Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer

DESAIN DAN KONSTRUKSI GRID PATTERNATOR UNTUK
PENGUJIAN KINERJA PENYEMPROTAN SPRAYER

NGUDI AJI JAKA YUWANA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Konstruksi
Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ngudi Aji Jaka Yuwana
NIM F14090089

ABSTRAK
NGUDI AJI JAKA YUWANA. Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk
Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG
dan I DEWA MADE SUBRATA
Kinerja sprayer sangat ditentukan oleh jenis nosel dan kesesuaian ukuran
droplet yang dapat dikeluarkan dalam satuan waktu tertentu. Penambahan jumlah
dan ketinggian nosel pada sprayer gendong bermotor adalah untuk meningkatkan
luas penyemprotan sehingga mempercepat waktu kerja. Informasi mengenai
distribusi cairan semprot atau pola penyemprotan yang terbentuk dari hasil
penyemprotan suatu nosel sangat dibutuhkan pengguna untuk menentukan dengan
tepat jenis nosel yang akan digunakan dalam penyemprotan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengembangkan metode uji kinerja penyemprotan sprayer
untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan dengan metode grid.
Pengujian dengan grid patternator menunjukkan bahwa peningkatan tekanan dari
3, 5, 7 dan 9 bar menyebabkan ketidakseragaman pola dan distribusi cairan

penyemprotan pada nosel flat dan solid cone. Distribusi penyemprotan pada
tekanan 5 bar lebih seragam dibandingkan dengan tekanan 3, 7 dan 9 bar.
Kata kunci : patternator, grid, nosel, sprayer,

ABSTRACT
NGUDI AJI JAKA YUWANA. Design and Construction of Grid Patternator to
Verify The Performance of Sprayer. Supervised by TINEKE MANDANG and I
DEWA MADE SUBRATA.
.
The performance of a sprayer is determined by the type of a nozzle and the
appropriate of the droplets size within a certain time unit. The addition number
and height of nozzles on the knapsack power sprayer increase spraying area thus
speeding up work time. The Information of the spray liquid distribution or the
spraying patterns that formed from the spray nozzle is needed by the user to
determine the exact type of nozzle to be used in spraying. The purpose of this
research is to develop the method that determines the performance of spraying
liquid distribution and spraying pattern with a grid method. Testing with grid
patternator indicates that the increased pressure of 3, 5, 7 and 9 bar causes the
distribution pattern varies for both flat and cone nozzles. The distribution of
spraying at 5 bar pressure is more uniform than the 3, 7 and 9 bar pressure.

Keywords: patternator, grid, nozzle, sprayer

DESAIN DAN KONSTRUKSI GRID PATTERNATOR UNTUK
PENGUJIAN KINERJA PENYEMPROTAN SPRAYER

NGUDI AJI JAKA YUWANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja

Penyemprotan Sprayer
Nama
: Ngudi Aji Jaka Yuwana
NIM
: F14090089

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS
Pembimbing I

Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan, dengan judul Desain
dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS
dan Bapak Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr selaku pembimbing, serta Bapak Dr
Ir Gatot Pramuhadi, MSi yang telah membantu dalam mendesain dan
pengumpulan data untuk pengembangan metode uji sprayer. Di samping itu,
ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan keluarga besar
al ihya serta teman-teman TEP 46, atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Ngudi Aji Jaka Yuwana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

3

Penyemprotan

3

Sprayer

4

Butiran Semprot (Droplet)

5

Pengujian Kinerja Sprayer

8


METODE PENELITIAN

11

Waktu dan Tempat

11

Bahan dan Alat

11

Metode Penelitian

11

Prosedur Penelitian

14


HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Modifikasi Alat dan Metode Uji Kinerja Penyemprotan Sprayer

15

Evaluasi Alat dan Metode Pengujian Grid Patternator

16

Usulan Konsep Sistem Kontrol Otomatis Grid Patternator

32

SIMPULAN DAN SARAN

36


Simpulan

36

Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

81


DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi volume aplikasi untuk tanaman
3
2 Pengaruh tekanan dan ketinggian terhadap lebar efektif penyemprotan
pada nosel tipe flat
29
3 Pengaruh tekanan dan ketinggian terhadap lebar efektif penyemprotan
pada nosel tipe cone
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Penyemprot tipe gendong
ASABE S-572.1 klasifikasi ukuran droplet
Semprotan nosel tipe Flat
Semprotan nosel tipe Flooding
Semprotan nosel tipe Even Spray
Semprotan nosel tipe Hollow Cone
Peralatan uji penyemprotan
Sudut penyemprotan
Ilustrasi pengukuran debit knapsack power sprayer
Grafik pola penyemprotan sebelum ada tumpang tindih
Grafik pola penyemprotan setelah ada tumpang tindih
Pengujian dengan patternator konvensional
Pengujian dengan grid patternator
Diagram skematik kegiatan penelitian
Grid pada patternator hasil modifikasi
Tabung penampung cairan hasil penyemprotan
Aliran pada tangki
Grafik debit cairan tipe nosel flat
Grafik debit cairan tipe nosel cone
Grafik volume cairan 8 nosel flat
Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat
Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone
Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone dengan patternator
konvensional pada ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)
Distribusi penyemprotan 1 nosel cone dengan grid patternator pada
ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)
Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat dengan patternator
konvesional pada ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)
Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat dengan grid patternator
pada ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)
Grafik pengaruh ketinggian dan tekanan terhadap luas penyemprotan
pada nosel cone (a) dan flat (b)
Grafik sebaran cairan 1 nosel cone ketinggian 40 cm
Grafik sebaran cairan 1 nosel cone ketinggian 60 cm
Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone (a) dan 2 nosel cone (b)
dengan patternator konvensional

5
6
7
7
7
8
9
10
12
12
13
13
1
14
16
16
17
17
17
18
19
20
22
22
23
23
24
25
25
26

31 Distribusi cairan 1 nosel cone (a) dan 2 nosel cone (b) pada tekanan 7
bar dan ketinggian 40 cm dengan grid patternator
32 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat (a) dan 2 nosel flat (b)
dengan patternator konvensional
33 Distribusi cairan 1 nosel flat (a) dan 2 nosel flat (b) pada tekanan 7 bar
dan ketinggian 40 cm dengan grid patternator
34 Grafik tumpang tindih pada penyemprotan 1 nosel cone
35 Grafik pengaruh jumlah nosel dan tekanan terhadap lebar efektif
penyemprotan pada nosel flat
36 Pola penyemprotan knapsack power sprayer dengan 8 nosel tipe flat
pada ketinggian 40 cm
37 Pola penyemprotan knapsack power sprayer dengan 8 nosel tipe flat
pada ketinggian 60 cm
38 Pemetaan overlapping penyemprotan 4 nosel cone pada tekanan 3 bar
dan ketinggian 40 cm
39 Sistem pengukuran otomatis grid patternator
40 Diagram blok sistem kontrol
41 Sensor load cell
42 LCD character 16 x 2
43 Grid patternator dengan sistem pengukuran otomatis

27
27
28
29
30
31
31
32
33
33
33
34
35

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Alat uji penyemprotan (patternator)
Data debit power sprayer TASCO TF 820 dengan 1 nosel
Data debit power sprayer TASCO TF 820 dengan 2 nosel
Data debit power sprayer TASCO TF 820 dengan 8 nosel
Hasil pengujian penyemprotan sprayer
Data pola distribusi cairan dengan patternator konvensional
Data lebar efektif penyemprotan pada 1 nosel tipe cone
Data lebar efektif penyemprotan pada 1 nosel tipe flat
Data lebar efektif penyemprotan knapsack power sprayer dengan 8
nosel flat
10 Data pola distribusi cairan dengan grid patternator

39
40
41
42
43
44
51
59
63
68

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pencapaian produksi pertanian tidak terlepas dari gangguan sistem produksi di
lapangan. Perlindungan tanaman dalam pemberantasan hama dan penyakit tanaman
tidak identik dengan penggunaan pestisida, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa
pertanian di Indonesia sangat bergantung dengan penggunaan pestisida. Ada beberapa
macam aplikasi dalam penggunaan pestisida, tetapi yang paling umum digunakan
adalah dengan cara penyemprotan karena relatif lebih mudah. Penyemprotan bertujuan
untuk melindungi tanaman dari jasad pengganggu dalam batas-batas yang
menguntungkan petani (Daywin 1992). Pengaplikasian pestisida biasanya
menggunakan alat yang dikenal dengan spayer. Pengertian sprayer dapat didefinisikan
dari fungsi utamanya, yaitu untuk memecah cairan atau larutan menjadi butiran-butiran
dengan ukuran efektif dan mendistribusikannya secara merata pada permukaan yang
dilindungi. (Bronson dan Anderson 1990).
Pada umumnya penyemprotan dilakukan di dua tempat yaitu di dalam ruangan
(greenhouse) dan di luar ruangan (lahan). Penyemprotan di dalam greenhouse
dilakukan secara statis (static spraying) sedangkan penyemprotan di lahan secara
dinamis (dynamic spraying). Pada proses penyemprotan dibutuhkan informasi
mengenai unjuk kinerja alat semprot (sprayer) agar penyemprotan lebih efektif dan
efisien saat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Terdapat beberapa metode
pengujian untuk mengukur kinerja sebuah sprayer, diantaranya adalah pengukuran
diameter dan volume penyemprotan, pengukuran jumlah dan diameter butiran semprot
serta penghitungan keseragaman hasil penyemprotan. Pengukuran parameter yang
disebut di atas dilakukan dengan menggunakan alat uji kinerja penyemprotan sprayer
(patternator).
Pola penyemprotan dan besarnya dimensi butiran semprot yang dihasilkan suatu
alat penyemprot dipengaruhi oleh nosel yang digunakan. Terdapat beberapa jenis nosel
untuk penyemprotan dalam berbagai kondisi penyemprotan. Setiap jenis nosel akan
menghasilkan pola penyemprotan dan distribusi cairan yang berbeda. Pengujian dengan
patternator tidak dapat menentukan pola yang terbentuk dari hasil penyemprotan
dengan tipe nosel yang berbeda. Hasil pengujian hanya menunjukkan distribusi
penyebaran dari arah lateral sedangkan arah longitudinal tidak diketahui. Besar
jangkauan semprot atau nilai diameter mayor dan minor dari jenis nosel yang
membentuk pola lingkaran, lingkaran penuh dan kerucut berongga, seperti nosel tipe
cone, solid cone, atau hollow cone tidak dapat diukur. Nosel tipe flat yang memiliki
pola seperti kipas dapat diketahui pola penyemprotannya dengan patternator karena
penyebaran cairan ke arah longitudinal kecil sehingga hanya dilakukan pengukuran
arah lateral.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada
patternator dalam pengujian kinerja penyemprotan sprayer yaitu dengan
menambahkan grid (pembagi luasan) pada rancangan patternator. Penambahan grid
pada bidang semprot bertujuan untuk mengetahui distribusi cairan pada setiap area
penyemprotan tertentu dan menentukan pola penyemprotan yang terbentuk dari hasil
penyemprotan dengan berbagai jenis nosel. “Grid patternator” dapat digunakan untuk
menentukan jangkauan semprot dengan mengukur nilai diameter mayor dan minor saat
dilakukan penyemprotan. Pemasangan posisi nosel pada saat pengujian dengan grid
patternator tidak berpengaruh pada hasil pengukuran jangkauan semprot dan penentuan

2

pola penyemprotan karena patternator dapat mengukur distribusi cairan pada semua
bagian bidang semprot, termasuk dari arah lateral maupun longitudinal.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang alat dan metode pengujian kinerja
penyemprotan sprayer (grid patternator) serta melakukan uji kinerja penyemprotan
untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan dengan tipe nosel yang
berbeda.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Penyemprotan
Tujuan dari kegiatan penyemprotan adalah untuk melindungi tanaman dari jasad
pengganggu dalam batas-batas yang menguntungkan petani (Daywin 1992). Sedangkan
tujuan umum dari penyemprotan adalah untuk memberantas hama dan penyakit
tanaman, memberantas tanaman pengganggu (gulma), menyemprotkan pupuk, dan
menyemprotkan cairan hormon dengan fungsi tertentu misalnya untuk mempercepat
berbuah.
Suatu sistem penyemprotan yang efisien dapat ditentukan setelah mempelajari
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Beberapa faktor terpenting
diantaranya adalah karakteristik dari jasad pengganggu tanaman, karakteristik tanaman,
luas areal pertanaman, dan kondisi fisik lapangan. Secara umum, jasad pengganggu
tanaman yang dapat diberantas dengan cara penyemprotan dapat digolongkan pada
insekta (serangga), cendawan dan tanaman pengganggu (gulma). Insekta dapat
diberantas dengan menggunakan insektisida. Cendawan dapat diberantas dengan
menggunakan fungisida. Sedangkan gulma dapat diberantas dengan menggunakan
herbisida.
Penyemprotan dengan menggunakan insektisida efektif bila dilakukan dengan
penyemprot bertekanan sedang dan tinggi, agar butiran semprot yang dihasilkan
berukuran halus dan dapat melayang di udara dengan waktu yang relatif lama.
Penyemprotan menggunakan fungisida untuk memberantas cendawan cukup
menggunakan penyemprot bertekanan rendah pada penyemprotan jarak dekat agar
diperoleh ukuran partikel yang cukup besar sehingga dapat menempel pada tanaman.
Penggunaan herbisida untuk memberantas tanaman pengganggu cukup dengan
menggunakan penyemprot bertekanan rendah (Daywin 1992).
Menurut Teoh (1985), volume aplikasi yang digunakan dalam penyemprotan
tergantung pada jenis pestisida yang digunakan, banyaknya hama atau penyakit
tanaman yang akan diberantas, penggunaan alat, dan lain-lain. Pada masa lampau,
volume sedang dan tinggi digunakan pada pengendalian gulma secara umum. Akan
tetapi sebuah survey pada tahun 1979 menunjukkan bahwa larutan herbisida yang biasa
diaplikasikan kira-kira 450 liter/hektar (Teoh 1985) dan hal tersebut menunjukkan
bahwa aplikasi penyemprotan yang digunakan adalah aplikasi volume rendah (Tabel 1).
Tabel 1 Klasifikasi volume aplikasi untuk tanaman
Klasifikasi volume aplikasi
Kapasitas (liter/ha)
Tinggi
> 1000
Sedang
500 – 1000
Rendah
200 – 500
Sangat rendah
50 – 200
Amat sangat rendah
< 50
Sehubungan dengan itu, maka dibuatlah alat penyemprotan yang biasa disebut sprayer
dan blower yang telah ditemukan oleh para penemunya dan kemudian dikembangkan
secara mutakhir oleh para pakar masa kini serta telah disesuaikan dengan berbagai
keperluan disertai dengan berbagai kemudahan dalam cara pengoperasiannya, sehingga
para petani di pedesaan manapun dapat menggunakan alat-alat pemberantas hama
tersebut dengan baik (Mulyani M 1989).

4

Sprayer
Sprayer pertama kali dikembangkan dan digunakan untuk pemberian fungisida
dalam pengendalian penyakit tanaman anggur di sekitar Bordeaux, Prancis. Sprayer
tangan untuk memberantas serangga dikembangkan antara tahun 1850-1860 oleh John
Bean dari California, D. B Smith dari New York dan Brandt bersaudara dari Minnesota.
Sprayer dengan tenaga bensin dikembangkan sekitar tahun 1900. Penyemprot yang
dipasang pada traktor belum dikembangkan sampai beberapa tahun setelah
diperkenalkan traktor untuk tanaman larikan pada tahun 1925. Palang penyemprot
dipasang pada pesawat udara pertama kali pada awal tahun 1940-an.
Fungsi Sprayer
Menurut Bronson dan Anderson (1990), fungsi utama dari sprayer adalah
memecah cairan menjadi tetes-tetes dengan ukuran yang efektif untuk didistribusikan
secara merata di atas permukaan atau ruang yang harus dilindungi. Fungsi lain dari
sprayer adalah mengatur banyaknya insektisida untuk menghindarkan pemberian yang
berlebihan yang terbukti bersifat merusak atau merupakan pemborosan. Tujuan utama
dari penyemprotan obat anti hama dengan menggunakan sprayer adalah untuk
melindungi tanaman dari jasad pengganggu dalam batas-batas yang menguntungkan
petani (Daywin et al. 1992).
Klasifikasi Sprayer
Tenaga yang digunakan untuk menggerakkan pompa pada sprayer bisa berasal
dari tenaga manusia sebagai operator, motor bakar bensin, ataupun putaran dari PTO
suatu traktor. Menurut Smith (1990), sprayer dibedakan menjadi dua kelompok
berdasarkan tenaga penggeraknya, yaitu:
1. Sprayer dengan penggerak tangan (hand operated Sprayer), yang terdiri atas:
1) Hand Sprayer, yaitu sprayer yang berukuran kecil dan khusus untuk keperluan di
lapangan rumah, taman dan penyemprotan ringan lainnya.
2) Sprayer otomatis, yaitu Sprayer dengan tekanan tinggi dimana tekanan diberikan
atau dibentuk melalui pemompaan sebelum penyemprotan dilakukan. Sprayer ini
disebut juga comprassed air sprayer dengan tekanan dalam tangki sekitar 140 –
200 psi atau 10 – 14 kg/cm2
3) Sprayer semi otomatis, yaitu sprayer yang bentuk fisiknya menyerupai sprayer
otomatis tetapi tidak memerlukan tekanan tinggi. Pembentukan tekanan melalui
pemompaan yang diberikan sebelum dan selama penyemprotan berlangsung.
4) Jenis-jenis lainnya seperti bucket sprayer, barrel prayer, cheel barrow sprayer,
slide pump sprayer. Pada tipe-tipe ini tangki dan pompa tidak tersusun dalam satu
unit, melainkan saling terpisah.
2. Sprayer bermotor (power sprayer), menggunakan sumber tenaga penggerak dari
motor bakar atau motor listrik atau PTO traktor. Ada beberapa tipe dari power
sprayer yaitu: hydraulic sprayer, hydraulic-pneumatic sprayer, blower sprayer dan
aerosol generator.
Menurut Barus (2003) sprayer dibagi menjadi tiga jenis yaitu hand atau
knapsack sprayer, motor sprayer dan CDA sprayer. Controlled Droplet Application
(CDA) sprayer merupakan sprayer yang tidak menggunakan tekanan udara untuk
menyebarkan larutan herbisida ke arah gulma sasaran, melainkan berdasarkan gaya
gravitasi dan putaran piringan. Putaran piring digerakkan oleh dinamo dengan sumber
tenaga baterai 12 volt. Putaran piringan sekitar 2000 rpm dan butiran yang keluar
berbentuk seragam dengan ukuran 250 mikron. Ukuran butiran 250 mikron merupakan
ukuran butiran yang optimal untuk membasahi permukaan gulma dan meresap ke
dalam jaringan gulma.

5

Hand sprayer atau alat semprot punggung merupakan sprayer yang paling
banyak digunakan di perkebunan. Prinsip kerjanya, larutan dikeluarkan dari tangki
akibat adanya tekanan udara melalui tenaga pompa yang dihasilkan oleh gerakan
tangan penyemprot, pada waktu gagang pompa digerakkan, larutan keluar dari tangki
menuju tabung udara sehingga tekanan di dalam tabung meningkat. Keadaan ini
menyebabkan larutan herbisida dipaksa keluar melalui klep dan selanjutnya diarahkan
oleh nosel ke gulma sasaran. Pada penggunaan hand sprayer, tekanan udara yang
dihasilkan harus diusahakan agar tetap konstan, tekanan pompa yang tidak konstan
mengakibatkan butiran-butiran herbisida tidak seragam dari waktu ke waktu. Dari
seluruh butiran yang dihasilkan, sekitar 80% berukuran 100 mikron. Hal ini
menyebabkan terjadinya drift karena butiran yang kecil dan halus mudah terbawa oleh
hembusan angin.
Menurut Hardjosentono et al. (2000) ada dua jenis alat penyemprot
tangan/penyemprot gendong (hand sprayer) yang lebih dikenal di Indonesia yaitu
penyemprot semi otomatis (lihat Gambar 1a) dan penyemprot otomatis (lihat Gambar
1b). Perbedaan kedua penyemprot tersebut terletak pada sistem pemompaan.
Penyemprot semi otomatis menggunakan tipe pompa cairan (pompa isap), dalam
pengoperasiannya pemompaan tambahan diperlukan terus-menerus selama pekerjaan
penyemprotan berlangsung agar diperoleh kondisi semprotan yang konstan.
Penyemprot otomatis menggunakan tipe pompa angin, dalam pengoperasiannya
memerlukan sejumlah pemompaan untuk memasukkan angin (udara) sehingga terdapat
cukup tekanan udara untuk menyemprotkan habis seluruh cairan yang ada di dalam
tangki, tanpa pemompaan ulang.
tuas pompa
tuas pompa
tabung
vakum pipa
sabuk gendong
sabuk gendong
katup
pengatur air

silinder pompa

(a)
(b)
Gambar 1 Penyemprot tipe gendong (Hardjosentono 2000);
(a) Tipe semi otomatis (b) Tipe otomatis

Butiran Semprot (Droplet)
Butiran Semprot (droplet) yang dihasilkan oleh suatu alat penyemprot (sprayer)
memiliki jumlah yang sangat banyak dengan ukuran diameter kurang dari 0.5 mm
(Matthews GA 1992). Ukuran diameter droplet dipengaruhi oleh bentuk nosel, jarak
semprot, tekanan operasi, sifat bahan penyemprot, dan keadaaan udara luar. Nosel
dapat dijumpai dengan bermacam-macam jenis dan kegunaannya sesuai dengan bentuk
atau pola penyemprotan yang diinginkan. Jarak semprot yang dekat akan memberikan
hasil penyemprotan yang lebih seragam dengan tetes yang lebih halus. Tekanan operasi
memberikan pengaruh yang besar terhadap ukuran diameter butiran, yaitu semakin

6

besar tekanan operasi maka ukuran diameter butiran akan semakin halus dengan sudut
semprot yang lebar.
Besarnya ukuran diameter droplet yang terjadi pada penyemprotan merupakan
suatu paramenter penting dalam efisiensi dan efektifitas semprotan. Ukuran droplet
biasa dinyatakan dengan parameter VMD (Volume Median Diameter) dan NMD
(Number Median Diameter) yang dinyatakan dalam satuan mikro meter ( m). VMD
adalah diameter semprot dimana setengah bagian dari volume semprotan memiliki
ukuran butiran yang lebih besar dan setengah bagian lain lebih kecil dari diameter
tersebut. NMD adalah diameter butiran semprot dimana setengah bagian dari jumlah
butiran semprot memiliki ukuran butiran yang lebih besar dan setengah bagian lain
lebih kecil dari diameter tersebut.
The American Society of Agricultural and Biological Engineers (ASABE)
memiliki standar kategori tersendiri terhadap nilai VMD yang dihasilkan dari suatu
penyemprotan. Kategori ini diberi nilai sangat baik (very fine) hingga sangat kasar
sekali (extra coarse) seperti pada Gambar 10. Fungsi dari standar ini adalah
memudahkan pemakai dalam menentukan jenis nosel yang diinginkan dengan warna
sebagai pembedanya.

Gambar 2 ASABE S-572.1 klasifikasi ukuran droplet (Wilson 2011)
Nosel penyemprot merupakan komponen terpenting yang berfungsi untuk
memecah cairan semprotan menjadi tetes-tetes dengan ukuran yang diinginkan dan
memancarkannya ke permukaan yang harus disemprot (Smith dan Wilkes 1990).
Besarnya dimensi butiran semprot yang dihasilkan suatu alat penyemprot dipengaruhi
oleh nosel yang digunakan. Satu nosel tidak mungkin mampu memenuhi seluruh
persyaratan berbagai kondisi penyemprotan, maka dibuatlah beberapa tipe nosel
berdasarkan tugas-tugas penyemprotan tertentu. Berdasarkan buku petunjuk yang
dikeluarkan oleh Ciba Geigy Plant Protection, nosel dibagi menjadi empat tipe.
Flat Spray Nozzles
Hasil semprotan dengan menggunakan nosel tipe ini akan berpola kipas dengan
ukuran butiran medium (Gambar 3). Nosel tipe ini dapat digunakan sebagai pemancar
cairan yang diaplikasikan pada boom sprayer yang digandengkan pada traktor. Hasil
semprotannya cukup seragam dan meliputi seluruh lebar semprotan karena pola
semprotannya yang berupa kipas datar sehingga taraf penutupannya sangat baik. Nosel
tipe ini dianjurkan terutama untuk penyemprotan bahan herbisida. Selain itu, nosel tipe
kipas ini dapat digunakan untuk menyemprotkan bahan insektisida atau fungisida.

7

Gambar 3 Semprotan nosel tipe Flat (Geigy C 1985)
Flooding Nozzles
Hasil semprotan dengan menggunakan nosel tipe ini berpola kipas dengan
butiran-butiran yang agak kasar (Gambar 4). Nosel tipe ini dapat digunakan untuk
penyemprotan bahan semprotan ke seluruh permukaan lahan. Biasanya digunakan pada
alat semprot yang digendong oleh operator (knapsack sprayer). Nosel ini dianjurkan
untuk menyemprotkan bahan herbisida.

Gambar 4 Semprotan nosel tipe Flooding (Geigy C 1985)
Even Spray Nozzles
Hasil semprotan dengan menggunakan nosel tipe ini akan menghasilkan pola
semprotan yang seragam di seluruh lebar semprotan dengan ukuran butiran medium
(Gambar 5). Digunakan untuk penyemprotan di antara barisan lahan yang dilindungi
saja, dan dianjurkan untuk penyemprotan herbisida.

Gambar 5 Semprotan nosel tipe Even Spray (Geigy C 1985)

8

Cone Nozzles
Tipe nosel ini bisa disebut dengan tipe kerucut berongga dan akan memberikan
hasil semprotan yang sangat baik (Gambar 6). Dapat digunakan untuk penyemprotan
secara keseluruhan dan juga untuk penyemprotan di atas barisan tanaman. Hasilnya
dapat diandalkan meliputi seluruh areal pertanaman yang hendak dilindungi.
Dianjurkan untuk penyemprotan bahan insektisida dan fungisida.

Gambar 6 Semprotan nosel tipe Cone (Geigy C 1985)
Menurut Smith dan Wilkes (1990), tipe semprotan yang dihasilkan suatu nosel
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu tipe kerucut berongga (hollow cone), tipe kerucut
padat (solid cone), dan tipe kipas datar (flat fan). Dalam beberapa macam nosel
dipasang sebuah tapisan yang dapat dilepas dengan lubang-lubang yang sedikit lebih
kecil dari pada nosel untuk mencegah terjadinya penyumbatan. Dalam pemilihan nosel,
terutama untuk jenis sprayer hidrolik yang harus diperhatikan adalah ukuran lubang
(orifice) pada ujung nosel, banyaknya nosel dalam hubungannya dengan volume
aplikasi, dan arah semprot dari nosel atau sudut penyemprotan.

Pengujian Kinerja Sprayer
Uji Penyemprotan
Uji penyemprotan dimaksudkan untuk menentukan besar sudut penyemprotan,
lebar penyemprotan efektif, dan tinggi penyemprotan efektif. Pada umumnya uji
penyemprotan sebuah sprayer menggunakan sebuah alat uji yang disebut patternator.
Patternator digunakan untuk mengalirkan butiran halus dari mulut nosel ke botol-botol
penampung. Selain itu dapat digunakan untuk mengukur besar sudut penyemprotan,
lebar penyemprotan efektif, dan tinggi penyemprotan efektif. Dalam Gambar 6a dapat
dilihat peralatan uji penyemprotan tersebut (patternator).
Prosedur uji penyemprotan menggunakan patternator berdasarkan pedoman
dari Badan Standar Nasional (SNI 02-4513.1-2008 tentang unjuk kerja dan metode uji
penyemprotan), adalah sebagai berikut :
1) Pipa penyemprot (lance) diposisikan di dalam peralatan uji penyemprotan
(patternator) sedemikian rupa sehingga butiran halus (droplets) yang keluar dari
mulut nosel dapat terdistribusi secara vertikal. Jarak vertikal nosel ke bidang
horisontal adalah 600 mm
2) Tangki sprayer diisi dengan air hingga paling tidak 75% dari volume nominalnya
3) Tuas pompa digerakkan dengan frekuensi maksimum 35 langkah/menit sedemikian
rupa sehingga tercapai tekanan semprot optimum sesuai petunjuk dalam buku
instruksi
4) Jika tidak ada informasi dalam buku instruksi maka penyemprotan dilakukan pada
tekanan (300 ± 20) kPa atau (3 ± 0.2) bar

9

5) Penyemprotan dilakukan dengan cara membuka katup penutup, dan ukur besar
sudut penyemprotan, α (°), menggunakan busur derajat, seperti ditunjukkan dalam
Gambar 7a
6) Penyemprotan dilakukan kembali dengan cara membuka katup penutup dan volume
cairan yang tertampung pada setiap botol penampung diukur
7) Gambarkan grafik distribusi volume cairan, lalu tumpang-tindihkan grafik bagian
sisi kanan dan kiri
8) Volume cairan yang masuk dalam kurva tumpang-tindih dijumlahkan
9) Koefisien variasi (CV) dihitung dari data volume cairan tersebut
10) Lebar penyemprotan efektif, LPE (mm), diperoleh dari menghubungkan grafikgrafik volume cairan yang mempunyai CV terkecil dari beberapa kali tumpangtindih
11) Tinggi penyemprotan efektif, TPE (mm) dihitung menggunakan persamaan 1,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 7b.
………………………………………………… (1)

rangka utama
pengatur ketinggian
nosel
bidang semprot

tabung penampung air

(a)
nosel

cairan semprot

(b)
Gambar 7 Peralatan uji penyemprotan (a), dan contoh pada saat penyemprotan (b)
(SNI 02-4513.1-2008)

10

(a)

(b)

Gambar 8 Sudut penyemprotan (a) dan tinggi penyemprotan efektif (b)
(SNI 02-4513.1-2008)
Uji Debit Penyemprotan
Uji keluaran (output) sprayer dimaksudkan untuk mengukur besarnya laju
output (debit penyemprotan) pada tekanan semprot tertentu. Prosedur uji keluaran
sprayer berdasarkan BSN (SNI 02-4513.1-2008 tentang unjuk kerja dan metode uji
penyemprotan) adalah sebagai berikut :
1) Laju keluaran sprayer (debit penyemprotan) diukur untuk setiap tipe dan jumlah
nosel dengan kesalahan pengukuran maksimum 1% pada tekanan semprot optimum
atau pada tekanan semprot yang diatur (disetel) sesuai petunjuk dalam buku
instruksi
2) Jika tidak ada informasi dalam buku instruksi maka pengujian dilakukan pada
tekanan (300 ± 20) kPa atau (3 ± 0,2) bar
3) Besar debit penyemprotan (liter/menit) dicatat dan dihitung besar persentase
penyimpangannya (deviasi) dari nilai yang ditunjukkan sesuai spesifikasi dalam
buku instruksi, sebagaimana ditulis ke dalam persamaan (2).
……………..………………………….. (2)
Keterangan:
QM = debit penyemprotan terukur (liter/menit)
QS = debit penyemprotan sesuai spesifikasi (liter/menit)

11

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013 di
Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo dan Laboratorium Uji Proteksi Tanaman,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Leuwikopo, Darmaga, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air yang diberi zat pewarna,
knapsack power sprayer merek TASCO TF 820 dan nosel tipe flat dan solid cone.
Dalam pengukuran debit dan lebar efektif (LPE) digunakan peralatan pengukur waktu
digital, timbangan, gelas ukur dan penggaris. Untuk mengetahui pola sebaran
semprotan dan lebar efektif penyemprotan (LPE) menggunakan patternator
konvensional ukuran 1.5 x 1.5 meter dan 4 x 1.5 meter serta grid patternator ukuran 2
x 2 meter.

Metode Penelitian
Perancangan
Pada tahap ini dilakukan perancangan alat uji dan metode uji kinerja
penyemprotan sprayer dengan menggunakan pembagi luasan (grid). Grid patternator
(hasil modifikasi) bertujuan untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan
pada luasan tertentu.
Perlakuan
Faktor utama dalam perlakuan yang diberikan dalam pengujian kinerja grid
patternator adalah faktor tekanan penyemprotan (P), ketinggian (T) dan jenis nosel (N).
Nilai masing-masing perlakuan adalah :
Untuk tekanan (P) digunakan empat taraf tekanan yang pembagiannya didasarkan pada
kemampuan maksimal sprayer dalam menghasilkan tekanan.
P1= 3 bar
P2= 5 bar
P3= 7 bar
P4= 9 bar
Untuk ketinggian (T) digunakan dua taraf ketinggian yang disesuaikan dengan tinggi
tanaman.
T1 = 40 cm
T2 = 60 cm
Untuk jenis nosel (N) digunakan dua jenis yaitu :
N1 = Flat fan spray nozzle
N2 = Solid cone nozzles

12

Evaluasi Metode Uji Kinerja Grid Patternator
Pengujian yang dilakukan pada alat uji penyemprotan grid patternator meliputi
pengujian pembagian luasan (grid) pada
patternator dalam penentuan pola
penyemprotan dari setiap nosel dan distribusi cairan yang terjadi pada saat
penyemprotan. Selain itu untuk mengetahui keberhasilan alat, dilakukan pengujian
langsung menggunakan beberapa jenis nosel. Pengukuran parameter yang dicari sesuai
dengan prosedur penggunaan patternator yang telah ada sebelumnya, SNI 02-4513.12008 tentang unjuk kerja dan metode uji penyemprotan (hal 8). Hasil pengukuran grid
patternator dibandingkan dengan patternator konvensional.
Debit penyemprotan. Tangki air diisi penuh hingga batas leher tutup tangki. Waktu
perhitungan dimulai ketika air mulai keluar dari nosel dan dihentikan ketika tidak ada
air yang keluar dari nosel. Tahap berikutnya dilakukan pembersihan sisa air pada tangki
dan selang nosel. Debit didapatkan dengan mengurangi jumlah air awal dengan sisa air
pada tangki kemudian dibagi dengan waktu (Gambar 9).
nosel
sprayer

penampung air
pengukur waktu

Gambar 9 Ilustrasi pengukuran debit knapsack power sprayer (Houny 1999)
Besar sudut, lebar dan tinggi efektif penyemprotan. Lebar penyemprotan diperoleh
dari banyaknya tempat penampung yang terisi oleh cairan. Sedangkan lebar kerja
efektif merupakan lebar kerja penyemprotan optimal yang menghasilkan sebaran
melintang volume per satuan luas yang paling seragam. Berdasarkan SNI 02-4513.12008, lebar penyemprotan digambarkan dengan grafik yang diperoleh dari distribusi
volume cairan menggunakan kertas millimeter kemudian grafik digeser kiri dan kanan
(tumpang tindih) sehingga terjadi perpotongan antar grafik untuk memperoleh lebar
kerja efektif. Penentuan lebar kerja efektif tidak hanya didasarkan pada perkiraan
gambar, tetapi juga didasarkan pada hasil perhitungan besaran kuantitatif yang
dinamakan koefisien variasi (CV). Nilai CV dibandingkan untuk berbagai percobaan
lebar kerja dengan membuat daftar lebar kerja dan CV. Lebar kerja efektif dipilih dari
lebar kerja dengan CV yang minimum (paling merata) sehingga besar lebar efektif
didapatkan dari perkalian antara interval dari 2 titik perpotongan grafik murni dan
overlapping yang memiliki CV minimum dengan nilai lebar 1 interval.

Gambar 10 Grafik pola penyemprotan sebelum ada tumpang tindih (Elisa 2004)

13

Lebar efektif

Titik perpotongan 1

Titik perpotongan 2

Gambar 11 Grafik pola penyemprotan setelah ada tumpang tindih (Elisa 2004)
Besar sudut didapatkan dengan pengukuran menggunakan busur derajat saat
dilakukan penyemprotan sedangkan tinggi efektif penyemprotan didapatkan dengan
perhitungan menggunakan persamaan 1.
Pola distribusi cairan penyemprotan
a) Alat uji penyemprotan (patternator) konvensional
Pengukuran distribusi cairan penyemprotan dilakukan diatas plat
bergelombang yang ditampung dengan wadah plastik, seperti terlihat pada Gambar
12.
nosel

8 cm

plat bergelombang

tabung penampung

Gambar 12 Pengujian dengan patternator konvensional
b) Alat uji penyemprotan dengan pembagi luasan (grid patternator)
Metode pengukuran distribusi penyemprotan yang dilakukan grid
patternator adalah sama dengan patternator konvensional. Cairan yang tertampung
pada tempat penampung diukur dengan timbangan digital. Perbedaan terletak pada
jumlah tempat penampung pada patternator dengan pembagi luasan (grid) yang
lebih banyak dibandingkan patternator konvensional karena pada setiap satu grid
terdapat satu tempat penampung air. Hal ini bertujuan untuk mengetahui distribusi
cairan dan pola penyemprotan yang dihasilkan oleh sebuah nosel. Cairan yang
digunakan diberi zat pewarna agar memudahkan penentuan pola sebaran cairan
semprot secara visual. Pengujian tidak dilakukan dengan water sensitive paper
karena pengujian tidak bertujuan untuk mengetahui ukuran droplet dari nosel tetapi
mengukur jumlah droplet yang terkena pada bidang semprot.

14

nosel

grid ukuran 5 x 5 cm

Gambar 13 Pengujian dengan grid patternator

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dalam empat tahap yaitu persiapan, perancangan,
pengujian dan analisis data.

Gambar 14 Diagram skematik kegiatan penelitian

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang didapatkan dari hasil pengujian akan dibahas dalam bab ini
diantaranya pengaruh tekanan pada penyemprotan, volume cairan yang dihasilkan,
distribusi cairan dan pola penyemprotan yang dihasilkan dari jenis nosel yang berbeda.

Modifikasi Alat dan Metode Uji Kinerja Penyemprotan Sprayer
Modifikasi yang dilakukan pada alat uji penyemprotan yang sudah ada
sebelumnya (patternator konvensional) didasarkan pada tujuan fungsional yang
diinginkan. Tujuan fungsional yang ingin dicapai adalah mengembangkan metode uji
kinerja penyemprotan sprayer untuk mengetahui distribusi cairan serta pola
penyemprotan yang dihasilkan sebuah nosel dengan hasil pengujian yang lebih akurat.
Secara umum modifikasi yang dilakukan terletak pada jumlah tempat penampung
cairan hasil penyemprotan pada patternator dengan pembagi luasan (grid) yang lebih
banyak dibandingkan patternator konvensional karena pada setiap satu grid terdapat
satu tempat penampung air
Rancangan Alat Uji Penyemprotan (Grid Patternator)
Grid patternator, desain alat yang dapat meningkatkan kinerja alat uji
penyemprotan (patternator) yang sudah ada sebelumnya sehingga didapatkan metode
pengujian penyemprotan sprayer yang dapat mengukur kinerja sprayer pada berbagai
kondisi penyemprotan dengan berbagai jenis nosel yang berbeda. Alat uji
penyemprotan grid patternator berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2 x 2 meter
yang terbuat dari plat datar dengan pembagi luasan (grid) ukuran 0.05 x 0.05 meter
sehingga di dalam patternator terdapat 1600 grid. Pada bagian bawah lubang grid
dipasang tempat penampung cairan berbentuk tabung berdiameter 0.04 meter dengan
volume 150 ml untuk menampung cairan hasil penyemprotan sprayer pada saat
pengujian. Grid patternator juga dilengkapi penyangga pada keempat sisinya yang
terbuat dari besi siku dengan ukuran panjang 1 meter dan pada bagian atas terdapat
tiang penyangga sebagai tempat nosel sprayer dan untuk mengatur ketinggian
penyemprotan sprayer pada saat pengujian sehingga diperoleh tinggi efektif dalam
penyemprotan
Metode pengujian dengan grid patternator adalah hampir sama dengan metode
patternator konvensional yang sesuai dengan SNI (hal 8). Dilakukan pengukuran
volume pada masing-masing tabung penampung cairan dengan menggunakan
timbangan digital. Nilai volume yang terbaca pada tiap tabung merupakan besar nilai
distribusi penyemprotan pada tiap grid sehingga pola distribusi atau penyebaran cairan
semprot dapat diketahui dengan mengeplotkan data hasil volume pada grafik. Besar
sudut efektif penyemprotan diperoleh dengan pengukuran menggunakan busur derajat
sedangkan lebar penyemprotan dihitung dari luasan tabung yang mampu menangkap
cairan semprot.

16

Gambar 15 Grid pada patternator hasil modifikasi

Gambar 16 Tabung penampung cairan hasil penyemprotan

Evaluasi Alat dan Metode Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer
Debit Cairan
Pengambilan data ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tekanan yang
diberikan terhadap debit cairan yang dikeluarkan oleh sprayer. Dari hasil pengukuran
debit pada masing-masing perlakuan terlihat bahwa tekanan penyemprotan dan jumlah
nosel sangat berpengaruh terhadap debit keluaran dari sprayer. Peningkatan tekanan
dan jumlah nosel berbanding lurus dengan debit keluaran yang dihasilkan oleh sprayer.
Semakin besar tekanan dan jumlah nosel yang digunakan, maka debit yang dihasilkan
akan semakin besar. Prinsip hukum Bernoulli mengatakan bahwa jumlah dari tekanan
(P), energi kinetik persatuan volume (½ρ 2), dan energi potensial per satuan volume
(ρgh) memiliki nilai yang sama pada setiap titik sepanjang suatu garis arus (Chengel et
al. 1998).
P1 + 1/2.ƿ.v12 + ƿ.g.h1 = P2 + 1/2.ƿ.v22 + ƿ.g.h2 ………………………… (3)
Prinsip Bernoulli menjelaskan tentang konsep dasar aliran fluida bahwa
peningkatan kecepatan pada suatu aliran zat cair atau gas, akan mengakibatkan
penurunan tekanan pada zat cair atau gas tersebut. Artinya, akan terdapat penurunan
energi potensial pada aliran fluida tersebut. Konsep dasar ini berlaku pada fluida aliran
termampatkan (compressible flow), juga pada fluida dengan aliran tak termampatkan
(incompressible flow). Suatu fluida dikatakan mempunyai peningkatan kecepatan, jika
fluida tersebut mengalir dari suatu bagian dengan tekanan tinggi menuju bagian lainnya
yang bertekanan rendah. Sedangkan suatu fluida dikatakan mempunyai penurunan

17

kecepatan, jika fluida tersebut mengalir dari suatu bagian bertekanan rendah, menuju
bagian lain bertekanan tinggi.
Keterangan :
1. outlet 1
2. outlet 2
3. tekanan outlet 1 (P1)
4. tekanan outlet 2 (P2)

Gambar 17 Aliran pada tangki
Pada kasus aliran air yang keluar dari tangki, debit air dipengaruhi oleh tekanan
(pers 3). Misalkan v1 = 0, P1 = P2 = tekanan udara luar dan h2 = 0 m. Dari persamaan
Bernouli didapatkan :
ƿ.g.h1 = 1/2.ƿ.v22
v2 = (2.g.h1)1/2
Diketahui bahwa ƿ.g.h adalah tekanan hidrostatik cairan. Debit dinyatakan sebagai
volume per satuan waktu (Q = v.A). Dengan demikian debit air dipengaruhi oleh
tekanan dan kedalaman air. Peningkatan tekanan menyebabkan peningkatan debit
cairan.

Gambar 18 Grafik debit cairan tipe nosel flat

Gambar 19 Grafik debit cairan tipe nosel cone

18

Gambar 18 dan 19 menunjukkan debit yang dihasilkan nosel tipe flat lebih besar
dibandingkan tipe cone. Debit terbesar dan terkecil pada nosel tipe flat dan cone
diperoleh dari perlakuan dengan parameter yang sama yaitu pada tekanan sebesar 9 bar
dengan 8 buah nosel untuk debit terbesar sedangkan debit terkecil diperoleh dari
pemberian tekanan sebesar 3 bar dengan menggunakan 1 buah nosel. Nilai debit
terbesar pada nosel tipe flat adalah 0.126 liter/detik sedangkan tipe cone adalah 0.061
liter/detik. Untuk debit terkecil pada nosel tipe flat adalah 0.021 liter/detik dan tipe
cone adalah 0.007 liter/detik.
Pada tekanan yang sama, penambahan jumlah nosel akan meningkatkan debit
cairan yang dikeluarkan sprayer saat penyemprotan. Penambahan nosel dari 1, 2 dan 8
nosel menyebabkan peningkatan debit cairan. Akan tetapi besar peningkatan debit tidak
sesuai dengan kelipatan jumlah nosel. Pada tekanan 3 bar, nosel cone dengan 1 nosel
memiliki debit sebesar 0.007 liter/detik, 0.012 liter/detik untuk 2 nosel dan 0.029
liter/detik untuk 8 nosel. Hasil yang sama juga ditunjukkan nosel flat, 1 nosel memiliki
debit sebesar 0.021 liter/detik, 0.040 liter/detik untuk 2 nosel dan 0.077 liter/detik untuk
8 nosel. Hal ini dikarenakan semakin panjang pipa batang nosel dan adanya
percabangan yang menyebabkan terjadinya headloss pada saat penyemprotan. Dari hasil
pengujian penyemprotan dengan lebih dari 1 nosel juga menunjukkan bahwa volume
cairan yang keluar dari setiap nosel memiliki nilai yang hampir sama (Gambar 20).
Penyemprotan dengan 8 nosel flat pada tekanan 3 bar, volume yang keluar dari 1 nosel
hampir sama dan memiliki nilai rata-rata sebesar 102.7 ml. Pada kejadian ini berlaku
prinsip hukum Pascal yang menyatakan bahwa tekanan yang diberikan zat cair di dalam
ruang tertutup diteruskan oleh zat cair itu ke segala arah dengan sama besar. Tekanan
yang sama besar dan melewati penampang (pipa) dengan diameter yang sama
menyebabkan laju aliran yang mengalir sama besar sehingga volume cairan yang keluar
pada setiap nosel memiliki nilai yang hampir sama.

Nomor wadah
Gambar 20 Grafik volume cairan 8 nosel flat pada tekanan 3 Bar
Pola Distribusi Penyemprotan
Pengukuran pola distribusi cairan knapsack power sprayer TASCO TF 820
menggunakan dua jenis patternator yaitu patternator konvensional dan grid
patternator. Nilai sebaran penyemprotan memiliki keterkaitan yang erat terhadap debit
yang dikeluarkan dari sprayer dengan jenis nosel yang berbeda. Nilai sebaran atau pola
distribusi cairan sangat berpengaruh pada aplikasi penyemprotan dalam penentuan jenis
nosel yang akan digunakan untuk penyemprotan. Pengukuran distribusi cairan dan pola
penyemprotan dilakukan dengan mengambil metode yang dijelaskan pada SNI (hal 8).
Pengujian menggunakan patternator konvensional menghasilkan pola penyemprotan
yang menunjukkan lebar (jangkauan) penyemprotan dari sisi kiri-kanan pusat

19

penyemprotan (arah lateral), sedangkan grid patternator menunjukkan jangkauan
penyemprotan dari sisi kiri-kanan (arah lateral) dan depan-belakang pusat
penyemprotan (arah longitudinal).
Hasil pengujian pola distribusi penyemprotan dengan variasi tipe, ketinggian
dan jumlah nosel dapat dilihat pada gambar grafik di bawah. Penomoran tabung
penampung cairan dilakukan dengan angka positif dan negatif. Angka nol sebagai posisi
tengah berdiri atau posisi tengah nosel di atas patternator. Angka positif menunjukan
areal penyemprotan nosel sebelah kanan dan negatif menunjukan nosel sebelah kiri.
Pola distribusi penyemprotan dengan variasi tipe nosel. Variasi tipe nosel sangat
berpengaruh terhadap distribusi penyemprotan cairan. Berdasarkan hasil pengukuran,
terlihat perbedaan yang sangat jelas pada distribusi cairan hasil penyemprotan dengan
menggunakan nosel tipe cone dan flat dengan lama penyemprotan yang sama. Nosel
tipe flat menghasilkan volume cairan yang lebih besar dibanding tipe cone.

(a)

(b)
Gambar 21 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat pada tekanan 3 Bar dengan
patternator konvensional (a) dan grid patternator (b)

20

Nomor wadah
(a)

Nomor wadah
Nomor wadah

(b)
Gambar 22 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone pada tekanan 3 Bar dengan
patternator konvensional (a) dan grid patternator (b)
Grafik pada Gambar 21 dan 22 merupakan hasil pengujian pola distribusi cairan
nosel cone dan nosel flat menggunakan patternator konvensional (a) dan grid
patternator (b) dengan tiga kali pengulangan. Pengujian dengan patternator
konvensional dan grid patternator menghasilkan volume cairan rata-rata yang berbeda.
Volume pada pengujian grid patternator lebih besar dibandingkan patternator
konvensional. Nilai volume cairan yang didapatkan dari patternator konvensional pada
tekanan 3 Bar adalah sebesar 344.4 ml untuk nosel cone dan 1305 ml untuk nosel flat
sedangkan volume cairan yang dihasilkan dengan grid patternator adalah sebesar 365
ml untuk nosel cone dan 1329 ml untuk nosel flat. Perbedaan terjadi karena cairan
penyemprotan pada pengujian dengan patternator konvesional tidak semuanya
tertampung pada wadah penampung. Pada saat penyemprotan, cairan terkena bidang

21

semprot yang berupa plat bergelombang dan sebagian cairan memantul sehingga keluar
dari bidang semprot.
Pengujian dengan patternator konvensional hanya menunjukkan distribusi
cairan dalam 2 sisi sehingga pola penyemprotan yang terbentuk dari sebuah nosel tidak
diketahui. Hal ini berbeda dengan pengujian menggunakan patternator hasil modifikasi
dengan penambahan jumlah grid pada bagian penampung cairan hasil penyemprotan.
Pengujian dengan grid patternator dapat menunjukkan bahwa nosel tipe cone memiliki
pola penyemprotan berbentuk lingkaran penuh sedangkan nosel tipe flat memiliki pola
penyemprotan berbentuk persegi panjang dengan bagian ujung yang meruncing.
Berdasarkan grafik juga dapat diketahui bahwa distribusi cairan tidak sama dalam setiap
grid.
Ketidakseragaman pola dan distribusi cairan penyemprotan nosel tipe flat dan
cone pada setiap grid atau titik tertentu pada area penyemprotan dapat dilihat pada
lampiran 10. Perubahan tekanan sangat berpengaruh terhadap keseragaman distribusi
cairan penyemprotan. Peningkatan tekanan dari 3, 5, 7 dan 9 bar menyebabkan
distribusi penyemprotan kurang seragam pada nosel flat dan cone. Tekanan akan
berpengaruh pada ukuran butiran cairan untuk suatu nosel yang sama. Semakin besar
tekanan, proses penumbukan cairan pada waktu akan keluar dari nosel makin besar.
Selisih kecepatan antara udara yang meniup dengan cairan di dalam tangki juga menjadi
semakin besar, sehingga lembaran cairan yang terbawa semakin tipis, tumbukannya
semakin besar dan butiran cairan yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini yang
mempengaruhi bentuk penyebaran dan kemampuan melekatnya butiran pada bagian
tanaman. Keseragaman butiran cairan semprot ditentukan dari perbandingan nilai VMD
(Volume Median Diameter) dan NMD (Number Median Diameter) yang didapatkan
dengan pengujian menggunakan water sensitive paper. Pengujian menggunakan grid
patternator hanya dapat mengetahui keseragaman distribusi cairan penyemprotan pada
setiap luasan tertentu (grid) dengan menghitung volume dari jumlah cairan semprot
yang tertampung pada penampung di setiap grid. Berdasar hasil pengujian menunjukkan
bahwa tekanan yang lebih rendah akan menghasilkan distribusi cairan semprot yang
lebih seragam. Distribusi penyemprotan pada tekanan 3 dan 5 bar lebih seragam
dibanding dengan tekanan 7 dan 9 bar. Hasil ini berbeda dengan literatur yang
seharusnya pada tekanan tinggi akan menghasilkan distribusi cairan yang lebih seragam
karena ukuran butiran semprot yang dihasilkan lebih kecil. Perbedaan disebabkan
tekanan yang diberikan engine tidak stabil. Tekanan yang tidak stabil juga
menyebabkan pola kerucut padat atau lingkaran penuh yang terbentuk dari nosel cone
distribusi cairannya tidak seragam. Volume cairan bervariasi mulai dari 1 ml sampai 16
ml.
Pada tipe nosel yang sama, diameter atau lubang nosel juga berpengaruh
terhadap keseragaman distribusi cairan. Semakin lebar, maka penyebaran ukuran
butirannya semakin tidak seragam dan mempunyai ukuran butiran yang menjadi lebih
besar. Karena penyebaran ukurannya menjadi lebih besar, maka penyebaran butiran
menjadi kurang merata. Hal ini disebabkan karena pada waktu butiran keluar dari nosel
akan mengalami hambatan yang sebanding dengan ukuran butiran cairan, viskositas
udara dan kecepatan awal butiran tersebut.
Pola distribusi penyemprotan dengan variasi ketinggian nosel. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap pola distribusi penyemprotan adalah ketinggian semprot.
Ketinggian semprot merupakan jarak antara titik pusat semprot dengan bidang semprot.
Gambar 23, 24, 25 dan 26 menunjukkan hasil pengujian dengan patternator
konvensional dan grid patternator pada ketinggian yang berbeda yaitu 40 cm dan 60
cm. Grid yang bertanda merah adalah titik yang sejajar dengan nosel. Angka yang

22

terdapat di dalam grid menunjukkan besarnya volume cairan yang terdapat dalam grid
tersebut yang dinyatakan dalam satuan mililiter (ml). Pewarnaan grid didasarkan pada
kesamaan nilai volume yang didapatkan dari pengujian yang bertujuan untuk
memudahkan penentuan pola sebaran cairan semprot secara visual. Sebaran nilai
volume akan menunjukkan keseragaman distribusi cairan saat penyemprotan.

Nomor wadah
(a)

Nomor wadah
(b)

Gambar 23 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone dengan patternator
konvensional pada tekanan 5 Bar dan ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)

(a)

(b)

Gambar 24