Pemanfaatan limbah kaleng sebagai bahan dasar koagulan berbasis aluminium

PEMANFAATAN LIMBAH KALENG SEBAGAI BAHAN
DASAR KOAGULAN BERBASIS ALUMINIUM

ADIT YULIANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah
Kaleng sebagai Bahan Dasar Koagulan Berbasis Aluminium adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Adit Yuliansyah
NIM G44080099

ABSTRAK
ADIT YULIANSYAH. Pemanfaatan Limbah Kaleng sebagai Bahan Dasar
Koagulan Berbasis Aluminium. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA
dan MOHAMMAD KHOTIB.
Limbah kaleng minuman banyak ditemukan di lingkungan. Pemanfaatan kembali
limbah kaleng ini dapat meningkatkan nilai jual. Kandungan aluminium pada kaleng
minuman telah diuji sebelumnya dan menunjukkan kadar sebesar 1.41–16.04%.
Kandungan aluminium tersebut menjadikan limbah kaleng berpotensi sebagai bahan
dasar koagulan berbasis aluminium. Metode sintesis yang digunakan dalam pembuatan
koagulan adalah hidrolisis parsial menggunakan HCl 33% dengan ragam waktu
polimerisasi 24 dan 48 jam serta persentase kaleng 5 dan 10% sehingga didapat 4 macam
koagulan sintetis. Mutu koagulan sintetis berdasarkan SNI 06-3822-1995 secara umum
belum memenuhi syarat mutu SNI. Pencirian gugus fungsi koagulan hasil sintesis dan
komersial menggunakan spektroskopi inframerah. Puncak serapan pada koagulan sintetis,
yaitu 3518.16, 1631.78, dan 1168.86 cm-1 dan hampir menyerupai polialuminium klorida

komersial, yaitu 3452.58, 1627.92, dan 3070.68 cm-1. Kinerja koagulan diujikan pada air
limbah industri dalam berbagai nilai pH, yaitu 6, 7, 8, dan 9. Kinerja paling efektif pada
setiap koagulan ditunjukkan pada kondisi pH 9. Koagulasi dari limbah kaleng minuman
yang dibuat dengan metode hidrolisis parsial menggunakan HCl mampu menurunkan
kekeruhan lebih dari 95%.
Kata kunci: metode jar, koagulan, limbah kaleng, polialuminium klorida

ABSTRACT
ADIT YULIANSYAH. Utilization of Waste Cans as Raw Material for
Aluminium- Based Coagulant. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA
and MOHAMMAD KHOTIB.
Wastes of canned drink were found abundantly in the environment. Utilization of
this waste can increase the value of the waste. This type of can has been tested previously
and showed the aluminum contents of 1.41–16.04%. The aluminium content indicates its
potential to be used as raw material for aluminum-based coagulant. The synthesis method
used for producing coagulant was partial hydrolysis using HCl 33% with various
polymerization times of 24 and 48 hours and components of 5 and 10%, giving 4 kinds of
synthetic coagulant. The synthetic coagulants characterized based on SNI 06-3822-1995
showed that the results did not meet the requirements of SNI-quality. The peaks of
infrared absorption on the synthetic coagulants were 3518.16, 1631.78, and 1168.86 cm-1

and almost resemble the commercial polyaluminium chloride which are 3452.58,
1627.92, and 3070.68 cm-1. Performance test of the coagulant on some textile industry
wastewater had been tested at pH 6, 7, 8, and 9. The most effective performance from
each coagulant was shown at pH 9. Coagulation of the waste cans made by partial
hydrolysis method using HCl was able to reduce turbidity of more than 95%.
Keywords: coagulant, metode jart, polyaluminium chloride, waste cans

PEMANFAATAN LIMBAH KALENG SEBAGAI BAHAN
DASAR KOAGULAN BERBASIS ALUMINIUM

ADIT YULIANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Kaleng sebagai Bahan Dasar Koagulan
Berbasis Aluminium
Nama
: Adit Yuliansyah
NIM
: G44080099

Disetujui oleh

Betty Marita Soebrata, SSi, MSi
Pembimbing I

Mohammad Khotib, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini ialah
pemanfaatan limbah dengan judul Pemanfaatan Limbah Aluminium sebagai
Bahan Dasar Koagulan Berbasis Aluminium.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Betty Marita Soebrata, SSi MSi
dan Bapak Mohammad Khotib, SSi MSi selaku pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mail yang telah membantu selama
penelitian dilakukan dalam mempersiapkan alat yang dibutuhkan. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta Arini Khairiyah, atas segala
doa dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga
disampaikan untuk rekan kerja penelitian saya, yaitu Ratna Anggun K dan
Nuraida atas segala saran dan masukan terkait penelitian. Selain itu, tidak lupa
rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman di Departemen Kimia

IPB angkatan 45. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Adit Yuliansyah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Preparasi dan Pembuatan PAC
Pencirian PAC menggunakan FTIR
Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995
Uji Efektivitas Koagulan
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2
2
5
5
6
7
8
11
11

12
12
15
24

DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan waktu polimerisasi masing-masing jenis PAC
2 Perbandingan syarat mutu PAC sintetis dan komersial
3 Hasil penurunan kekeruhan air limbah tekstil

3
7
11

DAFTAR GAMBAR
1 Proses hidrolisis tawas (atas) dan PAC (bawah)
2 Reaksi pembentukan PAC
3 Ciri fisik PAC sintetis
4 Hasil analisis metode jar PAC A
5 Hasil analisis metode jar PAC B

6 Hasil analisis metode jar PAC C
7 Hasil analisis metode jar PAC D

1
5
6
9
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Pencirian PAC menggunakan FTIR
3 Kadar Aluminium PAC hasil sintesis
4 Hasil analisis kadar klorida pada PAC
5 Hasil pengukuran bobot jenis pada PAC
6 Hasil analisis basisitas pada PAC
7 Data analisis metode jar PAC A
8 Data analisis metode jar PAC B

9 Data analisis metode jar PAC C
10 Data analisis metode jar PAC D

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

PENDAHULUAN
Limbah kaleng banyak ditemukan di lingkungan, salah satunya adalah
limbah kaleng minuman. Pemanfaatan kembali limbah tersebut selain mengurangi
pencemaran lingkungan juga dapat menambah nilai ekonomis, terutama perolehan
kembali dari logam-logam yang terkandung seperti aluminium, seng, timah, atau
besi (Manurung et al. 2010). Kadar logam aluminium dalam lima jenis kaleng

minuman yang berbeda telah diukur sebelumnya dan mengandung logam
aluminium yang berkisar 1.41–16.04%. Kandungan aluminium dalam limbah
kaleng tersebut memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku koagulan berbasis
aluminium. Salah satu koagulan yang telah berhasil dibuat adalah aluminium
sulfat (tawas) oleh Manurung et al. (2010). Koagulan merupakan bahan kimia
yang memiliki kemampuan menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel
tersebut sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan flok (Suci 2006).
Koagulan lain yang berbasis aluminium selain aluminium sulfat salah
satunya adalah polialuminium klorida (PAC) yang penggunaannya lebih luas
dibandingkan aluminium sulfat dalam proses pengolahan air baku maupun air
limbah (Zouboulis et al. 2010). Rumus umum PAC adalah [Aln(OH)mCl3n-m]y
serta memiliki bentuk padat dan cair, sedangkan wujud fisik PAC cair berwarna
kuning jernih. PAC memiliki keunggulan dibandingkan aluminium sulfat, yaitu
tingkat korosivitas yang lebih rendah karena tidak mengandung sulfat pada
pengolahan air baku maupun air limbah (Budiman 2008). Selain itu, penurunan
tingkat keasaman pada air pengolahan tidak menurun tajam dibandingkan
menggunakan aluminium sulfat. Gebbie (2006) menunjukkan bahwa saat terjadi
proses hidrolisis PAC hanya dilepas 1 ion hidrogen, berbeda dengan tawas yang
melepas 6 ion hidrogen saat proses hidrolisis (Gambar 1).
2Al3+ + 3

+ 18H2O → 2Al(OH)3 + 6H+ + 3

[Al2(OH)5]+ + H2O +

+ 12 H2O

→ 2Al(OH)3 + H+ +

Gambar 1 Proses hidrolisis tawas (atas) dan PAC (bawah)
Teknik pembuatan PAC dalam bidang penelitian telah banyak dilakukan,
yaitu dengan metode spesiasi kolorimetri (Shen et al. 1998), baking process
(Wang et al. 2010), dan reaktor membran (Fei et al. 2004). Namun, teknik
tersebut membutuhkan biaya peralatan yang mahal sehingga dibutuhkan alternatif
metode sederhana agar didapat biaya yang lebih murah. Gao et al. (2005)
menunjukkan bahwa PAC dapat disintesis dengan metode hidrolisis parsial
menggunakan HCl dan Na2CO3 pada proses polimerisasinya.
Bahan baku PAC umumnya adalah AlCl3 tetapi harga bahan baku tersebut
tergolong mahal. Penggunaan bahan baku alternatif yang berasal dari limbah telah
dilakukan sebelumnya, yaitu dengan memanfaatkan limbah cair industri logam
aluminium. Rinaldi (2009) menunjukkan bahwa PAC berhasil dibuat dengan
memanfaatkan kembali logam aluminium yang terkandung dalam limbah cair
tersebut untuk dijadikan monomer pembentuk PAC berupa AlCl3 dan selanjutnya
dilakukan polimerisasi.

2

Pemanfaatan bahan dasar yang murah dan teknik yang sederhana dalam
mengolah kembali limbah kaleng minuman menjadi koagulan diharapkan akan
menambah nilai jual dan mengurangi jumlah limbah yang ada. Pada penelitian ini
dibuat koagulan berbasis aluminium dengan memanfaatkan kaleng minuman
bekas dengan metode hidrolisis parsial menggunakan HCl dengan variasi waktu
polimerisasi 24 dan 48 jam. Selain itu, dilakukan pencirian berdasarkan SNI 063822-1995 serta kinerja koagulan terhadap penurunan tingkat kekeruhan limbah
cair tekstil pada berbagai pH lingkungan dan konsentrasi PAC.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan meliputi kaleng minuman bekas, HCl 33%,
Na2CO3 25%, PAC-komersial, NaOH 10%, KF 50%, kaolin 320 mesh, HNO3
pekat, indikator merah metil, paint remover, H2SO4 98%, K2CrO4 5%, dan AgNO3
0.1 N.
Alat-alat yang digunakan meliputi Turbidimeter 2100P, pengaduk magnet,
pH meter Eutech pH 510, AAS Shimadzu 7000, Spektrofotometer FTIR Prestige
21 Shimadzu, IKA RW 20 digital stirer, dan alat gelas umum laboratorium.

Prosedur Penelitian
Metode penelitian mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang dilakukan
dalam 3 tahapan. Tahap pertama adalah preparasi kaleng minuman bekas. Tahap
kedua adalah pembuatan koagulan dan pencirian berdasarkan SNI 06-3822-1995
yang meliputi penentuan kadar aluminium, basisitas, bobot jenis, pH, dan kadar
klorin. Tahap ketiga adalah optimasi koagulan dan aplikasi koagulan
menggunakan metode jar.
Preparasi Kaleng Minuman
Cat pada kaleng minuman bekas dihilangkan dengan cara mengoleskan
paint remover. Kaleng didiamkan hingga cat menggelembung. Saat cat mulai
terkelupas, lalu dibersihkan dengan kain untuk mempercepat proses pelepasan cat
dan dibersihkan dengan air. Kaleng dikeringkan untuk menghilangkan sisa air
yang menempel. Limbah kaleng yang sudah dibersihkan kemudian digunting
menjadi bagian kecil (1×1 cm) sebelum digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan PAC.
Pembuatan PAC (Gao et al. 2005)
Sebanyak 4 jenis PAC sintetis disiapkan, yaitu A, B, C, dan D. PAC sintetis
dibuat dengan memvariasikan volume penambahan asam klorida dan waktu
polimerisasi pada tahap polimerisasi seperti pada Tabel 1. Penambahan Na2CO3
dihentikan saat tidak terbentuk lagi gelembung gas dan terdapat sedikit endapan.
Larutan yang didapat kemudian disaring.

3

Tabel 1 Komposisi dan waktu polimerisasi masing-masing jenis PAC
Komposisi
Waktu
Jenis PAC
Bobot kaleng
HCl 33%
25% Na2CO3 polimerisasi
(jam)
(ml)
(g)
(ml)
A
1
18
6.6
24
B
1
18
6.6
48
C
1
10
6.6
24
D
1
10
6.6
48
Analisis FTIR
Analisis menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang
terdapat pada PAC hasil sintesis yang selanjutnya dibandingkan dengan PAC
komersial. Penentuan spektra IR dilakukan pada rentang panjang gelombang
4000–400 cm-1 dengan resolusi 8 (1/cm). Preparasi dilakukan dengan
mencampurkan sampel PAC dengan serbuk KBr.
Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995 (BSN 1995)
Pengukuran Bobot Jenis. Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong
dan dicatat bobotnya, lalu PAC dimasukkan secara perlahan untuk menghindari
adanya gelembung. Piknometer ditutup kembali hingga PAC keluar melalui
lubang bagian atas piknometer. Piknometer yang berisi PAC ditimbang kembali.
Pengukuran dilakukan secara triplo.

Pengukuran Kadar Aluminium dalam PAC. Kandungan logam
aluminium dalam PAC ditentukan menggunakan AAS. PAC A dan C dilarutkan
dengan akuades dan diencerkan 2500 kali, sedangkan PAC B dan D diencerkan
100 kali. Larutan PAC masing-masing selanjutnya dianalisis menggunakan AAS
pada panjang gelombang 309.3 nm. Penentuan kadar aluminium untuk masingmasing PAC dilakukan secara duplo.
Pengukuran Kadar Klorida. PAC sintetis ditimbang sebanyak 1 gram,
lalu ditambahkan 50 ml air dan 10 ml H2SO4 pekat. Larutan kemudian dipanaskan
hingga larut sempurna dan didinginkan. Larutan ditepatkan dalam labu ukur 250
ml dengan akuades. Selanjutnya diambil sebanyak 25 ml larutan ke dalam
Erlenmeyer 250 ml kemudian diasamkan dengan beberapa tetes HNO3 sampai
larutan bereaksi asam terhadap merah metil. Larutan dinetralkan kembali
menggunakan Na2CO3 dan ditepatkan dengan akuades pada labu takar 100 ml.
Larutan kemudian ditambahkan 1 ml K2CrO4 5% dan dilakukan titrasi dengan
larutan AgNO3 0.1 N hingga berwarna merah kecoklatan. Pengukuran dilakukan
secara triplo.

Keterangan:
N : Normalitas AgNO3 ; Ar Cl : 35.5

4

Pengukuran pH. Sebanyak 1 ml PAC sintetis dilarutkan dalam 100 ml
akuades kemudian diaduk. Elektrode pH meter kemudian dicelupkan ke dalam
larutan PAC sintetis. Nilai pH dicatat sesuai angka yang ditampilkan pada pH
meter. Pengukuran dilakukan secara triplo.
Pengukuran basisitas. PAC sintetis sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 30 ml akuades. HCI 0.5 M sebanyak 2l ml
kemudian ditambahkan dan dipanaskan selama 10 menit. Setelah dingin
ditambahkan 15 ml KF 50% dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein.
Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0.5 N hingga terjadi perubahan warna
menjadi merah muda. Blanko dibuat dengan menggunakan aquades.
Basisitas (%) =

b a

Keterangan :
b
: Volume NaOH blangko (ml)
a
: Volume NaOH contoh (ml)
N
: Normalitas NaOH
C
: Bobot contoh (gram)
A
: Kadar Al2O3 hasil analisis
0.5293 : Faktor konversi aluminium oksida
8.994 : Bobot ekuivalen gugus hidroksil untuk 1 ml larutan 0.5 N NaOH (g)
0.0085 : Ekivalen
17
: Bobot ekuivalen gugus hidroksi
Preparasi Kekeruhan Buatan (Bina 2009)
Air keran sebanyak 1 liter ditambahkan 10 gram kaolin. Air sintetis
kemudian diputar selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Air yang telah
didiamkan selanjutnya digunakan sebagai larutan stok. Air sintetis kemudian
dibuat dengan tingkat kekeruhan sebesar 100 NTU sebelum dilakukan analisis
menggunakan metode jar.
Penentuan kekeruhan dengan metode jar (Modifikasi Risdianto 2007)
Koagulasi dilakukan dengan menggunakan pengaduk digital yang dapat
diketahui kecepatan putarannya (rpm). Setiap gelas piala diisi dengan 500 ml air
sintesis kemudian diatur nilai pH suspensi dengan penambahan NaOH 10% untuk
mencapai nilai pH yang diinginkan, sedangkan untuk menurunkan nilai pH
digunakan HCl 3%. Variasi nilai pH untuk masing-masing gelas piala adalah 6, 7,
8, dan 9. Selanjutnya ditambahkan koagulan PAC sebanyak 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5
ml ke dalam masing-masing gelas piala tersebut. Prosedur dilakukan serupa untuk
PAC A, B, C, dan D. Pengadukan cepat selanjutnya dilakukan pada putaran 200
rpm selama 1 menit dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat 50 rpm selama 15
menit. Pengadukan dihentikan, lalu didiamkan selama 30 menit. Air hasil proses
koagulasi diambil pada bagian yang paling jernih dan ditentukan tingkat
kekeruhannya menggunakan turbidimeter. Penurunan nilai pH pada masingmasing perlakuan selanjutnya diukur menggunakan pH meter.

5

Uji koagulasi pada air limbah
Air limbah diambil masing-masing sebanyak 500 ml dan ditempatkan pada
4 gelas piala berbeda untuk PAC A, B, C, dan D. Dosis terbaik dari masingmasing PAC dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah berisi air limbah
tersebut. Pengadukan cepat pada 200 rpm dilakukan selama 1 menit dan
pengadukan lambat pada 50 rpm selama 15 menit. Air limbah kemudian
didiamkan selama 30 menit. Bagian terjernih dari hasil koagulasi diambil dan
diukur tingkat kekeruhan serta penurunan pH setelah ditambahkan koagulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Preparasi dan Pembuatan PAC
Kaleng minuman bekas yang digunakan pada penelitian didapat dari
pengumpulan sejumlah kaleng pada beberapa lokasi sekitar kampus IPB. Jenis
yang digunakan hanya 1 merk kaleng minuman agar bahan baku homogen.
Kaleng masih dalam kondisi utuh, yaitu cat pada kaleng masih menempel
sehingga diperlukan preparasi berupa penghilangan lapisan warna dan plastiknya
serta pemotongan kaleng. Lapisan warna dihilangkan untuk mendapatkan logam
pada kaleng tanpa adanya gangguan zat kimia dari lapisan warna tersebut
sehingga saat direaksikan hanya logam pada kaleng yang akan bereaksi
(Manurung 2010). Pemotongan kaleng menjadi bagian-bagian kecil sebelum
direaksikan bertujuan untuk mempermudah pelarutan sehingga diharapkan logam
aluminium yang terkandung dapat bereaksi sempurna dan lebih cepat dalam
proses pelarutan. Kaleng yang telah dipreparasi selanjutnya dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan koagulan. Kaleng dilarutkan dalam HCl 33% dan
didiamkan selama 24 jam dengan tujuan menyempurnakan pelarutannya. Logam
aluminium bersifat amfoter, yaitu dapat direaksikan dengan asam ataupun basa.
Pelarutan logam aluminium dalam asam akan mengoksidasi aluminium menjadi
bentuk ionnya, yaitu Al3+ (Vogel 1979). Berdasarkan hal tersebut maka logam
aluminium yang dilarutkan dengan asam klorida akan menghasilkan larutan AlCl3
yang merupakan monomer dari PAC dan gas hidrogen sebagai hasil sampingnya
yang ditandai dengan adanya gelembung saat kaleng dilarutkan dalam asam
klorida. Larutan AlCl3 yang terbentuk berupa cairan berwarna kuning jernih. Gao
et al. (2005) menunjukkan bahwa penambahan larutan Na2CO3 terhadap AlCl3
akan membentuk polimer berupa PAC dan dihentikan saat tidak terbentuk lagi
gelembung gas dan terdapat sedikit endapan (Gambar 2).
2Al + 6HCl 2AlCl3 + 3H2
2AlCl3 + 6H2O + 5/2Na2CO3 Al2(OH)5Cl + 5NaCl + 5/2H2CO3 + H2O
[Al2(OH)5]+ + H2O +
→ 2Al(OH)3 + H+ +
Gambar 2 Reaksi pembentukan PAC

6

Penambahan Na2CO3 yang berlebih akan menyebabkan terbentuknya
kembali Al(OH)3 dan menyebabkan larutan PAC tidak stabil (Rinaldi 2009). Hal
ini disebabkan adanya perubahan pH pada pembentukan koagulan ke arah
lingkungan yang lebih basa. Pembentukan kompleks polialuminium sangat
bergantung pada pH lingkungan dan lebih stabil pada pH sekitar 3 (Gebbie 2006).
Larutan PAC didiamkan sebelum dilakukan analisis lanjut bertujuan untuk
menyempurnakan polimerisasi. Variasi waktu polimerisasi pada penelitian ini
dilakukan selama 24 dan 48 jam untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
waktu terhadap efektivitas koagulan dan pencirian PAC berdasarkan SNI 063822-1995. PAC sintetis masing-masing menunjukkan ciri fisik yang sama, yaitu
berwarna kuning muda jernih (Gambar 3).

A

B

C

D

Gambar 3 Ciri fisik PAC sintetis
Hal ini sesuai dengan ciri fisik PAC cair berdasarkan SNI 06-3822-1995
yang menyatakan bahwa PAC cair merupakan senyawa anorganik komplek
berwarna kuning jernih (BSN 1995). Pencirian selanjutnya didasarkan pada 5
parameter, yaitu kadar aluminium, kadar klorida, bobot jenis, pH, dan basisitas.
Parameter tersebut digunakan guna menunjukkan pengaruh waktu polimerisasi
terhadap pencirian PAC sintetis yang dihasilkan berdasarkan SNI 06-3822-1995
tentang syarat mutu PAC.

Pencirian PAC menggunakan FTIR
Spektrum hasil sintesis PAC dengan pencirian FTIR dapat dilihat pada
Lampiran 2. Spektra FTIR pada PAC hasil sintesis dan PAC komersial
menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang berturut-turut,
yaitu 3518.16 dan 3452.58 cm-1 dari vibrasi ulur gugus OH-hidroksil. Pita serapan
pada daerah 1631.78 cm-1 menunjukkan gugus OH yang terikat pada molekul air
kristal bebas. Hal tersebut berdasarkan pada pencirian PAC yang dilakukan oleh
Tzoupanos et al. (2009) yang menyatakan pita serapan pada panjang gelombang
sekitar 1600 cm-1 berkaitan dengan molekul air kristal bebas, sedangkan pada
panjang gelombang sekitar 3600–3400 cm-1 menunjukkan adanya gugus-OH yang
berinteraksi pada gugus hidroksil, molekul air, ataupun ion-ion natrium. Vibrasi
ulur untuk molekul air pada PAC sintetis dan komersial berturut-turut, yaitu pada
panjang gelombang 3008.95 dan 3070.68 cm-1. Pita serapan PAC sintetis pada
1168.86 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk Al-OH2, sedangkan pada PAC komersial
tidak menunjukkan gugus tersebut (Tzoupanos et al. 2009). Secara umum, antara
PAC sintetis dan PAC komersial menunjukkan gugus yang hampir sama. Hal ini
menunjukkan PAC berhasil disintesis dari kaleng minuman bekas.

7

Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995
Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995 meliputi kadar aluminium,
kadar klorida, bobot jenis, pH, dan basisitas. Pengujian bertujuan untuk
mengetahui mutu produk PAC yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah kaleng
berbahan dasar aluminium. Variasi waktu polimerisasi yang dilakukan dalam
penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidaknya terhadap mutu produk.
Perbandingan PAC sintetis dengan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan syarat mutu PAC sintetis dan komersial
PAC sintetis
SNI
B
Parameter
Satuan
A
C
D
(PAC cair)
(48
(24 jam)
(24 jam) (48 jam)
jam)
Kadar Al2O3
%
10.0 – 11.0
7.08
4.09
6.88
3.84
Kadar
%
8.5 – 9.5
3.60
3.55
3.67
3.98
klorida
Bobot jenis
g/ml 1.19 – 1.25
1.19
1.19
1.23
1.22
pH (1% v/v)
3.5 – 5.0
4.05
4.43
4.08
4.50
Basisitas
%
45 – 65
55
119
35
191
Kadar aluminium dalam PAC ditentukan menggunakan AAS dan data
lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara lama waktu polimerisasi terhadap kadar aluminium, yaitu
semakin lama waktu polimerisasi menyebabkan kadar aluminium pada koagulan
semakin rendah. Kadar aluminium pada 24 jam lebih besar dibandingkan 48 jam.
Hal ini disebabkan terbentuknya endapan berupa Al(OH)3 selama proses
polimerisasi akibat reaksi AlCl3 dan Na2CO3 dalam larutan (Gao et al. 2005).
Kadar aluminium secara umum menunjukkan efektivitas PAC dalam proses
penjernihan air karena ion Al3+ merupakan spesi yang berperan dalam
pembentukan flok (Praswati et al. 2010). Ion Al3+ yang bermuatan positif akan
menggabungkan partikel tersuspensi yang umumnya bermuatan negatif dan saling
tolak-menolak sehingga menyebabkan terjadinya penetralan muatan pada
suspensi. Partikel yang bergabung tersebut membentuk ukuran yang lebih besar
atau disebut flok. Kadar aluminium yang semakin besar dalam PAC menunjukkan
bahwa semakin baik koagulan tersebut membentuk flok karena semakin banyak
partikel bermuatan negatif yang dapat ditangkap (Zoubulis et al. 2010).
Nilai basisitas didefinisikan sebagai nisbah molar antara ikatan-OH dengan
ion logam. Penelitian menghubungkan antara ikatan-OH dengan logam
aluminium pada PAC sehingga basisitas didefinisikan sebagai OH/Al. Nilai
basisitas pada penelitian berkaitan dengan kadar aluminium. Selain itu, nilai
basisitas juga dapat menunjukkan tingkat polimerisasi (Tzoupanos et al. 2009).
Koagulan hasil sintesis menunjukkan bahwa dengan kadar aluminium yang lebih
tinggi, yaitu PAC A dan C akan menghasilkan nilai basisitas yang lebih rendah
berturut-turut 55 dan 35% dibandingkan PAC B dan D berturut-turut sebesar 119
dan 191%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah aluminium yang bereaksi,
yaitu dalam waktu polimerisasi yang lebih panjang maka jumlah aluminium yang
bereaksi menjadi lebih besar. Tzoupanos et al. (2009) menunjukkan bahwa

8

terdapat korelasi positif antara nilai basisitas dengan derajat polimerisasi. Nilai
derajat polimerisasi akan semakin besar sebanding nilai basisitas yang semakin
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PAC B dan D adalah koagulan yang lebih
stabil dibandingkan A dan C karena memiliki derajat polimerisasi yang lebih
besar. Kadar klorida dari tiap koagulan tidak menunjukkan hasil yang berbeda.
Nilai pH dan bobot jenis dari masing-masing koagulan secara umum sesuai
dengan pencirian berdasarkan SNI 06-3822-1995.

Uji Efektivitas Koagulan
Koagulasi merupakan cara pengolahan air secara kimiawi yang bertujuan
menghilangkan kontaminan-kontaminan yang terkandung dalam air dengan
menggunakan bahan kimia sebagai zat aditifnya. Zat aditif atau senyawa yang
ditambahkan tersebut dinamakan koagulan (Budiman et al. 2008). Koagulan
ditambahkan ke dalam proses pengolahan air sebagai pendestabilisasi partikel
koloid karena umumnya koloid tersebut bermuatan sama yang saling tolakmenolak. Penambahan koagulan yang memiliki muatan berlawanan menyebabkan
terjadinya ketidakstabilan koloid dan akan membentuk flok yang lebih besar (Bina
et al. 2009). Analisis efektivitas PAC diawali dengan membuat air sintetis
menggunakan kaolin. Suspensi didiamkan selama 24 jam untuk menyempurnakan
hidrasi kaolin (Franceschi et al. 2002). Air sintetis dibuat dengan tingkat
kekeruhan 100 NTU. Hal tersebut didasarkan pada tingkat kekeruhan limbah yang
berkisar pada 100–200 NTU. Analisis dilakukan dengan metode jar modifikasi
Risdianto (2007) yang merupakan metode pendahuluan sebelum koagulan
diaplikasikan ke sistem pengolahan air. Koagulan sintetis akan diaplikasikan ke
dalam limbah cair industri tekstil. Limbah cair industri umumnya mengandung
pewarna berupa remazol black, remazol red, dan remazol golden yellow serta
mengandung logam Cr dan Zn (Darmiyanti 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perbedaan waktu
polimerisasi terhadap penurunan kekeruhan air pada tiap koagulan sintetis. PAC A
menunjukkan nilai penurunan tertinggi pada pH 9 dengan penambahan koagulan
sebesar 0.5 ml dalam 500 ml, yaitu sebesar 95% (Gambar 4). Efektivitas
penurunan kekeruhan pada berbagai kondisi pH menunjukkan korelasi positif
terhadap jumlah penambahan koagulan, semakin banyak koagulan yang
ditambahkan maka persentase penurunan kekeruhan semakin tinggi. Namun, pada
kondisi pH 6 terjadi penurunan persentase kekeruhan. Hal ini terjadi karena
penambahan koagulan berlebih akan menyebabkan nilai pH menjadi lebih asam.
Gebbie (2006) menyatakan bahwa PAC bekerja efektif pada kondisi basa,
sedangkan pada kondisi asam cenderung akan larut kembali. Data lengkap PAC A
dapat dilihat pada Lampiran 7.

Penurunan kekeruhan
(%)

9

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
pH 6

0.2 ml

0.3 ml

pH 7
pH 8
Tingkat keasaman
0.4 ml
0.5 ml

pH 9

Gambar 4 Hasil analisis metode jar PAC A

Penurunan kekeruhan (%)

PAC B menunjukkan efektivitas penurunan kekeruhan tertinggi pada pH 7
dengan penambahan koagulan sebesar 0.5 ml dalam 500 ml, yaitu sebesar 93%
(Gambar 5). Hal ini berkaitan dengan nilai pH dari PAC B yang lebih tinggi, yaitu
4.43 dibandingkan PAC A sebesar 4.05. Nilai pH yang tinggi menunjukkan
tingkat keasaman yang lebih rendah sehingga memungkinkan koagulan dapat
bekerja pada kondisi lingkungan yang cenderung netral. Penurunan nilai
kekeruhan tertinggi secara umum dihasilkan oleh penambahan koagulan terbesar,
yaitu 0.5 ml pada setiap kondisi pH lingkungan. Namun, persentase penurunan
kekeruhan pada kondisi pH 6 tidak menunjukkan korelasi positif. Data masingmasing perlakuan PAC B dapat dilihat pada Lampiran 8.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
pH 6
0.2 ml

0.3 ml

pH 7
0.4 ml

pH 8

pH 9

Tingkat keasaman
0.5 ml

Gambar 5 Hasil analisis metode jar PAC B
Pengaruh waktu terhadap efektivitas PAC A dan B memiliki perbedaan
pada kondisi lingkungan untuk bekerja secara optimum. PAC yang memiliki
tingkat keasaman lebih tinggi, yaitu PAC A bekerja efektif pada kondisi yang
basa, sedangkan PAC B bekerja pada kondisi lingkungan yang netral. Perbedaan
kadar Al2O3 pada kedua koagulan tersebut tidak menunjukkan hasil yang berbeda
nyata terhadap persentase penurunan kekeruhan air sintetis. Namun, koagulan
yang memiliki kadar Al2O3 lebih tinggi, yaitu PAC A memiliki persentase
penurunan yang lebih besar, yaitu 95% dibandingkan PAC B yang memiliki kadar
Al2O3 lebih rendah dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 93%.

10

Penurunan kekeruhan (%)

PAC C bekerja optimum pada kondisi pH 9 dengan penambahan koagulan
sebesar 0.5 ml dalam 500 ml, yaitu 96%. Hal ini serupa dengan PAC A, yaitu
memiliki waktu polimerisasi selama 24 jam. Nilai pH yang didapat juga tidak
berbeda jauh. PAC C memiliki nilai pH sebesar 4.08, sedangkan PAC A memiliki
nilai pH sebesar 4.05. Nilai pH yang serupa menyebabkan koagulan tersebut
bekerja pada kisaran kondisi pH lingkungan yang sama. Penurunan kekeruhan
pada masing-masing kondisi pH menunjukkan korelasi positif antara jumlah
penambahan koagulan dengan persentase penurunan kekeruhan. Semakin banyak
dosis koagulan yang ditambahkan maka semakin besar persentase penurunan
kekeruhan yang didapat. Hal ini disebabkan semakin banyak partikel koloid
bermuatan negatif yang ditangkap oleh koagulan yang bermuatan positif dalam
pembentukan flok (Gambar 6).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
pH 6
0.2 ml

0.3 ml

pH 7
0.4 ml

pH 8

pH 9

Tingkat keasaman
0.5 ml

Gambar 6 Hasil analisis metode jar PAC C
PAC D bekerja optimum pada kondisi pH 7 dan penambahan koagulan
sebesar 0.5 ml dalam 500 ml dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar
92% (Gambar 7). PAC D bekerja optimum pada kondisi lingkungan yang
cenderung netral. Hal ini disebabkan nilai pH koagulan yang terbentuk memiliki
nilai pH yang lebih tinggi, yaitu 4.50 dibandingkan nilai pH PAC C, yaitu 4.08.
Selain itu, PAC D juga menunjukkan kinerja yang optimum pada kondisi
lingkungan basa yang ditunjukkan dengan nilai persentase penurunan kekeruhan
lebih dari 90%. Menurut Gebbie (2006) PAC bekerja optimum pada kondisi
lingkungan yang basa, yaitu 7.5–8.0. Hal ini dikarenakan koagulan yang bersifat
asam sehingga memungkinkan terjadinya reaksi penetralan muatan dalam proses
koagulasi. Namun, penambahan koagulan yang berlebih akan menyebabkan nilai
pH larutan menjadi turun karena semakin banyak ion H+ yang dilepas dalam air.

Penurunan kekeruhan (%)

11

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
pH 6

0.2 ml

0.3 ml

pH 7

0.4 ml

pH 8

pH 9

Tingkat keasaman
0.5 ml

Gambar 7 Hasil analisis metode jar PAC D
Berdasarkan hasil analisis modifikasi metode jar yang dilakukan terhadap
air sintetis. Aplikasi masing-masing koagulan terhadap limbah tekstil salah satu
industri batik di Bogor menggunakan dosis terbaik, yaitu 0.5 ml dalam 500 ml
pada setiap PAC yang telah diuji kinerjanya pada berbagai kondisi pH. Persentase
penurunan kekeruhan pada air limbah tekstil dari masing-masing koagulan
menunjukkan hasil di atas 95%. Hasil uji pada air limbah tekstil dapat dilihat pada
Tabel 3. Penurunan kekeruhan tidak menunjukkan korelasi positif dengan kadar
aluminium. Namun, berdasarkan hasil tersebut koagulan hasil sintesis cocok
digunakan dalam menurunkan kekeruhan limbah tekstil. Nilai kekeruhan akhir
dari setiap PAC sintetis menunjukkan bahwa nilai tersebut memenuhi salah satu
parameter air bersih. Menurut Depkes (1990) ambang batas maksimum kekeruhan
untuk air bersih sebesar 25 NTU.
Tabel 3 Hasil penurunan kekeruhan air limbah tekstil
Dosis
Kekeruhan Kekeruhan Penurunan
Koagulan
Sampel
awal
akhir
kekeruhan
dalam
(NTU)
(NTU)
(%)
500ml (ml)
0.5
PAC A
164
4.04
97.5
0.5
PAC B
164
3.04
98.1
0.5
PAC C
164
3.47
97.9
0.5
PAC D
164
7.23
95.6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Koagulan berbasis aluminium dari limbah kaleng minuman berhasil
disintesis dengan metode hidrolisis parsial menggunakan HCl. Pola serapan IR
koagulan sintetis menunjukkan pola serapan IR yang sama dengan PAC

12

komersial. PAC sintetis, yaitu PAC A, B, C, dan D mampu menurunkan
kekeruhan air limbah tekstil berturut-turut sebesar 97.5, 98.1, 97.9, dan 95.6%.
PAC sintetis belum memenuhi mutu SNI dalam hal kadar Al2O3, kadar klorida,
dan basisitas. Secara umum, waktu polimerisasi berpengaruh terhadap hasil
kinerja koagulan sintetis yang dihasilkan terhadap penurunan kekeruhan limbah
industri tekstil.

Saran
Koagulan sintetis perlu dibuat dengan menggunakan bahan dasar logam
aluminium murni sebagai koagulan sintetik pembanding agar diketahui perbedaan
kinerja koagulan yang dihasilkan dari koagulan sintetik berbahan dasar kaleng
bekas.

DAFTAR PUSTAKA
Bina B, Mehdinejad MH, Nikaeen M, Attar HM. 2009. Effectiveness of chitosan
as natural coagulant aid in treating turbid waters. Iran J Environ Health Sci.
Eng. 6:247-252. Tersedia dari: journals.tums.ac.ir/pdf/14527
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 06-3822-1995, Polialuminium
klorida. Jakarta: Departemen Perdagangan.
Budiman A. Wahyudi C, Irawaty W, Hindarso H. 2008. Kinerja koagulan poly
aluminium chloride (PAC) dalam proses penjernihan air Sungai Kalimas
Surabaya menjadi air bersih. Widya teknik 7:25-34. Tersedia dari:
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/71082534.pdf
Darmiyanti. 2008. Pengamatan pengolahan limbah cair batik mori kapas.
Informasi Komunikasi dan Pengkajian Iptek. Volume ke-21. Bandung (ID):
Tridharma
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air
Fei HE, Jia ZQ, Peng YL, Wang PJ, Liu ZZ. 2004. A novel method to synthesize
polyaluminium chloride with a membran reactor. J Enviromental Sci.
16(3):482-486. doi: 1001-0742(2004)03-0482-05
Gao BY, Chu YB, Yue QY, Wang BJ, Wang SJ. 2005. Characterization and
coagulation of a polyaluminium chloride (PAC) coagulant with high Al13
content. J Environmental Management76(2):143-147. Tersedia dari:
www.paper.edu.cn/scholar/downpaper/gaobaoyu-10
G
P
6

w
c
D dalam: 31st
annual qld water industry workshop – operations skills. [internet]. 2006 Jul
4-6; Rockhampton, Australia. Rockhampton (AU): hlm 14-20; [diunduh
2012
Jan
20].
Tersedia
pada:
www.wioa.org.au/conference_papers/06_qld/.../petergebbie.pdf

13

Malhotra S. 1994. Polyaluminium chloride as an alternative coagulant. Di dalam:
Malhotra S. 20th WEDC conference, Affordable water supply and sanitation
[Internet]. [Waktu tidak diketahui]; Nagpur, India. Colombo (LK): hlm 289291;
[diunduh
2012
Feb
20].
Tersedia
pada:
http://wedc.lboro.ac.uk/resources/conference/20/Malhotra.pdf
Manurung M dan Ayuningtyas IF. 2010. Kandungan aluminium dalam limbah
kaleng dan pemanfaatannya dalam pembuatan tawas. J Kimia 4:180186.Tersedia dari: ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/.../1995
Patimah. 2009. Pengaruh penambahan poly aluminium chloride (PAC) terhadap
nilai turbiditas air sebagai bahan baku produk minuman di PT Coca Cola
Indonesia Bottling Medan [karya ilmiah]. Medan: Departemen Kimia
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Praswati PDKW, Dianursanti, Gozan M, Nugroho WA. 2010. Optimasi
penggunaan koagulan pada pengolahan air limbah batubara. Di dalam:
Praswati PDKW. Prosiding Seminar asional Teknik Kimia “Kejuangan”,
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia. [Internet]. 2010 Jan 26; Yogyakarta, Indonesia, Depok (ID): hlm
F06-1-F06-6;
[diunduh
2013
Feb
1].
Tersedia
pada:
repository.upnyk.ac.id/591/1/48.pdf
Rinaldi DP. 2009. Pemanfaatan limbah industri logam aluminium sebagai bahan
baku polialuminium klorida dalam menurunkan kekeruhan limbah industri
tekstil. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Risdianto D. 2007. Optimisasi proses koagulasi flokulasi untuk pengolahan air
limbah industri jamu. Studi kasus: PT Sido Muncul [tesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Shen YH, Dempsey BA. 1998. Syhntesis and speciation of polyaluminium
chloride for water treatment. J Enviromental Intl. 24:889-910. Tersedia dari:
www.ncku.edu.tw/source/home/Yun-Hwei-Shen/03.pdf
Tzoupanos ND, Zouboulisa AI, Tsoleridis CA. 2009. A systematic study for the
characterization of a novel coagulant (polyaluminium silicate chloride). J
Phy Eng. 342:30–39. doi:10.1016/j.colsurfa.2009.03.054
Vogel, Arthur I. 1979. Textbook of macro and semimicro qualitative inorganic
analysis fifth edition. United States (AS): Longman.
Wang G, Zhao C. 2010. Characteristics of Polyaluminium Chloride (PAC)
Coagulant Prepared by Baking Process. Di dalam: Wang G. [Internet].
[Waktu dan tempat tidak diketahui]. Shandong (CN): hlm 266-268;
[diunduh
2012
Mar
4].
Tersedia
pada:
http://www.scirp.org/imagesforemail/pdf/AWQC-Sample.../Chapter11.pdf
Zoubulis AI, Tzoupanos N. 2010. Alternative cost-effective preparation method of
polyaluminium chloride (PAC) coagulant agent: Characterization and
comparative application for water/wastewater treatment. J Desalination
250:339-344. doi:10.1016/j.desal.2009.09.053

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Preparasi Kaleng Minuman

Pembuatan monomer AlCl3

PAC
Preparasi
kekeruhan
buatan

Variasi waktu dan
komposisi
Pencirian PAC

FTIR

Uji koagulasi
optimum
Pencirian SNI 06-38221995
Air limbah
Bobot Jenis

Kadar Al

Kadar Klorida

Uji pH

Basisitas

Uji Koagulasi

15

Lampiran 2 Pencirian PAC menggunakan FTIR

16

Lampiran 3 Kadar Aluminium PAC hasil sintesis
a. Kurva kalibrasi penentuan kadar aluminium
0.15

y = 0.0049x + 0.0077
R² = 0.9982

0.125
0.1
0.075
0.05
0.025

0
0

3

5

8

10

13

15

18

20

23

25

28

30

33

Contoh perhitungan PAC A-1:
Konsentrasi sampel dengan persamaan
y = 0.0077 + 0.0049x dan R² = 0.9982
Maka 0.0815 = 0.0077 + 0.0049x
x = 14.9673 ppm
konsentrasi sesungguhnya
14.9673 x fp = 14.9673 x 2500 = 37418.28
Kadar Al =

Sampel
PAC
sintetik

b. Hasil analisis kadar logam aluminium menggunakan AAS
Konsentra
Absorbansi
si
[Al]
Abs
FP
sampel
(ppm)
ulangan ulangan ulangan
(ppm)
1
2
3

A-1

14.9673

0.0811

0.0809

0.0825

0.0815

2500

37418.28

A-2

15.0079

0.0817

0.0821

0.0813

0.0817

2500

37519.67

B-1

220.2723

1.0980

1.0939

1.0898

1.0939

100

22027.23

B-2

212.4919

1.0577

1.0395

1.0694

1.0555

100

21249.19

C-1

14.9132

0.0810

0.0811

0.0816

0.0812

2500

37283.08

C-2

14.2305

0.0776

0.0773

0.0787

0.0779

2500

35576.26

D-1

204.0423

1.0031

1.0113

1.0272

1.0139

100

20404.23

D-2

202.6566

1.0081

1.0049

1.0081

1.0070

100

20265.66

[Al2O3]
(ppm)
70678.9
6
70870.4
9
41606.9
9
40137.3
6
70423.6
0
67199.6
1
38541.3
3
38279.5
8

Al2O3
(%)
7.07
7.09
4.16
4.01
7.04
6.72
3.85
3.83

17

Lampiran 4 Hasil analisis kadar klorida pada PAC
Hasil kadar klorida PAC A
Volume
Volume akhir
Ulangan
AgNO3
(ml)
terpakai (ml)
1
38.10
10.00
2
48.10
10.00
3
49.00
10.40
Rerata
sd
Hasil kadar klorida PAC B
Volume
Volume
Volume akhir
awal
AgNO3
Ulangan
(ml)
(ml)
terpakai (ml)
1
21.00
31.20
10.20
2
31.20
40.90
9.70
3
34.10
44.20
10.10
Rerata
sd
Hasil kadar klorida PAC C
Volume
Volume
Volume akhir
Ulangan
awal
AgNO3
(ml)
(ml)
terpakai (ml)
1
0.00
10.20
10.20
2
10.20
20.70
10.50
3
20.70
31.00
10.30
Rerata
sd
Hasil kadar klorida PAC D
Volume
Volume
Volume akhir
Ulangan
awal
AgNO3
(ml)
(ml)
terpakai (ml)
1
12.00
23.80
11.80
2
23.90
35.90
12.00
3
35.90
45.70
9.80
Rerata
sd
Contoh perhitungan:
PAC B
Volume
awal
(ml)
28.10
38.10
38.60

Kadar klorida =
=
= 3.55%

c

×100%

Kadar
klorin
(%)
3.55
3.55
3.69
3.60
0.08

Volume
Na2CO3
(ml)
6.6
6.6
6.6

Kadar
klorin
(%)
3.62
3.44
3.59
3.55
0.09

Volume
Na2CO3
(ml)
6.6
6.6
6.6

Kadar
klorin
(%)
3.62
3.73
3.66
3.67
0.05

Volume
Na2CO3
(ml)
6.6
6.6
6.6

Kadar
klorin
(%)
4.19
4.26
3.48
3.98
0.43

Volume
Na2CO3
(ml)
6.6
6.6
6.6

× 100%

18

Lampiran 5 Hasil pengukuran bobot jenis pada PAC
a. Hasil pengukuran bobot jenis PAC A
Bobot kosong Bobot + isi Bobot PAC Densitas
Ulangan
(g)
(g)
(g)
(g/ml)
1
11.5132
23.4519
11.9387
1.1939
2
11.5135
23.4523
11.9388
1.1939
3
11.5130
23.4510
11.9380
1.1938
Rerata
1.1939
sd
0.0000
b. Hasil pengukuran bobot jenis PAC B
Bobot kosong Bobot + isi Bobot PAC Densitas
Ulangan
(g)
(g)
(g)
(g/ml)
1
11.5111
23.4662
11.9551
1.1955
2
11.5127
23.4650
11.9523
1.1952
3
11.5132
23.4656
11.9524
1.1952
Rerata
1.1953
sd
0.0002
c. Hasil pengukuran bobot jenis PAC C
Bobot kosong Bobot + isi Bobot PAC Densitas
Ulangan
(g)
(g)
(g)
(g/ml)
1
11.5131
23.8500
12.3369
1.2337
2
11.5134
23.8517
12.3383
1.2338
3
11.5128
23.7467
12.2339
1.2234
Rerata
1.2303
sd
0.0060
d. Hasil pengukuran bobot jenis PAC D
Bobot kosong Bobot + isi Bobot PAC Densitas
Ulangan
(g)
(g)
(g)
(g/ml)
1
11.5107
23.6886
12.1779
1.2178
2
11.5113
23.6641
12.1528
1.2153
3
11.5124
23.6656
12.1532
1.2153
Rerata
1.2161
sd
0.0014
Contoh perhitungan PAC D

6

6–

19

Lampiran 6 Hasil analisis basisitas pada PAC
a. Hasil uji basisitas pada PAC A
Volume NaOH
Terpakai Bobot Kadar Al2O3 Basisitas
(ml)
Ulangan
(ml)
(g)
(%)
(%)
Awal Akhir
blangko
8.8
36.6
27.8
1
30
48.9
18.9
1.0064
7.08
53
2
0.7
19
18.3
1.0064
7.08
57
rerata
18.6
55
b. Hasil uji basisitas pada PAC B
Volume NaOH
Terpakai Bobot Kadar Al2O3 Basisitas
(ml)
Ulangan
(ml)
(g)
(%)
(%)
Awal Akhir
blangko
8.8
36.6
27.8
1
0.6
17.6
17.0
1.0027
4.09
112
2
31.8
47.4
15.6
1.0027
4.09
126
rerata
16.3
119
c. Hasil uji basisitas pada PAC C
Volume NaOH
Terpakai Bobot Kadar Al2O3 Basisitas
(ml)
Ulangan
(ml)
(g)
(%)
(%)
Awal Akhir
blangko
8.8
36.6
27.8
1
14.6
36.7
22.1
1.0022
6.88
35
2
10
32.3
22.3
1.0022
6.88
34
rerata
22.2
35
d. Hasil uji basisitas pada PAC D
Volume NaOH
Terpakai Bobot Kadar Al2O3 Basisitas
(ml)
Ulangan
(%)
(ml)
(g)
(%)
Awal Akhir
blangko
8.8
36.6
27.8
1
20
30.5
10.5
1.0030
3.84
191
2
14.3
24.8
10.5
1.0030
3.84
191
rerata
10.5
191
Contoh perhitungan PAC D
ba

-

= 191%

20

Lampiran 7 Data analisis metode jar PAC A
Dosis (ml)
dalam 500
ml
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5

Kekeruhan
awal
(NTU)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

pH
6
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
9
9

Ulangan
1
(NTU)
29
21
14
14
20
16
12
6
27
24
13
12
23
14
6
4

Ulangan
2
(NTU)
30
20
15
15
20
14
11
6
28
25
13
12
23
15
7
5

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 9)
P
P

Ulangan
3
(NTU)
29
21
15
16
20
15
12
6
28
25
13
11
23
15
7
5

Kekeruhan
Akhir
(NTU)
29
21
15
15
20
15
12
6
28
25
13
12
23
23
15
5

Penurunan
kekeruhan
(%)
71
79
85
85
80
85
88
94
72
75
87
88
77
77
85
95

21

Lampiran 8 Data analisis metode jar PAC B
Dosis (ml)
dalam 500
ml
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5

pH
6
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
9
9

Kekeruhan ulangan
awal
1
(NTU)
(NTU)
100
31
100
30
100
17
100
21
100
24
100
24
100
15
100
7
100
32
100
25
100
22
100
9
100
29
100
26
100
24
100
23

ulangan
2
(NTU)
29
32
19
20
25
25
15
7
33
26
23
12
29
26
25
23

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 7)
P
P

(

)

ulangan
3
(NTU)
30
32
19
21
25
25
15
7
32
25
22
10
29
27
25
23

Kekeruhan
akhir
(NTU)
30
31
18
21
25
25
15
7
32
25
22
10
29
26
26
23

Penurunan
kekeruhan
(%)
70
69
82
79
75
75
85
93
68
75
78
90
71
74
74
77

22

Lampiran 9 Data analisis metode jar PAC C
Dosis (ml)
dalam 500
ml
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5

pH
6
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
9
9

Kekeruhan
awal
(NTU)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Ulangan
1
(NTU)
22
15
14
11
15
13
12
5
11
12
12
11
18
18
11
4

Ulangan
2
(NTU)
20
16
14
11
16
13
12
6
12
12
12
11
20
20
11
4

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 9)
P
P

(

)

Ulangan
3
(NTU)
21
17
14
11
16
13
12
6
12
12
12
11
20
19
10
4

Kekeruhan
akhir
(NTU)
21
16
14
11
16
13
12
6
12
12
12
11
19
19
11
4

Penurunan
kekeruhan
(%)
79
84
86
89
84
87
88
94
88
88
88
89
81
81
89
96

23

Lampiran 10 Data analisis metode jar PAC D
Dosis
(ml)
dalam
500 ml
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2
0.3
0.4
0.5

pH

Kekeruha
n awal
(NTU)

Ulangan
1
(NTU)

Ulangan
2
(NTU)

Ulangan
3
(NTU)

Kekeruhan
akhir
(NTU)

Penurunan
kekeruhan
(%)

6
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
9
9

100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

17
23
20
17
18
5
2
2
23
15
7
4
20
18
9
8

16
24
20
16
17
6
3
2
23
16
8
4
22
18
9
8

17
24
20
16
18
6
3
2
23
16
8
4
22
18
9
8

17
24
20
16
18
6
3
2
23
16
8
4
21
18
9
8

83
76
80
84
82
94
97
98
77
84
92
96
79
82
91
92

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 7)
P
P




24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1990 dari pasangan Bapak
Mohammad Yasin dan Ibu Markini. Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima
di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar IPB
2009/2010 dan 2011/2012, dan asisten praktikum Kimia Lingkungan Departemen
Kimia 2012/2013.
Penulis pernah aktif sebagai Ketua Divisi Sains dan Komunikasi Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB dan pernah aktif menjadi Ketua Divisi
Komunikasi dan Informasi Ikatan Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia
(Ikahimki) wilayah Jawa Barat. Bulan Juli–Agustus 2011 penulis melaksanakan
Praktik Lapang di Balai Pengujian Mutu Barang (BPMB) Departemen
P

f
M
P
P
(Cd) Menggunakan Flame Spektroskopi Serapan Atom (SSA) dalam Mainan

,
f
f
belajar wilayah Bogor pada tahun 2010-2012.