Aktivitas Ekstrak Daun Miana (Coleus scuttellarioides [L] Benth) Sebagai Antifungi Candida tropicalis

AKTIVITAS EKSTRAK DAUN MIANA (Coleus scutellarioides
[L] Benth) SEBAGAI ANTIFUNGI Candida tropicalis

NAZULA RAHMA SHAFRIANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Ekstrak
Daun Miana (Coleus scutellarioides [L] Benth) Sebagai Antifungi Candida
tropicalis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Nazula Rahma Shafriani
NIM G84100061

ABSTRAK
NAZULA RAHMA SHAFRIANI. Aktivitas Ekstrak Daun Miana (Coleus
scutellarioides [L] Benth) Sebagai Antifungi Candida tropicalis. Dibimbing oleh
SYAEFUDIN dan MARIA BINTANG.
Keputihan merupakan infeksi yang disebabkan oleh khamir Candida
tropicalis. Salah satu daun yang diduga mengandung antimikrob adalah daun
miana. Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas ekstrak daun miana (Coleus
scutellarioides [L] Benth) sebagai antifungi Candida tropicalis in vitro. Metode
yang digunakan adalah difusi sumur dengan penentuan konsentrasi hambat
tumbuh minimum. Ekstrak yang diujikan adalah ekstrak akuades, ekstrak etanol
70%, dan ekstrak aseton daun miana. Ekstrak yang dapat menghambat
pertumbuhan Candida tropicalis adalah ekstrak aseton daun miana. Konsentrasi
hambat tumbuh mimimal ekstrak aseton daun miana dengan pelarut DMSO dan

aseton masing-masing yaitu 25 mg/mL dengan diameter zona hambat 1.55 mm
dan 1.50 mm. Hasil uji statistika dengan software SPSS 16.0 menunjukkan bahwa
ekstrak aseton daun miana dapat menghambat pertumbuhan Candida tropicalis
(ANOVA dengan α 0.05) meskipun diameter zona hambatnya lebih kecil
dibandingkan dengan Nistatin. Ekstrak aseton daun miana dianalisis dengan GCMS dan memilki kandungan senyawa dominan yaitu 2-hexadecen-1-ol, 3, 7, 11,
15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) phytol dan neophytadiene.
Kata kunci : antimikrob, Candida tropicalis, ekstrak daun miana

ABSTRACT
NAZULA RAHMA SHAFRIANI. Activity Extract of (Coleus scutellarioides [L]
Benth) Leaves as an Antifungal Candida tropicalis. Supervised by SYAEFUDIN
and MARIA BINTANG.
Candidiasis is an infection caused by yeast of Candida tropicalis. One of
the leaves thought to contain anti microbial is (Coleus scutellarioides [L] Benth)
leaves. The aim of this study is to test the activity of the leaf extract (Coleus
scutellarioides [L] Benth) as an antifungal Candida tropicalis in vitro. This using
diffusion wells and growth methods. Extracts tested are aquades extract, 70%
ethanol extract and acetone extract of leaves miana. The extract can inhibit the
growth of Candida tropicalis is miana leaf acetone extract. Minimum Inhibitory
Concentration acetone extract solvent is DMSO and acetone, respectively at 25

mg/mL with inhibition zone diameter 1.55 mm and 1.50 mm.The results of
statistical tests with SPSS 16.0 software showed that acetone extract of the
(Coleus scutellarioides [L] Benth) leaves can significantly inhibit the growth of
Candida tropicalis (ANOVA α 0.05) although its inhibition zone diameter is less
than Nystatin. Acetone extract was analyzed by GC-MS and have the dominant
content of the compound is 2-hexadecen-1-ol, 3, 7, 11, 15-tetramethyl-, [R-[R*,
R*- (E)]] – (CAS) phytol and neophytadiene.
Keywords : antimicrobial, C. tropicalis, extract (Coleus scutellarioides [L] Benth)

AKTIVITAS EKSTRAK DAUN MIANA (Coleus scutellarioides
[L] Benth) SEBAGAI ANTIFUNGI Candida tropicalis

NAZULA RAHMA SHAFRIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aktivitas Ekstrak Daun Miana (Coleus scuttellarioides [L] Benth)
Sebagai Antifungi Candida tropicalis
Nama
: Nazula Rahma Shafriani
NIM
: G84100061

Disetujui oleh

Syaefudin, SSi MSi
Pembimbing I

Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
karunia, dan kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Aktivitas Ekstrak Daun
Miana (Coleus scuttelarioides [L] Benth) Sebagai Antifungi Candida tropicalis.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai April 2014 di
Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta
di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan. Skripsi ini
merupakan pelaksanaan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama melaksanakan penelitian hingga penyusunan skripsi ini penulis

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak diantaranya pendanaan dari Yayasan
Amanah IPB. Terima kasih penulis ucapkan pada Syaefudin, SSi, MSi dan Prof
Dr drh Maria Bintang, MS atas bimbingan, kritik, dan sarannya dalam penulisan
hasil penelitian ini. Secara khusus penulis juga berterima kasih kepada kedua
orangtua penulis Bapak Suwarno, SAg dan Ibu Umiatun, SPdI atas doa dan
dorongan untuk kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan kuliah di IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada adik-adik penulis Farid Husni Rahman dan
Alfi Aulia Rahma, teknisi di lab Mikrobiologi FKH IPB Bapak Agus, temanteman dari biokimia Puji, Dwi, Ziah, Rini, Eva, Uti, Eni, Tuchin, Anes, Lia, Weni,
yang telah membantu penulis selama penelitian, serta teman-teman biokimia yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dorongan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan usulan
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Penulis berharap
tulisan ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Juli 2014

Nazula Rahma Shafriani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2


Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

2

HASIL

5

Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Daun Miana

5

Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Ekstrak Kasar Daun Miana

6


Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Miana

7

Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer)

8

PEMBAHASAN
Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Daun Miana

9
9

Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Ekstrak Kasar Daun Miana

10

Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Miana


12

Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer)

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA


15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis fitokimia ekstrak daun miana
2 Hasil analisis GC-MS senyawa dominan ekstrak aseton daun miana

8
8

DAFTAR GAMBAR
1 Rendemen ekstrak daun miana
2 Uji KHTM ekstrak aseton daun miana pelarut aseton
3 Uji KHTM ekstrak aseton daun miana pelarut DMSO

6
7
7

DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur penelitian
2 Daun miana, serbuk daun miana dan ekstrak daun miana
3 Formula media Potatoes Dextrosa Agar (PDA)
4 Kadar air daun miana
5 Kadar abu daun miana
6 Rendemen ekstrak daun miana
7 Uji KHTM ekstrak aseton daun miana pelarut aseton
8 Uji KHTM ekstrak aseton daun miana pelarut DMSO
9 Isolat Candida tropicalis
10 Diameter zona hambat ekstrak aseton daun miana
11 Uji fitokimia
12 Hasil analisis GC-MS senyawa ekstrak aseton daun miana
13 Kromatogram GC-MS ekstrak aseton daun miana

18
18
19
19
19
19
20
20
20
20
21
22
23

PENDAHULUAN
Fungi atau jamur merupakan tumbuhan yang tidak memiliki klorofil,
sehingga tidak mampu melakukan fotosintesis. Fungi hanya bisa hidup sebagai
parasit pada organisme hidup lain atau sebagai saprofit pada benda organisme
mati. Proses perbanyakan fungi dapat membentuk sel-sel yang disebut spora yang
resisten terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan bagi kehidupannya.
Ketika keadaan membaik, terutama suhu dan kelembaban tertentu, spora dapat
tumbuh lagi dan membentuk mycelium (Tjay dan Rahardja 2002).
Candidiasis atau keputihan merupakan infeksi di organ kewanitaan yang
disebabkan oleh jamur Candida. Genus Candida ditemukan lebih dari 200 species.
Candida sp. merupakan mikroorganisme dari golongan fungi yang menyebabkan
infeksi menular secara kontak seksual. Infeksi ini ditandai dengan gejala utama
rasa panas dan rasa gatal pada vagina dan terjadi di dalam mulut, esofagus,
saluran pencernaan, vagina, atau kulit. Tempat infeksi yang paling umum terjadi
dalam mulut (ruam) atau vagina (infeksi ragi, vaginitis). Candidiasis vaginalis
merupakan gejala paling umum pada wanita. Sekitar 75% candidiasis vaginalis
dialami oleh wanita usia produktif (Lies 2005). Mikroorganisme penyebab utama
candidiasis vaginalis adalah Candida albicans (60-95%), sedangkan spesies
lainnya ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit seperti Candida glabrata dan
Candida tropicalis 30-40% (Eraso et al. 2006).
Mikroorganisme patogen yang ada pada tubuh manusia telah berkembang
menjadi semakin resisten sebagai akibat dari konsumsi antimikrob komersial
secara besar-besaran. Hal ini mendorong ditemukannya sumber antimikrob baru
yang efektif dan memiliki efek samping yang lebih kecil, salah satunya dari
tanaman obat. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber tanaman obat
yang sangat beragam. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku obat. Menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO), 80%
penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional
termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman (Strobel 2002).
Pemanfaatan dalam bidang pengobatan perlu ditingkatkan untuk dijadikan obat
alternatif. Salah satu jenis tanamannya adalah miana (Coleus scuttellarioides [L]
Benth).
Penggunaan daun miana secara empiris di masyarakat yaitu dalam bentuk
segar dan godokan untuk obat bisul, borok, luka bernanah, radang telinga. Akar
miana digunakan untuk obat diare. Batang dan daun miana mengandung minyak
atsiri (eugenol, etil salisilat dan karvakrol), fenol, tanin, lemak, dan fitosterol
(Winarto 2007). Beberapa penelitian melaporkan bahwa miana termasuk ke dalam
64 dari 117 tanaman yang secara empiris digunakan oleh masyarakat dari berbagai
daerah untuk obat diare karena mengandung zat kimia yang bersifat antidiare dan
mengandung zat yang bersifat antibakteri (Sundari & Winarno 1996). Beberapa
studi tentang senyawa aktif dari daun miana menunjukkan keberadaan senyawa
tanin, saponin, steroid, dan flavonoid (Ridwan et al. 2006). Beberapa jenis
saponin memiliki sifat antibiotik seperti pengaruh antifugi dan antimikrob (Seigler
1998). Tanin mempunyai daya antifungi dengan cara mengendapkan protein
(Masduki 1996).

2
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang menyebutkan khasiat daun
miana sebagai anti Candida tropicalis, tetapi secara empiris air rebusan daun
miana sudah dipakai sebagai obat keputihan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun miana (Coleus
scuttellarioides [L] Benth) dalam menghambat pertumbuhan candida.
Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas ekstrak daun miana (Coleus
scutellarioides [L] Benth) sebagai antifungi Candida tropicalis secara in vitro.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
masyarakat mengenai ekstrak daun miana (Coleus scutellarioides [L] Benth)
sebagai obat alternatif antifungi Candida tropicalis.

METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain tabung reaksi
bertutup, pipet mikro, tip pipet, cawan Petri, wadah plastik, Rotary Evaporator
EYELA OSB-2100, Erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, autoklaf, desikator,
penangas, neraca analitik, inkubator, shaker EYELA Multi shaker MMS, vorteks
VIBROFIX VFI, lup inokulasi, kertas saring, tanur, Bunsen, aluminium foil, kain
kasa, kapas, blender, saringan 100 mesh, oven EYELA NDO-700, dan GCMSQP2010 Shimadzu.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain daun miana
tua (3-5 helai dari pucuk) yang diperoleh dari BALITRO-Bogor, kultur Candida
tropicalis seri Inacc Y53 yang diperoleh dari LIPI Cibinong-Bogor, media
Potatoes Dextrose Agar (PDA), NaCl, akuades, etanol 70%, aseton, DMSO,
pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, perekasi Wagner, H2SO4, H2SO4 pekat,
dH2O, methanol, eter, asam asetat anhirida, FeCl3, Nistatin sebagai standar, dan
larutan Mc Farland 3 setara dengan 109 CFU/mL.
Metode Penelitian
Preparasi Sampel
Daun miana yang digunakan dalam penelitian adalah daun miana tua yang
diperoleh dari 3-5 helai dari pucuk tanaman dengan bentuk daun yang sempurna
dan berwarna ungu kemerahan. Daun miana segar dicuci hingga bersih dengan air
dan ditiriskan. Kemudian dikeringkan dengan oven dengan suhu 45oC selama 4-5
hari sampai benar-benar kering. Daun miana kering dihaluskan dengan blender
hingga menjadi serbuk halus ukuran 100 mesh.
Penetapan Kadar Air (AOAC 2006)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil
pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu 100ºC.
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit,
lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot
kosongnya. Setelah itu, sampel sebanyak ± 3 gram dimasukkan ke dalam cawan

3
porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam. Cawan
tersebut lalu diangkat, didinginkan di dalam desikator selama 30 menit, dan
ditimbang berat akhirnya. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
(triplo). Penentuan kadar air dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air (%) =
× 100%
Keterangan :
A = Bobot sebelum dikeringkan (gram)
B = Bobot setelah dikeringkan (gram)
C = Bobot sampel (gram)
Penetapan Kadar Abu (AOAC 2006)
Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 600°C, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang
dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel dipijarkan di atas nyala
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di
dalam tanur listrik pada suhu 600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu
berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Penentuan kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Abu (%) = × 100%
Keterangan:
A = Bobot setelah ditanur (gram)
B = Bobot sebelum ditanur (gram)
Ektraksi Daun Miana (Modifikasi BPOM 2004)
Serbuk daun miana diekstraksi dengan metode yang mengacu pada Badan
Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM (2004) yaitu maserasi. Maserasi
dilakukan dengan tiga pelarut yaitu pelarut akuades, aseton, dan etanol 70%.
Maserasi dengan etanol 70% dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut
etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Maserasi dilakukan selama 24 jam dengan
digoyang secara teratur pada 145 rpm. Maserat yang diperoleh dipisahkan
menggunakan kertas saring dan proses maserasi diulang dua kali dengan
menggunakan pelarut yang sama. Semua maserat yang diperoleh dikumpulkan.
Maserat kemudian diuapkan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator
dengan suhu 40oC sampai diperoleh sampel ekstrak etanol 70% daun miana.
Maserasi dengan pelarut aseton dilakukan dengan metode yang sama dengan
pelarut etanol 70%.
Ekstrak akuades daun miana dilakukan dengan metode modifikasi BPOM
(2010) yaitu metode perebusan serbuk daun miana kering menggunakan pelarut
akuades dengan perbandingan 1:10. Perebusan simplisia daun miana dilakukan
selama 2 jam. Akuades rebusan didiamkan, kemudian disaring dan filtratnya
dikumpulkan. Filtrat kemudian diuapkan dan dipekatkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 40oC sampai diperoleh sampel ekstrak akuades daun miana.
Rendemen (%) =

˟ 100%

4
Pembiakan Kultur C. tropicalis (Modifikasi Setiawati 2012)
Kultur C. tropicalis yang diperoleh dari LIPI Cibinong, Bogor dibiakkan
dalam media Potatoes Dextrose agar (PDA). Media PDA 500 mL berisi potato 2
g, dextrosa 10 g, agar 7.5 g dan akuades 500 mL. Labu Erlenmeyer disiapkan,
semua bahan yang diperlukan ke labu Erlenmeyer dimasukkan. Dikocok sampai
homogen dan dipanaskan, namun tidak sampai mendidih dan diaduk supaya larut.
Setelah selesai, media dikeluarkan dan ditunggu sampai agak dingin (suhu sekitar
50°-60°C), kemudian dimasukkan ke dalam cawan Petri 10 mL lalu dibiarkan
menjadi dingin sampai agar-agar menjadi padat. Selanjutnya kultur dibiakan
dalam media PDA padat dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam sampai
terbentuk koloni bulat putih dengan latar belakang kekuningan. Koloni tersebut
disuspensikan dalam larutan natrium klorida steril 0.9 % (normal saline), yang
dibandingkan dengan kepekatan tabung McFarland 3 atau setara dengan 109
CFU/mL.
Penyiapan Media Potatoes Dekstrosa Agar (PDA)
Sebanyak 3.9 gram PDA dilarutkan dalam labu erlenmeyer, kemudian
ditambahkan akuades sampai volume 100 mL. Sterilisasi selama 15 menit pada
suhu 121°C. Setelah suhu erlenmeyer dingin atau sudah mencapai suhu 45°C,
medium PDA dituangkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya sudah
disterilisasi. Lalu digoyang-goyangkan dan biarkan hingga padat.
Uji Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) (Kusumaningjati dan
Jackson et al. 2009)
Penentuan KHTM dilakukan terhadap tiga jenis ekstrak, yaitu akuades,
etanol 70%, dan aseton. Kontrol positif yang digunakan adalah Nistatin 1.028
mg/mL, sedangkan kontrol negatifnya DMSO (Dimetil Sulfo Oksida) dan aseton.
Sebanyak 100 µL kultur Candida tropicalis yang tersuspensi dalam larutan NaCl
0.9 % steril dengan konsentrasi 107 cfu/mL dicampurkan dengan media PDA
sebanyak 200 mL. Kemudian dituangkan ke cawan Petri dan dibiarkan memadat.
Lalu media PDA yang bercampur dengan suspensi C. tropicalis 106 cfu/mL
dilubangi seperti sumur. Setelah itu, sebanyak 50 µL ekstrak dengan konsentrasi
200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, dan 25 mg/mL, 12.5 mg/mL, 6.25 mg/mL,
dan 3.125 mg/mL dimasukkan ke dalam sumur pada media PDA. Kemudian
cawan Petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam. Aktivitas anticandida
ditentukan dengan pengukuran zona penghambatan di sekitar sumur secara
diagonal dari tiga kali pengulangan, kemudian di rata-ratakan. Daerah bening di
sekitar sumur menunjukkan uji positif. Pengujian setiap ekstrak dilakukan
sebanyak tiga ulangan.
Analisis Fitokimia (Harbone 1987)
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 3 mL kloroform
dan 5 tetes amoniak (NH4OH). Fraksi kloroform yang diperoleh diasamkan
dengan 5 tetes H2SO4 2 M. Lalu fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung dan masingmasing tabung ditambahkan dengan pereaksi Meyer, Dragendorf dan Wagner.
Sampel positif mengandung alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih
pada pereaksi Mayer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan
coklat pada pereaksi Wagner.

5
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan dengan 5 mL
metanol 30 %, lalu dipanaskan selama 5 menit. Filtrat yang terbentuk
ditambahkan dengan H2SO4. Perubahan warna larutan menjadi merah setelah
penambahan H2SO4 menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan dengan 5 mL
akuades lalu dipanaskan 100°C selama 5 menit. Kemudian sampel dikocok
selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi tidak kurang dari 1 cm dan tetap
stabil setelah didiamkan selama 15 menit menunjukkan adanya saponin.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan
dengan 5 mL etanol 30 %, lalu dipanaskan pada suhu 50°C selama 5 menit.
Selanjutnya disaring, filtrat yang diperoleh diuapkan lalu ditambahkan dengan 5
tetes eter di dalam ruang asam. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi
Liberman Burchard (3 tetes asam asetat anhirida dan 1 tetes H2SO4 pekat).
Adanya triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu,
sedangkan adanya steroid ditunjukkan dengan warna hijau.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkn dengan 5 mL akuades,
kemudian didihkan selama 5 menit. Larutan selanjutnya disaring, filtrat yang
diperoleh ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1 % (b/v). Adanya tanin ditunjukkan
dengan terbentuknya warna hijau tua atau hitam.
Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometer
Identifikasi jenis senyawa yang berperan sebagai anticandida dilakukan
dengan GC-MS. Senyawa yang diidentifikasi dengan GC-MS adalah ekstrak daun
miana yang memiliki aktivitas anticandida yang paling besar dibandingkan
ekstrak lain. Jenis kolom yang digunakan kapiler tipe fase Rtx-5MS, panjang
kolom sebesar 60 m, diameter kolom sebesar 0.25 mm. Gas pembawanya helium.
Suhu ruang injeksi dan suhu pirolisis sebesar 280°C. Suhu kolom 50°C, laju alir
sebesar 0.85 ml/menit dan volume injeksi sebanyak 2 µL, tekanan 100 kPa, dan
suhu sumber ion 200°C. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak ditunjukkan
oleh jumlah puncak (peak) pada kromatogram, sedangkan nama/jenis senyawa
yang ada diinterpretasikan berdasarkan data spektro dari setiap puncak tersebut
dengan menggunakan metode pendekatan pustaka pada database GC-MS.

HASIL
Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Daun Miana
Kadar air daun miana diperoleh melalui pengeringan. Kadar air yang
diperoleh dengan tiga kali ulangan (triplo) dengan nilai rata-rata sebesar 7.46% ±
0.33. Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik yang diperoleh dengan proses pengabuan (pemanasan suhu tinggi,
>450°C). Kadar abu yang diperoleh dengan tiga kali ulangan (triplo) dengan
nilai rata-rata sebesar 10.0458% ± 0.29. Rendemen ekstrak dapat dilihat pada
Gambar 1. Rendemen ekstrak yang paling besar adalah dengan pelarut akuades
yaitu sebesar 20.11 ± 0.35 %, diikuti oleh ekstrak dengan pelarut aseton sebesar
18.38 ± 0.23 %, dan ekstrak dengan pelarut etanol 70% sebesar 11.26 ± 0.73 %.

6

Gambar 1 Rendemen ekstrak daun miana

Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Ekstrak Kasar Daun Miana
Penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum ekstrak daun miana
dilakukan dengan tiga macam ekstrak hasil dari rendemen ekstrak dengan pelarut
akuades, etanol 70%, dan aseton yang dilakukan sebelumnya. Ekstrak akuades
dan ekstrak etanol 70% daun miana dengan pelarut aseton dan DMSO tidak
memberikan aktivitas anticandida pada semua tingkat konsentrasi, sedangkan
pada ekstrak aseton daun miana dengan pelarut aseton dan DMSO memberikan
aktivitas penghambatan terhadap Candida tropicalis. Kontrol positif yang
digunakan adalah Nistatin dengan konsentrasi sebesar 1.028 mg/mL dengan
diameter zona hambat sebesar 18.90 mm dan 16.90 mm. Ekstrak aseton daun
miana memiliki penghambatan yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol
positif Nistatin. Hasil penghambatan ekstrak aseton dan Nistatin terhadap
pertumbuhan Candida tropicalis disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Aktivitas anticandida pada ekstrak daun miana terlihat dari terbentuknya
zona bening di sekitar sumur. Konsentrasi 25 mg/mL merupakan konsentrasi
ekstrak aseton daun miana dengan pelarut aseton dan DMSO paling rendah yang
mampu menghambat pertumbuhan Candida tropicalis dengan diameter zona
hambat masing-masing 1.50 mm dan 1.55 mm. Sedangkan pada konsentrasi 200
mg/mL merupakan konsentrasi tertinggi ekstrak aseton daun miana dengan pelarut
aseton dan DMSO yang mampu menghambat pertumbuhan Candida tropicalis
dengan diameter zona hambat masing-masing 3.38 mm dan 3.35 mm. Variasi
konsentrasi yang digunakan menghasilkan aktivitas anticandida yang berbedabeda. Aktivitas anticandida pada konsentrasi paling tinggi akan menghasilkan
diameter zona hambat paling besar pula yang dapat dilihat pada Lampiran 11.
Analisa data dihitung berdasarkan batas kepercayaan 95%. Artinya
kemungkinan kesalahan penelitian berkisar 5%. Berdasarkan hasil uji ANOVA
didapatkan nilai signifikansi 0,000 (p450°C). Residu anorganik ini terdiri bermacam-macam mineral yang komposisi
dan jumlahnya bergantung pada jenis bahan pangan dan metode analisis yang
digunakan (Indrasari et al. 2008). Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu
bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdiri dari dua macam garam
yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garamgaram malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik terdiri dalam
bentuk fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Analisis kadar abu yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode pengeringan. Prinsipnya
adalah pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikam menjadi
air (H2O) dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat
anorganik ini disebut abu. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar abu
dengan tiga ulangan masing-masing 10.0349%, 10.3438%, dan 9.7587%, dengan
nilai rataan sebesar 10.0458% ± 0.29. Kandungan kadar abu daun miana yang
diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan standar MMI yang tidak lebih dari 8%
(Mutiatikum et al. 2010). Hal ini dimungkinkan bahwa simplisia daun miana
mengandung kadar anorganik atau pengotor lebih tinggi dibandingkan batas
standar MMI.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan senyawa antimikrob dari bahan
asalnya dengan bantuan pelarut (Gamse 2002). Prinsip ekstraksi menggunakan
pelarut adalah bahan yang akan diekstrak bersentuhan langsung dengan pelarut
selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan diekstrak terlarut
dalam pelarut kemudian diikuti dengan pemisahan pelarut dari bahan yang
diekstrak. Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan metode refluks,
soxhlet, maserasi, dan perkolasi. Teknik maserasi untuk mengekstrak komponen
aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak dan tidak mengembang dalam
cairan pengekstrak. Keuntungan dari teknik ekstraksi maserasi adalah cara

10
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Sari
2000). Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi maserasi. Maserasi dilakukan
dengan merendam serbuk daun miana dalam pelarut selama 3×24 jam dengan
bantuan shaker untuk mempercepat penarikan senyawa metabolit sekunder pada
daun miana. Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam
proses ekstraksi, karena akan mempengaruhi jumlah rendemen ekstrak yang
dihasilkan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut
diantaranya selekstivitas, sifat pelarut, kemampuan pelarut untuk mengekstraksi,
vadatilitas tinggi, tidak bersifat racun, dan relatif murah (Gamse 2002). Pelarut
yang digunakan pada proses ekstraksi harus dapat menembus pori-pori bahan
padat sehingga bahan yang ingin diekstrak dapat tertarik.
Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi maserasi pada penelitian
ini ada tiga yaitu akuades, etanol 70%, dan aseton. Ketiga macam pelarut tersebut
memiliki tingkat kepolaran masing-masing. Akuades merupakan pelarut paling
polar, diikuti etanol 70%, dan aseton. Pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar. Pelarut yang bersifat semipolar digunakan dengan maksud untuk
mendapatkan komponen yang bersifat polar sekaligus nonpolar. Sedangkan
pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar. Ekstrak dari masing-masing
pelarut akan diujikan pada Candida tropicalis untuk menentukan aktivitas
anticandida yang paling besar. Berdasarkan penelitian dengan tiga kali ulangan
untuk masing-masing pelarut diperoleh rata-rata rendemen ekstrak akuades, etanol
70%, dan aseton masing-masing 20.11%, 11.26%, dan 18.38%.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rendemen yang paling besar diperoleh
pada ekstrak akuades yaitu sebesar 20.11%. Hal ini menunjukkan bahwa
komponen yang terdapat pada daun miana terekstrak lebih banyak menggunakan
pelarut akuades diabandingkan pelarut aseton dan etanol 70%. Kuantitas
rendemen ini tidak dapat digunakan untuk perkiraan banyaknya jenis bioaktif
yang terdapat dalam rendemen tersebut (Kresnawaty dan Zainuddin 2009). Hasil
rendemen yang didapatkan menunjukkan metabolit sekunder yang terbawa oleh
pelarut dan tidak dapat menentukan jenis senyawanya (Ukieyanna 2012).
Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Ekstrak Kasar Daun Miana
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak daun miana
sebagai anticandida. Hasil uji terhadap ketiga jenis ekstrak dengan pelarut
akuades, etanol 70%, dan aseton menunjukkan aktivitas anticandida yang
berbeda-beda. Konsentrasi ekstrak daun miana yang digunakan dalam penelitian
pendahuluan yaitu konsentrasi 4.00 mg/mL, 2.00 mg/mL, 1.00 mg/mL, dan 0.50
mg/mL. Namun, masing-masing konsentrasi ekstrak daun miana dengan berbagai
pelarut tidak memberikan penghambatan. Penelitian dilanjutkan dengan
meningkatkan konsentrasi ekstrak daun miana. Konsentrasi hambat yang
digunakan sebagai anticandida dimulai dari konsentrasi 3.125 mg/mL, 6.250
mg/mL, 12.50 mg/mL, 25 mg/ml, 50 mg/mL, 100 mg/mL, dan 200 mg/mL.
Ekstrak akuades dan etanol 70% daun miana tetap tidak memberikan aktivitas
anticandida pada semua tingkat konsentrasi, sedangkan pada ekstrak aseton daun
miana memberikan aktivitas penghambatan terhadap Candida tropicalis.
Perbedaan kemampuan ekstrak aseton daun miana dengan ekstrak akuades dan
etanol 70% untuk menghambat pertumbuhan Candida tropicalis berkaitan dengan

11
kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak. Kandungan kimia dari
ekstrak akuades dan etanol 70% daun miana kemungkinan belum tertarik
sempurna karena perbedaan berat molekul (BM), yaitu sebagian besar zat aktif
ekstrak memiliki BM tinggi sedangkan sebagian zat aktif ekstrak lainnya memiliki
BM yang rendah. Hal tersebut terlihat pada sifat ekstrak yang cepat mengendap
apabila didiamkan.
Pelarut ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DMSO
(Dimetil Sulfo Oksida) dan aseton. Pemilihan pelarut ini dikarenakan ekstrak daun
miana tidak dapat larut dalam akuades. Kontrol negatif yang digunakan adalah
pelarut DMSO dan aseton, sedangkan kontrol positif yang digunakan adalah
Nistatin. Penggunaan Nistatin sebagai kontrol positif karena Nistatin sering
digunakan masyarakat untuk obat keputihan. Nistatin merupakan anticendawan
dari golongan polien yang aman terhadap sel mamalia. Nistatin bekerja dengan
mengikat sterol (terutama ergosterol) pada membran sel cendawan. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa ergosterol berkompetisi dengan kolesterol dan
menjadi target Nistatin sehingga menghasilkan permeabilitas membran sel
cendawan dan diikuti kebocoran komponen intraseluler yang menyebabkan
kematian cendawan (Ridawati et al. 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Nistatin memberikan efek penghambatan yang besar pada Candida tropicalis jika
dibandingkan dengan ekstrak aseton daun miana.
Menurut Yadav dan Bishe (2004) menyatakan bahwa daya hambat
tergolong sangat kuat (>20 mm), kuat (10-20 mm), sedang (5-10 mm), dan
tergolong lemah (