Pengelolaan Kelembagaan Lelang Lebak Lebung Dan Perilaku Nelayan Di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.

PENGELOLAAN KELEMBAGAAN LELANG LEBAK
LEBUNG DAN PERILAKU NELAYAN DI KABUPATEN
MUARA ENIM PROVINSI SUMSEL

ENIK AFRI YANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan
Kelembagaan Lelang Lebak Lebung dan Perilaku Nelayan di Kabupaten Muara
Enim Provinsi Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Enik Afri Yanti
NIM I351124011

RINGKASAN
ENIK AFRI YANTI. Pengelolaan Kelembagaan Lelang Lebak Lebung dan
Perilaku Nelayan di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
Dibimbing oleh ARIF SATRIA dan BASITA GINTING SUGIHEN.
Lebak lebung merupakan tepian sungai yang sepanjang musim penghujan
merupakan kawasan luapan air. Perairan berperan sangat penting dalam
penyediaan komoditas dan jasa lingkungan, termasuk perikanan sehingga areal ini
menjadi kantong ikan tangkapan. Pengelolaan yang telah lama diterapkan di
Kabupaten Muara Enim adalah penetapan kawasan lelang lebak lebung pada
perairan sungai, danau, rawa, lebak dan lebung. Kegiatan lelang lebak lebung
dalam mengelola sumberdaya perikanan merupakan salah satu cara yang
mengandung peraturan yang berperan sangat penting dan bertujuan untuk menjaga
keseimbangan antara penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan
yang akan ditangkap, sehingga populasi ikan dapat dipertahankan

kesinambungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku nelayan dalam
mengelola perairan lebak lebung, mendeskripsikan sistem lelang lebak lebung,
menganalisis karakteristik internal, kelembagaan lebak lebung dan karakteristik
eksternal nelayan yang mempengaruhi perilaku nelayan dalam mengelola
perairan lebak lebung. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan unit
analisis yaitu individu dan dilaksanakan di Kabupaten Muara Enim. Jumlah
sampel penelitian ini sebanyak 100 orang dan merupakan nelayan (pengemin).
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis
statistik deskriptif dan korelasional. Hasil analisis uji instrumentasi menggunakan
bantuan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku nelayan dalam pengelolaan
perairan lebak lebung termasuk dalam kategori baik. Pengelolaan perairan umum
dengan sistem lelang menurut sejarah dimulai pada zaman kesultanan palembang
dan diteruskan pada zaman belanda dengan adanya pemberian kuasa penuh
kepada pemerintah marga yang diketuai oleh seorang pasirah sebagai penguasa,
namun saat ini sistem lelang lebak lebung dibawah pengaturan pemerintah daerah.
Lebak lebung merupakan perairan umum yang terdiri dari sungai, danau dan
rawa-rawa (lebak) dan tanah rendah yang tergenang air (lebung). Pemenang lelang
(pengemin) memiliki hak penuh untuk menangkap ikan dan hasil perairan lebak

lebung merupakan milik pemenang lelang (pengemin) yang sudah memenangkan
objek lebak lebung melalui kegiatan lelang. Lelang lebak lebung diselenggarakan
dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan daerah (PAD), pelestarian perairan
umum lebak lebung, dan menghindari konflik antar nelayan. Karakteristik internal
meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman usaha nelayan,
pendapatan nelayan berkorelasi nyata terhadap perilaku pengetahuan, sikap dan
tindakan nelayan. Kelembagaan lebak lebung meliputi peraturan, sanksi
berkorelasi nyata dengan perilaku sikap dan tindakan nelayan. Karakteristik
eksternal meliputi kinerja kelompok nelayan, kebijakan pemerintah berkorelasi
nyata terhadap perilaku sikap nelayan.
Kata kunci: Kelembagaan, lelang, lebak lebung dan perilaku nelayan

SUMMARY
ENIK AFRI YANTI. The Institutional Management of Lebang Lebak
Lebung and Behavior of the Fishers in Muara Enim Province South Sumatera.
Supervised by ARIF SATRIA and BASITA GINTING SUGIHEN.
Lebak lebung are along the banks of the river that the rainy season is an
overflow area. These waters are very important role in the provision of
commodities and environmental services, including fisheries so that this area
becomes a bag of fish catches. The management has long been applied in Muara

Enim is the determination of the auction lebak lebung area on river waters, lake,
swamp, lebak and lebung. Lebak lebung auction activity in managing fisheries
resources is one way that contains a very important regulatory role and aims to
maintain a balance between fishing resources availability of fish that will be
caught, so that the fish population can be maintained continuity.
The purpose of this study was to analyze the custom of fishers towards
management system in lebak lebung, to describe the auction system in lebak
lebung, and to analyze the external and internal characteristic between the
institutional and the fishers towards open waters managed in lebak lebung. The
study was conducted using survay methods with unit analysis is the individual and
carried out in the Muara Enim Regency. The samples of this study are 100 fishers
and winner (pengemin) auction. The data analysis method used in this research is
descriptive statistical analysis techniques and correlational. The result of the
instrumentation test used SPSS program.
The result of the study showed that the behavior of fishers in the
management of lebak lebung waters including in high category. The management
of public waters with the auction system according to history began in the days of
the empire of palembang and forwarded to the dutch era with the government
granting full power to the clan, headed by a pasirah as a ruler, but now the system
of lebak lebung auction is under the government control. Lebak lebung is public

waters comprising rivers, lake and marshes (lebak) and low land that watery
(lebung.). The winner of the auction (pengemin) has the full right to catch fish and
lebak lebung waters belonged to the auction winner (pengemin) who has won
lebak lebung object through auction. The lebak lebung auction organized with the
aim to obtain local revenue (PAD), preservation of public waters lebak, and avoid
conflict between fishers. The internal characteristic is cover age, education level,
the number of dependents, the experience of fishing effort, fishers income was
significantly correlated to behavior knowledge, attitudes and actions of fishers.
The institutional of lebak lebung include regulations; punishment was
significantly correlated with the behavior and attitude of the fishing action. The
external characteristics include the performance of groups of fishers, the
government's policy stance was significantly correlated to the behavior of fishers.
Keywords: Auction, fishermen custom, institutional, lebak lebung

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN KELEMBAGAAN LELANG LEBAK
LEBUNG DAN PERILAKU NELAYAN DI KABUPATEN
MUARA ENIM PROVINSI SUMSEL

ENIK AFRI YANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Siti Amanah, MSc

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Pengelolaan Kelembagaan Lelang
Lebak Lebung dan Perilaku Nelayan di Kabupaten Muara Enim Provinsi
Sumatera Selatan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan strata dua (S2) Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Dosen Pembimbing Tesis, Bapak Dr Arif Satria,SP,MSi dan Bapak Dr
Basita G Sugihen, MA yang senantiasa memberikan masukan dan arahan
kepada penulis dalam penyelesaian penelitian
2. Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Institut Pertanian Bogor Prof Dr Ir Sumardjo, MS
3. Dosen penguji luar komisi Ibu Dr Ir Siti amanah, M.Sc dan Ibu Dr Ir Anna
Fatchiya, MSi terimakasih atas semua sarannya
4. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Wakidi dan Ibu Munyana, Nenek
tercinta, kakak Supandi beserta istri Dwi Anggraini dan anak Darren
Ibrahim Marcello, ayuk Eti Safitri beserta suami Adriyan dan anak Zidhan
Rofen Uswendry, adik tersayang Neli Yeni dan adik bungsu polwan cantik
Asmia, serta seluruh keluarga besar tercinta, terima kasih atas segala doa,
semangat, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya selama ini demi
keberhasilanku
5. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan
IPB angkatan 2012 sahabat terbaik Isni, Bang Azwar, Bang Delki, Bang
Muhib, Mba Nurul, serta sahabat-sahabat terbaik angkatan 2013, penulis
mengucapkan terimakasih atas kebersamaan, dukungan, diskusi selama
menyelesaikan studi. Semoga ilmu yang kita peroleh selama belajar di IPB,
bermanfaat bagi kebaikan diri kita, keluarga, masyarakat dan negara
6. Keluarga besar UR-IPB sahabat-sahabat terbaik, terima kasih atas waktu
kebersamaannya, dukungan, dan doa kepada penulis
7. Keluarga Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau Bogor sahabat-sahabat
terbaik Asrama Putri Riau, terima kasih atas waktu kebersamaannya,

dukungan, dan doa kepada penulis
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan
selanjutnya.
Bogor, September 2015

Enik Afri Yanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolan Sumberdaya Perikanan
Lebak Lebung
Perilaku Nelayan
Karakteristik Internal Nelayan Lebak Lebung
Kelembagaan Lebak Lebung
Karakteristik Ekternal Nelayan Lebak Lebung
Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

6
6
7
8
13
15
17
19
19

3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

22
22
25

4 METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Popula6si dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data

26
26
26
26
26
29
31
31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Wilayah Penelitian
Kondisi Sumberdaya Perikanan Lebak Lebung
Kelembagaan Penyuluhan Perikanan
Karakteristik Internal Nelayan
Kelembagaan Lelang Lebak Lebung
Karakteristik Eksternal Nelayan
Perilaku Nelayan
Hubungan Karakteristik Internal dengan Perilaku Nelayan
Hubungan Kelembagaan Lebak Lebung dengan Perilaku Nelayan

33
33
37
40
41
46
56
58
61
63

Hubungan Karakteristik Eksternal dengan Perilaku Nelayan

64

SIMPULAN DAN SARAN

66

DAFTAR PUSTAKA

67

LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
1 Luas Arel dan Produksi Perikanan Budidaya dan Perairan Umum
2 Harga Standar dan Hasil Lelang Kabupaten Muara Enim
3 Jenis Alat Tangkap dan Ikan Tangkapan yang Diizinkan pada Perairan
Umum di Kabupaten Muara Enim
4 Hasil Tangkapan Responden dalam Satu Bulan di Perairan Umum
Lebak Lebung Kabupaten Muara Enim
5 Karakteristik Internal Nelayan Lebak Lebung
6 Susunan Panitia Pelaksana Lelang Lebak Lebung
7 Penilaian Kelembagaan Lelang Lebak Lebung
8 Karakteristik Eksternal Nelayan
9 Perilaku Nelayan
10 Hubungan Karakteristik Internal dengan Perilaku Nelayan
11 Hubungan Kelembagaan Lelang Lebak Lebung dengan Perilaku
Nelayan
12 Hubungan Karakteristik Eksternal dengan Perilaku Nelayan

37
37
38
39
43
49
51
56
59
62
63
64

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Penelitian
2 Alur Sistem Lelang Lebak Lebung

24
52

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Hasil Analisis Korelasi rank Spearman
Instrumen Penelitian
Dokumentasi Penelitian
Riwayat Hidup

72
74
75
86
89

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya perairan umum, sungai dan rawa
demikian luas yang tersebar di beberapa pulau terutama di Sumatera, Kalimantan
dan Irian Jaya. Perairan umum daratan Indonesia yang terdiri atas perairan danau,
waduk, sungai rawa dan daerah banjir, serta genangan peraian air tawar lain
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya dan
mempunyai sistem pengelolahan yang berbeda antar daerah. Perikanan adalah
semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan
sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
(UU 45,2009)
Sumatera Selatan secara geografis sebagian besar wilayahnya berupa
dataran rendah berupa sungai dan rawa atau yang lebih dikenal dengan istilah
lebak lebung. Rawa lebak lebung merupakan rawa -rawa yang terdapat di sekitar
daerah aliran sungai. Daerah ini tergenang saat musim penghujan dan kering saat
musim kemarau. Perbedaan ketinggian air di rawa banjiran ini sangat ekstrim
namun daerah ini sangat subur karena banyak mengandung unsur hara untuk
pakan ikan terutama berasal dari proses dekomposisi vegetasi saat tergenang.
Pemanfaatan daerah rawa untuk kegiatan perikanan masih belum optimal. Rawa
lebak lebung, terdapat disembilan (9) kabupaten/kota di Sumatera Selatan yaitu
Kota Palembang, Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Kornering llir, Banyuasin, Musi
Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, dan Ogan Komering
Ulu Timur. Sungai Musi dan rawa lebak lebung merupakan tepian sungai yang
sepanjang musim penghujan merupakan kawasan luapan air. Perairan ini berperan
sangat penting dalam penyediaan komoditas dan jasa lingkungan, termasuk
perikanan sehingga areal ini menjadi kantong ikan tangkapan. Memasuki musim
kemarau, kawasan sungai dan rawa banjirannya mulai surut dan fungsinya
berubah menjadi sawah lebak. Pada waktu tersebut, sebagian jenis ikan akan
berkumpul di lebung-lebung dan jenis ikan lainnya masuk ke aliran sungai
(Kartamihardja et al. 2008).
Untuk menjaga kelestarian sumberdaya dan hasil tangkapan ikan maka
diperlukan pengelolaan ekosistem perairan secara efektif dan terpadu. Salah satu
cara pengelolaan yang telah lama diterapkan di Kabupaten Muara Enim adalah
penetapan kawasan lelang lebak lebung pada perairan sungai, danau. Konservasi
sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan
sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan (PP RI Nomor
60 tahun 2007). Bentuk pelaksanaan PP Nomor 60 tahun 2007 tentang konservasi
sumberdaya hayati dan ekosistem di atas maka masyarakat merupakan salah satu
unsur penangggung jawab dalam konservasi sumber daya hayati dan
ekosistemnya. Dalam hal ini masyarakat di Kabupaten Muara Enim telah
melaksanakan amanat PP tersebut dalam bentuk pengelolaan perikanan perairan
umum yang di sebut dengan istilah lelang lebak lebung. Ditinjau dari aspek sosial
budaya bentuk pengelolaan lelang lebak lebung ini merupakan suatu bentuk

2

kearifan lokal yang harus dikembangkan, karena mempunyai nilai yang positif
untuk pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
Kegiatan lelang lebak lebung di Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten
Muara Enim tidak hanya sebagai pengelolaan kawasan ekologis, tetapi telah
menjadi kebudayaan lokal karena interaksinya dengan kehidupan nelayan yang
mendiami wilayah tersebut. Kebudayaan ini dikonstruksi berdasarkan nilai-nilai
kearifan terhadap alam yang dibangun berabad-abad lamanya sehingga
menghasilkan kebudayaan dalam pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan
prinsip kemandirian (Junaidi, 2009). Kabupaten Muara Enim sebagai salah satu
kabupaten di wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang sebagian besar wilayahnya
terdapat perairan umum, yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan
beragam. Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat
dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan
nasional. Potensi perikanan perairan umum Kabupaten Muara Enim pada tahun
2013 terdiri dari potensi sungai dengan luas areal 224,24 ha dengan produksi
1407,6 ton, potensi rawa lebak dengan luas areal 11,684,00 ha dengan produksi
877,38 ton, potensi danau dengan luas areal 2646,80 ha dan produksi 707,31 ton.
Secara keseluruhan luas areal dan produksi perikanan perairan umum di
Kabupaten Muara Enim tahun 2013 dengan total luas areal 33,814,80 ha, dengan
total produksi 2,992,31 ton.
Pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumber daya
ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan, nilai
tambah hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumber daya ikan.
Pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbang dengan daya dukungnya,
sehingga dapat memberikan manfaat secara terus menerus. Salah satu langkah
yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Muara Enim adalah dengan
pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan pengelolaan perikanan perairan
umum melalui lelang lebak lebung. Pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya
hayati perikanan, antara lain tentang pengawasan , kelestarian dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan, sehingga perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat
tentang pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya hayati perikanan. Dalam
upaya menjaga kelestarian lingkungan perairan dan ekosistem perairan sekaligus
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, interaksi masyarakat
nelayan dengan ekosistem perairan sangat penting untuk diperhatikan dalam hal
ini merupakan (pengetahuan, sikap dan tindakan nelayan dalam menjaga dan
mengelola perairan lebak lebung dan ekosistem perairannya.
Pengelolaan sumberdaya perikanan”lelang lebak lebung” berdasarkan
peraturan daerah Kabupaten Muara Enim nomor 05 tahun 1987 tentang lelang
lebak lebung dan danau dalam Kabupaten Muara Enim pada awalnya hingga
tahun 1998, dilaksanakan dan diatur oleh pemerintahan Kabupaten Muara Enim,
selanjutnya melalui intruksi bupati nomor 03/Instr/IV/1998 tentang penghentian
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten muara enim,oleh
karenanya lelang lebak lebung perlu diatur lebih lanjut oleh pemerintah desa
dalam mengelola sumberdaya perikanan melalui lelang lebak lebung, disamping
itu panitia lelang di atur oleh pemerintah desa, sedangkan panitia pengawas lelang
lebak lebung adalah camat sebagai kepala wilayah kecamatan dan panitia
pengawas kabupaten adalah bupati kepala daerah kabupaten .

3

Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari
ekosistem perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa
mendatang. Disisi lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan
ataupun tanpa intervensi manusia. Dengan keterbatasan daya dukung lingkungan
sumber daya disuatu lokasi, maka stok ikan akan mengalami pengurangan sebagai
akibat dari kematian alami sampai keseimbangan stok ikan sesuai daya dukung
tercapai. Adanya intervensi manusia dalam bentuk aktivitas penangkapan pada
hakekatnya adalah memanfaatkan „bagian‟ dari kematian alami, dengan catatan
bahwa aktivitas penangkapan yang dilakukan dapat dikendalikan sampai batas
kemampuan pemulihan stok ikan secara alami, dengan adanya pengelolaan
perairan dengan pelelangan perairan ini juga merupakan salah satu cara
pemulihan stok ikan secara alami.
Pemanfaatan sumber daya alam yang terus meningkat, dengan tujuan
mengejar target pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh tanpa memperhatikan
aspek kelestarian, akan sangat mengancam keberadaan sumber daya alam
tersebut. Kurangnya pemahaman masyarakat nelayan tentang pentingnya
ekosistem alam yang dapat menjaga keseimbangan siklus hidup, sekaligus
menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Ekosistem alam menyediakan sumber
daya hayati yang pemanfaatannya dapat dilakukan secara terus menerus jika
dikelola menurut kaidah-kaidah kelestarian lingkungan. Pemahaman terhadap
ekosistem alam harus dilakukan secara komprehensif, sehingga pemanfaatannya
dapat dilakukan searif mungkin, dengan mempertimbangkan aspek kelestariannya.
Pemahaman tersebut sangat penting guna mewujudkan konsep pembangunan
yang berkelanjutan, sehingga keberadaan suatu sumber daya alam di ekosistem
tidak hanya bermanfaat bagi generasi sekarang, tetapi juga dapat dinikmati oleh
generasi yang akan datang. (Dahuri, 2003)
Sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlaku
tidak bersifat open acces, melainkan ada property right system, baik yang
menyangkut fishing ground, pengaturan alat tangkap, musim penangkapan atau
fishing right lainnya. Hak kepemilikan terhadap sumberdaya perikanan yang
berada diperairan pedalaman tersebut dapat diperoleh seseorang atau anggota
masyarakat setempat melalui proses ”lelang” yang diadakan oleh pemerintah
setempat. Mekanisme pengelolaan dilakukan melalui lelang umum yang dihadiri
oleh masyarakat nelayan dan pelelangan dilaksanakan oleh panitia lelang yang
dibentuk oleh pemerintah setempat. Lelang dilakukan dengan mekanisme harga
naik-naik dengan harga pertama ditetapkan oleh panitia lelang (sebagai harga
standar) (Zahri et al. 2007).
Lembaga lelang lebak lebung memberikan hak kepada satu atau
sekelompok orang yang disebut “pengemin” untuk mengelola dan “menguasai”
satu objek lebak lebung selama satu tahun, serta memanfaatkan sumberdaya ikan
dan biota perairan lainnya. Sistem lelang ini berhasil mengatur nelayan yang akan
menangkap ikan di suatu perairan yang batasnya telah ditentukan, selain itu
kegiatan lelang lebak lebung mampu meningkatkan pemasukan bagi daerah.
Pembatasan waktu selama satu tahun mengharuskan pengemin berusaha
mendapatkan hasil yang banyak dalam waktu singkat sehingga dalam beberapa
kasus terjadi pengoperasian alat tangkap yang dapat membahayakan kelestarian
sumberdaya ikan. Selain itu dampak negatif dari lelang lebak lebung adalah

4

menonjolnya unsur penguasaan dalam pengelolaan sehingga perairan umum tidak
lagi bersifat umum tapi menjadi milik satu atau sekelompok orang. Dari berbagai
permasalahan diatas maka diperlukan penelitian mengenai pengelolaan
kelembagaan lebak lebung dan mengetahui perilaku nelayan dalam mengelola
perairan lebak lebung.
Perumusan Masalah
Sumber daya perikanan pada suatu perairan umum sangat penting untuk di
kelola dengan sebaik baiknya untuk mempertahankan keberadaan sumberdaya
perikanan itu sendiri. Keberadaan perairan umum di Kabupaten Muara Enim
sangat berperan dalam menunjang usaha perikanan diwilayah ini. Kerusakan
sumberdaya perikanan yang terjadi saat ini di Kabupaten Muara Enim antara lain :
penggunaan alat tangkap terlarang, penyetruman ikan, penggunaan bahan peledak,
pencurian perikanan, penyalah gunaan wewenang kekuasaan, pengelolaan hasil
perikanan yang merusak ekosistem perairan. Tingginya tekanan dari pemanfaatan
perairan umum sebagai sumber ekonomi masyarakat nelayan, maka pemerintah
daerah membentuk strategi dalam pengelolaannya, dengan tujuan permasalahan
yang ada dapat diminimalisir.
Perilaku masyarakat nelayan dalam mengelola perairan dan ekosistemnya
ditentukan oleh karakteristik dari masyarakat itu sendiri. Perilaku tersebut
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang ada pada masyarakat.
Kesadaran seseorang dalam proses berpikir akan membentuk pola berpikir yang
positif, serta dapat bertanggung jawab akan keadaan lingkungannya yang dapat
dilakukan dengan tindakan merawat, melindungi, menjaga, dan melestarikan
sumberdaya alam. Kesadaran dan tanggung jawab masyarakat yang beragam
dikarenakan karakteristik seseorang dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda.
Perilaku juga di tentukan oleh norma personal seseorang dalam kehidupannya
yang terbentuk karena kepribadian dan lingkungan sosial yang ada di sekitarnya
(Hidayati, 2010).
Kegiatan lelang lebak lebung pada pengelolaan sumberdaya perikanan
yang dilakukan merupakan suatu cara yang mengandung peraturan yang berperan
sangat penting dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara penangkapan
ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang akan ditangkap, sehingga
populasi ikan dapat dipertahankan kesinambungannya. Namun keseimbangan
antara penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang tidak
mampu mempertahankan jumlah populasi ikan yang ada di perairan yang ada di
wilayah tersebut, hal ini terlihat dari menurunnya produksi perikanan tangkap di
wilayah tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan penelitian
ini adalah:
1) Bagaimana perilaku nelayan (pengetahuan, sikap, tindakan) dalam
mengelola perairan lebak lebung?
2) Bagaimana sistem lelang lebak lebung?
3) Bagaimana hubungan karakteristik internal, kelembagaan lebak lebung
dan karakteristik eksternal nelayan terhadap perilaku nelayan dalam
mengelola perairan lebak lebung?

5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan :
1) Menganalisis perilaku nelayan (pengetahuan,sikap, dan tindakan) dalam
mengelola perairan lebak lebung
2) Mendeskripsikan sistem lelang lebak lebung
3) Menganalisis karakteristik internal, kelembagaan lebak lebung, dan
karakteristik eksternal nelayan yang mempengaruhi perilaku nelayan
dalam mengelola perairan lebak lebung.
Manfaat Penelitian
Hasil temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1) Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
ilmu penyuluhan pembangunan tentang pengelolaan kelembagaan dan
perilaku nelayan.
2) Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan bahan
pemikiran bagi lembaga lebak lebung (pengelola) dan pemerintah dalam
mengoptimalkan pengelolaan perairan umum untuk menjaga kelestarian
perairan umum.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Perairan umum adalah bagian permukaan bumi yang secara permanen atau
berkala digenangi air, baik air tawar, air payau, mulai dari garis pasang surt laut
terendah kearah daratan dan badan air tersebut terbentuk secara alami atau buatan.
Yang termasuk ke dalam perairan umum adalah sungai, sungai mati atau oxbow
lake, lebak lebung, saluran irigasi, kanal, estuary, danau, waduk, rawa, goba, dan
genangan air lain. Perairan umum memiliki karakteristik antara lain: sumberdaya
air cenderung menjadi multiguna (perikanan, energy listrik, turisme, transportasi,
irigasi dan lain-lain), sumberdaya ikan lebih terbatas jenis dibanding dengan
perairan laut, armada perikanan lebih bersifat skala kecil, sensitive terhadap
dampak perubahan lingkungan, pengelolaan perikanan harus ditangani dalam
kerangka pengelolaan yang terintegrasi, potensi kearifan lokal dalam pengelolaan
lebih menonjol, hukum kelembagaan menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah.Usaha perikanan merupakan segala usaha pemanfaatan sumberdaya ikan
yang merupakan aspek agribisnis yakni produksi (penangkapan dan budidaya),
pengolahan, dan pemasaran. Untuk mengetahui sejauh mana usaha perikanan
terutama peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan diperlukan keterangan
dan informasi dari berbagai aspek, baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam usaha perikanan tersebut (Purwanto, 2000).
Lingkungan terdiri dari lingkungan biofisik (Biotik, fisik) dan lingkungan
sosial.Lingkungan biotik memiliki organisme hidup mencakup flora-fauna dan
mikroorganisme, sedangkan lingkungan fisik meliputi benda mati antara lain
tanah, air dan udara. Sedangkan lingkungan sosial meliputi semua faktor atau
kondisi dalam masyarakat yang dapat menimbulkan pengaruh atau perubahan
sosiologis. Selanjutnya kerusakan lingkungan dapat terjadi apabila citra
lingkungan yang dimiliki masyarakat berbeda dengan kenyataan, masyarakat
terlambat mengadakan penyesuaian memperoleh citra lingkungan yang baru,
manusia tidak memperlakukan lingkungan sekitar secara rasional, dan adanya
potensi keserakahan, dan kerakusan pada setiap manusia untuk mengambil
keuntungan yang sebesar-besarnya dari ketersediaan sumberdaya alam. Untuk itu
diperlukan pengelolaan dalam pemanfaatan lingkungan termasuk lingkungan
perairan yang didalamnya terdapat sumberdaya perikanan (Soemarwoto (1999).
Pengelolaan perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yaitu (1)
dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan
sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan (3)
dimensi kebijakan perikanan itu sendiri (Charles, 2001). Dengan adanya tiga
dimensi tersebut, pengelolaan perikanan saat ini masih belum mempertimbangkan
keseimbangan ketiganya, dimana kepentingan pemanfaatan untuk kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding denganekosistemnya.
Pendekatan yang dilakukan masih parsial belum terintegrasi dalam sebuah batasan
ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target
pengelolaan.maka dari itu pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem
terhadap pengelolaan perikanan menjadi sangat penting.
Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable
atau mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri. Disamping sifat
renewable, menurut Widodo dan Nurhakim (2002), sumberdaya ikan pada

7

umumnya mempunyai sifat “open access” dan “common property” yang artinya
pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum.
Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi, antara lain : (1)
Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan (over
exploitation), investasi berlebihan (over investment) dan tenaga kerja berlebihan
(over employment). (2) Perlu adanya hak kepemilikan (property rights), misalnya
oleh Negara (state property rights), oleh masyarakat (community property rights)
atau oleh swasta/perorangan (private property rights).Pengelolaan sumber daya
berbasis masyarakat adat terdapat di beberapa daerah di Indonesia dengan aturanaturan lokalnya atau tradisi (adat-istiadat) masyarakat yang diwarisi secara turun
temurun. Pengaturan ini telah dipandang efektif sebagai pengendalian pengelolaan
sumber daya kelautan dan perikanan, dan menjaga pelestarian sumber daya dari
aktivitas yang merusak. Sistem pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat
merupakan suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan
kepada masyarakat untuk mengelola sumber daya ikannya sendiri dengan
memperhatikan kebutuhan, keinginan, tujuan dan aspirasinya (Nikijuluw, 2002).
Dengan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat ini, masyarakat akan
bertanggung jawab dalam menjalankan kebijakan pengelolaan sumber daya
perikanan, karena masyarakat ikut terlibat dalam membuat perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi pengelolaan sumber daya perikanan.
Lebak Lebung
Perairan umum lebak lebung adalah perairan umum air tawar yang
memiliki ciri yang spesifik yang berbeda dengan perairan umum air tawar lainnya.
Habitat perairan tawar berupa sungai dan daerah banjirannya merupakan satu
kesatuan fungsi yang mempunyai banyak tipe habitat yang dapat dibedakan antara
musim kemarau dan musim penghujan (Welcomme, 1979). Selanjutnya menurut
Juliartha, (2007) Lebak Lebung adalah suatu areal sungai dan tanah yang terdiri
dari rawa-rawa (lebak) dan tanah rendah yang berair (lebung). Area ini menjorok
ke sungai dan secara alami mengalami pasang surut. Pada musim pasang lebak
lebung menjadi tempat ikan berkembang biak dan pada musim surut dimanfaatkan
masyarakat untuk menangkap ikan dan bercocok tanam. Hak menangkap ikan dan
hasil perairan lainnya di areal lebak lebung diberikan kepada pihak yang berminat
melalui mekanisme lelang. Lelang lebak lebung diselenggarakan dengan tujuan
untuk memperoleh pendapatan daerah, pembinaan dan pengembangan dinamika
sosial ekonomi, budaya daerah, kepastian hukum dan tertib hukum demi
terjaminnya hak-hak seseorang. Secara garis besar, habitat utama pada perairan
umum lebak lebung dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu bagian sungai
utama, lebak kumpai, talang dan rawang (Arifin, 1978).
(1) Bagian sungai utama (disebut juga sebagai batanghari) adalah bagian
habitat yang paling dalam yang terdiri dari dari bagian-bagian yang dalam
disebut ”lubuk” dan bagian yang agak dangkal disebut “rantau”. Pada
tepian sungai utama ini terdapat juga bagian yang level tanahnya sedikit
lebih rendah dari “lebak kumpai” disebut “batas”. Pada musim penghujan
bagian sungai utama ini bersatu dengan bagian lainnya yaitu lebak kumpai,
lebung dan rawang membentuk satu permukaan air.

8

(2) Lebak kumpai adalah bagian kiri kanan sungai yang ditumbuhi tumbuhan
air dan terapung pada masa musim penghujan (air besar) dan kering di
musim kemarau (Arifin, 1978).
(3) Lebung merupakan bagian yang dalam pada perairan lebak kumpai dimana
pada musim penghujan tidak terlihat sebagai suatu genangan air,
sedangkan menjelang air surut terlihat ada semacam genangan air
membentuk danau kecil dan kering sama sekali pada saat air terendah pada
musim kemarau.
(4) Rawang adalah bagian teresterial yang lebih dominan ditumbuhi oleh
pohon-pohon kayu besar yang dibawahnya ditumbuhai pohon-pohon kecil
dan tanaman perdu dimana pada musim penghujan bagian bawah
pepohonan tergenang air dan pada musim kemarau kering. Kemudian,
talang adalah bagian daratan yang paling tinggi yang tidak pernah terluapi
air meskipun pada musim penghujan pada saat permukaan air tertinggi,
bagian ini biasanya berupa daerah perkebunan karet.
Perilaku Nelayan
Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi manusia yang disebabkan oleh
dorongan organisme kongkret yang terlihat dari kebiasaan, motif, nilai-nilai,
kekuatan pendorong dan kekuatan penahan sebagai reaksi atau respon seseorang
yang muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan rangsangan dari
lingkungannya. Adapun indikatornya adalah respon terhadap lingkungan, hasil
proses belajar mengajar, ekspersi kongkret berupa sikap, kata-kata, dan perbuatan.
Harsey dan Blanchard dalam wahyuni (2002:21) perilaku pada dasarnya
berorientasi pada tujuan yang berarti bahwa perilaku seseorang pada umumnya
dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku di bagi
menjadi tiga tipe yakni: (1) kognitif yang meliputi alam pikiran, (2) afektif
meliputi emosi, sikap dan perasaan, (3) konatif, meliputi motif atau keinginan
langsung.
Skiner seorang ahli psikologi, mengatakan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar, dari segi biologis
perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas oerganisme makhluk hidup yang
bersangkutan, sehingga perilaku manusia adalah tindakan atau aktifitas manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Bohar Soeharto
mengatakan perilaku adalah hasil proses belajar mengajar yang terjadi akibat dari
interksi dirinya dengan lingkungan sekitarnya yang diakibatkan oleh pengalamanpengalaman pribadi. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku manusia dalam 3 (tiga) kawasan yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Menurut Kurt Lewin, perilaku adalah fungsi karakteristik individu (motif,
nilai-nilai, sifat kepribadian, dll) dan lingkungan, faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku, terkadang kekuatannya lebih besar
daripada karakteristik individu sehingga menjadikan prediksi perilaku lebih
komplek. Jadi, perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan. Slamet (1978 :
442) juga menyatakan bahwa perilaku adalah tindak tantuk, ucapan maupun
perbuatan seseorang yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung
melalui pancaindera.selain itu Newcomb dalam Mar‟mir. Selanjutnya Usman

9

(2004), menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik antara pola perilaku sosial
dan kondisi lingkungan. Pola perilaku sosial dipengaruhi oleh karakteristik dan
kualitas lingkungan, dan sebaliknya pola perilaku sosial juga mempengaruhi
karakteristik dan kualitas lingkungan, misalnya manusia dalam sebagian besar
kebutuhan hidupnya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan. Sumarwan (2002)
maksud berperilaku adalah sebagai kecenderungan dari seseorang untuk
melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau
merek tertentu). Shiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan maksud berperilaku
sebagai kesukaan atau kecenderungan yang akan dilakukan oleh seseorang
melalui tindakan yang spesifik atau perilaku dalam cara tertentu dengan perhatian
atau fokus pada objek sikap.
Komponen perilaku sikap biasanya berhubungan dengan kecenderungan
saseorang untuk bertindak menghadapi sesuatu dengan cara tertentu. Sikap
seseorang terhadap suatu objek antara satu dengan yang lainnya cenderung
berbeda-beda. Berbagai pengalaman empiris menunjukkan bahwa sikap
berhubungan dengan latar belakang dan karakteristik individu yang
bersangkutan.Secara terperinci Siagian (2003) mengemukakan bahwa umur, jenis
kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan keluarga, dan lamanya
berinteraksi dengan seseorang atau lingkungannya merupakan karakteristik
biografikal yang berkaitan dengan sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Pada dasarnya manusia sangat membutuhkan informasi untuk
menciptakan situasi dimana pemakai informasi harus mampu melakukan
pemilihan terhadap segala informasi yang dibutuhkan dan kemungkinan yang
akan terjadi.seseorang yang merasakan akan adanya kebutuhan akan berusaha
untuk mencari informasi yang baru yang berhubungan langsung dengan hal-hal
yang dibutuhkannya untuk memenuhi kebutuhannya. Kesadaran akan kebutuhan
mendorong nelayan mencari informasi sebanyak-banyaknya dan berperilaku
sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkannya. Perilaku nelayan dalam memanfaatkan informasi dapat diartikan
sebagai ucapan maupun perbuatan dalam mencari, menerapkan, dan
memanfaatkan usaha nelayan sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya.
Menurut Rogers dan Shoemaker (Ma‟mir, 2001:25) mengemukakan bahwa
seseorang yang sadar dan merasakan akan kebutuhannya maka orang tersebut
akan berusaha mencari informasi mengenai hal-hal untuk memenuhin
kebutuhannya.
Menurut Ramdhani (2008) niat untuk melakukan perilaku (intention)
adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan
sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap
positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk
melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain
yang berpengaruh dalam kehidupannya. Hal ini dapat di simpulkan bahwa intensi
atau maksud perilaku merupakan konsep yang menunjuk pada seberapa besar
kemungkinan, niat dan harapan seseorang untuk menunjukkan sikap dan tingkah
laku tertentu di masa yang akan datang. Teori sikap dari Fishbein dan Ajzen
menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu: (1). komponen perasaan
(affection). (2). komponen pemikiran (cognition).(3). komponen kecenderungan
tingkah laku (conation).Jika melihat dari teori Fishbein maka maksud perilaku

10

pada
penelitian ini masuk pada komponen yang ketiga. Dimana teori
menunjukkan pada ditampilkannya suatu tingkah laku pada situasi tertentu.
Pengetahuan Nelayan
Pengetahuan nelayan adalah semua informasi yang dimiliki nelayan
mengenai berbagai macam kondisi lingkungan perairan yang baik atau tidak, serta
pengetahuan lainnya yang terkait dengan ekosistem perairan serta informasi yang
berhubungan dengan fungsinya sebagai nelayan yang menggantungkan hidupnya
terhadap perairan. Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang
disimpan di dalam ingatan seseorang tentang sesuatu atau objek yang diketahui.
Pengetahuan atau dalam bahasa inggris knowledge merupakan segala
perbuatan manusia untuk memahami barang yang dihadapinya, atau hal usaha
manusia uantuk memahami sesuatu ibjek tertentu. Pengetahuan dapat berupa
barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat
indera maupun lewat akal. Soekanto (1987) mendefinisikan pengetahuan adalah
kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya.
Sedangkan hatta (1979) menyebutkan pengetahuan sebagai sesuatu yang
diketahui. Selanjutnya Suriasumantri (1993) jugamengemukakan
bahwa
pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui manusia
tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaam mental
yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia.
Totalitas pengetahuan ,anusia berasal dali kegiatan manusia berfikir, merasa dan
mengindera. Haryadi dan setiawan (1995) dalam Harihanto (2005) menyebutkan
bahwa pengetahuan didapatkan seseorang melalui proses berupa penerimaan,
pemahaman, dan pemikiran. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah pemahaman seseorang mengenai suatu objek yang
dihadapinya.
Menurut Zahri et al. (2007) Dimensi pengetahuan lokal merupakan
pengetahuan lokal masyarakat nelayan setempat yang terkait dengan persepsi dan
konsepsi, sistem dan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan sumbardaya
perikanan dan kelautan secara lestari. Persepsi adalah suatu proses masyarakat
mengetahui beberapa hal dengan menggunakan panca indera terkait dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara lestari.
Selanjutnya persepsi bisa menjadi konsepsi pada saat persepsi menjadi bahan
pemikiran untuk membuat suatu rancangan tindakan. Sedangkan dimensi ekonomi
merupakan pengkajian terhadap pandangan dan sistem mata pencaharian hidup
yang dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat nelayan setempat. Dimensi
ini terdiri dari tiga faktor yaitu: tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya,
pembagian peran dalam kegiatan produksi, sistem jaminan sosial dan tingkat
konsumsi ikan. Tingkat ketergantungan membuat pola-pola produksi tertentu,
kegiatan produksi tidak hanya diartikan dalam upaya di dalam pemenuhan
kebutuhan keseharian (subsistensi).
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yakni : (a). Tahu (know), tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.(b).

11

Memahami comprehension),memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar.(c). Aplikasi (application), aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi riil. (d). Analisis (analysis),analisis adalah suatu
kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. (e). Sintesis (synthesis),sintesis menunjuk kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. (f). Evaluasi (evaluation),evaluasi berkaitan
dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap satu materi atau objek.
Menurut Notoatmodjo (2007) belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan
menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan cara mengulang-ulang. Tanggapantanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsanganrangsangan. Semakin banyak dan sering diberikan stimulus maka memperkaya
tanggapan pada subjek belajar.
Sikap Nelayan
Berbicara mengenai sikap pada penelitian ini berarti berhubungan dengan
keyakinan yang dipegang nelayan, yang dengan keyakinannya tersebut ia menilai
objek yang sedang dihadapi .nelayan mempersepsikan tentang harapan terhadap
lingkungan perairan yang ada disekitarnya dan keinginan untuk bertindak sesuai
harapan tersebut. Selanjutnya sikap positif dari nelayan akan mendorongnya untuk
berbuat sesuai harapan lingkungan perairan untuk melakukan suatu perbuatan
yang positif, ditambah jika nelayan melihat bahwa tidak ada hambatan baginya
untuk berperilaku maka munculnya niat yang besar bagi nelayan. Tetapi dengan
sikap negatif, juga dapat menyebabkan nelayan tidak mau menentang harapan
lingkungan perairan, dan nelayan merasa tidak akan mampu melakukan suatu
perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti kemungkinan nelayan
berperilakupun rendah.
Sarwono (1992) mendefinisikan sikap sebagai respon manusia yang
menempatkan objek yang dipikirkan ke dalam suatu dimensi pertimbangan. Objek
yang difikirkan adalah segala sesuatu benda, orang, dan lain-lain yang bias dinilai
oleh manusia. Adapun dimensi pertimbangan adalah semua skala positif – negatif
; baik dari baik ke buruk, dari jelek ke bagus, dari haram ke halal, dar sah ke tidak
sah, dari enak ke tidak enak, dan semacamnya. Jadi sikap adalah menempatkan
suatu objek ke dalam salah satu skala tersebut. Selanjutnya Ma‟at (1982) juga
menjelaskan bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau action, akan
tetapi masih merupakan pre-disposisi tingkah laku. Kesiapan dalam hal ini sebagai
suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada
stimulus yang menghendaki adanya respon. Respon evaluatif berarti bahwa
bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi,
yang memberikan kesimpulan nilai terhadapstimulus dalam bentuk baik dan
buruk, positif dan negative, menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang
kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap sesuatu nilai dalam
masyarakat apakah menolak atau menerima. Terbentuknya sikap dipengaruhi oleh
tiga komponen meeliputi kognitif (pengetahuan dan keyakinan), afektif (perasaan)
dan konatif (tindakan).

12

Purwanto (1990) menyatakan bahwa tiap orang mempunyai sikap ysng
berbeda-beda terhadap suatu perangsang (stimulus).Ini disebabkan oleh berbagai
faktor yang ada pada individu masing masing seperti adanya perbedaan dalam
bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan juga situasi
lingkungan. Selanjutnya Azwar (2003) mengemukanan berbagai metode dan
teknik telah dikembangkan oleh para ahli guna mengungkap sikap manusia dan
memberikan interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan
dengan beberapa metode diantaranya dengan observasi perilaku, penanyaan secara
langsung, dan pengungkapan langsung. Untuk mengetahui sikap seseorang
terhadap sesuatu dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan
salah satu indikator sikap individu, namun ternyata hal itu berlaku hanya bila
sikap berada dalam kondisi yang ekstrim. Perilaku akan hanya konsisten dengan
sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan.
Keraf (2002) juga mengungkapkan bahwa, adanya keyakinan religiusmoral bahwa sikap batin dan perilaku yang salah, yang bengkok, hubungan
dengan sesama dan alam, akan mendatangkan malapetaka, baik bagi diri sendiri
maupun bagi komunitas. Dalam konteks itu bisa dipahami bahwa semua bencana
alam, banjir, kekeringan, hama, kegagalan panen, tidak adanya hasil tangkapan
semuanya dianggap sebagai sumber dari kesalahan sikap batin dan perilaku
manusia, baik terhadap sesama maupun terhadap alam. Dengan kata lain perilaku
moral, baik terhadap sesama maupun terhadap alam adalah bagian dari cara
hidup, dari adat kebiasaan, dari etika masyarakat adat tersebut. Robbins (2007)
mendefinisikan sikap sebagai pernyataan yang bersifat evaluatif, baik yang
diinginkan atau tidak diinginkan, mengenai obyek, individu maupun peristiwa.
Sikap sendiri terbagi kedalam tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan konatif,
komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai
objek sikap yaitu, fakta pengetahuan dan keyakinan objek, komponen afektif
terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang pada objek penilaian,
komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau
kecendrungan untuk bertindak pada objek.
Tindakan Nelayan
Tindakan merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor yang terdapat
di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal).
Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang
(Sarwono, 2002). Pola tindakan seseorang bisa saja berbeda antara satu sama lain,
tetapi proses terjadinya suatu tindakan adalah mendasar bagi semua individu,
yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan, dan ditujukan pada sasaran
(Kast dan Rosenzweing, 1995).
Tindakan individu sangat dipengaruhi
oleh sikap maupun
pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka , baik atau tidak baik,
senang atau tidak senang terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh
pengalamannya atau pengetahuannya sendiri (Harihanto, 2001). Selanjutnya
Notoatmodjo (1979) menyatakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas. Dalam tindakan terdapat tingakat-tingkat
praktek meliputi: (1) Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai

13

obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil, (2) Respon Terpimpin
(Guided Respons), dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh, (3) Mekanisme (Mechanism), apab