang. Dijelaskan pula Anodontostoma chacunda
termasuk kedalam jenis ikan pelagis yang habitatnya di perairan dekat pantai
serta makanannya adalah detritus. Pada umumnya ikan tersebut di Indonesia
tertangkap oleh

pukat cincin, jaring

angkat dan sero.

Anodontostoma chacunda dapat dilihat pada Figure 2.

Figure 2. Chacunda gizzard - shad (Anodontostoma chacunda)

Gambar dari

2.2.2. lkan selarlbigeye (Selar crumenophthalmus~

lkan selar ini lebih dikenal dengan nama lokal bentong. Adapun morfologi
dari ikan selar adalah sebagai berikut :
Phylum

: Chordata

Subphylum

: Vertebrata
: Pisces

Kelas
Subkelas
Ordo

: Teleostei
: Malacopterygii

Famili

: Carangidae

Subfamili

: Caranginae

Genus

: Selar

Species

: Selar crumenophthalmus

Menurut FA0 (1974) ciri khusus dari Selar cmmenophthalmus antara lain:
memiliki tubuh compmsed dengan mata yang besar, ukuran panjang tubuh
maksimal30 cm, tetapi ikan selar yang kebanyakan tertangkap memilki panjang
tubuh

20

cm.

Menurut

Widodo

dan

Burhanuddin

(1995),

Selar

cmmenophthalmus kebanyakan habiatnya di perairan pantai hingga kedalaman

80 meter dan terrnasuk spesies bentho-pelagic. Makanan dari Selar
crumenophthalmus adalah cmstacea dan ikan-ikan kecil (FAO, 1974). Gambar
Selar cmmenophthalmus dapat dilihat pada Figure 3.

Figure 3. Bigeye (Selar cnrmenophthalmus)

2.2.3. lkan layangllayang scad (Decapterus macrosoma).

lkan layang adalah salah satu jenis ikan pelagis kecil, yang hidup di
sekitar permukaan laut. Pada umumnya berada pada daerah paparan benua
(continental self) dan suka bergerombol (Nurhakim et al., 1987).
lkan Layang tergolong ikan stenohaline, hidup di perairan berkadar garam
tinggi di atas 30 promil, suka berkumpul dalam kawanan, pemakan plankton
hewani serta hidup pada perairan yang jernih, sehingga di Laut Jawa ikan layang
jarang tertangkap di dekat pantai (Djatikusumo, 1975).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan vide Burhanuddin (1995), jenis
ikan layang yang sering tertangkap di perairan lndonesia yaitu layang deles (D.
macmsoma) dan layang biasa (D. nrsellr). Daerah penyebaran layang deles
meliputi Selat Sunda, perairan Indonesia Timur, Teluk Benggala, Pilipina dan
Laut Cina Selatan (FAO, 1974). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa layang deles
biasa tertangkap dengan ukuran panjang tubuh 30 cm tetapi yang kebanyakan
tertangkap dengan panjang tubuh 25 cm, dengan menggunakan alat tangkap
pukat cincin (purse seine) dan pukat dasar (bottom trawl). Morfologi dari
Decaptenrs macmsoma adalah sebagai berikut :

Phylum

: Chordata
: Vertebrata

Subphylum

: Pisces

Kelas
Subkelas

: Teleostei
: Percomorphi

Ordo
Famili

: Carangidae

Subfamili : Caranginae
Genus
Species

: Decaptenrs
: Decapterus macrosoma

Gambar dari layang deles (Decaptenrsmacrosoma) dapat dilihat pada Figure 4.

Figure 4. Layang scad (Decapterusmacrosoma)

2.3. Morfologi Retina Mata lkan

Retina adalah proyeksi dari otak dan terdiri dari berbagai tipe sel yang
terdiri dari 8 lapisan dan 2 membran (Ali and Anctil, 1976). Retina ini terdapat
pada salah satu lapisan pada mata ikan dengan ketebalan berkisar 90 - 500 pm,
sedangkan lapisan visual selnya mempunyai ketebalan 30

- 200

pm (Nicol,

1989). Adapun bagian mata dari ikan dapat dilihat pada Figure 5. Sedangkan

gambaran dari struktur retina mata ikan pada irisan vertikal dapat dilihat pada
Figure 6.

Pada jenis teleost yang memiliki jenis retina duplex, dengan pengertian
bahwa dalam retina mereka terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan sel rod
dan sel kon (cone). Pada retina tersebut umumnya terjadi distribusi dari kedua
jenis reseptor yang berbeda untuk bagian yang berlainan yang biasanya erat
hubungannya dengan pemanfaatan indera penglihatan dalam lingkungannya
(Gunarso, 1985). Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa retina ikan umumnya
terdiri dari tiga tipe pada lapisan indera penglihat (visual cell layetj, yaitu sel kon
tunggal (single cone), sel kon ganda (twin cone) dan sel rod. Sel kon merupakan
reseptor penglihatan untuk color vision dan ketajaman penglihatan (visual acuity).
Namun tidak semua jenis ikan memiliki dua reseptor, seperti misalnya
pada ikan tuna, mackerel hanya memiliki reseptor kon saja, sedangkan jenisjenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di
daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya
memiliki sel rod saja (Gunarso, 1985). Dijelaskan pula bahwa jenis ikan demersal
yang mencari makan pada malam hari, seperti Solea sp dan Lysodes sp pada
umumnya memiliki retina tanpa pengkonsentrasian reseptor sehingga tidak
tercipta bentuk mosaik dan sel kon sangat minim jumlahnya.

15
Sderal

Figure 5. Sectional diagram of teleost eye (Source: Purbayanto, 1999)
Terdapat pula kelompok ikan yang hanya memiliki sel reseptor kon saja,
yaitu ikan laut kelompok teleostei stadia larva pada saat awal makan (first
feeding). Pada kelompok ikan ini memiliki kemampuan jarak pandang saat
melihat suatu obyek yang relati rendah, demikian pula sensitivitas luminasi dan
ketajaman penglihatannya (Huse, 1993).
Pada penelitian yang lebih teliti dengan menggunakan bantuan mikroskop
elektron terhadap salah satu jenis ikan teri Engraulis japonica (Gunarso, 1985)
menunjukkan bahwa jenis teri memiliki dua jenis sel kon, yaitu jenis sel kon
bercabang (bifid cone) dan sel kon tunggal. Sel kon tersebut bergabung dalam
barisan yang teratur sehingga membentuk susunan mosaik. Menurut Tamura
(1957), sel kon tunggal dan sel kon ganda dapat juga didapati pada retina ikan
jenis teleost. Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa sel kon ganda (fwin cone)
tersusun dari kombinasi sel kon tunggal.

16

4. Outer plexiform layer

5. Horizontal cell

a. Cone cell
b. Rod cell
c. Rod sperul
d. Rod bipolar cell

Figure 6. Schematic illustration of retina structure (Source: Gunarso, 1985)

2.4. Ketajaman Penglihatan lkan (Visual Acuity)

Ketajaman penglihatan pada ikan adalah kemampuan untuk melihat dua
titik dari suatu obyek pada satu garis, digambarkan dalam bentuk hubungan
timbal balik yang diperlihatkan dalam istilah sudut pembeda terkecillminimum
separable angle (MSA)(He, 1989).
Menurut Muntz vide Purbayanto (1999), ketajaman penglihatan pada
hewan merupakan pengukuran secara terperincildetail dari kekuatan area
pandangan, dan ha1 tersebut diperlihatkan sebagai sudut pembeda terkecil
(minimum separable angle/MSA) untuk membedakan dua sasaran penglihatan

yang terdekat, yang dapat diukur melalui pengujian histologi. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa sudut tampak minimum (minimum visible angle) dapat
diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari sasaran penglihatan
menggunakan metoda tingkah laku.
Ketajaman penglihatan pada ikan tergantung dari dua faktor, yaitu
diameter lensa dan kepadatan sel kon pada retina (Shiobara et al., 1998).
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa semakin tajam penglihatan karena
peningkatan kedudukan jarak fokus lensa daripada kepadatan sel kon-nya. He
(1989) menjelaskan bahwa sudut pembeda terkecil pada ikan berhubungan erat
dengan karakteristik pemantulan sinar ke lensa dan ketepatan mengenai retina.
Sudut pembeda terkecil digunakan untuk menentukan kepadatan set kon
tertinggi per luasan 0,01 mm2 pada masing-masing daerah retina, dengan
menggunakan rumus (Tamura, 1957) sebagai berikut :

dimana hd
adalah sudut pembeda terkecil dalam satuan radian, F adalah jarak
fokus lensa yang dihitung berdasarkan rasio Matthiensson's (F = 2,55 r), dimana
r adalah jari-jari lingkaran dari lensa mata. Nilai konstanta 0,25 adalah derajat
pengerutan retina akibat proses histologi yang dilakukan, dan n adalah
kepadatan sel kon tertinggi per luasan 0,01 mm2.
Ketajaman penglihatan (visual acuity), merupakan kebalikan dari hasil
perhitungan sudut pembeda terkecil (Shiobara et al., 1998):

Ketajaman penglihatan tergantung dari dua faktor, yaitu pemisahan
kekuatan dari lensa mata dan retina (Blaxter dan Jones, 1967), dimana kekuatan

lensa menjadi besar jika mempunyai fokus yang panjang. Kemampuan melihat
obyek di bagian retina mata tergantung pada kepadatan dari jumlah sel
penglihatan (visualcells) dan berhubungan timbal balik dengan diameter lensa.
Kepadatan sel kon akan tetap selama ikan hidup, yang perubahan
kekuatannya mungkin akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan lensanya
(Tamura, 1957). Shiobara et a1 (1998), semakin tajam daya penglihatan mungkin
diakibatkan hubungan antara panjang fokus lensa yang lebih

meningkat

daripada kepadatan sel kon-nya.
He (1989) berpendapat bahwa makin bertambah panjang tubuh ikan,
maka akan semakin tinggi ketajaman pengtihatannya dengan nilai sudut
pembeda terkecil yang semakin kecil. Menurut Guma'a (1981), bahwa ketajaman
penglihatan pada ikan Perch (Perca fluviatilis L) banyak tergantung pada panjang
fokus lensa (focal length) daripada kepadatan sel penglihatannya (dimana
peningkatan ketajaman tersebut secara linier sebanding dengan bertambahnya
umur ikan), dan pada ikan yang sedang mengalami pertumbuhan, diameter lensa
akan meningkat yang berakibat ketajaman matanya akan bertambah baik, akan
tetapi ditandai dengan sudut pembeda terkecil yang menurun. Selanjutnya
menurut Purbayanto (1999), diameter lensa ikan akan meningkat dengan
bertambahnya ukuran tubuh, sementara itu kepadatan sel kon cenderung
menurun dengan meningkatnya pertambahan panjang tubuh.

2.5. Sumbu Penglihatan (Visual Axis)

Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui
kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau obyek yang lain (Blaxter, 1980).
Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari
retina mata diketahui, dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang

memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju tiiik pusat lensa mata (Tamura,
1957).
Menurut Tamura (1957), menentukan sumbu penglihatan terlebih dahulu
mengetahui kepadatan sel kon yang biasanya terletak pada area dorso-temporal,
temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Sedangkan bidang penglihatan
yang dihasilkan dari menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa
mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan (fore)
dan arah depan-naik (upper-fore).
Kepadatan sel kon yang tinggi dimungkinkan untuk mengetahui
ketajaman penglihatan dan sumbu penglihatan (Blaxter, 1980). Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa pada daerah retina yang memiliki kepadatan sel kon
tertinggi pada bagian dorso-temporal dengan perubahan arah pada diopter ke
arah depan menurun (lower-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah
depan menurun pada sudut berkisar 20'. Kepadatan tertinggi sel kon di bagian
temporal, maka ada dua kemungkinan untuk perubahan arah pada diopter, jika
perubahan arah pada diopter ke arah depan maka sumbu penglihatan juga akan
ke arah depan pada sudut oO,sedangkan perubahan arah pada diopter ke arah
depan-naik (upper-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan dan
depan-naik (fore-upper-fore) pada sudut 30'. Sedangkan kepadatan tertinggi sel
kon di bagian ventro-temporal, maka perubahan arah pada diopter ke arah
depan-naik (upper-fore) dan sumbu penglihatan juga akan ke arah depan-naik
(upper-fore) pada sudut 30'.

2.6. Jarak Pandang Maksimum (Maximum Sighting Disfance )

Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu
obyek benda secara jelas pada jarak tertentu. Kemampuan ini dalam

penerapannya digunakan untuk mengetahui kemungkinan pelolosan ikan dari
suatu alat tangkap yang sedang dioperasikan (Zhang et al, 1993).
Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih
dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecillminimum separable angle
dalam satuan menit. Dalam perhitungan diasumsikan bahwa keadaan perairan
adalah jernih (clear water3 dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang (ideal
light condition). Menurut Zhang et a/. (1993) bahwa kemampuan jarak pandang
maksimum ikan akan berbeda seiring dengan perbedaan ukuran panjang
tubuhnya. Konsep perhitungan jarak pandang maksimum dapat digambarkan
pada Figure 7.
Perhitungan jarak penglihatan maksimum dari mata ke suatu obyek benda dapat
dihitung dengan menggunakan dalil phytagoras.

+

Visual object
........................................................

.....................................................................................................................
................................ .................... _(_..__
........

4-~*-

I3

L : Lens
Al : Cone cell
A2 : Cone cell
R : Retina
F : Focal length
d : Object size (diameter, tickness)
a : Minimum separable angle in degrees
D : Maximum sighting distance
Figure 7. A theorithical model explaining maximum sighting distance

w

2.7. Model Pelolosan lkan Pada Proses Penangkapan Dari Pukat Cincin Mini

Model penangkapan ikan dengan menggunakan pukat cincin melalui
perhitungan matematis yang bertujuan untuk mengetahui jumlah ikan yang 1010s
dalam usaha penangkapan. Menurut Fridman (1986) ada beberapa pendugaan
lolosnya ikan dari alat tangkap pukat cincin yang sedang dioperasikan:
1.

Melalui celah antara alat tangkap dengan dasar perairan.

2.

Di bawah tali pemberat (leadline) ketika jaring sedang ditebarkan (setting)
(Figure 8).

Di bawah tali pemberat (leadline) ketika tali kolor (purse line) dikerutkan saat

3.

hauling (Figure 9).
I

1

I

Source: Fridman (1986)
Figure 8. Fish escaping through the gap and under the leadline when the net is
being shooted
I

I

t

-.

.

Source: Fridman (1986)
Figure 9. Fish escaping through the gap before the purse line is hauled.

Panjang jaring yang lebih panjang akan memerlukan waktu yang lebih
lama pada saat setting maupun hauling. Keadaan ini memberikan gerombolan
ikan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk meloloskan diri melalui celah
ujung jaring maupun melalui bawah jaring (Sainsbury, 1971). Tetapi gerombolan
ikan juga akan merasa lebih aman dan lebih lapang serta tidak merasa terancam
bila berada dalam lingkaran jaring tersebut sampai saat hauling (Fridman, 1986).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendugaan lolosnya ikan di bawah leadline dengan
perhitungan panjang jaring saja tidak memberikan pengaruh yang kuat melainkan
dari kedalaman pukat serta waktu, kedalaman dan kecepatan tenggelamnya
leadline yang disertai pula dengan karakteristik kawanan ikan sebagai sasaran

tangkapan. Karakteristik dari gerombolan ikan dapat di lihat pada Table 2.
Perhitungan dari panjang jaring pukat cincin mini merupakan salah satu
prosedur bentuk pukat cincin untuk menggambarkan karakteristiknya secara
umum dalam operasi pelingkaran segerombolan ikan. Kriteria perhitungan dari
panjang minimum pukat cincin diperlukan untuk memastikan bahwa ikan
tangkapan masuk kedalam area pukat cincin yang dioperasikan (Fridman, 1986).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa panjang dari pukat cincin yang dioperasikan
dengan menggunakan satu kapal dikalkulasi agar seluruh kawanan ikan yang
akan ditangkap terlingkari.

23
Table 2. Characteristics of some fish schools
Swimming speed

Species
(meter)