Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini Korban Broken Home Di Pos PAUD Ananda Bowan Delanggu Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2013 / 2014.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan lebih lanjut Depdiknas, 2011. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat banggsa dan Negara. Pendidikan usia dini adalah investasi yang amat besar bagi keluarga dan bangsa yang sangat berharga dan merupakan infra struktur bagi pendidikan selanjutnya. Anak usia dini merupakan salah satu modal dasar yang sangat berharga untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, merekalah yang kelak membangun bangsa Indonesia menjadi maju dan tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain.dengan kata lain, masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan kepada anak sebagai generasi penerus bangsa. Perhatian pemerintah di bidang pendidikan dengan menekankan pada pembinaan anak dibawah usia 1 5 tahun atau usia prasekolah dan usia sekolah merupakan wujud usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa melalui pendidikan. Menurut Soetjiningsih 2000: 121 terpenuhinya tiga kebutuhan dasar anak yaitu kesehatan makanan bergizi asuh, kasih sayang dari orang tua atau keluarga asih, dan perangsangan atau stimulasiasah dapat menjamin terciptanya proses tumbuh kembang anak secara normal karena pada usia itu anak berada pada posisi keemasan golden age. Usia emas merupakan masa anak memiliki kepekaan yang tinggi. Masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara tepat dan hebat. Tahap perkembangan ini hanya berlangsung sekali dalam kehidupan manusia, sehingga berbagai dampak penelantaran kebutuhan anak tidak mungkin ditanggulangi pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya. Disamping itu kurangnya stimulus yang diterima anak usia dini, menyebabkan masa ke emesan anak hilang dan tersia-siakan begitu saja Nasution, 2005: 3. Oleh karena itu anak-anak sejak dini dibekali pendidikan yang berlandaskan konsep-konsep agama sebagai fondasi supaya mereka dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki dengan baik dan siap hadapi tantangan. Apabila orangtua salah dalam memberikan landasan pendidikan, maka sudah pasti akan melahirkan generasi yang memiliki krisis mentalitas yang akan mengalkibatkan kehancuran bangsa dan menghasilkan sumberdaya manusia yang kurang berkualitas. Menurut Soedarjito 2007: 114 keluarga merupakan pusat pendidikan pertama yang dikenal oleh anak, keluarga mempunyai peran mensosialisasikan adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Keluarga merupakan satu kesatuan lingkungan sosial pertama bagi anak dan tempat anak mendapatkan perlindungan, kasih sayang serta rasa aman. Jika dalam keluarga terjadi kesenjangan hubungan perlu diimbangi dengan kualitas dan intensitas hubungan sehingga ketidakberadaan ayah atau ibu tetap dirasakan kehadirannya dan dihayati secara psikologis. Keluarga merupakan himpunan kecil dari pengelompokan individu yang terdiri dari ayah, ibu, anak, paman dan tante, kakek dan nenek, dan lain- lain. Keluarga khususnya orang tua merupakan pilar utama dalam pembertumbuhan dan perkembangan anak. Pada awalnya ibu merupakan orang pertama yang mempengaruhi perkembangan anak mengapa demikian, karena, ibu merupakan orang yang senantiasa berada pada tahap-tahap awal perkembangan anak, dari anak mulai meraba, melihat dan sebagainya. Disini, bukan berarti ayah tidak memiliki peran dalam proses perkembangan anak, karena pada kenyataannya anak memiliki kebutuhan berbeda yang tidak bisa ia dapatkan dari sosok ibu maupun sebaliknya. Jadi, kedua kasih sayang dari ayah dan ibu adalah suatu hal kebutuhan yang memang harus didapatkan oleh anak. Menurut Tabroni 2010: 72 keluarga dikatakan “utuh” apabila pasangan suami istri mempunyai tujuan membangun sebuah keluarga dengan visi dan misi yang akan dijalankan bersama sama. Keluarga yang “utuh” memberikan peluang besar bagi anak untuk membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya, yang merupakan unsur dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan diri. Pasangan suami istri yang tinggal terpisah karena alasan tertentu akan mengurangi makna sebagai keluarga yang utuh. Penelitian Bamlet dan Mosher 2004: 615 juga mengemukakan bahwa anak yang memiliki orangtua yang utuh cenderung dinilai lebih baik daripada anak yang berasal dari keluarga yang bercerai atau keluarga tiri. Broken home adalah suatu keadaan dimana orang tua sudah tidak harmonis, sering bertengkar dan menimbulkan keributan, yang berakibat pada ketiadaan lagi untuk memberikan kasih sayang dan kepedulian terhadap anak, sehingga anak tidak lagi mendapatkan sesorang untuk diayomi atau dijadikan tauladan bagi mereka. Broken home sebenarnya merupakan realitas yang cukup berimplikasi negatif bagi perkembangan kepribadian yang sehat, meskipun kita mengakui peranan lingkungan dalam perkembangan individu. Akan tetapi, faktor broken home nampaknya memainkan peranan cukup signifikan dalam beberapa penelitian. Fenomena broken home dalam keluarga sudah selayaknya mendapatkan perhatian dan penanganan yang efektif, terutama dari segi psikologisnya. Sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Kierkegaard dalam Palmer Donald, 2001 bahwa zu den sachen selbst kembali pada realitasnya sendiri. Kierkegaard dalam eksistensialismenya mengemukakan bahwa pentingnya menempatkan dan menghargai nilai-nilai subjektivitas diri tiap orang. Jika ini diabaikan suatu kondisi yang harmonis akan jauh dari realitas. Bagi anak keluarga merupakan lembaga primer yang tidak dapat diganti dengan kelembagaan yang lain. Di dalam keluargalah anak mengenal arti hidup, cinta kasih dan arti kebersamaan. Di dalam keluarga tersebut anak dibesarkan, diberikan pendidikan dengan suasana aman yang dapat mengantarkan di masa-masa perkembangannya. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Di antara unit sosial, keluarga merupakan unit yang sangat komplek. Banyak persoalan- persoalan yang dihadapi oleh para anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lain. Seringkali keseimbangan akan terganggu dan membahayakan kehidupan keluarga yang mengakibatkan keluarga tidak akan merasakan kebahagiaan. Tidak jarang perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran diantara suami-istri tersebut berakhir dengan perceraian. Maka timbulah rentetan-rentetan kesulitan terutama bagi seorang anak yang selalu membutuhkan kehadiran orangtua disepanjang hidupnya. Gunarsa, 1986: 135. Hurlock 1978 mengatakan bahwa terdapat banyak cara untuk mengekspresikan kreativitas selama masa kanak-kanak, yang paling umum diantaranya adalah permainan animisme, permainan drama dan permainan konstruktif, teman imajiner, melamun, bercerita, aspirasi untuk berprestasi, dan konsep diri yang ideal. Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan anak- anak ketika bergabung dengan teman-teman sebayanya. Meskipun anak banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, namun untuk melatih emosi anak tetap membutuhkan kedekatan dengan orangtua. Oleh karena itu, keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, karena didalam keluarga lah anak mendapat pengasuhan pertama dan pendidikan yang pertama. Pandangan tersebut memanglah tepat untuk melukiskan peran keluarga karena, orang tua merupakan orang pertama yang memberikan contoh tingkah laku dan tutur bahasa yang baik maupun kurang baik pada anak. Dari pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa keluarga merupakan himpunan kecil dari pengelompokan individu yang terdiri dari ayah, ibu, anak, paman dan tante, kakek dan nenek, dan lain-lain. Keluarga khususnya orang tua merupakan pilar utama dalam pembertumbuhan dan perkembangan anak. Sedangkan keluarga broken home yaitu kelompok sosial dalam rumah tangga yang hampir setiap hari mengalami perselisihan dan pertengkaran di antara kedua orang tua, sehingga hilanglah pendidikan utama yang sangat dibutuhkan anak dalam proses pembentukan nilai-nilai kemanusiaan, akhlak dan perilaku, kerohanian, dan pendidikan agama sebagai dimensi penting bagi anak. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di Pos PAUD Ananda Bowan Delanggu Klaten tahun ajaran 20132014 terdapat anak didik korban broken home dan peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang perkembangan psikologis anak korban broken home tersebut. Dari latar belakang tersebut, judul dalam skripsi ini adalah: “Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini Korban Broken Home di Pos PAUD Ananda Bowan Delanggu Klaten Tahun Pembelajaran 20132014”.

B. Pembatasan Masalah