PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENGAMALAN AGAMA ISLAM TERHADAP AKHLAK SISWA DI SMK MUHAMMADIYAH 1 TEMPEL DAN SMK MUHAMMADIYAH 2 MOYUDAN SLEMAN

(1)

1 A. Latar Belakang

Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi atau beribadah kepada-Nya. Untuk itu Allah memerintahkan supaya manusia itu beribadah kepada-Nya. Agar manusia dapat beribadah dengan baik dan benar, maka ibadahnya harus didasari dengan ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan maka harus melalui proses pendidikan khususnya pendidikan agama Islam. Bukan itu saja pendidikan Islam juga memuat tentang urusan-urusan muamalah yang berisi di antaranya tentang tingkah laku yang baik yang sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.

Nabi Muhammad SAW telah mengajak manusia untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai ajaran Islam. Ini berarti ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal soleh. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan akhlak. Pendidikan Islam menjadi penting apabila melihat fenomena degradasi moral dan akhlak yang melanda remaja di Indonesia. Resmiwaty (2014 : 325) menyatakan bahwa belakangan ini di berbagai media, seperti koran, majalah dan televisi, sering kali kita temukan pemberitaan negatif di seputar kehidupan remaja. Mulai dari tawuran antarpelajar atau antarmahasiswa, seks bebas, aborsi, narkotika, hingga penculikan melalui facebook.


(2)

Permasalahan akhlak di Kabupaten Sleman, juga menunjukkan hal yang mengkhawatirkan. Hal ini didasarkan dengan semakin banyaknya remaja dan anak-anak yang melakukan tindak kejahatan. Berdasarkan data dari Polres Sleman, pada tahun 2013 terdapat 25 kasus tindakan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja, di mana 21 kasus dilakukan anak dan remaja laki-laki dan 4 kasus dilakukan oleh anak dan remaja perempuan (BPS DIY, 2013: 38). Adapun data tahun 2014 didapatkan 60 kasus tindakan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja, mana 55 kasus dilakukan anak dan remaja laki-laki dan 5 kasus dilakukan oleh anak dan remaja perempuan (BPS DIY, 2013: 38).

Kasus tawuran antar pelajar juga seringkali terjadi. Hal ini terlihat dari pemberitaan di Koran Sindo tanggal 24 November 2015, di mana pelajar gabungan dari dua sekolah datang untuk melakukan penyerangan ke SMAN 1 Ngaglik. Tanpa disadari, siswa SMAN 1 Ngaglik sudah bersiap melakukan perlawanan. Para siswa SMAN 1 Ngaglik keluar, sehingga para penyerang yang berjumlah belasan pelajar kabur, dan dikejar oleh siswa SMAN 1 Ngaglik. Saat kabur, pelajar gabungan dari SMK itu melewati Pendowoharjo, Sleman dan ada yang sambil menenteng pedang. Warga yang melihat kejadian ini ada yang melapor ke Polsek Sleman. Akhirnya 8 dari 11 pelajar tersebut dapat di tangkap di di Perempatan Beran. Pada saat dilakukan penggeledahan, polisi menemukan tujuh kantung plastik berisi silika, yakni serbuk dari isi tabung pemadam yang akan digunakan untuk melempari lawan agar mengenai mata. Ada juga tongkat besi yang diberi gir motor serta sebilah pedang.


(3)

Senjata-senjata itu ada yang ditenteng dan disimpan di bawah jok motor. Motor yang digunakan pun plat nomornya ada yang ditutup lakban, ada juga yang dibengkokkan supaya tidak terlacak

Permasalahan penurunan akhlak pada remaja juga terjadi di SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman. Catatan bimbingan dan konseling di kedua sekolah tersebut ditemukan beberapa kasus berkaitan dengan akhlak siswa diantaranya adalah membolos sekolah, bertengkar dengan teman satu sekolah, merokok, dan tidak hormat terhadap guru.

Salah satu cara yang dilakukan sekolah untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam mempunyai peranan yang sangat besar bagi pembentukan kepribadian muslim yaitu kepribadian (tingkah laku) yang seluruh aspek-aspeknya baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya mewujudkan pengabdian kepada Tuhan (Marimba, 1999 : 7). Inilah tujuan pendidikan Islam yang selaras dengan tujuan penciptaan manusia yaitu menjadi hamba Allah dengan kepribadian muttaqin, karena hamba yang paling mulia di sisi Allah adalah hamba yang paling taqwa.

Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di sekolah akan meningkatkan pengetahuan siswa tentang agama Islam. Peningkatan pengetahuan tentang agama Islam akan berpengaruh terhadap terbentuknya akhlak yang semakin baik. Hal ini disebabkan karena Nabi Muhammad saw pada dasarnya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini seperti hadits Rasulullah SAW, yaitu:


(4)

ﻖﻠﺧﻻا مرﺎﻜﻣ ﻢﺗﻷ ﺖﺜﻌﺑ ﺎﻤﻧإ

”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari).

Hal ini menyebabkan ajaran Islam banyak mengungkapkan akhlak-akhlak mulia yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Semakin tinggi tingkat pengetahuan agama Islam, maka siswa akan semakin paham mengenai konsep akhlak dalam pandangan Islam, yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Nilai-nilai akhlak Islam yang dipahami, akan menjadi kontrol terhadap perilaku dan akhlak siswa, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Pengaruh pengetahuan terhadap akhlak juga dibuktikan dalam penelitian Yakin (2000) dan Hajaroh (1998).

Pengamalan siswa terhadap agama Islam juga berpengaruh terhadap akhlak siswa. Pengamalan agama Islam dalam hal ini merupakan pengamalan ibadah. Hal ini dikarenakan Allah SWT menciptakan manusia dan jin semata-mata hanya untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah sendiri ada ibadah mahdhah : mencakup sholat, zakat, puasa, haji, dan ibadah ghoiru mahdhah: menyangkut masalah-masalah muamalah.

Ibadah dalam Islam sarat dengan nilai-nilai akhlak. Pada ibadah mahdhah terkandung nilai-nilai akhlak terhadap Allah SWT. Adapun pada ibadah ghoiru mahdhah menyangkut masalah-masalah muamalah, terkandung nilai-nilai akhlak dalam hubungan dengan sesama manusia. Hal ini menyebabkan pengamalan ibadah memberikan suatu pembelajaran mengenai nilai-nilai moral Islam, sehingga akan meningkatkan akhlaknya. Hal ini seperti dibuktikan dalam penelitian Fatimah (2014).


(5)

Pendidikan agama Islam yang dilakukan di sekolah berperan besar dalam peningkatan pengetahuan dan pengamalan agama Islam. Pelaksanaan pendidikan dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan informal, dan non formal. Jalur pendidikan formal melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dalam pasal 2 yaitu tujuan pendidikan agama adalah membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia sangat ditekankan khususnya di SMK Muhammadiyah 1 Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman berdasarkan visi, misi dan tujuan sekolah.

Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan SMK Muhammadiyah 1 Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman dalam membentuk siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia ini melalui pendidikan agama Islam dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat pengetahuan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.


(6)

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan tulisan ini tidak mengembang, penulis membatasi masalah yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pengetahuan agama Islam siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman?

2. Bagaimana pengamalan agama Islam siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman?

3. Bagaimana akhlak Islam siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman?

4. Apakah ada pengaruh tingkat pengetahuan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman?

5. Apakah ada pengaruh pengamalan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman?

6. Apakah ada pengaruh tingkat pengetahuan dan pengamalan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman?


(7)

C. Tujuan Penelitian

Dalam kaitannya dengan judul diatas penulis mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui:

1. Tingkat pengetahuan agama Islam siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.

2. Pengamalan agama Islam siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.

3. Akhlak Islam siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.

4. Pengaruh tingkat pengetahuan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.

5. Pengaruh pengamalan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.

6. Pengaruh tingkat pengetahuan dan pengamalan agama Islam terhadap akhlaq siswa SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman.


(8)

D. Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu pendidikan khususnya sebagai acuan untuk mengadakan penelitian yang relevan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang positif bagi guru-guru SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman dan SMK Muhammadiah 2 Moyudan Sleman, khususnya guru Pendidikan agama Islam dalam mendidik siswa yang sedang belajar bisa meningkat prestasi belajarnya baik pelajaran maupun tingkah lakunya supaya baik dan terkendali.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sekaligus bukti nyata kepada orang tua dalam mengasuh anak diperlukan ketrampilan dan kesabaran serta ketekunan yang lebih agar anak kita menjadi anak yang shaleh dan berguna bagi agama, orang tua maupun sesamanya.

E. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Hajaroh (1998) dengan judul "Sikap dan Perilaku Keagamaan Mahasiswa Islam di Daerah Istimewa Yogyakarta". Penelitian merupakan penelitian eks post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di DIY. Sampel diambil dengan multi stage random sampling, sejumlah 382 orang. Pengambilan data dilakukan dengan


(9)

menggunakan kuesioner. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah regresi linier berganda dan analisis jalur (path analysis).

Hasil penelitian didapatkan bahwa terhadap efek positif terhadap: 1) sikap keagamaan oleh variabel pendidikan dalam keluarga; 2) sikap keagamaan oleh variabel lingkungan kampus; 3) sikap keagamaan oleh variabel pengetahuan keaagamaan; 4) perilaku keagamaan oleh variabel lingkungan kampus; 6) perilaku keagamaan oleh variabel pengetahuan keagamaan; 7) perilaku keagamaan oleh variabel sikap keagamaan; dan 8) pendidikan dalam keluarga, lingkungan kampus, dan pengetahuan keagamaan, mempunyai efek secara tidak langsung terhadap perilaku keagamaan melalui sikap keagamaan.

Hal yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa lingkungan keluarga, kampus dan pengetahuan agama, mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. Sikap keagamaan tersebut pada akhirnya akan membentuk perilaku keagamaan.

Yakin (2000) melakukan penelitian dengan judul "Moral Keagamaan Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kotamadya Mataram". Populasi adalah seluruh siswa kelas dua MAN Kotamadya Mataram. Sampel diambil dengan proportional random sampling sejumlah 210 orang. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data digunakan regresi. Hasil penelitian didpaatkan bahwa terdapat efek positif terhadap moral keagamaan oleh pendidikan agama dalam keluarga dengan sumbangan efektif sebesar 6,50%, oleh pendidikan agama di sekolah dengan sumbangan efektif sebesar


(10)

3,30%, oleh pengetahuan keagamaan dengan sumbangan efektif sebesar 2,30%.

Hal yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa moral keagamaan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor intern dari siswa. Faktor lingkungan dalam hal ini adalah pendidikan keagamaan dari keluarga dan juga dari sekolah. Adapun faktor intern dalam hal ini adalah pengetahuan keagamaan. Faktor lingkungan keluarga yang diwujudkan dalam pendidikan agama di dalam keluarga memegang peranan yang paling besar dalam membentuk moral keagamaan.

Fatimah (2014) melakukan penelitian dengan judul: Hubungan Pengamalan Ibadah dengan Akhlak Siswa Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kampung Singkai Kuruk Satu. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif. Sampel diambil sejumlah 30 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara pengamalan ibadah dengan akhlak siswa Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kampung Kuruk Satu.

Hal yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa pengamalan ibadah mempunyai hubungan dengan akhlak. Semakin baik pengamalan ibadah akan semakin baik akhlak siswa. Pengamalan ibadah dalam penelitian ini merupakan esensi dari pengamalan agama Islam.


(11)

11 A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Soekanto (2007 : 6), pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Menurut Notoatmodjo (2007 : 139), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran berupa hasil tahu, setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Apabila melihat pendapat di atas, maka pengetahuan bisa didapatkan dari apa yang dilihat dan didengar dalam pengalaman kehidupannya.

2. Jenis-jenis Pengetahuan

Anderson dan Krathwohl (2010 : 62) mengkatotegorikan pengetahuan menjadi 4 jenis yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif.


(12)

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui jika akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Elemen-elemen ini lazimnya berupa simbol-simbol yang diasosiasikan dengan makna-makna kongkret atau "senarai simbol" yang mengandung informasi penting. Pengetahuan faktual kebanyakan berada pada tingkat abstraksi yang relatif rendah (Anderson dan Krathwohl, 2010 : 68).

b. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori-kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau klasifikasi pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan konseptual merupakan salah satu aspek dari apa yang disebutdisciplinary knowledge, yakni cara ilmuwan memikirkan suatu fenomena dalam disiplin ilmunya. Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga sub jenis, yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model dan struktur (Anderson dan Krathwohl, 2010 : 71).

c. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural adalah "pengetahuan tentang cara" melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu ini boleh jadi mengerjakan latihan rutin sampai menyelesaikan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural kerap kali berupa rangkaian langkah yang


(13)

harus diikuti. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang keterampilan, algoritma, teknik, dan metode, yang semuanya disebut sebagai prosedur (Anderson dan Krathwohl, 2010 : 77).

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan, serta pengetahuan tentang, kognisi diri sendiri. Metakognisi mencakup pengetahuan tentang strategi tugas, dan variabel-variabel person (Anderson dan Krathwohl, 2010 : 82-83).

Apabila melihat pendapat di atas, maka pengetahuan agama Islam merupakan pengetahuan konseptual. Sumber pengetahuan agama Islam adalah Al Qur'an dan hadits. Hal-hal yang tersurat di dalam Al Qur'an akan dijelaskan dalam hadits. Hal ini menyebabkan seseorang harus mampu menghubungkan Al Qur'an dan hadits menjadi sebuah konsep bangunan pengetahuan agama Islam yang utuh.

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

“Pendidikan adalah suatu aktivitas atau usaha pendidik terhadap anak didik menuju ke arah terbentuknya kepribadian yang baik (utama / sempurna / tinggi) dan berdaya guna (Noor, 1987 : 26). Sedangkan agama Islam adalah nama dari agama Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan salah satu dapat dijumpai pada kitab suci al-Qur’an, surat Ali Imron ayat ke 19 :


(14)

"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya"(QS.Ali Imron : 19)

Apabila dalam uraian di atas disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik (utama/sempurna/baik) dan berdaya guna. Maka kepribadian yang baik atau tinggi adalah kepribadian menurut agama Islam yaitu kepribadian muslim yang Muttaqin. Sedang yang berdaya guna berarti bahwa pendidikan itu dapat berguna bagi anak didik untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat yaitu dengan menjadi orang yang bertaqwa (Muttaqien).

Dengan demikian, dari uraian tersebut di atas, penulis sependapat dengan rumusan yang dikemukakan oleh M Sholeh Noor yang mengatakan bahwa “pendidikan Islam adalah suatu aktivitas/usaha pendidik terhadap anak didik menuju ke arah terbentuknya kepribadian muslim yang muttaqin” (Noor, 1987 : 56).

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka jelaslah bahwa dasar dari pendidikan Islam adalah dasar dari agama Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.


(15)

Banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah untuk mendidik seseorang memenuhi panggilan Allah yaitu Islam. Hal ini antara lain disebutkan dalam Surat At Tahrim ayat 6 dan An-Nahl ayat 125 :

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"(QS. At Tahriim : 6)

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk"(QS. An-Nahl : 125)

Menyeru, mengajak dan mendidik manusia ke arah jalan Tuhan yang benar, yakni agama Islam adalah diperintahkan Allah, cara tersebut dapat ditempuh melalui pendidikan Islam, karena tanpa pendidikan Islam tidak akan ditemukan jalan Tuhan yang dimaksudkan itu.

Demikian juga dalam ayat-ayat lain seperti yang telah penulis kemukakan dalam surat Ali Imron ayat 19 di atas, juga surat al Bayinah ayat 5 :


(16)

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus"(QS. Al Bayyinah : 5)

Semua itu menunjukkan bahwa Allah membebankan kepada mereka orang yang mengetahui tentang jalan Allah yakni Islam untuk mendidik kepada yang lain, terutama yang berada dalam tanggung jawabnya ke arah jalan yang benar itu.

Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam sebagaimana yang telah penulis kemukakan di atas adalah terbentuknya kepribadian muslim yang muttaqin.

Kepribadian adalah bersatunya ajaran dengan dirinya (tingkah laku, ucapan dan aspek jiwa). Jadi kepribadian muslim adalah kepribadian yang memiliki nilai-nilai ajaran Islam, memilih, memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam, atau dengan kata lain isi pribadi muslim adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak yang luhur/tinggi, baik akhlak terhadap Tuhan, mahluk lainnya maupun akhlak terhadap alam semesta untuk beribadah kepada Tuhan yang bermuara pada taqwa. Karena derajat yang paling tinggi bagi manusia ialah taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al Hujarat ayat 13:


(17)

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal(QS. Al Hujarat : 13).

Tujuan-tujuan yang dikemukakan penulis di atas adalah tujuan umum pendidikan agama Islam. Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Dan tujuan umum tersebut harus bisa tergambar pada pribadi seseorang (peserta didik) yang telah dididik walau dalam ukuran kecil dan mutu rendah sesuai dengan tingkat umum, kecerdasan, situasi dan kondisi.

Di samping tujuan umum yang telah dikemukakan di atas pendidikan Islam juga mempunyai tujuan akhir. Pendidikan Islam berlangsung seumur hidup, maka tujuannya adalah kehidupan setelah tiada di dunia. Tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah meninggal dalam keadaan Islam. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ali Imronayat 102 :

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam"(QS. Ali Imron : 102) .


(18)

Dari kutipan ayat di atas maka jelas bahwa akhir dari pendidikan Islam adalah mati dalam keadaan Islam berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup.

Tujuan pendidikan Islam selanjutnya adalah tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman (pelajaran) tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Proses pembentukan kepribadian muslim dengan pola taqwa diharapkan kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri penting sudah kelihatan pada pribadi anak didik, karena penelitian ini dilakukan pada lembaga Sekolah Menengah Kejuruan sesuai dengan kurikulum pendidikan agama Islam di dalamnya maka anak didik sudah mengenal Tuhan-Nya (sebagai pencipta alam semesta). Menjalankan shalat fardhu, puasa Ramadhan, mengetahui Malaikat-malaikat Allah (yang wajib diketahui), mengenal Nabi dan Rasul utusan Allah, tolong menolong, hormat pada sesamanya dan sebagainya. Jadi, pengembangan tujuan operasional dalam bentuk tujuan institusional menjadi tujuan instruksional umum dan khusus (TIU/TIK) sudah bisa dikatakan sebagai tujuan sementara.

Dari tujuan pendidikan Islam yang telah disebutkan di atas yaitu umum, tujuan akhir dan tujuan sementara maka tujuan pendidikan Islam selanjutnya adalah tujuan operasional. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam tujuan operasional ini anak didik lebih banyak dituntut kemampuan


(19)

dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih banyak ditonjolkan dari pada penghayatan data. Untuk tingkat yang paling rendah, ketrampilan dan kemampuanlah yang ditonjolkan, misalnya anak dapat mengucapkan, menghafalkan, trampil melakukan atau mempraktekkan kemampuan dan ketrampilan yang dituntut pada anak didik seperti di atas, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan dalam ukuran anak, yang menuju kepada terbentuknya anak didik berkepribadian muslim (menjalankan ajaran-ajaran Islam) yang lama-lama akan semakin sempurna (muttaqin). Contohnya anak sudah terampil melakukan ibadah (khususnya ibadah wajib) meskipun ia belum memahami dan menghayati ibadah itu.

3. Kurikulum dan Materi Pendidikan Agama Islam a. Kurikulum

Pengertian secara harfiyah seperti yang dikutip oleh Prof. H. M. Arifin, M.Ed dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, kata “kurikulum” berasal dari bahasa latin yaitu “a little racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga) (Arifin, 1998 : 85 ) yang kemudian dialihkan ke dalam pengertian pendidikan menjadi “circle of instruction” yaitu “suatu lingkaran pengajaran”, dimana guru dan murid terlibat di dalamnya.

Istilah kurikulum kemudian digunakan untuk menunjukkan tentang segala mata pelajaran yang dipelajari dan juga semua pengalaman yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang harus


(20)

dilakukan anak (Arifin, 1998 : 85 ). Sedangkan menurut Dr. Zakiah Daradjat kurikulum dapat dipandang sebagai “suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu” (Darajad, 1985 : 122).

Dari kedua pengertian di atas dapat diberi batasan, “Pertama, pendidikan itu adalah suatu kegiatan yang bertujuan. Kedua, di dalam kegiatan pendidikan itu terdapat suatu rencana yang disusun atau diatur. Ketiga, rencana tersebut dilakukan sekolah melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Dengan demikian kurikulum merupakan pedoman atau acuan bagi seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Di dalam kurikulum sudah tercantum rambu-rambu yaitu tujuan perbidang studi, ruang lingkup, metode pendekatan, alokasi waktu, metode penilaian dan sebagainya.

Jadi dalam mengajar guru harus berpedoman pada kurikulum yang telah ditetapkan yang berlaku pada sekolah tersebut Karena penelitian ini dilakukan di SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman daan tentu saja kurikulumnya berbeda dengan yang berlaku di SMK pada umumnya. Kalau kurikulum SMK ditetapkan dan dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan. Sedangkan kurikulum di SMK Muhammadiah I selain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ada ketentuan dari majelis Dikdasmen.

Kurikulum merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu


(21)

sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui sekolah yang bersangkutan.

Adapun tujuan kurikulum yang dimaksud ada dua yaitu: 1) Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan

Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya (tujuan lembaga pendidikan atau tujuan institusional. Tujuan institusional ialah tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui tingkat dan jenis pendidikan tertentu. Misalnya tujuan pendidikan SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik setelah mereka lulus dari lembaga pendidikan tersebut (SMK).

Adapun tujuan institusional umum SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman ialah murid :

a) Memiliki sikap dasar sebagai seorang muslim yang betaqwa dan berakhlak mulia.

b) Memiliki sikap dasar sebagai warga negara yang baik.

c) Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani

d) Memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran ke Madrasah Tsanawiyah atau Sekolah Lanjutan Pertama lainnya.


(22)

e) Memiliki kemampuan dasar untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat dan berbakti kepada Tuhan YME guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.”

2) Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi (tujuan kurikuler) (Darajad, 1985 : 123).

Tujuan bidang studi artinya sesuatu yang akan dicapai setelah mempelajari sejumlah materi pelajaran yang tergabung dalam satu bidang studi itu. Adapun perincian dari tujuan kurikuler di atas akan diuraikan pada bab berikutnya.

b. Materi Pendidikan Agama Islam

Dalam suatu pembelajaran materi bukanlah merupakan tujuan, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Istilah materi di sini diartikan sebagai obyek atau isi perbidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik. Adapun materi kurikulum Pendidikan Agama Islam yang ada di SMK Muhammadiyah I Tempel Sleman adalah :

1) Aqidah 2) Ibadah 3) Akhlaq 4) Tarikh

5) Al-Qur’an dan Hadist

4. Metodologi Pendidikan Agama Islam

Metodologi berasal dari kata metode. Metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta’ yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti


(23)

“jalan atau cara”. Sedangkan metodologi berarti “ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang lurus dilalui” untuk mencapai suatu tujuan (Arifin, 1987 : 61).

Kemudian metodologi pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut wawasan keilmuan pendidikan yang sumbernya berada di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Sistem pendekatan metodologis yang dinyatakan dalam Al-Qur'an adalah bersifat multi approach yang meliputi.

a. Pendekatan religius yang memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir religius dengan bakat-bakat keagamaan.

b. Pendekatan filosofis, bahwa manusia adalah makhluk rasional, sehingga sesuatu yang menyangkut pengembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan berfikirnya dapat dikembangkan sampai maksimal.

c. Pendekatan sosio kultural, yang memandang manusia adalah makhluk bermasyarakat dan berkebudayaan.

Dari pendekatan ini bahwa lingkungan masyarakat dan perkembangan kebudayaan sangat besar pengaruhnya bagi proses pendidikan.

d. Pendekatan scientific yang memandang manusia mempunyai kemampuan menciptakan (kognitif), berkemauan (konatif) dan merasa (afektif).” (Arifin, 1987 : 61).

Dari batasan uraian di atas, maka suatu metode pendidikan baru dapat digunakan secara efektif. Oleh karena anak didik tidak saja


(24)

dipandang dari satu segi kemungkinan perkembangan, melainkan pula dari berbagai aspek perkembangan hidupnya. Oleh karena itu metodologi pendidikan Islam kemungkinan demikian harus senantiasa diusahakan untuk diungkapkan melalui berbagai metode yang didasarkan atas pendekatan yang multi dimensional seperti yang tersebut di atas.

5. Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Pada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Di bawah ini akan diuraikan definisi evaluasi yang telah dikutip oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. “Definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950) menurutnya evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang kedua yaitu yang dikemukakan oleh Cronbath dan Stufflebeam, bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.”(Arikunto, 1996 : 3 ).

Dari pengertian pertama evaluasi hanya untuk mengukur atau mengetahui tujuan pendidikan yang sudah dan yang belum tercapai serta sebab-sebab tujuan pendidikan belum tercapai. Jadi definisi yang pertama ini masih ada kekurangan bila dibandingkan dengan definisi yang kedua. Sedangkan pengertian evaluasi yang kedua lebih luas yaitu di samping untuk mengetahui tujuan-tujuan yang sudah dan belum tercapai serta penyebabnya. Evaluasi berarti juga untuk membuat dan mengambil


(25)

keputusan, langkah-langkah yang harus dikerjakan selanjutnya. Misalnya pendekatan atau metode yang kurang tepat yang perlu dirubah atau ada sebagian anak yang memerlukan pelajaran tambahan dan perhatian yang lebih khusus dibandingkan dengan siswa lainnya dan sebagainya.

Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, penilaian mempunyai makna ditinjau dari berbagai segi :

a. Makna bagi siswa

Dengan diadakannya penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan penilaian ini siswa akan merasa puas (nilai baik). Kemudian siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat agar nilainya lebih baik lagi. Atau sebaliknya siswa tidak puas (nilai kurang) sehingga mendorong siswa untuk belajar giat atau bagi siswa yang lemah kemauannya akan menjadi putus asa dan malas belajar.

b. Makna bagi guru

1) Dengan hasil penilaian guru akan mengetahui siswa yang belum dan sudah menguasai materi pelajaran. Sehingga guru akan memberi perhatian lebih kepada siswa yang belum menguasai materi pelajaran tersebut.

2) Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat, sehingga tidak perlu diadakan perubahan atau pengulangan lagi. 3) Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat


(26)

c. Makna bagi sekolah

1) Dengan hasil penilaian belajar siswa dapat diketahui kondisi belajar yang diciptakan sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cerminan kualitas sesuatu sekolah. 2) Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun, dapat

digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, yang dilakukan sekolah sudah memenuhi standar atau belum. Pemenuhan standar akan dilihat dari bagusnya angka-angka (nilai) yang diperoleh siswa.

C. Pengamalan Agama Islam

1. Pengertian Pengamalan Agama Islam

Pengamalan berasal dari kata dasar "amal" yang berarti perbuatan baik atau buruk. Kata pengamalan berarti proses perbuatan, cara mengamalkan, melaksanakan, pelaksanaan, penerapan, proses (perbuatan) menyampaikan (cita-cita, gagasan), proses (perbuatan) menyumbangkan atau mendermakan. Sedangkan kata mengamalkan berarti melaksanakan sesuatu ajaran kebaikan (Suharso dan Retnoningsih, 2011 : 35).

Islam adalah agama yang sempurna karena segala persoalan yang ada di dunia ini termasuk semua bentuk perbuatan manusia telah diatur di dalamnya. Agama Islam diturunkan oleh Allah Swt. untuk dijadikan pedoman hidup bagi manusia baik yang berkaitan hubungan manusia dengan Allah (hʑablum minallah) maupun hubungan manusia dengan manusia (hʑablum minannâs). Hal ini karena tugas manusia di dunia ini


(27)

tidak lain adalah hanya beribadah kepada Allah Swt. Meskipun itu merupakan tugas manusia, tetapi pelaksanaan ibadah sejatinya bukanlah untuk Allah, karena Allah tidak memerlukan apapun dari manusia. Allah maha kaya dan Maha segala-galanya. Ibadah pada dasarnya adalah kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri (Kementrian Agama, 2014 : 2).

Apabila melihat uraian di atas, maka konsep pengamalan agama Islam adalah pengamalan ibadah, karena tugas manusia pada hakekatnya adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Allah berfirman :

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku"(Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56).

Berdasarkan hal tersebut, maka pengamalan agama Islam dalam penelitian ini adalah proses perbuatan dalam melaksanakan kegiatan ibadah agama Islam.

2. Jenis-jenis Pengamalan Agama Islam

Jenis-jenis pengamalan agama Islam dalam penelitian ini berarti jenis-jenis ibadah yang harus diamalkan oleh setiap muslim. Berdasarkan hal tersebut, maka pengamalan agama Islam, terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Pengamalan Ibadah Mahdhah

Hariyanto (2013 : 1-2) menyatakan bahwa ibadah mahdhah adalah ibadah yang dari segi perkataan, perbuatan telah didesain oleh


(28)

Allah SWT kemudian diperintahkan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengerjakannya. Seperti shalat fardu 5 kali, ibadah puasa ramadhan dan haji. Semuanya adalah bentuk paket dari Allah turun kepada Rasulullah s.a.w. kemudian wajib ditirukan oleh umatnya tanpa boleh menambah atau memperbaharui sedikit pun. Ibadah Mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :

1) Wudhu 2) Tayammum 3) Mandi hadats 4) Shalat

5) Shiyam (Puasa) 6) Haji

7) Umrah

Shiddieq (2008 : 1-2), menyatakan bahwa ibadah mahdhah ini memiliki 4 prinsip:

1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah

Ibadah mahdhah harus didasarkan pada dalil baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.

2) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw

Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh. Firman Allah :


(29)

"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang"(QS. An Nisaa : 64).

3) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal)

Artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

4) Azasnya “taat”

Yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi


(30)

b. Pengamalan Ibadah Ghairu Mahdhah

Hariyanto (2013 : 3-4), menyatakan bahwa ibadah Ghairu mahdhah adalah: seluruh perilaku seorang hamba yangdiorientasikan untuk meraih ridha Allah (ibadah). Dalam hal ini tidak ada aturan baku dari Rasulullah s.a.w. Atau dengan kata lain definisi dari Ibadah Ghairu Mahdhah atau umum ialah: segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong-menolong dan lain sebagainya.

Shiddieq (2008 : 3), menyatakan bahwa Prinsip-prinsip dalam ibadah ghairu mahdhah ada 4, yaitu :

1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.

2) Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul

Karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasulbid’ah, makabid’ahnya disebutbid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhahdisebutbid’ah dhalalah.

3) Bersifat rasional

Ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat ataumadharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, danmadharat, maka tidak boleh dilaksanakan.


(31)

4) Azasnya “Manfaat”

Selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

D. Akhlaq

1. Pengertian Akhlaq

Perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu yang artinya moral, etika (Amin, 1999 : 151). Dalam pengertian sehari-hari, akhlak sering disamakan artinya dengan kata budi pekerti, moral atau etika. Moral ialah perbuatan atau tindakan yang dilakukan sesuai dengan ide-ide/pendapat yang umum diterima yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan-lingkungan tertentu ( Amin, 1999 : 151). Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran (Amin, 1999 : 151).

Sedangkan pengertian akhlak menurut istilah :

a. Menurut Imam Al Ghozali : akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahul. (Amin, 1999 : 151).

b. Menurut Ahmad Amin menyatakan, akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu membiasakan sesuatu, maka itu dinamakan akhlak (Amin, 1999 : 151). Sedang kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.


(32)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak ialah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan yang mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan lebih dahulu.

Persamaan antar akhlak dengan moral dan etika terletak pada : a. Obyeknya yaitu, perbuatan dan tingkah laku manusia.

b. Pembahasannya, penilaiannya adalah baik dan buruk.

Perbedaannya terletak pada tolok ukurnya. Kalau akhlak, perbuatan dan tingkah laku manusia dalam menentukan baik dan buruk diukur dengan agama. Sedangkan moral, perbuatan dan tingkah laku manusia ditentukan oleh pendapat manusia dari kesatuan tertentu.

Bentuk-bentuk tingkah laku (akhlak) sesuai dengan ajaran Islam yaitu; dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 21 :

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (QS. Al Ahzab : 21).

Dalam ayat lain juga dijelaskan yaitu dalam Surat Al-Qalam ayat 4 :

Sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur" (QS. Al Qalam : 4)

Dari keterangan ayat di atas dapat dijelaskan bahwa tingkah laku (akhlak) yang sesuai dengan ajaran Islam adalah tingkah laku yang telah


(33)

dicontohkan oleh junjungan kita Rasulullah SAW. Pada diri dan pribadi Rasul penuh dengan segala keutamaan, segala tingkah laku, perbuatan dan amalan beliau merupakan contoh yang harus diteladani oleh setiap muslim. Keutamaan pribadi Rasulullah SAW ini sudah ditetapkan serta diperintahkan pula kepada muslim untuk mencontoh dan mengikuti jejak beliau.

2. Macam-macam Akhlaq

Khafidhi (2013 : 13) menyatakan bahwa jika dicermati lebih dalam, ada empat hal pokok yang menjadi induk dari akhlaq, yaitu hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan ‘adalah. Dalam hal ini, pada dasarnya hikmah lebih didominasi dengan adanya kekuatan yang dimiliki oleh akal (al-Quwwah al-‘aqliyyah), sedangkan syaja’ah lebih didominasi dengan kekuatan emosi (al-Quwwah al-ghadhabiyyah). Adapun ‘iffah lebih didominasi dengan kekuatan syahwat (al-Quwwah al-syahwatiyyah), dan ‘adalah lebih didominasi dengan bersatu padunya ketiga potensi tersebut atau bisa dikatakan sebagai gabungan dari ketiga entitas pokok akhlaq.

a. Hikmah (bijaksana)

Menurut Toha Jahja Omar (Kemenag, 2014 : 49-50), hikmah adalah bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan kitalah yang harus berpikir, berusaha, menyusun, mengatur cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah sebagaimana


(34)

dalam ketentuan hukum-Nya. Dalam kata al-hikmah terdapat makna pencegahan, dan ini meliputi beberapa makna, yaitu:

1) Adil akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kezaliman.

2) Hilm akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kemarahan.

3) Ilmu akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kejahilan.

4) Nubuwwah, seorang Nabi tidak lain diutus untuk mencegah manusia dari menyembah selain Allah, dan dari terjerumus ke dalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. al-Qur’an dan seluruh kitab samawiyyah diturunkan oleh Allah agar manusia terhindar dari syirik, mungkar, dan perbuatan buruk.

b. 'Iffah (menjaga kesucian)

Menurut Kemenag (2014 : 52), secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Adapun menurut Nur (2012 : 142), 'iffah berarti menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat.

Menurut Kemenag (2014 : 52-53), 'iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat


(35)

dilakukan dimulai memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk. Sedangkan kesucian diri terbagi ke dalam beberapa bagian:

1) Kesucian panca indera

Perlunya menjaga kesucian panca indera disebutkan dalam Al Qur'an pada Surat An-Nur ayat 33:

"Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu" (QS An Nur : 33).

2) Kesucian jasad

Perintah untuk menjaga kesucian jasad disebutkan dalam dalam Al Qur'an pada Surat An Ahzab ayat 59 :


(36)

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"(QS. Al Ahzab : 59)

3) Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain

Perintah menjaga kesucian dari memakan harta orang lain disebutkan dalam dalam Al Qur'an pada Surat An Nisa ayat 6:

"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)"(QS. An Nisa : 6).

4) Kesucian lisan

Perintah menjaga kesucian lisan disebutkan dalam dalam Al Qur'an pada Surat Al Isra ayat 23:


(37)

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" (QS. Al Isra : 23).

c. Syaja'ah (berani)

Menurut Kemenag (2014 : 56) menyatakan bahwa syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.

Adapun Seyyed Hossein Nasr (Naji, 2014 : 60) menyataan bahwa sikap keberanian dalam arti yang sesungguhnya adalah dengan menggabungkan sikap tersebut dengan sikap tidak mementingkan diri sendiri, tindakan tanpa motif duniawi atau dinodai oleh cacat seperti marah, keserakahan, nafsu untuk berkuasa, atau hasu akan dendam. Inilah yang dilakukan oleh para sufi untuk mendapatkan sikap ruhani


(38)

yang bear terhadap amal perbuatan, di mana mereka melepaskan diri dari buah perbuatannya demi suatu kebenaran.

Menurut Kemenag (2014 : 57), syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:

1) Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.

2) Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran.

d. 'Adalah (adil)

Pengertian adil menurut bahasa adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain. Berlaku adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban secara seimbang, tidak memihak, dan tidak merugikan pihak mana pun. Adil dapat berarti tidak berat sebelah serta berarti sepatutnya, tidak sewenang-wenang (Kemenag, 2014 : 58). Sikap adil seseorang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sosial seperti bersikap baik dalam kerja sama, cinta kasih kepada sesama manusia, jauh dari rasa dengki, dan masih banyak lagi (Naji, 2014 : 62).

Kemenag (2014 : 58) menyarakan bahwa menurut bahasa adil berarti al-Istiqamah yang berarti tetap pada pendirian, sedangkan dalam syari'at adil berarti tetap dalam pendirian dalam mengikuti jalan yang benar serta menjauhi perbuatan yang dilarang serta kemampuan


(39)

akal dalam menundukkan hawa nafsu. Sebagaimana firman di bawah ini.

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" (QS. An Nahl : 90).

3. Manfaat Akhlaq Mulia

Al Qur'an telah menyebutkan manfaat memiliki akhlaq yang mulia, salah satunya dalam Surat An Nahl ayat 97 sebagai berikut:

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan"(QS. An Nahl : 97)

Apabila melihat ayat tersebut, maka bagi mereka yang mengerjakan akhlak mulia, maka diberikan kehidupan yang baik, sehingga akan mendatangkan kebahagiaan bagi individu dan juga kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya.

Abuddin Nata (Nur, 2012 : 145) menyatakan bahwa beberapa keuntungan yang didapatkan dari akhlak, diantaranya adalah:


(40)

a. Memperkuat dan menyempurnakan agama. b. Mempermudah perhitungan amal di akhirat. c. Menghilangkan kesulitan.

d. Menghilangkan kesulitan selamat hidup di dunia dan akhirat.

E. Kerangka Berpikir

Salah satu alasan mengapa Allah menurunkan Muhammad SAW, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah SAW. bersabda:

ﻖ ﻠﺧ ﻻ ا مر ﺎﻜ ﻣ ﻢﺗﻷ ﺖ ﺜﻌ ﺑ ﺎﻤ ﻧإ

”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari).

Apabila melihat hadits tersebut, maka dalam ajaran agama Islam banyak memuat ajaran-ajaran tentang akhlak yang baik sesuai dengan nilai-nilai Islam, baik yang termuat dalam Al Qur'an maupun dari hadits. Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”(QS. Al-Ahzab: 21).

Apabila melihat uraian di atas, maka ajaran Islam adalah sebenarnya ajaran mengenai akhlak dan Nabi Muhammad merupakan contoh atau suri tauladan seperti apa akhlak Islam itu ?. Pengetahuan Islam banyak berisi konsep-konsep akhlak Islam. Siswa yang mempunyai pengetahuan agama


(41)

Islam yang tinggi, berarti memahami konsep akhlak yang harus dimiliki seorang muslim. Nilai-nilai tersebut akan tertanam dalam jiwa sanubari dan dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Hal ini berarti bahwa pengetahuan agama Islam akan berpengaruh terhadap akhlak.

Islam diciptakan bukan untuk sekedar menjadi teori melainkan untuk diaplikasikan dan diamalkan. Allah SWT menciptakan manusia dan jin semata-mata hanya untuk beribadah kepada-Nya. Berkenaan dengan hal tersebut maka pengamalan agama Islam merupakan pengamalan ibadah. Ibadah sendiri ada ibadah mahdhah : mencakup sholat, zakat, puasa, haji, dan ibadah ghoiru mahdhah: menyangkut masalah-masalah muamalah.

Ibadah dalam Islam telah diatur sedemikian rupa sehingga nilai-nilai moral terkandung di dalamnya. Pada ibadah sholat, maka manusia belajar untuk menyembah pada penciptanya. Pada ibadah puasa dan zakat, maka manusia diajarkan untuk perduli kepada sesama manusia. Demikian pula ibadah-ibadah lainnya, sarat dengan nilai-nilai moral Islam. Pengamalan ibadah secara baik, secara tidak langsung memberikan pembelajaran kepada setiap muslim mengenai nilai-nilai moral dalam Islam, sehingga hal ini akan meningkatkan akhlaknya.

Akhlak pada dasarnya merupakan suatu perwujudan dari perilaku. Berdasarkan hal ini, maka untuk memahami pengaruh pengetahuan dan pengamalan agama Islam terhadap akhlak dapat dilihat dalam perspektif teori perilaku. Kurt Lewin (Azwar, 2006 : 10) merumuskan suatu model hubungan


(42)

perilaku yang menyatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungannya, yaitu B = f (P, E). Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, pengetahuanm dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Lawrence Green memberikan suatu model perilaku, di mana perilaku seseorang ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors), dan faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu B = f (PF, EF, RF). Faktor-faktor predisposisi terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007 : 178).

Apabila melihat kedua teori di atas, maka terlihat bahwa pengetahuan merupakan domain dari perilaku, yang dalam penelitian ini berarti bahwa pengetahuan agama Islam berpengaruh terhadap akhlak siswa. Adapun berkenaan dengan Social Practice Theory (SPT), Reckwitz (dalam Morris et al, 2012) menyatakan bahwa:

The central insight of SPT is the recognition that human ‘practices’ (ways of doing, ‘routinized behaviour’, habits) are themselves arrangements of various inter-connected ‘elements’, such as physical and mental activities, norms, meanings, technology use, knowledge, which form peoples actions or ‘behaviour’ as part of their everyday lives.

Konsep utama dari SPT adalah pengakuan bahwa tingkah laku manusia (cara melakukan, perilaku rutin, kebiasaan) itu diatur sendiri oleh berbagai 'elemen' yang saling terkait, seperti kegiatan fisik dan mental, norma-norma, makna, penggunaan teknologi, pengetahuan, yang membentuk


(43)

tindakan masyarakat atau 'perilaku' sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.

Apabila melihat teori di atas, maka kegiatan fisik dan mental, serta pengetahuan menjadi suatu elemen yang mengatur terbentuknya perilaku. Apabila melihat konteks penelitian ini, maka pengamalan agama Islam merupakan sebuah bentuk kegiatan fisik dan mental, dan pengetahuan agama Islam, merupakan elemen yang membentuk akhlak siswa.

F. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka ditetapkan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Ada pengaruh yang positif tingkat pengetahuan agama Islam terhadap akhlak siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman.

2. Ada pengaruh yang positif pengamalan agama Islam terhadap akhlak siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman.

3. Ada pengaruh yang positif tingkat pengetahuan dan pengamalan agama Islam terhadap akhlak siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman.


(44)

44 A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survei Zuriah (2009 : 47) menyatakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang yang mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview, agar nantinya menggambarkan sebagai aspek dari populasi. Berdasarkan pendekatan, maka penelitian merupakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian tentang masalah sosial berdasarkan pada pengujian sebuah teori yang terdiri dari variabel-variabel, diukur dengan angka dan dianalisis dengan prosedur statistik untuk menentukan apakah generalisasi prediktif teori tersebut benar (Silalahi, 2009 : 77). Berdasarkan tujuannya, merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang melihat hubungan antara variabel atau beberapa variabel dengan variabel lain. Variabel yang digunakan untuk memprediksi disebut variabel prediktor, sedangkan variabel yang diprediksi disebut variabel kriterium atau variabel kriteria (Zuriah, 2007 : 56).

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen di mana penyelidik tertarik. Populasi dapat berupa organisme, orang atau kelompok


(45)

orang, masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa, peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefinisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Silalahi, 2009 : 253). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman, sejumlah 349 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki ciri yang sama dengan populasi (Purwanto, 2011 : 62). Sampel dalam penelitian ini ditetapkan sejumlah 150 responden. Roscoe (dalam Sekaran 2003 : 253) yang menyatakan in multivariate research (including multiple regression analysis), the sample size should be several times (preferable 10 times or more) as large as the number of variable in the study. (pada penelitian multivariate termasuk regresi berganda, ukuran sampel seharusnya beberapa kali (diutamakan 10 kali atau lebih) dari jumlah variabel yang diteliti). Jumlah variabel dalam penelitian ini adalah 3 variabel, sehingga sampel penelitian sejumlah 150 responden 50 kali jumlah variabel.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipergunakan untuk mengambil sampel penelitian adalah proportional random sampling. Sampel proporsional random sampling menunjuk kepada perbandingan penarikan sampel secara random dari beberapa sub populasi yang tidak sama jumlahnya (Zuriah, 2007 : 125). Adapun jumlah sampel dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut :


(46)

Tabel 3.1

Rekapitulasi Jumlah Sampel Penelitian

No. Kelas Jumlah

Siswa

Jumlah Sampel SMK Muhammadiyah 1 Tempel

1. X AP 1 26 11

2. X AP 2 27 12

3. X AK 11 5

4. X TB 16 7

5. XI AP 1 27 12

6. XI AP 2 29 13

7. XI AP 3 28 13

8. XI AK 20 8

9. XI TB 18 8

SMK Muhammadiyah 2 Moyudan

1. X AP 1 18 8

2. X AP 2 18 8

3. X AK 20 8

4. X MM 20 8

5. XI AP 1 17 7

6. XI AP 2 17 7

7. XI AK 20 8

8. XI MM 17 7

Jumlah 349 150

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Pada penelitian ini data penelitian diperoleh dari sampel penelitian melalui kuesioner yang disebarkan.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel juga dapat diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih


(47)

(Zuriah, 2009 : 144). Pada penelitian ini, terdapat tiga buah variabel yang terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat.

1. Variabel Bebas

a. Pengetahuan agama Islam

Pengetahuan agama Islam adalah kesan di dalam pikiran berupa hasil tahu, yang didapatkan dari apa yang dilihat dan didengar dalam pengalaman kehidupannya, mengenai agama Islam. Pengetahuan agama Islam meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, tarikh, serta Al-Qur’an dan hadist.

b. Pengamalan agama Islam

Pengamalan agama Islam adalah proses perbuatan dalam melaksanakan kegiatan ibadah agama Islam, yang meliputi ibadah mahdhah dan ghoiru mahdhah.

2. Variabel Terikat : Akhlak

Akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan sesuai dengan ajaran Islam seperti dicontohkan oleh junjungan kita Rasulullah SAW, yang mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan lebih dahulu, meliputi hikmah, 'iffah, syaja'ah, dan 'adalah.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk variabel pengamalan agama Islam dan akhlak dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sekaran (2003 : 236), menyatakan bahwa a questionnaire is a preformulated written set of questions to which respondents record their answers, usually within rather closely defined


(48)

alternatives. Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya yang diberikan kepada responden untuk merekam jawaban, biasanya disertai dengan alternatif secara tertutup. Adapun pengetahuan agama Islam dilakukan dengan tes. Test adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-ketrangan yang diinginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat (Arikunto, 2002 : 226).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul. Ungkapan “Garbage tool garbage result” 'merupakan hubungan antara instrumen dengan data (Zuriah, 2009 : 168). Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner pengamalan agama Islam, kuesioner akhlak, dan tes pengetahuan agama.

Penyusunan instrumen didasarkan pada definisi operasional yang di dalamnya terdapat indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Selanjutnya berdasarkan indikator tersebut disusun suatu kisi-kisi instrumen sebagai pedoman dalam menyusun instrumen. Selanjutnya berdasarkan kisi-kisi instrumen disusun pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan dibuat dengan bahasa yang jelas dan sesuai dengan tingkat kemampuan responden. Setelah pernyataan dari kuesioner selesai dibuat, selanjutnya kuesioner dilengkapi dengan petunjuk pengisian


(49)

dan pengantar kuesioner. Kisi-kisi instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Indikator Jumlah

item Item ke

Tingkat Pengetahuan Agama Islam 1. Aqidah 2. Ibadah 3. Akhlaq 4. Tarikh

5. Al-Qur’an dan hadist.

6 6 6 6 6

1, 2, 3, 4, 5, 6 7, 8, 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16, 17, 18 19, 20, 21, 22, 23, 24 25, 26, 27, 28, 29, 30

Jumlah item 30

Pengamalan agama Islam

1. Pengamalan Ibadah Maghdah

2. Pengamalan Ibadah Ghoiru Maghdah

13 12

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 14, 15, 16, 17, 18, 19,

20, 21, 22, 23, 24, 25

Jumlah item 25

Akhlak 1. Himah (bijaksana) 2. 'Iffah (menjaga

kesucian)

3. Syaja'ah (berani) 4. 'Adalah (adil)

4 6 5 5

1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8, 9, 10 11, 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19, 20

Jumlah item 20

Tes pengetahuan agama Islam dalam penelitian merupakan bentuk pilihan ganda, dengan 4 alternatif jawaban. Apabila jawaban responden benar diberikan skor 1 dan apabila jawaban responden salah diberikan skor 0. Selanjutnya berdasarkan skor tersebut, dirubah menjadi nilai dengan skala 100. Adapun cara yang digunakan adalah dengan membagi skor yang diperoleh dengan skor maksimal dan kemudian dikalikan 100.

Adapun skor yang dipergunakan dalam kuesioner pengamalan agama Islam dan akhlah adalah sebagai berikut :


(50)

1. Untuk pernyataan positif yang menjawab selalu diberi skor 5, yang menjawab sering diberi skor 4, yang menjawab kadang-kadang diberi skor 3, yang menjawab jarang diberi skor 2, dan yang menjawab tidak pernah diberi skor 1.

2. Untuk pernyataan negatif yang menjawab selalu diberi skor 1, yang menjawab sering diberi skor 2, yang menjawab kadang-kadang diberi skor 3, yang menjawab jarang diberi skor 4, dan yang menjawab tidak pernah diberi skor 5.

Kualitas data sangat tergantung pada instrumen yang dipergunakan. Agar diperoleh keyakinan sebelum penelitian bahwa instrumen valid dan reliabel, maka dilakukan uji coba. Uji coba dilakukan terhadap 30 responden. 1. Analisis Item

Analisis item dalam penelitian ini dilakukan untuk tes pengetahuan agama Islam. Analisis item meliputi analisis tingkat kesukaran soal, indeks daya beda, dan pola jawaban soal.

a. Tingkat Kesukaran Soal

Pengujian tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaran setiap item soal. Arikunto mengemukakan "soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar" (Arikunto, 2002 : 207) Para ahli tes menentukan tingkat kesukaran berdasarkan seberapa banyak peserta tes dapat menjawab benar pada soal yang diberikan (Sumarna, 2006: 12).

Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran (p) adalah sebagai berikut :


(51)

p = N N Keterangan :

p : Proporsi = angka indeks kesukaran item

Np : Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul N : Jumlah testee yang mengikuti tes

Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara 0 – 1. Menurut Arikunto (2001 : 210), kesukaran butir soal dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, dengan kategori sebagai berikut :

Tabel 3.3

Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal Proportion Correct (p) Kategori Soal

0,00 – 0,30 Sukar

0,30 – 0,70 Sedang

0,70 – 1,00 Mudah

Sumber : Arikunto (2001 : 210) b. Indeks Daya Beda

Daya beda suatu soal berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu. Tujuan dari pengujian daya pembeda adalah untuk melihat kemampuan butir soal dalam membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah (Hayat dkk, 1997 : 19).


(52)

Indeks daya pembeda dilakukan dengan korelasi item-total dengan menggunakan korelasi point biserial dan korelasi biserial. Rumus korelasi point biserial adalah sebagai berikut :

rpbis = q p . S M M t t p  Keterangan :

rpbis : Koefisien korelasi point biserial

Mp : Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab benar item yang dicari korelasinya dengan tes

Mt : Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta tes) St : Standar deviasi skor total

p : Proporsi subjek yang menjawab benar item tersebut q : 1 – p (Arikunto, 2002 : 270)

Adapun rumus korelasi biserial adalah sebagai berikut : rbis = y p . S M M t t p  Keterangan :

rbis : Koefisien korelasi biserial

Mp : Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab benar item yang dicari korelasinya dengan tes

Mt : Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta tes) St : Standar deviasi skor total

p : Proporsi subjek yang menjawab benar item tersebut y : Ordinat p dalam distribusi normal (Hayat dkk, 1997 : 21)


(53)

Nilai korelasi point biserial selalu lebih rendah dibandingkan dengan nilai korelasi biserial. Koefisien korelasi point biserial merupakan kombinasi hubungan antara soal dengan kriteria dan taraf kesukaran. Batas kritis dalam penelitian ini adalah 0,3.

c. Pola Jawaban Soal

Menurut Arikunto (2001 : 219 – 220), yang dimaksud pola jawaban adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih jawaban a, b, c atau d atau yang tidak memilih jawaban (blanko). Dalam istilah evaluasi disebut omit. Pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama oleh testee berarti bahwa pengecoh tersebut jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan. Suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.

Hasil analisis butir soal (item analysis) tes tingkat pengetahuan agama Islam dengan menggunakan Iteman dapat dirangkumkan dalam tabel sebagai berikut :


(54)

Tabel 3.4

Rangkuman Hasil Analisis Butir Soal (Item Analysis)

No. Soal p d Pola Jawaban Keterangan

1. 0,667 0,506 Baik Diterima

2. 0,700 0,480 Baik Diterima

3. 0,700 0,480 Baik Diterima

4. 0,633 0,463 Baik Diterima

5. 0,600 0,464 Baik Diterima

6. 0,633 0,473 Baik Diterima

7. 0,700 0,555 Baik Diterima

8. 0,633 0,463 Baik Diterima

9. 0,633 0,463 Baik Diterima

10. 0,667 0,475 Baik Diterima

11. 0,667 0,454 Baik Diterima

12. 0,667 0,475 Baik Diterima

13. 0,633 0,483 Baik Diterima

14. 0,700 0,480 Baik Diterima

15. 0,700 0,480 Baik Diterima

16. 0,667 0,475 Baik Diterima

17. 0,667 0,485 Baik Diterima

18. 0,667 0,444 Baik Diterima

19. 0,633 0,494 Baik Diterima

20. 0,667 0,496 Baik Diterima

21. 0,667 0,496 Baik Diterima

22. 0,663 0,473 Baik Diterima

23. 0,663 0,504 Baik Diterima

24. 0,663 0,494 Baik Diterima

25. 0,733 0,454 Baik Diterima

26. 0,733 0,465 Baik Diterima

27. 0,600 0,444 Baik Diterima

28. 0,567 0,454 Baik Diterima

29. 0,667 0,465 Baik Diterima


(55)

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa terdapat 3 item pertanyaan yang termasuk kategori mudah, yaitu nomor 25, 26, dan 30. Adapun item yang lain termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan indeks daya beda, maka semua item pertanyaan mempunyai indeks daya beda yang baik yang ditunjukkan dari nilai d > 0,3. Pola jawaban dalam instrumen tes pengetahuan agama Islam, semua item pertanyaan mempunyai pola jawaban yang baik, karena jawaban pengecoh dipilih oleh lebih dari 5% testee untuk tiap item pertanyaan. Berdasarkan hal tersebut, maka semua item pertanyaan diterima dan dapat dipergunakan untuk pengambilan data tingkat pengetahuan agama Islam.

2. Uji Validitas Instrumen

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2012 : 8).

Metode yang digunakan untuk mencari validitas instrumen adalah korelasi product moment (person correlation) antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor total sehingga sering disebut sebagai inter item-total correlation (Idrus, 2009 : 128). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :


(56)

ri = ∑ ( −̅ ) − ̅ n

=

√∑n= −̅ ∑n= − ̅

Keterangan :

Xij = Skor responden ke j pada butir pertanyaan i X̅i = Rata-rata skor butir pertanyaan i

tj = Total skor seluruh pertanyaan untuk responden ke-j t̅ = Rata-rata total skor

ri = Korelasi antara butir pertanyaan ke-i dengan total skor (Idrus, 2009 : 129)

Azwar (2012 : 157 – 158) menyatakan bahwa skor tes pada umumnya adalah jumlah dari skor kesemua itemnya, oleh karena itu dengun sendirinya skor setiap item menjadi bagian atau porsi dari skor tes tersebut. Porsi ini akan semakin besar apabila item dalam tes semakin sedikit. Hal ini berarti bahwa sewaktu koefisien korelasi skor suatu item dan skor tes dihitung, sesungguhnya koefisien yang diperoleh adalah koefisien korelasi antara skor item tersebut dengan skor tes yang berisi skor item itu sendiri. Hal itu tentu saja akan menyebabkan koefisien korelasinya cenderung menjadi lebih tinggi daripada kalau korelasi itu dihitung antara skor item dengan skor tes yang tidak mengandung item yang bersangkutan. Keadaan inilah yang disebut spurious overlap. Akibatnya terjadi overestimasi terhadap korelasi item dengan total. Apabila jumlah item lebih dari 30 buah umumnya efek spurious overlap


(57)

tidak begitu besar, sehingga bisa diabaikan. Apabila jumlah item sedikit, agar diperoleh informasi akurat mengenai korelasi antara item dengan total skor, digunakan koreksi dengan rumus sebagai berikut :

ri(x-i) = x x−

x + − x x

Keterangan :

ri(x-i) = Koefisien korelasi item-total setelah dikoreksi rix = Koefisien korelasi skor item-total sebelum dikoreksi si = Deviasi standar skor suatu item

sx = Deviasi standar skor total (Azwar , 2012 : 158)

Batas kritis yang digunakan untuk menentukan validitas data adalah 0,3. Menurut Sugiyono (2010a : 142), apabila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besar 0,3 ke atas, maka faktor tersebut merupakan konstruk yang kuat.

Uji validitas dilakukan untuk instrumen pengamalan agama Islam dan instrumen akhlak. Adapun instrumen pengetahuan agama Islam, dilakukan melalui analisis item dengan korelasi point biserial. Hasil pengujian validitas untuk instrumen pengamalan agama Islam dan instrumen akhlak, dideskripsikan sebagai berikut :


(58)

Tabel 3.5

Rangkuman Hasil Pengujian Validitas Instrumen

Instrumen

Rentang Corrected Item-total Correlation

Jumlah Item Tidak Valid

No. Item Tidak

Valid

Jumlah Item Valid Pengamalan agama

Islam

0,369 – 0,539 – – 25

Akhlak 0,390 – 0,635 – – 20

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa instrumen pengamalan agama Islam didapatkan rentang corrected item-total correlation sebesar 0,369 – 0,539. Berdasarkan nilai yang corrected item-total correlation yang lebih dari 0,3, maka disimpulkan bahwa semua item dalam instrumen pengalaman agama Islam valid, sehingga dapat dipergunakan untuk pengambian data penelitian. Instrumen akhlak didapatkan rentang corrected item-total correlation sebesar 0,390 – 0,635. Berdasarkan nilai yang corrected item-total correlation yang lebih dari 0,3, maka disimpulkan bahwa semua item dalam instrumen akhlak valid, sehingga dapat dipergunakan untuk pengambian data penelitian.

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen adalah tingkat keajekan instrumen saat digunakan kapan dan oleh siapa saja sehingga akan cenderung menghasilkan data yang sama atau hampir sama dengan sebelumnya (Idrus, 2009 : 130). Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan teknik Cronbach’s Alpha, yaitu dengan rumus sebagai berikut :


(1)

107

5. Pengamalan agama Islam berpengaruh signifikan terhadap akhlak siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman, dengan sumbangan efektif sebesar 5,4%.

6. Tingkat pengetahuan dan pengamalan agama Islam secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap akhlak siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel dan SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Sleman, dengan sumbangan efektif sebesar 10,2%.

B. Implikasi

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan agama Islam berpengaruh signifikan terhadap akhlak, berimplikasi pada perlunya sekolah meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Guru dihimbau untuk menerapkan pembelajaran PAI dengan metode yang inovatif dan kreatif, sesuai dengan materi dan karakteristik siswa. Melalui metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif, ini diharapkan siswa mampu untuk menyerap materi pelajaran secara lebih baik, sehingga pengetahuan agama Islam juga meningkat dan diharapkan dapat meningkatkan peningkatan ahklak siswa.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengamalan agama Islam berpengaruh signifikan terhadap akhlak, berimplikasi pada perlunya sekolah menciptakan budaya dan kebiasaan yang religius, melalui pengamalan nilai-nilai agama Islam. Budaya dan kebiasaan yang religius tersebut misalnya dengan membiasakan untuk mengucapkan salam ketika bertemu, kebiasaan


(2)

108

sholat berjamaah di masjid sekolah, memperingati hari-hari besar agama Islam, mendoakan teman yang sedang tertimpa musibah atau sakit, dan sebagainya. Budaya dan kebiasaan di sekolah tersebut diharapkan dapat menjadi budaya dan kebiasaan siswa sehari-hari dalam pengamalan nilai-nilai Agama Islam. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan ahklak siswa.

C. Saran

1. Bagi Guru

a. Hendaknya dapat menyelenggarakan kajian-kajian agama Islam secara rutin, sehingga diharapkan tingkat pengetahuan agama Islam meningkat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan akhlak siswa. b. Hendaknya dapat menciptakan momen untuk ibadah secara rutin,

misalnya menerapkan sholat berjamaah secara bergiliran setiap hari di masjid sekolah. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pengamalan agama Islam, sehingga diharapkan akhlak siswa dapat meningkat. 2. Bagi Orang Tua

Hendaknya dapat meningkatkan pengawasan dan pembinaan pengamalan ibadah kepada anak, sehingga pengalaman ibadah anak meningkat dan diharapkan dapat meningkatkan akhlak siswa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. (1999).Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

Anderson, L. W dan Krathwohl, D. R. (2010).Kerangka Landasan Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arifin, Muhammad. (1987). Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga. Jakarta : Bulan Bintang.

________. (1998). Ilmu Pendidikan Islam (Satu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (1996).Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. ________. (2001).Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. edisi revisi, cetakan kedua.

Jakarta : PT. Rineka Cipta.

________. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2006). Sikap Manusia Teori dan Perilakunya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. (2012).Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Barnugroho, M. (2015). Belasan Siswa Bawa Senjata Mematikan. dalam

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=6&n=28&date=2015-11-24. Badan Pusat Statistik DIY. (2013). Statistik Politik dan Keamanan Daerah

Istimewa Yogyakarta 2013. Yogyakarta: BPS DIY.

________. (2014). Statistik Politik dan Keamanan Daerah Istimewa Yogyakarta 2014. Yogyakarta: BPS DIY.

Daradjat, Zakiah. (1985).Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Agama RI. (1998). Methodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan kelembagaan Agama Islam.

Fatimah. (2014). Hubungan Pengamalan Ibadah dengan Akhlak Siswa Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kampung Singkai Kuruk Satu. dalam http://digilib.iainlangsa.ac.id/249/1/110905263.FATIMAH.PAI.pdf


(4)

Hajaroh, Mami. (1998). Sikap dan Perilaku Keagamaan Mahasiswa Islam di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pendidikan dan Evaluasi. Nomor 1 Tahun 1, 1998, hlm. 19-31.

Hariyanto, Muhsin. (2013). Memahami Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah (Agar Tidak Mudah Membid’ahkan). dalam http://muhsinhar.staff. umy.ac.id/memahami-ibadah-mahdhah-dan-ghairu-mahdhah/.

Hayat, Bahrul, Sumarna Suprapranata, dan Suprananto. (1997). Manual Item and Test Analysis (ITEMAN). Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian, Balitbang Dikbud.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Johnson, B & Christensen, L. (2012). Educational Research Quantitative, Qualitative, and Mixed Approaches. Osaka: Sage Publication, Inc.

Kementrian Agama. (2014). Buku Guru: Fikih Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII. Jakarta : Direktorat Pendidikan Madrasah, Dirjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia.

________. (2014). Buku Siswa: Akidah Akhlak Pendekatan Saintific Kurikulum 2013. Jakarta : Direktorat Pendidikan Madrasah, Dirjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia.

Khafidhi. (2013). Peranan Akal dan Qalb dalam Pendidikan Akhlaq (Studi Pemikiran Al-Ghazali). dalam http://eprints.walisongo.ac.id/33/1/ Khafidhi_Tesis_Sinopsis.

Kuncoro, Mudrajad. (2007). Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE.

Marimba, D Ahmad. (1999).Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : PT Alma’arif.

Morris, J., Marzano, M., Dandy, N., O’Brien, L. (2012). Theories and Models of Behaviour and Behaviour Change. dalam http://www.forestry.gov.uk/pdf/ behaviour_review_theory.pdf/$FILE/behaviour_review_theory.pdf.

Naji, Makmun. (2014). Kandungan Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Tasawuf (Analisis Isi Novel Jack and Sufi Karya Muhammad Luqman Hakim). dalam http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27400/1/ SAMKHUN%20NAJI-FITK.


(5)

Noor, M. Sholeh. (1987). Pendidikan Islam Suatu Pengantar. Semarang: IAIN Walisongo Press.

Notoatmodjo, Soekanto. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nur, Hisyam. (2012). Pendidikan Akhlak Menurut Said Nursi. dalam http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/repository/PAI-126030002

Purwanto. (2011).Statistika untuk Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Resmiwaty. (2014). Degradasi Kultural dalam Kehidupan Remaja. dalam

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=167223&val=6118&t itle=DEGRADASI%20KULTURAL%20DALAM%20KEHIDIPAN%20R EMAJA

Sekaran, Umma. (2003). Research Methods For Business: A Skill Building Approach. NewYork : John Wiley & Sons

Shiddieq,Umay M. Dja’far. (2008).Ibadah Mahdhah & Ghairu Mahdhah. dalam https://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/.

Silalahi, Ulber. (2009).Metode Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Refika Aditama. Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT.

RajaGrafindo Persada.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode R&D. Bandung : Alfabeta.

________. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

________. (2010).Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suharso dan Retnoningsih, Ana. (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang : Widya Karya.

Sumodiningrat, Gunawan. (2002).Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta : BPFE. Surapranata, Sumarna. (2006). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi

Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : Ekonisia FE UII Yogyakarta.


(6)

Widhiarso, Wahyu. (2012). Menghitung Sumbangan Efektif Tiap Aspek terhadap Variabel Dependen. dalam http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/ Mencari%20Sumbangan%20Efektif%20Aspek%20Variabel

Yakin, Nurul. (2000). Moral Keagamaan Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kotamadya Mataram. Jurnal Penelitian dan Evaluasi, Nomor 2 Tahun II, 2000, hlm. 75-88.

Zuriah, Nurul. (2009). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan : Teori Aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Peraturan Perundangan :

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan