1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin maju diikuti oleh laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan sulitnya mencari lapangan pekerjaan, sehingga
menimbulkan banyaknya pengangguran, laju perekonomian semakin merosot, adanya krisis kepercayaan yang terjadi di seluruh kalangan masyarakat dan
tingkat kriminalitas yang tinggi. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh adanya indikasi yang kurang efisien dan mekanisme penanggulangan kejahatan
yang ada kurang optimal. Masalah tindak pidana atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang
menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan. Masalah ini merupakan masalah yang sensitif menyangkut masalah-masalah peraturan
sosial, segi-segi moral, etika dalam masyarakat dan aturan-aturan dalam agama. Pada saat ini masyarakat masih mempunyai pandangan yang negatif terhadap
sosok narapidana napi. Narapidana oleh masyarakat dianggap sebagai
trouble maker
atau pembuat kerusuhan yang selalu meresahkan masyarakat sehingga perlu diwaspadai. Hal ini terjadi karena tradisi masyarakat yang telah membentuk
opini “sekali lancung ke ujian maka seumur hidup tak akan dipercaya” Rahmawati dalam Sofia, 2009:2.
Mantan narapidana sering kesulitan kembali ke tengah masyarakat. Sikap penolakan seperti mengucilkan pada sebagian masyarakat terhadap para mantan
napi sering membuat mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi SUARA MERDEKA, dalam Sofia 2009: 3.
Rahmawati 2004 melalui penelitiannya tentang kepercayaan diri narapidana pasca hukuman pidana menyatakan bahwa pada dasarnya mantan
narapidana memiliki harga diri dan konsep diri yang rendah. Secara garis besar hal ini disebabkan karena masyarakat cenderung menolak kehadiran mereka
dalam kehidupan yang normal. Penolakan masyarakat terhadap narapidana karena dianggap sebagai
trouble maker
atau pembuat kerusuhan yang harus diwaspadai. Pemberian label negatif oleh masyarakat terhadap narapidana bahwa mereka
adalah
trouble maker
, orang jahat, sampah masyarakat memunculkan harapan narapidana untuk mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan. Salah satu bentuk
harapan yang dimiliki narapidana terhadap hak-haknya antara lain berdirinya Persatuan Napi Seluruh Indonesia pada tanggal 17 September 2006 di Cipinang
yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak narapidana Junaidi dalam Sofia, 2009:5.
Persoalan stigma negatif yang menempel pada label bekas narapidana juga menyebabkan banyak perusahaan tidak mau menerima eks napi sebagai
pegawainya Meliala dalam Sofia, 2009:4 . “Pada dasarnya kami juga ingin
seperti manusia yang lain dapat hidup bersama keluarga dan punya pekerjaan”,
ungkapan tersebut adalah harapan seorang narapidana lembaga pemasyarakatan di Cipinang KOMPAS. Jum’at, 05 Oktober 2003.
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai harapan-harapan tentang perkembangan atas dirinya di masa yang akan datang, begitu juga dengan
narapidana. Masa lalu yang yang kelam telah menjadi sejarah. Ia memberi banyak pelajaran tentang suatu hal, sementara masa depan masih belum bisa dipastikan.
Masa lalu adalah peta tentang dari mana individu tersebut dan masa depan merupakan wilayah tentang akan kemana individu tersebut. Sehubungan dengan
hal tersebut biasanya timbul suatu pertanyaan pada diri seseorang bagaimana dengan masa depannya.
Pengetahuan seseorang tentang masa depan tidak dapat diuji atau dibenarkan dengan cara yang sama sebagaimana pengetahuan tentang masa
lampau. Kemampuan untuk membentuk masa depan dimiliki oleh semua individu. Setiap orang pasti menginginkan suatu perubahan di masa depannya. Untuk itu
setiap orang perlu merasa optimis dan memiliki semangat yang tinggi serta berusaha mengupayakan agar memiliki masa depan, oleh karenanya seseorang
akan berusaha secara nyata untuk meraih masa depan yang diinginkan Aldita dalam Sofia, 2009:4.
Seseorang yang menginginkan masa depan yang baik tidak akan merasa puas dengan keadaannya sekarang, ia akan selalu membuat situasi yang lain yang
lebih baik, sehingga dapat mendorongnya mengerahkan kemampuan, kekuatan serta usaha yang dimiliki untuk mencapai situasi tersebut. Untuk itu individu
dalam menghadapi masa depannya harus memiliki rasa optimisme. Hanya orang yang optimis yang memandang masa depan dengan penuh semangat dan harapan,
akan mampu meraih keberhasilan dan mengembangkan diri secara maksimal Aldita dalam Sofia, 2009:4.
Optimisme yang dimiliki seseorang mampu mengarahkan setiap perilakunya untuk mewujudkan keinginan tersebut. Optimisme akan membawa bagaimana
individu belajar lebih realistis untuk melihat suatu peristiwa dan masa depan, dapat membantu dalam menghadapi kondisi sulit dalam kehidupan serta mampu
mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik seperti dalam pekerjaan, pendidikan, dan hubungan sosial Aldita dalam Sofia, 2009:4. Dengan demikian orang yang
berhasil adalah mereka yang selalu punya rasa optimis, ide segar dan inovasi- inovasi baru.
Narapidana memiliki harapan untuk dapat kembali kedalam masyarakat dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Stigma negatif masyarakat terhadap
narapidana mengakibatkan munculnya sikap pesimis bagi narapidana. Sikap pesimis akan memunculkan keputusasaan narapidana untuk menjalani kehidupan
di masyarakat. Keputusasaan tersebut juga membawa narapidana kembali melakukan tindak kejahatan karena mereka merasa ditolak dalam masyarakat
Junaedi dalam Sofia, 2009:5.
B. Perumusan Masalah