Analisis Computational Fluid Dynamics (CFD) Aliran Udara Panas Pada Pengering Tipe Rak Dengan Sumber Energi Gas Buang

ANALISIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
ALIRAN UDARA PANAS PADA PENGERING TIPE RAK
DENGAN SUMBER ENERGI GAS BUANG

HABLINUR AL-KINDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Analisis CFD aliran udara
panas pada pengering tipe rak dengan sumber energi gas buang
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Hablinur Al-Kindi
NIM F151120021

RINGKASAN
HABLINUR AL-KINDI. Analisis CFD Aliran Udara Panas Pada Pengering Tipe
Rak dengan Sumber Energi Gas Buang. Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO
dan DYAH WULANDANI
Udara panas sisa pembakaran biomassa pada alat pembangkit listrik tenaga
biomassa dapat dimanfaatkan untuk proses pengeringan. Pada penelitian ini, udara
panas sisa pembakaran biomassa digunakan sebagai sumber energi pemanas pada
alat pengering tipe rak. Alat pengering tipe rak yang digunakan adalah model alat
pengering hasil rancangan tim peneliti di Boiler Laboratory, Lemigas, Jakarta.
Model alat pengering tipe rak merupakan satu kesatuan dengan model pembangkit
listrik berbahan bakar biomassa. Rak pengering terdiri dari 4 susun. Dalam proses
pengeringan menggunakan alat pengering tipe rak, permasalahan utama adalah
tidak meratanya sebaran suhu dalam ruang pengering. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering dari alat pengering tipe rak yang
memanfaatkan udara panas sisa pembakaran biomass menggunakan

Computational Fluid Dynamics (CFD) dan melakukan modifikasi ruang
pengering berdasarkan hasil simulasi CFD yang sesuai untuk pengeringan kopra.
Hasil analisis CFD untuk sebaran panas di ruang pengering menunjukkan
ketidakrataan sebaran udara panas antar rak pengering. Suhu rata-rata pengukuran
rak paling atas (I) 90oC±10.8oC, sedangkan rak IV (bawah) 49oC. Modifikasi
ruang pengering dilakukan dengan menambahkan dinding pembagi untuk
mengarahkan udara pengering yang diletakkan di ujung rak I, II, dan III. Setelah
penambahan dinding, udara panas lebih merata dan terjadi kenaikan suhu yang
disebabkan karena panas gas buang yang besar yaitu sekitar 294.5oC. Suhu ratarata simulasi CFD setiap rak I, II, III dan IV masing masing 114oC, 124oC, 135 oC
dan 119oC. Modifikasi selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan suhu
pengeringan antara 75oC-90oC yang sesuai untuk pengeringan kopra dengan
menurunkan frekuensi kipas hisap dari 50 Hz menjadi 25 Hz, 20 Hz, dan 15 Hz.
Penurunan frekuensi kipas hisap menyebabkan penurunan suhu dalam ruang
pengering. Dari hasil simulasi CFD menunjukkan bahwa untuk mendapatkan suhu
dalam ruang pengering 75oC-90oC, maka suhu gas buang diturunkan menjadi
206.9oC (20 Hz) hingga 230.7oC (25 Hz).
Kata kunci: gas sisa pembakaran biomassa, CFD, distribusi suhu, pengering tipe
rak

SUMMARY

HABLINUR AL-KINDI. Computational Fluid Dynamics Analysis of Hot Air
Flow on Tray Dryer with Exhaust Gas as Heat Source. Supervised by Y ARIS
PURWANTO and DYAH WULANDANI
Hot air from residual biomass combustion in biomass power plant can be
used for drying process. In this study, hot air from residual biomass combustion
was utilised as energy source for tray dryer. Model of tray dryer developed by
Boiler Laboratory, Lemigas was used as drying apparatus. The model of tray
dryer consisted of 4 trays i.e. I, II, III and IV from top to bottom. This tray dryer
was part of the biomass power plant. The main problem in the utilization of
residual biomass combustion for drying was the unhomogenity of distribution of
temperature inside dryer. The objective of this syudy was to analyze the
distribution of hot air inside tray dryer using Computational Fluid Dynamic
(CFD) and to modify the dryer room for copra drying based on the result of CFD
analysis.
Result of CFD analysis shows that the distribution of hot air inside dryer
room was not homogen among trays. The average temperature at top tray (I) was
90oC ±10.8 oC and bottom tray (IV) was below 49oC. Modification of dryer room
was carried out by adding partition wall in the end of tray to allow the hot air flow
through all trays. After modification, the temperature of drying air inside dryer
room increased and the temperature distribution was better than that before

modification. Form CFD simulation it was resulted the temperature of drying air
at tray I, II, III and IV were 114oC, 124oC, 135oC and 119oC respectively. Fruther
modification was carried out to obtain the drying temperature of 75oC-90oC. This
drying temperature was achieved by decreasing the frequency electricity for
suction fan from 50 to 25 Hz, 20 Hz and 15 Hz. From CFD simulation was
indicated that in order to obtain the temperature inside dryer room of 75oC-90oC,
the frequency of electricity should be decreased to 206.9oC (20 Hz) to 230.7oC (25
Hz).
keywords: gas from residual biomass combustion, CFD, temperature distribution,
tray dryer

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS CFD ALIRAN UDARA PANAS PADA PENGERING
TIPE RAK DENGAN SUMBER ENERGI GAS BUANG

HABLINUR AL-KINDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Leopold O Nelwan, MSi


Judul Tesis

Nama
NIM

: Analisis Computational Fluid Dynamics (CFD) Aliran Udara
Panas Pada Pengering Tipe Rak
Dengan Sumber Energi Gas Buang
: Hablinur Al-kindi
: F151120021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Y Aris Purwanto, M.Sc
Ketua

Dr.Ir. Dyah Wulandani, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Y Aris Purwanto, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian:
22 janurai 2015

Tanggal Lulus:

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah
analisis CFD aliran udara panas pada pengering tipe rak dengan sumber energi gas
buang.
Atas diselesaikannya karya ilmiah ini penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah dan Ibu yang senantiasa melimpahkan doa, semangat dan kasih
sayang sehingga tesis saya terselasaikan.
2. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Y. Aris Purwanto,
M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku pembimbing.
3. Bapak Dedi dan Bapak Paber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Energi (P3TKEBTKE), Lemigas Jakarta, yang telah membantu selama
pengumpulan data dan memimbing penulis selama melakukan
penelitian.
4. Teman-teman jurusan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan 2012 serta
teman-teman pondok d’qaka yang telah banyak membantu dalam
penulisan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2015
Hablinur Al-Kindi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

2

3 METODE
Waktu dan Tempat

Alat dan Bahan
Tahap Penelitian

6
6
6
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sebaran Suhu Dalam Ruang Pengering
Modifikasi Pemerataan Suhu
Modifikasi Suhu Ruang Pengering 75 oC -90oC
Validasi Simulasi CFD

13
13
14
15
20

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
22

DAFTAR PUSTAKA

22

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Spesifikasi boiler
Spesifikasi ruang pengering
Parameter input simulasi cfd
Debit gas buang
Koefsien pindah panas
Validasi pada frekuensi 50 hz, 25 hz, 20 hz, dan 15 hz
7. Profil gas buang

6
7
13
16
17
21
27

vi

DAFTAR GAMBAR
1. Bagian-bagian kelapa
2. Model heat exchanger tipe cross flow
3. Ruang pengering tampak samping
4. Inverter
5. Model kogenerasi pltu dan sistem pengeringan
6. Model sistem pengeringan
7. Posisi termokopel pada ruang pengering
8. Tahapan penelitian
9. Gambar cad sistem pengeringan
10. Sebaran suhu pada ruang pengering sebelum modifikasi
11. (a) ruang pengering sebelum di modifikasi dan (b) sesudah modifikasi
12. Hasil simulasi setelah modifikasi
13. Suhu 10 titik yang didapat dari pengukuran langsung
14. Suhu rata-rata simulasi cfd pada setiap frekuensi
15. Sebaran suhu pada frekuensi 25 hz tampak samping
16. Steam line udara frekuensi 25 hz tampak samping
17. Kontur suhu 2-d heat exchanger tampak atas pada frekuensi 25 hz
18. Kontur suhu 2-d tampak atas setiap rak pada frekuensi 25 hz
19. Perbandingan hasil pengukuran dengan hasil simulasi cfd
20. Aliran udara menuju he dimana; xt = jarak antar pipa vertikal
dan xl= jarak antar pipa horizontal
21. Faktor koreksi (cn) dari jumlah baris pipa heat exchanger
22. Bentuk sirip heat exchanger dimana; lc= jarak antar fin
23. Tampilan perintah wizard-configuration name
24. Tampilan perintah unit system
25. Tampilan perintah analysis type
26. Tampilan perintah default fluid
27. Tampilan perintah default solid.
28. Tampilan perintah wall conditions
29. Tampilan perintah initial conditions
30. Tampilan perintah results and geometry resolution
31. Tampilan perintah computational domain
32. Tampilan perintah boundary condition inlet volume flow
33. Tampilan perintah boundary condition environment pressure pada
kipas hisap
34. Tampilan perintah boundary condition inlet velocity pada kipas hembus
35. Tampilan perintah boundary condition environment pressure pada
ruang pengering
36. Tampilan perintah solid material (insulator)
37. Tampilan perintah global goals.
38. Tampilan perintah run solver
39. Tabel sifat gas buang (pipeflowcalculations.com)

5
6
7
7
8
8
10
12
13
14
14
15
16
17
18
18
19
19
20
28
28
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38

vii

DAFTAR LAMPIRAN
1. Validasi setiap frekuensi 50 hz
2. Validasi setiap frekuensi 25 hz
3. Validasi di frekuensi 20 hz
4. Validasi di frekuensi 15 hz
5. Suhu gas buang pada frekuensi setiap frekuensi
6. Suhu rata-rata simulasi cfd pada setiap rak
7. Suhu pengukuran langsung
8. Perhitungan koefesien pindah panas heat exchanger frekuensi 50 hz
9. Contoh simulasi
10. Perhitungan kebutuhan energi pengeringan kopra
11. Gambar disain ruang pengering

DAFTAR SIMBOL
Re
v

k
Pr

Nu
hi
Di
D0

= Reynold Number
= kecepatan gas buang (m/s)
= massa jenis fluida (m3/s)
= konduktifitas termal (W.mk)
= bilangan Prandtls
= viskositas dinamik (kg/m.s)
= bilangan Nusselt
= koefesien pindah panas (W/m2k)
= diameter luar pipa heat exchanger (m2)
= diameter dalam pipa heat exchanger (m2)

24
24
25
25
26
26
26
27
30
38
42

viii

Janganlah kamu mepersekutukan sesuatu dengan dia, dan berbuat baiklah
terhadap Ibu dan Ayah (Al-An’am-151).

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keberhasilan dalam meningkatkan produksi pertanian harus diikuti dengan
pengembangan teknologi proses dalam bidang pasca panen, khususnya proses
pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum
dilakukan pada berbagai produk pertanian yang bertujuan untuk menurunkan
kadar air bahan sampai tingkat yang aman untuk penyimpanan atau digunakan
pada proses lainnya. Hampir seluruh pengeringan pada produk pertanian
dilakukan dengan proses termal. Proses pengeringan produk pertanian yang
banyak dilakukan oleh petani Indonesia adalah dengan cara penjemuran. Cara ini
memiliki banyak kelemahan, selain dibutuhkan lahan yang luas, juga terjadi
kontaminasi produk oleh debu, kotoran dan polusi, dan ketergantungan terhadap
kondisi iklim (Syaiful dan Hargono 2009).
Menurut Grimwood (1975), cara pengeringan dapat dilakukan dengan
penjemuran pada sinar matahari, pengering dengan pemanas langsung dan
pengering dengan pemanas tidak langsung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi
(P3TKEBTKE) LEMIGAS, telah membuat model alat pengering tipe rak yang
memanfaatkan panas dari biomassa berupa panas gas buang dari pembakaran
biomassa untuk memanaskan air didalam boiler untuk sistem pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU). Keuntungan sistem pengeringan ini dapat mengeringkan
bahan pertanian tanpa harus bergantung pada panas matahari, ramah lingkungan,
tidak memerlukan banyak tempat, dan terhindar dari debu dan kotoran. Selain itu
dengan adanya pengering, suhu gas buang berkurang. Kinerja dari pengering ini
sangat bergantung pada kinerja dari PLTU, panas yang berada dalam ruang
pengering bergantung panas dari hasil pembakaran arang untuk PLTU. Komoditi
pertanian yang cocok untuk sistem pengeringan ini adalah kopra dikarenakan
tingginya panas gas buang hasil pembakaran arang.
Pengering tipe rak banyak digunakan untuk pengeringan karena disain yang
simpel dan ekonomis. Kelemahan terbesar dari pengering tipe rak adalah tidak
meratanya sebaran suhu pada ruang pengering (Misha et al. 2013). Bentuk
geometri dari ruang pengering mempengaruhi kualitas dan kesegeraman bahan
yang dikeringkan (Tzempelikos et al. 2012). Untuk mendapatkan disain optimum
dan keseragaman suhu digunakan analisis Computational Fluid Dynamics (CFD).
Dengan menggunakan CFD, besarnya suhu dan sebarannya dalam ruang
pengering dapat diketahui dalam bentuk gambar 2-D dan 3-D Proses modifikasi
(bila diperlukan) akan mudah dilakukan dengan analisis CFD.
Perumusan Masalah
Beberapa pertanyaan yang akan dicari jawabanya dalam penelitian antara lain:

2

1.
2.
3.
4.

Apakah sebaran suhu pada ruang pengering merata ?
Bentuk ruang pengering yang seperti apa agar sebaran suhu merata ?
Bagaimana mendapatkan suhu yang diinginkan pada ruang pengering?
Apakah analisis CFD mampu mempersentasikan kondisi nyata?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering dan besarnya suhu
setiap rak dengan menggunakan analisis CFD.
2. Memodifikasi ruang pengering agar sebaran suhu pada ruang
pengering merata
3. Memodifikasi ruang pengering agar udara setiap rak berkisar 7590oC.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan adalah dapat mengetahui gambaran umum
sebaran panas pada ruang pengering dengan menggunakan CFD. Data dari hasil
simulasi CFD dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kinerja ruang pengering.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan program komputer
perangkat lunak untuk memprediksi dan menganalisis secara kuantitatif aliran
fluida, perpindahan panas, transpor fenomena dan reaksi kimia. Analisis aliran
fluida dalam suatu sistem dengan CFD merupakan analisis numerik dengan
kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan, yang terdiri
dari persamaan keseimbangan massa, momentumdan energi (Versteeg and
Malalasekera, 1995).
Keuntungan menggunakan CFD antara lain (Xia dan Sun 2002):
1.
Memberikan pemahaman rinci tentang distribusi aliran, kekurangan berat,
pindah panas dan massa, pemisahan partikulat dan lain-lain sehingga dapat
memberikan perencanaan rancang bangun yang lebih baik
2.
Memungkinkan untuk mengevaluasi perubahan geometrik dengan sedikit
waktu dan biaya.

3

Dapat menjawab banyaknya pertanyan “bagaimana kalau” dalam waktu
singkat.
4.
Mengurangi masalah peningkatan skala karena model berdasarkan dari
fisika dasar dan skala yang independen
5.
Sangat berguna dalam kondisi simulasi dimana tidak mungkin untuk
mengambil pengukuran inci, seperti suhu tinggi atau lingkungan yang
berbahaya dalam oven.
6.
Dapat mengetahui akar penyebab bukan hanya efek saat evaluasi masalah
dalam perencanaan.
Pada prinsipnya, ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk menggunakan
CFD, yaitu sebelum proses, saat proses, dan setelah proses (Shaw 1992).
Tahap 1 adalah tahap sebelum proses. Semua proses yang dilakukan
sebelum proses masuk pada langkah sebelum proses. Masalah pada langkah ini
antara lain thinking, meshing, dan pembuatan suatu model komputasi atau model
perhitungan. Sebelum simulasi dilakukan, terlebih dahulu memikirkan tentang
fisik dari masalah yang akan dihadapi. Pada tahap thinking, analisis harus tentang
masalah tersebut. Tahap meshing menciptakan bentuk domain masalah yang akan
di analisis. Hal ini biasanya diakukan dengan program computer aided design
(CAD). Dimungkinkan untuk mengimpor data yang dihasilkan oleh program
CAD ke CFD. Kemudian domain masalah dibagi-bagi menjadi beberapa sel,
disebut juga volume dan elemen. Kebanyakan paket CFD memiliki program
untuk melakukan meshing dan menentukan bentuk secara bersamaan.
Kecanggihan CFD antara lain : mendifinisikan gird points, dan juga volume dan
elemen, mendefinisikan batas-batas geometri, menerapkan kondisi batas,
menentukan kondisi awal, pengaturan sifat fisik fluida dan pengaturan parameter
kontrol numerik.
Tahap 2 adalah tahap saat pengolahan, tahap ini melibatkan komputer
memecahkan persamaan matematika aliran fluida. Setelah meshing selesai, nilainilai model input harus ditetapkan dan kemudian CFD dapat memecahkan
persamaan untuk setiap sel hingga suatu konvergensi yang bisa diterima dicapai.
Proses ini membutuhkan komputer untuk memecahkan ribuan persamaan.
Persamaan diintegrasikan dan kondisi batas yang diterapkan persamaan ini. Proses
ini membutuhkan waktu yang lama tergantung banyaknya mesh yang dibuat.
Persamaan-persamaan pada proses pemecahan masalah dibangun berdasarkan
persamaan matematis yang menyatakan hukum-hukum dalam fisika, antara lain:
3.

Persamaan kekekalan massa 3 dimensi pada kondisi steady state
Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai berikut; Laju
kenaikan massa dalam elemen fluida = laju netto aliran massa kedalam elemen
terbatas. Adapun bentuk matematis dapat ditulis seperti (Bird et al. 1966)
∂ ρ
∂ ρ
∂ ρ
+
+
=
(1)





Persamaan 1 disebut sebagai persamaan kontinyuitas untuk fluida. Ruas
kiri menyatakan laju netto massa dari elemen melewati batas dan dinyatakan
sebagai faktor konveksi.

Persamaan Momentum 3 Dimensi pada Kondisi steady State
Persamaan momentum merupakan persamaan Navier-Stokes dalam
bentuk-bentuk yang sesuai dengan metoda finite volume (Bird et al 1966)

4

Momentum arah x:


�[

+





+



Momentum arah y :
�[





+





Momentum arah z :
�[





+





+

+













]=

]=







]=





+



+�[

+�[

+�[

�2


�2



�2

2

+

+
2

� 2

+

�2


�2



�2

2

+

+
2

� 2

�2

]
� 2

�2

]
� 2

+

�2

+ ��

(2)

+ ��

]
� 2

(3)

+ ��

(4)

Persamaan Energi 3 Dimensi dalam Kondisi Steady State
Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang
menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan
panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan
pada partikel (Bird et al. 1966)
�[

��


+

��


+

��


] = �[







+





]+ [

�2


+
2

�2



+
2

�2

]
� 2

+�

(6)

Tahap 3 adalah tahap setelah pengolahan, tahap ini mengevaluasi data hasil
CFD. Model yang telah diselesaikan oleh CFD dapat dianalisis dengan numerik
dan grafis. CFD dapat membuat visualisasi dari yang sederhana grafik 2-D hingga
gambar 3-D.
Salah satu syarat terbesar dalam pengeringan adalah keseragaman kadar air
akhir dari produk pertanian. Arah dari aliran fluida sangat mempengaruhi efisiensi
dan keseragaman kadar air akhir. Keseragaman akan diperoleh bila distribusi
panas dari fluida tersebar dengan merata dan udara pengering dapat dibimbing
dengan tepat dalam pengering (Margaris dan Ghiaus 2005). Pengering tipe rak
salah satu pengering konvektif yang sangat penting, dimana media udara yang
digunakan berasal dari udara panas dari sisa pembakaran biomassa. Hampir semua
produk pertanian dapat dikeringkan dengan pengering tipe rak. Secara umum,
pengering tipe rak masuk kelompok pengering batch dan semi-batch (Kiranoudis
et al 1997). Udara panas dalam ruang pengering akan melewati setiap rak, rak
yang dekat dengan inlet udara panas akan lebih banyak menerima panas
dibandingkan dengan bagian rak yang dekat dengan outlet ruang pengering. Untuk
mendapatkan efisiensi tinggi dalam pengeringan, hal yang perlu diperhatikan
adalah suhu udara, kecepatan fluida, dan distribusi fluida dalam ruang pengering
(Amanlou dan Zomorodian 2010). Dengan menggunakan CFD, pembuatan ruang
pengering (geometri) dapat dengan mudah dilakukan dengan hemat biaya dan
waktu agar keseragaman dalam ruang pengering tercapai.
Menggunakan CFD untuk memprediksi aliran dan kecepatan udara selama
pengeringan sudah banyak dilakukan. Mathioulakis et al. (1998) menggunakan
CFD untuk pengering tipe rak skala industri, hasil yang didapatkan bahwa derajat
kekeringan dari buah tergantung pada posisinya di dalam pengering. Pada saat
menentukan profil tekanan dan kecepatan udara oleh CFD, menunjukkan bahwa
penyebab utama dari bervariasinya laju pengeringan dan kelembapan adalah
kurangnya homogenitas spasial dari kecapatan udara dalam pengering. Mirade
dan Daudin (2002) mempelajari medan kecepatan pada pengering sosis modern
untuk memberikan informasi tentang sirkulasi udara dalam ruang pengering.

5

Widodo et al (2009) menggunakan CFD untuk menganalisis sebaran aliran udara
panas pada pengering tipe rak berputar.

Pengeringan Kopra

Bahan pertanian yang dipilih adalah kopra dikarenakan suhu gas buang yang
dimanfaatkan untuk pengeringan sangat besar. Guarte et al (1996) mengatakan
suhu pengeringan kopra yang optimum sekitar 90o celsius untuk menghasilkan
kopra berkualitas dalam warna, aroma, dan rasa. Lama pengeringan pada suhu
tersebut 21 jam dan 34 jam untuk suhu 80oC. Suhu pengeringan kopra bisa
dilakukan lebih rendah lagi yaitu 65-85oC. (Niamnuy dan Devahastin 2005).
Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan. Gambar 1 menggambarkan
bagian kelapa yang dibelah.

Gambar 1 Bagian-bagian kelapa
Pemanfaatan kopra antara lain sebagai bahan baku minyak kelapa. Junaidi et
al (2011) mengeringkan kopra dengan pengering tipe rak dengan sumber energi
dari tungku pemanas. Proses pengeringan bertujuan menurunkan kadar air suatu
bahan sehingga mencapai kadar air yang aman untuk penyimpanan dan
pengolahan berikutnya. Pada kelapa, pengeringan bertujuan menurunkan kadar air
putih lembaga dari kadar air 50-55% menjadi 7% (Mohanraj & Chandrasekar
2008). Menurut Thanaraj (2007), dengan menurunkan kadar air daging buah
kelapa akan memperoleh keuntungan antara lain;
1. Terhindar dari pertumbuhan berbagai jenis jamur, bakteri, dan serangga yang
dapat merusak minyak dalam kelapa. Jamur yang tumbuh pada daging kelapa
antara lain asperqillus niger dan aspergillus flavus.
2. Menurunkan biaya pengangkutan dan penanganannya disebabkan menurunnya
berat kelapa.
3. Meningkatkan kandungan minyak kelapa. Daging buah kelapa segar pada
umumnya mengandung minyak 34%, sedangkan pada kopra mengandung
sekitar 65%.

6

3 METODE

Waktu dan Tempat

Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2014 hingga Juli 2014 bertempat
di Laboratorium Boiler, Lemigas Jakarta.

Alat dan Bahan
Sistem pengeringan di laboratorium bolier Lemigas antara lain; boiler, heat
exchanger, kipas hisap, kipas hembus, dan ruang pengering. Tabel 1 menunjukkan
spesifikasi boiler dan tabel 2 menunjukkan spesifikasi ruang pengering. Gambar
teknik ruang pengering pada Lampiran 11.

Spesifikasi
Tipe
Tekanan Uap
Temperatur uap
Kapasitas uap
Jenis Uap
Bahan Bakar

Tabel 1 Spesifikasi boiler
Keterangan
Boiler pipa air
8 bar
165 oC
150 kg/jam
Saturated steam
Biomassa arang tempurung

kelapa

Heat exchanger (HE) yang digunakan bertipe cross flow. Heat exchanger
dirakit oleh bengkel. Dimensi HE 30.4 cm x 30.4 cm x 30.4 cm dan terdapat 97
pipa yang terbuat dari tembaga dengan panjang pipa 30.4 cm dan ukuran diamter
dalam dan diameter luar masing-masing 15.88 cm dan 13.88 cm. Gambar 2
menggambarkan Heat exchanger bertipe cross flow.

Gas buang
dari boiler

udara dari
lingkungan

Gambar 2 Model heat exchanger tipe cross flow

7

Kipas hembus mempunyai kecepatan putar 1400 rpm dan kipas hisap
mempunyai kecepatan hisap 2800 rpm. Ruang pengering mempunyai 4 rak dan
hanya memiliki satu saluran masuk yang terdapat pada bagian depan ruang
pengering. Saluran keluar yang terdapat pada bagian ujung atas ruang pengering.
Tabel 2 menunjukkan spesifikasi ruang pengering dan Gambar 3 menunjukkan
ruang pengering tampak samping. kapasitas kopra pada ruang pengering sebanyak
25 kg.
Tabel 2 Spesifikasi ruang pengering
Spesifikasi
keterangan
Panjang
75 cm
Lebar
50 cm
Tinggi
55.5 cm
Jumlah tray
4
Jarak antar tray
12 cm
Tebal Tray
0.5 cm
Bahan
Stainless steel

Gambar 3 Ruang pengering tampak samping
Penelitian dilakukan dua tahap yaitu pengukuran langsung dan analisis
CFD.Alat dan bahan penelitian yang digunakan antara lain:
a. Personal Computer
b. Perangkat lunak Solidworks
c. Termometer dan termokopel
d. Data logger (HIOKI LR8500)
e. Inverter (Gambar 4)
f. Arang batok kelapa

Gambar 4 Inverter

8

Pengeringan terkogenerasi dengan PLTU, udara panas hasil pembakaran
biomassa arang digunakan untuk memanaskan air menjadi uap panas untuk
menggerakkan generator sedangkan gas sisa pembakaran dimanfaatkan untuk
pengeringan (Gambar 5). Pada saat dijalankan, daya yang dihasilkan oleh PLTU
sebesar 10 kW. Proses pengeringan sangat berpengaruh pada PLTU. Besarnya
energi yang diterima oleh sistem pengering bergantung pada panas gas buang dari
boiler. Dalam sistem ini, kipas hisap memerankan peran penting pada sistem
PLTU dan sistem pengeringan. Pengurangan kecepatan kipas hisap akan
mnegurangi daya PLTU dan mengurangi suhu yang masuk ke dalam ruang
pengering.

Gambar 5 Model kogenerasi PLTU dan sistem pengeringan
Gambar 6 menunjukkan model sistem pengeringan. Udara panas hasil
pembakaran biomassa arang dari boiler masuk kedalam heat exchanger akibat
hisapan dari kipas hisap. Kipas hembus menghembuskan udara lingkungan ke
heat exchanger dan mengalir ke dalam ruang pengering. Sehingga udara yang
masuk ke dalam ruang pengering merupakan udara bersih. Gas buang keluar dari
sistem pengeringan melalui cerobong udara.

Gambar 6 Model sistem pengeringan
Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dua tahap yaitu tahap simulasi CFD dan tahap
pengukuran langsung.

9

Simulasi CFD
Simulasi CFD dimulai dengan menggambar geometri ruang pengering
yaitu: kipas hisap, kipas hembus, dan heat exchanger dengan perangkat Computer
Aided Design (CAD) pada perangkat lunak SolidWorks. Proses selanjutnya adalah
melakukan simulasi CFD pada SolidWorks flow simulation. Secara umum, pada
SolidWorks flow simulation diperlukan 2 tahap sebelum simulasi yaitu; General
setting dan pemilihan perintah pada Flow simulation analysis Tree.
Langkah pada tahap General setting antara lain pemilihan unit sistem SI
(Standard International), Analysis type, Default fluid, Default solid, Wall
conditions, Initial condition, dan Result and Geometry resolution. Pada unit
sistem SI, satuan suhu yang digunakan adalah oC dan satuan tekanan yang
digunakan adalah atm. Analysis type yang digunakan adalah internal, karena aliran
fluida mengalir pada saluran tertutup. Pada Analysis type menceklis Heat
conduction in solids dan gravity. Gravitasi akan menyebabkan Buoyancy effect.
Pada Default fluid ceklis air, karena fluida yang digunakan adalah udara. Pada
Default solid pilih tembaga, karena material yang digunakan pada HE adalah
tembaga. Pada Wall conditions pilih Heat transfer coefficient lalu masukkan nilai
nya. Pada Initial condition masukan nilai awal Thermodynamic parameter. Pada
Result and Geometry resolution semakin tinggi tingkat keakuratan yang dipilih
maka semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam proses.
Perintah pada Flow simulation analysis Tree antara lain Computational
domain, Fluid subdomains, Solid material, Boundary condition, Goals, dan Run
solver. Computational domain digunakan untuk membatasi dimensi (X,Y,Z) yang
akan dilakukan simulasi CFD. Komputer akan menentukan sendiri batas dari
Computational domain. Boundary condition digunakan untuk memasukkan nilai
parameter input simulasi (suhu, debit udara, jenis aliran). Tipe Boundary
condition yang digunakan adalah konvektif. Solid material untuk memasukkan
jenis material bangunan jika belum diinisialkan. Goals (hasil akhir) yang
digunakan adalah Global goals. Setelah semua keperluan simulasi telah siap,
maka simulasi dijalankan Run solver.
Secara umum, ada dua nilai parameter yang digunakan dalam simulasi CFD,
yaitu data pengukuran langsung (sensor dan alat ukur) dan perhitungan
matematika. Data yang didapat dengan pengukuran langsung adalah;
1. Suhu rata-rata gas buang (diukur dengan termokopel tanpa data logger).
Pencatatan suhu gas buang dilakukan secara manual setiap 5 menit sekali.
2. Kecepatan aliran gas buang (diukur dengan anemometer di cerobong asap)
3. Kecepatan aliran udara kipas hembus menuju ruang pengering (diukur dengan
anemometer pada bagian depan kipas).
4. Suhu awal
5. Suhu lingkungan
6. Geometri ruang pengering
Kondisi yang diasumsikan antara lain;
1. Udara tidak termampatkan (incompressible), ρ kosntan
2. Aliran udara dalam kondisi steady
3. Bilangan Prandtl udara konstan (CP, � dan k udara konstan)
4. Udara lingkungan pada Laboratorium Boiler dianggap konstan
5. Laju aliran udara dianggap seragam
6. Model aliran laminer

10

Data yang didapat dari pengukuran perhitungan matematika adalah
koefesien pindah panas pada heat exchanger (Lampiran 5). Persamaan untuk
mencari koefesien pindah panas pada HE didapat dengan Persamaan 7 (Holman
2010) ;
1
U
(7)
Rt
Dimana:
U = Koefisien pindah panas (W/m2 .K)
Rt = Tahanan termal keseluruhan (m2 .K/W)
Tahanan termal keseluruhan dapat diperoleh dari Persamaan 8 sebagai
berikut:
Rt  Ri  RF1  Rk  RF2  Ro
(8)
Dimana:
Ri
= Tahanan termal akibat konveksi udara
RF1 = Tahanan termal akibat faktor pengotor udara
Rk = Tahanan termal akibat konduktivitas bahan
RF2 = Tahanan termal akibat faktor pengotor gas buang
Ro = Tahanan termal akibat konveksi gas buang
Jenis heat exchanger gas to gas mempunyai nilai koefesien pindah panas
10 - 40 W/m2 K (Holman 2010).
Pengukuran Langsung
Pada pengukuran langsung, ruang pengering diukur secara langsung tanpa
menggunakan beban kopra. Data yang diukur adalah suhu fluida di 10 titik dalam
ruang pengering. Terdapat 10 termokopel yang tersambung dengan logger yang
akan mencatat suhu pada 10 titik di ruang pengering. Sepuluh titik tersebut antara
lain tiga di rak I (depan, tengah, dan belakang), dua di rak II (depan dan
belakang), tiga di rak III (depan, tengah, dan belakang), dan dua di rak IV (depan
dan belakang). Gambar 7 menunjukkan titik termokopel di ruang pengering.

Gambar 7 Posisi termokopel pada ruang pengering
Percobaan dilakukan dua kali dengan menggeser posisi termokopel. Pada
percobaan pertama, termokopel diletakkan ditengah rak dan pada percobaan
kedua termokopel digeser ke pinggir rak. Percobaan dilakukan selama 30 menit
dengan bahan bakar arang sebanyak 15 kg. Sebelum dilakukan pengujian,
sebelumnya arang sudah disiapkan dalam karung. Pengujian pertama dilakukan
setelah boiler dijalankan selama 30 menit atau setelah satu kali pemasukan arang.

11

Urutan pengujian adalah pengaturan kipas hisap pada frekuensi 25 Hz, 20 Hz, dan
15 Hz. Perlu dilakukan normalisasi suhu ruang pengering saat perubahan fekuensi
yaitu dengan membuka pintu ruang pengering. Penurunan frekuensi kipas hisap
menggunakan inverter. Data pengukuran seperti suhu rata-rata dan debit gas
buang digunakan untuk simulasi CFD. Suhu rata-rata dari 10 termokopel
digunakan untuk validasi. Validasi yang digunakan adalah nilai ketepatan.
Gambar 8 menunjukkan diagram alir tahapan penelitian.
Tahapan penelitian pada gambar dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahapan perumusan masalah bertujuan memecahkan masalah pada ruang
pengering, yaitu: sebaran suhu yang tidak merata dan suhu dalam ruang
pengering yang tidak sesuai yang diinginkan (75oC -90oC).
2. Tahap uji coba sistem pertama menganalisis kemerataan suhu pada setiap rak
di ruang pengering.
3. Tahap simulasi CFD pertama bertujuan melihat sebaran suhu pada ruang
pengering lebih rinci dan membandingkan dengan hasil pengukuran langsung.
Parameter input yang dimasukkan kedalam simulasi CFD antara lain; suhu gas
buang dan debit gas buang, kecepatan kipas hembus, suhu awal, koefesien
pindah panas heat exchanger dan suhu lingkungan.
4. Bila sebaran suhu tidak merata maka diperlukan modifikasi ruang pengering.
Sedangkan bila penyebaran suhu sudah merata, penelitian berlanjut ke tahap
selanjutnya.
5. Setelah modifikasi ruang pengering dapat menseragamkan suhu tiap rak, maka
dilakukan simulasi CFD untuk mengetahui sebaran suhu rata-rata setiap rak
sesusai dengan kebutuhan pengeringan (75oC-90oC).
6. Bila suhu rata-rata setiap rak belum mencapai 75oC-90oC, maka dilakukan
modifikasi kipas hisap. Modifikasi dilakukan dengan menurunkan frekuensi
kipas hisap dengan inverter. Berkurangnya frekuensi kipas hisap menyebabkan
menurunnya kecepatan kipas hisap. Dengan berkurangnya kecepatan kipas
menyebabkan langsung penurunan suhu udara di ruang pengering akibat
penurunan debit gas buang. Frekuensi akan diubah dari frekuensi awal 50 Hz
menjadi 25 Hz, 20 Hz, dan 15 Hz.
7. Tahap simulasi CFD kedua bertujuan melihat suhu rata-rata setiap rak setiap
frekuensi dan membandingkanya dengan pengukuran langsung. Data input
yang diubah adalah suhu dan debit gas buang.
o
8. Setelah suhu dalam ruang pengering merata dan suhu setiap rak diantara 75 C90oC, maka data hasi CFD di dokumentasikan dan divalidasikan dengan data
pengukuran langsung. Bentuk dokumentasi adalah gambar 2-D berupa sebaran
suhu pada ruang pengering dan besar suhu dan suhu rata-rata pada titik-titik
pada rak. Validasi yang dilakukan dengan menghitung nilai ketepatan data
simulasi terhadap data pengkuran langsung. Nilai ketepatan didapat dari
Persamaan 10.
= |

��

�� =




��

− ��



%


� �

� � �




|

%

12

Gambar 8 Tahapan penelitian

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Sebaran Suhu Dalam Ruang Pengering

Pengukuran langsung menggunakan 10 termokopel dengan sebaran suhu
rata-rata 4 rak adalah pada setiap rak (dimulai dari rak paling atas) sekitar
90oC±10.8 oC, 60 oC ±4.2 oC, 49 oC ±3.2 oC, dan 41oC ±4.07 oC. Nilai rata-rata dari
gabungan 4 rak adalah 60.25 oC±21.17 oC. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa
disain ruang pengering kurang baik untuk mengeringkan kopra dikarenakan
sebaran suhu tidak merata. Data dari pengukuran langsung tidak cukup untuk
menyatakan bahwa sebaran suhu dalam ruang pengering tidak merata. Oleh sebab
itu perlu melakukan simulasi CFD agar mempermudah mendapatkan pandangan
sebaran suhu dalam ruang pengering.
Tahap awal dari simulasi CFD adalah membuat gambar CAD. Gambar 9
menunjukkkan gambar CAD sistem pengeringan yang sudah ditutup oleh lids
(penutup) yang bertujuan untuk memasukkan boundary condition seperti suhu dan
kecepatan fluida. Parameter yang dimasukkan dalam input simulasi CFD tersaji
pada Tabel 3, langkah simulasi CFD pada Lampiran 9 dan perhitungan koefesien
pindah panas pada HE pada Lampiran 8. Hasil simulasi CFD memberikan
gambaran sebaran suhu dan arah aliran udara pada ruang pengering tidak merata
(Gambar 10). Oleh karena itu, ruang pengering perlu dimodifikasi.

Gambar 9 Gambar CAD sistem pengeringan
Tabel 3 Parameter input simulasi CFD
Parameter
Nilai
Suhu gas buang
294.5 oC
Debit Gas buang
0.31 m3/s
Kecepatan kipas hembus
2.2 m/s
Koefesien pindah panas HE
23.55 W/m2oC
Suhu awal
30 oC
Suhu lingkungan
30 oC
Tekanan udara
1 atm

14

Gambar 10 Sebaran Suhu pada ruang pengering sebelum modifikasi

Modifikasi Pemerataan Suhu
Tujuan dari modifikasi ini adalah untuk menyeragamkan sebaran suhu
dalam ruang pengering. Bentuk modifikasi adalah dengan memasang dinding
pada ujung rak I, II, dan III. Tujuannya adalah agar aliran udara panas dalam
ruang pengering terhambat pergerakannya, sehingga diharapkan udara panas akan
terjebak lama dalam ruang pengering. Gambar 11 menunjukkan perbedaan dalam
ruang pengering sebelum dan sesudah modifikasi. Penghalang terbuat dari bahan
stainless steel.

Gambar 11 (a) Ruang pengering sebelum di modifikasi dan (b) sesudah
modifikasi
Setelah disain bangunan di ruang pengering diubah, simulasi pengeringan
dilakukan lagi. Gambar 12 menunjukkan hasil simulasi setelah modifikasi. Dari
hasil simulasi CFD, sebaran suhu pada ruang pengering lebih merata
dibandingkan sebelum modifikasi. Suhu rata- rata simulasi CFD dari 100 titik
setiap rak 114oC ±11.35oC (I), 124oC±10.54oC (II), 135oC±14.35 oC (III), dan
119oC±12.22oC (IV). Suhu rata-rata gabungan dari 4 rak adalah 123oC±8.98 oC
Setelah modifikasi, udara panas yang masuk ruang pengering cenderung mengalir
ke rak II dan rak III. Maka syarat pertama telah terpenuhi yaitu pemerataan
sebaran suhu. Akan tetapi, suhu di dalam ruang pengering setelah dimodifikasi

15

menjadi naik secara signifikan. Hal ini disebabkan karena suhu udara panas yang
masuk ke HE tinggi yaitu sebesar 294.5oC.

Gambar 12 Hasil simulasi setelah modifikasi
Modifikasi Suhu Ruang Pengering 75 oC -90oC
Tujuan modifikasi ini adalah agar suhu udara dalam ruang pengering
mempunyai kisaran suhu 75oC -90oC.
Metode yang dilakukan dengan
pengukuran langsung dan menggunakan anlaisis CFD. Metode pengukuran
langsung dengan menurunkan frekuensi kipas hisap dengan menggunakan
inverter, sehingga kecepatan kipas hisap berkurang. Dengan menurunkan
kecepatan kipas hisap, maka suhu gas buang keluar dari boiler yang menuju HE
menurun diakibatkan menurunnya debit gas buang. Dengan menurunnya suhu gas
buang yang masuk ke HE maka suhu dalam ruang pengering akan berkurang.
Frekuensi kipas awal 50 Hz diturunkan menjadi 25 Hz, 20 Hz, dan 15 Hz.
Sebaran suhu setiap rak dihitung dengan termokopel yang terhubung dengan
logger. Logger akan mencatat perubahan suhu pada 10 termokopel setiap lima
detik sekali selama 30 menit. Pengambilan data dilakukan dua kali kecuali pada
frekuensi 50 Hz, dikarenakan sudah terlihat jelas perbedaan suhu setiap rak yang
berbeda secara signifikan. Uji 1 termokopel diletakkan di tengah rak dan uji 2
termokopel ditaruh di pinggir rak. Grafik suhu dari pengujian pada ditunjukkan
pada Gambar 13. Nilai suhu pengukuran langsung setiap frekuensi pada Lampiran
7.
Suhu pada bagian tengah rak relatif jauh lebih besar daripada pinggir rak.
Suhu rata-rata merupakan gabungan suhu rata-rata uji 1 dan uji 2 setiap rak. Suhu
yang memenuhi syarat hanya pada pada frekuensi 20 Hz yaitu sebesar 86.5 oC.
Sedangkan pada frekuensi 25 Hz dan 15 Hz suhu yang dicapaimasing-masing
adalah 97.4oC dan 71oC. Diperlukan analisis CFD untuk mendapatkan rata-rata
setiap rak lebih tepat.

16

180
50 Hz Uji 1
160
25 Hz Uji 1
140
25 Hz Uji 2
Suhu (oC)

120
20 Hz Uji 1

100

20 Hz Uji 2

80

15 Hz Uji 1

60

15 Hz Uji 2

40
20
0
Rak 1
depan

Rak 1
Rak 1
Rak 2
Rak 2
Rak 3
tengah belakang depan belakang depan

Rak 3
Rak 3
Rak 4
Rak 4
tengah belakang depan belakang

Gambar 13 Suhu 10 titik yang didapat dari pengukuran langsung
Analisis CFD dilakukan dengan memasukkan nilai suhu dan debit gas
buang setiap frekuensi ke dalam data input simulasi. Suhu udara yang dimasukkan
dalam simulasi CFD adalah suhu rata-rata pembakaran biomassa 15 kg selama 30
menit yang diukur dengan termokopel. Debit gas buang dihitung dengan mencari
kecepatan gas buang di cerobong. Diasumsikan debit gas buang yang keluar dari
boiler sama dengan debit udara di cerobong. Kecepatan udara dihitung dengan
anemometer. Debit dan suhu gas buang setiap frekuensi tersaji pada Tabel 4.
Suhu gas buang merupakan suhu rata-rata gas buang yang diukur setiap 5 menit
(Lampiran 5).

Frekuensi
(Hz)
50
25
20
15

Kecepatan
Udara di
cerobong
(m/s)
10
6
4,8
3,4

Tabel 4 Debit gas buang
Suhu rata-rata
Luas penampang
gas buang
cerobong (m2)
(oC)
294,5
230,67
206,92
177,17

0,03
0,03
0,03
0,03

Debit
udara
(m3/s)
0,31
0,18
0,15
0,1

Tabel 5 menunujukkan nilai koefesien pindah panas (U) pada HE yang akan
dimasukkan dalam simulasi CFD. Tahanan termal akibat konveksi udara (Ri)
berubah setiap frekuensinya. Perubahan tahan termal konveksi udara akibat
perubahan massa jenis udara, debit gas buang, konduktivitas termal, viskositas
kinematik dan bilangan Prandtls. Tahanan termal akibat konduktivitas bahan (Rk)
tembaga sebesar 7 x 10-5 m2 K/W. Nilai tahanan termal pengotor udara (Rf1 ) dan
pengotor gas buang (Rf2) di dapat dari literatur yaitu sebesar 1.76 x 10-3 m2 K/W
dan 35 x 10-4 m2 K/W. Tahanan termal konveksi gas buang (Ro) hampir sama
setiap frekuensi karena suhu udara konveksi adalah suhu lingkungan sama sebesar
300C yaitu sebesar 0.03 m2 K/W. Semakin kecil suhu gas buang maka koefesien

17

pindah panas semakin kecil. Perhitungan nilai koefesien pindah panas terdapat
pada Lampiran 8.

Frekue
nsi
(Hz)
50
25
20
15

Ri
(m2.K
/W)
0.011
0.016
0.019
0.025

Tabel 5 Koefsien pindah panas
Rk
Rf1
Rf2
Ro
2
2
2
(m .K (m .K/W (m .K/ (m2.K/
/W)
)
W)
W)
-5
-3
-4
7x10
1.76x10
35x10
0.03
-5
-3
-4
7x10
1.76x10
35x10
0.03
7x10-5 1.76x10-3 35x10-4
0.03
-5
-3
-4
7x10
1.76x10
35x10
0.03

Rt
(m2.K/
W)
0.042
0.047
0.05
0.056

U
(W/
m2.K)
23.55
21.27
20.07
17.77

Penggunaan simulasi CFD berguna untuk melihat kontur sebaran suhu pada
setiap rak. Selain itu CFD dapat mengetahui suhu maksimum, minimum, dan ratarata setiap rak lebih baik daripada pengukuran langsung. Gambar 14 menunjukkan
suhu rata-rata setiap rak hasil simulasi CFD. Dari data Gambar 14 menunjukkan
bahwa pada frekuensi kipas hisap 25 Hz (suhu gas buang 230.67oC) dan 20 Hz
(suhu gas buang 206.92oC) merupakan frekuensi yang menghasilkan suhu yang
diinginkan (75oC-90oC). Pada frekuensi 25 Hz, suhu rata-rata 4 rak sebesar
83.98oC ±8.82oC dan pada frekuensi 20 Hz, suhu rata-rata 4 rak sebesar
79.78oC±4.38oC. Suhu rata-rata hasil simulasi CFD tiap rak terdapat pada
Lampiran 6. Jadi, untuk mendapatkan suhu pengeringan 75oC-90oC di dalam
ruang pengering, maka suhu gas buang harus diturunkan menjadi 206.92oC230,67 oC.
160

rak1

140

rak2

Suhu (oC)

120

rak3

100
rak4
80
60
40
20
0
50 Hz

25 Hz

20 Hz

15 Hz

Frekuensi

Gambar 14 Suhu rata-rata simulasi CFD pada setiap frekuensi
Gambar 15 menunjukkan sebaran suhu pada samping rak dan Gambar 16
arah Stream line pada ruang pengering pada frekuensi 25 Hz. Udara panas yang
masuk ke ruang pengering cenderung bergerak ke rak II dan III. Suhu udara di
depan rak relatif lebih tinggi dibandingkan di belakang rak dikarenakan saluran
masuk udara panas berada di depan rak. Udara akan dipantulkan dinding
modifikasi sehingga udara panas lebih lama berada di ruang pengering.

18

Gambar 15 Sebaran suhu pada frekuensi 25 Hz tampak samping

Gambar 16 Stream line udara frekuensi 25 Hz tampak samping
Sebaran suhu pada setiap rak tampak atas pada frekuensi 25 Hz ditunjukkan
pada Gambar 17. Sebaran suhu lebih seragam pada rak II, III, dan IV. Pada rak I,
sebaran suhu tidak seragam dilihat dari lebih meratanya warna merah. Suhu pada
rak I 78.7 oC ±6.2 oC, suhu pada rak II 84.15 oC±5.15oC, suhu pada rak III 89.17oC
±10.73 oC, dan suhu pada rak IV 83.61 oC±8.9 oC. Suhu rata-rata gabungan 4 rak
adalah 83.91oC±4.28oC. Sebaran suhu tampak atas pada heat exchanger pada
frekuensi 25 Hz pada Gambar 18. Pengurangan suhu terjadi pada pipa-pipa HE
akibat dari udara lingkungan yang dihembuskan kipas hembus. Semakin jauh
dengan ruang pengering, suhu udara semakin rendah dan semakin dekat pipa HE
dengan kipas hembus, suhu udara semakin rendah. Pengurangan suhu pada pipa
HE berpengaruh dengan sebaran suhu pada rak. Bagian depan rak yang dekat
dengan kipas hembus memiliki suhu lebih rendah dibandingakan yang dekat dekat
dengan boiler.

19

Gambar 17 Kontur suhu 2-D tampak atas setiap rak pada frekuensi 25 Hz

Gambar 18 Kontur suhu 2-D heat exchanger tampak atas pada posisi tengah rak di
frekuensi 25 Hz

20

Validasi Simulasi CFD

180
170
160
150
140
130
120
110

Suhu hasil simulasi CFD (oC)

Suhu hasil simulasi CFD (oC)

Grafik perbandingan hasil pengukuran langsung dan simulasi CFD dari
setiap frekuensi tersaji pada Gambar 19. Terdapat 20 titik data yang dibandingkan
(10 titik pada tengah rak dan 10 titik pinggir rak) kecuali frekuensi 50 Hz hanya
10 titik. Suhu udara pengukuran langsung diambil dari suhu rata-rata pada menit
ke 5 sampai menit ke 30.
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
60 70 80 90 100 110 120 130 140 150

110 120 130 140 150 160 170 180

Suhu pengukuran langsung (oC)
pada frekuensi 25 Hz

120

Suhu hasil simulasi CFD (oC)

Suhu hasil simulasi CFD (oC)

Suhu pengukuran langsung (oC)
pada frekuensi 50 Hz

110
100
90
80
70
60
60

70

80

90

100 110 120

Suhu pengukuran langsung (oC)
pada frekuensi 20 Hz

100
90
80
70
60
50
50

60

70

80

90

Suhu pengukuran langsung
pada frekuensi 15 Hz

100
(oC)

Gambar 19 Perbandingan hasil pengukuran dengan hasil simulasi CFD
Data suhu pada koordinat titik di simulasi CFD (X,Y,Z) disesuaikan dengan
posisi penempatan termokopel pada pengukuran langsung (Lampiran 1,2,3, dan
4). Koordinat [Y] setiap rak adalah; 0.39 (rak I), 0.27 (rak II), 0.14 (rak III), dan
0.01 (rak IV). Koordinat posisi [X] adalah; 0.09 (depan), 0.47 (tengah), dan 0.81
(belakang). Koordinat posisi [Z] adalah; -0.98 (tengah) dan -0.74 (pinggir).
Perhitungan validasi yang digunakan adalah dengan menggunakan ketepatan (%).
Tabel 6 menunjukkan ketepatan sumulasi CFD terhadap pengukuran langsung
pada frekuensi 50 Hz, 25 Hz, 20 Hz dan 15 Hz. Ketepatan terbesar pada frekuensi
15 Hz yaitu sebesar 96.53% dan ketepatan terendah pada frekuensi 25 Hz sebesar
93.31%. Ketepatan simulasi CFD bergantung pada suhu dan debit gas buang:
1. Pada simulasi CFD, suhu gas buang dianggap tetap sedangkan pada
kenyataanya suhu gas buang berubah setiap detik begitu pula dengan debit gas
buang.

21

2. Debit gas buang yang dimasukkan pada input data simulasi berasar dari
perhitungan perbandingan luas dan kecepatan gas buang bukan dari
pengukuran langsung.
Tabel 6 Validasi pada frekuensi 50 Hz, 25 Hz, 20 Hz, dan 15 Hz
Ketepatan simulasi CFD terhadap pengukuran langsung (%)
Posisi
50 Hz
25 Hz
20 Hz
15 Hz
Rak 1
93.65
97.53
97.24
Depan tengah
97.78
91.06
95.94
95.90
Depan pinggir
92.28
93.66
96.88
Tengah tengah
95.47
93.40
93.24
96.55
Tengah pinggir
91.83
95.13
96.49
Belakang Tengah
96.6
92.75
93.88
95.67
Belakang pinggir
Rak 2
95.59
95.88
97.15
Depan tengah
96.56
92.97
99.12
97.55
Depan pinggir
90.15
96.55
95.95
Belakang Tengah
98.59
95.49
94.10
95.91
Belakang pinggir
Rak 3
96.89
98.40
95.66
Depan tengah
97.98
92.18
94.99
95.26
Depan pinggir
95.75
96.62
97.41
Tengah tengah
92.49
93.66
91.20
95.46
Tengah pinggir
95.87
94.26
97.87
Belakang Tengah
93.71
89.91
93.95
97.23
Belakang pinggir
Rak 4
94.61
96.68
97.02
Depan tengah
95.09
92.63
97.19
96.55
Depan pinggir
92.88
95.42
96.21
Belakang Tengah
95.59
92.67
95.86
96.65

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1.

2.

Dari hasil simulasi CFD, sebaran udara panas pada ruang pengering tidak
merata, udara panas cenderung bergerak ke rak I, sedangkan rak IV tidak
mendapatkan panas. Hal ini disebabkan udara panas udara panas yang masuk
ke dalam ruang pengering bergerak langsung menuju output ruang
pengering.
Modifikasi I bertujuan agar suhu setiap rak merata adalah dengan
menambahkan dinding di rak I, II, dan III. Dari hasil simulasi CFD, dengan

22

adanya dinding maka udara panas yang bergerak di rak I akan memantul ke
rak II, III, IV. Terjadi perubahan suhu dalam ruang pengering setelah
pemasangan dinding. Suhu udara dalam ruang pengering menjadi lebih tinggi.
Suhu tiap rak adalah 114 oC ±11.35oC (I), 124oC±10.54oC (II), 135oC±14.35
o
C (III), dan 119oC±12.22 oC (IV).
3. Modifikasi II bertujuan agar menurunkan suhu udara di ruang pengering agar
suhu udara di ruang pengering diantara 75oC-90oC. Modifikasi yang
dilakukan dengan menurunkan suhu gas buang. Penurunan suhu gas buang
dengan menurunkan frekuensi kipas hisap dengan menggunakan inverter.
Penurunan frekuensi kipas hisap berakibat pada penurunan debit gas buang
yang keluar dari boiler. untuk mendapatkan suhu pengeringan 75oC-90oC di
dalam ruang pengering, maka suhu gas buang harus diturunkan menjadi
206.92oC -230,67oC.
4. Setelah tujuan peneitian telah tercapai, maka dilakukan validasi. Validasi
menggunakan nilai ketepatan. Nilai ketepatan setiap frekuensi adalah 95.99%
(50 Hz), 93.31% (25 Hz), 95.5% (20 Hz), dan 96.53 % (15 Hz).

Saran
Peneliti belum melakukan pengukuran langsung dengan memasukkan kopra
kedalam ruang pengering dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu. Perlu
dilakukan penelitian dengan menyertakan kopra kedalam ruang pengering
dikarenakan akan mempengaruhi suhu dalam ruang pengering. Perhitungan
energi pengeringan kopra terdapat pada Lampiran 10.
Salah satu cara untuk menurunkan suhu pada ruang pengering adalah
dengan memperbesar ruang pengering, akan tetapi kekuranganya adalah
keseragaman suhu dalam ruang pengering berkurang. Dari hasil perhitungan
(Lampiran 10), untuk memanfaatkan efisiensi gas buang 100%, maka ruang
pengering harus diperbesar daya tampungnya dari 25 kg menjadi 1037 kg.

DAFTAR PUSTAKA

Amanlou Y, Zomorodian A. 2010. Applying CFD for designing a new fruit
cabinet dryer. Journal of Food Engineering. 101:8-15
Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 1966. Transport Phenomena. JhonWiley
an