Karakterisasi Model Solar Chimney Terhadap Variasi Ketinggian Struktur Berdasarkan Pendekatan Computational Fluid Dynamics (Cfd)

KARAKTERISASI MODEL SOLAR CHIMNEY TERHADAP VARIASI
KETINGGIAN STRUKTUR BERDASARKAN PENDEKATAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

ANDRIAN TRI PUTRA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Karakterisasi Model Solar
Chimney Terhadap Variasi Ketinggian Struktur Berdasarkan Pendekatan
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Andrian Tri Putra
NIM G74110053

ABSTRAK
ANDRIAN TRI PUTRA. Karakterisasi Model Solar Chimney Terhadap Variasi
Ketinggian Struktur Berdasarkan Pendekatan Computational Fluid Dynamics
(CFD). Dibimbing oleh MAHFUDDIN ZUHRI dan HUSIN ALATAS.
Solar chimney merupakan suatu cerobong yang memanfaatkan radiasi
matahari untuk menggerakkan udara di dalam chimney dengan cara meningkatkan
perbedaan tekananan antara inlet dan outlet dari sistem tersebut. Tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan ketinggian yang optimal
pada model solar chimney agar kecepatan udara di dalam chimney bisa maksimal.
Software yang digunakan pada simulasi ini adalah Solidworks 2012. Penelitian ini
dimulai dengan pembuatan bagian-bagian solar chimney, lalu dilakukan perakitan
pada bagian-bagian tersebut. Setelah itu dilakukan pengaturan wizard,
mendefinisikan geometri domain, dan menginisialisasi boundary condition, lalu
simulasi mulai dijalankan. Setelah selesai, barulah hasil dianalisis. Dari hasil

analisis diketahui bahwa kecepatan maksimal diperoleh pada ketinggian sembilan
meter dengan nilai 3 m/s. Akan tetapi pada ketinggian lebih dari sembilan meter,
kecepatan tower maksimal mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan dimensi
chimney dan kolektor sudah tidak proposional.
Kata kunci: boundary conditian, kolektor, solar chimney, wizard.

ABSTRACT
ANDRIAN TRI PUTRA. Characteristization of Solar Chimney Model with
Respect to Height Structure Variation based on Computational Fluid Dynamics
(CFD) Approach. Supervised by MAHFUDDIN ZUHRI and HUSIN ALATAS.
Solar chimney is a chimney which utilize sun radiation to move the air
inside the chimney by increasing the preasure different between inlet and outlet of
the system.The purpose of this research is to define the optimum height of the
solar chimney model in order to get the maximum velocity of the air inside the
chimney. The software used for this simulation is Solidworks 2012. The research
start by make all parts of solar chimney and assemble it. After set the wizard
setting, geometery domain definition, and initial boundary condition, then run the
simulation. The analysis start when the simulation was finished. From the analysis
found that maximum velocity on the nine meter high with air velocity 3 m/s. But
on the more than nine meter high, velocity dicrease. Because chimney size of

collector and the chimney are not proportional.
Keywords: boundary conditian, collector, solar chimney, wizard.

KARAKTERISASI MODEL SOLAR CHIMNEY TERHADAP VARIASI
KETINGGIAN STRUKTUR BERDASARKAN PENDEKATAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

ANDRIAN TRI PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunianya penulis dapat menyusun usulan penelitian ini yang berjudul
“Karakterisasi Model Solar Chimney Terhadap Variasi Ketinggian Struktur
Berdasarkan Pendekatan Computational Fluid Dynamics (CFD)”. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan para
sahabat serta kita sebagai umatnya.
Dengan tersusunnya skripsi ini diharapkan penulis dapat segera melakukan
penelitian sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana di Departemen
Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Istitut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Almarhum bapak Fahri yang sangat berharap anaknya ini bisa jadi sarjana dan
menjadi lebih baik darinya, juga ibu tercinta yang selalu mendo’akan dan
bekerja untuk membiayai untuk sekolah anaknya.
2. Drs Mahfuddin Zuhri, M Si dan Dr Husin Alatas yang telah membimbing dan
mendidik saya dalam penelitian ini.
3. Pandu Gunawan S TP, M Si yang telah bersedia menjawab pertanyaan terkait
software Solidworks.
4. Dr Mamat Rahmat dan M. Khoirul Anam S Si yang memotivasi penulis agar

cepat menyelsaikan studi S1 ini.
5. Erika Mattanzi dan Egha Sabila Putri yang bersedia membantu dalam
mengoreksi dalam pembuatan skripsi ini terutama terkait format penulisan.
6. Teman-teman Fisika IPB 48 yang telah banyak membantu dalam penyusunan
usulan ini.
7. Teman-teman kosan “Musafir” yang selalu memberikan semangat dalam
penelitian ini.
8. Pak firman, pak Jun, pak Yani, dan mas Alan yang membantu penulis dalam
membantu menyelesaikan administrasi akademik dan mengakses Lab. Teori.
Penulis sadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan usulan
penelitian ini. Untuk itu, kritik dan saran penulis harapkan untuk perbaikan karya
tulis selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Andrian Tri Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Transfer Kalor
Solar Chimney
Computational Fluid Dynamics (CFD)
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Peralatan
Metode Penelitian
Studi Literatur
Pembuatan Bagian-bagian Solar Chimney
Perakitan Bagian-bagian Solar Chimney
Pengaturan Umum (Wizzard)
Pengaturan Boundary Condition
Analisis Hasil Keluaran
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Distribusi Suhu Permukaan Luar
Pola Distribusi Suhu Udara
Pola Distribusi Kerapatan Udara
Pola Distribusi Tekanan Udara
Pola Distribusi Kecepatan Udara
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xi
xi
xi
1
1
1
1
1

2
2
3
4
5
5
5
5
5
5
7
7
8
10
10
10
11
12
13
14

16
16
16
17
18
23

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Dimensi chimney dengan variasi ketinggian
Tabel 2 Nilai U (koefisen transfer panas total)

7
9

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Solar chimney in the EPT-Lab
Gambar 2.1 Desain plat absorber
Gambar 2.2 Ruangan kolektor kalor
Gambar 2.3 Dimensi inlet pada kolektor kalor
Gambar 2.4 Dimensi kaca

Gambar 2.5 Desain chimney
Gambar 3.1 Solar chimney dengan ketinggian 3 m
Gambar 4 Geometri domain solar chimney
Gambar 5.1 Pengaturan kondisi radiasi pada permukaan kaca
Gambar 5.2 Pengaturan kondisi radiasi pada permukaan chimney
Gambar 6.1 Boundary condition U pada dinding dalam ruangan kolektor
kalor
Gambar 6.2 Boundary condition U pada plat absorber
Gambar 6.3 Boundary condition U pada chimney
Gambar 6.4 Boundary condition U pada kaca
Gambar 7.1 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 3 m
Gambar 7.2 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 6 m
Gambar 7.3 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 9 m
Gambar 7.4 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 12 m
Gambar 8.1 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 3 m
Gambar 8.2 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 6 m
Gambar 8.3 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 9 m
Gambar 8.4 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 12 m
Gambar 9.1 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
3m

Gambar 9.2 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
6m
Gambar 9.3 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
9m
Gambar 9.4 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
12 m
Gambar 10.1 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
3m
Gambar 10.2 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
6m
Gambar 10.3 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
9m
Gambar 10.2 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
12 m

3
5
5
6
6
6
7
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13

Gambar 11.1 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
3m
Gambar 11.2 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
6m
Gambar 11.3 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
9m
Gambar 11.4 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
12 m
Gambar 12 Grafik Pengaruh ketinggian chimney terhadap kecepatan
tower maksimal

14
14
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengaturan umum CFD (Wizzard)
Lampiran 2 Perhitungan koefisien transfer panas total pada bagian solar
chimney
Lampiran 3 Diagram alir penelitian

19
21
22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Energi listrik sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini.
Sebagian besar sumber energi listrik berasal dari energi fosil. Mengingat sumber
energi fosil yang semakin menipis mengharuskan kita mencari energi alternatif
yang lain, diataranya energi angin dan energi matahari.
Kota Pontianak yang terletak pada koordinat 0° 01’ LS dan 109° 20 BT
memiliki keuntungan karena berada pada garis katulistiwa, intensitas radiasi
matahari yang sampai pada kota Pontianak sekitar 2.080 W m-2.1 Hal ini sangat
potensial untuk pengembangan energi dalam bidang surya. Salah satu energi yang
sedang dikembangkan adalah solar chimney. Penyebab solar chimney dipilih
dalam penelitian, karena solar chimney masih bisa beroperasi ketika malam hari
dengan syarat energi matahari yang diserap oleh tanah masih tersimpan.2
Oleh karena itu penulis mencoba mengkarakteristik model solar chimney
berdasarkan variasi ketinggian untuk melihat pengaruhnya terhadap kecepatan
aliran udara di dalam solar chimney sehingga didapatkan kecepatan maksimal dari
solar chimney.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu
mengenai bagaimana pengaruh ketinggian pada model solar chimney tehadap
distribusi suhu, perbedaan tekanan, kerapatan udara, dan kecepatan aliran udara
dengan memperhitungkan dimensi dan material.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan ketinggian
yang optimal pada model solar chimney agar kecepatan udara di dalam chimney
bisa maksimal.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diantaranya, mengoptimalkan sumber energi dari
matahari, menjadi referensi pada penelitian terkait solar tower energi, menjadi
referensi pada penelitian terkait ventilasi solar chimney sebagai penyejuk ruangan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Transfer Kalor
Transfer kalor merupakan berpindahnya kalor dari satu tempat ke tempat
lainnya baik secara alami maupun paksa. Pada umumnya kalor dapat berpindah
dari suatu tempat ke tempat lain melalui proses radiasi, konduksi dan konveksi.
A. Radiasi
Radiasi merupakan suatu proses perpindahan energi dari satu tempat ke
tempat lain tanpa memerlukan medium. Energi ini ditransferkan melalui
gelombang elektromagnetik. Contohnya adalah panas matahari yang kita rasakan.
Karena suatu objek akan memancarkan energi pada lingkungan, sementara objek
tersebut juga akan menyerap energi dari lingkungannya, akibatnya terjadi
pertukaran energi objek akibat radiasi termal.
B. Konduksi
Konduksi merupakan suatu proses perpindahan energi dengan cara
memberikan energi pada atom-atom atau molekul-molekul, sehingga atom-atom
atau molekul-molekul disekitarnya berinteraksi dengan cara bergetar. Contoh dari
fenomena konduksi ini adalah ketika suatu batang logam dipanaskan maka kalor
akan mengalir ke titik lainnya yang suhunya lebih rendah.
C. Konveksi
Konveksi merupakan suatu fenomena dimana energi dipindahkan langsung
bersamaan dengan materi. Transfer ini terjadi ketika fluida mengalami kontak
dengan objek yang memilki suhu lebih tinggi dari fluida. Suhu fluida yang
mengalami kontak dengan objek tersebut akan meningkat, dan dalam banyak
kasus maka fluida akan mengembang dan kerapatannya berkurang. Karena
kerapatannya berkurang, maka massa fluida akan lebih ringan daripada fluida
dingin disekitarnya, sehingga buoyancy naik. Fluida dingin disekitarnya akan
mengalir menempati tempat dari fluida yang memanas dan proses tersebut akan
terus berlanjut.3 Ketika proses konduksi dan konveksi terjadi secara simultan dan
dalam kondisi ideal, maka koefisien transfer panas total diberikan oleh Persamaan
(1) :
U

1
 1 x 1
 

k hb
 ha





(1)

3
Keterangan:
U
= Koefisien transfer panas total (W m-2 K-1)
ha = Koefisien transfer panas konveksi individu pada fluida

hb
Δx
k

= Koefisien transfer panas konveksi individu pada fluida
= Ketebalan dinding (m)
= Konstanta konduktivitas termis (W m-1 K-1)

(W m-2 K-1)
(W m-2 K-1)

Nilai h sangat bergantung pada jenis dan sifat fisis fluida, bentuk dinding,
dan jenis aliran fluida tersebut.4

Solar Chimney
Solar chimney merupakan suatu cerobong yang memanfaatkan radiasi
matahari untuk menggerakkan udara di dalam chimney dengan cara meningkatkan
perbedaan tekananan antara inlet dan outlet dari sistem tersebut. Perbedaan
tekanan ini disebut stack effect.5
Ketika sinar matahari mengenai bagian kaca, maka sinar tersebut akan
terperangkap dalam dan memanaskan plat kolektor panas. Sehingga terjadi
peristiwa konduksi dan konveksi secara simultan pada kaca dan plat kolektor. Hal
ini mengakibatkan udara di dalam menjadi lebih panas dari sebelumnya, sehingga
menyebabkan kerapatan udara berkurang dan tekanan di dalam kolektor menjadi
naik. Bila hal ini terus berlangsung maka akan meningkatkan stack effect yang
terjadi. Akibatnya buoyancy dari sistem tersebut akan meningkat dan terjadi
percepatan aliran dari bagian bawah cerobong menuju bagian atas cerobong. Hal
ini dapat terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Solar chimney in the EPT-Lab 5

Kecepatan maksimal dari solar chimney diberikan oleh Persamaan
Boussinesq,6 seperti pada Persamaan (2) :

4

vtower max .  2  g  H

T
T0

(2)

Keterangan:
tower max = Kecepatan maksimal pada chimney (m/s)
g = Kercepatan gravitasi (9.8 m s-2)
H = Ketinggian chimney (m)
ΔT = Perbedaan suhu antara keluaran kolektor dengan lingkungan (°C)
T0 = Suhu lingkungan (°C)
Sudah banyak pengembangan solar chimney dalam bidang pembangkit
listrik maupun passive cooling. Pada pembangkit listrik chimney ditambahkan
turbin pada bagian bawahnya untuk mengkonversi energi mekanik menjadi energi
listrik. Sedangkan untuk passive cooling, chimney dipasang diatas rumah agar
meningkatkan buoyancy udara sehingga udara di ruangan menjadi turun.
Pada tahun 2001, direncanakan pembangunan solar tower energi oleh
perusahaan energi terbarukan (enviromission) di Australia, solar chimney tersebut
direncanakan memiliki ketinggian 1000 m dengan kecepatan yang dihasilkan
mencapai 15 m/s dan mampu menghasilkan listrik sebesar 200 megawatts.5
Computational Fluid Dynamics (CFD)
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan program komputer
perangkat lunak untuk memprediksi dan menganalisa secara kuantitatif aliran
fluida, perpindahan kalor, transport fenomena dan reaksi kimia.8 CFD memiliki
keunggulan karena bisa memprediksi aliran fluida di dalam sistem yang akan
dianalisa dengan biaya yang murah dan waktu yang relatif cepat. Selain itu, CFD
juga mampu menyajikan pola distribusi tekanan dan suhu di dalam sistem. Pada
dasarnya, CFD dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan
diferensial yang mempresentasikan hukum-hukum kekekalan massa (kontinuitas),
momentum dan energi.
Ketika menggunakan CFD, sebaiknya mengetahui sifat-sifat dasar aliran
fluida yang diperlukan. Persamaan pengatur aliran fluida merupakan persamaan
differensial, sehingga persamaan tersebut harus diubah ke dalam bentuk numerik
dengan teknik diskritisasi. Ada beberapa teknik diskritisasi yang digunakan CFD
diantaranya, finite different methode, finite element methode, finite volume
methode.8 Persamaan diskrit tersebut diselesaikan dengan metode iterasi.
Hal pertama yang dilakukan ketika menggunakan CFD pada software
solidworks adalah mendesain geometri yang akan dibentuk, melakukan
pengaturan umum, mendefinisikan geometri domain, menentukan kondisi batas,
lalu program dijalankan dan setelah itu desain tersebut dianalisis baik dari
distribusi suhu, distribusi tekanan, distribusi kerapatan fluida, distribusi kecepatan.
Pola distribusi yang terlihat akan berupa gambar-gambar yang memiliki warna
tersendiri yang menunjukkan sifat dari sistem yang dianalisis.

5

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai bulan Mei
2015. Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan
Komputasi Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.

Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah PC Core i7 dengan
RAM 12 GB. Software yang digunakan pada penelitian ini adalah Microsoft®
Windows 7, Microsoft® Office 2010, Microsoft® Excel 2010, dan SolidWorks
2012 SP0 64-bit.
Metode Penelitian
Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan untuk mempelajari penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya. Selain itu mempelajari transfer kalor, karakteristik dari
aliran fluida dan cara menggunakan software SolidWorks.
Pembuatan Bagian-bagian Solar Chimney
Perancangan dimulai dari pembuatan desain yang dibagi menjadi beberapa
bagian dengan satuan dalam meter. Desain bagian solar chimney diperlihatkan
pada gambar 2.1-2.5 :

Gambar 2.1 Desain plat absorber

Gambar 2.2 Ruangan kolektor kalor

6

Gambar 2.3 Dimensi inlet pada kolektor kalor

Material yang digunakan pada plat absorber dan ruangan kolektor ini
adalah keramik porcelin dengan ketebalan 0.15 m, material ini digunakan karena
memiliki emisivitas 0.93. Hal ini membuat plat tersebut menyerap dan
memancarkan panas dengan baik. Ketika intensitas sinar matahari berkurang,
maka panas yang diserap material tersebut akan dikeluarkan melalui proses radiasi
akibat suhu material tersebut lebih tinggi dari suhu lingkungan di sekitarnya. Pada
awalnya material plat absorber akan dipilih dari tanah dan material ruangan
kolektor panas dari semen agar simulasi terlihat seperti kondisi aktualnya. Akan
tetapi setelah dilihat material-material tersebut tidak ada pada library soliworks
2012.

Gambar 2.4 Dimensi kaca

Gambar 2.5 Desain chimney

Pada Gambar 2.4, kaca memiliki dimensi 8x8 m dengan tebal 0.005 m.
Pada bagian tengah memiliki lubang kotak (1x1 m) untuk tempat chimney. dipilih
material kaca, karena selain kaca mampu melewatkan sinar ke dalam ruangan
kolektor kalor juga mencegah kalor keluar dari ruangan kalor ke lingkungan
bagian atas. Pada gambar 2.5 pada awalnya akan digunakan material semen, tapi
karena pada library solidworks 2012 belum tersedia material semen maka dipilih
material keramik porcelin karena dari semua material yang ada pada library yang
memiliki sifat material mendekati semen adalah keramik porcelin.

7

Dimensi Solar chimney ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Dimensi chimney dengan variasi ketinggian
Solar chimney

Panjang (m)

Lebar (m)

Tinggi (m)

V.1.0

1

1

3

V.1.2

1

1

6

V.1.3

1

1

9

V.1.4

1

1

12

Perakitan Bagian-bagian Solar Chimney
Desain lengkap solar chimney diperlihatkan pada gambar 3.

Gambar 3.1 Solar chimney dengan
ketinggian 3 m

Setelah semua bagian dibuat, tahap selanjutnya adalah perakitan bagianbagian tersebut sehingga membentuk solar chimney. Tahap pertama adalah
perakitan bagian plat absorber dengan ruangan kolektor kalor, tahap kedua adalah
perakitan bagian tadi pada tahap pertama yang sudah dirakit dengan bagian kaca,
tahap ketiga adalah perakitan bagian tadi yang sudah dirakit pada tahap kedua
dengan chimney.
Pengaturan Umum (Wizzard)
Setelah proses perakitan selesai, langkah selanjutnya adalah membuat
pengaturan umum dengan mengikuti pengaturan pada Lampiran 1 (halaman 19) :
Setelah dilakukan pengaturan umum, selanjutnya mendefinisikan geometri
domain seperti pada Gambar 4. Hal ini dilakukan untuk membatasi volume yang
akan dianalisa pada simulasi ini.

8

Gambar 4 Geometri domain solar chimney

Pengaturan Boundary Condition
Setelah pengaturan umum selesai dilakukan, langkah selamjutnya adalah
pengaturan boundary condition (syarat batas). Pertama, pengaturan boundary
pada permukaan yang akan terkena radiasi matahari seperti pada Gambar 5.

Gambar 5.1 Pengaturan kondisi radiasi
pada permukaan kaca

Gambar 5.2 Pengaturan kondisi radiasi
pada permukaan chimney

Pada Gambar 5.1, dipilih permukaan yang diradiasi adalah material glass
quartz. Karena material tersebut memiliki emisivitas 0.96 yang mampu menyerap
dan melepaskan kalor dengan cukup baik. Sedangkan pada gambar 5.2 dipilih
permukaan diradiasi adalah porcelain glazed, karena pada awalnya chimney
tersebut dibuat dari bahan keramik porcelin.
Selanjutnya bagian-bagian permukaan yang berinteraksi dengan fluida yang
akan dianalisa diberikan nilai U (koefesien transfer panas total). Dengan
menggunakan Persamaaan 1 diperoleh nilai U pada setiap permukaan seperti pada
gambar 6.1-6.4 :

9

Gambar 6.1 Boundary condition U pada dinding
dalam ruangan kolektor kalor

Gambar 6.3 Boundary condition U
pada chimney

Gambar 6.2 Boundary condition U
pada plat absorber

Gambar 6.4 Boundary condition U
pada kaca

Tabel 2 Nilai U (koefisen transfer panas total)
No.

Bagian

U ( W m-2 K-1)

1.

Dinding dalam kolektor kalor

4.167

2.

Plat absorber

4.167

3.

Chimney

3.649

4.

Kaca

6.803

Boundary condition ini berlaku untuk semua ketinggian, karena tidak ada
perubahan ketebalan dan konduktivitas termis material. Koefisien konveksi yang
digunakan sebesar (14 W m-2 K-1). 9 Perhitungan nilai U diberikan pada Lampiran
2 (halaman 21).

10
Analisis Hasil Keluaran
Analisa hasil keluaran dilakukan untuk melihat pola distribusi suhu udara,
tekanan, kerapatan, kecepatan pada setiap ketinggian aliran yang tejadi pada solar
chimney tersebut. Setelah dianalisa akan terlihat pengaruh ketinggian terhadap
kecepatan aliran fluida dalam sistem tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada hasil dan pembahasan ini akan disajikan pola distribusi suhu
permukaan luar, pola distribusi suhu udara, pola distribusi kerapatan udara, pola
distribusi tekanan udara, dan pola distribusi kecepatan udara pada empat
ketinggian. Pola-pola tersebut disajikan melalui Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9,
Gambar 10, serta Gambar 11. Selain itu disajikan grafik hubungan ketinggian
kecepatan tower maksimal pada Gambar 12, hal ini dilakukan untuk melihat pada
ketinggian berapa kecepatan tower bisa maksimal.
Pola Distribusi Suhu Permukaan Luar

Gambar 7.1 Pola distribusi suhu permukaan
luar dengan ketinggian chimney
3m

Gambar 7.2 Pola distribusi suhu permukaan
luar dengan ketinggian chimney
6m

Gambar 7.3 Pola distribusi suhu permukaan
luar dengan ketinggian chimney
9m

Gambar 7.4 Pola distribusi suhu permukaan
luar dengan ketinggian chimney
12 m

Pada Gambar 7.1-7.4 terlihat bahwa suhu pada permukaan kaca naik
menjadi 80-82.87 °C. Pada bagian kaca berinteraksi dengan keramik porcelin

11
suhunya berkisar 36-50 °C. Hal ini karena pada bagian tersebut ada pindah kalor
secara konduksi dari kaca ke keramik porcelin dan konveksi dari kaca ke
lingkungan. Karena matahari terbit dari timur atau sumbu z, maka suhu
permukaan pada bidang yang tertutupi chimney relatif lebih kecil dibanding
permukaan yang lain, Hal ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada
kenyataanya. Akan tetapi bila diperhatikan dengan lebih teliti, ada bagian kaca
yang bernilai sekitar 3 °C. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat ada aliran udara
yang mengalami kontak dengan bidang kaca tersebut sehingga ada transfer kalor
dari bidang tersebut ke udara.
Pola Distribsi Suhu Udara

Gambar 8.2 Pola distribusi suhu udara
Gambar 8.1 Pola distribusi suhu udara
dengan ketinggian chimney 6 m
dengan ketinggian chimney 3 m

Gambar 8.3 Pola distribusi suhu udara
dengan ketinggian chimney 9 m

Gambar 8.4 Pola distribusi suhu udara
dengan ketinggian chimney 12 m

Pada awalnya matahari menyinari kaca sehingga suhu kaca naik, karena
udara mengalami kontak dengan kaca akibatnya suhu udara yang pada awalnya
rendah menjadi lebih tinggi. Udara yang bersuhu tinggi tadi akan naik keatas
akibat buoyancy. Terlihat bahwa suhu udara di dalam ruangan kolektor kalor lebih

12
tinggi dari lingkungan, hal ini karena ruangan kolektor memerangkap kalor di
dalam dan keluar hanya lewat chimney. Walau pada faktanya ada sebagian kalor
keluar lewat bagian atas kaca. Terlihat juga bahwa pada bagian luar juga
mengalami sedikit kenaikan, hal ini karena udara di luar juga mengalami kontak
dengan kaca. Terlihat bahwa suhu udara yang dekat dengan kaca memiliki suhu
lebih tinggi, hal ini karena kaca memiliki suhu yang paling tinggi pada sistem
(solar chimney) tersebut dan bisa dikatakan kaca merupakan heat source pada
sistem tersebut. Sehingga daerah yang dekat dengan kaca akan memiliki suhu
udara yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan dengan daerah yang jauh dari
kaca. Terlihat bahwa suhu udara pada chimney mengalami penurunan seiring
bertambahnya ketinggian. Hal ini karena semakin tinggi chimney maka proses
penyebaran kalor perlu waktu lebih lama. Karena untuk setiap ketinggian proses
hanya berlangsung 3600 s, maka akan berakibat pada suhunya yang relatif lebih
rendah. Penurunan secara drastis terjadi pada ketinggian 12 m, pada ketinggian
lain di dalam chimney memiliki suhu berkisar 60 °C tapi pada ketinggian 12 m
memiliki suhu sekitar 45 °C.
Pola Distribusi Kerapatan Udara

Gambar 9.1 Pola distribusi kerapatan udara
dengan ketinggian chimney 3 m

Gambar 9.3 Pola distribusi kerapatan udara
dengan ketinggian chimney 9 m

Gambar 9.2 Pola distribusi kerapatan udara
dengan ketinggian chimney 6 m

Gambar 9.4 Pola distribusi kerapatan udara
dengan ketinggian chimney 12 m

13
Pada Gambar 9.1-9.4 terlihat bahwa kerapatan udara di dalam solar
chimney lebih rendah dari lingkungan. Hal ini karena ketika suhu udara di dalam
sistem itu naik maka kerapatan fluida dalam sistem akan ikut turun karena
pertikel-partikel di dalam sistem tersebut akan bergerak secara acak. Akibatnya
jarak antar partikel tersebut menjadi lebih renggang atau bisa dikatakan
kerapatannya menjadi berkurang. Akibat kerapatanya berkurang maka udara
disekitar solar chimney akan masuk karena kerapatan udara di luar lebih rapat
daripada di dalam sistem. Karena udara dari luar mendesak masuk, maka udara di
dalam akan naik ke atas akibat buoyancy yang timbul akibat beda kerapatan antara
inlet dan outlet.
Pola Distribusi Tekanan Udara

Gambar 10.1 Pola distribusi tekanan udara
dengan ketinggian chimney
3m

Gambar 10.3 Pola distribusi tekanan udara
dengan ketinggian chimney
9m

Gambar 10.2 Pola distribusi tekanan udara
dengan ketinggian chimney
6m

Gambar 10.4 Pola distribusi tekanan udara
dengan ketinggian chimney
12 m

Pada Gambar 10.1-10.4 terlihat bahwa tekanan udara pada kolektor kalor
meningkat. Hal ini akibat kerapatan udara di dalam yang semakin meningkat
maka tekanan udaranya-pun juga ikut meningkat. Seiring dengan bertambahnya
ketinggian maka tekanan udaranya-pun juga ikut menurun. Hal ini karena pada
setiap kenaikan 10 m maka tekanan udara akan turun sebesar 1 mmHg atau setara

14
dengan 133.3 Pa. Semakin tinggi chimney, maka akan membuat beda tekanan
antara inlet dan outlet akan semakin besar dan meningkatkan stack effect yang
terjadi dalam sistem. Jika stack effect semakin meningkat maka buoyancy di
dalam juga akan semakin meningkat.
Pola Distribusi Kecepatan Udara

Gambar 11.1 Pola distribusi kecepatan udara
dengan ketinggian chimney 3 m

Gambar 11.3 Pola distribusi kecepatan udara
dengan ketinggian chimney 9 m

Gambar 11.2 Pola distribusi kecepatan udara
dengan ketinggian chimney 6 m

Gambar 11.4 Pola distribusi kecepatan udara
dengan ketinggian chimney 12 m

Pada Gambar 11.1-11.4 terlihat bahwa kecepatan pada chimney lebih
besar daripada kolektor. Hal ini karena luas penampang inlet jauh lebih besar
daripada outlet. Pada bagian bawah chimney, kecepatan udara relatif kecil
daripada bagian atas (outlet). Hal ini karena semakin tinggi, maka beda tekanan
buoyancy akan semakin besar, sehingga kecepatannyapun akan semakin besar.
Pada bagian tengah chimney kecepatannya relatif lebih besar dibanding dengan
bagian yang dekat dinding chimney, hal ini karena udara pada bagian dekat
dinding chimney mengalami gesekan dengan dinding chimney sehingga

15
kecepatannya berkurang. Terlihat pula pada bagian luar chimney mengalami
percepatan udara, hal ini karena udara di sekitar chimney yang mengalami
kenaikan suhu sehingga kerapatannya berkurang dan mengalami efek yang sama
seperti di dalam sistem. Akan tetapi kecepatan yang dihasilkan relatif kecil
dibandingkan didalam chimney. Hal ini karena Perbedaan suhu yang dihasilkan
juga relatif kecil daripada di dalam sistem. Pada grafik di bawah ini menjelaskan
hubungan antara pengaruh ketinggian chimney terhadap kecepatan maksimalnya.
3.5
3

Kecepatan (m/s)

2.5
2
Series1

1.5

Poly. (Series1)
1
0.5
0
0

5

10

y = -0.0529x2 + 0.8735x - 0.7911
R² = 0.9343
15

Ketinggian (m)
Gambar 12. Grafik Pengaruh ketinggian chimney terhadap kecepatan tower maksimal

Pada grafik tersebut terlihat bahwa pola yang terbentuk adalah kurva
parabola yang memiliki kecepatan maksimal berada pada ketinggian 9 m.
Sedangkan pada ketinggian 12 m mengalami penurunan kembali. Berdasarkan
Persamaan Bousinesq, kecepatan tower maksimal berbanding lurus dengan akar
dari ketinggian. Akan tetapi pada simulasi ini terlihat bahwa ada limit ketinggian
dimana kecepatan chimney maksimal. Hal ini karena proporsi dimensi kolektor
dan chimney sudah tidak sesuai, hal ini terlihat dari suhu udara pada keluaran
kolektor dengan ketinggian 12 m dan 14 meter mengalami penurunan yang cukup
besar dibandingkan dengan kenaikan ketinggian chimney. Bila terjadi penurunan
suhu pada keluaran kolektor maka ΔT menjadi semakin kecil. Karena penurunan
ΔT lebih besar daripada kenaikan ketinggian chimney, maka kecepatan tower
maksimalnya akan semakin menurun.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kecepatan tower
maksimal dari solar chimney diperoleh pada ketinggian sembilan meter dengan
kecepatan 3 m/s dengan dimensi plat absorber, dimensi ruangan kolektor, dan
dimensi kaca dibuat tetap. Lebih dari sembilan meter, kecepatan tower maksimal
mengalami penurunan karena proporsi dimensi chimney dan kolektor sudah tidak
proporsional. Akibatnya suhu udara pada chimney mengalami penurunan yang
cukup besar sehingga kecepatan tower maksimal mengalami penurunan.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya divariasikan juga dimensi plat
absorber, dimensi ruangan kolektor, dan dimensi kaca sehingga didapatkan
dimensi proporsional dari solar chimney. Selain itu, sebaiknya juga
memperhitungkan kontruksi dan mengaplikasikan solar chimney tersebut dalam
solar tower energi ataupun dalam desain rumah dengan metode passive cooling.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Kwhee K.H. Pengaruh Temperatur Terhadap Kapasitas Daya Panel Surya.
Jurnal ELKHA. 5(2): 23-26.2013.
2. Grose T.K. Solar Chimneys Can Convert Hot Air to Energy, But Is
Funding a Mirage ?. National Geographic [Internet]. [diunduh 2015 Mei
28];
Volume
tidak
tersedia:
London.
Tersedia
pada:
http://news.nationalgeographic.com/news/energy/2014/04/140416-solarupdraft-towers-convert-hot-air-to-energy/. 2014.
3. Haliday D, Robert R, dan Jearl W. Fisika Dasar. Dr. Euis Sustini M.Si et
al. dari Tim Pengajar Fisika ITB, penerjemah; Wibi Hardani, Ade M.
Drajat, Lemeda Simarmata, editor. Bandung (ID): Penerbit ITB.
Terjemahan dari Physics. Ed ke-7. 2005.
4. Zemansky M. W, Richard H. D. Kalor dan Termodinamika. The How
Liong Ph.D, penerjemah; Drs. Soewarno Wirkosimin, editor. Bandung
(ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari Heat and Thermodynamics. Ed ke-6.
1986.
5. Ortega E. Paez. Analyzes of Solar Chimney Design. [Thesis]. Norwegia
(NWG): Norwegian University of Science and Technologi. 2011.
6. Rosa Y, Rino S. Rancang Bangun Alat Konversi Energi Surya Menjadi
Energi Mekanik. Jurnal Teknik Mesin. 5(2):55-65.1829-8958.ISSN. 2008.
7. Dhahri A, Ahmed O. A Review of Solar Chimney Power Generation
Technology. International Journal of Enginering and Advanced
Technology (IJEAT). 2(3):1-17.2249-8958.ISSN. 2013.
8. Syaiful M. Mekanisme Perpindahan Energi. Sandra Siti Syarifah, editor.
Bogor (ID): Penerbit IPB pr. 2009.
9. Zou Z, Zhiqiang G, dan Hal G. Numerical Modelling on Solar Enhanced
Natural Draf Dry Colling Tower. Di dalam: [Nama editor konferensi tidak
diketahui], editor. Queensland of Geothermal Energy Centre of Excellence,
Australasian Fluid Mechanics Conference; 2012 Des 3-7; Australia.
Launceston.(ASt): Univ Quessland Pr. hlm 1-4. 2012.

LAMPIRAN

19
Lampiran 1 Tabel Pengaturan umum CFD
Konfigurasi projek

Menggunakan

Sistem satuan

SI dengan parameter suhu dalam °C

Tipe analisis

Eksternal
Radiation : solar radiation
Koordinat : 00° 01’
Jam: 11.00.00
Arah zenit: Sumbu Y
Sudut diukur dari utara: Sumbu X
Sudut: 1.57 rad atau 90º merupakan sudut
azimutnya artinya matahari terbit dari timur
Time dependent
Total analysis time: 3600 s
Output time step: 180 s
Gravitasi :
Komponen Y = -9.8 m s-2

Fuida yang digunakan

Udara dengan tipe aliran
mempermudah analisa aliran)

laminar

(untuk

Material yang digunakan
secara umum

Ceramic porcelain

Kondisi dinding

Default wall radiative surface : absorbent wall

Kondisi awal

Termodynamic Parameters:
Suhu: 30 ºC
solid Parameter:
Suhu awal dinding: 30 ºC
Nilai ini diambil karena suhu rata-rata kota

20
Pontianak pada siang hari adalah 30 ºC. 1
Kesimpulan dan resolusi Result resolution: level 3
geometri
Resolusi geometri umum : automatic minimum gap
size and minimum wall tckness, other option by
default

21
Lampiran 2 Perhitungan koefisien transfer panas total pada bagian solar chimney
Pada persamaan ini diasumsikan bahwa ha  hb .
1) Pada dinding dalam kolektor kalor
1
U
1 x 1


ha
k
hb
1
U
1
0.15
1


14 1.469 14

U  4.167

W m-2 K-1

2) Pada plat absorber
1
U
1 x 1


ha
k
hb
1
U
1
0.15
1


14 1.495 14

U  4.167

W m-2 K-1

3) Pada chimney
1
U
1 x


ha
k
1
U
1 x


ha
k

U  3.649

1
hb
1
hb

W m-2 K-1

4) Pada kaca
1
1 x 1


ha
k
hb
1
U
1 x 1


ha
k
hb
U

U  6.803

W m-2 K-1

22
Lampiran 3 Diagram alir penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pembuatan Desain

Pengaturan wizard dan
boundary condition

Pengujian

Tidak
Sesuai

Ya
Analisa Hasil

Penyusunan Skripsi

23

RIWAYAT HIDUP
Andrian Tri Putra dilahirkan di
Pandeglang pada tanggal 13 Desember
1992 dari pasangan Fahri dan Siti
Zaenah. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Penulis memulai
pendidikan dasar di SDN Sumber Jaya 1,
lulus pada pada tahun 2005. Setelah itu
penulis
melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama di SMPN 1 Sumur,
lulus pada tahun 2008. Jenjang
pendidikan berikutnya penulis tempuh di
Sekolah Menengah Atas di SMAN 6
Pandeglang lulus pada tahun 2011.
Kemudian pada tahun 20111 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor
departemen Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui
Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan.
Selama masa studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Lembaga
Kemahasiswaan HIMAFI (Himpunan Mahasiswa Fisika). Penulis juga
merupakan salah satu pendiri dan ketua pertama PRC ( Physics Research Club)
pada periode 2013-2014. Ada beberapa alat yang penulis pernah buat
diantaranya automatic paddy dryer dan pengukur tinggi badan digital. Penulis
juga pernah menjadi ketua pelaksana Kontes Robotik Nasional (KRON) pada
tahun 2014. Penulis juga merupakan salah satu pembuat dan penulis kit FEDUBOT. Kegiatan penulis di luar kampus aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah
KMB (Keluarga Mahsiswa Banten) pada periode 2011-2012. Penulis juga
merupakan salah satu pendiri nano Robotik School.