The Analyse of Oil Palm Productivity Prediction Using Anomaly of Sea Surface Temperature at Nino-3,4

ANALISIS PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN ANOMALI SUHU MUKA LAUT
DI NINO-3,4

NUZUL HIJRI DARLAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam tesis saya berjudul:
ANALISIS PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN
ANOMALI SUHU MUKA LAUT DI NINO-3,4
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan
Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program studi manapun di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.


Bogor, Agustus 2011

Nuzul Hijri Darlan
NRP. G25108001

ABSTRACT
Nuzul Hijri Darlan. The Analyse of Oil Palm Productivity Prediction Using
Anomaly of Sea Surface Temperature at Nino-3,4. Supervised by RIZALDI
BOER and HASRIL HASAN SIREGAR.
Yield variability of oil palm (fresh fruit bunch, FFB) is determined by
interaction between genetics, ages, environmental (soil and climate), and technical
culture factors. Climate factor may explain most of the yield variability if other
factors are not very variable. One of the main climate factors affecting the yield
of palm oil in Indonesia is rainfall. This study was conducted to evaluate impact
of rainfall variability on production of palm oil in 26 big plantations in Sumatra
Island with assumption that conditions of non-climatic factors such as varieties
(genetic), technical culture is relatively homogenous. As many studies suggest
that rainfall variability in Indonesia is strongly influenced by ENSO phenomenon,
we analyse the potential use of ENSO index (based on anomaly of sea surface

temperature/ASST at Nino-3,4) to predict palm oil yield in the plantations. The
prediction models was developed using a number of steps. First is to remove the
effect of age and seasonality of palm oil yield from the data series using non linear
equation and Fourier regression (called as detrended yield). Second is to develop
relationship between the anomaly of the detrended yield and anomaly of ASST in
region 3,4. Third is to construct model to predict palm oil production in the
plantation using stochastic spreadsheet based on equations developed in the
previous steps. The result of analysis showed that the non-linear function can
explain well the relationship between yield and age. The model could explain
between 60% and 90% of the variability of palm oil production across the 26
plantations. Furthermore, the study suggests that the ENSO impact on yield
variability was only significant in seven plantations located in areas that have
south moonsonal rainfall type (South part of Sumatra such as part of Jambi,
Lampung and South Sumatra). It was found that the ASST in region 3,4 is
potential to be used for predicting production of palm oil in the seven plantations.
The result of validation showed that there is no significant different between
observed and predicted data (tvalue < ttable; α=1%).
Keywords : oil palm productivity, anomaly of sea surface temperature, ENSO

RINGKASAN

Nuzul Hijri Darlan. Analisis Prediksi Produksi Kelapa Sawit Menggunakan
Anomali Suhu Muka Laut di Nino-3,4. Dibimbing oleh RIZALDI BOER dan
HASRIL HASAN SIREGAR.
Produktivitas kelapa sawit (tandan buah segar, TBS) merupakan fungsi
dari faktor genetik, umur, lingkungan (tanah dan iklim), dan kultur teknis (seperti
pemupukan). Genetik bahan tanaman dapat diasumsikan homogen dan kultur
teknis dilakukan optimal, sehingga keragaman produksi dapat dijelaskan oleh
kondisi iklim dan umur. Kondisi iklim yang paling mempengaruhi produktivitas
tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah curah hujan. Penelitian ini dilakukan
untuk mengevaluasi pengaruh dari keragaman curah hujan terhadap produktivitas
tanaman kelapa sawit pada 26 perkebunan di Pulau Sumatera dengan asumsi
bahwa kondisi dari kondisi non-iklim seperti genetik tanaman dan kultur teknis
relatif seragam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keragaman curah hujan
di Indonesia diperngaruhi kuat oleh fenomena ENSO, sehingga akan dianalisis
potensi untuk pemanfaatan indeks ENSO (anomali SST di Nino-3,4) untuk
memprediksi produktivitas tanaman kelapa sawit di perkebunan. Model prediksi
disusun dalam beberapa tahap.Yang pertama yaitu untuk menghilangkan pengaruh
umur dan musiman produktivitas kelapa sawit dari data produktivitas dengan
menggunakan persamaan non linier dan regresi Fourier. Yang kedua yaitu
menghubungkan antara sisaan dari persamaan sebelumnya dengan anomali SST.

Yang ketiga yaitu membangun model untuk memprediksi produktivitas tanaman
kelapa sawit di perkebunan dengan menggunakan stochastic spreadsheet
berdasarkan persamaan yang telah disusun sebelumnya. Hasil analisis
menunjukkan bahwa fungsi non-linear dapat menjelaskan dengan baik hubungan
antara produktivitas dengan umur (tahunan). Model dapat menjelaskan keragaman
produktivitas kelapa sawit hingga 60% - 90% pada 26 kebun yang diamati.
Selanjutnya, penelitian menunjukkan bahwa pengaruh ENSO terhadap keragaman
produktivitas kelapa sawit hanya signifikan pada tujuh perkebunan yang terdapat
di area yang mempunyai tipe hujan monsoonal selatan (bagian selatan Sumatera
seperti sebagian Jambi, Lampung dan Sumatera Selatan). Dan juga diketahui
bahwa anomali SST berpotensi untuk digunakan dalam memprediksi produktvitas
kelapa sawit di tujuh perkebunan. Hasil validasi menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara data produktivitas aktual dan data
produktivitas hasil simulasi (tvalue < ttable; α=1%).
Kata kunci: produktivitas kelapa sawit, anomali suhu muka laut, ENSO

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang – Undang No. 19 Tahun 2002
(Pasal 15):
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber
a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ANALISIS PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN ANOMALI SUHU MUKA LAUT
DI NINO-3,4

NUZUL HIJRI DARLAN


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul penelitian

: Analisis Prediksi Produksi Kelapa Sawit Menggunakan
Anomali Suhu Muka Laut di Nino-3,4

Nama

: Nuzul Hijri Darlan


NIM

: G251080011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc.
Ketua

Dr. Hasril Hasan Siregar, M.Si.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Klimatologi Terapan

Prof. Dr. Ir. Handoko, M.S.
NIP. 19591130 198303 1 003


Tanggal disetujui:

Dekan

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
NIP. 19650814 1999002 1 001

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 30 Juli 1980 di Medan, Sumatera Utara sebagai
anak keempat dari Bapak dr. H. Darlan Djali Chan, Sp.S dan Ibu Hj. Roswita
Yetti. Pada 2 Juli 2005 penulis menikah dengan Tito Sucipto, S.Hut, M.Si, putra
dari Bapak Soesanto dan Ibu Rajiyah. Sampai saat ini mempunyai dua orang
putra-putri bernama Radith Jatinindra Muhtadin Genth dan Rania Syamsa
Citrariny Genth.
Penulis memperoleh pendidikan dasar – atas di SD Perguruan Nasional
Khalsa, SMP Negeri 1, dan SMU Negeri 1 Medan hingga lulus pada tahun 1998.
Pada tahun 1998 diterima menjadi mahasiswi Program Sarjana (Strata 1) di
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus
Sarjana pada awal 2003.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar

sebagai

mahasiswi Program

Pascasarjana IPB untuk program Magister Sains (S-2) pada program studi
Klimatologi Terapan. Selama mengikuti pendidikan dan penelitian pada Program
Pascasarjana IPB, penulis mendapat beasiswa dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Medan.
Pada tahun 2003 hingga saat ini menjadi staf peneliti di Kelompok Peneliti
Ilmu Tanah dan Agronomi di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Selain itu,
penulis adalah anggota Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dan Perhimpunan
Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI), serta berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan yang berkaitan bidang Meteorologi, Klimatologi, dan
Perkebunan.

PRAKATA
Segala puji dan syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga
penelitian dan tesis sebagai syarat penyelesaian program Magister Sains ini dapat

diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan
penghargaan yang tinggi kepada: Bapak Prof. Dr. Rizaldi Boer, M.Sc dan Bapak
Dr. Hasril Hasan Siregar, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak membantu,
membimbing, dan mengarahkan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan
tesis ini. Terima kasih kepada Ibu Dr Rini Hidayati, M.Si sebagai penguji luar
komisi pada ujian tesis. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan kepada
Direktur dan manajemen Pusat Penelitian Kelapa Sawit atas kesempatan
pendidikan, beasiswa, dukungan, dan segala bantuan moril yang telah diberikan.
Terima kasih kepada teman-teman di Kelti Ilmu Tanah dan Agronomi, khususnya
Dedy Waskito yang telah membantu dalam GIS, sahabat di program studi
Klimatologi Terapan (Reny, Marjuki, dan Risyanto), dan sahabat peneliti di PPKS
(Eka Listia, Henny Lydiasari, Ratnawati Nurkhoiry). Terima kasih juga
disampaikan kepada suamiku Tito Sucipto, buah hatiku Radith Jatinindra
Muhtadin Genth dan Rania Syamsa Citrariny Genth, orang tua di Medan dan
Banjarsari serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi, kemudahan, dan
manfaat bagi pengusaha kelapa sawit khususnya dan bagi masyarakat luas
umumnya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, karenanya tidak
menutup kemungkinan adanya perbaikan. Kritik, saran dan masukan pemikiran

yang konstruktif untuk menyempurnakan hasil penelitian ini sangat dihargai.
Bogor, Agustus 2011
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang .........................................................................................
Perumusan Masalah .................................................................................
Tujuan ......................................................................................................
Manfaat ....................................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................

1
3
4
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Produktivitas Kelapa Sawit .................. 7
Faktor Lingkungan Tanaman Kelapa Sawit ..............................................11
Suhu Muka Laut .......................................................................................18
Model Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit .............................................22
METODOLOGI
Waktu dan Tempat ...................................................................................27
Alat dan Bahan .........................................................................................27
Metode Penelitian .....................................................................................28
Analisis Data Penelitian ......................................................................... . 28
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Fungsi Produksi Menurut Umur ............................................35
Identifikasi Hubungan Produksi Kelapa Sawit dengan Anomali SST ........42
Pendugaan Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Anomali SST .................44
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... . 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... . 55
LAMPIRAN .................................................................................................. . 59

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi, dan ekspor kelapa sawit
Indonesia pada 1968 - 2010 .............................................................. 1
Tabel 2. Kriteria defisit air dan dampaknya pada tanaman kelapa sawit ........... 17
Tabel 3. Model pendugaan produksi TBS menurut umur tanaman .................. 36
Tabel 4. Persamaan Fourier yang digunakan dalam model per tahun tanam .... 47
Tabel 5. Persamaan penduga ASST dan galat (ε3-1) yang digunakan dalam
model per tahun tanam ..................................................................... 49

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1.

Diagram perkembangan bunga kelapa sawit .................................. 7

Gambar 2.

Pembagian wilayah Nino di Samudera Pasifik .............................. 19

Gambar 3.

Pembagian wilayah klimatologi di Indonesia berdasarkan
pengaruh ENSO ........................................................................... 20

Gambar 4.

Ilustrasi fenomena Dipol Mod (IOD) dan dampaknya untuk
Indonesia ...................................................................................... 22

Gambar 5.

Flow chart untuk rancang bangun analisis prediksi produksi
kelapa sawit menggunakan anomali SST ...................................... 23

Gambar 6.

Peta sebaran kebun pengamatan berdasarkan R2 hasil simulasi
produksi berdasar umur dan batas wilayah Monsoonal Selatan ..... 37

Gambar 7.

Perbandingan sebaran produksi TBS observasi dan simulasi
menurut fungsi umur tanaman di provinsi Sumatera Utara ............ 38

Gambar 8.

Perbandingan sebaran produksi TBS observasi dan simulasi
menurut fungsi umur tanaman di provinsi Riau ............................. 39

Gambar 9.

Perbandingan sebaran produksi TBS observasi dan simulasi
menurut fungsi umur tanaman di provinsi Sumatera Barat dan
Jambi ............................................................................................ 40

Gambar 10. Perbandingan sebaran produksi TBS observasi dan simulasi
menurut fungsi umur tanaman di provinsi Sumatera Selatan dan
Lampung ...................................................................................... 40
Gambar 11. Kondisi topografi areal kelapa sawit di kebun Sei Meranti ............ 41
Gambar 12. Peta sebaran kebun yang diamati di Sumatera yang termasuk ke
dalam wilayah Monsoonal Selatan ................................................ 43
Gambar 13. Hubungan antara sisaan model berdasar umur dengan anomali
SST lag-1 tahun ............................................................................ 43
Gambar 14. Perbandingan produksi TBS hasil simulasi dan observasi ............. 46
Gambar 15. Diagram pola sisaan model berdasarkan fungsi umur .................... 46
Gambar 16. Hasil korelasi anatar produksi TBS dengan waktu tunda (lag)
anomali SST di Nino-3,4 .............................................................. 48
Gambar 17. Perbandingan sebaran produksi TBS hasil simulasi dan
observasi ...................................................................................... 51
Gambar 18. Diagram pencar sebaran produksi TBS pada grafik 1:1 ................. 52
Gambar 19. Grafik sebaran produktivitas TBS hasil validasi (kiri); Diagram
pencar produktivitas hasil simulasi dan observasi pada grafik 1:1 .. 52

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Diagram pencar hubungan produksi aktual dengan simulasi
berdasarkan fungsi umur di Pulau Sumatera .................................. 59
Lampiran 2. Langkah penyusunan model penduga produktivitas kelapa
sawit setelah dihilangkan pengaruh faktor umur ............................ 62
Lampiran 3. Langkah simulasi dalam perangkat lunak crystal ball .................... 64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang
produknya dapat digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi, oleokimia,
dan biodiesel. Tanaman kelapa sawit juga memberikan kontribusi nyata untuk
devisa ekspor dan kebutuhan dalam negeri Indonesia.
Sampai dengan tahun 2010, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mencapai 7,8 juta hektar, terdiri dari 3,3 juta hektar perkebunan rakyat, 616 ribu
hektar perkebunan negara, dan 3,9 juta hektar perkebunan swasta dengan produksi
21,14 juta ton minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO). Bila dibandingkan
pada 1968 luas areal masih 119.660 hektar dengan produksi 181.444 ton CPO,
maka perkelapasawitan di Indonesia sampai 2010 berkembang sangat pesat
sehingga menjadi 117 kali lipat (Tabel 1).
Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi, dan ekspor kelapa sawit Indonesia
pada 1968 – 2010.
No Uraian
1968 1979 1988 1998 2008 2010
1.

Luas areal (ribu ha)

120

261

863

3.560

7.364

7.825

2.

Produksi CPO (ribu ton)

181

641

1.713

5.930 19.400 22.000

3.

Volume ekspor CPO (ribu ton)

152

351

868

3.058 16.650 18.092

4.

Nilai ekspor (juta US$)

20

204

331

1.540 13.547 14.934

Sumber: Ditjenbun, 2011 dan Departemen Perdagangan, 2011.
Usaha peningkatan produksi kelapa sawit hingga saat ini terus dilakukan,
baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dilakukan
dengan berbagai penelitian genetik bahan tanaman dan kultur teknis, sedangkan
usaha ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai program perluasan areal
penanaman baru. Usaha tersebut tidak luput dari berbagai masalah, baik aspek
sosial, ekonomi, maupun lingkungan fisik.
Produksi tandan buah segar kelapa sawit merupakan fungsi dari faktor
genetik, umur, lingkungan, dan kultur teknis (seperti pemupukan). Genetik bahan
tanaman dapat diasumsikan homogen dan kultur teknis dilakukan optimal,
sehingga keragaman produksi dipengaruhi oleh umur dan faktor lingkungan.

2

Faktor lingkungan terdiri dari tanah dan iklim, dimana faktor tanah dengan
pemupukan yang optimal dapat diasumsikan berpengaruh proporsional menurut
umur. Hal ini menyebabkan faktor iklim menjadi penting mempengaruhi
keragaman produksi yang terjadi sepanjang tahun. Unsur iklim yang paling besar
pengaruhnya ialah curah hujan. Beberapa sifat hujan yang mempengaruhi
keragaman produksi tanaman ialah besarnya curah hujan, lama musim hujan, sifat
hujan musiman, dan kejadian-kejadian iklim ekstrim seperti intensitas hujan yang
tinggi ataupun kemarau panjang. Kemarau panjang yang di atas normal akan
menyebabkan kekeringan sehingga tanaman akan mengalami defisit air,
sedangkan intensitas curah hujan yang di atas normal akan menyebabkan banjir.
Kejadian iklm ekstrim tersebut, biasa disebut anomali iklim, umumnya akan
menimbulkan masalah ataupun dampak negatif terhadap berbagai aspek budidaya
pertanian, begitu juga bagi perkebunan kelapa sawit.
Bentuk anomali iklim yang dirasakan semakin kerap muncul akhir-akhir
ini adalah terjadinya fenomena alam El-Nino dan La-Nina.

Musim kemarau

panjang akibat terjadinya El-Nino menyebabkan meningkatnya luas lahan
pertanian yang mengalami kekeringan hingga 8-10 kali lebih besar dari keadaan
normal, sebaliknya La-Nina menyebabkan meningkatnya luas lahan pertanian
yang rusak karena mengalami banjir hingga 4-5 kali lebih besar dari normal.
Menurut catatan, El-Nino 1997 mengakibatkan kekeringan terburuk di Indonesia
selama 50 tahun terakhir (Koesmaryono et al.,1998).
Sejak tahun 1844, Indonesia telah mengalami kejadian kekeringan tidak
kurang dari 43 kali. Dari 43 kejadian tersebut, hanya 6 kali yang kejadiannya
tidak bersamaan kejadian fenomena ENSO atau El-Nino and Southern Oscillation
(Boer dan Subbiah, 2005). Hal ini menunjukkan, bahwa keragaman hujan di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ini. Pada saat fenomena ENSO
berlangsung, hujan pada sebagian wilayah Indonesia umumnya di bawah normal.
Banyak studi yang telah mengindikasikan bahwa ENSO mempengaruhi
karakteristik curah hujan di Indonesia (ADPC, 2000). Kejadian yang biasa terjadi
sepanjang tahun El Nino yang pertama yaitu akhir musim kering tiba lebih lama
dari normal, sementara selama tahun La Nina akan lebih cepat. Yang kedua, awal
musim hujan akan terlambat atau lebih lama dari normal selama tahun El Nino,

3

sementara pada tahun La Nina lebih cepat. Yang ketiga, selama tahun El Nino
curah hujan akan mengalami penurunan, dan akan mengalami peningkatan yang
signifikan pada tahun La Nina. Yang keempat, deret hari yang panjang akan
muncul selama periode monsoon pada sebagian wilayah di Timur Indonesia (Boer
dan Wahab, 2007).
Menurut Aldrian (2003), karakteristik curah hujan di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh wilayah, bulan, dan musim, serta distribusi dataran dan laut. Dan
berdasar karakteristik curah hujan yang dipengaruhi oleh kejadian ENSO, negara
Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah klimatologi yaitu wilayah monsoonal
selatan, wilayah semi-monsoonal barat daya, dan wilayah anti-monsoonal
Maluku. Curah hujan di wilayah monsoonal Selatan dipengaruhi oleh ENSO pada
bulan Juli – November, sementara di wilayah anti-monsoonal Maluku dipengaruhi
pada bulan Juni–November. Sementara di wilayah semi-monsoonal barat daya,
pengaruh ENSO sangat kecil terhadap curah hujan di wilayah tersebut.

Perumusan Masalah
Produksi tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh besarnya curah hujan
yang terjadi. Besarnya curah hujan yang terjadi pada saat ini akan mempengaruhi
besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada beberapa waktu ke depan karena
berhubungan dengan proses pembungaan dan pematangan buah pada tanaman
kelapa sawit. Anomali curah hujan yang di atas normal secara tidak langsung
dapat berdampak negatif terhadap produksi perkebunan kelapa sawit yang
dikarenakan dampak ikutan dari kerusakan infrastruktur (seperti jalan). Sementara
anomali curah hujan yang di bawah normal akan menyebabkan terjadinya defisit
air, sehingga produksi tanaman kelapa sawit akan mengalami penurunan.
Pada umumnya, pengusaha perkebunan kelapa sawit melakukan prediksi
terhadap produktivitas masing-masing kebun melalui penghitungan jumlah bunga
dan buah (tandan) yang terdapat di lapang secara manual. Cara ini cukup akurat
dalam menduga produktivitas kebun untuk beberapa waktu ke depan, akan tetapi
membutuhkan waktu yang lama dan tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu,
cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menduga penurunan
produksi yang terjadi akibat kejadian iklim ekstrim yang bersifat regional.

4

Hal-hal tersebut di atas menyebabkan perlu dilakukan penyusunan model
untuk memprediksi produktivitas tanaman kelapa sawit yang cukup akurat dan
praktis serta dapat menduga kejadian iklim ekstrim yang akan mempengaruhi
fluktuasi produksi kelapa sawit. Berdasarkan Boer dan Subbiah (2005), sebagian
besar (86%) kejadian iklim ekstrim berupa kekeringan di sebagian Indonesia
bersamaan dengan terjadinya fenomena ENSO, yang dipengaruhi oleh fluktuasi
sea surface temperature (anomali) di samudera Pasifik, yang biasa disebut
wilayah Nino 3,4. Sehingga dengan menggunakan anomali sea surface
temperature (ASST) sebagai salah satu parameter dalam penyusunan model,
besarnya penurunan produksi akibat kejadian iklim ekstrim dapat diprediksi.
Dampak dari kejadian iklim ekstrim terhadap produksi kelapa sawit tidak
langsung terlihat pada saat itu juga. Oleh karena itu, perlu diketahui waktu
kejadian ASST (lag-x) yang berpengaruh terhadap produksi saat ini, atau produksi
yang akan datang. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi penurunan
produksi kelapa sawit yang berlebihan bagi pengusaha kelapa sawit, melalui
beberapa upaya konservasi tanah dan air untuk menjaga kelembaban dan
ketersediaan air di dalam tanah.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1.

Mendapatkan hubungan keeratan (korelasi) antara produksi kelapa sawit
dengan anomali sea surface temperature (ASST) di Nino-3,4.

2.

Mendapatkan waktu tunda (lag) dari ASST di Nino-3,4 yang mempengaruhi
fluktuasi produksi tanaman kelapa sawit.

3.

Mendapatkan model penduga produksi kelapa sawit berdasarkan ASST di
Nino-3,4.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pengusaha kelapa sawit mengenai dugaan besarnya produktivitas kelapa sawit
pada waktu beberapa bulan ke depan, sehingga dapat mengantisipasi penurunan
produksi TBS akibat anomali iklim atau iklim yang ekstrim.

5

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian

ini

mencakup

informasi mengenai

informasi

hubungan

produktvitas kelapa sawit dengan anomali sea surface temperature (ASST) di
Nino-3,4. Selain itu juga mencakup penyusunan prediksi produktivitas tanaman
kelapa sawit dengan menggunakan ASST sebagai salah satu parameternya.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan, Perkembangan dan Produktivitas Kelapa Sawit
Pertumbuhan
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang termasuk
devisi Tracheophyta, subdevisi Pteropsida, kelas Angiospermae, subkelas
Monokotiledon, ordo Palmaes, famili Palmae, subfamili Palminae, genus Elaeis,
spesies Elaeis guineensis (asal Afrika Barat) dan Elaeis oleifera (asal Amerika
Latin), serta memiliki beberapa varietas yaitu Dura, Pisifera dan Tenera (Hartley,
1988). Famili Palmae dikenal juga sebagai famili Arecaceae (Ferwerda, 1977).
Pertumbuhan kelapa sawit terus berlangsung bertambah tinggi selama
hidup secara alami

hingga umur 135 tahun (seperti tercatat di Kebun Raya

Bogor). Pertumbuhan kelapa sawit memiliki sifat-sifat vegetatif (akar, batang dan
daun) dan generatif (bunga dan buah) yang khas, serta fenologi yang kompleks.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Ismail dan Mamat (2002),
waktu yang optimum tanaman kelapa sawit untuk ditanam ulang (replanting)
bergantung pada harga tandan buah segar (TBS), biaya untuk menanam tanaman
sawit baru, dan teknologi yang mengubah kapasitas produksi. Berdasarkan hal itu,
umur tanaman yang optimal untuk di-replanting yaitu antara 25 – 26 tahun jika
harga TBS Rp 600/kg. Jika harga TBS naik menjadi Rp 660/kg maka umur
optimalnya menurun menjadi 24-25 tahun.
Perkembangan Tandan Bunga – Buah
Tandan bunga terletak pada ketiak daun, mulai muncul setelah tanaman
berumur satu tahun di lapangan. Karena pada setiap ketiak daun terdapat potensi
untuk menghasilkan bakal bunga, maka semua faktor yang mempengaruhi
pembentukan daun juga akan mempengaruhi potensi bakal bunga serta dapat juga
mempengaruhi perkembangan bunga. Bakal bunga terbentuk sekitar 33-34 bulan
sebelum bunga mekar (anthesis), sedangkan pemisahan bunga jantan dan betina
terjadi sekitar 14 bulan sebelum antesis (Breure dan Mendez, 1990).
Corley (2003), secara umum telah menggambarkan perkembangan daun
dan bunga kelapa sawit. Perkembangan bunga dari bakal bunga sampai buah
matang dirangkum dalam diagram berikut (Gambar 1).

8

Gambar 1. Diagram perkembangan bunga kelapa sawit (Harahap et.al, 2000)
Fase-fase perkembangan bunga yang peka terhadap kekeringan akibat
curah hujan yang rendah (dirangkum dari Corley, 2003 dan Harahap et.al, 2000)
adalah sebagai berikut:
- Inisiasi pembentukan bakal bunga: 30-44 bulan sebelum matang panen.
- Pembentukan perhiasan bunga: 28-32 bulan sebelum matang panen.
- Penentuan kelamin bunga: 18-30 bulan bulan sebelum bunga mekar.
- Peka aborsi bunga: 8-18 bulan sebelum matang panen.
- Anthesis: 5-9 bulan bulan sebelum matang panen.
Penentuan jenis kelamin ataupun pemisahan kelamin merupakan proses
yang penting dalam rasio seks kelapa sawit. Rasio seks yang dimaksud merupakan
perbandingan antara jumlah bunga betina dengan seluruh bunga yang diproduksi
pada suatu waktu tertentu.

Semakin tinggi rasio seks maka semakin banyak

bunga betina, sehingga peluang untuk mendapatkan produktivitas tandan yang
tinggi akan menjadi besar.
Menurut Harahap (2008), pada kondisi yang tidak terdapat cekaman
lingkungan maka nilai rerata sex-ratio bunga kelapa sawit adalah 0,63 dengan
jumlah tandan bunga yang aborsi sebesar 10%. Peluang terbentuknya tandan
bunga betina adalah besar apabila pembentukan bunga sebelumnya juga betina.
Begitu juga sebaliknya, pembentukan bunga jantan memiliki peluang yang besar

9

apabila sebelumnya juga telah terbentuk bunga jantan dan setelah bunga jantan
tersebut muncul peluang terbesar berikutnya adalah muncul bunga jantan lagi.
Rasio seks yang tinggi ternyata belum menjamin produktivitas kelapa
sawit yang tinggi, karena belum tentu semua bunga betina yang dihasilkan akan
menjadi tandan buah yang dapat dipanen.

Hal ini disebabkan kemungkinan

terjadi aborsi bunga betina dan kegagalan tandan.

Penyebab aborsi adalah

karbohidrat yang kurang untuk perkembangan bunga, kurangnya ketersediaan air,
pengurangan daun yang terlalu banyak sehingga tanaman mengalami cekaman
(Corley, 2003).

Kerawanan aborsi bunga ini biasanya terjadi 4,5-5,5 bulan

sebelum bunga mekar. Jumlah bunga yang mengalami aborsi dapat mencapai
lebih 25% dari produksi bunga yang dihasilkan (Bealing dan Harun, 1989),
sehingga dapat merupakan salah satu faktor penyebab fluktuasi produktivitas
kelapa sawit.
Kegagalan tandan merupakan tandan yang gagal berkembang dari bunga
mekar sampai tidak dapat dipanen. Hal ini disebabkan penyerbukan tidak
sempurna, karbohidrat kurang, variasi musim (dinamika iklim) ataupun serangan
hama dan penyakit (Corley, 2003). Kegagalan perkembangan tandan bunga dari
bunga mekar hingga matang fisiologis (3-4 minggu sebelum siap dipanen) juga
merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah tandan dan fluktuasi produktivitas
kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit berpeluang menghasilkan tandan buah sepanjang
tahun. Perkembangan tandan bunga menjadi tandan buah sudah jelas dipengaruhi
oleh dinamika iklim, terutama curah hujan. Pembentukan buah terjadi setelah
penyerbukan, waktu yang diperlukan dari penyerbukan sampai matang fisiologis
dipengaruhi oleh iklim. Oleh karena itu waktu pembentukan buah pada berbagai
kawasan dapat berbeda, misalnya di Sumatera Utara dan Malaysia memerlukan
waktu 5-6 bulan, sedangkan di Afrika Barat memerlukan waktu 6-9 bulan.
Pematangan buah dalam satu tandan berlangsung berangsur-angsur hingga siap
dipanen bila beberapa buah telah terlepas secara alami (Hartley, 1988).
Produktivitas Kelapa Sawit
Pada keadaan normal-optimal, tandan buah kelapa sawit dapat mencapai
matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 32-48 bulan (3-4

10

tahun) di lapangan. Produktivitas tandan kelapa sawit meningkat dengan cepat
dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun
secara perlahan-lahan dengan tanaman yang makin tua hingga umur ekonomis 25
tahun (Corley, 2003). Pada perkebunan kelapa sawit yang dikelola dengan baik di
Indonesia dan Malaysia, produktivitas maksimum tandan buah segar dapat
mencapai 24-32 ton/ha/tahun. Pada hampir semua perkebunan komersial umur
produktif dan ekonomis kelapa sawit bisa mencapai 25 tahun, jika lebih tua
tanaman kelapa sawit menjadi tidak ekonomis (Corley, 2003).
Peningkatan produktivitas sampai umur 8-12 tahun menunjukkan pola
yang sama dengan peningkatan luas daun yang mencapai maksimum pada umur
yang sama. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang positif antara luas daun dan produktivitas tandan sebelum tajuk-tajuk
tanaman saling tumpang tindih sehingga terjadi persaingan dalam memperoleh
penyinaran matahari. Penurunan produktivitas dengan menuanya umur tanaman
berhubungan dengan penggunaan asimilat hasil fotosintesis untuk respirasi
utamanya pada bagian batang yang merupakan organ dengan biomassa terbesar,
sehingga proporsi untuk organ generatif berkurang (Corley, 2003).
Produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dapat diperhitungkan
dari komponen-komponennya, yaitu jumlah tandan dan rerata berat tandan.
Kedua komponen ini dipengaruhi oleh genetik tanaman, umur, lingkungan dan
manajemen (kultur teknis). Berat tandan rata-rata akan meningkat sejalan dengan
umur tanaman, sedangkan jumlah tandan akan menurun dengan semakin
bertambahnya umur tanaman.
Jumlah tandan per pohon tergantung pada laju produksi daun, rasio seks
bunga, dan kegagalan pembentukan tandan akibat gugur bunga (Corley, 2003).
Jumlah tandan per pohon cenderung menurun dengan pertambahan umur
tanaman. Laju produksi daun merupakan indikasi jumlah tandan potensial yang
dapat dihasilkan tanaman yang hanya satu bunga berpeluang dihasilkan pada
setiap ketiak pelepah daun (Breure dan Mendez, 1994). Rasio seks bunga betina
terhadap bunga jantan, lebih tinggi pada keadaan lingkungan tanpa faktor
pembatas dibandingkan pada keadaan dengan faktor pembatas, seperti cekaman
air akibat kekurangan curah hujan. Corley (2003) juga mengemukakan bahwa

11

terdapat kecenderungan penurunan rasio seks pada 16-22 bulan setelah terjadinya
kekeringan di Malaysia.
Berat tandan meningkat dengan pertambahan umur tanaman. Pada awal
tanaman menghasilkan (umur 3 tahun) rerata berat tandan sekitar 4 kg per tandan
dan terus meningkat hingga mencapai 25 kg per tandan pada umur 15 tahun atau
lebih (Corley, 2003). Berat tandan umumnya relatif kurang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dibandingkan jumlah tandan.
Tanaman kelapa sawit menghasilkan minyak sebesar 3,67 ton per hektar.
Rasio output-to-input tanaman kelapa sawit untuk menghasilkan minyak adalah
sebesar 9:1 dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti
kedelai dan rapeseed yang hanya 3:1. Tanaman kelapa sawit juga memiliki
tingkat fotosintesis yang tinggi yang menghasilkan emisi oksigen dan penyerapan
karbon dioksida dimana nilainya sepuluh kali lebih efektif daripada tanaman
kedelai. Selain itu, luasan areal yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebagian
besar kebutuhan minyak dan lemak seluruh dunia akan lebih sedikit dibandingkan
tanaman penghasil minyak lainnya (Basiron, 2007).
Faktor Lingkungan Tanaman Kelapa Sawit
Faktor-faktor

lingkungan

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan tanaman kelapa sawit meliputi iklim, tanah, serta biotik. Faktor
cuaca dan iklim umumnya belum dapat dikendalikan, sedangkan faktor tanah dan
biotik dapat dikendalikan melalui manajemen dan kultur teknis yang optimal.
Iklim
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada iklim tropis kawasan
khatulistiwa dengan kelas iklim Af dan Am menurut klasifikasi Koppen.
Tanaman ini dibudidayakan secara komersial pada kawasan-kawasan yang
memiliki curah hujan yang lebih besar dibandingkan evapotranspirasi sekurangkurangnya 9 bulan dalam setahun (Ferwerda, 1977). Unsur-unsur iklim yang
diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas tanaman pada
umumnya meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, angin, radiasi
matahari, bulan basah dan bulan kering.

Begitupun secara khusus bagi

perkebunan kelapa sawit, unsur-unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan,

12

perkembangan dan produktivitas meliputi curah hujan, radiasi matahari, suhu
udara, kelembaban udara dan bulan kering.
Curah hujan. Jumlah curah hujan yang kurang atau melebihi kebutuhan
tanaman akan menurunkan kelas kesesuaian lahan maupun iklim, karena jumlah
air yang dikonsumsi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan
perkembangan generatif. Tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik pada
kawasan-kawasan dengan curah hujan tahunan sekitar 2000 mm dan menyebar
merata sepanjang tahun (Hartley, 1988).

Penyebaran curah hujan merata

dimaksud adalah sebaran curah hujan yang tidak terdapat perbedaan mencolok
dari satu bulan ke bulan berikutnya dan sebaiknya tidak terdapat bulan kering
sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air.
Penyebaran curah hujan dari waktu ke waktu merupakan faktor yang
penting untuk perkembangan bunga.

Pada umumnya sewaktu musim hujan

terbentuk lebih banyak tandan bunga betina, sedang pada musim kemarau
terbentuk lebih banyak bunga jantan dikarenakan mulai awal musim kemarau
pemisahan bunga cenderung ke arah bunga jantan (Turner, 1977). Curah hujan
yang tinggi dengan penyebaran

yang sangat

merata sepanjang tahun

mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang lebih dominan dari generatif,
sehingga mengurangi pembentukan tandan bunga. Curah hujan dengan intensitas
tinggi juga mengakibatkan penyerbukan menjadi kurang sempurna akibat
hilangnya tepung sari karena terbawa aliran air. Corley (2003) menyatakan bahwa
hujan yang jatuh pada musim kemarau yang singkat berkorelasi positif terhadap
produktivitas kelapa sawit. Curah hujan rendah disertai adanya beberapa bulan
kering yang nyata akan menghambat pembentukan daun dan mengurangi
pembentukan bunga betina.
Radiasi matahari. Pada pertanaman di lapang, tanaman kelapa sawit
membutuhkan penyinaran radiasi matahari yang cukup.

Penyinaran radiasi

matahari yang cukup adalah lebih dari 1600 jam per tahun dengan rata-rata 5-7
jam per hari (Ferwerda, 1977). Pengaruh penyinaran radiasi matahari terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dapat diekspresikan dari
hasil pengamatan Hartley (1988) yang dirangkumkan sebagai berikut : (i)
perlakuan tanaman naungan menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan

13

produksi tandan bunga betina, (ii) terdapat korelasi positif antara produksi tandan
buah dengan lama penyinaran tahunan yang terjadi pada dua bulan sebelumnya,
(iii) penyebaran produktivitas tandan buah tidak teratur pada kawasan yang
terletak di lintang besar (di atas 160 lintang utara/selatan) yang disebabkan
keragaman lama penyinaran matahari harian yang besar di antara bulan yang satu
dengan lainnya.
Suhu udara dan ketinggian tempat.

Pengaruh suhu udara terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit banyak dideduksi dari
penyebaran geografi dan ketinggian tempat, dalam hal ini suhu udara akan
semakin menurun dengan ketinggian tempat.

Tanaman ini dibudidayakan,

tumbuh dan berkembang baik pada daerah tropis antara 130 Lintang Utara sampai
120 Lintang Selatan, utamanya di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin
(Hartley, 1988). Ketinggian tempat yang ideal untuk pertanaman kelapa sawit
mulai dari 5 m sampai 200 m dari atas permukaan laut. Sampai dengan tahun
2000, pada daerah dengan ketinggian lebih dari 400 m dari permukaan laut tidak
dianjurkan untuk budidaya kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit tumbuh dan berkembang baik pada kawasan yang
mempunyai suhu udara rata-rata 24-28 0C (Ferwerda, 1977). Untuk produktivitas
yang tinggi dibutuhkan suhu maksimum rata-rata pada kisaran 29-32 0C dan suhu
minimum rata-rata pada kisaran 22-24 0C (Hartley, 1988).

Pada kajian lain,

Ferwerda (1977) menyatakan bahwa perkebunan-perkebunan kelapa sawit dengan
produktivitas yang lebih tinggi terdapat pada kawasan-kawasan yang mempunyai
keragaman suhu udara bulanan yang kecil.
Kelembaban udara. Tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik pada
kawasan tropis dengan kelembaban udara rata-rata harian berkisar 75-80%
(Ferwerda, 1977).

Kelembaban bersama suhu udara dan lengas tanah

mempengaruhi pembukaan stomata (Ochs dan Daniel, 1976).

Keadaan

pembukaan stomata mempengaruhi pertukaran gas antara jaringan daun dan
atmosfer pada lingkungan tanaman. Pertukaran gas tersebut terutama CO2 yang
dibutuhkan dalam proses fotosintesis merupakan sumber pembentukan biomassa
dan energi untuk pertumbuhan tanaman. Udara kering pada kelembaban udara
rendah menyebabkan kondukstan stomata menurun yang mengakibatkan

14

pertukaran gas antara jaringan tanaman dan atmosfer terganggu. Demikian juga
udara basah pada kelembaban udara tinggi menyebabkan perbedaan tekanan uap
antara ruang interselular di jaringan daun dan atmosfer relatif kecil
mengakibatkan laju transpirasi menurun dan pertukaran gas terganggu.
Tanah
Tanaman kelapa sawit dapat dibudidayakan pada berbagai jenis tanah.
Tanaman ini tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah subur bersolum
dalam, berdrainase baik, pH berkisar 5,5-7,0. Tanah yang demikian terutama
pada tanah-tanah bertekstur lempung liat berpasir yang biasa dijumpai pada tanahtanah aluvial. Di samping itu tanah dengan topografi datar sangat baik untuk
budidaya tanaman kelapa sawit (Hartley, 1988).
Bagi tanaman kelapa sawit, sifat fisik tanah lebih penting dari sifat
kesuburan kimianya, karena kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi secara
kimiawi dengan pemupukan. Piggot (1990) mengemukakan beberapa ciri tanah
yang merupakan faktor pembatas dan tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman
kelapa sawit. Ciri-ciri tanah tersebut meliputi (i) berdrainase jelek dengan
permukaan air dangkal ataupun karena struktur yang kurang baik (masif) sehingga
terjadi penggenangan yang cukup lama, (ii) tanah-tanah laterik yang berkembang
lanjut, sehingga telah terjadi translokasi mineral-mineral lempung mengakibatkan
banyaknya fragmen-fragmen kasar yang memiliki kapasitas menahan air rendah,
(iii) tanah-tanah di daerah pantai yang bertekstur pasir, dan (iv) tanah gambut
dengan kedalaman lebih dari 200 cm.
Di Indonesia status kesuburan tanah di areal pengembangan kelapa sawit
dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu kesuburan tinggi, agak tinggi,
sedang, agak rendah dan rendah (Adiwiganda et al., 1995).

Hubungan tingkat

kesuburan tanah dengan produktivitasnya, menurut Adiwiganda et al. (1999),
adalah (i) Tingkat kesuburan agak tinggi sampai tinggi yang meliputi tanah-tanah
Hapludand, Haplaquand, dan Andaquept, dengan tingkat produktivitas >24 ton
TBS/ha/tahun; (ii) Tingkat kesuburan sedang yang meliputi tanah-tanah
Eutropept,

Dystropept,

Hapludult,

dan

Tropopsamment,

dengan

tingkat

produktivitas 21 – 24 ton TBS/ha/tahun; (iii) Tingkat kesuburan agak rendah yang
meliputi tanah-tanah Haplohumult, Haplaquult, dan Tropofluvent dengan tingkat

15

produktivitas 18 – 21 ton TBS/ha/tahun; (iv) Tingkat kesuburan rendah yang
meliputi tanah-tanah Paleaquult, Paleudult, Palehumult, dan Kandiudult serta
tanah gambut dengan tingkat produktivitas 500

Gejala pada tanaman kelapa sawit
Pertumbuhan vegetatif
 Belum begitu berpengaruh
 Pada TBM dan TM, 3-4 daun muda
mengumpul dan tidak membuka
 Pada TM, 1-4 pelepah daun tua patah
(sengkleh)
 Pada TBM dan TM, 4-5 daun muda tidak
membuka
 Pada TM, 8-12 pelepah daun tua patah
(sengkleh) dan mengering
 Pada TBM dan TM, 4-5 daun muda
mengumpul dan tidak membuka
 Pada TM, 12-16 pelepah daun tua patah
(sengkleh) mengering
 Pada TBM dan TM, daun muda dan tua
seperti stadia keempat
 Pada TBM dan TM, pupus bengkok dan
akhirnya dapat patah

Penurunan
produksi (%)
0 – 10
10 – 20

20 – 30

30 – 40

> 40

Kekurangan air (defisit air) yang mencapai 200 mm per tahun atau lebih
akan berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Penurunan produksi akibat
defisit air di Afrika umumnya berkisar 19 – 53%, sedangkan pada beberapa

18

pertanmaan di Sumatera Utara dapat berkisar 17-58% (Panjaitan, 1984).
Sedangkan Hutomo et al. (1997), mengemukakan taksiran penurunan produksi
selama 24 bulan setelah kekeringan pada perkebunan-perkebunan kelapa sawit di
Indonesia berkisar 21-65%.
Suhu Muka Laut (Sea Surface Temperature, SST)
Suhu muka laut (SST) merupakan suhu pada permukaan air laut (kurang
lebih pada kedalaman 0,5 m yang merupakan lapisan terdekat ke atmosfer. SST
berkaitan dengan suhu pada ketinggian atau kedalaman tertentu dari permukaan
laut. Pada umumnya pengukuran ini menggunakan citra satelit pada saluran infra
merah. Namun tetap dilakukan pengukuran secara konvensional di lautan itu
sendiri sebagai koreksi terhadap nilai yang dihasilkan satelit. Di Indonesia, Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) selaku instansi yang
berwenang melakukan pengukuran variabel meteorologi, telah melakukan
pengukuran SST ini pada enam stasiun maritimnya, dan juga melakukan
pengamatan melalui citra satelit seperti NOAA, MTSAT, Feng Yun, dan MODIS.
Suhu muka laut di perairan Indonesia sebagai indeks banyaknya uap air
pembentuk awan di atmosfer. Jika suhu muka laut dingin uap air di atmosfer
menjadi berkurang, sebaliknya jika suhu muka laut panas uap air di atmosfer
banyak. Pola suhu muka laut di Indonesia secara umum mengikuti gerak tahunan
matahari. Suhu muka laut di Samudera Hindia (kecuali sebalah barat Sumatera
Barat, Sumatera Utara dan Nangro Aceh Darussalam) mempunyai rentang
perubahan yang cukup lebar yaitu minimum berkisar 26,0° C pada bulan Agustus
hingga maksimum berkisar 31,5° C pada bulan Februari – Maret. Wilayah
perairan lainnya umumnya mempunyai rentang perubahan lebih sempit yaitu
berkisar 29,0° C hingga 31,5° C dan waktu terjadinya minimum dan
maksimumnya tidak sama disetiap perairan.
Keanekaragaman kondisi iklim di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa
fenomena yang terjadi di Indonesia, seperti osilasi inter-annual yang mempunyai
siklus 2 – 7 tahun yaitu El Nino Southern Oscillation dan Indian Ocean Dipole.
Selain itu juga terdapat osilasi intra-seasonal yang mempunyai siklus 30 – 60 hari
yaitu osilasi Madden-Julian.

19

ENSO (