Hidrolisat Protein Tempe Komak ((Lablab purpureus (L.) Sweet) sebagai Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)

HIDROLISAT PROTEIN TEMPE KOMAK ((Lablab purpureus
(L.) Sweet) SEBAGAI PENGHAMBAT ACE (ANGIOTENSIN
CONVERTING ENZYME)

WIWIK R JULIANA SINAGA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hidrolisat Protein
Tempe Komak ((Lablab pupureus (L.) Sweet) Sebagai Penghambat ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian
Teknologi Pengolahan Kacang-kacangan sebagai Sumber Protein untuk Substitusi
Impor Kedelai dengan penanggungjawab Dr. Endang Yuli Purwani M.Si.

Penelitian ini didanai oleh DIPA BB Pascapanen 2013 dengan nomor DOK-INTRE-3.2/032/2013. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Wiwik R Juliana Sinaga
NIM G84090069

ABSTRAK
WIWIK R JULIANA SINAGA. Hidrolisat Protein Tempe Komak ((Lablab
purpureus (L.) Sweet) sebagai Penghambat ACE (Angiotensin Converting
Enzyme). Dibimbing oleh WARAS NURCHOLIS dan ENDANG YULI
PURWANI.
Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional
menyebabkan ketergantungan terhadap impor kedelai meningkat. Alternatif untuk
mengatasi hal tersebut adalah memanfaatkan sumber protein nabati lain sebagai
substitusi kedelai, salah satunya adalah kacang komak (Lablab purpureus (L.)
Sweet). Tujuan penelitian ini adalah menentukan aktivitas penghambatan terhadap
ACE (Angiotensin Converting Enzyme) dari hidrolisat protein kacang komak

sebagai substitusi kedelai untuk bahan baku tempe. Hidrolisat protein dari kacang
komak diteliti aktivitas penghambatan terhadap ACE secara in vitro dengan 3
perlakuan, yaitu hidrolisat kacang komak, hidrolisat tempe komak mentah dan
hidrolisat tempe komak kukus. Sebagai pembanding dari aktivitas penghambatan
terhadap ACE dari kacang komak, digunakan kedelai dengan analisis yang sama
dengan kacang komak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidrolisat protein
tempe komak mentah memiliki aktivitas penghambatan ACE yang lebih besar
dibandingkan dengan kedelai. Nilai IC50 tempe komak mentah dan tempe kedelai
secara berurutan adalah 0.64 mg/g dan 1.69 mg/g.
Kata Kunci : Angiotensin converting enzyme, kacang komak, tempe.

ABSTRACT
WIWIK R JULIANA SINAGA. Protein Hydrolyzate of Komak Tempeh ((Lablab
purpureus (L.) Sweet) as ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Inhibitor.
Supervised by WARAS NURCHOLIS and ENDANG YULI PURWANI.
Unbalanced condition of local soybean production and consumption
causes the increasing dependence through import soybean. The alternative to
overcome this problem is to utilize another vegetable protein source as soybean
substitution is needed. One of those protein is the komak nut toward ACE. The
obstruction activity of komak nut hydrolyzate was analyzed in vitro involving

three treatments, they were hydrolyzates of whole grain of komak tempeh,
hydrolyzates of unpride komak tempeh, and hydrolyzates of steamed komak
tempeh. Soybean analysis was also done due to compare the obstruction activity
toward ACE with the same analysis done for komak nut. The result showed that
unpride komak tempeh was more potential as ACE inhibitor compared to soybean.
The IC50 value of unpride komak tempeh and soybean were 0.64 mg/g and 1.69
mg/g.
Keywords : Angiotensin Converting Enzyme, komak nut, tempeh.

HIDROLISAT PROTEIN TEMPE KOMAK ((Lablab purpureus
(L.) Sweet) SEBAGAI PENGHAMBAT ACE (ANGIOTENSIN
CONVERTING ENZYME)

WIWIK R JULIANA SINAGA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Hidrolisat Protein Tempe Komak ((Lablab purpureus (L.) Sweet)
sebagai Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
Nama
: Wiwik R Juliana Sinaga
NIM
: G84090069

Disetujui oleh

Waras Nurcholis, SSi, MSi
Pembimbing I

Dr Endang Yuli P, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Hidrolisat Protein Tempe Komak ((Lablab purpureus (L.) Sweet)
sebagai Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
: Wiwik R Juliana Sinaga
Nama
: G84090069
NIM

Disetujui oleh

Waras N rcholis, SSi, MSi
Pembimbing I


Tanggal Lulus:

24 JAN 2014

Dr Endang Yuli P, MSi
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai
September 2013 ini ialah diversifikasi pangan, dengan judul Hidrolisat Protein
Tempe Komak ((Lablab purpureus (L.) Sweet) Sebagai Penghambat ACE
(Angiotensin Converting Enzyme).
Terima kasih penulis ucapkan kepada BB Pasca Panen yang telah
mendanai penelitian ini serta Waras Nurcholis S.Si, M.Si dan Dr. Endang Yuli P
M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tri, Ibu Ika, Ibu Mely, Bapak Yudi,
Irman beserta staf dan teknisi lain BB Pasca Panen yang telah membantu selama

pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Wiwik R Juliana Sinaga

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Penelitian


3

HASIL

7

Tempe Komak

7

Kadar Proksimat

7

Derajat Hidrolisis

10

Kadar Protein Terlarut


10

Aktivitas Penghambatan ACE

11

PEMBAHASAN

14

Tempe Komak

14

Persentase Proksimat

14

Persentase Derajat Hidrolisis


15

Kadar Protein Terlarut

16

Aktivitas Penghambatan ACE

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Komposisi Bahan Analisis Penghambatan ACE
Derajat Hidrolisis dari Hidrolisat Protein Komak dan Kedelai
Kadar Protein Terlarut dari Hidrolisat Protein Komak dan Kedelai
Nilai IC50 dari Hidrolisat Protein Komak dan Kedelai

6
10
11
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kacang Komak dan Tempe Komak
Hasil Analisis Kadar Air
Hasil Analisis kadar Abu
Hasil Analisis Kadar Lemak
Hasil Analisis Kadar Protein
Hasil Analisis Kadar Karbohidrat
Aktivitas Penghambatan ACE dari Hidrolisat Protein Kacang Komak
dan Kedelai
8 Aktivitas Penghambatan ACE dari Hidrolisat Protein Tempe Komak
Mentah dan Tempe Kedelai Mentah
9 Aktivitas Penghambatan ACE dari Hidrolisat Protein Tempe Komak
Kukus dan Tempe Kedelai Kukus
10 Aktivitas Penghambatan ACE dari Kaptropil

7
8
8
9
9
10
11
12
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Tabel dan gambar hasil pengamatan absorbansi pada konsentrasi
standar BSA yang berbeda
3 Tabel dan gambar hasil pengamatan absorbansi pada konsentrasi
standar L-Leusin yang berbeda
4 Analisis kadar air
5 Analisis kadar abu
6 Analisis kadar lemak
7 Analisis kadar protein
8 Analisis kadar karbohidrat
9 Derajat Hidrolisis
10 Analisis ProteinTerlarut
11 Korelasi antara kosentrasi hidrolisat protein sampel dengan aktivitas
penghambatan ACE
12 Aktivitas Penghambatan ACE dan Nilai IC50

22
23
24
25
26
27
28
29
30
32
33
36

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber hayati, salah satunya
adalah beragam jenis kacang-kacangan. Kacang-kacangan merupakan sumber
protein kompleks, dapat diolah menjadi tempe, sumber protein hidrolisat. Di
Indonesia, bahan baku utama tempe ialah kedelai (Syarief et al. 1999).
Berdasarkan data dari Departemen Pertanian RI pada tahun 2005, tingkat
konsumsi kedelai per tahun 2004 adalah 4.186.157 ton, sedangkan kedelai yang
tersedia adalah 1.311.196 ton, sehingga menyebabkan impor sebesar 2.874.961
ton. Sampai dengan tahun 2011 produksi kedelai nasional masih mengalami
penurunan. Produksi kedelai tahun 2011 sebesar 851.29 ribu ton biji kering turun
sebesar 55.74 ribu ton (sekitar 6.15%) dibandingkan produksi tahun 2010 (BPS
2012).
Kacang komak direkomendasikan sebagai sumber protein fungsional
alternatif pengganti kedelai karena memiliki kandungan protein cukup tinggi 1825% (Subagio 2006). Sifat fungsional isolat protein kacang komak dan kacang
kedelai memiliki banyak kesamaan yaitu daya serap air, daya serap minyak, dan
daya emulsi isolat yang tidak berbeda nyata (Suwarno 2003). Kacang komak juga
memiliki susunan asam amino yang mendekati pola protein kedelai, yaitu
kekurangan asam amino bersulfur (metionin dan sistein) dan kaya akan asam
amino lisin (Kay 1979). Pola elektroforesis fraksi protein globulin 7S dan 11S
kacang komak hampir sama dengan pola elektroforesis kacang kedelai (Khodijah
2003).
Tempe merupakan pangan tradisional Indonesia yang dibuat dengan
proses fermentasi menggunakan kultur murni Rhizopus sp. (Rhizopus oryzae atau
Rhizopus oligosporus) atau kultur campuran dalam bentuk ragi tempe sebagai
inokulan (Handajani 2001). Selain mudah ditemui dan harganya murah, tempe
memiliki kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Penggunaan tempe kacang
komak sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat protein dilakukan untuk
meningkatkan daya cerna proteinnya. Hal ini dimungkinkan dengan adanya
aktivitas degradasi protein oleh kapang tempe selama proses fermentasi
berlangsung (Alvina 2009). Selanjutnya, hidrolisat protein kacang komak ini
dibandingkan dengan karakteristik hidrolisat protein kacang kedelai sehingga
dapat diketahui secara pasti peranan dan fungsinya dalam pengolahan pangan
sebagai alternatif substitusi hidrolisat protein kedelai.
Selain memiliki kandungan gizi dan kandungan protein yang tinggi, tempe
memiliki kegunaan lain, diantaranya sebagai antihipertensi. Penelitian yang
dilakukan oleh Astawan et al. (2003), hidrolisat tempe kacang kedelai terbukti
memiliki aktifitas sebagai antihipertensi baik secara in vitro maupun secara in vivo.
Secara in vitro, hidrolisat tersebut mampu menghambat aktifitas Angiotensin
Converting Enzim (ACE). Selain itu juga dibuktikan melalui hewan coba dengan
tikus hipertensi, bahwa tikus yang diberi hidrolisat tempe terjadi penurunan
tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik (Astawan et al. 2003). Hal ini
berkaitan dengan peptida yang dimiliki tempe sebagai hasil dari hidrolisis enzim
protease yang mampu menghambat kerja ACE yang dapat meningkatkan tekanan
darah.

2
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) sudah lama dikenal sebagai bagian
kunci pada sistem renin angiotensin yang penting pada pengaturan tekanan darah.
Jenis peptida ini pada dasarnya mengatalisis reaksi angiotensin I menjadi
angiotensin II dengan memecah dipeptida histidil-leusina dari ujung-C
angiotensin I menghasilkan angiotensin II dan asam hipurat (Actis et al. 2003).
Jika hidrolisis angiotensin I berlebihan, maka tekanan darah akan meningkat.
Salah satu obat yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah ACEinhibitor. ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat efek angiotensin II yang
bersifat vasokonstriktor. Dengan adanya peptida yang bersifat sebagai ACE
inhibitor maka kerja ACE dalam mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
akan terganggu sehingga tekanan darah dapat diturunkan (Astawan et al. 2003).
Sampai saat ini belum ada yang melaporkan kemampuan kacang komak sebagai
ACE inhibitor seperti kedelai. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk
menentukan aktivitas penghambatan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) dari
hidrolisat protein kacang komak yang digunakan sebagai substitusi kedelai untuk
bahan baku tempe.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai April sampai September 2013.
Tempat pelaksanaannya di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Proksimat, BB
Pasca Panen; Laboratorium Balai Tanah dan Laboratorium Biologi Molekuler, BB
Biogen.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kacang komak varietas
Bali, sebagai pembanding dari komak digunakan kacang kedelai varietas
Grobogan, dan laru tempe RAPRIMA produksi PT. Aneka Fermentasi Industri
Bandung. Enzim yang digunakan ialah α-Amilase (A 6380), pepsin (P 6887),
tripsin (T 0303), α-kemotripsin (C 4129), ACE (A 6778), dan Hippuril-His-Leu
(HHL) (H 1635). Bahan kimia lain yang digunakan adalah HCl 1 N, etil asetat,
NaCl 4.0 M, buffer borat 0.1 M pH 8.3, buffer glisin 0.01 M pH 7.0, 2.4.6trinitrobenzenesulphonic acid (TNBS) (P 2297), L-Leusin, buffer fosfat 0.2 M pH
8.2, sodium sulfit 0.1 M, CBB (coomassie brilliant blue) G-250, kaptropil, etanol
95%, asam fosfat 85%, BSA (bovine serum albumin).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah proofer untuk fermentasi
tempe, sentrifuse Beckman Coulter Avanti J-E, spektrofotometer UV 6500 Kruss
Germany, spektrofotometer UV/VIS spectroquant Pharo 300, sentrifuse Tomy
High Spees Refrigerator Micro TX 160, oven Memmerg, pH-meter, timbangan,

3
tabung reaksi, mikropipet, waterbath, gelas piala, tabung eppendorf, pipet ukur,
tabung vial, botol plastik, styrofoam, blender dan stirer.
Prosedur Analisis Penelitian
Pembuatan Tempe Kacang Komak
Proses pembuatan tempe komak dilakukan dengan modifikasi dari metode
van den Hil dan Nout (2011). Proses diawali dengan perendaman komak dalam air
selama 16 jam dan pengeringan dengan oven pengering bersuhu 70oC selama 24
jam. Komak kering dikupas dengan pengupas mekanis untuk memisahkan biji dan
kulit. Komak kering tanpa kulit direbus dalam air mendidih selama 15 menit dan
direndam selama 50 jam dalam air dengan perbandingan komak kering tanpa kulit
dan air 1:4. Komak selanjutnya dicuci, dikukus selama 10 menit, ditiriskan, dan
didinginkan pada suhu ruang (29 sampai 31oC). Komak diinokulasikan dengan
0.1 % laru (0.1 gram laru untuk 100 gram komak). Komak dikemas dalam plastik
PP yang telah dilubangi dengan jarak 2 cm dan diinkubasi dalam fermentor
bersuhu 35oC ±1oC selama 24 sampai 36 jam.
Pembuatan Tempe Kedelai
Proses pembuatan tempe kedelai dilakukan dengan modifikasi dari metode
van den Hil dan Nout (2011). Proses diawali dengan perebusan kedelai dalam air
mendidih selama 40 menit dan direndam selama 30 jam dalam air dengan
perbandingan keledai utuh dan air 1:4. Kedelai dikupas dan dicuci bersih. Kedelai
tanpa kulit yang sudah bersih dikukus selama 30 menit, ditiriskan, dan
didinginkan pada suhu ruang (29 sampai 31oC). Kedelai diinokulasikan dengan
0.1 % laru (0.1 gram laru untuk 100 gram kedelai). Kedelai dikemas dalam plastik
PP yang telah dilubangi dengan jarak 2 cm dan diinkubasi dalam fermentor
bersuhu 35oC ±1oC selama 24 sampai 36 jam.
Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi preparasi
sampel, penentuan kadar air, penentuan kadar abu, penentuan kadar lemak,
penentuan kadar protein, dan penentuan kadar karbohidrat. Sampel terdiri dari 3
perlakuan yaitu kacang komak, tempe komak mentah dan tempe komak kukus.
Sebagai pembanding dari kacang komak digunakan kedelai dengan perlakuan
yang sama dengan komak, yaitu kacang kedelai, tempe kedelai mentah, dan tempe
kedelai kukus. Sampel diblender hingga halus dan rata.
Penentuan kadar air dilakukan dengan modifikasi dari metode AOAC
(2005). Cawan yang akan digunakan untuk mengukur bobot sampel dioven
terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105oC, kemudian didinginkan
dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang. Sampel ditimbang
sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan kemudian dioven pada
suhu 100-105oC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit
dan ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air
dihitung dengan rumus:
00

4
)
00

)

00

Keterangan :
A = bobot cawan kosong
B = bobot cawan + sampel
C = bobot cawan akhir

Penentuan kadar abu dilakukan sesuai dengan metode AOAC (2005).
Cawan porselin yang akan digunakan untuk mengukur bobot sampel, dikeringkan
menggunakan oven selama 30 menit pada suhu 100-105 oC. Cawan yang sudah
dikeringkan tersebut kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan
uap air dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang
sudah dikeringkan kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap
dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada suhu 550-600oC sampai
pengabuan sempurna. Dinginkan sampel beserta cawan porselin dalam desikator
dan timbang bobotnya. Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat
bobot yang konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus:
00
)
00

)

00

Keterangan :
A = bobot cawan kosong
B = bobot cawan + sampel
C = bobot cawan akhir

Penentuan kadar lemak dilakukan sesuai dengan metode AOAC (2005).
Labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 100-105oC,
kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan
ditimbang. Sampel yang akan diukur kadar lemaknya ditimbang sebanyak 2 gram
lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu
lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya. Pelarut heksan dituangkan
sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau ekstraksi lemak selama 5-6
jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut
lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak
yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105oC selama 1
jam, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Tahap
pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar
lemak dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
00
Keterangan:
C = bobot akhir labu lemak
A = bobot labu lemak kosong
B = bobot sampel

5
Penentuan kadar protein total dilakukan sesuai dengan metode AOAC
(2005). Penentuan kadar protein total dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel
yang akan diuji ditimbang sebanyak 0.1-0.5 gram dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl 100 ml, ditambahkan dengan ¼ buah tablet kjedahl, kemudian
didekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau
jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 ml
dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat
destilasi, ditambahkan dengan 5-10 ml NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi.
Destilat ditampung dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes
indikator (larutan bromcresol green 0.1% dan larutan metil merah 0.1% dalam
alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol green
dengan 2 ml metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai
larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
V
V
N
4 007 F
00
)
Keterangan :
FK = Faktor koreksi, 5.75 untuk kedelai dan 6.25 untuk kacang komak

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan by difference artinya kadar
karbohidrat yang diukur sebagai sisa dari nilai dari kadar air, kadar abu, kadar
protein dan kadar lemak dari sampel.
Kadar karbohidrat (% bb) = 100 % - (kadar air (%bb) + kadar abu (%bb) + kadar
protein (%bb) + kadar lemak (%bb))
Hidrolisis Protein
Hidrolisis protein dilakukan secara in vitro dengan menggunakan
gastrointestinal simulation (GIS) digestions mengikuti metode yang diuraikan
oleh Rui (2012). Substrat dari tempe kacang komak dihomogenkan dengan buffer
glisin (0.01 M, pH 7.0) dengan konsentrasi 2.5% b/v. Substrat kemudian
dihidrolisis dengan enzim α-amilase solution (1 mg/mL, 0.01 M buffer glisin, pH
7.0) pada rasio di 1:12.5 (v/w) pada suhu 37 °C selama 3 menit. Hidrolisis
dilanjutkan secara berturut-turut oleh pepsin, tripsin dan α-kemotripsin dengan
E/S: 1/250 (b/b, berdasarkan kandungan protein). Hidrolisis berlangsung selama
10 menit dan selanjutnya enzim diinaktivasi dengan pemanasan dalam air
mendidih selama 10 menit. Campuran disentrifus (12.000 g, 4°C selama 20 menit).
Supernatan dikumpulkan untuk uji lebih lanjut.
Pengukuran Derajat Hidrolisis
Derajat hidrolisis diukur berdasarkan reaksi dari jumlah kadar protein total
dengan 2.4.6-trinitrobenzenesulphonic acid (TNBS) mengikuti metode yang
diuraikan oleh Rui (2012). Berbagai konsentrasi dari L-Leusin mulai dari 0 –
2000 ppm digunakan untuk memperoleh kurva standar. Hidrolisat protein sampel
(125 µl) ditambahkan dengan 2.0 ml buffer fosfat 0.2 M pH 8.2 dan 1.0 ml larutan
TNBS 0.01 %. Larutan dicampur seluruhnya dan ditempatkan pada water bath
h 50˚
30
U
h
ditambahkan 2.0 ml sodium sulfit 0.1 M. Campuran didinginkan selama 15 menit
pada suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 420 nm.

6
Analisis Protein Terlarut
Analisis protein terlarut dilakukan dengan menggunakan metode Bradford
(1976). Larutan Bradford dibuat dengan cara sebagai berikut: sebanyak 100 mg
CBB (coomassie brilliant blue) G-250 dilarutkan dalam 50 ml etanol 95%.
Setelah itu 100 ml asam fosfat 85% ditambahkan. Terakhir larutan diencerkan
hingga 1 liter. Larutan disaring dengan kertas saring. Larutan tersebut diencerkan
5 kali dengan akuades ketika akan digunakan. Larutan standar segar dibuat
menggunakan protein BSA (bovine serum albumin) fraction V. Sebanyak 100 mg
BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuades. Larutan kemudian dikocok
pelan-pelan, setelah larut, diencerkan sampai 50 ml.
Setelah semua pereaksi siap, langkah selanjutnya adalah memipet masingmasing larutan dalam tiap tabung sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi lain yang bersih. Sebanyak 5 ml pereaksi Bradford ditambahkan ke
dalam masing-masing tabung reaksi. Blanko dibuat dengan cara mencampurkan
0.1 ml aquades dan direaksikan dengan 5 ml pereaksi Bradford. Setelah sekitar 5
menit, masingc
y
595 nm.
Penentuan Aktivitas Penghambatan ACE
Aktivitas penghambatan ACE (Angiotensin I-Converting Enzyme) dari
hidrolisat protein sampel diukur dengan spektrofotometer UV berdasarkan laju
pembentukan asam hippurat dari hippuryl-L-histidyl-L-leusine (HHL) dengan
modifikasi dari metode Cushman DW dan Cheung HW (1971). Untuk setiap
, 0
h
protein sampel dengan konsentrasi protein yang
h
L 50 M
0
E Sigma)
0,8 mU pada suhu 370C selama 45 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan
00
N,
h
600
v
30
detik, lalu disentrifugasi pada kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Sebanyak
00
filtrat diambil dan diuapkan pada suhu 100 – 120 0C selama 10 menit.
R
y
h
600 N
M
v
dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 228 nm.
Tabel 1 Komposisi bahan analisis penghambat ACE
V
Komponen
Air destilata
NaCl 4,0 M
Bufer borat 0,1 M pH 8,3
Hip-His-Leu (HHL) 50 mM
HCl 1,0 N
Bufer borat 0,1 M pH 8,3
Hidrolisat kacang komak [0,54 mg/ml]
ACE (0,8 mU)
Inkubasi 370C selama 45 menit
HCl 1,0 N
Etil asetat
Vorteks selama 30 detik
Sentrifugasi 300 x g 10 menit
Filtrat (lapisan atas)
Oven 140 0C selama 10 menit
NaCl 1,0 M

Blanko

)
Kontrol

Sampel

10
10
50
10
100
10
10

10
10
50
10
10
10

10
10
50
10
10
10

600

100
600

100
600

100

100

100

600

600

600

7
Aktivitas penghambatan ACE dari hidrolisat sampel dinyatakan sebagai
persen (%) penghambatan yang dihitung dengan rumus:
Aktivitas Penghambatan ACE (%) = (Ac-As) x 100%
(Ac-Ab)
Keterangan :

Ac = absorbansi kontrol
As = absorbansi sampel
Ab = absorbansi blanko
Aktivitas ACE = 100 - % penghambatan

Penentuan Nilai IC50
Nilai IC50 ditentukan berdasarkan hubungan kurva linear antara nilai
aktivitas penghambatan ACE (%) dengan konsentrasi hidrolisat protein dari
sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tempe Komak
Tempe komak memiliki tampilan fisik menyerupai tempe kedelai,
permukaannya ditutupi oleh miselium kapang secara merata, kompak, dan
berwarna putih. Antar butiran kacang dipenuhi oleh miselium dengan ikatan yang
kuat dan merata sehingga bila diiris tidak hancur. Tempe komak memiliki aroma
tempe normal.

A

B

Gambar 1 Kacang komak (A) dan tempe komak (B)
Kadar Proksimat
Kadar Air
Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada Gambar 2. Penentuan kadar air
dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung di dalam sampel.
Berdasarkan Gambar 2, kadar air terbesar ditunjukkan oleh tempe komak kukus
sebesar 66.64%, diikuti oleh tempe komak mentah 65%, dan kacang komak
10.62%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kedelai, kadar air terbesar ditunjukkan

8

Kadar Air (%bb)

oleh tempe kedelai kukus sebesar 64.72%, diikuti oleh tempe kedelai mentah
63.69% dan kacang kedelai 12.30%.
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
-10,00

65.00 ± 0.40 66.64 ± 0.06

12.30 ± 0.42

10.62 ± 0.12

Kacang
Komak

63.69 ± 0.21 64.72 ± 0.23

Tempe
Komak
Mentah

Kacang
Tempe
Kedelai
Komak
Kukus
Kelompok Perlakuan

Tempe
Kedelai
Mentah

Tempe
Kedelai
Kukus

Gambar 2 Kadar air kacang, tempe mentah dan tempe kukus dari komak dan
kedelai
Kadar Abu
Hasil analisis kadar abu dapat dilihat pada Gambar 3. Kadar abu dari suatu
bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut.
Berdasarkan Gambar 3, kadar abu terbesar ditunjukkan oleh kacang kedelai
sebesar 4.77%, diikuti oleh tempe kedelai mentah 0.75% dan tempe kedelai kukus
0.74%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan komak, kadar abu terbesar ditunjukkan
oleh kacang komak sebesar 4.49%, diikuti oleh tempe komak mentah 0.51% dan
tempe komak kukus 0.44%.

6

4.49 ± 0.27

4.77 ± 0.12

Kadar Abu (%bb)

5
4
3
2

0.51 ± 0.02

1

0.44 ± 0.02

0.75 ± 0.02

0.74 ± 0.07

0
-1

Kacang
Komak

Tempe
Komak
Mentah

Kacang
Tempe
Kedelai
Komak
Kukus
Kelompok Perlakuan

Tempe
Kedelai
Mentah

Tempe
Kedelai
Kukus

Gambar 3 Kadar abu kacang, tempe mentah dan tempe kukus dari komak dan
kedelai

9
Kadar Lemak
Hasil analisis kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan
Gambar 4, kadar lemak terbesar ditunjukkan oleh kacang kedelai sebesar 15.55%,
diikuti oleh tempe kedelai mentah 1.90% dan tempe kedelai kukus 1.86%. Hal ini
agak berbeda dengan komak, nilai kadar abu terbesar hanya sebesar 1.05% yang
ditunjukkan oleh kacang komak, diikuti oleh tempe komak mentah 0.17% dan
tempe komak kukus 0.15%.

Kadar Lemak (%bb)

20,00

15.55 ± 0.91

15,00
10,00
5,00

1.05 ± 0.10

0.17 ± 0.11

1.90 ± 0.06

0.15 ± 0.03

1.86 ± 0.27

0,00
-5,00

Kacang
Komak

Tempe
Komak
Mentah

Tempe
Kedelai
Mentah

Kacang
Tempe
Kedelai
Komak
Kukus
Kelompok Perlakuan

Tempe
Kedelai
Kukus

Gambar 4 Kadar lemak kacang, tempe mentah dan tempe kukus dari komak dan
kedelai

Kadar Protein Total (%bb)

Kadar Protein Total
Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan
Gambar 5, kadar protein total terbesar ditunjukkan oleh kacang kedelai sebesar
32.40%, diikuti oleh tempe kedelai mentah 21.07% dan tempe kedelai kukus
19.65%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan komak, kadar protein terbesar
ditunjukkan oleh kacang komak sebesar 28.76%, diikuti oleh tempe komak
mentah 13.98% dan tempe komak kukus 13.07%.
35,00
30,00

29.81 ± 0.11

28.76 ± 0.21

19.38 ± 0.40
18.08 ± 0.11

25,00
13.98 ± 0.45
13.07 ± 0.28

20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
Kacang
Komak

Tempe
Komak
Mentah

Tempe
Komak
Kukus

Kacang
Kedelai

Tempe
Kedelai
Mentah

Tempe
Kedelai
Kukus

Kelompok Perlakuan

Gambar 5 Kadar protein total kacang, tempe mentah dan tempe kukus dari komak
dan kedelai

10

Kadar Karbohidrat (%bb)

Kadar Karbohidrat
Hasil analisis kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan
Gambar 6, kadar karbohidrat terbesar ditunjukkan oleh kacang komak sebesar
55.08%, diikuti oleh tempe komak mentah 20.34% dan tempe komak kukus
19.70%. Hal ini agak berbeda dengan kedelai, kadar karbohidrat dari kedelai lebih
rendah dibandingkan dengan komak. Kadar karbohidrat terbesar ditunjukkan oleh
kacang kedelai sebesar 34.97%, diikuti oleh tempe kedelai kukus 13.04% dan
tempe kedelai mentah 12.59%.
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

55.08 ± 0.41
34.97 ± 0.79
20.34 ± 0.37
19.70 ± 0.37

Kacang
Komak

Tempe
Komak
Mentah

Tempe
Komak
Kukus

12.59 ± 0.28
13.04 ± 0.36

Kacang
Kedelai

Tempe
Kedelai
Mentah

Tempe
Kedelai
Kukus

Kelompok Perlakuan

Gambar 6 Kadar karbohidrat kacang, tempe mentah dan tempe kukus dari komak
dan kedelai
Derajat Hidrolisis
Pada penelitian ini derajat hidrolisis diukur berdasarkan perbandingan total
L-Leusin dengan N-total yang terdapat pada hidrolisat protein sampel.
Berdasarkan tabel 2, derajat hidrolisis yang paling besar ditunjukkan oleh kacang
komak sebesar 18.03%, diikuti oleh tempe komak kukus 14.20% dan tempe
komak mentah 10.01%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kedelai, derajat
hidrolisis yang paling besar ditunjukkan oleh kacang kedelai sebesar 17.05%,
diikuti oleh tempe kedelai kukus 10.05% dan tempe kedelai mentah 7.22%.
Tabel 2 Derajat hidrolisis dari hidrolisat protein komak dan kedelai
Hidrolisat Sampel
Kacang Komak
Tempe Komak Mentah
Tempe Komak Kukus
Kacang Kedelai
Tempe Kedelai Mentah
Tempe Kedelai Kukus

% Derajat Hidrolisis
18.03 ± 0.18
10.01 ± 0.13
14.20 ± 0.16
17.05 ± 0.05
7.22 ± 0.33
10.05 ± 0.27

Kadar Protein Terlarut
Pada penelitian ini, kadar protein terlarut menggunakan metode Bradford.
Berdasarkan Tabel 3, kadar protein terlarut terbesar ditunjukkan oleh kacang
kedelai sebesar 165.30%, diikuti oleh tempe kedelai kukus 26.22% dan tempe
kedelai mentah 16.46%. Hal ini agak berbeda dengan komak, kadar protein

11
terlarut dari komak lebih rendah dibandingkan dengan kedelai. Kadar protein
terlarut terbesar ditunjukkan oleh kacang komak sebesar 39.81%, diikuti oleh
tempe komak kukus 9.39% dan tempe komak mentah 1.71%.
Tabel 3 Kadar protein terlarut dari hidrolisat protein komak dan kedelai
Hidrolisat Sampel
Kacang Komak
Tempe Komak Mentah
Tempe Komak Kukus
Kacang Kedelai
Tempe Kedelai Mentah
Tempe Kedelai Kukus

Kadar Protein Terlarut (mg/g berat kering)
39.81 ± 0.74
1.71 ± 0.35
9.39 ± 0.70
165.30 ± 8.85
16.46 ± 0.34
26.22 ± 1.20

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

45.26 ±
0.004

1,26

65.26 ±
56.53 ± 0.004
0.003

2,52

5,04

73.86 ±
0.011

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

Aktivitas Penghambatan ACE
Hasil uji aktivitas penghambatan ACE menunjukkan bahwa hidrolisat
protein dari masing - masing sampel memiliki kemampuan yang berbeda – beda.
Pengujian dilakukan dengan blanko (tanpa penambahan hidrolisat) dan kontrol
positif (kaptropil). Konsentrasi hidrolisat protein sampel divariasikan dengan 4
kali pengenceran. Pengujian pada konsentrasi bervariasi ini dimaksudkan untuk
melihat pengaruh penambahan konsentrasi hidrolisat protein sampel terhadap
peningkatan aktivitas penghambatan ACE.
Aktivitas penghambatan ACE dari hidrolisat protein komak mengalami
peningkatan yang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi. Sebagai
pembanding aktivitas penghambatan ACE pada hidrolisat protein komak,
digunakan kedelai dengan perlakuan yang sama dengan komak yaitu dalam
bentuk hidrolisat kacang utuh, hidrolisat tempe mentah dan hidrolisat tempe
kukus. Hasil dari aktivitas penghambatan ACE pada kedelai tidak berbeda jauh
dengan komak. Aktivitas penghambatan ACE dari hidrolisat protein kedelai
mengalami peningkatan yang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi.

10,08

(A) Konsentrasi Hidrolisat (mg/g)

37.93 ±
0.003

5,99

52.32 ±
0.008

11,98

68.90 ±
0.001

23,96

79.08 ±
0.005

47,92

(B) Konsentrasi Hidrolisat (mg/g)

Gambar 7 Aktivitas Penghambatan ACE dari Hidrolisat Protein (A) Kacang
Komak (B) Kacang Kedelai

12
45.80 ±
0.009

50

28.98 ±
0.011

40
30

36.08 ±
0.004

70
Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

60

18.31 ±
0.004

20
10

60
50

40.99 ±
0.003

54.43 ± 61.31 ±
0.013
48.24 ± 0.009
0.004

40
30
20
10

0

0
0,06

0,13

0,26

0,52

0,53

(A) Konsentrasi Hidrolisat (mg/g)

1,05

2,1

4,21

(B) Konsentrasi Hidrolisat (mg/g)

Gambar 8 Aktivitas Penghambatan ACE dari Hidrolisat Protein (A) Tempe
Komak Mentah (B) Tempe Kedelai Mentah
43.16 ±
0.01

50
25.99 ±
23.87 ± 0.006
0.007

40
30
20

10.57 ±
0.004

10

70
Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

60

60
50
40

34.76 ±
0.05

39.30 ±
0.045

58.33 ±
45.79 ± 0.007
0.005

30
20
10
0

0
0,3

0,61

1,21

2,43

(A) Konsentrasi Hidrolisat (mg/g)

0,83

1,66

3,33

6,65

(B) Konsentrasi Hidrolisat (mg/g)

Gambar 9 Aktivitas Penghambatan ACE dari Hidrolisat Protein (A) Tempe
Komak Kukus (B) Tempe Kedelai Kukus
Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaptropil.
Kaptropil merupakan produk antihipertensi komersial yang banyak digunakan
masyarakat. Aktivitas penghambatan ACE ditentukan dengan membandingkan
aktivitas penghambatan ACE pada kaptropil. Aktivitas penghambatan ACE dari
kaptropil mengalami peningkatan yang berbanding lurus dengan peningkatan
konsentrasi.

13

Aktivitas Penghambatan
ACE (%)

0,12
0,10
0.07 ± 0.001

0,08

0.08 ± 0.002

0.09 ± 0.002

0.06 ± 0.002
0,06
0,04
0,02
0,00
0,025

0,05

0,075

0,1

Konsentrasi Kaptropil (mg/g)

Gambar 10 Aktivitas Penghambatan ACE dari Kaptropil
Banyaknya hidrolisat protein yang diperlukan untuk mereduksi 50%
aktivitas ACE, didefenisikan sebagai nilai IC50. Nilai IC50 ditentukan berdasarkan
hubungan kurva linear antara nilai aktivitas penghambatan ACE (%) dengan
konsentrasi hidrolisat protein dari sampel. Selanjutnya dicari nilai IC50 yang
terendah (mempunyai aktivitas penghambatan maksimum) dari hidrolisat sampel.
Berdasarkan Tabel 4, hidrolisat protein tempe komak mentah memiliki
nilai IC50 terendah dibandingkan dengan hidrolisat protein sampel lainnya yakni
0.64 mg/g. Hal ini berarti tempe komak mentah memiliki aktivitas penghambatan
ACE yang maksimum dibandingkan dengan yang lainnya. Nilai ini tidak terlalu
jauh apabila dibandingkan dengan kaptropil sebagai kontrol positif yang memiliki
nilai IC50 sebesar 0.00436 mg/g.
Tabel 4 Nilai IC50 dari hidrolisat protein komak dan kedelai
Hidrolisat Sampel
Kacang Komak
Tempe Komak Mentah
Tempe Komak Kukus
Kacang Kedelai
Tempe Kedelai Mentah
Tempe Kedelai Kukus
Kaptropil (Kontrol Positif)

IC50 (mg/g)
1.24
0.64
3.51
10.36
1.69
17.83
0.00436

Hidrolisat protein kacang komak dan hidrolisat protein tempe komak
kukus menunjukkan nilai IC50 yang lebih besar (aktivitas penghambatan lebih
kecil) dibandingkan dengan hidrolisat protein tempe komak mentah. Hal ini
disebabkan protein pada kacang komak masih bersifat kompleks sehingga enzim
tidak dapat menghidrolisa dengan baik. Hidrolisat pada tempe komak kukus
mengalami proses pengukusan yang mendenaturasi protein dari komak sehingga
menjadi lebih mudah dihidrolisa oleh enzim, akibatnya nilai IC50 akan lebih
rendah.

14
Pembahasan
Tempe Komak
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia.
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku
yang dipakai, mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh
(suhu, pH, dan kelembaban) (Ferlina 2009). Fermentasi merupakan proses
perombakan makromolekul (karbohidrat dan protein) tanpa memerlukan oksigen.
Teknologi fermentasi merupakan suatu cara yang dapat memperbaiki nilai gizi
bahan pangan menjadi bahan yang berkualitas baik karena rasa, aroma, tekstur,
daya cerna, dan daya simpannya lebih baik dari bahan sebelumnya (Ferlina 2009).
Proses pembuatan tempe dimulai dengan pengupasan kulit kacang komak
dan kacang kedelai utuh kemudian ditentukan waktu perebusan untuk
menghasilkan tekstur kacang yang sesuai dengan proses perendaman. Tekstur
tersebut akan mempermudah proses perendaman karena laru tempe Rhizopus lebih
mudah menggunakan nutrisi dari kacang (Syarief et al.1999). Perendaman
bertujuan menghidrasi biji dan membiarkan fermentasi asam laktat terjadi secara
alami sampai tercapai derajat keasaman yang sesuai untuk pertumbuhan kapang
tempe, yaitu pH 3.5 sampai 5.2 (Hermana 2001).
Proses penirisan dan pendinginan pada suhu ruang dilakukan untuk
mengurangi jumlah air dan menurunkan suhu agar kapang pada ragi dapat tumbuh
optimal. Kemudian, dilakukan penimbangan sejumlah 100 gram kacang ke dalam
kemasan plastik PP yang telah dilubangi sebelumnya, dan inokulasi ragi sejumlah
0.1 % dari berat bahan. Kemasan diperlukan untuk menciptakan suasana sedikit
oksigen dan juga untuk mengkondisikan suhu agar selalu sesuai untuk
pertumbuhan kapang. Tahapan terakhir dari pembuatan tempe komak adalah
fermentasi selama 36 jam pada fermentor bersuhu 35oC.
Syarif et al. (1999) menyatakan bahwa tempe yang baik dicirikan oleh
permukaan yang ditutupi oleh miselium kapang (benang-benang halus) secara
merata, kompak, dan berwarna putih. Antar butiran kacang dipenuhi oleh
miselium dengan ikatan yang kuat dan merata, sehingga bila diiris tempe tersebut
tidak hancur. Tempe yang dihasilkan dalam penelitian ini permukaannya ditutupi
oleh miselium kapang secara merata dan berwarna putih dan tidak memberi bau
ammonia, sehingga tempe ini bisa dikatakan memenuhi syarat sebagai tempe.
Persentase Proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan adalah penentuan kadar air, kadar abu,
kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Analisa ini dilakukan untuk
memperoleh nilai kandungan gizi dari sampel. Penentuan kadar air bertujuan
sebagai data pendukung untuk menghitung kadar protein terhidrolisis basis kering.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan tingkat penerimaan,
kesegaran dan umur simpan makanan tersebut (Karni 1997). Berdasarkan Gambar
2, kadar air terbesar ditunjukkan oleh tempe komak kukus sebesar 66.64 %
dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh proses pengukusan
tempe komak menyebabkan matriks kacang mengembang dan menyerap air
hingga volumenya lebih banyak. Terjadinya denaturasi akibat proses pemanasan
menyebabkan struktur protein terurai sehingga terbentuk polipeptida lurus yang
mengembang sehingga lebih banyak air yang terserap (Karni 1997).

15
Hasil analisis kadar abu diperoleh bahwa kandungan mineral tertinggi
terdapat pada kacang kedelai sebesar 4.77 % dibandingkan dengan yang lainnya.
Kadar abu yang terdapat di dalam suatu bahan menunjukkan jumlah mineral
seperti kalsium, besi, tembaga, seng, kalium, dan magnesium. Penelitian
sebelumnya oleh Ningsih (2007) menyatakan bahwa kulit kedelai telah digunakan
sebagai pakan ternak karena kandungan besi pada kulit kedelai sangat tinggi. Hal
ini mengindikasikan bahwa adanya tahap pengupasan kulit pada proses
pembuatan tempe mengakibatkan sejumlah mineral yang terdapat dalam kulit
kacang terbuang sehingga kadar abu dari tempe lebih rendah dibandingkan
dengan kadar abu kacang utuh. Proses pengukusan tidak berpengaruh nyata
karena natrium klorida (komponen mineral pembentuk abu) akan hilang dari abu
jika suhu pem
h
600˚ D
λλ7)
Hasil analisis kadar lemak diperoleh bahwa kacang kedelai memiliki kadar
lemak yang paling besar yakni sebesar 15.55 % dibandingkan dengan yang
lainnya. Hal ini diduga disebabkan karena selama tahapan sebelum fermentasi dan
selama fermentasi, kandungan lemak pada bahan mentah ada yang terlarut
(selama tahapan pengolahan) dan ada yang terurai menjadi asam-asam lemak
(selama fermentasi). Penurunan kadar lemak pada tempe juga menyebabkan asam
lemak yang dapat teroksidasi menjadi lebih rendah, sehingga rasa pahit yang
ditimbulkan oleh oksidasi asam lemak dan aroma tengik dapat dicegah.
Hasil analisis kadar protein diperoleh bahwa kacang kedelai memiliki
kadar protein yang paling besar yakni sebesar 32.40 % dibandingkan dengan
kadar protein dalam bentuk tempe. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kapang
selama fermentasi tempe yang dapat meningkatkan jumlah nitrogen terlarut
(Angulo et al. 2007) sehingga tidak ikut mengendap saat pengendapan protein
pada pH isoelektriknya. Kapang yang berperan adalah Rhizopus oligosporus
karena dapat menghasilkan enzim protease (Ningsih 2007). Selain itu, proses
perendaman, perebusan dan pengupasan kulit ari (kotiledon) biji juga dapat
menyebabkan penurunan kadar protein karena dapat meningkatkan jumlah protein
terlarut sehingga sebagian protein larut air hilang selama proses perendaman,
perebusan, pengukusan dan pengupasan kulit kedelai dan komak.
Hasil analisis kadar karbohidrat ditentukan secara by difference. Kadar
karbohidrat kacang komak diperoleh memiliki kadar karbohidrat terbesar yakni
sebesar 55.08 % dibandingkan dengan yang lainnya. Data tersebut
mengindikasikan bahwa proses fermentasi dapat menurunkan kadar karbohidrat
tempe komak. Hal ini disebabkan oleh proses perendaman kacang komak selama
dua malam pada pembuatan tempe komak menyebabkan penurunan kadar
karbohidrat karena karbohidrat tersebut digunakan oleh bakteri asam laktat,
terutama karbohidrat golongan oligosakarida, seperti stakiosa, verbakosa, dan
rafinosa (Ningsih 2007). Penurunan kadar karbohidrat selama proses fermentasi
yang disebabkan oleh pemecahan gula-gula kompleks seperti pati, stakiosa dan
rafinosa yang menyebabkan flatulensi menjadi gula-gula yang mudah dicerna oleh
kapang (Hermana 2001).
Persentase Derajat Hidrolisis
Derajat hidrolisis adalah parameter umum yang digunakan untuk
menggambarkan hasil proses dan indikator terjadinya proses hidrolisis. Derajat
hidrolisis merupakan salah satu parameter dasar yang perlu dikendalikan karena

16
sifat dari hidrolisat protein berhubungan erat dengan parameter tersebut (Nissen
1979). Pengendalian ini diperlukan karena daya hidrolitik suatu enzim dapat
bervariasi berdasarkan sumber dan substrat yang digunakan. Besarnya derajat
hidrolisis terkait erat dengan jumlah produk hidrolisat yang dihasilkan, atau
dengan kata lain besarnya derajat hidrolisis memiliki kecenderungan yang sama
dengan jumlah protein terlarut atau gugus amino bebas (Handajani 2001). Derajat
hidrolisis, substrat dan protease yang digunakan akan dapat mempengaruhi
karakteristik fisikokimia hidrolisat yang dihasilkan (Kristinsson 2000a). Melalui
teknik hidrolisis, protein dari suatu bahan dapat diubah menjadi senyawa asam
amino L, nukleotida, dan berbagai ragam peptida.
Pada penelitian ini derajat hidrolisis diukur berdasarkan perbandingan total
leusin dengan N total yang terdapat pada hidrolisat protein sampel. Berdasarkan
Tabel 2, derajat hidrolisis yang paling besar ditunjukkan oleh kacang komak,
diikuti oleh tempe komak kukus dan tempe komak mentah. Hal ini tidak berbeda
jauh dengan kedelai. Hal tersebut diduga, pada protein tempe sudah dipecah oleh
enzim protease yang dihasilkan kapang tempe saat proses fermentasi. Sehingga
pada enzim-enzim yang digunakan saat hidrolisis protein (amilase, pepsin, tripsin,
kemotripsin) hanya memecah menguraikan protein yang belum dipecah saat
fermentasi tempe. Pada saat fermentasi tempe, sebagian protein telah dipecah
menjadi peptida-peptida oleh enzim protease yang dihasilkan oleh kapang.
Pemecahan peptida tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan lamanya
waktu fermentasi. Hubungannya dengan hidrolisis protein ini, peptida-peptida
tersebut tidak lagi diurai saat proses hidrolisis dengan pepsin, tripsin, dan
kemotripsin. Sehingga derajat hidrolisis yang dihasilkan dari tempe lebih kecil
daripada kacang mentah.
Peningkatan derajat hidrolisis setelah pengukusan tempe saat ini masih
belum diketahui penyebab pastinya. Saat tempe mengalami pengukusan, protein
terdenaturasi yang menyebabkan protein menjadi rusak. Hal tersebut seharusnya
dapat menurunkan derajat hidrolisis sampel. Namun, kenyataannya derajat
hidrolisis pada tempe yang dikukus meningkat dari tempe mentah. Ada
kemungkinan, proses pemanasan tersebut mampu mengembalikan kestabilan
protein yang terkandung dalam sampel.
Kadar Protein Terlarut
Kadar protein terlarut pada penelitian ini dilakukan sesuai dengan metode
Bradford. Prinsip metode Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung
zat warna Coomassie Briliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung
rantai samping aromatik (tirosin, triptofan, dan phenylalanin) atau bersifat basa
(arginin, histidin, dan leusin). Reagen CBBG bebas berwarna merah kecoklatan,
sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion
yang mengikat protein membentuk warna biru. Jumlah CBBG yang terikat pada
protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein (Bollag
dan Edelstein 1991).
Berdasarkan Tabel 3, hidrolisat kacang komak memiliki kadar protein
terlarut yang paling besar, sedangkan hidrolisat tempe komak mentah memiliki
kadar protein terlarut yang paling rendah. Adanya penurunan kadar protein diduga
disebabkan oleh proses pemanasan dan fermentasi pada proses pembuatan tempe.
Pada proses pemanasan, terjadi peningkatan temperatur. Hal ini menyebabkan

17
struktur sekunder dan tersier yang terdapat dalam struktur protein mengalami
kerusakan (Yan Song et al. 2010). Pada proses fermentasi, protein dapat
terhidrolisis menjadi asam-asam amino dengan ukuran molekul yang lebih kecil.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa semakin besar konsentrasi sampel maka
kadar protein terlarut hidrolisat sampel semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
aktivitas enzim-enzim amilase, pepsin, tripsin dan kemotripsin yang terkandung di
dalam sampel bersifat memecah protein menjadi peptida pendek dan asam-asam
amino yang mudah larut.
Konsentrasi protein terlarut ini sebanding dengan derajat hidrolisis. Saat
kacang diolah menjadi tempe, derajat hidrolisisnya menurun begitu pula dengan
konsentrasi protein terlarutnya. Dari hasil ini dapat diketahui, peptida yang
dihasilkan dari fermentasi tempe sebagian besar protein tak terlarut. Hal ini
terbukti dari total protein meningkat setelah proses fermentasi (setelah menjadi
tempe) yang ditunjukkan dari hasil proksimat kadar protein. Hal inilah yang
menyebabkan nilai derajat hidrolisis dan konsentrasi terlarut tempe menurun.
Hasil Analisis Penghambatan ACE
ACE merupakan enzim yang dapat meningkatkan tekanan darah dengan
cara mengonversi angiotensin I (suatu dekapeptida) menjadi suatu vasoconstrictor
kuat angiotensin II (suatu oktapeptida). ACE merupakan enzim multifungsi, yang
juga dapat mengkatalisis degradasi bradikinin (suatu nonapeptida vasodilator yang
dapat melebarkan pembuluh darah) dan enkefalin (suatu pentapeptida). Oleh
karena itu, penghambatan aktivitas ACE dapat mengurangi peranan angiotensin II
tetapi dapat meningkatkan kadar bradikinin dan enkefalin, sehingga akan
menurunkan tekanan darah. Angiotensin II menjadi berbahaya karena dapat
mempengaruhi sistem kardiovaskular dengan penyempitan pembuluh darah dan
melepaskan hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada proses
pengobatan hipertensi, pencegahan terhadap ACE menjadi salah satu teknik
pencegahan modern (Hansen et al. 1995).
Aktivitas ACE dapat ditentukan dari jumlah asam hipurat yang
terhidrolisis dari substrat HHL setelah penambahan hidrolisat dengan metode
spektrofotometri pada panjang gelombang 228 nm. Pengukuran UV dilakukan
pada panjang gelombang 228 nm karena senyawa yang akan diukur tidak
berwarna dan panjang gelombang maksimum asam hipurat adalah 228 nm.
Hidrolisat sampel dilarutkan dalam air destilata, NaCl 4 M, buffer borat pH 8.3
h
L
E,
h 32˚
45
menit. Reaksi akan dihentikan dengan penambahan HCl dan etil asetat. Asam
hipurat yang terbentuk akan terhidrolisis dalam etil asetat. Aktivitas
penghambatan ACE ditentukan dengan membandingkan absorbansi dari kontrol
dikurang absorbansi sampel dengan absorbansi kontrol dikurang absorbansi
blanko.
Larutan blanko (tanpa penambahan hidolisat sampel) digunakan sebagai
kontrol negatif. Aktivitas penghambatan ACE ini menggunakan 4 kali
pengenceran dari konsentrasi tertinggi masing-masing sampel. Ragam konsentrasi
ini dimaksudkan untuk melihat hubungan penambahan konsentrasi hidrolisat
sampel terhadap aktivitas penghambatan ACE yang dihasilkan. Hal ini dilakukan
untuk membandingkan aktivitas penghambatan ACE hidrolisat komak dengan
kedelai. Hasil yang diperoleh berupa absorbansi. Semakin rendah nilai absorbansi

18
yang dihasilkan, semakin besar aktivitas penghambatan ACE. Absorbansi yang
terukur berasal dari sisa asam hipurat hasil reaksi antara substrat dan ACE yang
tidak dihambat oleh hidrolisat sampel.
Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaptropil.
Kaptropil adalah obat antihipertensi yang mekanismenya adalah menghambat
enzim ACE secara langsung. Kaptropil memiliki afinitas yang tinggi terhadap
ACE dan berkompetisi secara kompetitif dengan angiotensin I sebagai substrat
alami, untuk mencegah terjadinya angiotensin II. Namun, jika dikonsumsi secara
terus menerus, kaptropil dapat memberikan efek yang kurang baik bagi tubuh
sehingga dengan penelitian ini dapat menjadi solusi dalam memanfaatkan
alternatif alamiah yang lebih aman.
Hidrolisat protein sampel sebagai inhibitor ACE bekerja dengan cara
mencegah terjadinya reaksi dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Proses
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II dengan memutuskan terminal C
dipeptida yaitu histidil-leusin secara hidrolitik oleh ACE. ACE akan mengubah
substrat (HHL sebagai pengganti angiotensin I) menjadi asam hipurat dengan
penambahan asam. Semakin kecil asam hipurat yang dihasilkan maka inhibitor
yang digunakan akan semakin baik (Stella 2009).
Aktivitas penghambatan ACE ditentukan melalui nilai IC50 dari masing masing hidrolisat protein sampel. Nilai IC50 berbanding terbalik dengan aktivitas
penghambatan ACE. Semakin kecil nilai IC50, maka akan semakin besar aktivitas
penghambatan terhadap ACE (Thakam 2012). Berdasarkan Tabel 4, hidrolisat
tempe komak mentah memiliki nilai IC50 terkecil yakni 0.64 mg/g dibandingkan
dengan yang lainnya. Nilai ini tidak terlalu jauh apabila dibandingkan dengan
kaptropil sebagai kontrol positif yang memiliki nilai IC50 sebesar 0.00436 mg/g.
Hal ini berarti tempe komak mentah memiliki aktivitas penghambatan ACE yang
terbesar dibandingkan dengan yang lainnya yang berarti tempe komak mentah
lebih berpotensi sebagai ACE inhibitor dibandingkan dengan kedelai.
Berdasarkan penelitian Karni (1997) bahwa nilai IC50 dari kedelai mentah
sekitar 0.85 mg/ ml. Namun setelah dilakukan proses perkecambahan dalam
waktu 24 jam, maka nilai IC50 menjadi lebih rendah yakni se