PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING SEBAGAI BAHAN PENGAWET BUAH DUKU DENGAN VARIASI LAMA PENGAWETAN

  

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG

KEPITING SEBAGAI BAHAN PENGAWET BUAH DUKU

DENGAN VARIASI LAMA PENGAWETAN

Elin Trisnawati, Dewid Andesti, Abdullah Saleh*

  Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

  Email: dullascurtin@yahoo.com

  

Abstrak

Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan untuk coating buah Lansium Domestic Corr (duku).

  Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh laju pengeringan terhadap kadar air duku, pengaruh suhu penyimpanan terhadap penyusutan massa duku, jumlah total plate count (TPC). Cara percobaan yaitu

  o

  duku dicelupkan dalam larutan kitosan (1% ,1,5%, 2%, 2,5%), kemudian dikeringkan pada suhu 25 C.

  o o o

  Kadar air duku diamati sampai dengan 7 hari dengan suhu penyimpanan 10

  C, 25 C dan 45

  C. Derajat deasetilasi kitosan yang digunakan untuk coating buah duku pada percobaan ini sebesar 77,84%, kadar air 2,35%, kadar abu 1.56 %, kadar nitrogen 7,01%, berwarna kuning pucat, ukuran partikel 5 mesh, dan kadar protein 3.10%. Hasil yang diperoleh Laju pengeringan berkisar antara 0,00468 sampai dengan 0,0375gr air yang teruapkan /menit. Perlakuan coating menggunakan kitosan dapat memperkecil penyusutan massa duku selama penyimpanan, hal ini disebabkan karena adanya coating pada permukaan duku dapat menahan laju transmisi air agar dapat tertahan sementara untuk tidak keluar dari duku.

  o o

  Penyusutan massa paling besar terjadi pada suhu 45 C dan terendah pada suhu 10

  C. Nilai TPC dari perlakuan memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan mikroba. Pada perlakuan duku tanpa coating, coating kitosan 1%, 1,5% dan 2% jumlah mikroba sampai dengan hari ke tujuh tidak dapat dihitung karena jumlah terlalu banyak. Penambahan coating kitosan 2,5% menunjukkan adanya peningkatan kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba. Mikroba antara 4.940 sampai dengan 9.887 log CFU/gr.

  Kata Kunci : Kitosan, buah duku, pelapisan, laju pengeringan.

  

Abstract

  Chitosan was substance which would have used as a coating on duku. The aim of this study was to examin the influence of drying rate on water content of duku, the influence of storage temperature, and the total plate count (TPC). Concentration of chitosan used in this research was varied from 1%, 1.5%,

  o

  2%, 2.5% w/v, storage duration was 7 days, and the storage temperature ranging from 10, 25, and 45 C. Characteristics of chitosan used on coating duku in this research had followed: deacetilation degree of 77.84 %, 2.35 % of water content, 1.56 % of ash, 7.01 % of nitrogen, particle size of 5 mesh, 3.10 % of protein, and yellow-pale in appearance. The results of this study are the drying rate was range from 0.00468 to 0.0375 g water/minute. Coating duku with chitosan decreasedthe mass lost of those during storage. This was probably due to the effect of coating on duku surface which would have restrained the

  o

  migration rate of water temporarily within the fruit. The highest mass losses were obtained on 45 C

  o

  temperature; while the lowest was obtained on 10

  C. Duku without coating, coating chitosan 1%, 1,5% and 2% until seven days did not unpredictable microbe but with coating chitosan 2,5% ranging microbe from 4.940 to 9.887 log CFU/gr.

  Keywords: Chitosan, Lansium Domestic Corr (Duku), coating, drying rate.

  Page 18 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 19, April 2013 1.

  Crab ).Kitosan mempunyai potensi yang cukup

  Dengan demikian jumlah hasil samping produksi yang berupa kepala, kulit, ekor maupun kaki kepiting yang umumnya 25-50 % dari berat, sangat berlimpah. Hasil samping ini, di Indonesia belum banyak digunakan sehingga hanya menjadi limbah yang mengganggu lingkungan, terutama pengaruh pada bau yang tidak sedap dan pencemaran air (kandungan BOD 5 , COD dan TSS perairan disekitar pabrik chitin cukup tinggi) (Agus 2011).

  menghasilkan limbah kulit / kepala udang,cangkang kepiting dan hewan laut lainnya tidak kurang dari 56.200 metrik ton. Limbahtersebut terbukti kaya akan kitin, yang melalui proses tertentu akan dapat dihasilkan kitosan. Sebagai salah satu negara pengekspor kepiting, Indonesia tentu saja berpeluang memproduksi kitin atau kitosan.Dengan ekspor kepiting (umumnya kaleng) sekitar 4000 ton per tahun juga berpotensi menghasilkan kulit sebagai limbah sebanyak 1000 ton per tahun.Limbah tersebut berpotensi diolah menjadi kitin, dengan produksi sekitar 1700 ton per tahun. Sebaran ketersediaan kulit kepiting, mencakup Sumatera Utara, Pantai Timur Sumatera, Pantura Jawa, Kalimantan dan Sulawesi Selatan (Agus 2011).

  Storage (perusahaan pengolahan ikan) tanah air

  Setiap tahun, menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2000, Cold

  Limbah Cangkang Kepiting

  Beberapa penelitian lain sehubungan dengan pelapisan buah (coating) menggunakan kitosan, mengamati bahwa dengan penambahan 200 ppm- 1000 ppm kerusakan buah dapat dihambat. Kelemahan penelitian ini tidak ada penjelasan mengapa dosis kitosan optimum yang bisa digunakan pada buah. Ghaouth (1992) mengamati mikroba yang terdapat pada coating karboksimetil kitosan, kelemahan penelitian ini karena penambahan karboksimetil kitosan yang semakin lama semakin mengering akan mempercepat kematangan buah bagian dalam, produksi jadi lebih mahal dan tidak aman dikonsumsi tubuh (Harianingsih 2010).

  baik sebagai pelapis buah-buahan, misalnya pada tomat dan leci. Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin, yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (Wikipedia 2012).

  Salah satu metode yang digunakan untuk menghambat proses metabolisme pada buah adalah dengan cara penyimpanan atmosfer terkendali. Metode ini memerlukan biaya yang tinggi. Metode lain yang lebih praktis adalah dengan meniru mekanisme atmosfer termodifikasi, yaitu dengan penggunaan bahan pelapis (coating) (Krochta, 1992). Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air dan menghindari kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan buah dapat diperlambat. Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama buah.Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan untuk coating buah, yang merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit udang – udangan (Crustaceae, kepiting dan Kepiting /

   PENDAHULUAN

  Tingkat kerusakan buah yang lain dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan luar buah yang terjadi melalui inti sel yang tersebar di permukaan, dan secara alami dihambat oleh lapisan lilin yang terdapat di permukaan buah.

  C dan tanpa pelembab ruangan, kulit buahnya akan berubah coklat dalam semalam (Asni 2004).

  o

  Buah duku tergolong ke dalam buah yang memiliki masa simpan yang singkat. Buah duku akan berwarna coklat setelah 4 hari dalam penyimpanan konvensional pada suhu ruang (widodo dkk, 200; Widodo, 2004, 2005 a dan b). Buah duku yang disimpan tanpa kemasan apapun dirunag ber-AC, dengan suhu berkisar 20

  oksidase (Harianingsih 2010).

  Buah duku dapat tumbuh subur di daerah beriklim basah dengan curah hujan tinggi.Tanaman ini termasuk jenis pohon buah sekali.Disaat musimbuah duku akan melimpah sehingga harga duku pun akan menurun. Selain itu buah duku ini merupakan buah yang cepet busuk . Pada saat pemanenan duku harus benar – benar dijaga dari kontak fisik, karena apabila duku rusak maka akan terjadi reaksi browning yang disebabkan oleh enzim polifenol

  Buah duku (Lansium Domesticum Corr) sejenis buah – buahan anggota sukuMeliaceae. Tanaman ini dikenal pula dengan nama – nama yang lain seperti langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain – lain dengan berbagai variasinya. nama - namayang beraneka ragam ini sekaligus menunjukkan adanya aneka kultivar yang tercermin dari bentuk buah dan pohon yang berbeda – beda.Di Indonesia, sentra buah duku tersebar luas di wilayah Sumatra dan Jawa. Duku adalah tumbuhan identitas untuk Provinsi Sumatera Selatan (Erwin 2011).

  Kepiting mengandung persentase kitin paling tinggi (70%) diantara bangsa-bangsa krustasea, insekta, cacing maupun fungi

  (Shah inilah menja

  7 Putih sam

  . Degradasi e akukan untu 03).

  fat Fisik dan

  Sifat dan pengaruhi oleh larut, konsen tosan dapat di ntuk morfolog atur, bentukn lain itu dapat rwarna putih ntuk awal chi ologi dan me alah bioren ofungsional. K bih pendek d osan dalam utannya terga rajat degradas tuk mempe gomernya den limerisasi, da ngan kimia da

  Suatu m empunyai dera n kandungan katakan chitos da molekulny rajad deaset

  Muzzarelli,198 Tabl

  Deasetilasi Kadar abu Kadar air Kelarutan

  Kadar nitrogen Warna Ukuran partikel Viscositas

  E.Coli Salmonella mber : Muzza

  ondisi ekstrim s deasetilasi k h pendek diban kitosan dilar asnya bervari rajat deasetilas olimerisasi se gan suhu ting maksimal ter enzimatis terh uk enzim k

  Kimia Kitosa

  penampilan h perbedaan k ntrasi, waktu, iperoleh deng gi diantaranya nya kristalin t juga berben dengan strukt itin murni. Ch ekanik yang newable, bi

  Kitosan mem daripada ranta larutan asam antung dari de si polimer. Te roleh kitin ngan berbagai an berat mole an enzimatis (W olekul dika ajat deasetilas nirogennya ku san bila nitrog ya lebih besar tilasi (DD) 5). le 1. Standard

  ≥ 70 % jenis jenis Umu

  2 Hanya

  5 AS

  Sum

  3 N N relli (1985) da

  m yang digu kitosan memp andingkan kitin arutkan dalam iasi menurut sinya. Kitosan elama penyim ggi. Depolim rjadi pada suh hadap kitosan kitonase (Bam

  an

  n produk k kondisi, sepert , dan suhu gan berbagai m a struktur yang atau semikr ntuk padatan tur kristal teta

  Chitin memilik tinggi diant iodegradable, mpunyai rantai tai kitin. Kel m serta visc erajat deasetila erdapat dua m

  , kitosan i derajad deas ekulnya (BM)

  Wikipedia 20 atakan kitin si (DD) sampa kurang dari 7% gen yang terka r dari 7% ber lebih dari

  Kitosan

  s teknis dan > 95 pharmasikal umnya < 1 % 2 – 10 % a pada pH ≤ 6 7 - 8,4 % mpai kuning pucat ASTM Mesh

  309 cps Negatif Negatif dan Austin (19

  unakan punyai n.Oleh m asam berat n dapat mpanan merisasi hu 280 n dapat mbang kitosan ti jenis proses macam g tidak istalin. amorf ap dari ki sifat aranya dan i yang larutan cositas asi dan metode dan etilasi,

  ) yaitu 12). bila ai 10%

  %. Dan andung rat dan

  70%

  Karena ko da saat prose ntai yang lebih rena itu, jika cer, viskosita olekul dan der engalami depo ng lama deng ermal kitosan

  dip pel Kit ben ter Sel ber ben bio ada bio leb kit lar der unt oli pol den me dan dik pad der (M

  Kitos Penge

  D-glukosami mida-2-deoks

  K berben asetilg deriva Kitin di bu dari (1992 polim mono ß(1-4) mudah tidak anorg pekat, laruta asam 1998) dan a pH penga terbat

  P terben depro dilaku lemah mengh bahan meng mengh terdap ditem sel f enzym pada G hidi, dkk. 1 h yang nant adi kitosan (A

  san ertian Kitosa

  Kitosan ad ntuk linier ya glukosamin d atif deasetilasi adalah jenis p umi setelah se

  crustacean a

  2) menjelaska mer linier yang omer n-asetil

  ) atau 2-asetam h mengalam beracun, tid ganik lemah, d

  , alkohol dan an dimetil aset lemah sepert

  ). Asam organ asam netral d tertentu dal adukan lama tas (Wikipedia

  Proses produ ntuknya kitin oteinasi, dan ukan dengan h (HCl) hilangkan mi n baku. Dep gunakan larut hilangkan si pat dalam b mukan secara a filamen dan matis. Struktur Gambar 1.

  Gambar

  999).Kitin y tinya dideas Agus 2011).

  an

  dalah suatu ang terdiri da dan D-glukos i dari polimer polisakarida t elulosa, kitin atau berbagai an bahwa k g tersusun ol

  8

  Sif

  i degradasi dak larut da dan asam-asam n aseton, tet tamida dan lit ti asetat dan nik seperti as apat melarutk lam keadaan

  , tetapi den a 2012). uksi kitosan n) meliputi deasetilasi. menggunaka yang ber ineral yang te proteinasi dil tan basa lema sa-sisa prote bahan baku. alami pada di n yeast kar r kimia kitosa

  r 1. Struktur K

  yang terkandu etilasi sehin u polisakar ari monomer samin. Bentu r ini adalah ki terbanyak ke dapat dipero i fungi. Orn kitin merupa leh 2000 – 30 in dalam ika si-D-glukopira

  13

  5

  secara biolo alam air, as m organik, alk tapi larut dal tium klorida a formiat (Kur sam hidroklor kan kitosan p n hangat ngan tempera

  (dari sebel demineralis Demineralis an larutan as rtujuan un erkandung dal lakukan den ah (NaOH) un ein yang ma

  Kitosan da inding – dind rena deaseti an dapat kita li

  Kitosan ung ngga rida

  N- ukan itin. dua oleh num akan

  000 atan anol ogis, sam kali lam atau rita, ride pada dan atur lum sasi, sasi sam ntuk lam ngan ntuk asih apat ding ilasi ihat pad ran kar enc mo me yan the

  o

  C dil 200

  % t 988) Page 20 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 19, April 2013 Dua faktor utama yang menjadi ciri dari kitosan adalah viskositas atau berat molekul dan derajat deasetilasi. Oleh sebab itu, pengendalian kedua parameter tersebut dalam proses pengolahannya akan menghasilkan kitosan yang bervariasi dalam penerapannya di berbagai bidang. Derajat deasetilasi dan berat molekul berperan penting dalam kelarutan kitosan, sedangkan derajat deasetilasi sendiri berkaitan dengan kemampuan kitosan untuk membentuk interaksi isoelektrik dengan molekul lain.

  Kitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan, seperti protein, polisakarida, anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Kitosan larut pada asam dan air mempunyai keunikan membentuk gel yang stabil dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu muatan positif pada gugus NH. Menurut Wibowo, kelarutan kitosan dipengaruhi oleh tingkat ionisasinya, dan dalam bentuk terionisasi penuh, kelarutannya dalam air meningkat karena adanya jumlah gugus yang bermuatan(Wibowo, 2006).

  Pada pH asam, kitosan memiliki gugus amin bebas (-NH

  2

  ) menjadi bermuatan positif untuk membentuk gugus amin kationik (NH

  3 ).

  Sehingga, dapat diketahui bahwa sifat larutan kitosan akan sangat tergantung pada dua kondisi di atas. Kitosan yang dilarutkan dalam asam maka secara proporsional atom hidrogen dari radikal amina primernya akan lepas sebagai proton, sehingga larutan akan bermuatan positif, dan bila ditambahkan molekul lain sebagai pembawa muatan negatif, maka akan terbentuklah polikationat, dan kitosan akan menggumpal. Sebagai contoh, natrium alginat (molekul pembawa bermuatan negatif) dan larutan-larutan bervalensi dua (sulfat, fosfat atau polianion) dari ion mineral atau protein dapat membentuk senyawa kompleks dengan kitosan(Wibowo, 2006).

  Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin, sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim ß galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Hargono dan M. Djaeni 2010).

  Manfaat Kitosan

  Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer.Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya (Suhardi 1992)

  Kerusakan pada Buah Duku

  Kerusakan buah dapat terjadi sejak buah dipanen hingga proses penyimpanan. Beberapa proses kerusakan yang terjadi pada buah antara lain : a.

  Browning (Pencoklatan) Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah – buahan, seperti pisang, pir, salak, pala, stroberi dan apel begitu juga duku. Buah duku yang memar juga akan mengalami proses pencoklatan. Pada umumnya, proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu proses pencoklatan enzimatik dan non enzimatik.

  Perubahan warna yang utama pada duku disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktivitas enzim phenolase dan oliphenolase. Pada buah duku utuh, sel-selnya masih utuh, dimana substrat yang terdiri atas senyawa - senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh / memar atau terkupas substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis (Asni N 2004).

  Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi senyawa – senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Untuk terjadinya reaksi

  browning enzimatis diperlukan adanya 4

  komponen fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang merupakan sisi aktif enzim. Untuk menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau beberapa komponen tersebut (Asni N 2004). Browning non enzimatik terutama disebabkan reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi (melalui sisi keton dan aldehid yang reaktif) dengan asam-amino (melalui gugus amina). Reaksi ini banyak terjadi selama penyimpanan bahan pangan. Reaksi non enzimatik yang lain adalah karamelisasi dan oksidasi asam askorbat (Harianingsih 2010).

  Reaksi browning dapat dicegah dengan menambahkan senyawa-senyawa anti pencoklatan, antara lain senyawa-senyawa sulfit, asam-asam organik dan dengan blanching / blansir.

  o

  Teknik ini digunakan untuk membuat lapisan film yang berdiri sendiri, terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-coater. 4)

  3) Pembungkusan (casting)

  Penyemprotan (spraying) Teknik ini dapat menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis dan lebih seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan karena lebih efisien.

  Setelah pencelupan, kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Produk kemudian dibiarkan dingin sampai edible coating menempel. Teknik ini telah diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran. 2)

  Pencelupan (dipping) Teknik ini biasanya digunakan pada produk yang memiliki permukaan yang kurang nyata.

  Menurut Krochta (1992), teknik aplikasi pelapisan pada buah ( coating ), yaitu: 1)

  Teknik Pelapisan Buah (Coating)

  dari bahan yang bisa dimakan. Bahan ini digunakan di atas atau di antara produk dengan cara membungkus, merendam, menyikat atau menyemprot, untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air, serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Harianingsih 2010).

  Pelapis Buah (Coater) Coater merupakan lapisan tipis yang dibuat

  C jika disimpan melebihi suhu tersebut kerusakan yang dapat terjadi berupa pencoklatan di bagian dalam, bagian tengah coklat, lembek

  C, tergantung sensitivitas komoditi; (3) heat injuries, terjadi karena paparan sinar matahari atau panas yang berlebihan. Berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu, dikenal dua golongan produk, yaitu yang bersifat sensitif dan tidak sensitif terhadap pendinginan. Suhu kritis stroberi berkisar antara 36 – 38

  b.

  o

  bekunya; (2) chilling injuries, umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan diantara 5 – 15

  injuries, karena produk disimpan di bawah suhu

  Sensitivitas Terhadap Suhu Pemaparan komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada stroberi yang bisa berupa : (1) freezing

  e.

  Laju Transpirasi yang Tinggi Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis / anatomis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, penurunan daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir (Siti N 2012).

  Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Berdasarkan polanya, proses respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan produk nabati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klimakterik dan non- klimakterik (Siti N 2012) d.

  c.

  Besarnya susut sangat tergantung pada jenis Untuk mengurangi susut ini, petani / pedagang harus : (1) mengetahui faktor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan, (2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan atau kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai. Pada prinsipnya, untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan dapat dilakukan dengan cara memanipulasi faktor biologis atau lingkungan dimana produk pertanian tersebut disimpan (Asni N 2004).

  Loss Mass (Penyusutan Massa) Susut (losses) kualitas dan kuantitas dapat terjadi sejak pemanenan hingga saat dikonsumsi.

  Pengolesan (brushing) Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk. Page 22 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 19, April 2013

  Perbandingan proses coating buah impor dengan coating yang kami lakukan.

  Coating buah impor lebih banyak menggunakan proses penyemprotan (spraying).

  Teknik yang lain juga di pakai tetapi untuk skla besar seperti pabrik itu lebih banyak menggunakan proses penyemprotan (spraying) karena teknik ini lebih efisien, dimana buah – buah yang telah siap di coating itu di jalankan di atas belt conveyer dan larutan coating nya disemprot dari atas. (Zola, 2012)

  Untuk penelitian kami menggunakan teknik pencelupan (dipping), proses coating ini kami pilih karena lebih mudah dilakukan untuk skala kecil (riset). Untuk membuat bahan coating itu tersendiri hanya melarutkan serbuk kitosan yang ingin diawetkan dapat langsung dicelupkan ke dalam larutan tersebut.

  Kemampuan coater dalam mengurangi hilangnya air, oksigen, aroma, dan bahan terlarut pada beberapa produk telah banyak diteliti. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu metode paling efektif untuk menjaga kualitas makanan. Kemampuan ini dapat lebih ditingkatkan lagi dengan menambahkan antioksidan, antimikroba, pewarna, flavor, fortified nutrient dll (harianingsih 2010).

  Coater harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film. Kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah hilangnya kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan bergizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang dapat memperbaiki mutu bahan pangan.

  Penggunaan coater pada buah segar dapat memperlambat penurunan mutu, karena metode tersebut dapat digunakan sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas. Keuntungan penggunaan coater untuk pelapis buah adalah dapat memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan, karena coater ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya (Krochta 1992).

  Beberapa penelitian menyebutkan kemampuan film atau coating kitosan dalam memperpanjang masa simpan dan mengendalikan kerusakan buah dan sayuran dengan lebih baik, yaitu dengan cara menurunkan kecepatan respirasi, menghambat pertumbuhan kapang, dan/atau menghambat pematangan dengan mengurangi produksi etilen dan karbondioksida. Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk film yang sesuai sebagai pengawet makanan dengan menghambat patogen psikotrofik membuktikan bahwa coating kitosan (2% kitosan dalam 5% asam asetat) mampu menghambat penurunan kandungan antosianin dan peningkatan aktivitas polyphenol oksidase pada penyimpanan leci. Ghaouth dkk juga melaporkan bahwa coating kitosan (1% dan respirasi dan produksi etilen pada tomat. Tomat yang di-coating dengan kitosan akan lebih keras, titrasi keasamannya lebih tinggi, dan lebih sedikit pigmentasi merah jika dibandingkan dengan sampel kontrol, setelah disimpan selama 4 minggu pada suhu 20oC. P enelitian untuk memperbaiki sifat barrier terhadap uap air dan sifat mekanik dari coater kitosan, yaitu dengan menambahkan asam lemak palmitat dan asam lemak laurat dalam pelarut asam asetat. Selain itu, penambahan zat lain seperti kunyit yang diketahui memiliki sifat antimikroba terbukti mampu meningkatkan daya hambat coater kitosan terhadap pertumbuhan mikroba (Siri N 2012).

  2. METODOLOGI Alat dan Bahan Baku Penelitian

  Alat yang digunakan adalah : a.

  Fluid Mixing Aparatus b. Timbangan Analitik c. Kompor Listrik d. Spatula e. Beker Gelas 2000 ml f. Kain Saring g.

  Tabung Reaksi h. Gelas Ukur i. Pipet Tetes j. Oven k.

  Inkubator l. Botol Semprot

  Bahan yang digunakan adalah Bahan yang digunakan adalah duku, kitosan dari cangkang kepiting, asam asetat 1%,

  NaOH, HC1, aquades, medium kultur mikroba.

  Prosedur Penelitian

  Chitin kemudian dimasukkan dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 20%W pada suhu 90- 100°C sambil diaduk konstan selama 30 menit pada proses deasetilasi. Hasil yang berupa slurry disaring, lalu dicuci dengan aquadest sampai pH netral lalu dikeringkan.Hasil yang diperoleh disebut kitosan. Kemudian dilanjutkan dengan tahap aplikasi chitosan sebagai pengawet buah (duku

  2. Penentuan derajat deaselisasi

  1. Pengukuran kadar air, metode oven

  Analisa Data

  d.

  1%, 1.5%, 2%, w/v ditempatkan dalam beaker glass.dukulangsung dicelupkan kedalam larutan kitosan (0.5%, 1%, 1.5%, 2%) yang telah disediakan selama satu jam, kemudian dikeringkan pada suhu 30°C. Setelah itu disimpan sambil diamati kadar air duku, penyusutan massa duku serta kandungan gula reduksi sampai hari ke tujuh pada suhu kamar. Duku dengan coating kitosan paling baik diamati juga penyusutan massanya pada suhu penyimpanan 10°C, 30°C dan 45°C.

  c. Proses Coating pada Duku Serbuk kitosan dengan konsentrasi 0.5%,

  dibuat dengan cara melarutkan 1,84 gram kitosan dalam 50 ml asam asetat 1%, diaduk pada suhu 40°C selama 60 menit. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan alat vakum untuk memisahkan bagian – bagian yang tidak larut.Larutan yang tersaring diaduk dengan magnetic stirer selama 15 menit.Gelembung yang terbentuk bisa dihilangkan dengan alat vakum.Larutan disimpan pada suhu kamar. Perlakuan ini dilakukan juga pada pembuatan Edible coating dari kitosan 1 % ; 1.5% ; 2 % w/v.

  Edible coating dari kitosan 0.5 % w/v

  Pembuatan Edible Coating

  b.

  Sifat proximat yang diuji seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar nitrogen, ukuran partikel dan warna.

  a. Persiapan Bahan Tahap persiapan ini merupakan tahap sortasi bahan baku duku. Duku yang telah dibersihkan tersebut kemudian dikeringkan dengan oven sampai massanya konstan.Pada tahap karakterisasi kitosan meliputi penentuan derajat deasetilasi, analisis proximat, Berat Molekul.

  Kemudian di lanjutkan dengan :

  ).

  Deasetilasi

  Berikut ini blok diagram pembuatan kitosan dari cangkang kepiting : Cangkang kepiting kering

  Deasetilasi (Larutan NaOH selama ½ jam pada 100

  Penggilingan Pengayakan

  Deproteinasi (Larutan NaOH selama 2 jam pada 65

  o

  C) Penyaringan dan pencucian

  Demineralisasi (larutan HCl selama 30 menit Penyaringan dan pencucian (pH produk netral)

  Pengeringan Bubuk kitin

  o

  Proses demineralisasi pada suhu 25-30°C dengan menggunakan larutan HCl 2 M dengan perbandingan sampel dengan larutan HCl = 1 : 10 (gr serbuk/ml HCl ) sambil diaduk konstan selama 30 menit. Kemudian disaring dan endapan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan aquadest sampai pH netral. Hasil dari proses ini disebut chitin.

  C) Penyaringan dan pencucian (pH produk netral)

  Pengeringan Kitosan

  Analisa Derajat Deasetilasi

  Gambar 2. Blok Diagram Proses Pembuatan

  Kitosan Dari gambar blok diagram proses pembuatan kitosan tersebut ada tiga tahapan untuk menjadi serbuk kitosan yaitu : Deproteinasi

  Proses ini dilakukan pada suhu 65°C, dengan menggunakan larutan NaOH 1 M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1 : 10 (gr serbuk/ml NaOH ) sambil diaduk konstan selama 120 menit. Kemudian disaring dan endapan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan aquadest sampai pH netral. Proses ini dilanjutkan dengan proses demineralisasi. Demineralisasi

  3. Uji total bakteri [Total Plate count (TPC)]

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  0,012 Duku  + coating 1% Duku  tanpa Coating a.

   Karakterisasi Kitosan sebagai Coating 0,01 Duku  + Coating 1,5% pada Duku Duku  + Coating 2%

  /men

  Derajat deasetilasi (DD) adalah salah satu dari Duku

   + coating 2,5% 0,008

  )=gr

  karakteristik kimia yang paling penting, dimana berpengaruh terhadap daya guna kitosan di berbagai

  0,006

  aplikasinya.Derajat deasetilasi kitosan berkisar antara 56% sampai 99%.Derajat deasetilasi kitosan 0,004

   Pengeringan ju

  yang digunakan pada percobaan ini dihitung

   (La N

  dengan analisa FTIR. 0,002 Dari analisa FTIR derajat deasetilasi kitosan yang digunakan untuk coating buah duku pada

  10,5 9,9 9,3 8,7 8,1 7,5 6,9

  percobaan ini sebesar 77,84%. Hal ini sesuai

  X  (Kadar Air)

  dengan standar derajat deasetilasi kitosan yang ada dimana menurut Muzzarelli (1985) bahwa Gambar 3. Kurva Laju Pengeringan kitin dengan derajat deasetilasi di atas 70% Kolodziejska (2000), kitin dengan derajat deasetilasi kelamaan akan menurun. Laju pengeringan 75% digolongkan sebagai kitosan. yang dihasilkan dari penelitian berkisar antara

  Kitosan yang dapat digunakan sebagai 0.8 sampai dengan 0.00468 gr air yang teruapkan

  2 coating juga mempunyai spesifikasi tertentu, /m jam. Duku yang tidak dicoating mengalami

  analisa proximat kitosan dapat dilihat pada Tabel. laju pengeringan paling besar. Duku yang

  dicoating dengan konsentrasi kitosan 1 %,

  Tabel 2. Analisa Proximat 1,5%, 2 %, tidak memperlihatkan perubahan

  Parameter Sumber Analisa

  yang signifikan akan tetapi untuk duku yang

  dicoating 2,5% laju pengeringannya semakin Kadar Abu Umumnya < 2 1.56 % lama semakin menurun.

  % Kadar air 2-10 % 2.35 % c. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap

  Kadar Nitrogen 7-8,4% 7.01 % Penyusutan Massa

  Warna Putih-kuning Kuning pucat Pengaruh suhu penyimpanan diamati pucat

  dengan menggunakan duku yang telah

  Ukuran partikel

5 ASTM Mesh 5 mesh

  dicoating kitosan 2,5%, digunakan duku ini

  karena pada pengamatan sebelumnya

  Kadar Protein >3% 3.10 %

  diperoleh data bahwa coating kitosan 2,5%

  Sumber : Muzzarelli (1985) dan austin (1988) paling baik digunakan sebagai coating duku.

  Hasil pengamatan dapat kita lihat pada Gambar 2 Dari analisa proximat, spesifikasi kitosan dimana penyusutan massa duku diamati pada yang digunakan pada percobaaan sesuai dengan suhu penyimpanan 10°C, 25°C dan 45°C selama standar spesifikasi kitosan menurut Muzzarelli tujuh hari penyimpanan.

  (1985) dan Austin (1988), sehingga dapat disimpulkan kitosan pada percobaan bisa 12,55 diaplikasikan sebagai coating buah duku. 12,5 b. ) Pengaruh Konsentrasi Kitosan terhadap 12,45

   (gr Laju Pengeringan 12,4

  Pada keadaan awal duku sangat basah, jika  Duku ssa a duku dikontakkan dengan udara yang relatif M 12,35 T=

   10 C

  kering, maka penguapan akan terjadi pada T= 12,3  25 C permukaan. Air yang menguap di permukaan T=

   45 C

  duku selalu tergantikan oleh air yang berada di 12,25 dalam duku.Jumlah air di dalam duku relatif 2 4 6 8 banyak sehingga permukaan selalu basah oleh Waktu

   Penyimpanan (hr)

  air. Duku pada keadaan ini mengalami pengeringan konstan. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap laju pengeringan dapat dilihat

  Gambar 4. Kurva Penggaruh Suhu pada Gambar.

  Penyimpanan vs Duku + Coating 2.5 % Page 24 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 19, April 2013 Pada kurva dapat diliha bahwa penyusutan 2.

  Lama waktu pengawetan kitosan yang massa paling besar terjadi pada suhu 45°C ( diaplikasikan pada buah (duku) yang telah hari pertama massa duku 12.5 gr, pada hari ke kami lakukan bertahan selama tujuh hari tujuh massa duku 12.29 gr) dan terendah pada atau satu minggu, dibandingkan dengan suhu 10°C (hari pertama massa duku 12.5 gr, tanpa pengawetan yang satu hari sudah pada hari ke tujuh massa duku 12.43 gr) rusak.

  Suhukritis penyimpanan duku pada suhu 36 3.

  Konsentrasi kitosan yang optimal dalam

  • 38°C.Kerusakan buah duku pada suhu kritis ini pengawetan buah (duku) yaitu pada berupa pelunakan, benyek dan busuk. Dari konsentrasi 2.5 %. pengamatan suhu 10°C dan 25°C masuk ke 4.

  Pengaruh kitosan terhadap pengawetan dalam kategori aman untuk penyimpanan duku pada buah (duku) yaitu dengan adanya sedangkan untuk suhu 45°C sudah melewati pengawetan maka buah duku lebih tahan suhu kritis duku. lama dan kitosan merupakan pengawet makanan yang alami.

d. Kandungan Total Plate Count (TPC)

  Selama penyimpanan semua sampel diamati ketahanannya terhadap pertumbuhan DAFTAR PUSTAKA

  Plate Count (TPC).Hasil analisis TPC dapat Admin 2012.6 Manfaat Dan Khasiat Buah Duku dilihat pada table. Untuk Kesehatan Kita.

  Tabel 3. Total PlateCount ( TPC) http://e.lifestilenews. blogspot.com /2012/09/6- manfaat- dan-khasiat- buah-

  

Jumlah mikroba ( log CFU/g) hari ke- duku- untuk.html, di akses 9 Juni 2012

Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7

  Agus 2011.Pemanfaatan Limbah Udang dan Kepiting.http://blog.Unpad.ac.id/boanga/2

  Tanpa coating 4.940 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 011/08/22/pemanfaatan-limbah-udang- Coating

  kepiting/, diakses 2 Januari 2012

  kitosan 1% 4.521 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

  Anonim. 2011. Klasifikasi Ilmiah Buah Duku.

  Coating

  (http://id. Wikipedia.org/Wiki/Kitosan,

  kitosan 1,5% 4.094 9.773 ~ ~ ~ ~ ~ ~

  diakses tanggal 29 Januari 2012.

  Coating kitosan

  Asni N. 2004. Upaya Memperpanhanjang Masa

  2% 3.947 5.800 8.299 9.371 9.685 ~ ~ ~ Simpan Duku. Balai Pengkajian Jambi. Coating kitosan

  Jambi

  2.5% 3.831 5.796 7.993 8.075 8.624 9.174 9.339 9.887 Ket :~ : TakTerhingga

  Bambang, S., (2003), “Kajian Pengembangan Nilai TPC dari perlakuan memperlihatkan

  Teknologi Proses Produksi Kitin dan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan Kitosan secara Kimiawi”, Prosiding mikroba. Pada perlakuan coating kitosan 2% dan Seminar Nasional Teknik Kimia kitosan 2,5%

  coating Indonesia.

  menunjukkanpenghambatan yang lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu Dong, H., Cheng, L., Tan, J., Zheng, K., Jiang, pada duku tanpa coating, coating kitosan 1% dan

  Y. (2003). Effect of chitosan coating on kitosan 1,5%. Penambahan coating

  coating quality and shelf life of peeled litchi fruit.

  kitosan 2,5% menunjukkan adanya

  Journal of Food Engineering . 64, 355-

  peningkatan kemampuan penghambatan 358. terhadap pertumbuhan mikroba.

  Erwin,2011.Duku.http://sumsel.litbang.deptan.go .id/index.php/plasma-nutfa/duku, diakses 4.

   KESIMPULAN 3 maret 2012

  Kesimpulan yang dapat diambil dari Hanafi, M., Syahrul A., Efrina D., dan B. percobaan ini adalah :

  Suwandi,, (1999), ”Pemanfaatan Kulit 1. Kitosan dari cangkang kepiting dengan Udang untuk Pembuatan Kitosan dan derajat deasetilasi 77,84% dapat

  Glukosamin”, LIPI Kawasan PUSPITEK, digunakan sebagai coating buah duku. Serpong. Page 26 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 19, April 2013 Hargono dan M. Djaeni (2010), “Pemanfaatan

  Kitosan dari Kulit Udang sebagai Pelarut Lemak”, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.

  H. S. Agnes, dkk 2000. Perbandingan Hasil Analisa Mutu Chito. Oligosakarida (Cos) Dari Limbah Kulit Udang Dan kulit Kepiting Sebagai Sumber Prebiotik Alami.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurn al/411118_1979-035X.pdf, diakses 9 Desember 2011 Janesh, K.A., Alonso, M.J. (2003).

  Depolimerized chitosan nanoparticles for protein delivery : Preparation and characterization. Journal of applications

  Krocha 1992.Teknik Pelapisan Buah.http://krocha.blogspot.com/1992/04/ teknik-pelapisan-buah, diakses 4 Februari 2012

  Muzzarelli, R.A.A., (1985), ”Chitin in the Polysaccharides”, vol. 3, pp. 147, Aspinall (ed) Academic press Inc., Orlando, San Diego

  Siti N. 2012. Kerusakan dan penanganan pada buah dan sayur.http://sitinasiyah.blogspot.com/201 2/03/kerusakan.-dan-penanganan-pada- buah-dan.html, diakses 3 Maret 2012

  Suhardi, (1992), “Khitin dan Khitosan”, Pusat Antar Universitas Pangan&Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

  Wibowo, S. (2006).Produksi kitin kitosan secara komersial.Prosiding seminar nasional

  Kitin-Kitosan . DTHP, Institut Pertanian Bogor.

  Widyastuti Y.E dan Regina 2000. Jenis Duku Dan Budaya, Penebar Swadaya. Jakarta

  Winarno,F.G., (1977), ”Kimia Pangan dan Gizi”, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm.84-93, Jakarta.

  Zola. 2012. Teknik Pelapisan Pada Buah impor Untuk Pengawetan Buah.http://www.sehatnews.com/2012/08 /03/awas-buah-impor-gunakan-lapisan- sebagai-pengawet/