Analisis Pengaruh Tingkat Likuiditas dan Intermediasi terhadap Tingkat Profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk

ANALISIS PENGARUH TINGKAT LIKUIDITAS DAN
INTERMEDIASI TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS
PADA PT BRI AGRONIAGA TBK

DEVI ANINDITA

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Tingkat Likuiditas dan Intermediasi terhadap Tingkat Profitabilitas pada PT BRI
Agroniaga, Tbk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Devi Anindita
NIM H24090072

ABSTRAK
DEVI ANINDITA. Analisis Pengaruh Tingkat Likuiditas dan Intermediasi
terhadap Tingkat Profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk. Dibimbing oleh
BUDI PURWANTO.
Pada sektor perbankan, akan selalu terjadi benturan kepentingan antara
keputusan menjaga likuiditas dan meningkatkan penyaluran kredit untuk
mencapai profit yang optimal. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
melakukan analisis pengaruh tingkat likuiditas dan intermediasi terhadap tingkat
profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk.
Indikator yang digunakan adalah rasio LTA dan LAD sebagai ukuran
variabel tingkat likuiditas, LDR dan LAR untuk ukuran variabel tingkat
intermediasi, serta ROA, ROE, dan NIM sebagai ukuran variabel tingkat

profitabilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah Structural Equation
Modeling berbasis component – Partial Least Square. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa tingkat likuiditas dan intermediasi memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk.

Kata kunci: intermediasi, likuiditas, profitabilitas

ABSTRACT
DEVI ANINDITA. Analysis The Impact of Liquidity and Intermediary Level on
Profitability of PT BRI Agroniaga, Tbk. Supervised by BUDI PURWANTO.
In the banking sector, there will be always interest conflicts between the
decision to maintain liquidity and increase distribution credits to achieve the
optimal profits target. The purpose of this research mainly is to analyze the impact
of liquidity and intermediary level on profitability of PT BRI Agroniaga, Tbk.
The indicators used are LTA and LAD ratio as the measures of liquidity
level variable, LDR and LAR as the measures of intermediary level variable, and
ROA, ROE, and NIM as the measures of profitability level variable. The research
method used is Component based Structural Equation Modeling – Partial Least
Square. The results show that both of liquidity and intermediary level have
significant positive effect on bank profitability.

Keywords: intermediary, liquidity, profitability

ANALISIS PENGARUH TINGKAT LIKUIDITAS DAN
INTERMEDIASI TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS
PADA PT BRI AGRONIAGA TBK

DEVI ANINDITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tingkat Likuiditas dan Intermediasi terhadap
Tingkat Profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk
Nama
: Devi Anindita
NIM
: H24090072

Disetujui oleh

Ir Budi Purwanto, ME
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, STP, MM
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah
Likuiditas dan Intermediasi Bank, dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat
Likuiditas dan Intermediasi terhadap Tingkat Profitabilitas pada PT BRI
Agroniaga, Tbk.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Budi Purwanto selaku
pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta
seluruh keluarga penulis atas segala doa dan kasih sayangnya. Selanjutnya,
penghargaan penulis sampaikan kepada Divisi Akuntasi dan karyawan PT BRI
Agroniaga, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada teman-teman, dosen, dan staf Departemen
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Devi Anindita

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE

7


Kerangka Pemikiran Penelitian

7

Lokasi dan Waktu Penelitian

8

Pengumpulan Data

8

Pengolahan dan Analisis Data

9

Analisis Rasio Likuiditas

9


Analisis Rasio Profitabilitas

10

Analisis Structural Equation Modeling

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Gambaran Umum PT BRI Agroniaga,Tbk

12

Analisis Tingkat Likuiditas

13


Analisis Profitabilitas

16

Pengujian Model SEM

17

SIMPULAN DAN SARAN

23

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.

4.
5.
6.

Visi, misi, dan filosofi PT BRI Agroniaga,Tbk
Cross loadings
Average Variance Extracted
Composite reliability dan cronbachs alpha
R-Square
Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)

13
18
18
18
18
19

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Pangsa alat likuid dan kepemilikan dana industri perbankan Indonesia
(KSK No. 19 September 2012)
Kerangka pemikiran penelitian
Model Structural Equation – PLS
Pertumbuhan LTA dan LAD periode 2008-2012
Pertumbuhan liquid assets, total assets, dan deposits
Pertumbuhan LDR dan LAR periode 2008-2012
Pertumbuhan loans, total assets, dan deposits
Pertumbuhan ROA, ROE, dan NIM periode 2008-2012
Pertumbuhan ROA dan NIM periode 2008-2012
Algoritma PLS pengaruh tingkat likuiditas dan intermediasi terhadap
profitabilitas
Proyeksi dan realisasi rasio LTA dan LAD periode 2013
Proyeksi dan realisasi LDR dan LAR periode 2013
Proyeksi dan realisasi rasio ROA dan NIM periode 2013
Proyeksi dan realisasi rasio ROE periode 2013

1
8
12
14
14
15
15
16
16
17
20
21
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Data indikator variabel independent
Data indikator variabel dependent
Data aktual dan peramalan indikator variabel periode 2013
Rataan indikator variabel periode 2008-2012
Glosarium

28
30
32
33
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki peranan penting bagi
pertumbuhan ekonomi pada suatu negara. Pada tingkat makro ekonomi, bank
merupakan alat bagi Bank Sentral dalam menetapkan kebijakan moneter
sedangkan pada tingkat mikro ekonomi, bank adalah sumber pembiayaan bagi
masyarakat baik individu, perusahaan, maupun pemerintah. Sebagai lembaga
keuangan depositori, bank memiliki izin untuk menghimpun dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito, dan giro.
Dalam hal ini, bank dapat mengalokasikan dana pihak ketiga (DPK) menjadi
aktiva dalam bentuk pemberian kredit dan investasi. Alokasi dana tersebut
bertujuan untuk mencapai tingkat profitabilitas bank yang maksimum dengan
mempertahankan kepercayaan masyarakat serta menjaga posisi likuiditas agar
tetap aman.
Lloyd-Williams et al. dan Katib dalam Sudana dan Sulistyowati (2010)
menyatakan bahwa dalam sektor perbankan pangsa pasar dapat diukur dengan
DPK dan aset suatu bank. Pada Kajian Stabilitas Keuangan No. 19 September
2012, total alat likuid perbankan Indonesia mengalami penurunan 7.31%
sedangkan DPK meningkat 5.08%. Penurunan alat likuid tersebut terjadi karena
perbankan cenderung mengoptimalkan sumber dana yang tersedia untuk
mendukung pembiayaan peningkatan kredit. Hal ini berarti DPK merupakan
sumber dana terbesar yang diandalkan bank untuk melaksanakan fungsi
intermediasinya. Namun, apabila ditinjau dari penyebaran likuiditas dan
kepemilikannya, alat likuid dan DPK perbankan Indonesia selama semester I2012 tersebut masih menunjukkan kondisi yang kurang merata. Mayoritas alat
likuid dan DPK dimiliki oleh 14 bank besar dengan pangsa alat likuid sebesar
73% serta pangsa DPK sebesar 70%, sedangkan 116 bank lainnya memiliki
pangsa alat likuid dan DPK sebesar 27% dan 30%.

Gambar 1 Pangsa alat likuid dan kepemilikan dana industri perbankan
Indonesia (KSK No. 19 September 2012)
Bank Agroniaga, yang kini dikenal sebagai PT BRI Agroniaga (BRI Agro),
merupakan salah satu diantara 116 bank lainnya yang memiliki pangsa alat likuid
dan DPK sebesar 27% dan 30%. BRI Agro didirikan dengan maksud untuk lebih
mengedepankan pembiayaan dibidang agribisnis guna mengembangkan pertanian
Indonesia. Menurut Nababan (2012), sebanyak 60% penyaluran kredit yang
dilakukan oleh BRI Agro mengalir ke sektor agribisnis pada September 2012, dan

2

sisanya mengalir ke sektor non-agribisnis. Selain itu, jika dilihat dari sisi aset,
BRI Agro membukukan penurunan 7% yang merupakan salah satu dampak dari
strategi baru bank untuk melepas dana mahal dengan cara menurunkan suku
bunga deposito guna meningkatkan pendapatan bunga bersih bank.
Bank sebagai lembaga yang paling rentan atau berdekatan terhadap risiko
harus selalu bersifat moderat dalam mempertimbangkan keinginan pihak surplus
dan defisit. Pengalokasian dana yang cukup besar untuk penyaluran kredit bank
membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, karena jika tidak, akan menganggu
likuiditas karena bank harus menjaga kecukupan likuiditasnya untuk mendanai
pertumbuhan aktiva, melaksanakan kewajiban kepada kreditor, serta memenuhi
penarikan deposito oleh deposan dalam jumlah besar yang dicairkan sebelum
jatuh tempo. Selain itu, bank yang tidak berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman
juga dapat menimbulkan terjadinya kredit macet. Disisi lain, bank yang memiliki
finansial yang begitu surplus dianggap tidak baik karena ini menunjukkan bahwa
bank tidak menjalankan fungsinya dengan optimal sebagai agent of development.
Bank yang selalu berhati-hati dalam menjaga likuiditas juga akan cenderung
memelihara alat likuid yang relatif lebih besar dari yang diperlukan dengan
maksud untuk menghindari kesulitan likuiditas. Namun, bank akan dihadapkan
pada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat likuid yang berlebihan
sehingga akan berdampak pada tingkat profitabilitas bank tersebut.
Pada sektor perbankan, akan selalu terjadi benturan kepentingan antara
keputusan menjaga likuiditas dan meningkatkan penyaluran kredit untuk
mencapai profit yang optimal. Menurut Hasibuan (2008), semakin besar alokasi
dana dalam aktiva produktif atau semakin kecil alat likuid yang dipelihara bank,
semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi bank yang bersangkutan.
Demikian pula sebaliknya, semakin besar alat likuid yang dipelihara bank atau
semakin kecil alokasi dana dalam aktiva produktif maka tingkat risiko bank
semakin kecil. Selanjutnya, semakin besar alokasi dana dalam aktiva produktif
atau semakin kecil pemeliharaan alat likuid, menyebabkan tingkat pendapatan
semakin besar. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, diperlukan adanya
keseimbangan antara dua kepentingan tersebut.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini adalah : 1) Bagaimanakah kondisi keuangan PT BRI Agroniaga, Tbk selama
periode 2008-2012 berdasarkan a) rasio likuiditas, b) rasio intermediasi, dan c)
rasio profitabilitas? 2) Bagaimanakah pengaruh tingkat likuiditas dan intermediasi
terhadap tingkat profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk selama periode 20082012?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menganalisis kondisi keuangan PT
BRI Agroniaga, Tbk selama periode 2008-2012 berdasarkan a) rasio likuiditas, b)
rasio intermediasi, dan c) rasio profitabilitas. 2) Menguji pengaruh tingkat

3

likuiditas dan intermediasi terhadap tingkat profitabilitas pada PT BRI Agroniaga,
Tbk selama periode 2008-2012.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah : 1) Dapat memberikan pengetahuan mengenai
analisis tingkat likuiditas, intermediasi, dan profitabilitas berdasarkan rasio
keuangan perbankan. 2) Dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
pengaruh tingkat likuiditas dan intermediasi terhadap tingkat profitabilitas
perbankan. 3) Dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana mengelola
likuiditas dan fungsi intermediasi agar dapat mengoptimalkan profitabilitas
perbankan. 4) Dapat menjadi landasan dan kerangka perumusan masalah untuk
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang bagaimana pengaruh tingkat likuiditas dan
intermediasi terhadap tingkat profitabilitas pada bank umum konvensional, yaitu
PT BRI Agroniaga, Tbk. Data yang digunakan adalah data laporan keuangan
bulanan selama periode Januari 2008 – Desember 2012 (60 bulan). Tingkat
likuiditas, intermediasi, dan profitabilitas dianalisis berdasarkan pada rasio
keuangan perbankan. Tingkat keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 95%.

TINJAUAN PUSTAKA
Likuiditas Perbankan
Likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan persediaan
uang tunai dan aset lain yang dengan mudah dijadikan uang tunai. Bank dianggap
likuid kalau bank tersebut mempunyai cukup uang tunai atau aset likuid lainnya,
disertai kemampuan untuk meningkatkan jumlah dana dengan cepat dari sumber
lainnya, untuk memungkinkannya memenuhi kewajiban pembayaran dan
komitmen keuangan lain pada saat yang tepat. Selain itu, harus pula ada likuiditas
penyangga yang memadai untuk memenuhi hampir setiap kebutuhan uang tunai
yang mendadak. Jadi yang dimaksud likuiditas adalah suatu keadaan yang
berhubungan dengan persediaan uang tunai dan alat-alat likuid lainnya yang
dikuasai bank yang bersangkutan (Darmawi 2011).
Huff et al. dalam Lamberg dan Valming (2009) mengidentifikasi tiga
peranan penting dalam analisis rasio likuiditas, yaitu:
• Dapat mengevaluasi perusahaan sebelum melakukan pemberian kredit.
• Dapat merancang ketentuan dalam meningkatkan kemampuan
pengembalian kredit.

4

• Dapat mengevaluasi apakah terdapat pelanggaran dalam ketentuan
pengembalian kredit.
Demirguc-Kunt et al. dalam International Monetary Fund Working Paper
(2010) menyatakan bahwa likuiditas bank dapat diukur dengan Liquid Assets to
Total Assets ratio (LTA). European Central Bank dalam Antariksa (2009) juga
mengemukakan salah satu indikator risiko likuiditas adalah LTA, yang digunakan
untuk mengukur seberapa besar aset likuid yang ada dari total aset yang dimiliki.
Jika rasio LTA mendekati 100%, ini berarti hampir seluruh aset bank merupakan
aset likuid dan ini harus dicermati dengan hati-hati, apalagi jika sebagian besar
aset likuid yang ada adalah berupa pembiayaan.
Shen et al. (2009), Faizulayev (2011), dan Rahman (2012), mengunakan
Liquid Asset to Deposits ratio (LAD) untuk merepresentasikan tingkat likuiditas
yang berdasarkan data akuntansi pada perbankan. LAD digunakan untuk
mengukur seberapa besar dana dari masyarakat dimanfaatkan dengan baik untuk
pembiayaan maupun aset likuid non produktif.

Teori Manajemen Likuiditas
Menurut Rivai et al. (2007) dan KDT Studi Keuangan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia, terdapat teori-teori pengelolaan likuiditas yang dikembangkan
oleh praktisi perbankan, antara lain :
• The Commercial Loan Theory
Teori ini mengemukakan bahwa suatu bank akan tetap likuid, jika
sebagian besar kredit yang disalurkan merupakan kredit perdagangan jangka
pendek dan dapat dicairkan dalam keadaan bisnis yang normal.
• The Shiftability Theory
Teori ini beranggapan bahwa likuiditas suatu bank akan terjamin jika
bank bersangkutan memiliki aset yang dapat dipindahkan atau dijual secara
cepat seperti Surat Berhaga Bank Indonesia.
• The Anticipated Income Theory
Menurut teori ini, likuiditas suatu bank akan dapat dipertahankan jika
bank itu dapat merencanakan pembayaran kembali utangnya dengan
pendapatan di masa yang akan datang.
• The Gentlemen Agreement Theory
Menurut teori ini suatu bank dalam menjaga likuiditas minimumnya
dilakukan dengan membina kerjasama dan tolong-menolong yang saling
menguntungkan diantara sesama bank anggota kliring, yaitu dengan cara
interbank call money market, dari lending bank kepada borrowing bank.
• Doctrine of Asset Shiftability
Bertitik tolak dari asumsi bahwa bank akan dapat segera memenuhi
kebutuhan likuiditasnya apabila bank memberikan kredit dalam bentuk
shiftable loan, yaitu pinjaman yang harus dibayar dengan pemberitahuan
sebelumnya disertai jaminan surat-surat berharga.

5

Intermediasi Perbankan
Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses
pembelian surplus dana dari sektor usaha, pemerintah, maupun rumah tangga,
untuk disalurkan kepada unit ekonomi yang defisit. Fungsi bank sebagai lembaga
intermediasi khususnya dalam penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi
pergerakan roda perekonomian secara keseluruhan dan memfasilitasi
pertumbuhan ekonomi. Fungsi intermediasi keuangan muncul sebagai akibat dari
mahalnya biaya monitoring, biaya likuiditas, dan risiko harga karena adanya
informasi asymetric antara pemilik dana (household/netsavers) dengan perusahaan
pengguna dana (corporations/netborrowers) sehingga dibutuhkan pihak perantara
yang mampu mengakomodir kebutuhan kedua belah pihak (Siringoringo 2012).
Intermediasi bank dapat diukur dengan Loan to Deposits Ratio (LDR). Pada
awalnya LDR digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank. Dalam arti
apabila LDR diatas 110% berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK
tidak mampu menutup kredit yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan
dana call money. Dana call money bersifat darurat sehingga bank tidak
menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan kredit karena dana call money
adalah untuk membiayai mismatch likuiditas jangka sangat pendek. Namun, sejak
terjadi krisis perbankan dan dilanjutkan proses rekapitalisasi perbankan tahun
1999 dimana kredit perbankan sekitar Rp 300 triliun dialihkan ke BPPN,
menyebabkan LDR perbankan merosot drastis karena jumlah penyaluran kredit
berkurang sedangkan jumlah DPK tidak berubah. Pasca rekapitalisasi 1999-2000,
LDR berubah fungsi dan lebih sering digunakan sebagai indikator utama untuk
mengukur kemampuan bank dalam menyalurkan kredit (fungsi intermediasi)
(Irwan 2010).
Selain itu, tingkat intermediasi bank juga dapat diukur dengan Loan to Total
Asset Ratio (LAR), yang mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
permintaan kredit melalui jaminan sejumlah aset yang dimilikinya. Federal
Deposit Insurance Corporation (1997) menyatakan bahwa LAR merupakan salah
satu rasio yang paling signifikan terkait dengan kegagalan bank di Amerika
Serikat selama periode 1980-1988. Oleh karena itu, FDIC menggunakan Loan to
Total Asset Ratio sebagai salah satu indikator risiko kredit.

Profitabilitas Perbankan
Profitabilitas merupakan kemampuan bank dalam menghasilkan laba
(Hasibuan 2008). Menurut Weshton dan Brigham (1998) yang dikutip oleh Akbar
(2008) berpendapat bahwa profitabilitas adalah sekelompok rasio yang
menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva, dan
pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil operasi.
Analisis profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba yang bergantung pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
operasi, serta sumber daya yang tersedia. Analisis profitabilitas memfokuskan
hubungan antara hasil operasi yang dilaporkan dalam laporan laba rugi, dengan
sumber daya yang tersedia yang dilaporkan dalam neraca perusahaan tersebut.

6

Menurut Balanchandher dalam Onto dan Wibowo (2012), profitabilitas
bank ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh manajemen dan
faktor-faktor diluar kendali manajemen. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan
manajemen merupakan faktor-faktor yang menggambarkan kebijakan dan
keputusan manajemen bank itu sendiri, seperti penghimpunan dana, manajemen
modal, manajemen likuiditas, dan manajemen biaya. Sedangkan faktor-faktor
diluar kendali manajemen mencakup faktor lingkungan dan karakteristik bank,
faktor lingkungan meliputi struktur pasar, regulasi, inflasi, tingkat suku bunga,
dan pertumbuhan pasar. Faktor karakteristik bank meliputi ukuran perusahaan dan
kepemilikan.

Likuiditas, Intermediasi, dan Profitabilitas
Dalam manajemen likuiditas, bank menghadapi persoalan yang saling
bertentangan, yaitu menjaga persediaan uang yang cukup untuk selalu sanggup
memenuhi setiap penarikan uang oleh deposan, sedangkan uang tunai tersebut
tidak memberi penghasilan, sementara biaya bunga tetap harus dibayar, serta
persoalan bahwa bank harus mampu menyediakan dana yang cukup untuk dapat
memenuhi permintaan kredit. Penyediaan kredit tersebut merupakan kegiatan
utama sebuah bank untuk mendapatkan penghasilan. Kegagalan untuk memenuhi
permintaan kredit yang pantas, akan mengakibatkan kehilangan bisnis (Darmawan
2011).
Untuk mempertahankan tingkat likuiditas yang seimbang, diperlukan
perhatian terutama pada waktu tingkat bunga rendah dan permintaan nasabah akan
kredit menurun. Pada waktu tingkat bunga cenderung naik dan permintaan kredit
bertambah, posisi likuiditas yang seimbang akan membuat bank mendapatkan
keuntungan maksimal. Apabila bank siap menghadapi pertambahan permintaan
kredit, berarti bank akan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan profit yang
tinggi. Bank mempunyai beberapa alternatif untuk mencapai likuiditas, yaitu
menyediakan uang kas yang cukup, mengonventir aset kedalam uang kas, dan
meminjam dari bank lain. Alternatif tersebut menyangkut pertentangan antara
likuiditas dan profitabilitas. Apabila semua aset bank merupakan uang kas,
tentulah bank tersebut sangat likuid tetapi tidak profitable. Sebaliknya, apabila
semua aset bank berupa kredit kepada nasabah, dapat dipastikan keuntungan yang
diharapkan akan besar, tetapi bank tersebut tidak likuid. Dalam hal ini bank tidak
mempunyai uang kas dan hanya mempunyai kemungkinan yang sangat terbatas
untuk menjual sejumlah kredit jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan
nasabah yang ingin menarik dananya dari bank (Rivai et al. 2007).

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Antariksa (2005) mengenai pengaruh risiko
likuiditas terhadap profitabilitas (studi kasus pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk) menunjukkan bahwa risiko likuiditas (diwakili oleh rasio LTA, LAD, dan
FDR) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (diwakili oleh ROA dan
ROE) dalam model distributed-lag, serta pegaruh positif yang signifikan pada

7

model musiman (bulanan). Sedangkan uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa
hanya LTA yang secara signifikan menyebabkan profitabilitas dengan jumlah lag
berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Guspiati (2008) mengenai pengaruh rasio
likuiditas terhadap profitabilitas (studi kasus pada Bank Syari’ah Mandiri tahun
2004-2007) menunjukkan bahwa variabel LAD berpengaruh negatif terhadap
ROA, sedangkan variabel LTA berpengaruh positif. Hasil Pengujian keterkaitan
LAD terhadap ROA tidak sesuai dengan theory between liquidity and profitability
yang menyatakan semakin besar posisi likuiditas, akan mengakibatkan tingkat
profitabilitas menurun. Sedangkan hasil pengujian variabel FDR terhadap ROA,
tidak berpengaruh secara signifikan.
Naryoto dan Novianty (2012) menguji Pengaruh Loan to Deposit Ratio
(LDR) dan Loan to Aset Ratio (LAR) terhadap Tingkat Return on Equity pada
Industri Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat pengaruh positif baik secara
simultan maupun parsial pada LDR dan LAR terhadap ROE dengan taraf nyata
sebesar 0.05.

METODE
Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian ini membahas tentang pengaruh tingkat likuiditas dan
intermediasi terhadap tingkat profitabilitas pada PT BRI Agroniaga, Tbk.
Aktivitas BRI Agro yang utama adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan atau dikenal dengan kegiatan funding. Sedangkan aktivitas yang
kedua adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam bentuk pinjaman atau dikenal dengan kegiatan lending.
Tujuan bank memberikan kredit yaitu karena sifat usaha bank yang berfungsi
sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus (kelebihan dana) dengan unit
defisit (kekurangan dana), serta bank merupakan sektor usaha yang kegiatannya
paling diatur dan dibatasi oleh bank sentral. Untuk mengoptimalkan kegiatan
operasionalnya, bank harus mengetahui tingkat kecukupan likuiditas yang harus
dipertahankan dalam melaksanakan kewajibannya, serta mengetahui seberapa
besar volume pembiayaan kredit yang harus disalurkan dalam upaya
meningkatkan profitya. Apabila bank terlalu berhati-hati dalam menjaga likuiditas
sehingga mengakibatkan adanya idle fund, hal ini akan berpengaruh tidak baik
terhadap kemampuan bank dalam menghasilkan profit.
Pada umumnya bank menggunakan rasio keuangan berdasarkan data
akuntansi sebagai indikator awal dalam interpretasi analisis dana dari laporan
keuangan sebagai bahan untuk mengevaluasi kegiatan operasional hingga
pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan manajemen bank. Selain itu,
analisis dengan rasio keuangan juga dilakukan untuk membandingkan present
ratio dengan histories ratio atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk
waktu yang akan datang.

8

Pada penelitian ini menggunakan rasio keuangan yang berasal dari data
laporan keuangan bulanan, baik necara maupun laporan laba rugi, sebagai dasar
dari analisis tingkat likuiditas, intermediasi, dan profitabilitas selama periode
2008 hingga 2012. Pada variabel bebas, indikator tingkat likuiditas yang
digunakan, yaitu Liquid Asset to Total Asset Ratio (LTA) dan Liquid Asset to
Deposits Ratio (LAD), serta Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Loan to Total Asset
Ratio (LAR) sebagai indikator variabel tingkat intermediasi. Pada variabel terikat,
indikator
tingkat
profitabilitas
yang
diteliti
berdasarkan
rasio
profitabilitas/rentabilitas yang digunakan oleh BRI Agro yaitu rasio Return on
Asset (ROA), rasio Return on Equity (ROE), dan rasio Net Interest Margin (NIM).

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan selama satu bulan yang dimulai dari bulan Mei
hingga Juni 2013 di kantor pusat PT BRI Agroniaga, Tbk yang beralamat di Plaza
GRI Jl. HR. Rasuna Said Blok X2 No.1, Jakarta. Waktu penelitian selama delapan
bulan yang dimulai pada bulan Juni 2013 hingga Januari 2014.

Pengumpulan Data
Jenis data pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa laporan
keuangan bulanan baik laporan laba rugi maupun laporan neraca yang diperoleh
langsung dari PT BRI Agroniaga, Tbk serta pencarian teori maupun fakta yang
mendukung penelitian. Studi literatur diperoleh dari berbagai sumber seperti
skripsi dan tesis terdahulu, buku, jurnal nasional maupun internasional, dan artikel.

9

Pengolahan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh, diolah untuk mendapatkan rasio likuiditas,
rasio intermediasi, dan rasio profitabilitas. Software yang digunakan untuk
mengolah dan menganalisis data penelitian adalah Microsoft Excel 2007.
Selanjutnya, data diuji dengan metode Structural Equation Modeling (SEM)
berbasis component/variance - Partial least Square (PLS) dengan software
SmartPLS. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk gambar, tabel dan grafik,
serta diuraikan secara kualitatif dalam bentuk uraian deskriptif.

Analisis Rasio Likuiditas
Analisis rasio likuiditas pada penelitian ini mengenai bagaimana
kemampuan bank dalam melakukan pembayaran kembali atas kewajibannya
terhadap nasabah dan kreditur, baik pada kewajiban jangka pendek maupun
pencairan dana sebelum jatuh tempo yang dilakukan oleh deposan.

Liquid Asset to Total Asset Ratio
LTA merupakan alat rasio likuiditas yang menunjukkan porsi aktiva lancar
(liquid assets) atas total aktiva (total assets). Semakin besar rasio ini maka
kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya akan semakin baik. Namun,
rasio LTA yang terlalu tinggi akan berdampak pada rendahnya tingkat
profitabilitas karena aset likuid yang tersedia pada bank tersebut besar, sehingga
mengindikasikan bank tidak efisien.
LTA =

������ ������
����� ������

x 100% .........................................................................1

Liquid Asset to Deposits Ratio
LAD merupakan rasio yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai
kemampuan bank dalam memenuhi likuiditas akibat adanya penarikan dana oleh
pihak ketiga, dengan menggunakan aset likuid yang tersedia. Semakin besar rasio
ini, semakin baik posisi likuiditasnya pada suatu bank. Namun jika aset likuid
yang tersedia terlalu banyak, hal ini menunjukkan kondisi bank tidak efisien dan
terjadi idle fund. Sehingga tingkat keuntungan yang diharapkan akan terganggu.
Rasio LAD juga memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat profitabilitas.
LAD =

������ ������
��������

x 100% .......................................................................2

10

Analisis Rasio Intermediasi
Analisis rasio intermediasi pada penelitian ini mengenai bagaimana
kemampuan bank sebagai lembaga intermediasi dapat menyalurkan kredit kepada
pihak defisit. Penyediaan kredit tersebut merupakan kegiatan utama bank dalam
upaya meningkatkan profit.

Loan to Deposit Ratio
LDR menyatakan seberapa besar kemampuan bank dalam menyalurkan
kredit atas DPK yang tersedia. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan
menentukan keuntungan bank. Semakin tinggi LDR maka laba perusahaan
semakin meningkat. Kriteria LDR yan diatur oleh Bank Indonesia, berkisar antara
78% hingga 100% dengan CAR 14%. Bank memiliki LDR di bawah 78%
dikenakan penalti/disintensif berupa tambahan GWM sebesar 0.1% dari DPK
rupiah, untuk setiap 1% kekurangan LDR. Sedangkan bank yang memiliki LDR
di atas 100% dan memiliki CAR bawah 14% akan dikenakan disinsentif berupa
tambahan GWM sebesar 0.2% dari DPK rupiah untuk setiap 1% kelebihan LDR
(Suprapto dan Ahniar 2010).
LDR =

Jumlah Kredit yang Diberikan
Total Dana Pihak Ketiga

x 100% ................................................3

Loan to Total Asset Ratio
LAR menyatakan seberapa besar kemampuan bank dalam menyalurkan
kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. LAR juga dapat
menunjukkan porsi kredit atas total aktiva. Semakin besar jumlah kredit yang
disalurkan akan meningkatkan profitabilitas bank.
LAR =

Jumlah Kredit yang Diberikan
Total Aset

x 100% ................................................4

Analisis Rasio Profitabilitas
Analisis rasio profitabilitas/rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis
atau mengukur tingkat profitabilitas yang dicapai oleh bank. Rasio rentabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio ROA, ROE, dan NIM.
Return on Assets
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu
bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik
pula posisi bank tersebut dari segi pengunaan aset.

11

ROA =

∑ ������� ������ ���
����� ������

x 100% ..........................................................5

Return on Equity
Rasio ini merupakan indikator bagi para pemegang saham dan calon
investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang
berkaitan dengan pembayaran dividen. Kenaikan ROE berarti terjadi kenaikan
laba bersih dan menyebabkan kenaikan harga saham bank dan semakin besar pula
dividen yang diterima investor.
ROE =

∑ ������� ����� ���
����� ������

x 100% ...........................................................6

Net Interest Margin
NIM adalah rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam
mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga.
Semakin besar rasio ini, maka dapat meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva
produktif yang dikelola bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
NIM =

∑ ���������� ����� ����� ℎ
����� ������ ���������

x 100% ................................................7

Analisis Structural Equation Modeling
World dalam Ghozali (2008) menyatakan bahwa Partial Least Model (PLS)
merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan banyak asumsi.
Component based SEM bersifat soft modeling yang bertujuan mencari hubungan
linear prediktif antar variabel. Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran
prediksi yang mempunyai sifat non-parametrik. Pada penelitian ini, menggunakan
model indikator refleksif yang mengasumsikan bahwa konstruk mempengaruhi
indikator atau mencerminkan variasi dari konstruk. Kriteria pengujian pada model
indikator refleksif adalah sebagai berikut:
• Inner model, yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural
model). Pengujian model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-square
untuk variabel laten endogen sebagai penilaian pengaruh variabel laten
indepanden terhadap variabel laten dependen apakah memiliki pengaruh
yang substantive. Selain itu, terdapat uji signifikansi koefisien parameter
jalur struktural dengan melihat nilai signifikansi t-statistik (a = 5%) dari
hasil Bootstrapping pada model atau output path coefficients.
• Outer model, yang menspesifikasi hubungan variabel laten dengan
indikator/variabel manifesnya. Untuk mengevaluasi outer model dapat
dilakukan dengan convergent validity dan discriminant validity. Convergent
validity indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antara score indikator

12

dengan score konstruknya. Menurut Chin dalam Ghozali (2008), indikator
dianggap reliable jika ukuran refleksif component terhadap construct
memiliki nilai korelasi diatas 0.7. Namun demikian untuk penelitian tahap
awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.6
dianggap cukup. Discriminant validity indikator refleksif dapat dilihat pada
cross loading antara indikator dengan konstruknya. Selain itu, dapat juga
dengan melihat score AVE pada konstruk. Model dianggap valid jika
masing-masing konstruk memiliki nilai AVE diatas 0,5. Selain itu, untuk
menguji reabilitas konstruk dapat diukur dengan dua kriteria, yaitu
composite reability dan cronbach alpha dengan baseline 0.7.

Gambar 3 Model Structural Equation – PLS
Berdasarkan uraian metode penelitian diatas, rumusan hipotesis pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Tingkat Likuiditas
H 0 = Tingkat likuiditas tidak berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas
H 1 = Tingkat likuiditas berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas
2. Variabel Tingkat Intermediasi
H 0 = Tingkat intermediasi tidak berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas
H 1 = Tingkat intermediasi berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum PT BRI Agroniaga,Tbk
Bank Agroniaga didirikan oleh Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN)
yang merupakan pengelola dana pensiun karyawan seluruh PT Perkebunan
Nusantara, pada 27 September 1989 dan mulai beroperasi pada 8 Februari 1990.
Selain untuk membantu pembiayaan di bidang agribisnis, pendirian Bank
Agroniaga juga dimaksud untuk menunjang terwujudnya industri agrobisnis yang
semakin tumbuh dan berkembang dalam sistem perekonomian nasional untuk
menghadapi era globalisasi di masa mendatang.
Terjadinya krisis keuangan Asia pada tahun 1997, menyeret Indonesia
memasuki krisis multi-dimensional yang terburuk sepanjang sejarah. Namun
Bank Agroniaga berhasil mempertahankan eksistensinya tanpa dukungan
rekapitalisasi dari pemerintah. Keberhasilan ini disebabkan adanya penerapan

13

pengelolaan perbankan yang senantiasa memegang teguh prinsip kehati-hatian,
patuh dan taat pada landasan operasional, yang bersandar pada prinsip tata kelola
perusahaan yang baik, termasuk nilai-nilai utama yang dianut, serta
memberdayakan sumber dana dan sumber daya guna pengembangan secara
dinamis bagi keberhasilan usaha Bank Agroniaga.
Tabel 1 Visi, misi, dan filosofi PT BRI Agroniaga,Tbk
Visi

Misi

Filosofi

PT BRI Agroniaga, Tbk
Mewujudkan bank komersial terkemuka yang fokus pada
sektor pertanian dalam mendukung pengembangan agrobisnis
di Indonesia.
1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik pada segmen
Usaha kecil dan Menengah (UKM) terutama sektor
agrobisnis untuk menunjang peningkatan ekonomi
masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan.
2. Memenuhi kebutuhan pokok, jasa dan layanan perbankan
yang berkualitas, didukung oleh Sumber Daya Manusia
yang profesional dan berintegritas tinggi dalam
melaksanakan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good
Corporate Government).
3. Memberikan manfaat yang optimal bagi para stakeholder.
Memegang teguh prinsip kehati-hatian, patuh dan taat pada
peraturan yang berlaku serta memberdayakan sumber dana dan
sumber daya secara optimal.

Keberhasilan Bank Agroniaga juga tidak terlepas dari komitmen yang telah
benar-benar ditunjukkan oleh DAPENBUN dengan terus ditingkatkannya
permodalan Bank Agroniaga serta penyaluran dana yang terfokus dan selektif
pada sektor agrobisnis, seperti penyaluran kredit kepada PT Perkebunan
Nusantara.
Pada 3 Maret 2011, Bank Agroniaga resmi menjadi anak perusahaan PT
Bank Rakyat Indonesia dengan kepemilikan saham sebesar 76% oleh PT BRI,
DAPENBUN 14%, dan publik 10%. Menurut Direktur Utama PT BRI, Sofyan
Basir, pengambilalihan Bank Agroniaga dapat menciptakan sinergi dan
meningkatkan shareholders value.

Analisis Tingkat Likuiditas
Berdasarkan Gambar 4, pertumbuhan rasio LTA dan LAD selama periode
2008 hingga 2012 mengalami fluktuasi dengan trend yang meningkat. Pada
Januari hingga Agustus 2008, pertumbuhan rasio LTA dan LAD cenderung
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh tingginya penarikan dana yang
dilakukan oleh nasabah sehingga mengakibatkan penurunan pada komponen
deposits. Volume penarikan dana yang besar tersebut diindikasikan karena
dampak dari krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Walaupun pada saat itu Indonesia justru mengalami pertumbuhan ekonomi yang

14

Oct-12

Jul-12

Apr-12

Jan-12

Jul-11

Oct-11

Apr-11

Jan-11

Oct-10

Jul-10

Jan-10

Apr-10

Jul-09

Oct-09

Apr-09

Jan-09

Oct-08

Jul-08

Jan-08

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
Apr-08

Persentase

cukup meningkat, namun tidak untuk seluruh sektor mengalami peningkatan.
Pada sektor perkebunan mengalami koreksi drastis untuk komoditas kelapa sawit
(26.3%), karet (32.4%), dan kopi (13.4%) (Maulendra 2011). Gejolak ini
berpengaruh pada BRI Agro sebagai perbankan yang berfokus di sektor agribisnis.
Pada periode September 2008 hingga September 2009, pertumbuhan volume LTA
dan LAD cenderung mengalami stagnasi yang menunjukkan adanya pengendalian
pada likuiditas bank atas penurunan yang signifikan pada periode sebelumnya.
Selanjutnya, pada Oktober 2009 hingga Desember 2012, rasio LTA dan LAD
mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dengan spread yang semakin lebar
dibandingkan periode sebelumnya, kemudian mengecil kembali pada akhir
periode 2012. Lebarnya spread rasio LTA dan LAD tersebut terjadinya karena
adanya peningkatan diluar komponen liquid assets pada aktiva bank sehingga
mengakibatkan penurunan pada rasio LTA.

Periode
LTA

LAD

Gambar 4 Pertumbuhan LTA dan LAD periode 2008-2012

Oct-12

Jul-12

Jan-12

Apr-12

Oct-11

Jul-11

Apr-11

Jan-11

Oct-10

Jul-10

Apr-10

Jan-10

Oct-09

Jul-09

Apr-09

Jan-09

Oct-08

Jul-08

Apr-08

4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
0
Jan-08

Milyar Rupiah

Pertumbuhan LTA dan LAD selama periode 2008 hingga 2012 memiliki
trend yang meningkat karena adanya peningkatan pada komponen liquid assets,
seperti kas, penempatan pada BI, penempatan pada bank lain, giro pada bank lain,
atau surat berharga. Hal ini menunjukkan bank memiliki posisi likuiditas yang
baik karena dengan mudah mampu mencairkan asetnya untuk memenuhi
penarikan kembali yang dilakukan oleh deposan serta kewajiban dalam
pembayaran hutang jangka pendek dengan menggunakan aset likuid yang tersedia.

Periode
Liquid Assets

Total Assets

Deposits

Gambar 5 Pertumbuhan liquid assets, total assets, dan deposits

15

Analisis Tingkat Intermediasi

Jul-12

Oct-12

Jan-12

Apr-12

Oct-11

Jul-11

Apr-11

Jan-11

Oct-10

Jul-10

Apr-10

Jan-10

Oct-09

Jul-09

Jan-09

Apr-09

Jul-08

Oct-08

Jan-08

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Apr-08

Persentase

Berdasarkan Gambar 5, pertumbuhan LDR dan LAR selama periode 2008
hingga 2012 mengalami fluktuasi dengan trend yang menurun. Pada periode 2008,
pertumbuhan LDR dan LAR mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
disebabkan oleh penurunan yang besar pada volume deposits karena adanya
penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah. Pada periode 2009, pertumbuhan
volume LDR dan LAR cenderung mengalami stagnasi yang menunjukkan adanya
pertumbuhan kredit dengan pergerakan yang lambat serta pengendalian dari
periode sebelumnya pada komponen deposits dan total assets. Selanjutnya, pada
periode 2010 hingga 2012, LDR dan LAR mengalami pertumbuhan yang
fluktuatif namun cenderung menurun, sedangkan volume deposits dan total assets
pada saat itu mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
pada volume deposits tidak digunakan untuk mendukung pertumbuhan kredit.
Dapat diindikasikan pada periode tersebut bank melakukan pengetatan pada
penyaluran kredit yang disebabkan oleh adanya kredit macet, sehingga bank lebih
berhati-hati dalam melaksanakan fungsi intermediasinya.

Periode
LDR

LAR

4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
0
Jan-08
Apr-08
Jul-08
Oct-08
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Oct-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
Oct-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Oct-11
Jan-12
Apr-12
Jul-12
Oct-12

Milyar Rupiah

Gambar 6 Pertumbuhan LDR dan LAR periode 2008-2012

Periode
Loans

Total Assets

Deposits

Gambar 7 Pertumbuhan loans, total assets, dan deposits
Trend pertumbuhan LDR dan LAR yang menurun serta spread yang besar
antara deposits terhadap kredit menunjukkan pertumbuhan deposits dan
komponen aset lebih besar dibandingkan pertumbuhan kredit. Namun, bank
memiliki rata-rata LDR sebesar 84.511% yang berarti tingkat LDR masih berada

16

dalam range yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, serta rata-rata LAR bank
sebesar 67.516%, yang berarti kredit masih mendominasi struktur aset bank. Hal
ini menunjukkan bahwa bank melaksanakan fungsi intermediasi dengan cukup
baik.

Analisis Profitabilitas

Jul-12

Oct-12

Jan-12

Apr-12

Jul-11

Oct-11

Jan-11

Apr-11

Jul-10

Oct-10

Apr-10

Jan-10

Oct-09

Jul-09

Apr-09

Jan-09

Oct-08

Jul-08

Apr-08

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
-0.1
-0.2

Jan-08

Persentase

Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa rasio ROA,
ROE, dan NIM pada PT BRI Agroniaga selama periode 2008 hingga 2012
memiliki trend yang meningkat.

Periode
ROA

ROE

NIM

Oct-12

Jul-12

Apr-12

Jan-12

Oct-11

Jul-11

Apr-11

Jan-11

Oct-10

Jul-10

Apr-10

Jan-10

Oct-09

Jul-09

Apr-09

Jan-09

Oct-08

Jul-08

Apr-08

0.065
0.05
0.035
0.02
0.005
-0.01
-0.025

Jan-08

Persentase

Gambar 8 Pertumbuhan ROA, ROE, dan NIM periode 2008-2012

Periode
ROA

NIM

Gambar 9 Pertumbuhan ROA dan NIM periode 2008-2012
Pada periode Januari 2011 terjadi penurunan yang cukup signifikan pada
rasio ROA dan ROE yang diakibatkan oleh penurunan pada laba perusahaan.
Penurunan laba tersebut menunjukkan adanya pembentukkan Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN) pada aktiva yang disebabkan karena terjadinya kredit
macet. Sedangkan pada Januari 2012, rasio ROA dan ROE mengalami
peningkatan yang sangat signifikan karena adanya perolehan laba dari pelunasan
kredit macet yang berakibat cadangan penghapusan aktiva dikoreksi plus.
Perolehan laba yang berasal dari kredit macet tersebut dimasukkan kedalam jurnal
pendapatan non operasional sehingga tidak memberikan perubahan pada nilai
NIM pada periode Januari 2012. Peningkatan pada rata-rata pertumbuhan rasio
ROA, ROE, dan NIM menunjukkan bahwa kemampuan bank dalam
menghasilkan laba dapat dinyatakan baik.

17

Pengujian Model SEM
Partial Least Square tidak mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk
estimasi parameter, maka teknik parametrik untuk menguji signifikansi parameter
tidak diperlukan (Chin dalam Ghozali 2008). Oleh karena itu, model evaluasi PLS
berdasarkan pada pengukuran prediksi yang bersifat non-parametrik.

Gambar 10 Algoritma PLS pengaruh tingkat likuiditas dan intermediasi
terhadap profitabilitas

Model Pengukuran (Outer Model)
Evaluasi outer model atau model pengukuran dengan indikator refleksif
dievaluasi dengan convergent validity, discriminant validity, dan composite
reliability. Berdasarkan Gambar 10 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa korelasi
indikator dengan konstruknya memiliki factor loading diatas 0.7 yang berarti
indikator telah memenuhi convergent validity atau dapat dianggap reliable karena
indikator sudah dengan baik merefleksikan masing-masing konstruknya. Nilai
factor loading yang paling besar menggambarkan indikator yang mencerminkan
konstruk tersebut. Rasio LAD, LAR, dan ROE merupakan indikator yang paling
baik merefleksikan variabel Likuidity, Intermediary, dan Profitability.
Discriminant validity indikator refleksif dapat dilihat pada cross loadings
antara indikator dengan konstruknya. Berdasarkan pada Tabel 2, Korelasi
konstruk Liquidity dengan indikatornya lebih tinggi dibandingkan korelasi
indikator Liquidity dengan konstruk Intermediary dan Profitability. Selain itu,
korelasi konstruk Intermediary dengan indikatornya lebih tinggi dibandingkan
dengan korelasi antara indikator Intermediary dengan konstruk Liquidity dan
Profitability. Demikian halnya dengan konstruk Profitability. Hal ini
menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi indikator pada blok mereka
lebih baik dibandingkan dengan indikator blok lainnya, yang berarti konstruk
dalam model yang diestimasi sudah memenuhi kriteria discriminant validity.
Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan melihat nilai
AVE pada setiap konstruk. Berdasarkan pada tabel 3, model yang diestimasi
memiliki nilai AVE diatas 0.5 yang menunjukkan bahwa model sudah baik dan
memenuhi uji validitas konstruk.

18

Tabel 2 Cross loadings
Indicator

Liquidity

Intermediary

Profitability

LAD
LTA
LAR
LDR
NIM
ROA
ROE

0.99742
0.99676
-0.95570
-0.81753
0.41221
0.42233
0.51709

-0.90362
-0.94121
0.99104
0.96710
-0.18101
-0.40909
-0.47951

0.58280
0.52009
-0.49001
-0.25734
0.73486
0.84698
0.87547

Validity of
Construct
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Tabel 3 Average Variance Extracted
Construcs

Average Variance Extracted

Validity of Construct

(AVE)
0.99419
0.95872
0.67461

Liquidity
Intermediary
Profitability

Valid
Valid
Valid

Selain itu, konstruk juga memiliki reliabilitas yang baik dengan composite
reliability dan cronbachs alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk
memiliki score diatas 0.7. Pada penelitian ini, konstruk Liquidity, Intermediary,
dan Profitability dapat dinyatakan reliable.
Tabel 4 Composite reliability dan cronbachs alpha
Construcs

Composite Reliability

Liquidity
Intermediary
Profitability

0.99709
0.97892
0.86084

Cronbachs
Alpha
0.99418
0.96075
0.76494

Reliability of
Construct
Reliable
Reliable
Reliable

Model Struktural (Inner Model)
Pada Tabel 5, dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas konstruk
Profitability yang dapat dijelaskan oleh konstruk Liquidity dan Intermediarya
dalah sebesar 37% sedangkan 63% dijelaskan oleh variabel lain diluar model yang
diteliti.
Tabel 5 R-Square
Construcs
Liquidity
Intermediary
Profitability

R-Square

0.37031

Pada Tabel Path Coefficients, dapat dianalisis bahwa koefisien parameter
(original sample) konstruk Liquidity terhadap Profitability memiliki pengaruh

19

positif sebesar 1.159 yang signifikan dengan nilai signifikansi 6.657. Hal ini
menunjukkan peningkatan pada Liquidity sebesar 1%, akan menyebabkan
peningkatkan pada profitability sebesar 1.159%. Selain itu, konstruk Intermediary
juga memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Profitability sebesar
0.654 dengan t-statistik 3.284, yang berarti peningkatan pada Intermediary
sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan pada Profitability sebesar 0.648%.
Tabel 6 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)

Liquidity >Profitability
Intermediary >Profitability

Original
Sample
(O)

Sample
Mean
(M)

Standard
Deviation
(STDEV)

T Statistics
(|O/STERR|)

Keterangan

1.15887

1.18402

0.19908

6.65655

Significant

0.65370

0.67380

0.17409

3.28362

Significant

Berdasarkan pada hasil pengujian Model SEM-PLS pengaruh tingkat
likuiditas dan intermediasi terhadap tingkat profitabilitas, dapat dinyatakan bahwa
perubahan konstruk Liquidity akan mempengaruhi perubahan pada indikator LAD
dan LTA. Hal ini menunjukkan apabila bank membuat keputusan untuk
meningkatkan posisi likuiditas guna memenuhi pembayaran kembali terhadap
deposan, kewajiban atas hutang jangka pendek, ataupun untuk berjaga-jaga, maka
bank akan meningkatkan komponen liquid assets nya, seperti kas, surat berharga,
giro pada bank lain, dan sebagainya, sehinggaakan turut meningkatkan rasio LTA
dan LAD. Selain itu, keputusan bank tersebut menganut salah satu teori
manajemen likuiditas, yaitu The Shiftability Theory yang menyatakan bahwa
likuiditas suatu bank akan terjamin jika bank bersangkutan memiliki aset yang
dapat dipindahkan atau dijual secara cepat seperti surat berhaga Bank Indonesia.
Pada penelitian ini, tingkat likuiditas memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
profitabilitas yang menunjukkan bahwa bank dapat menggunakan liquid assets
yang dimiliki dengan baik untuk memperoleh laba. Hal ini adalah keputusan yang
baik untuk mencegah adanya idle fund yang dapat mengurangi tingkat
profitabilitas bank.
Pada tingkat intermediasi, perubahan pada konstruk Intermediary akan
mempengaruhi perubahan pada indikator LAR dan LDR, yang berarti apabila
bank membuat kebijakan untuk meningkatkan fungsi intermediasinya, maka bank
akan menggunakan dana pihak ketiga dan aset yang dimiliki untuk meningkatkan
penyaluran kredit baik untuk pembiayaan kredit konsumsi, modal kerja, dan
investas