Identifikasi Trichoderma sp. Melalui Sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) dan Uji Inhibisinya terhadap Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp.

IDENTIFIKASI Trichoderma sp. MELALUI SEKUEN INTERNAL
TRANSCRIBED SPACER (ITS) DAN UJI INHIBISINYA
TERHADAP Colletotrichum sp. DAN Rhizoctonia sp.

LISA KARIS

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Trichoderma sp. Melalui Sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) dan Uji
Inhibisinya terhadap Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp. adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lisa Karis
NIM G84110046

ABSTRAK
LISA KARIS. Identifikasi Trichoderma sp. Melalui Sekuen Internal Transcribed
Spacer (ITS) dan Uji Inhibisinya terhadap Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp.
Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan PUJI LESTARI.
Rhizoctonia sp. dan Colletotrichum sp. merupakan patogen yang banyak
menyerang tanaman. Penggunaan agen biokontrol dalam melawan patogen
tanaman menjadi salah satu alternatif terhadap penggunaan pestisida sintetik.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Trichoderma sp. secara morfologi dan
molekuler serta menyeleksi isolat Trichoderma sp. yang memiliki penghambatan
terbesar terhadap patogen secara in vitro. Metode identifikasi dilakukan dengan
mikroskop cahaya dan amplifikasi daerah Internal Transcribed Spacer (ITS)
sedangkan seleksi dilakukan dengan metode uji berganda secara bertahap. Secara
umum, Trichoderma sp. memiliki permukaan rata, tepian regular, berwarna

kuning sampai hijau, serta konidiofor bercabang. DNA hasil amplifikasi
menggunakan primer ITS1 dan ITS4 berukuran 600-700 bp. Hasil identifikasi dari
17 isolat didapatkan sebanyak 13 isolat merupakan Trichoderma asperellum, 1
isolat Trichoderma gamsii, 1 isolat Trichoderma koningiopsis, dan 2 sisanya
Trichoderma harzianum. Nilai penghambatan > 80% yang lebih banyak
menunjukkan isolat Trichoderma sp. lebih berpotensi menghambat Rhizoctonia sp.
dibandingkan Colletotrichum sp.
Kata kunci: antagonis, Colletotrichum sp., ITS, Rhizoctonia sp., Trichoderma sp.

ABSTRACT
LISA KARIS. Identification Trichoderma sp. through Internal Transcribed
Spacer (ITS) and Inhibition Assay against Colletotrichum sp. and Rhizoctonia sp.
Supervised by MARIA BINTANG and PUJI LESTARI.
Rhizoctonia sp. and Colletotrichum sp. are pathogen that can attack many
plants. The use of biocontrol agents against plant pathogens become an alternative
to synthetic pesticides. This study aims to identify the Trichoderma sp. through
morphological and molecular characterizations, and to select isolates Trichoderma
sp. which has the largest inhibition against both pathogens via in vitro assay.
Identification method performed by light microscopy and amplification of Internal
Transcribed Spacer (ITS) region, while the selection was done with multiple test

methods gradually. In general, Trichoderma sp. has a flat surface, regular edges,
yellow to green color, as well as branched conidiophores. DNA amplification
using primers ITS1 and ITS4 sized in a range of 600-700 bp. Results of
identification of 17 isolates were obtained 13 isolates that are Trichoderma
asperellum, 1 isolate Trichoderma gamsii, 1 isolate Trichoderma koningiopsis,
and rest of it are Trichoderma harzianum. Trichoderma sp. more potent as
inhibitors to Rhizoctonia sp. compared Colletotrichum sp. based on inhibition
values > 80 % which more on Rhizoctonia sp.
Keywords: antagonism, Colletotrichum sp., ITS, Rhizoctonia sp., Trichoderma sp.

IDENTIFIKASI Trichoderma sp. MELALUI SEKUEN INTERNAL
TRANSCRIBED SPACER (ITS) DAN UJI INHIBISINYA
TERHADAP Colletotrichum sp. DAN Rhizoctonia sp.

LISA KARIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini adalah Identifikasi
Trichoderma sp. Melalui Sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) dan Uji
Inhibisinya Terhadap Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Maria Bintang, MS dan
Ibu Puji Lestari Sp, MSi, PhD selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
pengarahan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Jajang, Bapak Ughi dan Ibu Aminah beserta seluruh staf Laboratorium
Mikrobiologi Konservasi Mikroorganisme dan staf Laboratorium Genom BBBiogen yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, Adik, sahabat dekat

(Cynthia, Ken, Caroline, Desi, Kathi, Liya, dan Chelsea), serta teman-teman
Biokimia 48 untuk segala doa, motivasi, inspirasi, kasih sayang dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Lisa Karis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL

5


Morfologi Isolat Trichoderma sp.

4

DNA Total 17 Isolat Trichoderma sp. dan Amplifikasi Sekuen ITS

5

Homologi dan Filogenetik Isolat Trichoderma sp.

6

Kemampuan Antagonis Trichoderma sp. terhadap Colletotrichum sp. dan
Rhizoctonia sp.

8

PEMBAHASAN

10


Morfologi Isolat Trichoderma sp.

10

DNA Total 17 Isolat Trichoderma sp. dan Amplifikasi Sekuen ITS

11

Homologi dan Filogenetik Isolat Trichoderma sp.

11

Kemampuan Antagonis Trichoderma sp. terhadap Colletotrichum sp. dan
Rhizoctonia sp.
SIMPULAN DAN SARAN

12
13


Simpulan

13

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

22


DAFTAR TABEL
Kuantitatif 17 isolat DNA Trichoderma sp.
Identifikasi 17 isolat Trichoderma sp.
Daya hambat 17 isolat Trichoderma sp. terhadap cendawan patogen
Daya hambat 3 isolat Trichoderma sp. terseleksi terhadap
Colletotrichum sp.
5 Daya hambat 3 isolat Trichoderma sp. terseleksi terhadap Rhizoctonia
sp.
1
2
3
4

6
7
8
9
9

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

Morfologi isolat Gam4 (A) dan PB2 (B)
DNA Trichoderma sp. hasil isolasi
Amplikon hasil PCR 17 isolat Trichoderma sp.
Pohon filogenetik antar isolat Trichoderma sp. yang dibandingkan
dengan database NCBI serta sekuen outgroup
5 Kontrol Colletorichum sp. (A) dan inhibisi isolat Pan23.1 terhadap
Colletotrichum sp. (B)
6 Kontrol Rhizoctonia sp. (A) dan inhibisi isolat Pan23.2 terhadap
Rhizoctonia sp. (B)
7 Inhibisi isolat R.Pan23.2 (A) dan C.TR3 (B)

5
5
6
7
9
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alir penelitian
Identitas 17 isolat Trichoderma sp.
Contoh hasil sekuensing Trichoderma sp.
Hasil uji antagonis lanjut isolat Trichoderma sp. terseleksi

18
19
20
21

PENDAHULUAN
Penurunan hasil panen berbagai tanaman pangan banyak disebabkan oleh
penyakit tanaman. Salah satu yang menyebabkan penyakit tanaman yaitu
cendawan patogen, diantaranya Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp. Kedua
patogen tersebut dapat menyerang tanaman saat pertumbuhan maupun pasca
panen. Menurut Herwidyarti et al. (2013), penyakit yang dapat disebabkan oleh
Colletotrichum sp., yaitu busuk batang (Colletotrichum graminearum), antraknosa,
dan gugur daun yang menyerang papaya, pisang, cabai, tomat, kentang, kakao,
mentimun, dan kacang. Sementara itu, Rhizoctonia sp. dapat menyebabkan
penyakit batang kawat, busuk pelepah, busuk rimpang, penyakit semai
(Rhizoctonia solani), dan mati pucuk (Yu et al. 2002; Athul dan Jisha 2013).
Tindakan preventif yang saat ini cenderung dilakukan oleh petani
Indonesia yaitu menggunakan pestisida sintetik. Penerapan yang lebih mudah dan
harga yang relatif murah menjadi alasan utama penggunaan pestisida sintetik.
Namun, penggunaan senyawa kimia ini dalam jangka waktu yang lama dan kadar
berlebihan dapat menyebabkan beberapa pengaruh negatif. Pestisida dapat
berdampak merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan karena mencemari
lahan pertanian dan menyebabkan produk pertanian tidak aman dikonsumsi
(Yuliar 2008). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya agen pengendali hayati
yang dapat digunakan sebagai jalur alternatif.
Penggunaan mikroorganisme sebagai agen biokontrol merupakan alternatif
yang berpotensi tinggi dalam menangani penyakit tanaman (Kulkarni et al. 2007).
Trichoderma sp. merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan
sebagai agen biokontrol. Beberapa cendawan fitopatogen yang dapat dikendalikan
oleh Trichoderma sp. antara lain Fusarium spp., Lentinus Lepidus, Phytium spp.,
Botrytis cinerea, Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosis, Sclerotium
roflsii, dan Phytopthora palminovora (Benitez et al. 2004; Sunantapongsuk et al.
2006; Zeilinger dan Omann 2007). Penggunaan Trichoderma sp. sebagai agen
biokontrol memiliki beberapa kelebihan, yaitu pertumbuhannya cepat, kapasitas
reproduksi yang tinggi, spektrum penghambatan yang luas terhadap cendawan
patogen, keragaman mekanisme penghambatan, kemampuan bertahan hidup yang
tinggi dalam kondisi kurang nutrisi, dan menginduksi pertumbuhan tanaman
(Benitez et al. 2004; Vinale et al. 2006).
Trichoderma sp. merupakan kapang yang bersifat kosmopolitan, saprofit,
dan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
Trichoderma sp. dari sampel tanah telah berhasil diisolasi oleh Peneliti di
BALITRO. Selain itu, penelitian di BB-BIOGEN menunjukkan bahwa beberapa
dari isolat tersebut menghasilkan selulase yang berpotensi mendegradasi limbah
pertanian (Lestari et al. 2014). Anggota dari genus ini memiliki keragaman
potensi yang bergantung pada genetik atau jenis spesiesnya. Penggunaan
Trichoderma sp. sebagai agen biokontrol akan lebih optimal jika sesuai dengan
potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan pendekatan molekuler untuk mengidentifikasi isolat Trichoderma sp.
hingga ke tingkat spesies dan melihat potensinya dalam melawan patogen
tanaman Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp. secara in vitro.

2
Penelitian ini bertujuan mendapatkan isolat Trichoderma sp. yang dapat
melawan patogen tanaman Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp. serta
mengidentifikasi isolat-isolat tersebut melalui analisis sekuen Internal
Transcribed Spacer (ITS). Manfaat penelitian adalah isolat Trichoderma sp. yang
memiliki kemampuan antagonis terhadap kedua patogen dapat digunakan sebagai
agen biokontrol untuk mengatasi penyakit tanaman.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala, sudip,
gelas ukur, labu Erlenmeyer (100, 250, 500, dan 500 mL), pipet mikro (10, 200,
dan 1000 L), cawan Petri (3 dan 9 cm), saringan kasa, jarum ose, tabung
Eppendorf, kertas saring Whatmann no.1, pengaduk, ruang kabinet (laminar air
flow cabinet), dan penangas Bunsen. Selain itu, alat berupa mesin terdiri atas oven,
kulkas, perangkat autoklaf, mesin vorteks, pH meter, mesin sentrifugasi, penangas
air, termometer, neraca analitik, spektrofotometer nanodrop, mikroskop cahaya,
dan mesin PCR.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu isolat kapang, bahan media, reagen,
dan marker. Bahan isolat kapang terdiri atas 17 isolat Trichoderma sp. yang
merupakan koleksi BALITRO (Lampiran 2) dan isolat patogen (Colletotrichum sp.
dan Rhizoctonia sp.) yang merupakan koleksi BB BIOGEN. Bahan media terdiri
atas kentang, D-glukosa, agar, dH2O, ddH2O, dekstrosa, dan serbuk agarosa.
Reagen terdiri atas bufer ekstraksi (2 % CTAB; 20 mM EDTA; 0.1 M Tris-HCL;
1.4 M NaCl), 2-merkaptoetanol, bufer TE, fenol, kloroform, isoamil alkohol, isopropanol, etil alkohol 70%, bufer TAE 0.5X, loading dye 1X, larutan EtidiumBromida (EtBr), primer ITS1 (forward), primer ITS4 (reverse), dan DNA Taq
polimerase (Kappa 2G Fast Ready Mix). Marker yang digunakan yaitu Marker
ladder (1 Kb dan 100 bp).
Prosedur Penelitian
Peremajaan Isolat
Sebanyak 1 ose isolat cendawan dari kultur koleksi dipindahkan ke dalam
media PDA (potatoes dextrose agar) baru. Peremajaan ini dilakukan secara steril
dalam kabinet laminar air flow. Isolat yang telah dipindahkan kemudian dibiarkan
tumbuh selama 3-5 hari pada suhu ruang.
Pengamatan Morfologi Trichoderma sp.
Morfologi Trichoderma sp. diamati secara makroskopik dan mikroskopik.
Pengamatan secara makroskopis mengacu pada Shahid et al. (2013) yang meliputi
kecepatan pertumbuhan, warna koloni, elevasi dan bentuk tepian koloni.
Pengamatan mikroskopis diawali dengan meneteskan larutan KOH di atas kaca
preparat lalu isolat Trichoderma sp. dicampur sebanyak satu ose (Gams dan
Bissett 1998). Preparat ditutup dengan kaca penutup (cover glass) lalu diamati
bentuk spora dan konidiofornya menggunakan mikroskop cahaya.

3
Identifikasi Molekuler berdasarkan Sekuen ITS
Isolasi DNA (Modifikasi Chakraborty et al. 2010). Pemecahan sel
dilakukan secara mekanik menggunakan mortar dengan bantuan nitrogen cair.
Serbuk miselium dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf dan diberi 500 L
bufer ekstraksi (2% CTAB; 20 mM EDTA; 0.1 M Tris-HCL; 1.4 M NaCl (pH
8.2); CTAB bufer : 2-merkaptoetanol = 100:1 (1% volume) (CTAB bufer 20 mL,
2-merkaptoetanol 200 L). Campuran dikocok dan diinkubasi pada suhu 65 oC
selama 30 menit. Larutan kloroform : isoamil alkohol (24:1) ditambahkan
sebanyak 400 L dan divorteks. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 12.000
rpm selama 10 menit. Fase cair (bagian atas) dipindahkan ke tabung Eppendorf
baru dan ditambahkan 400 L larutan kloroform : isopropanol (24:1) dingin dan
dikocok perlahan. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama
10 menit. Lapisan atas yang terbentuk dipindahkan ke tabung Eppendorf baru dan
ditambahkan 500 L isopropanol dingin. Larutan diinkubasi pada suhu – 20 oC
selama 1 jam, kemudian disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 2 menit.
Supernatan dibuang dan pelet dikeringudarakan. Bufer TE 1X sebanyak
600 L dan campuran fenolμkloroformμisoamilalkohol (25μ24μ1) sebanyak 300 L
ditambahkan ke dalam tabung lalu dikocok menggunakan vorteks sebelum
disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas yang terbentuk
dipindahkan kembali ke tabung Eppendorf baru dan ditambahkan 500 L
isopropanol dingin. Larutan dikocok perlahan lalu diinkubasi pada -20 oC selama
1 jam. Setelah itu, larutan disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 5 menit dan
pelet hasil sentrifugasi dicuci dengan etanol 70 %. Larutan kemudian
disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit. Etanol dibuang dan pelet DNA
dikering udarakan. Pelet DNA dilarutkan dengan bufer TE 1X lalu disimpan pada
suhu –20 oC.
Analisis Kuantitatif DNA (Thermo Fisher Scientific 2009). DNA
Trichoderma sp. hasil isolasi diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan
spektrofotometer nanodrop. Pengaturan program dilakukan dan lubang optik
dibersihkan menggunakan kertas tisu. Sebanyak 2 L bufer TE digunakan sebagai
blanko dan dipipet ke dalam lubang optik spektrofotometer. Tombol read blank
pada komputer ditekan. Bufer TE yang tersisa di lubang optik dibersihkan dengan
kertas tisu. Sebanyak 2 L sampel DNA dipipet ke dalam lubang optik lalu dibaca
konsentrasinya dalam satuan ng/ L. Kemurnian DNA dapat dilihat berdasarkan
perbandingan nilai absorbansi sampel pada 260 dan 280 nm.
Analisis Kualitatif DNA (Sambrook dan Russel 2001). DNA hasil
isolasi diseparasi menggunakan gel agarosa 1 % di dalam bufer TAE (Tris HClasam asetat-EDTA) 0.5 X. Sebanyak 2 L Loading dye dicampur dengan 3 L
DNA, lalu diinjeksikan ke dalam sumur gel agarosa. Proses elektroforesis
dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan arus 50 mA dan voltase 60 V.
Gel agarosa diangkat dan direndam dalam larutan EtBr selama 10-15 menit untuk
proses pewarnaan lalu direndam kembali dalam akuades selama 5 menit. Gel
agarosa diletakan ke dalam ruang UV-transluminator lalu diamati menggunakan
ChemDoc.
Amplifikasi DNA Menggunakan PCR (Modifikasi Fu et al. 2012).
Primer ITS-1 (forward) (5’TCTGTAGGTGAACCTGAGG’3) dan ITS-4
(reverse) (5’TCCTCCGCTTATTGATATGC’3) digunakan dalam proses
amplifikasi DNA hasil isolasi. Campuran reagen untuk amplifikasi terdiri atas

4
12.5 L DNA Taq Polimerase (Kappa 2G Fast Ready Mix), 1 L primer ITS1
(forward), 1 L primer ITS4 (reverse), 8.5 L ddH2O, dan 2 L cetakan DNA.
Reaksi dengan mesin PCR dijalankan dengan program sebagai berikut, denaturasi
awal pada 95 oC selama 5 menit; diikuti dengan 35 siklus untuk 1 menit
denaturasi pada 95 oC, 35 detik penempelan primer pada 55 oC, dan 30 detik
elongasi pada 72 oC; dan elongasi akhir selama 7 menit pada 72 oC. DNA hasil
amplifikasi dianalisis melalui elektroforesis gel agarosa 1 % dalam bufer TAE 0.5
X, diwarnai dengan etidium bromida (EtBr), dan divisualisasi dengan bantuan
sinar UV menggunakan ChemiDoc.
Analisis Homologi dan Filogenetik DNA Hasil Amplifikasi. Pengurutan
basa nukleotida DNA dilakukan dengan mengirim sampel ke PT. Genetika
Science, Jakarta. Hasilnya lalu dicocokkan dengan database yang berada di
GenBank dan dianalis menggunakan BLAST di website NCBI. Proses blast
dengan query nukleotida dipilih nr/nt (non-redundant nucleotide) (Zhang et al.
2000). Hubungan kekerabatan antar sekuen dan sekuen outgroup dianalisis
menggunakan pohon filogenetik yang dibuat menggunakan program MEGA 5
(Tamura et al. 2011).
Uji Daya Hambat Isolat Trichoderma sp. terhadap Cendawan Patogen
Kemampuan antagonis Trichoderma sp. melawan Colletotrichum sp. dan
Rhizoctonia sp. secara in vitro dilakukan menggunakan metode uji berganda
(Zivkovic et al. 2010). Tiga isolat Trichoderma sp. yang memiliki nilai PIRG
tertinggi terhadap masing-masing patogen (Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia
sp.) kemudian diuji inhibisi lanjut dengan perlakuan waktu inokulasi dan ulangan
sebanyak tiga kali.
Perlakuan I dilakukan dengan menumbuhkan patogen terlebih dahulu lalu
disusul dengan Trichoderma sp. setelah 24 jam. Perlakuan II dilakukan dengan
menumbuhkan Trichoderma sp. terlebih dahulu lalu disusul dengan patogen
setelah 24 jam. Hasilnya dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Persentase penghambatan pertumbuhan patogen (PIRG) diukur dengan
membandingkan jari-jari patogen perlakuan (R1) dan jari-jari patogen kontrol (R2)
menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Skidmore dan Dickinson (1976)
sebagai berikut:
PIRG =

2- 1

x 100%
PIRG = percentage inhibition radius growth (%)
R1= jari-jari patogen perlakuan (mm)
R2= jari-jari patogen kontrol (mm)
2

HASIL
Morfologi Isolat Trichoderma sp.
Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya terhadap dua isolat
Trichoderma sp. yaitu Gam4 dan PB2 (mewakili 17 isolat Trichoderma sp.) dapat
dilihat pada Gambar 1. Kedua isolat memiliki tingkat percabangan tinggi pada
konidiofor dengan bentuk yang menyerupai piramida dan konidia yang berkumpul

5

Konidiofor
Konidia
A
B
Gambar 1 Morfologi isolat Gam4 (A) dan PB2 (B)
berbentuk bulat seperti anggur berwarna hijau hingga keabuan. Banyaknya spora
pada isolat berusia tiga hari menandakan tingkat pertumbuhan isolat yang relatif
cepat. Jumlah spora antar masing-masing isolat kurang lebih sama menunjukkan
kecepatan tumbuh yang seragam.
Morfologi makroskopik 17 isolat Trichoderma sp. secara umum memiliki
permukaan rata menyerupai wol dengan tepian berbentuk regular. Sementara itu,
dari 17 isolat Trichoderma sp., terdapat dua isolat berwarna putih, tujuh isolat
berwarna kuning, dan 8 isolat berwarna hijau. Warna yang semakin hijau
menandakan jumlah spora yang semakin banyak. Rerata pertumbuhan tiap isolat
yaitu 8-9 cm dalam tiga hari.
DNA Total 17 isolat Trichoderma sp. dan Amplifikasi Sekuen ITS
Analisis kualitatif DNA hasil isolasi menggunakan elektroforesis gel
agarosa 1 % dapat dilihat pada Gambar 2. Marker yang digunakan berada pada
lajur paling kiri (M) yaitu marker ladder 1 Kb. Pita yang terdapat pada lajur no 117 menunjukkan DNA tiap isolat. Semua DNA berukuran lebih dari 10 000 kb
dapat dilihat dari pita yang berada di atas marker. Kebanyakan DNA masih
terkontaminasi oleh RNA atau pengotor polisakarida lainnya dapat dilihat dari
adanya smear pada DNA.
Konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA hasil isolasi yang diperoleh dari
uji menggunakan spektrofotometer nanodrop dapat dilihat pada Tabel 1. Isolat
Pan23.1 memiliki konsentrasi terendah sebesar 215.7 ng/ L dan isolat T 4
memiliki konsentrasi tertinggi sebesar 827λ.2 ng/ L. Tingkat kemurnian DNA
dapat dilihat dari perbandingan absorbansi pada 260 dan 280 nm. Isolat N34
memiliki tingkat kemurnian terendah sebesar 1.18. Kebanyakan isolat lainnya
memiliki nilai A260/280 yang berada pada rentang 1.8-2.0. Hasil kuantitatif dan
kualitatif tidak selalu menunjukkan hubungan yang positif jika dilihat dari
Gambar 2 dan Tabel 1. Isolat TR4 memiliki nilai konsentrasi tertinggi namun pita
hasil elektroforesis yang sangat tipis.

Gambar 2 DNA Trichoderma sp. hasil isolasi (M= Marker ladder 1 Kb; 1-17= O5,
Pan23.1, Kun4, I4, Gam4, OA9, D4, Bo17, Pan23.2, PC5, TR4, RR9,
PB2, G09, P03, N34, dan TR3)

6
Tabel 1 Kuantitatif 17 isolat DNA Trichoderma sp.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Isolat
O5
Pan23.1
Kun 4
I4
Gam4
OA9
D4
Bo17
Pan23.2
PC5
TR4
RR9
PB2
G09
P03
N34
TR3

[asam nukleat] (ng/ L)
1342.8
215.7
920.8
5306.6
301.4
2541
388.6
2136.1
3362
2562
8279.2
6581.7
1517.2
2587.2
2957
1288.9
2755.9

A260/280
1.77
1.76
1.81
1.84
1.80
1.85
1.98
1.77
1.73
1.88
2.08
1.89
1.87
1.96
1.89
1.18
2.01

Gambar 3 Amplikon hasil PCR 17 isolat Trichoderma sp. (M= Marker ladder
100 bp; 1-17= O5, Pan23.1, Kun4, I4, Gam4, OA9, D4, Bo17,
Pan23.2, PC5, TR4, RR9, PB2, G09, P03, N34, dan TR3)
Amplifikasi terhadap DNA hasil isolasi menggunakan primer ITS1 dan
ITS 4 dapat dilihat pada Gambar 3. Lajur paling kanan merupakan marker 100 bp
yang digunakan untuk menentukan ukuran dari tiap amplikon. Semua isolat
Trichoderma sp. yang diamplifikasi menghasilkan pita berukuran 600-700 bp
dengan tingkat ketebalan yang cukup bervariasi. Ukuran pita yang seragam karena
proses amplifikasi dilakukan pada daerah yang sama dengan ukuran pasang basa
yang relatif sama.
Homologi dan Filogenetik Isolat Trichoderma sp.
Hasil penjajaran DNA yang telah diurutkan basa nukleotidanya dengan
database di web NCBI dapat dilihat pada Tabel 2. Sebanyak 13 dari 17 isolat
merupakan Trichoderma asperellum, sebanyak satu isolat merupakan
Trichoderma gamsii, satu isolat merupakan Trichoderma koningiopsis, dan dua
sisanya merupakan Trichoderma harzianum. Kemiripan hasil sekuen semua isolat
memiliki nilai 99-100 % dengan nilai E 0.0. Isolat Pan23.1, Pan23.2, dan Kun4
memiliki nilai kemiripan 100 % dan nilai E sebesar 0.0 dengan Trichoderma
asperellum T8. Hal tersebut mengindikasikan tingkat kecocokan yang lebih baik
dibandingkan hasil pencocokan yang lainnya.
Hubungan kekerabatan antara 17 isolat Trichoderma sp. hasil pengurutan,
7 isolat hasil identifikasi (database GenBank) , dan 3 sekuen outgrup dapat dilihat
pada Gambar 4. Sekuen outgroup terdiri atas Trichoderma atroviride,

7
Trichoderma virens, dan Trichoderma reesei. Ketiga anggota sekuen outgroup
berada pada cabang yang berbeda dan terletak cukup jauh dari 17 isolat
Trichoderma sp. asal Sukabumi. Sementara itu, 17 isolat Trichoderma sp. hasil
sekuensing berada dalam satu cabang yang sama menunjukkan hubungan
kekerabatan yang dekat antar 17 isolat Trichoderma sp.
Tabel 2 Identifikasi 17 isolat Trichoderma sp.
No

Isolat

Deskripsi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

O5
Pan23.1
Kun4
I4
Gam4
OA9
D4
Bo17
Pan23.2
PC5
TR4
RR9
PB2
G09
P03
N34
TR3

Trichoderma asperellum isolat T8
Trichoderma asperellum isolat T8
Trichoderma asperellum isolat T8
Trichoderma asperellum isolat M29
Trichoderma asperellum UTP-16
Trichoderma asperellum isolat M29
Trichoderma asperellum TR11
Trichoderma asperellum TR11
Trichoderma asperellum T8
Trichoderma asperellum TR11
Trichoderma gamsii UNISS 11-62
Trichoderma asperellum UTP-16
Trichoderma harzianum isolat A1S4-2
Trichoderma asperellum isolat M29
Trichoderma koningiopsis F-2-46
Trichoderma harzianum LIPIMC0572
Trichoderma asperellum TR11

Nilai
E
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Kemiripan
(%)
99
100
100
99
99
99
99
99
100
100
99
99
99
99
99
99
99

No. Aksesi
JX422014.1
JX422014.1
JX422014.1
JX422010.1
FJ640576.1
JX422010.1
KC859432.1
KC859432.1
KC859432.1
KC859432.1
EF488141.1
FJ640576.1
KJ767087.1
JX422010.1
KF751670.1
KC847182.1
KC859432.1

Gambar 4 Pohon filogenetik antar isolat Trichoderma sp. yang dibandingkan
dengan database NCBI serta sekuen outgroup.

8
Kemampuan Antagonis Trichoderma sp. terhadap Colletotrichum sp. dan
Rhizoctonia sp. secara in vitro
Hasil uji daya hambat 17 isolat Trichoderma sp. terhadap kedua patogen
dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai persentase penghambatan Trichoderma sp.
terhadap Colletotrichum sp. terendah yaitu 51.72 % ditunjukkan oleh isolat I4,
Bo17, dan PB2. Sementara itu, Pan23.1 merupakan satu-satunya isolat yang
memiliki nilai penghambatan > 80 % dan memiliki daya hambat tertinggi yaitu
82.76 %. Nilai penghambatan Trichoderma sp. terhadap Rhizoctonia sp. yang
terendah sebesar 60.00 % (isolat OA9) dan tertinggi sebesar 92.50 % (isolat TR3).
Isolat Trichoderma sp. yang memiliki nilai penghambatan > 80 % terhadap
Rhizoctonia sp. yaitu Kun4, Pan23.2, RR9, N34, dan TR3. Nilai penghambatan
>80 % menunjukkan isolat yang berpotensial sebagai biokontrol melawan patogen.
Jari-jari patogen kontrol (Gambar 5.A) jauh lebih besar dibandingkan
dengan jari-jari di cawan perlakuan (Gambar 5.B). Selain itu, isolat Pan23.1 dapat
menutupi seluruh permukaan Colletotrichum sp. yang tumbuh pada cawan
perlakuan. Hal tersebut menunjukkan patogen Colletotrichum sp. terhambat oleh
kehadiran Trichoderma sp. (isolat Pan23.1). Penghambatan pertumbuhan
Rhizoctonia sp. juga terjadi saat kehadiran Trichoderma sp. isolat Pan23.2
(Gambar 6).
Tiga isolat Trichoderma sp. yang memiliki nilai hambat tertinggi terhadap
Colletotrichum sp. yaitu TR3, Pan23.1, dan Pan23.2. Ketiga isolat tersebut
kemudian diuji lebih lanjut yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Isolat C.TR3
memiliki nilai rerata inhibisi terendah sebesar 34.48 % dan isolat Pan23.1.C
memiliki nilai rerata inhibisi tertinggi sebesar 96.55 %. Sementara itu, isolat TR3,
Pan23.2, dan Kun4 merupakan tiga isolat yang memiliki nilai penghambatan
tertinggi terhadap Rhizoctonia sp. Nilai hambat terendah ditunjukkan oleh isolat
R.Kun4 dan R.TR3 sebesar 63.33 % sedangkan nilai hambat tertinggi ditunjukkan
oleh isolat TR3.R sebesar 97.50 % (Tabel 5).
Tabel 3 Daya hambat 17 isolat Trichoderma sp. terhadap cendawan patogen
No

Isolat

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

O5
Pan23.1
Kun4
I4
Gam4
OA9
D4
Bo17
Pan23.2
PC5
TR4
RR9
PB2
G09
P03
N34
TR3

Inhibisi (%)
Colletotrichum sp.
Rhizoctonia sp.
55.17
65.00
82.76
72.50
58.62
85.00
51.72
65.00
55.17
72.50
62.07
60.00
58.62
70.00
51.72
75.00
65.52
87.50
65.52
70.00
65.52
75.00
65.52
80.00
51.72
60.00
58.62
62.50
62.07
72.50
62.07
80.00
75.86
92.50

9

Colletotrichum sp.

A

B

Gambar 5 Kontrol Colletorichum sp. (A) dan inhibisi isolat
Pan23.1 terhadap Colletotrichum sp. (B)

Rhizoctonia sp.

A
B
Gambar 6 Kontrol Rhizoctonia sp. (A) dan inhibisi isolat
Pan23.2 terhadap Rhizoctonia sp. (B)
Tabel 4 Daya hambat tiga
Colletotrichum sp.
Perlakuan
I

II

isolat

Trichoderma

Isolat
C.TR3
C.Pan23.1
C.Pan23.2
TR3.C
Pan23.1.C
Pan23.2.C

sp.

terseleksi

terhadap

Rerata inhibisi (%)
34.48
45.98
42.53
95.40
96.55
93.10

Keterangan: I = Colletotrichum sp. diinokulasikan 24 jam lebih awal
II = Trichoderma sp. diinokulasikan 24 jam lebih awal
Tabel 5 Daya hambat tiga isolat Trichoderma sp. terseleksi terhadap Rhizoctonia
sp.
Perlakuan
I

II

Isolat
R.TR3
R.Pan23.2
R.Kun4
TR3.R
Pan23.2.R
Kun4.R

Rerata inhibisi (%)
63.33
65.00
63.33
97.50
94.17
96.67

Keterangan: I = Rhizoctonia sp. diinokulasikan 24 jam lebih awal
II = Trichoderma sp. diinokulasikan 24 jam lebih awal

10

A
B
Gambar 7 Inhibisi isolat R.Pan23.2 (A) dan C.TR3 (B)
Terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan I dan II untuk kedua
patogen. Persentase penghambatan Trichoderma sp. jauh lebih rendah bila
patogen diinokulasikan terlebih dahulu. Berdasarkan uji Anova (P 2.0.
Hampir seluruh isolat memiliki pita DNA yang kurang baik atau smear (Gambar
3). Selain itu, terdapat beberapa pita yang sangat tipis (lajur no 5, 10, 11, 14, dan
15). Hal tersebut diduga karena ekstraksi DNA tidak menggunakan enzim
ribonuklease (RNAse) sehingga masih terdapat kontaminan, misalnya RNA masih
mengkontaminasi DNA dan menyebabkan hasil yang kurang murni (Syafaruddin
dan Santoso 2011).
Teknik yang mendasari proses amplifikasi ini adalah Polymerase Chain
Reaction (PCR) pada daerah Internal Transcribed Spacer (ITS). Daerah ITS
meliputi ITS1 dan ITS2 yang dipisahkan oleh gen 5.8S, terletak di antara gen 18S
dan 28S (Bellemain et al. 2010). Pemilihan PCR-ITS disebabkan sekuen tersebut
memiliki spektrum yang luas dalam mengidentifikasi berbagai cendawan. Proses
amplifikasi DNA menggunakan primer ITS1 dan ITS4 yang bekerja pada tiga
daerah, yaitu ITS1, ITS2, dan gen 5.8S. Sekuen DNA pada ketiga daerah tersebut
memiliki tingkat variasi yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
inter- dan intra-spesies. ITS1 dan ITS4 merupakan primer universal yang dapat
mengamplifikasi dan mengidentifikasi banyak fungi, salah satunya yaitu
Trichoderma sp. (Singh et al. 2014; Chakraborty et al. 2010).
Pita DNA hasil amplifikasi memiliki ketebalan yang bervariasi namun
ukurannya berada pada rentang 600-700 bp untuk semua isolat Trichoderma sp.
Hal tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
(Chakraborty et al. 2010; Chakraborty et al. 2011; Sagar et al. 2011; Fu et al.
2012) bahwa DNA Trichoderma sp. yang diamplifikasi dengan primer ITS1 dan
ITS4 menghasilkan amplikon berukuran 400-650 bp. Rentang ukuran amplikon
bergantung pada komposisi basa nukleotida yang dapat berbeda pada tiap spesies
Trichoderma sp.
Homologi dan Filogenetik Trichoderma sp.
Taksonomi 17 isolat Trichoderma sp. diperoleh dengan mencocokkan
sekuen DNA yang telah diurutkan basa nukleotidanya terhadap query nukleotida
yang terdapat di web NCBI menggunakan program blastn. Hasil pencocokan

12
dengan database untuk Trichoderma asperellum terbagi menjadi empat jenis yaitu
galur TR11, galur UTP-16, isolat T8, dan isolat M29. Sementara itu, Trichoderma
harzianum terbagi menjadi 2 jenis yaitu isolat A1S4-2 dan galur LIPIMC0572.
Hasil yang diperoleh dapat dikatakan baik karena memiliki nilai E 0.0 untuk 17
isolat. Semakin rendah nilai E menunjukkan semakin tinggi tingkat homologi
antara kedua sekuen. Nilai E merupakan nilai dugaan terhadap kedua sekuen
berdasarkan perhitungan statistika (Claverie dan Notredame 2003).
Sebanyak 76.47 % dari 17 total isolat yang diidentifikasi merupakan
Trichoderma asperellum dan 11.76 % merupakan Trichoderma harzianum.
Sisanya, masing-masing sebesar 5.8 % merupakan Trichoderma gamsii galur
UNISS 11-62 dan Trichoderma koningiopsis galur F-2-46. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Druzhinina et al. (2006) bahwa
Trichoderma asperellum merupakan isolat terbanyak yang ditemukan pada daerah
tropikal. Hoyos-Carvajal et al. (2009) juga menyatakan bahwa spesies umum
yang ditemukan pada daerah neotropikal adalah Trichoderma asperellum diikuti
dengan Trichoderma harzianum.
Hubungan kekerabatan antara 17 isolat Trichoderma sp. yang telah
disejajarkan dengan database di NCBI dianalisis menggunakan pohon filogenetik.
Tiga sekuen outgroup yang dipilih merupakan jenis dari Trichoderma sp. yang
berpotensi sebagai agen biokontrol. Hal tersebut bertujuan membandingkan
hubungan kekerabatan jenis spesies yang telah teridentifikasi dengan agen
biokontrol lainnya. Isolat Kun4, Pan23.1, O5, dan Pan23.2 memiliki hubungan
kekerabatan yang sangat dekat dengan T. asperelllum isolat T8 (India) dapat
dilihat pada Gambar 4. Isolat I4 memiliki kedekatan dengan T. asperellum isolat
M29 (India) dan P03 memiliki kedekatan dengan T. koniongiopsis (China).
Sementara sisanya, memiliki kedekatan antar sesama isolat Trichoderma sp. yang
berasal dari Sukabumi. Menurut Schuster dan Schmoll (2010), Trichoderma sp.
merupakan fungi soilborne yang dapat ditemukan di seluruh dunia sehingga
memungkinkan isolat antar negara memiliki hubungan kekerabatan yang dekat.
Kemampuan Antagonis Trichoderma sp. terhadap Colletotrichum sp. dan
Rhizoctonia sp.
Kemampuan antagonis dianalisis menggunakan metode uji berganda
dengan mengukur persentase inhibisi berdasarkan perbandingan jari-jari patogen
perlakuan dan kontrol. Nilai hambat tersebut diukur untuk mengetahui pengaruh
penghambatan cendawan antagonis Trichoderma sp. terhadap pertumbuhan koloni
patogen. Pertumbuhan Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp. mulai terlihat
terhambat pada hari kedua setelah diinokulasi. Luas koloni Colletotrichum sp. dan
Rhizoctonia sp. lebih rendah dibandingkan luas koloni Trichoderma sp. Hal
tersebut disebabkan laju pertumbuhan Trichoderma sp. yang relatif cepat (>8-9
cm setelah 3 hari). Consolo et al. (2012) juga menyatakan bahwa kebanyakan
anggota dari Trichoderma sp. tumbuh cepat dalam media kultur dan memproduksi
banyak konidia putih ataupun hijau.
Rerata inhibisi perlakuan I dan II untuk ketiga isolat Trichoderma sp.
terseleksi terhadap Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp. secara berurut yaitu
40.99 %, 95.02 %, 63.89 % dan 96.11 % (Tabel 5 dan 6). Nilai tersebut
menunjukkan bahwa rerata inhibisi perlakuan II terhadap kedua patogen jauh

13
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan I. Kehadiran Trichoderma sp. yang
lebih awal memungkinkan Trichoderma sp. memproduksi senyawa-senyawa yang
dapat menyerang cendawan patogen. Mereka dapat memproduksi beberapa enzim
ektstraselular seperti kitinase, β-1,3 glukanase, protease (Chet dan Chernin 2002;
Viterbo et al. 2002), β-1,4 glukanase dan lipase (Benitez et al. 2004; Diby et al.
2005; Vinale et al. 2008). Hal tersebut memperkuat peranan Trichoderma sp.
sebagai agen biokontrol karena kitin dan β-1,3 glukan merupakan komponen
utama penyusun dinding sel patogen (Kullnig et al. 2000; Kubicek et al. 2001).
Selain itu, protease dan lipase yang dihasilkan juga dapat melisis protein dan lipid
yang terdapat dapat dinding sel patogen.
Perubahan warna patogen Rhizoctonia sp. dan Colletotrichum sp. dari
putih menjadi kekuningan (Gambar 7) diduga akibat adanya produksi metabolit
sekunder dari Trichoderma sp. sebagai bagian dari mekanisme pertahanan.
Menurut Mukherjee (2011), Trichoderma sp. ketika berada berdekatan dengan
patogen dapat menimbulkan respon mikoparasitik yang diawali dengan penarikan
(attraction), pelekatan (attachment), pelilitan (coiling), dan penghancuran hifa
patogen yang berujung pada kematian patogen. Proses tersebut dapat memicu
sekresi enzim-enzim yang mendegradasi dinding sel patogen (Kubicek et al.
2011). Selain enzim hidrolitik, metabolit sekunder lain dihasilkan oleh
Trichoderma sp. yaitu antibiotik antifungi (Barea et al. 2005; Vinale et al. 2008),
keduanya merupakan senjata utama dalam membunuh patogen.
Nilai penghambatan Trichoderma sp. terhadap Rhizoctonia sp. lebih tinggi
dibandingkan Colletotrichum sp. pada perlakuan waktu inokulasi maupun tidak.
Penghambatan yang dapat dilakukan oleh Trichoderma sp. yaitu kompetisi hara
dan ruang (Lo 1998; Benitez et al. 2004) serta mikoparasitisme (Howell 2003).
Colletotrichum sp. termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes sedangkan
Rhizoctonia sp. merupakan anggota Basidiomycetes. Menurut Monte (2001) dan
Benitez et al. (2004), Trichoderma spp. dapat mengontrol pertumbuhan patogen
yang termasuk ke dalam Basidiomycetes. Hal tersebut mendukung daya
hambatnya yang lebih tinggi terhadap Rhizoctonia sp.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Seluruh isolat memiliki karakteristik morfologi yang sama dengan
permukaan rata seperti wol, elevasi regular, dan warna konidia putih hingga hijau.
Bentuk konidiofor yang teramati melalui mikroskop cahaya menyerupai piramid
dan memiliki percabangan yang cukup tinggi sedangkan konidia berbentuk bulat.
Hasil identifikasi terhadap 17 isolat menunjukkan tingkat kemiripan yang sangat
tinggi terhadap Trichoderma asperellum (13 isolat), Trichoderma harzianum (2
isolat), Trichoderma gamsii (1 isolat), dan Trichoderma koningiopsis (1 isolat).
Secara keseluruhan, Trichoderma sp. lebih berpotensi sebagai anti fitopatogen
terhadap Rhizoctonia sp. dibandingkan Colletotrichum sp. Isolat Trichoderma sp.
yang memiliki kemampuan antagonis terhadap kedua patogen yaitu Trichoderma
asperellum isolat Pan23.1 dan TR3.

14
Saran
Pengujian sinergis antar isolat Trichoderma sp. yang memiliki
penghambatan terhadap kedua patogen. Selain itu, perlu dilakukan analisis dan
identifikasi lebih lanjut terhadap metabolit sekunder yang dihasilkan oleh masingmasing isolat Trichoderma sp. dan uji in vivo menggunakan tanaman pangan.

DAFTAR PUSTAKA
Athul SR, Jisha MS. 2013. Screening of Trichoderma spp and Pseudomonas spp.
for their biocontrol potential against phytopathogens of Vanilla. Int. J. of.
Agriculture, Environment & Biotechnology 6: 799-806.
Barea JM, Poso MJ, Azcon R, Aguilar CA. 2005. Microbial co-operation in the
rhizosphere. Journal of Experimental Botany: 1-18.
Benıtez T, inconAM, Limon MC, Codon AC. 2004. Biocontrol mechanisms of
Trichoderma strains. International Microbiology 7: 249–260.
Chakraborty BN, Chakraborty U, Saha A, Sunar K, Dey PL. 2010. Molecular
characterization of Trichoderma viride and Trichoderma harzianum
isolated from soils of North Bengal based on rDNA markers and analysis
of their PCR-RAPD profiles. Global Journal of Biotechnology and
Biochemistry 5(1): 55-61.
Chakraborty BN, Chakraborty U, Sunar K, Dey PL. 2011. RAPD profiles and
rDNA sequence analysis of Talaromyces flavus and Trichoderma sp.
Indian Journal of Biotechnology 10: 487-495.
Chet I, Chernin L. 2002. Biocontrol microbial agents in soil. Bitton G (ed)
Encyclopedia of Environmental Microbiology 1: 450–465
Claverie JM, Notredame C. 2003. Bioinformatics for Dummies. Indianapolis
(USA): Wiley Publishing.
Consolo VF, Monaco CI, Cordo CA, Salerno GL. 2012. Characterization of novel
Trichoderma spp. isolates for effective biocontrollers of fungal diseases of
economic important crops in Argentina. World J Mivrobiol Biotechnol 28:
1389-1398.
Diby P, Sju KA, Jisha PJ, Sarma YR, Kumar A, Anandaraj M. 2005. Mycolytic
enzyme produced by Pseudomonas fluorescens and Trichoderma spp.
against Phytophthora capsici, the foot rot pathogen of black pepper (Piper
ningrum, L.). Annals of Microbiology 55(2) : 129-133.
Druzhinina IS, Kopchinskiy AG, Kubicek CP. 2006. The first one hundred of
Trichoderma species characterized by molecular data. Mycoscience 47:
55– 64.
Fu J, Sun J, Zhou R, Yan X. 2012. Molecular detection of Cylindrocarpon
destructans in infected Chinese ginseng roots and soil. African Journal of
Biotechnology 11(42): 9955-9960.

15
Gams W, Bissett J. 1998. Morphology and identification of Trichoderma. In
Trichoderma and Gliocladium (eds. Kubicek CP and Harman GE).
London (USA): Taylor and Francis.
Gomez I, Chet I, Herrera-Estrella A. 1997. Genetic diversity and vegetative
compatibility among Trichoderma harzianum isolates. Mol. Gen. Genet.
256: 127-135.
Herwidyarti KH, Ratih S, Sembodo DRJ. 2013. Keparahan penyakit antraknosa
pada cabai (Capsicum annuum L) dan berbagai jenis gulma. J. Agrotek
Tropika 1(1): 102-106.
Howell CR. 2003. Mechanisms employed by Trichoderma species in the
biological control of plant diseases : the history and evolution of current
concepts. Plant Disease 87(1): 4-9.
Hoyos-Carvajal L, Orduz S, Bissett J. 2009. Genetic and metabolic biodiversity of
Trichoderma from Colombia and adjacent neotropic regions. J. Fungal
Genetics and Biology V 46: 615–631.
Jose J, Usha R. 2000. Extraction of geminiviral DNA from a highly mucilaginous
plant (Abelmoschus esculentus). Plant Mol. Biol. Rep. 18: 349 -355.
Kubicek CP, Mach RL, Peterbauer CK, Lorito M. 2001. Trichoderma: from genes
to biocontrol. J Plant Pathol 83:11–23
Kubicek CP, Herrera-Estrella A, Seidl-Seiboth V, Martinez DA. 2011.
Comparative genome sequence analysis underscores mycoparasitism as
the ancestral life style of Trichoderma. Genome Biol 12: R40.
Kulkarni M, Chaudhari R, Chaudhari A. 2007. Novel tension-active microbial
compounds for biocontrol aplicatins. In: General Concepts in Integrated
Pest and Disease Management (eds. Ciancio A and Mukerji KG). Springer:
295-304.
Khang VT, Anh NTM, Tu PM, Tham NTH. 2013. Isolation and selection of
Trichoderma spp. exhibiting high antifungal activities against major
pathogens in Mekong Delta. Omonrice 19: 159-171.
Lo CT. 1998. General mechanisms of action of microbial biocontrol agents. Plant
Pathology Bulletin 7:155-166.
Mulyani Y, Purwanto A, Nurruhwati I. 2012. Perbandingan beberapa metode
isolasi DNA untuk deteksi dini Koi Herpes Virus (KHV) pada ikan mas
(Cyprinus carpio L.). Jurnal FPIK, siap terbit.
Mukherjee PK. 2011. Genomics of biological control-whole genome sequencing
of two mycoparasitic Trichoderma spp. Curr Sci 101:268.
Monte E. 2001. Understanding Trichoderma: between biotechnology and
microbial ecology. Int Microbiol 4: 1–4.
Rifai MA. 1969. A revision of the genus Trichoderma. Mycological Papers 116:
1-56.

16
Sagar MSI, Meah MB, Rahman MM, Ghose AK. 2011. Determination of genetic
variations among different Trichoderma isolates using RAPD marker in
Bangladesh. J. Bangladesh Agric. Univ. 9(1):9-20
Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd
Edition. New York (USA): Cold-Spring Harbor Laboratory Press.
Santoso PJ. 2005. Modified CTAB-based DNA isolation procedure for fruit crops.
Jurnal Stigma XIV(1):1-4.
Schuster A, Schmoll M. 2010. Biology and biotechnology of Trichoderma. Appl.
Microbiol Biotechnol 87: 787-799.
Singh A, Shahid M, Srivastava M. 2014. Genetic relationship of Trichoderma
asperellum Tasp/8940 using Internal Transcribed Spacer (ITS) sequences.
International Journal of Advanced Research 2(3): 979-986.
Shahid M, Srivastava M, Sharma A, Kumar V, Pandey S, Singh A. 2013.
Morphological, molecular indentification and SSR marker analysis of a
potential strain of Trichoderma/Hypocrea for production of bioformulation.
J Plant Pathol Microb (4)10: 204-211.
Skidmore AM, Dickinson CH. 1976. Colony interactions and hyphal interference
between Septoria nodorum and phylloplane fungi. Trans. Brit. Mycol. Soc.
66:57-64.
Soesanto L, Utami DS, Rahayuniati RF. 2011. Morphological characteristics of
four Trichoderma isolates and two endophytic Fusarium isolates. Can J
Sci. and Industrial Res. 2(8): 294-304.
Sunantapongsuk V, Nakapraves P, Piriyaprin Sm Manoch L. 2006. Protease
production and phosphate solubilisation from potential biological control
agents Trichoderma viride and Azomonas agilis from Vetiver rhizosphere.
J. Land Development Department Thailand: 1-4.
Surzycki S. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. New York (USA):
Springer-Verlag.
Syafaruddin, Santoso TJ. 2011. Optimasi teknik isolasi dan purifikasi DNA yang
efisien dan efektif pada kemiri sunan (Reutalis trisperma (Blanco) Airy
Shaw). Jurnal Litri 17(1): 11-17.
Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. MEGA5:
Molecular evolutionary genetics analysis using maximum likelihood,
evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Mol. Biol. Evol.
28: 2731-2739.
Thermo Fisher Scientific. 2009. Nanodrop 2000/200c Spectrophotometer V1.0
User Manual. Wilmington (USA): Thermo Fischer Scientific.
Vinale F, Marra R, Scala F, Ghisalbert EL, Lorito M, Sivasithamparam K. 2006.
Major secondary metabolites produced by two comercial Trichoderma
strains active against different phytopathogens. Letters in Applied
Microbiology 43: 143-148.

17
Vinale F, Sivasithamparam K, Ghisalberti EL, Marra R, Woo SL, Lorito M. 2008.
Trichoderma– plant–pathogen interactions. Review Article. Soil Biology &
Biochemistry 40: 1–10.
Viterbo A, Ramot O, Chermin LY, Chet I. 2002. Significance of lytic enzymes
from Trichoderma spp. in the biocontrol of fungal plant pathogens. Anton
Leeuw Int J G 81:549–556
Yu GY, Sinclair JB, Hartman GL,Bertagnolli BL. 2002. Production of iturin A by
Bacillus amyloliquefaciens suppressing Rhizoctonia solani. Soil Biology
and Biochemistry 34: 955-963.
Yuliar. 2008. Skrining bioantagonistik bakteri untuk agen biokontrol Rhizoctonia
solani dan kemampuannya dalam menghasilkan surfaktin. Biodiversitas
9(2): 83-86.
Zeilinger S, Omann M. 2007. Trichoderma biocontrol: signal transduction
pathways involved in host sensing and mycoparasitism. Gene Regulation
and Systems Biology 1: 227-234.
Zhang Z, Schwartz S, Wagner L, Miller W. 2000. A greedy algorithm for aligning
DNA sequences. J Comput Biol. 7: 201-214.
Zivkovic S, Stojanovic S, Ivanovic Z, Gavrilovic V, Popovic T, Balaz J. 2010.
Screening of antagonistic activity of microorganisms against
Colletotrichum acutatum and Colletotrichum gloeosporoides. Arch. Biol.
Sci. Belgrade 62(3): 611-623.

18
Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Peremajaan isolat Trichoderma sp.

Pengamatan morfologi makroskopik dan mikroskopik

Uji daya hambat Trichoderma sp. terhadap
Colletotrichum sp. dan Rhizoctonia sp.

Isolasi DNA genom

Uji kuantitatif dan kualitatif DNA
genomik: spektrofotometer
nanodrop dan elektroforesis

Amplifikasi DNA sekuen ITS

Elektroforesis hasil amplifikasi

Pengurutan basa nukleotida DNA

Pensejajaran dengan program
blastn pada web NCBI.

Analisis hubungan kekerabatan

19
Lampiran 2 Identitas 17 isolat Trichoderma sp.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kode Isolat
O5
Pan23.1
Kun4
I4
Gam4
OA9
D4
Bo17
Pan23.2
PC5
TR4
RR9
PB2
G09
P03
N34
TR4

Asal
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi
Tanah Sukabumi

20
Lampiran 3 Contoh hasil pengurutan basa nukleotida Trichoderma sp.
Isolat D4
CTCGACTACTCCAACCATGTGACGTTACCAAACTGTTGCCTCGGCGGG
GTCACGCCCCGGGTGCGTCGCAGCCCCGGAACCAGGCGCCCGCCGGAGGAAC
CAACCAAACTCTTTCTGTAGTCCCCTCGCGGACGTATTTCTTACAGCTCTGAG
CAAAAATTCAAAATGAATCAAAACTTTCAACAACGGATCTCTTGGTTCTGGC
ATCGATGAAGAACGCAGCGAAATGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGAATTCA
GTGAATCATCGAATCTTTGAACGCACATTGCGCCCGCCAGTATTCTGGCGGGC
ATGCCTGTCCGAGCGTCATTTCAACCCTCGAACCCCTCCGGGGGATCGGCGTT
GGGGATCGGGACCCCTCACACGGGTGCCGGCCCCGAAATACAGTGGCGGTCT
CGCCGCAGCCTCTCCTGCGCAGTAGTTTGCACAACTCGCACCGGGAGCGCGG
CGCGTCCACGTCCGTAAAACACCCAACTTTCTGAAATGTTGACCTCGGATCAG
GTAGGAATACCCGCTGAACTTAAGCATATCAATAAGCCGGAGGAAA

21
Lampiran 4 Hasil uji daya hambat lanjut isolat Trichoderma sp. terseleksi
Trichoderma sp. terhadap Col