Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica).

1

AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR DAN TOKSISITAS AKUT
EKSTRAK AKAR ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)

RINI ARIANTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

2

ABSTRAK
RINI ARIANTI. Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar
Alang-Alang (Imperata cylindrica). Dibimbing oleh WARAS NURCHOLIS.
Alang-alang (Imperata cylindrical) merupakan tanaman liar yang secara
tradisional sering digunakan untuk mengobati demam, batuk, radang ginjal akut,
tekanan darah tinggi, dan hepatitis akut. Penelitian ini bertujuan mempelajari

tingkat keamanan melalui uji toksisitas akut, mengkaji khasiat hepatoprotektor,
serta menganalisis kandungan fitokimia ekstrak etanol akar alang-alang pada tikus
Wistar yang diinduksi parasetamol. Parameter uji biokimia yang digunakan untuk
menganalisis aktivitas hepatoprotektor adalah enzim transaminase alanin
aminotransferase (ALT) dan aspartat amino transferase (AST). Kerusakan
jaringan hati akan dievaluasi melalui uji histopatologi. Akar alang-alang yang
diekstrak menggunakan etanol 70% menghasilkan rendemen sebesar 12.48%.
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa esktrak etanol akar alang-alang
mengandung alkaloid dan triterpenoid. Ekstrak etanol akar alang-alang dosis 750
mg/Kg BB berkhasiat sebagai hepatoprotektor, hal ini didasarkan pada hasil
analisis aktivitas ALT dan AST dengan nilai secara berurutan 68.6 dan 221.2 U/L
(kelompok normal), 222.2 dan 509.6 U/L (kelompok dosis 750 mg/Kg BB), 491.2
dan 576.4 U/L (kelompok kontrol positif), 517.4 dan 527.8 U/L (kelompok dosis
500 mg/Kg BB), 555.6 dan 660.0 U/L (kelompok kontrol negatif), dan 558.4 dan
595 U/L (kelompok dosis 250 mg/Kg BB). Jaringan hati tikus yang diberi ekstrak
etanol akar alang-alang 750 mg/kg BB tidak menunjukkan kerusakan seperti
fibrosis dan tanda-tanda lainnyapada uji histopatologi organ hati. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, ekstrak etanol akar alang-alang memiliki khasiat
sebagai hepatoprotektor.


3

ABSTRACT
RINI ARIANTI. Activity of Hepatoprotector and Acute Toxicity of Cagon Grass
(Imperata cylindrica) Root Extract. Under the direction of WARAS
NURCHOLIS.

Cagon grass (Imperata cylindrica), a wild plant, is one of the herbs plant
that has been used traditionally to threat fever, cough, hypertensi, and acute
hepatitis. This research was designed to study the safety level by acute toxicity
test and analyze hepatoprotector activity of ethanol extract from root of Imperata
cylindrica in Wistar rats induced by paracetamol. Hepatoprotector activity was
measured by using biochemical parameters such as alanine amino transferase
(ALT) and aspartate amino transferase (AST) and observation of histopathology.
Root of Imperata cylindrica that extracted by using ethanol 70% gave rendement
about 12.48%. Phytochemical test shows that ethanol extract from root of
Imperata cylindrica contains alkaloid and triterpenoid. Acute toxicity test shows
that ethanol extract from root of Imperata cylindrica is practically nontoxic
because its LD50 is higher than 15000 mg/Kg BB. Transaminase anzyme serum
analysis shows that the induction of ethanol extract of Imperata cylindrica dose

750 mg/Kg BB gives a significant effect compared with dose 250 and 500 mg/Kg
BB, even with curliv as positive control. This result based on activity of ALT and
AST, 68.6 and 221.2 U/L (normal group), 222.2 and 509.6 U/L (dose 750 mg/Kg
BW), 491.2 and 576.4 U/L (positive control), 517.4 and 527.8 U/L (dose 500
mg/Kg BW), 555.6 and 660.0 U/L (negative control), and 558.4 and 595 U/L
(dose 259 mg/Kg BW). Liver histopathology shows there is no fibrosis and other
damages in liver of group VI. This result indicates that ethanol extract from root
of Imperata cylindrica has a potention as hepatoprotector.

4

AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR DAN TOKSISITAS AKUT
EKSTRAK AKAR ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)

RINI ARIANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

5

JudulSkripsi
Nama
NIM

: Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar
Alang-Alang (Imperata cylindrica).
: Rini Arianti
: G84080075

Disetujui
Komisi Pembimbing


Waras Nurcholis, S.Si, M.Si.
Ketua

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Aktivitas
Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata
cylindrica). Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Juni

2012, bertempat di Laboratorium Departemen Biokimia FMIPA IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Waras Nurcholis, S.Si, M.Si
selaku pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta
orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi,
kepercayaan, dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tak
lupa pula ucapan terima kasih kepada Nikita, Luke, Reviona, Edo, Yodi, Hendra,
Tata, Mawaddah, Chrisye, dan Chika, sahabat-sahabat yang selalu memberikan
dukungan dan doa.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan selama penelitian
Didit Haryadi atas saran, perdebatan, bantuan, dan motivasi yang diberikan.
Selain itu kepada rekan Biokimia 45, 46, 44, Dian, Iqbal Syukri, Faris, Rian,
Aros, Yoan, Kak Iie, Kak Ayu, Kak Berry, Kak Udin, Kak Iqbal, dan Kak Ismi
yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran bagi penulis. Semoga penelitian
ini mampu memberikan informasi dan manfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2012

Rini Arianti


7

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka Belitung pada tanggal 18
Mei 1991 dari ayah Markoriansyah dan ibu Hoziah. Penulis merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan penulis dimulai dari SD Muhammadiyah dan melanjutkan
pendidikan ke SMPN 2 Pangkalpinang. Penulis lulus tahun 2008 dari SMAN 1
Kota Metro dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih mayor
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biokimia Umum, Biokimia Klinis, dan Struktur Fungsi Biomolekuler. Penulis
pernah melakukan Praktik Lapangan (PL) di Balai Pengkajian Bioteknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kompleks PUSPIPTEK, Serpong,
Tangerang selama periode Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan judul Validasi
Metode Analisis Gula: Glukosa, Maltosa, Maltotriosa, dan Maltoheksosa.
Beberapa organisasi yang diikuti penulis selama perkuliahan yakni
Himpunan Profesi Mahasiswa Biokimia (CREBs) tahun 2010-2011 dan UKM
Tenis Lapangan. Kegiatan lain penulis yakni menjadi atlet tenis lapangan pada

Pekan Olahraga Provinsi Bangka Belitung. Penulis juga pernah mengikuti
berbagai kepanitiaan seperti Olimpiade Mahasiswa IPB 2010 dan 2011, Lomba
Karya Ilmiah Populer tahun 2010 dan 2011, Biochemistry Campionship League,
Seminar Kesehatan Biokimia tahun 2011, Pertandingan Antar Alumni 8
Universitas 2012 dan IPB Tennis Competition 2010 dan 2012.

8

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vi
PENDAHULUAN............................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Alam Sebagai Hepatoprotektor ........................................................... 1
Alang-Alang (Imperata cylindrica)................................................................ 2
Fisiologi dan Fungsi Hati ............................................................................... 2
Parasetamol sebagai Hepatotoksik ................................................................. 3
Enzim Transaminase ALT dan AST .............................................................. 4

Uji Toksisitas Akut ........................................................................................ 4
BAHAN DAN METODE
Alat dan bahan ................................................................................................ 5
Metode ............................................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia................................................................. 6
Toksisitas Akut ............................................................................................... 7
Uji Aktivitas ALT dan AST ........................................................................... 8
Gambaran Histopatologi Hati .........................................................................10
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................10
Simpulan.........................................................................................................11
Saran ...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................11
LAMPIRAN ........................................................................................................14

9

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kelas toksisitas per oral ........................................................................................5

2 Hasil uji fitokimia .................................................................................................7
3 Bobot badan mencit pada uji toksisitas akut ekstrak etanol akar alang-alang
(Imperata cylindrica) ............................................................................................7
4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar alang-alang tehadap aktivitas ALT
dan AST ................................................................................................................9
5 Skoring hasil uji histopatogi................................................................................11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gambar akar alang-alang ......................................................................................2
2 Gambaran sel hati Mencit .....................................................................................8
3 Gambaran sel hati Tikus......................................................................................10

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ....................................................................................... 15
2 Rancangan perlakuan hewan coba ..................................................................... 16
3 Uji aktivitas ALT dan AST ................................................................................ 17
4 Perhitungan dosis pemberian parasetamol, Curliv, dan ekstrak etanol akar
alang-alang ...........................................................................................................18

5 Pengamatan bobot badan tikus pada masa adaptasi ............................................19
6 Pengamatan bobot badan tikus pada masa perlakuan .........................................20
7 Hasil pengukuran enzim ALT dan AST..............................................................22
8 Pengolahan data statistik data ALT.....................................................................23
9 Pengolahan data statistik data AST .....................................................................24

1

PENDAHULUAN
Penyakit akibat gangguan fungsi hati
(hepatitis) merupakan permasalahan besar
dalam dunia kesehatan. Sampai saat ini
penderita hepatitis di dunia telah mencapai 2
miliar penduduk dengan jumlah kematian
lebih dari 350 ribu penduduk per tahun.
Penderita hepatitis ini juga memiliki resiko
cukup tinggi mengalami gangguan fungsi hati
yang lebih serius seperti sirosis dan kanker
hati (WHO 2011). Di Indonesia, pravelensi
hepatitis mencapai 0.6% dari total penduduk
Indonesia. Penyakit ini menjadi permasalahan
serius karena penderitanya sebagian besar
adalah penduduk usia produktif (20.7%)
(Kementrian Kesehatan 2010). Pengobatan
hepatitis menggunakan obat sintetik menjadi
permasalahan karena harganya yang relatif
mahal sehingga tidak bisa terjangkau oleh
semua kalangan.
Pengobatan menggunakan bahan alam
(tanaman obat) dapat digunakan dalam
mengatasi
dan
mengobati
hepatitis.
Pengobatan dengan cara ini memiliki
beberapa keuntungan seperti harganya yang
relatif murah dan efek samping yang
ditimbulkan sedikit. Indonesia dengan
kekayaan biodiversitas memiliki banyak
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
tanaman obat. Departemen Perdagangan
Indonesia (2011) menyebutkan Indonesia
memiliki sebanyak 30.000 tanaman obat dari
total 40.000 tanaman obat di dunia. Alangalang (Imperata cylindrica) merupakan salah
satu tanaman yang secara tradisional sudah
dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan
tradisional. Alang-alang berkhasiat sebagai
pembersih darah, penambah nafsu makan,
radang ginjal akut, demam, batuk, darah
tinggi, demam, mimisan, kencing darah, dan
hepatitis akut (Djauhariya dan Hernani 2004).
Penelitian mengenai potensi akar alangalang telah cukup banyak dilakukan, seperti
akar alang-alang sebagai antiinflamasi (Park
2004), penghambat urinasi pada tikus
(Sripanidkulchai et al. 2001), antidiuretik
(Kanchanapee
1967),
dan
aktivitas
antioksidan (Khaerunnisa 2009). Berbagai
manfaat farmakologi ini ditimbulkan oleh
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat
pada akar alang-alang seperti sterol, senyawa
golongan flavon (flavonoid, isoflavon,
flavonol), kumarat, asam malat, asam asetat,
asam oksalat, kalsium, femenol, isoarbinol,
dan katekol (Mazlan 1993).
Terkait potensi akar alang-alang sebagai
obat hepatitis akut disebabkan oleh senyawa

bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang
yang berperan sebagai hepatoprotektor
(Dalimartha 2005). Aktivitas antioksidan
senyawa flavonoid yang terdapat pada akar
alang-alang (Khaerunnisa 2009) dapat
dikaitkan dengan potensi hepatoprotektor
alang-alang. Sulistiyani et al (2004)
melaporkan bahwa senyawa metabolit
sekunder ekstrak mahkota dewa yang
berpotensi sebagai antioksidan (flavonoid dan
fenolik) dapat menekan pembentukan lipid
peroksida darah tikus yang dirusak fungsi
hatinya menggunakan parasetamol.
Penggunaan akar alang-alang secara
tradisional sebagai obat hepatitis masih
bersifat empiris dan belum ada penelitian
ilmiah terkait potensinya sebagai obat
hepatitis. Pengobatan dengan menggunakan
akar alang-alang sering dianggap tidak
memiliki efek samping seperti yang
ditimbulkan oleh obat sintetik. Hal ini tidak
bisa dijadikan sebagai dasar ilmiah mengenai
khasiat dan keamanan penggunaannya sebagai
obat. Tingkat toksik suatu tanaman obat yang
dimungkinkan adanya senyawa toksik dalam
tumbuhan perlu dilakukan untuk mengetahui
dosis aman yang dapat digunakan oleh
manusia dalam pengobatan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari
tingkat keamanan ekstrak etanol akar alangalang melalui uji toksisitas akut pada mencit
percobaan
dan
mengkaji
khasiat
hepatoprotektor ekstrak akar alang-alang pada
tikus galur Wistar yang dirusak fungsi hatinya
menggunakan parasetamol. Analisis dilakukan
pada nilai alanin aminotransferase (ALT) dan
aspartat aminotransferase (AST) sebagai
parameter untuk mengevaluasi fungsi hati.
Hipotesis penelitian ini adalah kandungan
senyawa bioaktif yang terdapat di dalam akar
alang-alang
memiliki
aktivitas
hepatoprotektor terhadap hati tikus yang
dirusak fungsinya menggunakan parasetamol.

TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Alam sebagai Hepatoprotektor
Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat
yang berkhasiat melindungi sel hati terhadap
pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati,
bahkan dapat memperbaiki jaringan hati yang
telah rusak (Dalimartha 2005). Secara empiris
telah banyak tanaman yang tumbuh di
Indonesia yang digunakan oleh masyarakat
sebagai obat penyakit hati, seperti brotowali,
kembang merak, rebung bambu, mengkudu,
tomat,
jagung,
pepaya, cakar ayam,

2

gandarusa, daun sendok,
wortel,
lidah
buaya, akar kuning, temulawak dan kunyit.
Namun, masih sedikit diantara tumbuhan
tersebut yang telah dibuktikan secara ilmiah
kebenarannya.
Di Indonesia, penelitian mengenai
tanaman obat yang sering digunakan oleh
masyarakat sebagai obat hepatitis telah
banyak dilakukan. Misalnya, penelitian yang
dilakukan oleh Hardian (2008) terhadap
ekstrak sapogenin akar kuning (Arcangelisia
flava) dapat mencegah kerusakan hati mencit
yang diinduksi parasetamol. Penelitian Amalia
(2008) membuktikan daun ceplukan (Physalis
angulata
L.)
memiliki
aktivitas
hepatoprotektor terhadap hati mencit jantan
yang terinduksi parasetamol. Batubara (2003)
dan Adji (2004) berhasil membuktikan
aktivitas ekstrak saponin akar kuning sebagai
hepatoprotektor. Panjaitan (2008) menguji
aktivitas hepatoprotektor ekstrak akar pasak
bumi. Sulistiyani et al (2004) membuktikan
aktivitas hepatoproteksi ekstrak buah mahkota
dewa terhadap kerusakan hati tikus yang
diinduksi parasetamol.
Beberapa zat aktif yang telah berhasil
diisolasi dan terbukti memiliki aktivitas
hepatoprotektor adalah kurkumin dari
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhizol)
dan kunyit (Curcuma domestica). Selain itu,
filantin dari herba meniran (Phylanthus spp),
silymarin dari biji widuran (Silybum
marianum), aukobosida dari herba daun
sendok (Plantago mayor), minyak atsiri dari
bawang putih (Allium sativum), gingerol dari
rimpang
jahe
(Zingiber
officinalis),
wedelolakton dari herba urang-aring (Eclipta
alba), serta andrografolid dari herba sambiloto
(Andrographis paniculata) juga telah berhasil
diisolasi (Dalimartha 2005). Dilihat dari
strukturnya,
senyawa
yang
bersifat
hepatoprotektor meliputi senyawa golongan
fenil propanoid, kumarin, lignan, minyak
atsiri, terpenoid, saponin, flavonoid, alkaloid,
dan xantin (Patrick 1999).
Alang-alang (Imperata cylindrica)
Alang-alang merupakan tumbuhan yang
tergolong ke dalam marga Imperata, suku
Gramineae, dengan habitus semak. Di
beberapa daerah di Indonesia alang-alang
dikenal dengan nama ilalang. Alang-alang
merupakan tumbuhan menahun dengan tinggi
1 sampai 1.5 meter. Alang-alang tumbuh liar
di lahan terbuka atau sedikit terlindung,
seperti ladang atau perkebunan.Alang-alang
banyak terdapat di pulau jawa dengan
ketinggian tempat tumbuh dari 0-2700 mdpl

(Djauhariya dan Hernani 2009). Alang-alang
dapat mempengaruhi tanaman kultivasi lain
karena kebutuhan natrium yang relatif tinggi.
Alang-alang dapat menurunkan pH tanah.
Besarnya penurunan pH dan hambatan
terhadap proses nitritifikasi menunjukkan
korelasi positif dengan pertumbuhan alangalang (Santoso 1990).
Alang-alang sering dimanfaatkan secara
tradisional oleh masyarakat sebagai herbal.
Bagian alang-alang yang sering digunakan
sebagai obat adalah akar (rimpang). Akar
alang-alang secara tradisional sudah sering
digunakan sebagai obat-obatan tradisional,
diantaranya adalah sebagai obat pembersih
darah, radang ginjal akut, demam, batuk,
darah tinggi, sesak napas, muntah darah,
kencing nanah, mimisan, dan gangguan fungsi
hati (sakit kuning atau hepatitis) (Djauhariya
dan Hernani 2004). Bagian tumbuhan alangalang yang lain juga dapat digunakan sebagai
makanan hewan, bahan kertas, dan untuk
mengobati kurap (Heyne 1987).
Akar alang-alang memiliki banyak
kandungan senyawa bioaktif. Akar alangalang mengandung senyawa golongan sterol,
arundoin, fermenol, isoarborinol, katekol,
kumarat, asam asetat, asam malat, asam sitrat,
dan kalsium. Akar dan daun alang-alang
mengandung beberapa turunan flavonoid,
yaitu 3,4,7-trihidroksi flavon, 2,3-dihidroksi
kalkon, flavonol tersubstitusi, 6-hidroksi
flavanol. Fraksi etil asetat akar alang-alang
mengandung flavonoid yang termasuk ke
dalam golongan flavon, flavonol, tersubstitusi
pada 3-OH, isoflavon. Dalam fraksi air
terkandung flavonoid golongan flavon tanpa
OH bebas, flavon, flavonol tersubstitusi pada
3-OH, dan isoflavon (Mazlan 1993). Gambar
akar alang-alang yang telah dibersihkan
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Akar alang-alang.

3

Fisiologi dan Fungsi Hati
Hati merupakan organ tubuh yang besar,
berwarna coklat kemerah-merahan, dan
berbobot sekitar 1.4 kg pada manusia dewasa.
Organ ini terletak di dalam rongga perut
kanan atas, di bawah diafragma kanan, dan
dilindungi tulang iga kanan bawah. Hati
terbagi menjadi dua lobus, lobus kanan
besarnya enam kali bagian kirinya. Setiap
lobus terdiri atas ribuan lobulus yang
merupakan unit fungsional. Setiap lobulus
terdiri atas sel-sel hepatosit yang berbentuk
kubus dan tersusun melingkar mengelilingi
vena sentralis. Di antara lobulus (interlobular)
terdapat saluran empedu dan kapiler
(sinusoid) yang merupakan cabang vena porta
dan arteria hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel
Kupffer
yang
merupakan
sistem
retikuloendotelial dan mempunyai fungsi
serupa dengan sel makrofag (Stockham dan
Scott 2002).
Hati melakukan berbagai aktivitas
metabolik yang penting, seperti detoksifikasi,
sekresi, penyimpanan cadangan makanan,
hematologis, proteksi, dan juga berperan
dalam proses metabolisme biomolekul
(karbohidrat, lipid, asam amino, hormon dan
bilirubin). Pada metabolisme tubuh, hati
berperan dalam metabolisme karbohidrat,
protein, dan lipid yang dikirim oleh vena porta
setelah diabsorbsi dari usus. Hati dapat
mensintesis lebih dari 1000 protein plasma,
seperti albumin dan globulin secara de novo
dari asam amino esensial dan non esensial.
Hati juga dapat mensintesis asam lemak,
trigliserida,
kolesterol,
apolipoprotein,
lipoprotein, dan kolesterol ester dalam
fosfolipid. Beberapa bahan hasil metabolisme
ini dapat tersimpan dalam hati, seperti
glikogen, trigliserida, Fe, dan Cu.
Fungsi hati lainnya adalah detoksifikasi
toksin dan radikal bebas, yaitu melalui reaksi
konjugasi dengan beberapa senyawa yang
dihasilkan di dalam hati, seperti glutation,
asam glukoronat, glisin, dan asetat. Hati juga
berfungsi sebagai organ pertahanan tubuh,
yaitu dengan adanya sel Kupffer yang
mempunyai kemampuan fagositosis sel-sel
tua, partikel atau benda asing, sel tumor,
bakteri, virus, dan parasit di dalam hati. Hati
memiliki kapasitas cadangan yang besar, yaitu
hanya dengan 10% - 20% jaringan hati yang
masih berfungsi ternyata sudah cukup untuk
mempertahankan
hidup
pemiliknya
(Stockham dan Scott 2002).
Kemampuan regenerasi jaringan yang mati
cukup besar sehingga akan cepat digantikan
dengan yang baru (Dalimartha 2005). Hati

merupakan organ yang paling
sering
mengalami kerusakan. Ada dua alasan
mengapa hati mudah terkena racun dan
kemudian mengalami kerusakan. Alasan
pertama, hati menerima lebih dari 80% suplai
darah dari vena porta. Vena tersebut
membawa zat-zat toksik dari tumbuhan, fungi,
bakteri, logam mineral, dan zat-zat kimia lain
yang diserap di usus ke darah portal untuk
ditransportasikan
ke hati. Kedua, hati
menghasilkan enzim-enzim biotransformasi
untuk berbagai macam zat eksogen dan
endogen untuk dieliminasi di dalam tubuh.
Proses ini mungkin juga mengaktifkan
beberapa zat menjadi bentuk lebih toksik dan
dapat menyebabkan terjadinya perlukaan hati
(Casarett dan Doull’s 1986).
Parasetamol sebagai Hepatotoksin
Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat
menyebabkan gangguan pada jaringan hati.
Hepatotoksin mempunyai efek toksik terhadap
hati dengan dosis berlebihan atau dalam
jangka waktu yang lama. Hepatotoksin dapat
menyebabkan gangguan pada jaringan hati
tergantung pada dosis pemberian, interval
waktu pemberian yang singkat antara
pencernaan obat dan reaksi melawan, serta
kemampuan untuk menimbulkan perubahan
yang sama pada jaringan hati (Gibson 1991).
Berdasarkan mekanismenya terhadap
perusakan hati, hepatotoksin dibagi menjadi
dua macam, yaitu hepatotoksin intrinsik dan
ekstrinsik. Hepatotoksin intrinsik merupakan
hepatotoksin
yang
dapat
diprediksi,
tergantung pada dosis dan melibatkan
mayoritas individu yang menggunakan obat
dalam jumlah tertentu. Rentang waktu antara
mulainya dan timbulnya kerusakan hati sangat
bervariasi, dari beberapa jam sampai beberapa
minggu. Salah satu contohnya adalah
parasetamol yang menyebabkan nekrosis hati
yang dapat diprediksi pada pemberian over
dosis.
Hepatotoksin
ekstrinsik
atau
idiosinkratik merupakan hepatotoksim yang
tidak dapat diprediksi. Hepatotoksin ini terkait
dengan hipersensitivitas atau kelainan
metabolisme (Gibson 1991).
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol
merupakan obat yang berkhasiat analgetik
antipiretik
turunan
para
aminofenol.
Parasetamol bersifat aman jika dikonsumsi
pada dosis terapi, sedangkan pada dosis tinggi
dapat menyebabkan nekrosis pada hati tikus,
mencit, dan manusia. Parasetamol cepat
diserap secara sempurna oleh saluran
pencernaan dan tersebar ke seluruh cairan
tubuh. Biotransformasi parasetamol akan

4

terjadi di dalam hati. Sebagian besar akan
terkonjugasi dengan asam glukoronat dan
asam sulfat, sedangkan sisanya akan
dioksidasi oleh sistem P-450 mikrosomal
sehingga terbentuk metabolit N-asetil-pbenzokuinon
(NAPKI).
Senyawa
ini
merupakan bentuk peralihan yang bersifat
reaktif dan toksik, serta mudah bereaksi
dengan membran sel protein dan asam nukleat
sehingga dapat merusak sel (Casarett dan
Doull’s 1986). Parasetamol merupakan salah
satu obat yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat, dapat menyebabkan kerusakan
hati jika dikonsumsi 7.5 gram sekaligus, dan
pada pemakaian 15 gram sekaligus akan
menyebabkan nekrosis atau kematian sel hati.
Dosis parasetamol untuk merusak hati tikus
galur wistar adalah 750 mg/kg BB (Murugesh
et al. 2005).
Enzim Transaminase ALT dan AST
Sel hati mengandung enzim-enzim
transaminase dalam jumlah besar. Jika sel hati
mengalami kerusakan atau nekrosis, enzimenzim tersebut akan keluar dari sel hati
sehingga kadarnya akan meningkat di dalam
darah. Enzim yang dapat dijadikan indikator
kerusakan hati adalah alanin aminotransferase
(ALT) dan aspartat aminotransferase (AST).
Kedua enzim ini merupakan indikator terbaik
untuk mengidentifikasi kerusakan hati karena
peningkatan kedua enzim ini terjadi lebih
awal dan umumnya peningkatannya lebih
drastis dari enzim lainnya (Girindra 1989).
Enzim ALT atau disebut juga glutamat
piruvat transaminase (GPT) terdapat dalam
sel-sel jaringan tubuh tetapi enzim ini paling
banyak ditemukan di sel-sel hati dan terikat
dalam sitoplasma. Enzim ini berperan dalam
mengatalisis pemindahan gugus amino dari
alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk
asam glutamat dan asam piruvat. Enzim ALT
merupakan indikator terbaik dalam melihat
kerusakan hati karena bersifat khas dan
spesifik. Pada umumnya konsentrasi ALT
lebih tinggi dibandingkan konsentrasi AST
pada penyakit hati yang parah karena enzim
ALT proporsinya lebih banyak pada organ
hati dibandingkan organ tubuh lain (Kaplan
dan Pesce 1998).
Enzim AST atau disebut juga glutamat
oksaloasetat transaminase (GOT) merupakan
enzim
mitokondria
yang
berfungsi
mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus
amino dari asam aspartat ke asam αoksaloasetat membentuk asam glutamat dan
oksaloasetat. Enzim AST tidak spesifik
sebagai indikator disfungsi hati karena banyak

ditemukan pada otot rangka, pankreas, jantung
dan ginjal. Kadar enzim AST akan meningkat
apabila terjadi kerusakan sel yang akut seperti
nekrosis hepatoseluler seperti gangguan
fungsi hati dan saluran empedu, penyakit
jantung dan pembuluh darah, serta gangguan
fungsi ginjal dan pankreas (Kaplan & Pesce
1998).
Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut penting dilakukan untuk
mengetahui dosis yang aman digunakan oleh
manusia bagi pengobatan secara umum atau
pun pengobatan terhadap gangguan fungsi hati
secara khusus. Dosis aman perlu diketahui
karena mengingat adanya senyawa toksik
pada tumbuhan yang dapat menyebabkan
keracunan jika dikonsumsi melebihi takaran.
Toksisitas adalah suatu keadaan yang
menandakan adanya efek toksik atau racun
yang terdapat dalam suatu sediaan atau
campuran bahan. Uji toksisitas akut adalah uji
yang dilakukan untuk mengukur derajat efek
suatu senyawa yang diberikan pada hewan
coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan
pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan
dilakukan
hanya
satu
kali.
Tujuan
dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk
menentukan potensi ketoksikan akut dari
suatu senyawa dan untuk menentukan gejala
yang timbul pada hewan coba (Lu 1995).
Data yang dikumpulkan dalam uji
toksisitas akut adalah data kuantitatif berupa
kisaran dosis letal dan data kualitatif yang
berupa gejala klinis. Pada dasarnya tidak ada
satu hewan pun yang sempurna untuk uji
toksisitas akut yang nantinya akan digunakan
oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan
tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan
coba, yang lazim digunakan pada uji toksisitas
akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci,
babi, anjing, monyet. Pada awalnya,
pertimbangan dalam memilih hewan coba
hanya berdasarkan ketersediaan, harga, dan
kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring
perkembangan zaman, tipe metabolisme,
farmakokinetik, dan perbandingan catatan
atau sejarah avaibilitas juga ikut diperhatikan
dan dipertimbangkan. Hewan yang paling
sering digunakan adalah mencit dan tikus,
sedangkan untuk uji toksisitas akut dermal
hewan yang sering digunakan adalah kelinci
(Casarett dan Doull’s 1986).
Dosis letal 50 adalah suatu besaran yang
diturunkan secara statistik untuk menyatakan
dosis tunggal sesuatu senyawa yang
diperkirakan
dapat
mematikan
atau
menimbulkan efek toksik pada 50% hewan

5

coba setelah perlakuan. Dosis letal 50
merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering
digunakan untuk menyatakan kisaran dosis
letal.
Beberapa
faktor
yang
dapat
mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies,
galur, jenis kelamin, umur, berat badan,
kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba.
Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil,
yaitu meliputi waktu pemberian, suhu
lingkungan, kelembaban dan sirkulasi udara.
Selain itu, kesalahan manusia juga dapat
mempengaruhi hasil sehingga faktor-faktor ini
harus diperhatikan sebelum penelitian
dimulai. Casarett dan Doull’s (1986) membagi
tingkat ketoksikan akut per oral ke dalam
beberapa kelas seperti tertera pada Tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1 Kelas toksisitas per oral
Kelas
Super toksik
Ekstrem toksik
Sangat toksik
Cukup toksik
Sedikit toksik
Secara praktis nontoksik

LD50
(mg/Kg BB)
≤5
5-50
50-500
500-5000
5000-15000
>15000

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah akar alang-alang (Imperata
cylindrica), mencit (bobot badan 15-35 gram
dan usia 2 bulan), tikus jantan galur Wistar
(bobot badan 130-240 gram dan usia 2-3
bulan), pakan tikus, serbuk kayu, aquades,
etanol 70%, etanol 30%, alkohol medis,
kapas, alumunium foil, NaOH, H2SO4,
kloroform, amonia, perekasi Dragendorf,
pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, FeCl3,
pereaksi Lieberman Buchard, hematoksilineosin, parasetamol, curliv, buffer Tris pH 7.8,
L-aspartat,
2-oksoglutarat,
laktat
dehidrogenase, malat dehidrogenase, NADH,
dan L-alanin.
Alat-alat yang digunakan adalah oven,
blender, neraca analitik, neraca kasar, kertas
saring Whatman No. 1, pot plastik 20 cc dan
100 cc, rotavapor, tabung Effendorf, kandang
tikus, pisau bedah, gunting, pinset, pot plastik,
sarung tangan, masker, pipet mikro, sentrifus
mikro Beckman, syringe, sonde, kotak
pendingin, photometer 5030, dan alat-alat
gelas.

Metode
Ekstraksi Akar Alang-alang
Akar alang-alang dicuci sampai bersih,
kemudian diangin-anginkan di udara terbuka.
Pengeringan selanjutnya dalam oven pada
suhu 40°C lalu dibuat serbuk dengan
penggilingan. Serbuk kering akar alang-alang
sebanyak 1 kg diekstraksi menggunakan 7 L
pelarut etanol 70% secara maserasi selama 2
hari dengan sesekali dilakukan pengadukan.
Hasil maserasi disaring dengan kertas
Whatmann No. 1 (sambil dilakukan
penyedotan dengan pompa vakum) dan
filtratnya ditampung dalam wadah plastik.
Perlakuan maserasi diulang hingga 2 kali
dengan menggunakan pelarut yang sama.
Hasil maserasi dipekatkan dengan rotavapor
hingga didapat ekstrak yang kental. Ekstrak
kemudian diukur berat bersihnya.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2
mL etanol 30% sampai terendam lalu
dipanaskan. Filtratnya dibagi 2, yang satu
ditambah NaOH sebanyak 3 tetes 10% (b/v)
dan filtrat satunya lagi ditambahkan H2SO4
sebanyak 3 tetes. Terbentuknya warna merah
karena penambahan NaOH menunjukkan
adanya senyawa fenolik
hidrokuinon,
sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya flavonoid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mL kloroform
ditambah dengan ekstrak sampel 0.1 g dan
beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform
dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes
H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil kemudian
ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf 3
tetes, Meyer sebanyak 3 tetes, dan Wagner
sebanyak 3 tetes. Adanya alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan merah oleh
pereaksi Dragendorf, endapan putih oleh
pereaksi Meyer, dan endapan coklat oleh
pereaksi Wagner.
Uji Tanin. Sebanyak 1 g serbuk bahan
ditambah 10 mL akuades kemudian
dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin,
campuran disaring dan filtratnya ditambah
FeCl3 1% sebanyak 5 mL (b/v). Warna biru
tua atau hitam menunjukkan adanya tanin.
Uji Saponin. Ekstrak sampel sebanyak 0.1
g ditambah akuades 5 mL dan dipanaskan
selama 5 menit. Larutan tersebut didinginkan

6

kemudian dikocok. Timbulnya busa selama ±
10 menit menunjukkan adanya saponin.
Uji Triperpenoid dan Steroid. Ekstrak
sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol
30% kemudian dipanaskan dan disaring.
Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan
eter sebanyak 1 mL. Lapisan eter ditambah
dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes
asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2S04
pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Uji Toksisitas Akut (OEDC 200I)
Mencit percobaan diadaptasikan selama
satu minggu di kandang biokimia dan
ditimbang bobot badan 3 hari sekali. Dalam
penentuan LD50 akan digunakan 5 kelompok
dosis ( 10 mencit/kelompok), yaitu 2000,
5000, 10000, 15000, dan 20000 mg/kg BB.
Satu kelompok lainnya sebagai kontrol dan
hanya akan dicekok akuades. Semua hewan
pada setiap kelompok hanya menerima
ekstrak satu kali untuk setiap dosis yang telah
ditentukan (dosis tunggal), lalu hewan diamati
dan dicatat tingkat kematiannya pada 24 jam
pertama untuk menentukan kisaran dosis yang
tidak menimbulkan kematian dan dosis yang
menimbulkan kematian guna memperoleh
LD50. Pengamatan dilanjutkan hingga hari ke
14, pengamatan meliputi gejala klinis seperti
nafsu makan, bobot badan, serta tingkah laku.
Perlakuan Hewan Coba dan Rancangan
Percobaan (Singh dan Gupta 2011)
Tikus yang digunakan adalah tikus wistar
berkelamin jantan berusia 2-3 bulan dengan
bobot
badan 130-240
gram.
Tikus
diadaptasikan selama satu bulan untuk
menyeragamkan pola hidup dan mencegah
terjadinya stres. Selama masa adaptasi tikus
diberi pakan standar dan minum secara adlibitum. Tikus dikelompokkan menjadi 6
kelompok dan masing-masing kelompok
terdiri atas 5 ekor.Perlakuan dilakukan selama
14 hari.
Tikus kelompok I merupakan kontrol
normal yang diberi akuades dan pakan
normal. Tikus kelompok II merupakan kontrol
negatif yang diberi parasetamol 750 mg/Kg
BB dari hari ke-1 hingga hari ke-14.
Kelompok III merupakan kontrol positif yang
diberi curliv-plus® 80 mg/Kg BB dan
parasetamol 750 mg/Kg BB dari hari ke-1
hingga 14. Kelompok IV, V, VI merupakan
kelompok yang akan diberi ekstrak etanol
akar alang-alang dengan dosis 250, 500, dan

750 mg/Kg BB dan parasetamol 750 mg/Kg
BB. Kelompok III, IV, V, dan VI akan
dicekok parasetamol 4 jam setelah pemberian
curliv-plus® dan ekstrak etanol akar alangalang. Pengambilan darah untuk analisis kadar
ALT dan AST dilakukan 24 jam setelah
pemberian dosis terakhir. Tikus selanjutnya
dinekropsi untuk diambil hatinya.
Pengukuran Kadar ALT dan AST (IFCC
2002)
Prinsip pengukuran aktivitas ALT dan
AST adalah mengukur laju berkurangnya
jumlah NADH menjadi NAD+ pada reaksi
yang terjadi antara enzim dan substrat yang
dapat diukur pada panjang gelombang 340
nm. Sampel darah tikus disentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
mendapatkan serumnya. Setelah itu, dilakukan
analisis kadar ALT dan AST. Sebanyak 100
µl serum darah tikus dicampur dengan 1000
µl reagen, kemudian diukur serapannya
dengan menggunakan photometer pada
panjang gelombang 340 nm.
Pengukuran aktivitas kedua enzim tersebut
dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja
reagen yang digunakan berbeda. Reagen yang
digunakan
dalam
pengukuran
AST
mengandung buffer Tris pH 7.8 (80 mmol/L),
L-aspartat (240 mmol/L), 2-oksoglutarat (12
mmol/L), laktat dehidrogenase (600 U/L),
malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH
(0.18 mmol/L). Sedangkan pereaksi yang
digunakan
dalam
pengukuran
ALT
mengandung buffer Tris (100 mmol/L),Lalanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15
mmol/L), laktat dehidrogenase (1200 U/L),
dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis data
Analisis statistik terhadap kadar enzim
ALT
dan
AST
dilakukan
dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL),
yaitu uji analysis of varian (ANOVA) dan uji
lanjutan uji Duncan pada tingkat kepercayaan
95% dan taraf α=0.05. Seluruh data tersebut
dianalisis menggunakan program perangkat
lunak statistical analysis system (SAS).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Rendemen ekstrak etanol 70% akar alangalang setelah dipekatkan dengan vacuum
rotavapor adalah 12,48%. Penelitian yang
dilakukan oleh Chunlaratthanaphorn et al.
(2007) menunjukkan bahwa ekstraksi

7

menggunakan air mempunyai rendemen
empat kali lebih besar, 50.86%. Perbedaan
rendemen ekstrak ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor seperti pelarut dan metode
ekstraksi yang digunakan.
Setiap pelarut memiliki tingkat kepolaran
yang berbeda-beda yang akan menentukan
selektivitas dalam mengekstrak komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada akar
alang-alang. Nilai rendemen ekstraksi ekstrak
yang dihasilkan akan menunjukkan sifat
kepolaran suatu komponen bioaktif yang
terekstrak oleh pelarut yang digunakan. Selain
itu,
metode
ekstraksi
juga
sangat
mempengaruhi nilai rendemen ekstraksi yang
digunakan. Ekstraksi dengan cara maserasi
tanpa pemanasan akan menghasilkan nilai
rendemen ekstraksi yang lebih rendah
dibandingkan
maserasi
dengan
cara
pemanasan. Ekstraksi dengan cara pemanasan
akan
meningkatkan kelarutan ekstrak
sehingga bahan yang terekstrak akan lebih
banyak
dibandingkan
ekstraksi
tanpa
pemanasan (Pambayun et al 2007).
Tabel 2 menunjukkan hasil uji fitokimia
ekstrak etanol akar alang-alang. Berdasarkan
hasil tersebut, ekstrak etanol akar alang-alang
mengandung alkaloid dan triterpenoid.
Seniwaty et al (2009) melaporkan bahwa akar
alang-alang mengandung alkaloid, flavonoid,
saponin, dan triterpenoid. Pada ekstrak etanol
70% tidak ditemukan senyawa flavonoid
seperti yang dilaporkan pada penelitian
sebelumnya. Perbedaan hasil uji fitokimia ini
dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut yang
digunakan. Senyawa flavonoid merupakan
senyawa yang bersifat polar dan kelarutannya
sangat baik pada pelarut air dibandingkan
pelarut etanol yang polaritasnya lebih rendah
dibandingkan dengan air (Tiwari et al. 2011).
Senyawa-senyawa
fitokimia
yang
terkandung dalam tanaman diduga memiliki
efek
sinergisme
terhadap
aktivitas
farmakologi yang ditimbulkan oleh tanaman
(Vaghasiya et al. 2011). Senyawa alkaloid dan
triterpenoid yang terkandung dalam akar
alang-alang ini diharapkan dapat memberikan
aktivitas farmakologi, salah satunya sebagai
hepatoprotektor.
Alkaloid
dilaporkan
memiliki kemampuan antioksidan terkait
kemampuannya dalam menangkap senyawa
radikal bebas (Benabdesselam et al. 2003)
sedangkan triterpenoid dilaporkan memiliki
aktivitas antioksidan (Topcu et al. 2007).
Aktivitas antioksidan dan kemampuan dalam
menangkap radikal bebas ini sangat berkaitan
dengan mekanisme hepatoprotektor yang
mungkin ditimbulkan oleh kedua senyawa ini.

Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Senyawa Fitokimia
Hasil Uji
Alkaloid
++
Tanin
Saponin
Flavonoid
Steroid
Triterpenoid
+++
Keterangan:
+: sedikit terdeteksi, ++:terdeteksi sedang,
+++:terdeteksi banyak, -:tidak terdeteksi.
Toksisitas Akut
Pemberian dosis tunggal 2000, 5000,
10000, 15000, dan 20000 mg/Kg BB tidak
menyebabkan kematian pada mencit setelah
24 jam pengamatan. Pengamatan bobot badan,
setelah perlakuan tidak menunjukkan adanya
gejala-gejala toksik yang timbul pada hewan
uji. Bobot badan mencit pada
semua
kelompok mengalami peningkatan (Tabel 3).
Peningkatan ini menunjukkan bahwa ekstrak
etanol akar alang-alang tidak toksik setelah
pemberian dosis tertinggi, yaitu 20000 mg/Kg
BB. Nilai LD50 tidak dapat ditentukan karena
hingga dosis terbesar, yaitu 20000 mg/Kg BB,
tidak menyebabkan kematian pada mencit.
Meskipun LD50 tidak dapat ditentukan melalui
penelitian ini, namun dapat dikatakan bahwa
ekstrak etanol akar alang-alang praktis
nontoksik berdasarkan klasifikasi toksisitas
(Tabel 1).
Berdasarkan uji histopatologi, pemberian
dosis 20000 mg/Kg BB menyebabkan
nekrosis pada hati mencit, sedangkan
pemberian dosis di bawah 20000 mg/Kg BB
tidak menyebabkan perubahan yang signifikan
terhadap sel hati mencit (Gambar 1). Nekrosis
adalah kematian sel akibat perlukaan jaringan
yang didahului dengan kerusakan sel-sel hati,
gangguan integritas membran plasma,
keluarnya isi sel, dan timbulnya respon
inflamasi yang menyebabkan banyak sel mati.
Ciri-ciri nekrosis adalah tampaknya fragmen
sel disertai reaksi radang.
Tabel 3 Bobot badan mencit pada uji
toksisitas akut ekstrak etanol akar alang-alang.
Dosis
Bobot Badan (gram)
(mg/Kg
H-0
H-7
H-14
BB)
Kontrol 29.7±4.56 30.8±4.71 31.3±4.50
2000
28.2±2.90 29.6±3.69 30.8±3.33
5000
27.9±3.14 28.8±2.78 29.9±2.77
10000
32.1±4.56 33.3±4.72 34.1±5.04
15000
30.5±4.86 31.8±4.92 33.0±5.23
20000
30.2±4.08 31.3±4.36 31.0±4.03

8

a

b

c

Nekrosis
d
e
f
Gambar 2 Gambaran histopatologi organ hati mencit. Keterangan: a) kelompok normal, b) dosis
2000 mg/kg BB, c) dosis 5000 mg/kg BB, d) dosis 10000 mg/kg BB,
e) Dosis 15000 mg/kg BB, f) dosis 20000mg/kg BB.

Uji Aktivitas ALT dan AST
Hasil uji in vivo menunjukkan ekstrak
etanol akar alang-alang dosis 750 mg/Kg BB
mampu memberikan perlindungan terhadap
hati tikus Wistar dari kerusakan akibat
parasetamol dengan jumlah enzim ALT dan
AST yang lebih rendah dibandingkan
kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang
lainnya (Tabel 4). Jumlah enzim ALT dan
AST ini digunakan sebagai parameter
kerusakan yang terjadi pada organ hati akibat
induksi senyawa hepatotoksik parasetamol.
Jumlah enzim ALT dan AST kelompok
perlakuan dosis ini bahkan lebih kecil
dibandingkan jumlah enzim ALT dan AST
kelompok normal yang diinduksi curliv (obat
yang memberikan aktivitas hepatoprotektor).
Jumlah enzim ALT kelompok tikus yang
mendapatkan ekstrak etanol 70% dosis 750
mg/Kg BB adalah sebesar 222.2±109.8 U/L.
Jumlah enzim ALT ini lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok perlakuan
dosis 500 mg/kg BB, dosis 250 mg/kg BB,
kelompok kontrol positif, dan kelompok
kontrol negatif dengan jumlah enzim ALT
masing-masing
sebesar
517.40±367.57,
558.4±321.20,
491.20±206.76,
dan
555.6±92.40 U/L (Tabel 4). Berdasarkan hasil
uji statistik Duncan, kelompok perlakuan
dosis 750 mg/kg BB tidak berbeda nyata
dengan kelompok normal dengan nilai ALT

68.6±19.05 U/L (Tabel4). Sementara itu,
kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB dan
250 mg/kg BB berbeda nyata dengan
kelompok perlakuan 750 mg/kg BB dan
kelompok normal, serta tidak berbeda nyata
dengan kelompok kontrol negatif. Hasil uji
statistik ini menunjukkan bahwa kelompok
perlakuan dosis 750 mg/kg BB memberikan
mempunyai efek hepatoprotektor seperti yang
terjadi pada kelompok normal, sedangkan
kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB dan
250 mg/kg BB tidak memberikan efek
hepatoprotektor seperti yang terjadi pada
kelompok kontrol negatif.
Hasil uji AST juga menunjukkan
kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang
dosis 750 mg/kg BB memiliki jumlah enzim
AST yang lebih kecil dibandingkan kelompok
perlakuan dosis 250 mg/kg BB, dosis 500
mg/kg BB, kelompok kontrol positif, dan
kelompok kontrol negatif dengan jumlah
enzim
AST
masing-masing
sebesar
509.6±159.29, 527.8±356.96, 576.4±206.13,
dan 595±276.62 U/L, tetapi masih lebih besar
dibandingkan kelompok normal yaitu sebesar
221.2±91.25U/L (Tabel 4). Hasil uji statistik
jumlah enzim AST ini berbeda dengan hasil
uji statistik pada pengukuran jumlah enzim
ALT. Pada pengukuran jumlah enzim AST,
semua kelompok perlakuan, kelompok kontrol
positif,dan kontrol negatif menghasilkan hasil

9

uji yang berbeda nyata dengan kelompok
normal. Namun, secara deskriftif kelompok
perlakuan dosis 750 mg/kg BB merupakan
dosis yang paling baik dibandingkan dengan
semua kelompok perlakuan lainnya karena
jumlah enzim AST nya paling kecil.
Jumlah Enzim ALT dan AST semua
kelompok berada di luar batas normal (Tabel
4). Jumlah AST normal pada tikus Wistar
adalah 45.7-80.8 U/l, sedangkan jumlah ALT
normal adalah 12-45 U/L (Girindra 1989).
Tingginya jumlah enzim ALT dan AST pada
semua kelompok diduga diakibatkan oleh
stres pada saat pengambilan darah. Stres
oksidatif dapat menyebabkan penurunan kadar
superoksida dismutase dan peningkatan
pembentukan radikal bebas reactive oxygen
species (ROS) sehingga enzim-enzim tertentu
seperti ALT dan AST keluar dari membran sel
ke darah (Levent et al. 2006). Selain itu,
faktor stres ketika pengambilan darah juga
mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf
simpatik perifer yang berhubungan dengan
aktivitas otot rangka sehingga meningkatkan
aktivitas AST (Arakawa et al. 1996).
Walaupun semua kelompok menghasilkan
jumlah enzim ALT dan AST diluar batas
normal, tetapi secara statistik kelompok
perlakuan ekstrak akar alang-alang dosis 750
mg/kg BB memiliki aktivitas hepatoprotektor
dibandingkan dengan kelompok normal.
Aktivitas
hepatoprotektor
yang
ditimbulkan oleh kelompok perlakuan ekstrak
alang-alang dosis 750 mg/kg BB diduga
diakibatkan oleh senyawa-senyawa fitokimia
yang terdapat pada ekstrak akar alang-alang,
yaitu alkaloid dan triterpenoid (tabel 2).
Senyawa-senyawa fitokimia ini mampu
memberikan perlindungan terhadap hati tikus
yang terpapar oleh senyawa hepatotoksik
parasetamol. Senyawa alkaloid dilaporkan
dapat dapat mencegah kenaikan jumlah enzim
ALT dan AST karena kemampuannya dalam
menangkap senyawa radikal bebas. Senyawa
radikal bebas ini dapat menyerang sel-sel hati
sehingga terjadi kerusakan pada sel hati yang
mengakibatkan enzim-enzim yang terdapat di
hati keluar dari dalam hati dan masuk ke
dalam darah (Benabdesselam et al. 2007).
Senyawa triterpenoid yang terdapat di
dalam ekstrak akar alang-alang juga diduga
memberikan efek hepatoprotektor. Senyawasenyawa golongan triterpenoid diketahui
memiliki aktivitas biologis tertentu, seperti
antijamur, antibakteri, antivirus, antidiabetes,
dan heaptoprotektor (Robinson 1995).
Senyawa-senyawa golongan triterpenoid yang
terkandung pada akar alang-alang diantaranya

adalah
arundoin,
cylindrin,
fernenlo,
isoarbinol, dan simiarenol (Nishimoto et al.
1968). Aktivitas hepatoprotektor senyawa
golongan triterpenoid berkaitan dengan
kemampuannya dalam memelihara stabilitas
membran sel hati dan sebagai antioksidan
sehingga memungkinkan senyawa ini
berperan sebagai penangkap radikal bebas.
Sementara itu, semua kelompok perlakuan
ekstrak akar alang-alang lainnya (dosis 500
mg/kg BB dan 250 mg/kg BB), kelompok
kontrol positif, dan kontrol negatif
menghasilkan jumlah enzim ALT dan AST
yang lebih besar dibandingkan kelompok
normal dan secara statistik nilainya berbeda
nyata dengan kelompok normal. Hal ini
menunjukkan
tidak
ada
aktivitas
hepatoprotektor yang ditimbulkan oleh
kelompok perlakuan ini. Pada kelompok
perlakuan ekstrak akar alang-alang (dosis 500
mg/kg BB dan 250 mg/kg BB), tingginya
kadar ALT dan AST diduga karena dosis yang
digunakan terlalu kecil sehingga yang
mengakibatkan
kurangnya
mekanisme
perlindungan terhadap hati tikus untuk
mengatasi radikal bebas berlebih dari
parasetamol. Hal yang sama juga terjadi pada
kelompok kontrol positif yang diinduksi
curliv. Curliv yang mengandung senyawa
hepatoprotektor curcuma dan sylimarin (He et
al 2009) tidak mampu melindungi hati mencit
akibat induksi senyawa parasetamol. Dosis
curliv yang digunakan sebagai kontrol positif
mungkin terlalu kecil sehingga perusakan hati
yang terus berlangsung tidak diimbangi oleh
mekanisme pertahanan senyawa bioaktif
dalam curliv dalam mengatasi radikal bebas
akibat paparan senyawa parasetamol.
Tabel 4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol
akar alang-alang tehadap aktivitas ALT dan
AST
Kelompok
ALT
AST
I
68.6±19.05c
221.2±91.25b
II
555.6±92.40a
660.0±54.06a
ab
III
491.2±206.76
576.4±206.13a
a
IV
558.4±321.20
595±276.62a
ab
V
517.4±367.57
527.8±356.96a
cb
VI
222.2±109.89
509.6±159.29a
Keterangan :
 I (normal), II (kontrol negatif), III
(kontrol positif), IV (250 mg/Kg
BB), V(500 mg/Kg BB), VI (750
mg/Kg BB).
 Huruf berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan nilai berbeda
nyata (P

Dokumen yang terkait

Introduksi Stilo Townsville (Stylosanthes humilis) di Komunitas Alang-alang (Imperata cylindrica)

0 9 104

Introduksi Stilo Townsville (Stylosanthes humilis) di Komunitas Alang alang (Imperata cylindrica)

0 6 94

Ekstraksi dan Analisis Kimia Ekstrak Akar Rimpang Alang-Alang (Imperata cylindrica (L.) Beauv) (Extraction and chemical analysis of rhizome extract of alang-alang (Imperata cylindrica (L.) Beauv)).

0 7 4

Potensi Alelopati Akar Rimpang Alang-Alang(Imperata cylindrica (L.) Beauv) terhadap Mimosa pudica(Allelopathic potential of rhizome of alang-alang (Imperata cylindrica (L.) Beauv) on Mimosa pudica).

0 0 3

PENGARUH EKSTRAK ALANG-ALANG (Imperata cylindrica(L.) Beauv) TERHADAP LARVA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura Fabricius) (The effect of alang-alang extract (Imperata cylindrica (L.) Beauv) on armyworm (Spodoptera litura Fabricius)).

0 1 4

Efek Alang-Alang (Imperata cylindrica (L.)P.Beauv) Terhadap Penurunan Tekanan Darah.

2 4 21

Efek Kapsul Serbuk Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica Beauv.) Terhadap Tekanan Darah Pada Laki-Laki Dewasa.

0 0 27

Kandungan Total Polifenol dan Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Metanol Akar Imperata cylindrica (L) Beauv. (Alang-alang) - Total Polyphenol Content and Antioxidant Activity of Methanol Extract of Imperata cylindrica (L) Beauv. (Alang-alang) Root.

0 6 13

Kandungan Total Polifenol dan Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Metanol Akar Imperata cylindrica (L) Beauv. (Alang-alang) | Dhianawaty | Majalah Kedokteran Bandung 398 1304 1 PB

0 0 5

Uji Efek Diuretika Infusa Akar Alang-Alang 75 (Imperata Cylindrica Beauy) Pada Marmut Jantan - Ubaya Repository

3 7 1