Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur
ii
PEMANFAATAN NANOKALSIUM DAN NANOKITOSAN
DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (Scylla sp.)
SEBAGAI OBAT KUMUR
FATMASARI NUARISMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan
Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.)
sebagai Obat Kumur” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Fatmasari Nuarisma
NIM C3410055
i
ABSTRAK
FATMASARI NUARISMA. Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari
Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur. Dibimbing oleh
PIPIH SUPTIJAH dan AGOES MARDIONO JACOEB.
Nanokalsium merupakan kalsium yang memiliki ukuran mencapai 10-9 m dan
lebih cepat terserap ke dalam tubuh yang diperoleh dari limbah cangkang kepiting
(Scylla sp.). Salah satu terobosan terbaru adalah menjadikan nanokalsium pada
obat kumur yang ditambah nanokitosan untuk mencegah pertumbuhan bakteri di
dalam mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nanokalsium,
menentukan efektivitas nanokitosan dalam mengurangi aktivitas bakteri di dalam
mulut dan membandingkan hasil obat kumur dengan produk komersial. Penelitian
dilakukan beberapa tahap, yaitu ekstraksi nanokalsium, pengujian mineral dengan
AAS, pengujian PSA, dan Mikrobiologi dengan TPC. Hasil kadar air nanokalsium
menunjukkan hasil rataan 11,63%. Hasil uji total mineral pada Ca sebesar
796444,9±841,9 ppm. Nilai derajat putih nanokalsium mencapai 96,8%. Analisis
SEM nanokalsium memiliki ukuran 134-156,34 nm. Ukuran nanokitosan pada
analisis PSA sebesar 401,46 nm. Hasil terbaik uji total plate count (TPC) pada
konsentrasi 0,5%.
Kata kunci: cangkang kepiting, kitosan, mouthwash, nanokalsium, scylla sp..
ABSTRACT
FATMASARI NUARISMA. Utilization of Nanocalcium and Nanochitosan from
Crab Shell Waste (Scylla sp.) as Mouthwash. Supervised by PIPIH SUPTIJAH
and AGOES MARDIONO JACOEB.
Nanocalcium is 10-9 m in particle size and quickly absorb into the body, taken
from crab shell waste (Scylla sp.). One of the latest breakthrough was using
nanocalcium on mouthwash that added by nanochitosan to prevent the bacterial
growth in mouth. The purpose of this research were to analyze nanocalcium, to
know the effectiveness of nanochitosan for reducing the bacterial activity in the
mouth and to compare these product with the commercial. The study was
conducted several stages, namely nanokalsium extraction, mineral testing with
AAS, PSA testing, and Microbiology with TPC. Moisture content was 11.63%.
The result of total minerals test on Ca was 796444.93±841.87 ppm. White degree
percentage reached 96.8%. Particle size of nanocalcium was 134-156.34 nm from
SEM analyzed. Particle of nanochitosan from PSA analysis was 401.46 nm. The
best result concentration of total plate count (TPC) was 0.5%.
Keywords: chitosan, crab shell, nanocalcium, mouthwash, scylla sp..
ii
© HAK CIPTA MILIK IPB, TAHUN 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ii
PEMANFAATAN NANOKALSIUM DAN NANOKITOSAN
DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (Scylla sp.)
SEBAGAI OBAT KUMUR
FATMASARI NUARISMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
iv
Judul Skripsi : Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah
Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur
Nama
: Fatmasari Nuarisma
NIM
: C34100055
Program Studi: Departemen Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Dra Pipih Suptijah MBA
Pembimbing I
Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl- Biol
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang
Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr Dra Pipih Suptijah MBA dan Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl- Biol selaku dosen
pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi serta ilmu yang telah
diberikan kepada penulis.
2. Dra Ella Salamah MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan dan
motivasi yang diberikan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5. Seluruh dosen dan staff administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
6. Orang tua (Andi Abdul Wahid dan Fitri Finiarti) dan ketiga kakak tercinta
yang telah memberikan cinta, kasih sayang, motivasi maupun semangat kepada
penulis.
7. Beasiswa BIDIKMISI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk
menempuh pendidikan kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.
8. Ema Masruroh SSi dan Dini Indriani AMd yang telah membantu penulis
selama penelitian di laboratorium.
9. Wahyu Mutia Rizki dan Nia Kurniawati selaku teman sebimbingan dalam
penelitian. Tim Trio TPC (Maya Sofia dan Bang Olong) selaku teman yang
telah membantu selama penelitian uji TPC dan seluruh keluarga besar THP 47
atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. Yayan Fitriyan selaku teman
terdekat penulis yang telah membantu penelitian, Khalida Hanum dan seluruh
penghuni kost Griya Pink selaku teman terdekat penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Fatmasari Nuarisma
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Perumusan Masalah............................................................................................ 2
Tujuan Penelitian................................................................................................ 2
METODE PENELITIAN........................................................................................ 2
Waktu dan Tempat ............................................................................................. 2
Bahan .................................................................................................................. 3
Alat ..................................................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 8
Hasil Pengukuran Rendemen Nanokalsium .................................................... 8
Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006) ................................................................ 9
Kandungan Mineral Nanokalsium ................................................................... 9
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Nanokalsium .......................... 10
Hasil Uji Derajat Putih Nanokalsium ............................................................ 11
Uji Mikroskop Nanokalsium ......................................................................... 12
Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanokitosan .......................................... 13
Uji Mikrobiologi Total Plate Count (SNI 2006) ........................................... 13
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 14
Kesimpulan....................................................................................................... 14
Saran ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 23
iii
DAFTAR TABEL
1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.) ...................................... 8
2 Hasil analisis mineral AAS nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.). ......... 10
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian utama .............................................................................. 3
2 Diagram alir pembuatan nanokalsium .................................................................. 4
3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan .................................................... 7
4 Hasil uji SEM nanokalsium perbesaran 5000x................................................... 10
5 Tepung nanokalsium........................................................................................... 11
6 Permukaan gigi nanokalsium a. kontrol, b. setelah perendaman,....................... 12
7 Analisis SEM gigi sebelum dan sesudah (Petrou et al. 2009) ............................ 12
8 Hasil uji TPC obat kumur ................................................................................... 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar sampel obat kumur ................................................................................ 21
2 Tabel hasil analisis kadar air .............................................................................. 21
3 Analisis particle size analyzer ............................................................................ 21
4 Koloni bakteri uji TPC (a. Nca 0,1; b. Nca 0,3; c. kontrol positif). ................... 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepiting (Scylla sp.) merupakan salah satu bahan baku hasil perairan dari
filum krustase yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Menurut data
produksi KKP (2013), volume ekspor kepiting melonjak 25,76% menjadi lebih
dari 19.000 ton senilai 198 juta dolar AS. Berdasarkan data Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), ekspor kepiting dan produk olahannya mencapai 19.786 ton
pada Januari-Juni 2013. Selama ini pemanfaatan kepiting masih terbatas hanya
sebagai kebutuhan pangan. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting masih kurang
diperhatikan yang beredar dipasaran. Menurut Irawati dan Utami (2007),
pemanfaatan cangkang kepiting di Indonesia masih belum optimal.
Pemanfaatan limbah cangkang yang menjadi permasalahan lingkungan
belum sepenuhnya ditangani, namun dengan memberikan perlakuan terhadap
cangkang menjadi salah satu alternatif penyelesaian limbah cangkang. Limbah
cangkang krustase mengandung 30-40% protein, 30-50% kalsium karbonat, dan
20-30% kitin (Arbia et al. 2013). Tingginya kandungan kalsium karbonat
menjadikan solusi alternatif untuk menangani limbah cangkang kepiting. Salah
satu pemanfaatan limbah dari cangkang kepiting adalah di bidang farmasi dan
kesehatan yaitu sebagai penguat gigi dan tulang karena kandungan kalsium.
Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu
1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1kg. Kalsium
mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Berdasarkan
jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi
(Almatsier 2004).
Salah satu terobosan terbaru yaitu dengan membuat produk obat kumur
yang mengandung kalsium sebagai penambah mineral gigi dan kitosan yang
berperan dalam mengurangi bakteri di dalam mulut. Permasalahan gigi yang
sering terjadi adalah gigi sensitif. Markowitz (2013) menjelaskan bahwa gigi
sensitif adalah gigi yang mengalami kondisi yang terasa menyiksa dan
menyakitkan. Gigi sensitif terjadi diakibatkan oleh menipisnya struktur mineral
yang terdapat dalam gigi.
Kalsium yang umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium.
Ukuran partikel kalsium ini terkait dengan besarnya penyerapan ke dalam tubuh.
Nanokalsium adalah kalsium dengan ukuran partikel mencapai 10-9 m yang
menyebabkan reseptor cepat masuk ke dalam tubuh dengan sempurna
(Suptijah 2009). Mineral hasil ekstraksi cangkang dapat dimanfaatkan sebagai
alternatif
sumber
kalsium
dengan
menggunakan
teknologi
nano
(Flick et al. 2000 dalam Minarty 2012) dalam memelihara kesehatan pertumbuhan
gigi. Selain itu nanokalsium juga diaplikasikan pada industri berbeda misal
farmasi, kosmetik, cat dan industri komposit (Pour dan Moghadam 2014).
Kitosan merupakan polisakarida alami yang diperoleh dari kitin melalui
proses deasetilasi (Sano et al. 2003). Salah satu manfaat kitosan dalam bidang
farmasi adalah sebagai zat antibakteri. Kemampuan antibakteri kitosan
diakibatkan terdapatnya gugus NH3 glukosamin yang mampu berinteraksi dengan
permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif (Eldin et al. 2008).
2
Obat kumur yang beredar di pasaran lebih banyak mengandung komposisi
tidak alami dan menggunakan alkohol. Untuk menghindari masalah tersebut obat
kumur dibuat dari nanokalsium dan mengganti alkohol dengan penambahan
nanokitosan.
Perumusan Masalah
Limbah cangkang kepiting (Scylla sp.) masih jarang dimanfaatkan. Banyak
kandungan kalsium dari cangkang kepiting cukup potensial untuk dimanfaatkan.
Salah satunya adalah dengan mengubah menjadi produk nanokalsium, yang
diaplikasikan dalam produk obat kumur (mouthwash). Teknologi nano dapat
menghasilkan kalsium yang bisa diserap dan lebih cepat masuk ke dalam tubuh
manusia. Nanokitosan yang berperan sebagai antibakteri dapat diaplikasi pada
obat kumur (mouthwash) yang bersinergi dengan nanokalsium. Oleh karena itu
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan teknologi
nanokalsium dipadukan dengan penambahan nanokitosan dalam mencegah
aktivitas bakteri dalam mulut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan nanokalsium
dalam obat kumur, menentukan efektivitas nanokitosan dalam mengurangi
aktivitas bakteri di dalam mulut dan membandingkan hasil penelitian obat kumur
dengan produk obat kumur komersil.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2013 sampai Juni
tahun 2014. Penelitian di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU)
Pangan dan Gizi, Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Laboratorium Bersama
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan Laboratorium Pengujian Hasil Hutan, Gunung Batu,
Laboratorium Analisis Bahan FTIR Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN dan Balai Besar Industri Agro (BBIA).
3
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkang kepiting, air,
akuades, akuabides, HCL 1N, NaOH 3N, H2SO4, Ammonium Molibdat
Tetrahidrat,, H2SO4 95-97%, FeSO4.7H2O, KH2PO4, MgO, alkohol 70%, asam
asetat 1%, TPP 0,1%, Tween 80.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi timbangan digital,
disc mill, termometer, tanur, oven, hot plate, erlenmeyer, magnetic stirerr,
kompor listrik, beaker glass, gelas ukur, gelas piala, labu takar, spray drying,
pipet volumetrik, pipet otomatis, rak tabung reaksi, tabung reaksi, finnpipet,
cawan petri, mikropipet, vortex, sudip, inkubator, spektrofotometer merek UV200-RS, mikroskop stereo, Atomic Absorption Specthrometer (AAS), mikroskop
SEM EVO 50 Carl Zeis.
Prosedur Penelitian
Penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama diawali dengan ekstraksi
nanokalsium dengan metode modifikasi Fernandez (1999) dan dilakukan
pengukuran rendemen dan kadar air (SNI 2006), analisis fosfor
(Taussky dan Shorr 1953), analisis total mineral (AAS) (AOAC 2005), analisis
SEM (Toya et al. 1986), dan uji derajat putih (Faridah et al. 2006). Tahap kedua
dilakukan pembuatan nanokitosan dan dilanjutkan dengan analisis particle size
analyzer (PSA). Tahap ketiga dilakukan pembuatan komposisi obat kumur dan
dilakukan uji mikrobiologi (TPC) (SNI 2006). Uji TPC dilakukan dengan
menggunakan kontrol negatif, kontrol positif (mouthwash komersil), dan
konsentrasi 0,1%, 0,3%, dan 0,5%. Prosedur penelitian secara garis besar
disajikan pada Gambar 1.
Pembuatan nanokitosan
Nanokitosan
Pembuatan nanokalsium
Mint
Nanokalsium
Formulasi obat kumur
Obat kumur
Uji TPC
Perendaman nanokalsium + gigi
Uji mikroskop
Gambar 1 Diagram alir penelitian utama.
4
Penelitian Tahap 1
Pembuatan Nanokalsium (modifikasi metode Fernandez 1999)
Pembuatan nanokalsium diawali dengan preparasi cangkang kepiting
(Scylla sp.). Cangkang dibersihkan dari kotoran yang menempel dicuci dan
dikeringkan dengan cara dijemur sampai kering. Selanjutnya cangkang kepiting
yang telah kering kemudian dihancurkan dan diproses dengan menggunakan alat
penepungan di Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi menjadi
tepung. Tepung cangkang kepiting kemudian di ekstraksi dengan HCl 1N dan
dipanaskan selama 1 jam pada suhu 90oC. Tahap selanjutnya adalah presipitasi
mineral dengan larutan NaOH 3N dengan cara tetes demi tetes sampai endapan
tidak terbentuk lagi. Selanjutnya endapan putih mineral dipisahkan dari filtratnya.
Endapan putih yang diperoleh kemudian dilakukan proses pencucian
menggunakan air aqua. Endapan putih yang sudah netral, dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 100oC. Kemudian dilakukan analisis kadar air.
Setelah kering sampel dibakar diatas hot plate sampai tidak berasap. Sampel
kemudian di tanur pada suhu 600oC selama 6 jam untuk menghilangkan senyawa
organik. Tahap terakhir adalah tepung nanokalsium dihaluskan dengan
menggunakan mortar dan dilakukan analisis. Berikut diagram alir pembuatan
nanokalsium disajikan pada Gambar 2.
Preparasi cangkang
Penepungan dengan alat
penepungan
Pengabuan dalam tanur (600oC),
5 jam
Penghalusan dengan mortar
Ekstraksi dengan pelarut HCl
1N, 1 jam
Presipitasi dengan NaOH 3N
Endapan putih
Netralisasi
Pengeringan dengan oven pada
(100 0C), ± 8 jam
Nano kalsium
Analisis:
(a) Perhitungan Rendemen
(b) Uji Kadar Air
(c) Analisis mineral
dengan AAS
(d) Analisis SEM
(e) Uji Derajat Putih
(f) Uji mikroskop
Pembakaran di atas hot plate
Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanokalsium.
5
Pengukuran Rendemen Nanokalsium
Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar bobot akhir
nanokalsium terhadap bobot cangkang kepiting sebelum mengalami perlakuan.
Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rendemen (%) =
Keterangan:
a = Berat hasil proses
b = Berat awal bahan
Analisis Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006)
Analisis kadar air dilakukan mengacu pada SNI 01-2356-2006. Cawan
porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam
desikator selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam
cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC dalam tekanan tidak lebih
10 mmHg selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan beserta isinya
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air
dapat dilihat sebagai berikut:
Kadar air (%)
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)
Analisis Fosfor (Taussky dan Shorr 1953)
Preparasi larutan dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan membuat larutan A
dan larutan B. Pada larutan A, sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah
60 mL akuades, selanjutnya ditambahkan 28 mL H2SO4 dan dilarutkan dengan
akuades hingga 100 mL. Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak
10 mL larutan A ditambah 60 mL akuades dan 5 g FeSO4.7H2O, kemudian
dilarutkan dengan akuades hingga 100 mL. Sampel hasil pengabuan kering
dimasukkan kedalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 mL larutan B.
Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 660 nm.
Analisis Kandungan Mineral Nanokalsium AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry) (AOAC 2005)
Sampel kering ditimbang pada cawan porselen ± 1 g dan ditanur selama 4-6
jam dengan suhu 700 oC. Kemudian ditambahkan HCl 25% sebanyak ¾ isi cawan
lalu dipanaskan diatas hot plate (diruang asam) sampai volume HCl 25%
berkurang menjadi ¼ isi cawan. Kemudian ditambahkan akuades hingga 100 mL
pada labu takar dan disaring. Sampel kemudian siap untuk diukur dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry.
Perhitungan kadar mineral (%) basis basah :
Kadar mineral =
6
Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) Nanokalsium (Toya et al. 1986)
Pengamatan terhadap ukuran partikel nanokalsium diamati dengan Scanning
Electron Microscopy (SEM). Analisis ini menggunakan alat SEM EVO 50 Carl
Zeis. Preparasi sampel untuk pengamatan ini dimulai dengan pengeringan sampel
dengan spray drying. Setelah preparasi, sampel diletakkan pada logam yang
dilapisi karbon untuk selanjutnya dilakukan pelapisan emas (Au) 400 Å di dalam
Magnetron Sputtering Device yang dilengkapi dengan pompa vakum. Pada proses
vakum terjadi loncatan logam emas ke arah sampel, sehingga melapisi sampel.
Sampel yang telah dilapisi emas diletakkan pada lokasi sampel dalam mikroskop
elektron dan dengan terjadinya tembakan elektron ke arah sampel, maka akan
terekam ke dalam monitor dan kemudian dilakukan pemotretan.
Analisis Derajat Putih Nanokalsium (Faridah et al. 2006)
Sampel nanokalsium diukur derajat putih dengan menggunakan Colorflex
Spechtrophotometer, yaitu analisis warna secara obyektif yang mengukur warna
yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Uji derajat putih diawali
dengan dikalibrasi terlebih dahulu standar berwarna hitam dan dibaca segera hasil
pembacaan. Standar berwarna putih dimasukkan dan dibaca segera hasil
pembacaan. Bila sudah dikalibrasi, sampel dimasukkan pada wadah kuvet.
Selanjutnya sampel dibaca segera hasilnya pada spektrofotometer. Nilai derajat
putih dihitung dengan rumus:
Derajat putih atau whiteness (%) = 100-[(100-L*)2+a*2+b*2]1/2
Keterangan: L*: Lightness adalah hitam 0 sampai 100
a* : merah (60) sampai hijau (-60)
b* : kuning (60) sampai biru (-60)
Uji Mikroskop Nanokalsium
Uji mikroskop ini dilakukan untuk melihat lapisan nanokalsium pada gigi
manusia. Sebanyak 2 sampel gigi geraham manusia di rendam dengan
nanokalsium dan akuades 100 mL selama 24 jam, 1 gigi geraham manusia sebagai
kontrol. Kemudian gigi yang telah di rendam nanokalsium dikeringkan. Gigi
dilihat dibawah mikroskop sterero pada perbesaran 50-200x. Selanjutnya gigi di
sikat kemudian dilihat kembali dibawah mikroskop stereo pada perbesaran
50-200x.
Penelitian Tahap II
Pembuatan Nanokitosan (modifikasi metode Mardliyati et al. 2012)
Pembuatan nanokitosan diawali dengan pelarutan kitosan 1,5 g dengan
asam asetat 1%. Kemudian dihomogenkan pada 3700 rpm selama 2 jam. Setelah
itu ditambah dengan tween 0,1% sebanyak 4 tetes dan dihomogenkan selama 30
menit. Kemudian ditambahkan Tripolipospat 0,1% sebanyak 100mL dan
dihomogenkan selama 30 menit. Setelah itu dianalisis ukuran dengan
menggunakan alat analyzer size particle (PSA). Berikut diagram alir prosedur
pembuatan nanokitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
7
1,5 g kitosan serbuk
Pelarutan dengan asam asetat 1%
Homogenisasi (3700 rpm, 2 jam)
Penambahan tween 80
Homogenisasi (3700 rpm, 30 menit)
Penambahan Tripolipospat 0,1%
sebanyak 100 mL
Homogenisasi (3700 rpm, 30 menit)
Nano kitosan
Uji
PSA
Gambar 3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan.
Analisis Particle Size Analyzer Nanokitosan
Uji ukuran partikel nanokitosan dilakukan menggunakan pengujian PSA
(Particle Size Analyzer). Sampel larutan diambil dengan pipet kemudian
dimasukkan ke dalam tabung dengan tinggi maksimum 15 mm. Hasil pengujian
sampel nanokitosan akan muncul pada layar komputer.
Penelitian Tahap III
Pembuatan Komposisi Obat Kumur
Pembuatan komposisi obat kumur dengan pemberian nanokalsium pada
konsentrasi 0,1%; 0,3%; dan 0,5%. Kemudian ditambahkan dengan nanokitosan
dengan konsentrasi 0,25% dan mint. Ketiga konsentrasi masing-masing dilakukan
uji mikrobiologi total plate count (TPC) dan dibandingkan dengan kontrol negatif
dan kontrol positif (mouthwash). Setelah dilakukan pengujian TPC maka
dilakukan uji mikroskop dengan dilakukan perendaman gigi manusia dengan
nanokalsium selama 24 jam.
Uji Mikrobiologi atau Total Plate Count (TPC) (SNI 2006)
Uji mikrobiologi total plate count diawali dengan percobaan kepada
probandus yang sebelumnya sudah menyikat gigi dan kemudian berkumur
menggunakan komposisi obat kumur. Sebanyak 10 mL sampel probandus
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 mL larutan KH2PO4 (larutan
8
garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 mL
dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
telah berisi 9 mL larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2.
Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10-5 dan disesuaikan dengan
pendugaan tingkat koloni bakteri gigi dan mulut. Dari setiap tabung reaksi
pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 mL untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap
pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan
secara melingkar di atas meja agar media PCA merata.
Setelah media PCA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator
selama 48 jam pada suhu 37oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.
Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan
jumlah koloni yang dapat diterima 25-250 koloni per cawan. Nilai TPC dapat
dihitung dengan memakai rumus berikut.
1
Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan
Pengenceran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Rendemen Nanokalsium
Rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui
nilai ekonomis dan efektivitas satu produk. Rendemen nanokalsium yaitu
persentase dari perbandingan bobot serbuk nanokalsium yang dihasilkan terhadap
bobot cangkang kepiting sebelum mengalami perlakuan. Berikut adalah hasil
rendemen yang dihasilkan pada proses ekstraksi nanokalsium menggunakan
HCl 1N dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.)
Berat awal bahan
112,16 g
112,20 g
112,14 g
Berat hasil proses
3,21 g
3,24 g
3,20 g
Rendemen
2,86%
2,88%
2,85%
Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen nanokalsium cangkang kepiting
sebesar 2,86%, 2,88% dan 2,85%. Berat rendemen total yang dihasilkan mencapai
9,65 g dari total cangkang awal yaitu 336,5 g. Menurut penelitian sebelumnya
(Minarty 2012), menunjukkan bahwa rendemen nanokalsium cangkang rajungan
dengan menggunakan HCl 0,5N, 1N, 1,5N diperoleh masing-masing sebanyak
7,01%, 12,07% dan 13,42%. Konsentrasi HCl yang berbeda-beda tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap hasil rendemen. Suptijah et al. (2012)
menjelaskan bahwa rendemen dengan waktu perendaman optimum 48 jam
menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 13,92%.
Martati et al. (2002), menjelaskan bahwa faktor lain yang mempengaruhi
rendemen adalah pengaruh suhu dan waktu. Hal ini sesuai dengan penelitian
9
Khoerunnisa (2011) menyatakan bahwa lamanya waktu ekstraksi HCL
memberikan pengaruh terhadap hasil rendemen nanokalsium dari cangkang kijing
lokal (Pilsbryoconcha exilis). Nilai rendemen yang bertambah dikarenakan waktu
ekstraksi yang lama akan semakin banyak komponen mineral yang terekstrak dari
cangkang, namun bila dinaikkan kembali waktu ekstraksi tidak akan berpengaruh,
hal ini dikarenakan larutan sudah mengalami titik jenuh sehingga rendemen tidak
bertambah. Menurut Brojer et al. (2002) dalam Khoerunnisa (2011),
meningkatnya waktu ekstraksi akan menyebabkan meningkatnya massa zat
terlarut sampai waktu optimal, bila melebihi dari waktu optimal maka rendemen
tidak bertambah. Rendahnya rendemen diduga karena banyak material yang
terbuang saat proses penetralan.
Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006)
Nanokalsium dari cangkang kepiting (Scylla sp.) di uji kadar airnya.
Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam bahan
sehingga dapat mengawetkan bahan.
Analisis kadar air nanokalsium cangkang kepiting menghasilkan kadar air
11,63±0,0175%. Hafiludin (2011) nilai kadar air pada cangkang rajungan yaitu
mencapai 9,9885% hal ini menunjukkan bahwa kadar air cangkang rajungan jauh
lebih rendah dibandingkan cangkang kepiting. Hal ini diduga karena proses
pengeringan yang dilakukan dimana kondisinya beragam dan penanganan bahan
selama proses pengeringan.
Kandungan Mineral Nanokalsium
Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan menjadi dua yaitu mineral
makro dan mineral mikro (Almatsier 2009 dalam Khoerunnisa 2011). Komposisi
makro mineral pada serbuk nanokalsium ini adalah Ca, Mg, Na, P, dan K,
sedangkan mikro mineral yang terkandung adalah Fe, Zn, dan Mn. Berikut hasil
analisis mineral menggunakan AAS pada cangkang kepiting (Scylla sp.) dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji kandungan mineral pada kalsium
cangkang kepiting (Scylla sp.), kadar mineral kalsium memiliki nilai
796444±841,8 ppm atau 82,54%. Kadar mineral kalsium cangkang kepiting
menjadi nilai tertinggi dibandingkan mineral lainnya. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Minarty (2012) menunjukkan nilai tertinggi pada
cangkang rajungan yaitu kalsium sebesar 51,27% dan Magnesium 36,91%.
Salaenoi et al. (2006), kandungan kalsium pada kepiting normal mencapai
342,15 ppm dan kandungan mineral terbesar kedua adalah Magnesium 252,68%.
Nanokalsium cangkang kepiting merupakan hasil recovery dari pemanfaatan
limbah cangkang kepiting melalui proses demineralisasi. Cangkang kepiting
mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia berupa kalsium oksida (CaO).
Kalsium oksida dihasilkan melalui proses pemanasan kalsium karbonat
(Tgoe dan Hui 2001 dalam Minarty 2012).
10
Tabel 2 Hasil analisis mineral AAS nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.).
Mineral
Ca
Mg
Na
P
K
Fe
Mn
Zn
Kadar mineral (ppm)
796444±841,8
166323±511,4
211±0,9
1467±6,4
31,8±0,2
42,9±0,5
287,1±1,9
65,1±0,6
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Nanokalsium
Ukuran nanopartikel dari nanokalsium dilihat dengan melalui uji SEM
(Scanning Electron Microscope). Mohanraj dan Chen (2006) menjelaskan bahwa
nanopartikel didefinisikan sebagai penyebaran partikel atau partikel padat dengan
kisaran ukuran 10-1000 nm. Hasil analisis SEM dengan perbesaran 5.000x
menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium memiliki kisaran nilai
134-156,3nm (Gambar 4) dan digolongkan sebagai nanopartikel. Menurut
penelitian sebelumnya Suptijah et al. (2012), nilai ukuran partikel nanokalsium
sebesar 37-127 nm.
Nanokalsium merupakan kalsium yang memiliki ukuran partikel 10-9 m.
Ranjit dan Baquee (2013) menjelaskan bahwa dengan menggunakan formulasi
ukuran nano atau nanopartikel pada sistem penghantar obat merupakan prospek
yang sangat bagus. Nanopartikel sudah banyak diaplikasikan untuk terapi
anti-tumor, terapi gen, terapi AIDS, radioterapi, dalam mengantarkan protein,
antibiotik, virostatik, vaksin dan gelembung untuk melewati pembatas darah-otak.
Berikut gambar analisis SEM serbuk nanokalsium dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Hasil uji SEM nanokalsium perbesaran 5000x.
Gambar 4 menunjukkan morfologi serbuk nanokalsium adalah seperti bunga.
Gambar tersebut secara umum menunjukkan kristal yang terbentuk adalah jenis
vaterit. Menurut Saksono et al. dalam Khoerunnisa 2011, kristal CaCO3 memiliki
3 bentuk kristal yang berbeda, yaitu kalsit, aragonit, dan vaterit. Kalsit berupa
11
kubus padat, vaterit berbentuk seperti bunga (flower-like), sedangkan aragonit
berbentuk seperti kumpulan jarum.
Gaur et al. (2008), menjelaskan mengenai keuntungan dalam menggunakan
ukuran nanopartikel yaitu nanopartikel dapat dimodifikasi untuk mengubah
biodistribusi dalam obat sehingga mencapai keberhasilan terapi dengan efek
samping yang minimal. Ranjit dan Baquee (2013), yaitu penggunaan nanopartikel
juga tidak terakumulasi di dalam tubuh (biodegrable). Min et al. (2008),
menunjukkan bahwa nanopartikel dengan ukuran yang sangat kecil memiliki
kelarutan yang lebih baik dibandingkan obat biasa di dalam tubuh.
Hasil Uji Derajat Putih Nanokalsium
Derajat putih merupakan salah satu uji yang dilakukan pada produk
tepung-tepungan. Yanuar et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran derajat
putih penting untuk jenis tepung-tepungan karena merupakan salah satu faktor
yang menunjukkan nilai mutu dari tepung tersebut. Nilai derajat putih pada serbuk
nanokalsium yang dihasilkan adalah 96,8% (skala 100%). Suptijah et al. (2012),
nanokalsium cangkang udang (Litopenaeus vannamei) memiliki nilai derajat putih
81,73%-93,39%. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Minarty (2012),
nilai derajat putih pada nanokalsium cangkang rajungan mencapai 63,63% dan
penelitian Yanuar et al. (2009) nilai derajat putih nanokalsium cangkang rajungan
dengan metode basah 62,88% dan metode kering 54,64%. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai derajat putih tepung nanokalsium cangkang kepiting cukup baik.
Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium disebabkan oleh adanya
kandungan mineral lain selain kalsium. Mineral secara alami memiliki warna yang
berbeda-beda.
Derajat putih nanokalsium dipengaruhi oleh komponen mineral
penyusunnya, komponen utaman penyusun nanokalsium adalah kalsium yang
memili warna putih. Oleh sebab itu derajat putih nanokalsium juga tinggi
(Minarty 2012). Kalsium merupakan salah satu unsur yang lunak dan keperakan
serta mirip dengan Na dalam keraktifannya, meskipun kurang reaktif. Mineral
natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg)
memiliki warna putih keabu-abuan, fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah,
seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Berikut
merupakan tepung nanokalsium dapat di lihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Tepung nanokalsium.
12
Uji Mikroskop Nanokalsium
Uji mikroskop dilakukan pada perbesaran 50-200x. Gigi yang telah
direndam dengan nanokalsium dilakukan pengujian dengan menggunakan
mikroskop stereo. Gigi terbagi menjadi kontrol dan yang diberi perendaman
dengan nanokalsium. Berikut merupakan foto hasil uji mikroskop dengan
perbesaran 50x pada kontrol, perbesaran 100x dengan nanokalsium dan setelah
proses penyikatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan bahwa perendaman dengan
nanokalsium selama 24 jam mampu menempel pada lapisan permukaan gigi.
Setelah dilakukan penyikatan, nanokalsium yang tertinggal dipermukaan gigi
masih menempel dapat dilihat pada Gambar 6 c. Hal ini diduga bahwa
nanokalsium sudah mulai bereaksi dengan permukaan luar gigi dan menyerap ke
dalam lapisan gigi perlahan. Petrou et al. (2009) menyatakan bahwa perlakuan
dengan pasta yang mengandung 8% arginin dan kalsium karbonat sangat efektif
masuk ke dalam lapisan dentin. Selain itu dengan perlakuan tersebut juga efektif
dalam memberikan lapisan pelindung di seluruh permukaan antara dentin dengan
tubulus.
(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Permukaan gigi nanokalsium (a) kontrol, (b) setelah perendaman,
(c) setelah penyikatan.
Gambar 7 Analisis SEM gigi sebelum dan sesudah (Petrou et al. 2009).
13
Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanokitosan
Pengujian dengan alat particle size analyzer (PSA) dilakukan untuk melihat
ukuran partikel nanokitosan. Nanopartikel mempunyai nilai bioavailability yang
tinggi karena ukurannya yang sangat kecil (Winarno dan Fernandez 2010). Hasil
analisis ukuran partikel nanokitosan memiliki nilai Z average sebesar 401,46nm
(dapat dilihat pada Lampiran 3). Mardliyati et al. (2012), menjelaskan bahwa
Z average merupakan diameter partikel rerata.
Nanopartikel kitosan di buat dengan menggunakan metode gelasi ionik.
Prinsip pembentukan partikel pada metode ini adalah terjadinya interaksi ionik
antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang
bermuatan negatif membentuk struktur network inter- dan intramolekul tiga
dimensi. Pada umumnya metode ini memiliki distribusi ukuran partikel yang
sangat lebar, tingkat stabilitas yang rendah, tetapi merupakan metode yang efektif
dan sederhana. Selain itu dari berbagai metode pembuatan nanopartikel kitosan,
metode gelasi ionik yang banyak menarik perhatian peneliti karena prosesnya
yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan
mudah (Agnihotri et al. 2004 dalam Mardliyati et al. 2012). Crosslinker yang
paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP), karena bersifat tidak
toksik dan memiliki multivalen. Proses crosslinking secara fisika ini tidak hanya
menghindari penggunaan pelarut organik, namun juga mencegah kemungkinan
rusaknya bahan aktif yang akan dienkapsulasi dalam nanopartikel kitosan
(Fan et al.2012 dalam Mardliyati et al. 2012).
Metode gelasi ionik menggunakan alat magnetic stirrer. Menurut
Rachmania (2011), bahwa pengecilan ukuran dengan magnetic stirrer dengan
kecepatan tinggi akan menyamaratakan energi yang diterima oleh partikel di
seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen.
Konsentrasi nanokitosan yang dibuat adalah 0,25%. Hal ini berdasarkan
penelitian Mardliyati et al. (2012) yang menyatakan bahwa dengan pembuatan
nanopartikel kitosan dibawah 0,3% mencegah terjadinya ukuran mikro. Pada
poses pembuatan konsentrasi kitosan 0,4% dengan penambahan TPP dalam
jumlah yang sedikit saja partikel berbentuk ukuran mikro dengan cepat terbentuk.
Crosslinker yang paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP),
karena bersifat tidak toksik dan memiliki multivalen. Penggunaan tween 80 pada
proses pembuatan nanokitosan sebagai emulsifier atau penstabil.
Menurut Silvia et al. (2006) dalam Gufron 2010, penggunaan surfaktan tween 80
dapat memperkecil ukuran partikel kitosan.
Uji Mikrobiologi Total Plate Count (SNI 2006)
Uji mikrobiologi dilakukan untuk melihat aktivitas bakteri setelah
diberikan perlakuan. Nanokitosan yang digunakan sebesar 0,25% dan dibedakan
dengan perlakuan nanokalsium yaitu 0,1%, 0,3%, dan 0,5%. Dengan
menggunakan 5 probandus yaitu untuk masing-masing berkumur dengan
perlakuan kontrol negatif, kontrol positif (mouthwash komersil), 0,1%, 0,3%, dan
0,5%. Berikut hasil uji TPC obat kumur dapat dilihat pada Gambar 8.
14
Gambar 8 Hasil uji TPC obat kumur.
Gambar 8 menunjukkan bahwa kontrol sebelum diberi perlakuan memiliki
jumlah koloni bakteri terbesar. Apabila dibandingkan dengan produk mouthwash
komersil, perlakuan mouthwash NCa dengan konsentrasi 0,5% lebih efektif dalam
mencegah pertumbuhan bakteri.
Salah satu manfaat kitosan dalam bidang farmasi adalah sebagai zat
antibakteri. Mekanisme aktivitas antibakteri kitosan terjadi melalui interaksi
gugus NH3+ dari kitosan dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif
(Eldin et al. 2008 dalam Zahid 2012). Adanya daya tarik secara struktural antara
dinding sel bakteri yang mengandung peptidoglikan dengan struktur dasar rantai
utama dari N-asetilglukosamin dan β-glikan (Zahid 2012). Gambar koloni bakteri
uji TPC dapat dilihat pada Lampiran 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Cangkang kepiting menghasilkan persentase kalsium (Ca) mencapai 82,54%
yang cukup efektif diaplikasikan sebagai obat kumur dan mempengaruhi
pelapisan mineral gigi saat di uji mikroskop. Dengan penambahan nanokitosan
mampu mencegah aktivitas bakteri optimum pada konsentrasi terbaik 0,5%. Obat
kumur berbasis nanokalsium cukup efektif dan dapat disetarakan dengan obat
kumur yang beredar di pasaran.
15
Saran
Saran yang diajukan perlu diadakan penelitian lebih lanjut uji lanjut
mikroskop terhadap lapisan nanokalsium. Perlu digunakan metode Scanning
Electron Microscope (SEM) agar dapat melihat lapisan mineral yang tertutupi
oleh nanokalsium.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis, 16th Edition. Washington (US): AOAC Int.
Agnihotri SA, Mallikarjuna NN, Aminabhavi TM. 2004. Journal of Controlled
Realease. 100 5-28.
Almatsier
S.
2004.
Prinsip
Gramedia Pustaka Utama
Dasar
Imu
Gizi.
Jakarta
(ID):
Arbia W, Arbia L, Adour L, Amrane A. 2013. Extraction from crustacean shells
using biological methods-a review. Food Technol. Biotechnol. 51(1):12-25.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-2356-2006. Penentuan Kadar Air
pada Produk Perairan. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional.
Brojer J, Stamfli H, Graham T. 2002. Effect of extraction time and acid
concentration on the separation of proglycogen and macroglycogen in horse
muscle samples. Canadian Journal of Veterinary Reasearch 66(3):201-206.
Cotton FA, Wilkinson G. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Suharto S, Penerjemah,
Jakarta (ID): Universitas Indonesia-John Willey and Son Inc. Terjemahan dari:
Basic Inorganic Chemistry.
Eldin MSM, Soliman EA, Al Hashem, Tamer TM. 2008. Antibacterial activity of
chitosan chemically modified with new technique. Trends Biomater Aktif
Organs. 22:121-133.
Fan W, Yan W, Xu Z, Ni H. 2012. Colloids and surfaces B. Biointerfaces 90:2127.
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Penuntun
Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Flick GJ, Hebard CE, Ward DR. 2000. Chemistry and Biochemistry of Marine
Food Product. Editor: Martin RE. Connecticut (US): AVI Publ. Co.
Fernandez U. 1999. Enhancement of nanal absorption of insulin using nano
particle. Pharm. Res. 16: 1576-1581.
Gaur A, Midha A, Bhatia AL. 2008. Nanotechnology in medical sciences. Asian
Journal of Pharmaceutics. 2(2): 80-85.
16
Gufron M. 2013. Nanoenkapsulasi metformin dengan nanokitosan sebagai obat
antidiabetes tipe II [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hafiludin. 2011. Optimasi proses ekstraksi khitin dari cangkang rajungan dengan
menggunakan mesin ekstraksi otomatis. Jurnal Kelautan. 4(2):40-49.
Khoerunnisa. 2011. Isolasi dan karakterisasi nano kalsium dari cangkang kijing
lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan metode presipitasi [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Markowitz K. 2013. A new treatment alternative of sensitive teeth: a desensitizing
oral rinse. Journal of Dentistry. 418:S1-S11.
Mardliyati E, Muttaqien SE, Setyawati DR. 2012. Sintesis nanopartikel kitosantrypoliphospate dengan metode gelasi ionik: pengaruh konsentrasi dan rasio
volume terhadap karakteristik partikel. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles – a review. Tropic Journal of
Pharmaceutical Research. 5(1):561-573.
Min SKMN, Shun JJ, Jeong SK, Hee JP, Ha SS, Reinhard HHN, dan Sung JH.
2008. Preparation, characterization and in vivo evaluation of amorphous
atorvastatin calcium nanoparticles using supercritical antisolvent (sas) process.
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 69:454-465.
Minarty I. 2012. Aplikasi nanokalsium dari cangkang rajungan (Portunus sp.)
pada effervescent [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pour GT, Moghadam SMM. 2014. Optimization of nano calcium carbonate
production process using taguchi method. International Journal of Materials,
Mechanics and Manufacturing. 2(1):77-80.
Saksono N, Mubarok MH, Widaningroem R, Bismo S. 2007. Pengaruh medan
magnet terhadap konduktivitas larutan Na2CO3 dan CaCl2 serta presipitasi dan
morfologi partikel CaCO3 pada sistem fluida statis. Jurnal Teknologi. 4:317323.
Salaenoi J, Sangcharoen A, Thongpan A, Mingmuang M. 2006. Morphology and
haemolymph composition changes in red sternum mud crab (Scylla serrata).
Kasetsart J. (Nat. Sci.). 40:158-166.
Sano H, Shibasaki K, Matsukubo T dan Takaesu Y. 2003. Effect of chitosan
rinsing on reduction of dental plaque formation. Bull Tokyo Dent. Coll.
44(1):9-16.
Petrou I, Heu R, Stranick M, Lavender S, Zaidel L, Cummins D, Sullivan RJ.
2009. A breakthrough therapy for dentin hypersensitivity: how dental products
containing 8% arginine and calcium carbonate work to deliver effective relief
of sensitive teeth. J Clin Dent. 20(1):23-31.
Rachmania D. 2011. Karakteristik nano kitosan cangkang udang vanamei
(Litopenaeus vannamei) dengan metode gelasi ionik [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
17
Ranjit K, Baquee AA. 2013. Nanoparticle: an overview of preparation,
characterization and application. International Research Journal Of Pharmacy.
4(4): 47-57. ISSN 2230-8407.
Ravichandran S, Rameshkumar G, Prince AR. 2009. Biochemical composition of
shell and flesh of the Indian White shrimp Penaeus indicus
(H.milne Edwards 1837). Am-Euras. J. Sci. Res. 4(3):191-194.
Silvia SS, Catarina M. 2006. Microencapsulation of hemoglobin in chitosancoated algintae microsphere prepared by emulsification/internal gelation.
The AAPS Journal. 7(4) Article 88.
Suptijah P. 2009. Sumber Nano Kalsium Hewan Perairan. Di dalam: 101 Inovasi
Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Suptijah P, Jacoeb AM, Deviyanti A. 2012. Karakterisasi dan bioavailabilitas
nanokalsium cangkang udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Jurnal Akuatika. III(1):63-73.
Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the determination
of inorganic phosporous. J. Biol. Chem. 202:675-685.
Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM.
JEOL Training Center EP Section.
Yanuar V, Santoso J, Salamah E. 2009. Pemanfaatan cangkang rajungan
(Portunus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan
produk crackers. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan. XII(1):59-72.
Winarno FG, Fernandez IE. 2010. Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan
Kemasan. Bogor (ID): M-Brio Press. Hal : 16-27.
Zahid A. 20. Uji efektivitas kitosan mikrokristalin sebagai alternatif zatantibakteri alami dalam mouthwash [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
18
19
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Gambar sampel obat kumur (mouthwash N-Ca)
Lampiran 2 Tabel hasil analisis kadar air
No.
Cawan kosong
Berat sampel awal
1
27,22g
24,87g
2
24,23g
25,94g
3
27,54g
25,00g
Kadar air (%) =
Bobot akhir
29,71g
26,87g
29,75g
=
1
= 9,9880%
Lampiran 3 Analisis particle size analyzer
Lampiran 4 Koloni bakteri uji TPC (a. Nca 0,1; b. Nca 0,3; c. kontrol positif).
(a)
(b)
(c)
22
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Januari 1992. Penulis
merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Andi Abdul Wahid
dan Fitri Finiarti.
Penulis menempuh pendidikan pertama di TK Al-Hidayah Tanjung Priok
Jakarta tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan formal di SDN 03 Petang
Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 1998 hingga tahun 2004. Penulis melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMPN 95 Jakarta dan lulus pada tahun 2007.
Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 10 Jakarta dan lulus pada
tahun 2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010
melalui jalur USMI. Selama perkuliahan, penulis aktif dalam berorganisasi di
divisi Marketing EMULSI pada periode 2011-2013. Penulis aktif berorganisasi di
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
sebagai staff Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pada periode
tahun 2012-2013. Penulis aktif dalam organisasi Food Processing Club (FPC)
sebagai anggota divisi Litbang periode 2012-2013. Selama perkuliahan, penulis
juga aktif di beberapa kepanitian yang dilaksanakan di fakultas maupun diluar
fakultas.
PEMANFAATAN NANOKALSIUM DAN NANOKITOSAN
DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (Scylla sp.)
SEBAGAI OBAT KUMUR
FATMASARI NUARISMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan
Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.)
sebagai Obat Kumur” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Fatmasari Nuarisma
NIM C3410055
i
ABSTRAK
FATMASARI NUARISMA. Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari
Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur. Dibimbing oleh
PIPIH SUPTIJAH dan AGOES MARDIONO JACOEB.
Nanokalsium merupakan kalsium yang memiliki ukuran mencapai 10-9 m dan
lebih cepat terserap ke dalam tubuh yang diperoleh dari limbah cangkang kepiting
(Scylla sp.). Salah satu terobosan terbaru adalah menjadikan nanokalsium pada
obat kumur yang ditambah nanokitosan untuk mencegah pertumbuhan bakteri di
dalam mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nanokalsium,
menentukan efektivitas nanokitosan dalam mengurangi aktivitas bakteri di dalam
mulut dan membandingkan hasil obat kumur dengan produk komersial. Penelitian
dilakukan beberapa tahap, yaitu ekstraksi nanokalsium, pengujian mineral dengan
AAS, pengujian PSA, dan Mikrobiologi dengan TPC. Hasil kadar air nanokalsium
menunjukkan hasil rataan 11,63%. Hasil uji total mineral pada Ca sebesar
796444,9±841,9 ppm. Nilai derajat putih nanokalsium mencapai 96,8%. Analisis
SEM nanokalsium memiliki ukuran 134-156,34 nm. Ukuran nanokitosan pada
analisis PSA sebesar 401,46 nm. Hasil terbaik uji total plate count (TPC) pada
konsentrasi 0,5%.
Kata kunci: cangkang kepiting, kitosan, mouthwash, nanokalsium, scylla sp..
ABSTRACT
FATMASARI NUARISMA. Utilization of Nanocalcium and Nanochitosan from
Crab Shell Waste (Scylla sp.) as Mouthwash. Supervised by PIPIH SUPTIJAH
and AGOES MARDIONO JACOEB.
Nanocalcium is 10-9 m in particle size and quickly absorb into the body, taken
from crab shell waste (Scylla sp.). One of the latest breakthrough was using
nanocalcium on mouthwash that added by nanochitosan to prevent the bacterial
growth in mouth. The purpose of this research were to analyze nanocalcium, to
know the effectiveness of nanochitosan for reducing the bacterial activity in the
mouth and to compare these product with the commercial. The study was
conducted several stages, namely nanokalsium extraction, mineral testing with
AAS, PSA testing, and Microbiology with TPC. Moisture content was 11.63%.
The result of total minerals test on Ca was 796444.93±841.87 ppm. White degree
percentage reached 96.8%. Particle size of nanocalcium was 134-156.34 nm from
SEM analyzed. Particle of nanochitosan from PSA analysis was 401.46 nm. The
best result concentration of total plate count (TPC) was 0.5%.
Keywords: chitosan, crab shell, nanocalcium, mouthwash, scylla sp..
ii
© HAK CIPTA MILIK IPB, TAHUN 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ii
PEMANFAATAN NANOKALSIUM DAN NANOKITOSAN
DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (Scylla sp.)
SEBAGAI OBAT KUMUR
FATMASARI NUARISMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
iv
Judul Skripsi : Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah
Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur
Nama
: Fatmasari Nuarisma
NIM
: C34100055
Program Studi: Departemen Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Dra Pipih Suptijah MBA
Pembimbing I
Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl- Biol
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang
Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr Dra Pipih Suptijah MBA dan Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl- Biol selaku dosen
pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi serta ilmu yang telah
diberikan kepada penulis.
2. Dra Ella Salamah MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan dan
motivasi yang diberikan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5. Seluruh dosen dan staff administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
6. Orang tua (Andi Abdul Wahid dan Fitri Finiarti) dan ketiga kakak tercinta
yang telah memberikan cinta, kasih sayang, motivasi maupun semangat kepada
penulis.
7. Beasiswa BIDIKMISI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk
menempuh pendidikan kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.
8. Ema Masruroh SSi dan Dini Indriani AMd yang telah membantu penulis
selama penelitian di laboratorium.
9. Wahyu Mutia Rizki dan Nia Kurniawati selaku teman sebimbingan dalam
penelitian. Tim Trio TPC (Maya Sofia dan Bang Olong) selaku teman yang
telah membantu selama penelitian uji TPC dan seluruh keluarga besar THP 47
atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. Yayan Fitriyan selaku teman
terdekat penulis yang telah membantu penelitian, Khalida Hanum dan seluruh
penghuni kost Griya Pink selaku teman terdekat penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Fatmasari Nuarisma
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Perumusan Masalah............................................................................................ 2
Tujuan Penelitian................................................................................................ 2
METODE PENELITIAN........................................................................................ 2
Waktu dan Tempat ............................................................................................. 2
Bahan .................................................................................................................. 3
Alat ..................................................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 8
Hasil Pengukuran Rendemen Nanokalsium .................................................... 8
Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006) ................................................................ 9
Kandungan Mineral Nanokalsium ................................................................... 9
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Nanokalsium .......................... 10
Hasil Uji Derajat Putih Nanokalsium ............................................................ 11
Uji Mikroskop Nanokalsium ......................................................................... 12
Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanokitosan .......................................... 13
Uji Mikrobiologi Total Plate Count (SNI 2006) ........................................... 13
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 14
Kesimpulan....................................................................................................... 14
Saran ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 23
iii
DAFTAR TABEL
1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.) ...................................... 8
2 Hasil analisis mineral AAS nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.). ......... 10
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian utama .............................................................................. 3
2 Diagram alir pembuatan nanokalsium .................................................................. 4
3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan .................................................... 7
4 Hasil uji SEM nanokalsium perbesaran 5000x................................................... 10
5 Tepung nanokalsium........................................................................................... 11
6 Permukaan gigi nanokalsium a. kontrol, b. setelah perendaman,....................... 12
7 Analisis SEM gigi sebelum dan sesudah (Petrou et al. 2009) ............................ 12
8 Hasil uji TPC obat kumur ................................................................................... 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar sampel obat kumur ................................................................................ 21
2 Tabel hasil analisis kadar air .............................................................................. 21
3 Analisis particle size analyzer ............................................................................ 21
4 Koloni bakteri uji TPC (a. Nca 0,1; b. Nca 0,3; c. kontrol positif). ................... 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepiting (Scylla sp.) merupakan salah satu bahan baku hasil perairan dari
filum krustase yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Menurut data
produksi KKP (2013), volume ekspor kepiting melonjak 25,76% menjadi lebih
dari 19.000 ton senilai 198 juta dolar AS. Berdasarkan data Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), ekspor kepiting dan produk olahannya mencapai 19.786 ton
pada Januari-Juni 2013. Selama ini pemanfaatan kepiting masih terbatas hanya
sebagai kebutuhan pangan. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting masih kurang
diperhatikan yang beredar dipasaran. Menurut Irawati dan Utami (2007),
pemanfaatan cangkang kepiting di Indonesia masih belum optimal.
Pemanfaatan limbah cangkang yang menjadi permasalahan lingkungan
belum sepenuhnya ditangani, namun dengan memberikan perlakuan terhadap
cangkang menjadi salah satu alternatif penyelesaian limbah cangkang. Limbah
cangkang krustase mengandung 30-40% protein, 30-50% kalsium karbonat, dan
20-30% kitin (Arbia et al. 2013). Tingginya kandungan kalsium karbonat
menjadikan solusi alternatif untuk menangani limbah cangkang kepiting. Salah
satu pemanfaatan limbah dari cangkang kepiting adalah di bidang farmasi dan
kesehatan yaitu sebagai penguat gigi dan tulang karena kandungan kalsium.
Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu
1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1kg. Kalsium
mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Berdasarkan
jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi
(Almatsier 2004).
Salah satu terobosan terbaru yaitu dengan membuat produk obat kumur
yang mengandung kalsium sebagai penambah mineral gigi dan kitosan yang
berperan dalam mengurangi bakteri di dalam mulut. Permasalahan gigi yang
sering terjadi adalah gigi sensitif. Markowitz (2013) menjelaskan bahwa gigi
sensitif adalah gigi yang mengalami kondisi yang terasa menyiksa dan
menyakitkan. Gigi sensitif terjadi diakibatkan oleh menipisnya struktur mineral
yang terdapat dalam gigi.
Kalsium yang umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium.
Ukuran partikel kalsium ini terkait dengan besarnya penyerapan ke dalam tubuh.
Nanokalsium adalah kalsium dengan ukuran partikel mencapai 10-9 m yang
menyebabkan reseptor cepat masuk ke dalam tubuh dengan sempurna
(Suptijah 2009). Mineral hasil ekstraksi cangkang dapat dimanfaatkan sebagai
alternatif
sumber
kalsium
dengan
menggunakan
teknologi
nano
(Flick et al. 2000 dalam Minarty 2012) dalam memelihara kesehatan pertumbuhan
gigi. Selain itu nanokalsium juga diaplikasikan pada industri berbeda misal
farmasi, kosmetik, cat dan industri komposit (Pour dan Moghadam 2014).
Kitosan merupakan polisakarida alami yang diperoleh dari kitin melalui
proses deasetilasi (Sano et al. 2003). Salah satu manfaat kitosan dalam bidang
farmasi adalah sebagai zat antibakteri. Kemampuan antibakteri kitosan
diakibatkan terdapatnya gugus NH3 glukosamin yang mampu berinteraksi dengan
permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif (Eldin et al. 2008).
2
Obat kumur yang beredar di pasaran lebih banyak mengandung komposisi
tidak alami dan menggunakan alkohol. Untuk menghindari masalah tersebut obat
kumur dibuat dari nanokalsium dan mengganti alkohol dengan penambahan
nanokitosan.
Perumusan Masalah
Limbah cangkang kepiting (Scylla sp.) masih jarang dimanfaatkan. Banyak
kandungan kalsium dari cangkang kepiting cukup potensial untuk dimanfaatkan.
Salah satunya adalah dengan mengubah menjadi produk nanokalsium, yang
diaplikasikan dalam produk obat kumur (mouthwash). Teknologi nano dapat
menghasilkan kalsium yang bisa diserap dan lebih cepat masuk ke dalam tubuh
manusia. Nanokitosan yang berperan sebagai antibakteri dapat diaplikasi pada
obat kumur (mouthwash) yang bersinergi dengan nanokalsium. Oleh karena itu
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan teknologi
nanokalsium dipadukan dengan penambahan nanokitosan dalam mencegah
aktivitas bakteri dalam mulut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan nanokalsium
dalam obat kumur, menentukan efektivitas nanokitosan dalam mengurangi
aktivitas bakteri di dalam mulut dan membandingkan hasil penelitian obat kumur
dengan produk obat kumur komersil.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2013 sampai Juni
tahun 2014. Penelitian di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU)
Pangan dan Gizi, Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Laboratorium Bersama
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan Laboratorium Pengujian Hasil Hutan, Gunung Batu,
Laboratorium Analisis Bahan FTIR Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN dan Balai Besar Industri Agro (BBIA).
3
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkang kepiting, air,
akuades, akuabides, HCL 1N, NaOH 3N, H2SO4, Ammonium Molibdat
Tetrahidrat,, H2SO4 95-97%, FeSO4.7H2O, KH2PO4, MgO, alkohol 70%, asam
asetat 1%, TPP 0,1%, Tween 80.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi timbangan digital,
disc mill, termometer, tanur, oven, hot plate, erlenmeyer, magnetic stirerr,
kompor listrik, beaker glass, gelas ukur, gelas piala, labu takar, spray drying,
pipet volumetrik, pipet otomatis, rak tabung reaksi, tabung reaksi, finnpipet,
cawan petri, mikropipet, vortex, sudip, inkubator, spektrofotometer merek UV200-RS, mikroskop stereo, Atomic Absorption Specthrometer (AAS), mikroskop
SEM EVO 50 Carl Zeis.
Prosedur Penelitian
Penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama diawali dengan ekstraksi
nanokalsium dengan metode modifikasi Fernandez (1999) dan dilakukan
pengukuran rendemen dan kadar air (SNI 2006), analisis fosfor
(Taussky dan Shorr 1953), analisis total mineral (AAS) (AOAC 2005), analisis
SEM (Toya et al. 1986), dan uji derajat putih (Faridah et al. 2006). Tahap kedua
dilakukan pembuatan nanokitosan dan dilanjutkan dengan analisis particle size
analyzer (PSA). Tahap ketiga dilakukan pembuatan komposisi obat kumur dan
dilakukan uji mikrobiologi (TPC) (SNI 2006). Uji TPC dilakukan dengan
menggunakan kontrol negatif, kontrol positif (mouthwash komersil), dan
konsentrasi 0,1%, 0,3%, dan 0,5%. Prosedur penelitian secara garis besar
disajikan pada Gambar 1.
Pembuatan nanokitosan
Nanokitosan
Pembuatan nanokalsium
Mint
Nanokalsium
Formulasi obat kumur
Obat kumur
Uji TPC
Perendaman nanokalsium + gigi
Uji mikroskop
Gambar 1 Diagram alir penelitian utama.
4
Penelitian Tahap 1
Pembuatan Nanokalsium (modifikasi metode Fernandez 1999)
Pembuatan nanokalsium diawali dengan preparasi cangkang kepiting
(Scylla sp.). Cangkang dibersihkan dari kotoran yang menempel dicuci dan
dikeringkan dengan cara dijemur sampai kering. Selanjutnya cangkang kepiting
yang telah kering kemudian dihancurkan dan diproses dengan menggunakan alat
penepungan di Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi menjadi
tepung. Tepung cangkang kepiting kemudian di ekstraksi dengan HCl 1N dan
dipanaskan selama 1 jam pada suhu 90oC. Tahap selanjutnya adalah presipitasi
mineral dengan larutan NaOH 3N dengan cara tetes demi tetes sampai endapan
tidak terbentuk lagi. Selanjutnya endapan putih mineral dipisahkan dari filtratnya.
Endapan putih yang diperoleh kemudian dilakukan proses pencucian
menggunakan air aqua. Endapan putih yang sudah netral, dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 100oC. Kemudian dilakukan analisis kadar air.
Setelah kering sampel dibakar diatas hot plate sampai tidak berasap. Sampel
kemudian di tanur pada suhu 600oC selama 6 jam untuk menghilangkan senyawa
organik. Tahap terakhir adalah tepung nanokalsium dihaluskan dengan
menggunakan mortar dan dilakukan analisis. Berikut diagram alir pembuatan
nanokalsium disajikan pada Gambar 2.
Preparasi cangkang
Penepungan dengan alat
penepungan
Pengabuan dalam tanur (600oC),
5 jam
Penghalusan dengan mortar
Ekstraksi dengan pelarut HCl
1N, 1 jam
Presipitasi dengan NaOH 3N
Endapan putih
Netralisasi
Pengeringan dengan oven pada
(100 0C), ± 8 jam
Nano kalsium
Analisis:
(a) Perhitungan Rendemen
(b) Uji Kadar Air
(c) Analisis mineral
dengan AAS
(d) Analisis SEM
(e) Uji Derajat Putih
(f) Uji mikroskop
Pembakaran di atas hot plate
Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanokalsium.
5
Pengukuran Rendemen Nanokalsium
Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar bobot akhir
nanokalsium terhadap bobot cangkang kepiting sebelum mengalami perlakuan.
Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rendemen (%) =
Keterangan:
a = Berat hasil proses
b = Berat awal bahan
Analisis Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006)
Analisis kadar air dilakukan mengacu pada SNI 01-2356-2006. Cawan
porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam
desikator selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam
cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC dalam tekanan tidak lebih
10 mmHg selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan beserta isinya
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air
dapat dilihat sebagai berikut:
Kadar air (%)
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)
Analisis Fosfor (Taussky dan Shorr 1953)
Preparasi larutan dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan membuat larutan A
dan larutan B. Pada larutan A, sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah
60 mL akuades, selanjutnya ditambahkan 28 mL H2SO4 dan dilarutkan dengan
akuades hingga 100 mL. Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak
10 mL larutan A ditambah 60 mL akuades dan 5 g FeSO4.7H2O, kemudian
dilarutkan dengan akuades hingga 100 mL. Sampel hasil pengabuan kering
dimasukkan kedalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 mL larutan B.
Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 660 nm.
Analisis Kandungan Mineral Nanokalsium AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry) (AOAC 2005)
Sampel kering ditimbang pada cawan porselen ± 1 g dan ditanur selama 4-6
jam dengan suhu 700 oC. Kemudian ditambahkan HCl 25% sebanyak ¾ isi cawan
lalu dipanaskan diatas hot plate (diruang asam) sampai volume HCl 25%
berkurang menjadi ¼ isi cawan. Kemudian ditambahkan akuades hingga 100 mL
pada labu takar dan disaring. Sampel kemudian siap untuk diukur dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry.
Perhitungan kadar mineral (%) basis basah :
Kadar mineral =
6
Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) Nanokalsium (Toya et al. 1986)
Pengamatan terhadap ukuran partikel nanokalsium diamati dengan Scanning
Electron Microscopy (SEM). Analisis ini menggunakan alat SEM EVO 50 Carl
Zeis. Preparasi sampel untuk pengamatan ini dimulai dengan pengeringan sampel
dengan spray drying. Setelah preparasi, sampel diletakkan pada logam yang
dilapisi karbon untuk selanjutnya dilakukan pelapisan emas (Au) 400 Å di dalam
Magnetron Sputtering Device yang dilengkapi dengan pompa vakum. Pada proses
vakum terjadi loncatan logam emas ke arah sampel, sehingga melapisi sampel.
Sampel yang telah dilapisi emas diletakkan pada lokasi sampel dalam mikroskop
elektron dan dengan terjadinya tembakan elektron ke arah sampel, maka akan
terekam ke dalam monitor dan kemudian dilakukan pemotretan.
Analisis Derajat Putih Nanokalsium (Faridah et al. 2006)
Sampel nanokalsium diukur derajat putih dengan menggunakan Colorflex
Spechtrophotometer, yaitu analisis warna secara obyektif yang mengukur warna
yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Uji derajat putih diawali
dengan dikalibrasi terlebih dahulu standar berwarna hitam dan dibaca segera hasil
pembacaan. Standar berwarna putih dimasukkan dan dibaca segera hasil
pembacaan. Bila sudah dikalibrasi, sampel dimasukkan pada wadah kuvet.
Selanjutnya sampel dibaca segera hasilnya pada spektrofotometer. Nilai derajat
putih dihitung dengan rumus:
Derajat putih atau whiteness (%) = 100-[(100-L*)2+a*2+b*2]1/2
Keterangan: L*: Lightness adalah hitam 0 sampai 100
a* : merah (60) sampai hijau (-60)
b* : kuning (60) sampai biru (-60)
Uji Mikroskop Nanokalsium
Uji mikroskop ini dilakukan untuk melihat lapisan nanokalsium pada gigi
manusia. Sebanyak 2 sampel gigi geraham manusia di rendam dengan
nanokalsium dan akuades 100 mL selama 24 jam, 1 gigi geraham manusia sebagai
kontrol. Kemudian gigi yang telah di rendam nanokalsium dikeringkan. Gigi
dilihat dibawah mikroskop sterero pada perbesaran 50-200x. Selanjutnya gigi di
sikat kemudian dilihat kembali dibawah mikroskop stereo pada perbesaran
50-200x.
Penelitian Tahap II
Pembuatan Nanokitosan (modifikasi metode Mardliyati et al. 2012)
Pembuatan nanokitosan diawali dengan pelarutan kitosan 1,5 g dengan
asam asetat 1%. Kemudian dihomogenkan pada 3700 rpm selama 2 jam. Setelah
itu ditambah dengan tween 0,1% sebanyak 4 tetes dan dihomogenkan selama 30
menit. Kemudian ditambahkan Tripolipospat 0,1% sebanyak 100mL dan
dihomogenkan selama 30 menit. Setelah itu dianalisis ukuran dengan
menggunakan alat analyzer size particle (PSA). Berikut diagram alir prosedur
pembuatan nanokitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
7
1,5 g kitosan serbuk
Pelarutan dengan asam asetat 1%
Homogenisasi (3700 rpm, 2 jam)
Penambahan tween 80
Homogenisasi (3700 rpm, 30 menit)
Penambahan Tripolipospat 0,1%
sebanyak 100 mL
Homogenisasi (3700 rpm, 30 menit)
Nano kitosan
Uji
PSA
Gambar 3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan.
Analisis Particle Size Analyzer Nanokitosan
Uji ukuran partikel nanokitosan dilakukan menggunakan pengujian PSA
(Particle Size Analyzer). Sampel larutan diambil dengan pipet kemudian
dimasukkan ke dalam tabung dengan tinggi maksimum 15 mm. Hasil pengujian
sampel nanokitosan akan muncul pada layar komputer.
Penelitian Tahap III
Pembuatan Komposisi Obat Kumur
Pembuatan komposisi obat kumur dengan pemberian nanokalsium pada
konsentrasi 0,1%; 0,3%; dan 0,5%. Kemudian ditambahkan dengan nanokitosan
dengan konsentrasi 0,25% dan mint. Ketiga konsentrasi masing-masing dilakukan
uji mikrobiologi total plate count (TPC) dan dibandingkan dengan kontrol negatif
dan kontrol positif (mouthwash). Setelah dilakukan pengujian TPC maka
dilakukan uji mikroskop dengan dilakukan perendaman gigi manusia dengan
nanokalsium selama 24 jam.
Uji Mikrobiologi atau Total Plate Count (TPC) (SNI 2006)
Uji mikrobiologi total plate count diawali dengan percobaan kepada
probandus yang sebelumnya sudah menyikat gigi dan kemudian berkumur
menggunakan komposisi obat kumur. Sebanyak 10 mL sampel probandus
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 mL larutan KH2PO4 (larutan
8
garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 mL
dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
telah berisi 9 mL larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2.
Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10-5 dan disesuaikan dengan
pendugaan tingkat koloni bakteri gigi dan mulut. Dari setiap tabung reaksi
pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 mL untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap
pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan
secara melingkar di atas meja agar media PCA merata.
Setelah media PCA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator
selama 48 jam pada suhu 37oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.
Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan
jumlah koloni yang dapat diterima 25-250 koloni per cawan. Nilai TPC dapat
dihitung dengan memakai rumus berikut.
1
Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan
Pengenceran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Rendemen Nanokalsium
Rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui
nilai ekonomis dan efektivitas satu produk. Rendemen nanokalsium yaitu
persentase dari perbandingan bobot serbuk nanokalsium yang dihasilkan terhadap
bobot cangkang kepiting sebelum mengalami perlakuan. Berikut adalah hasil
rendemen yang dihasilkan pada proses ekstraksi nanokalsium menggunakan
HCl 1N dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.)
Berat awal bahan
112,16 g
112,20 g
112,14 g
Berat hasil proses
3,21 g
3,24 g
3,20 g
Rendemen
2,86%
2,88%
2,85%
Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen nanokalsium cangkang kepiting
sebesar 2,86%, 2,88% dan 2,85%. Berat rendemen total yang dihasilkan mencapai
9,65 g dari total cangkang awal yaitu 336,5 g. Menurut penelitian sebelumnya
(Minarty 2012), menunjukkan bahwa rendemen nanokalsium cangkang rajungan
dengan menggunakan HCl 0,5N, 1N, 1,5N diperoleh masing-masing sebanyak
7,01%, 12,07% dan 13,42%. Konsentrasi HCl yang berbeda-beda tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap hasil rendemen. Suptijah et al. (2012)
menjelaskan bahwa rendemen dengan waktu perendaman optimum 48 jam
menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 13,92%.
Martati et al. (2002), menjelaskan bahwa faktor lain yang mempengaruhi
rendemen adalah pengaruh suhu dan waktu. Hal ini sesuai dengan penelitian
9
Khoerunnisa (2011) menyatakan bahwa lamanya waktu ekstraksi HCL
memberikan pengaruh terhadap hasil rendemen nanokalsium dari cangkang kijing
lokal (Pilsbryoconcha exilis). Nilai rendemen yang bertambah dikarenakan waktu
ekstraksi yang lama akan semakin banyak komponen mineral yang terekstrak dari
cangkang, namun bila dinaikkan kembali waktu ekstraksi tidak akan berpengaruh,
hal ini dikarenakan larutan sudah mengalami titik jenuh sehingga rendemen tidak
bertambah. Menurut Brojer et al. (2002) dalam Khoerunnisa (2011),
meningkatnya waktu ekstraksi akan menyebabkan meningkatnya massa zat
terlarut sampai waktu optimal, bila melebihi dari waktu optimal maka rendemen
tidak bertambah. Rendahnya rendemen diduga karena banyak material yang
terbuang saat proses penetralan.
Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006)
Nanokalsium dari cangkang kepiting (Scylla sp.) di uji kadar airnya.
Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam bahan
sehingga dapat mengawetkan bahan.
Analisis kadar air nanokalsium cangkang kepiting menghasilkan kadar air
11,63±0,0175%. Hafiludin (2011) nilai kadar air pada cangkang rajungan yaitu
mencapai 9,9885% hal ini menunjukkan bahwa kadar air cangkang rajungan jauh
lebih rendah dibandingkan cangkang kepiting. Hal ini diduga karena proses
pengeringan yang dilakukan dimana kondisinya beragam dan penanganan bahan
selama proses pengeringan.
Kandungan Mineral Nanokalsium
Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan menjadi dua yaitu mineral
makro dan mineral mikro (Almatsier 2009 dalam Khoerunnisa 2011). Komposisi
makro mineral pada serbuk nanokalsium ini adalah Ca, Mg, Na, P, dan K,
sedangkan mikro mineral yang terkandung adalah Fe, Zn, dan Mn. Berikut hasil
analisis mineral menggunakan AAS pada cangkang kepiting (Scylla sp.) dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji kandungan mineral pada kalsium
cangkang kepiting (Scylla sp.), kadar mineral kalsium memiliki nilai
796444±841,8 ppm atau 82,54%. Kadar mineral kalsium cangkang kepiting
menjadi nilai tertinggi dibandingkan mineral lainnya. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Minarty (2012) menunjukkan nilai tertinggi pada
cangkang rajungan yaitu kalsium sebesar 51,27% dan Magnesium 36,91%.
Salaenoi et al. (2006), kandungan kalsium pada kepiting normal mencapai
342,15 ppm dan kandungan mineral terbesar kedua adalah Magnesium 252,68%.
Nanokalsium cangkang kepiting merupakan hasil recovery dari pemanfaatan
limbah cangkang kepiting melalui proses demineralisasi. Cangkang kepiting
mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia berupa kalsium oksida (CaO).
Kalsium oksida dihasilkan melalui proses pemanasan kalsium karbonat
(Tgoe dan Hui 2001 dalam Minarty 2012).
10
Tabel 2 Hasil analisis mineral AAS nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.).
Mineral
Ca
Mg
Na
P
K
Fe
Mn
Zn
Kadar mineral (ppm)
796444±841,8
166323±511,4
211±0,9
1467±6,4
31,8±0,2
42,9±0,5
287,1±1,9
65,1±0,6
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Nanokalsium
Ukuran nanopartikel dari nanokalsium dilihat dengan melalui uji SEM
(Scanning Electron Microscope). Mohanraj dan Chen (2006) menjelaskan bahwa
nanopartikel didefinisikan sebagai penyebaran partikel atau partikel padat dengan
kisaran ukuran 10-1000 nm. Hasil analisis SEM dengan perbesaran 5.000x
menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium memiliki kisaran nilai
134-156,3nm (Gambar 4) dan digolongkan sebagai nanopartikel. Menurut
penelitian sebelumnya Suptijah et al. (2012), nilai ukuran partikel nanokalsium
sebesar 37-127 nm.
Nanokalsium merupakan kalsium yang memiliki ukuran partikel 10-9 m.
Ranjit dan Baquee (2013) menjelaskan bahwa dengan menggunakan formulasi
ukuran nano atau nanopartikel pada sistem penghantar obat merupakan prospek
yang sangat bagus. Nanopartikel sudah banyak diaplikasikan untuk terapi
anti-tumor, terapi gen, terapi AIDS, radioterapi, dalam mengantarkan protein,
antibiotik, virostatik, vaksin dan gelembung untuk melewati pembatas darah-otak.
Berikut gambar analisis SEM serbuk nanokalsium dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Hasil uji SEM nanokalsium perbesaran 5000x.
Gambar 4 menunjukkan morfologi serbuk nanokalsium adalah seperti bunga.
Gambar tersebut secara umum menunjukkan kristal yang terbentuk adalah jenis
vaterit. Menurut Saksono et al. dalam Khoerunnisa 2011, kristal CaCO3 memiliki
3 bentuk kristal yang berbeda, yaitu kalsit, aragonit, dan vaterit. Kalsit berupa
11
kubus padat, vaterit berbentuk seperti bunga (flower-like), sedangkan aragonit
berbentuk seperti kumpulan jarum.
Gaur et al. (2008), menjelaskan mengenai keuntungan dalam menggunakan
ukuran nanopartikel yaitu nanopartikel dapat dimodifikasi untuk mengubah
biodistribusi dalam obat sehingga mencapai keberhasilan terapi dengan efek
samping yang minimal. Ranjit dan Baquee (2013), yaitu penggunaan nanopartikel
juga tidak terakumulasi di dalam tubuh (biodegrable). Min et al. (2008),
menunjukkan bahwa nanopartikel dengan ukuran yang sangat kecil memiliki
kelarutan yang lebih baik dibandingkan obat biasa di dalam tubuh.
Hasil Uji Derajat Putih Nanokalsium
Derajat putih merupakan salah satu uji yang dilakukan pada produk
tepung-tepungan. Yanuar et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran derajat
putih penting untuk jenis tepung-tepungan karena merupakan salah satu faktor
yang menunjukkan nilai mutu dari tepung tersebut. Nilai derajat putih pada serbuk
nanokalsium yang dihasilkan adalah 96,8% (skala 100%). Suptijah et al. (2012),
nanokalsium cangkang udang (Litopenaeus vannamei) memiliki nilai derajat putih
81,73%-93,39%. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Minarty (2012),
nilai derajat putih pada nanokalsium cangkang rajungan mencapai 63,63% dan
penelitian Yanuar et al. (2009) nilai derajat putih nanokalsium cangkang rajungan
dengan metode basah 62,88% dan metode kering 54,64%. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai derajat putih tepung nanokalsium cangkang kepiting cukup baik.
Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium disebabkan oleh adanya
kandungan mineral lain selain kalsium. Mineral secara alami memiliki warna yang
berbeda-beda.
Derajat putih nanokalsium dipengaruhi oleh komponen mineral
penyusunnya, komponen utaman penyusun nanokalsium adalah kalsium yang
memili warna putih. Oleh sebab itu derajat putih nanokalsium juga tinggi
(Minarty 2012). Kalsium merupakan salah satu unsur yang lunak dan keperakan
serta mirip dengan Na dalam keraktifannya, meskipun kurang reaktif. Mineral
natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg)
memiliki warna putih keabu-abuan, fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah,
seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Berikut
merupakan tepung nanokalsium dapat di lihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Tepung nanokalsium.
12
Uji Mikroskop Nanokalsium
Uji mikroskop dilakukan pada perbesaran 50-200x. Gigi yang telah
direndam dengan nanokalsium dilakukan pengujian dengan menggunakan
mikroskop stereo. Gigi terbagi menjadi kontrol dan yang diberi perendaman
dengan nanokalsium. Berikut merupakan foto hasil uji mikroskop dengan
perbesaran 50x pada kontrol, perbesaran 100x dengan nanokalsium dan setelah
proses penyikatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan bahwa perendaman dengan
nanokalsium selama 24 jam mampu menempel pada lapisan permukaan gigi.
Setelah dilakukan penyikatan, nanokalsium yang tertinggal dipermukaan gigi
masih menempel dapat dilihat pada Gambar 6 c. Hal ini diduga bahwa
nanokalsium sudah mulai bereaksi dengan permukaan luar gigi dan menyerap ke
dalam lapisan gigi perlahan. Petrou et al. (2009) menyatakan bahwa perlakuan
dengan pasta yang mengandung 8% arginin dan kalsium karbonat sangat efektif
masuk ke dalam lapisan dentin. Selain itu dengan perlakuan tersebut juga efektif
dalam memberikan lapisan pelindung di seluruh permukaan antara dentin dengan
tubulus.
(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Permukaan gigi nanokalsium (a) kontrol, (b) setelah perendaman,
(c) setelah penyikatan.
Gambar 7 Analisis SEM gigi sebelum dan sesudah (Petrou et al. 2009).
13
Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanokitosan
Pengujian dengan alat particle size analyzer (PSA) dilakukan untuk melihat
ukuran partikel nanokitosan. Nanopartikel mempunyai nilai bioavailability yang
tinggi karena ukurannya yang sangat kecil (Winarno dan Fernandez 2010). Hasil
analisis ukuran partikel nanokitosan memiliki nilai Z average sebesar 401,46nm
(dapat dilihat pada Lampiran 3). Mardliyati et al. (2012), menjelaskan bahwa
Z average merupakan diameter partikel rerata.
Nanopartikel kitosan di buat dengan menggunakan metode gelasi ionik.
Prinsip pembentukan partikel pada metode ini adalah terjadinya interaksi ionik
antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang
bermuatan negatif membentuk struktur network inter- dan intramolekul tiga
dimensi. Pada umumnya metode ini memiliki distribusi ukuran partikel yang
sangat lebar, tingkat stabilitas yang rendah, tetapi merupakan metode yang efektif
dan sederhana. Selain itu dari berbagai metode pembuatan nanopartikel kitosan,
metode gelasi ionik yang banyak menarik perhatian peneliti karena prosesnya
yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan
mudah (Agnihotri et al. 2004 dalam Mardliyati et al. 2012). Crosslinker yang
paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP), karena bersifat tidak
toksik dan memiliki multivalen. Proses crosslinking secara fisika ini tidak hanya
menghindari penggunaan pelarut organik, namun juga mencegah kemungkinan
rusaknya bahan aktif yang akan dienkapsulasi dalam nanopartikel kitosan
(Fan et al.2012 dalam Mardliyati et al. 2012).
Metode gelasi ionik menggunakan alat magnetic stirrer. Menurut
Rachmania (2011), bahwa pengecilan ukuran dengan magnetic stirrer dengan
kecepatan tinggi akan menyamaratakan energi yang diterima oleh partikel di
seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen.
Konsentrasi nanokitosan yang dibuat adalah 0,25%. Hal ini berdasarkan
penelitian Mardliyati et al. (2012) yang menyatakan bahwa dengan pembuatan
nanopartikel kitosan dibawah 0,3% mencegah terjadinya ukuran mikro. Pada
poses pembuatan konsentrasi kitosan 0,4% dengan penambahan TPP dalam
jumlah yang sedikit saja partikel berbentuk ukuran mikro dengan cepat terbentuk.
Crosslinker yang paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP),
karena bersifat tidak toksik dan memiliki multivalen. Penggunaan tween 80 pada
proses pembuatan nanokitosan sebagai emulsifier atau penstabil.
Menurut Silvia et al. (2006) dalam Gufron 2010, penggunaan surfaktan tween 80
dapat memperkecil ukuran partikel kitosan.
Uji Mikrobiologi Total Plate Count (SNI 2006)
Uji mikrobiologi dilakukan untuk melihat aktivitas bakteri setelah
diberikan perlakuan. Nanokitosan yang digunakan sebesar 0,25% dan dibedakan
dengan perlakuan nanokalsium yaitu 0,1%, 0,3%, dan 0,5%. Dengan
menggunakan 5 probandus yaitu untuk masing-masing berkumur dengan
perlakuan kontrol negatif, kontrol positif (mouthwash komersil), 0,1%, 0,3%, dan
0,5%. Berikut hasil uji TPC obat kumur dapat dilihat pada Gambar 8.
14
Gambar 8 Hasil uji TPC obat kumur.
Gambar 8 menunjukkan bahwa kontrol sebelum diberi perlakuan memiliki
jumlah koloni bakteri terbesar. Apabila dibandingkan dengan produk mouthwash
komersil, perlakuan mouthwash NCa dengan konsentrasi 0,5% lebih efektif dalam
mencegah pertumbuhan bakteri.
Salah satu manfaat kitosan dalam bidang farmasi adalah sebagai zat
antibakteri. Mekanisme aktivitas antibakteri kitosan terjadi melalui interaksi
gugus NH3+ dari kitosan dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif
(Eldin et al. 2008 dalam Zahid 2012). Adanya daya tarik secara struktural antara
dinding sel bakteri yang mengandung peptidoglikan dengan struktur dasar rantai
utama dari N-asetilglukosamin dan β-glikan (Zahid 2012). Gambar koloni bakteri
uji TPC dapat dilihat pada Lampiran 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Cangkang kepiting menghasilkan persentase kalsium (Ca) mencapai 82,54%
yang cukup efektif diaplikasikan sebagai obat kumur dan mempengaruhi
pelapisan mineral gigi saat di uji mikroskop. Dengan penambahan nanokitosan
mampu mencegah aktivitas bakteri optimum pada konsentrasi terbaik 0,5%. Obat
kumur berbasis nanokalsium cukup efektif dan dapat disetarakan dengan obat
kumur yang beredar di pasaran.
15
Saran
Saran yang diajukan perlu diadakan penelitian lebih lanjut uji lanjut
mikroskop terhadap lapisan nanokalsium. Perlu digunakan metode Scanning
Electron Microscope (SEM) agar dapat melihat lapisan mineral yang tertutupi
oleh nanokalsium.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis, 16th Edition. Washington (US): AOAC Int.
Agnihotri SA, Mallikarjuna NN, Aminabhavi TM. 2004. Journal of Controlled
Realease. 100 5-28.
Almatsier
S.
2004.
Prinsip
Gramedia Pustaka Utama
Dasar
Imu
Gizi.
Jakarta
(ID):
Arbia W, Arbia L, Adour L, Amrane A. 2013. Extraction from crustacean shells
using biological methods-a review. Food Technol. Biotechnol. 51(1):12-25.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-2356-2006. Penentuan Kadar Air
pada Produk Perairan. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional.
Brojer J, Stamfli H, Graham T. 2002. Effect of extraction time and acid
concentration on the separation of proglycogen and macroglycogen in horse
muscle samples. Canadian Journal of Veterinary Reasearch 66(3):201-206.
Cotton FA, Wilkinson G. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Suharto S, Penerjemah,
Jakarta (ID): Universitas Indonesia-John Willey and Son Inc. Terjemahan dari:
Basic Inorganic Chemistry.
Eldin MSM, Soliman EA, Al Hashem, Tamer TM. 2008. Antibacterial activity of
chitosan chemically modified with new technique. Trends Biomater Aktif
Organs. 22:121-133.
Fan W, Yan W, Xu Z, Ni H. 2012. Colloids and surfaces B. Biointerfaces 90:2127.
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Penuntun
Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Flick GJ, Hebard CE, Ward DR. 2000. Chemistry and Biochemistry of Marine
Food Product. Editor: Martin RE. Connecticut (US): AVI Publ. Co.
Fernandez U. 1999. Enhancement of nanal absorption of insulin using nano
particle. Pharm. Res. 16: 1576-1581.
Gaur A, Midha A, Bhatia AL. 2008. Nanotechnology in medical sciences. Asian
Journal of Pharmaceutics. 2(2): 80-85.
16
Gufron M. 2013. Nanoenkapsulasi metformin dengan nanokitosan sebagai obat
antidiabetes tipe II [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hafiludin. 2011. Optimasi proses ekstraksi khitin dari cangkang rajungan dengan
menggunakan mesin ekstraksi otomatis. Jurnal Kelautan. 4(2):40-49.
Khoerunnisa. 2011. Isolasi dan karakterisasi nano kalsium dari cangkang kijing
lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan metode presipitasi [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Markowitz K. 2013. A new treatment alternative of sensitive teeth: a desensitizing
oral rinse. Journal of Dentistry. 418:S1-S11.
Mardliyati E, Muttaqien SE, Setyawati DR. 2012. Sintesis nanopartikel kitosantrypoliphospate dengan metode gelasi ionik: pengaruh konsentrasi dan rasio
volume terhadap karakteristik partikel. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles – a review. Tropic Journal of
Pharmaceutical Research. 5(1):561-573.
Min SKMN, Shun JJ, Jeong SK, Hee JP, Ha SS, Reinhard HHN, dan Sung JH.
2008. Preparation, characterization and in vivo evaluation of amorphous
atorvastatin calcium nanoparticles using supercritical antisolvent (sas) process.
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 69:454-465.
Minarty I. 2012. Aplikasi nanokalsium dari cangkang rajungan (Portunus sp.)
pada effervescent [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pour GT, Moghadam SMM. 2014. Optimization of nano calcium carbonate
production process using taguchi method. International Journal of Materials,
Mechanics and Manufacturing. 2(1):77-80.
Saksono N, Mubarok MH, Widaningroem R, Bismo S. 2007. Pengaruh medan
magnet terhadap konduktivitas larutan Na2CO3 dan CaCl2 serta presipitasi dan
morfologi partikel CaCO3 pada sistem fluida statis. Jurnal Teknologi. 4:317323.
Salaenoi J, Sangcharoen A, Thongpan A, Mingmuang M. 2006. Morphology and
haemolymph composition changes in red sternum mud crab (Scylla serrata).
Kasetsart J. (Nat. Sci.). 40:158-166.
Sano H, Shibasaki K, Matsukubo T dan Takaesu Y. 2003. Effect of chitosan
rinsing on reduction of dental plaque formation. Bull Tokyo Dent. Coll.
44(1):9-16.
Petrou I, Heu R, Stranick M, Lavender S, Zaidel L, Cummins D, Sullivan RJ.
2009. A breakthrough therapy for dentin hypersensitivity: how dental products
containing 8% arginine and calcium carbonate work to deliver effective relief
of sensitive teeth. J Clin Dent. 20(1):23-31.
Rachmania D. 2011. Karakteristik nano kitosan cangkang udang vanamei
(Litopenaeus vannamei) dengan metode gelasi ionik [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
17
Ranjit K, Baquee AA. 2013. Nanoparticle: an overview of preparation,
characterization and application. International Research Journal Of Pharmacy.
4(4): 47-57. ISSN 2230-8407.
Ravichandran S, Rameshkumar G, Prince AR. 2009. Biochemical composition of
shell and flesh of the Indian White shrimp Penaeus indicus
(H.milne Edwards 1837). Am-Euras. J. Sci. Res. 4(3):191-194.
Silvia SS, Catarina M. 2006. Microencapsulation of hemoglobin in chitosancoated algintae microsphere prepared by emulsification/internal gelation.
The AAPS Journal. 7(4) Article 88.
Suptijah P. 2009. Sumber Nano Kalsium Hewan Perairan. Di dalam: 101 Inovasi
Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Suptijah P, Jacoeb AM, Deviyanti A. 2012. Karakterisasi dan bioavailabilitas
nanokalsium cangkang udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Jurnal Akuatika. III(1):63-73.
Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the determination
of inorganic phosporous. J. Biol. Chem. 202:675-685.
Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM.
JEOL Training Center EP Section.
Yanuar V, Santoso J, Salamah E. 2009. Pemanfaatan cangkang rajungan
(Portunus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan
produk crackers. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan. XII(1):59-72.
Winarno FG, Fernandez IE. 2010. Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan
Kemasan. Bogor (ID): M-Brio Press. Hal : 16-27.
Zahid A. 20. Uji efektivitas kitosan mikrokristalin sebagai alternatif zatantibakteri alami dalam mouthwash [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
18
19
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Gambar sampel obat kumur (mouthwash N-Ca)
Lampiran 2 Tabel hasil analisis kadar air
No.
Cawan kosong
Berat sampel awal
1
27,22g
24,87g
2
24,23g
25,94g
3
27,54g
25,00g
Kadar air (%) =
Bobot akhir
29,71g
26,87g
29,75g
=
1
= 9,9880%
Lampiran 3 Analisis particle size analyzer
Lampiran 4 Koloni bakteri uji TPC (a. Nca 0,1; b. Nca 0,3; c. kontrol positif).
(a)
(b)
(c)
22
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Januari 1992. Penulis
merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Andi Abdul Wahid
dan Fitri Finiarti.
Penulis menempuh pendidikan pertama di TK Al-Hidayah Tanjung Priok
Jakarta tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan formal di SDN 03 Petang
Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 1998 hingga tahun 2004. Penulis melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMPN 95 Jakarta dan lulus pada tahun 2007.
Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 10 Jakarta dan lulus pada
tahun 2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010
melalui jalur USMI. Selama perkuliahan, penulis aktif dalam berorganisasi di
divisi Marketing EMULSI pada periode 2011-2013. Penulis aktif berorganisasi di
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
sebagai staff Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pada periode
tahun 2012-2013. Penulis aktif dalam organisasi Food Processing Club (FPC)
sebagai anggota divisi Litbang periode 2012-2013. Selama perkuliahan, penulis
juga aktif di beberapa kepanitian yang dilaksanakan di fakultas maupun diluar
fakultas.