EVALUASI JALUR HIJAU JALAN NASIONAL DI KABUPATEN SLEMAN (Studi Kasus Jalan Magelang dan Jalan Solo)

EVALUASI JALUR HIJAU JALAN NASIONAL DI
KABUPATEN SLEMAN
(Studi Kasus Jalan Magelang dan Jalan Solo)

Skripsi

Disusun Oleh:
Wardoyo
20070210006
Program Studi Agroteknologi

Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

iv

PERSEMBAHAN
Syukur alhamdulillah ya Allah atas rahmat, nikmat dan karuniaMu hamba
bersujud, dengan izinMu hamba bisa menyelesaikan skripsi ini yang akan hamba

persembahkan kepada:
1. Ayah dan Ibunda tercinta, sebagai tanda bakti, hormat dan rasa
terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada
Ibu

dan

Ayah yang telah memberikan kasih sayang dan segala

dukungannya. Semoga ini bisa menjadi langkah awal untuk membuat Ibu
dan Ayah bahagia karena kusadar, selama ini belum bisa berbuat yang
lebih. Untuk Ibu dan Ayah yang selalu membuatku termotifasi, selalu
menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku dan selalu menasehatiku
untuk menjadi lebih baik, terimakasih Ibu.... terimakasih Ayah....
2. Kakak ku tercinta, Sutrisno dan Sujoko terimakasih atas doa, motivasi dan
dukungannya.

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan

rahmat,

nikmat

serta

hidayahNya

kepada

penulis

hingga

terselesainya skripsi yang berjudul “Evaluasi Jalur Hijau Jalan Nasional Di
Kabupaten Sleman (Studi Kasus Jalan Magelang dan Jalan Solo)”. Skripsi ini

dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari selama penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak
mendapatkan bantuan, dukungan, kerjasama dan sumbangan pikiran dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih setulus tulusnya kepada:
1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., selaku Dosen Pembimbing Utama
yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, bantuan serta
memberikan motifasi dan semangatnya selama penyusunan skripsi ini.
2. Lis Noer Aini, S.P. M.Si., selaku Dosen Pembimbing pendamping
yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, masukan, bantuan
serta

memberikan

motifasi dan semangatnya selama penyusunan

skripsi ini.
3. Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan saran, koreksi, kritik dan motivasinya.
4. Ir. Titiek Widiyastuti, M.S.,selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah memberikan motivasi dan semangatnya selama menimba ilmu di
Fakultas Pertanian UMY.

v

5. Ir. Sarjiyah, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agroteknologi yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan tak
ternilai harganya.
7. Staf dan Karyawan Fakultas Pertanian yang telah memberikan fasilitas
akademik dan ilmunya selama duduk di bangku kuliah ini.
8. Kepala Dinas dan Instansi terkait di Yogyakarta (Bapedda Sleman,
P2JN DIY dan BLH DIY) yang telah memberikan izin dan data
informasi yang mendukung terselesainya skripsi ini.
9. Keluarga tercinta Bapak Sapardi, Ibu Sutini, Mas Tris bersama istri
(Mbak Yuyun), Mas Joko bersama istri (Mbak Santi) yang dengan
tulus mendo’akan dan mendukung apa yang menjadi terbaik dalam
hidupku.
10. Semua teman-teman prodi Agroteknologi angkatan 2007, Sapto

Nugroho, Khoirul Umam dan adik angkatan, Lian, Jamal, Adit, Ilham
tembong, Pak Wo, Ihsan, Ardi, serta yang lain yang tidak tertulis satu
pesatu trimakasih atas segalanya.
11. Keluarga besar Hikmah Motor, Om Yon, Om Agus, Bu Nur serta yang
lain yang tidak tersebut satu persatu terimakasih atas motifasi dan
suportnya.
12. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu.

vi

Semoga amal baik Bapak, Ibu dan saudara-saudara mendapatkan balasan
dari Allah SWT. Amin. Penulis mengharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, Januari 2017

Penulis

vii


DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL
Halaman

ix

DAFTAR GAMBAR
halaman

x

xi

INTISARI

Penelitian dengan judul “ Evaluasi Jalur Hijau Jalan Nasional Di

Kabupaten Sleman (Studi Kasus Jalan Magelang dan Jalan Solo)”, dilaksanakan
pada bulan September sampai November 2016. Penelitian ini bertujuan
mengevaluasi kesesuaian jalur hijau yang berfungsi sebagai penyerap polutan,
pengontrol iklim mikro, peredam kebisingan, pengarah, peneduh dan pembentuk
nilai estetik dikedua jalan tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode survey,
observasi, kuisioner dan pengumpulan data skunder. Pemilihan lokasi secara
purposive yang didasarkan pada jumlah kepadatan lalu-lintas, jalur antar Provinsi,
jalur perdagangan, jalur wisata di wilayah Kabupaten Sleman. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur hijau jalan yang ada di kedua
jalan tersebut sudah memberikan fungsinya tetapi belum maksimal karena
keberadaan tanaman yang belum merata, sedangkan hasil pengukuran kualitas
udara di kedua jalan tersebut, jumlah polusi yang ada masih di bawah baku mutu
yang ditetapkan artinya masih aman bagi lingkungan sekitarnya, tetapi debu dan
timah hitam atau timbal (Pb) terus meningkat pertahunnya. Berdasarkan persepsi
pengguna jalan, sebagian besar menyatakan perlu penambahan tanaman terutama
tanaman peneduh (90%) dan peningkatan perawatan jalan (70%). Hasil evaluasi
terhadap jalur hijau, perlu dilakukan penataan jalur hijau dan penambahan
tanaman terutama pada km 14-18 di Jalan Magelang dan km 10-13 di Jalan Solo.
Kata kunci: Evaluasi Jalur Hijau, Jalan Magelang dan Jalan Solo, Kabupaten

Sleman

xii

ABSTRACT

A research about “ Evaluation of National Road Green Belt in The Distric
Sleman (The Case Study Magelang Street and Solo Street)”, implemented in
September until November 2016. This study aimed to evaluate the suitabiliy of the
green lane road that serves as an absorber of pollution, microclimate control,
noise reducer, referring plat, shading plant and aesthetic value in both of the
road. The research was conducted by survey method, observation, questionnaires
and secondary data colection. The coice of location purposively based on the
amound of traffic descriptively.
The result showed that the green lane road at Jalan Magelang and Jalan
Solo hove not provided full functionality due the presence of plants that have not
been evenly distributed, while the results of air quality measurements showed that
pollution occurs is still below the threshold, but there is an increase of lead (Pb)
annually. Based on the perception of street users, most states need additional
plants are mainly plant sade (90%) and improved maintenance (70%). The result

of the evaluation on the green line, there are needs to be additional plant
esspecially at km 14-18 at Magelang Street and km 10-13 at Solo Street.
Keywords : Evaluation of Green Belt, Magelang Street and Solo Street, Distric
Sleman.

xiii

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km2 atau
18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o 13’00” dan 110o 33’00”
Bujur Timur, serta 7o 34’51” dan 7 o 47’03” Lintang Selatan. Kabupaten Sleman
berada pada ketinggian 100 s/d 2.500 m dpl., dengan iklim agak basah. Di sebelah
utara, berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, di
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, di sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Kuloprogo dan Kabupaten Magelang, dan di sebelah selatan

berbatasan

dengan

kota

Yogyakarta,

Kabupaten

Bantul dan

Kabupaten

Gunungkidul. Secara administratif Kabupaten Sleman terbagi atas 17 kecamatan,
86 desa, dan 1.212 padukuhan. Kabupaten Sleman memiliki sumber daya alam
yang melimpah, seperti tempat wisata, wisata kuliner serta kawasan potensial
untuk pengembangan pembangunan agribisnis. Pembangunan maupun perbaikan
infrastruktur di Kabupaten Sleman juga sangat pesat, salah satunya yaitu jalan.
(Slemankab, 2016)

Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap serta perlengkapanya yang diperuntukan
untuk lalau lintas yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali jalan
kereta api, jalan lori dan jalan kabel. (Wikipedia, 2016).

1

2

Pada bagian tepi jalan, median maupun pulau jalan (traffic island)
biasanya terdapat tanaman yang merupakan bentuk dari jalur hijau jalan yang
keberadaanya sangat penting bagi pengguna jalan maupun masyarakat di
sekitarnya. Tanaman tepi jalan atau jalur hijau jalan memiliki fungsi sebagai
peneduh, penyerap polusi, peredam kebisingan, pemecah angin dan pengarah.
Selain itu tanaman juga mengandung nilai keindahan yang dapat dinikmati baik
secara visual oleh mata maupun indera lainnya seperti daya tarik aroma maupun
perasaan. Secara visual tanaman memiliki nilai arsitektural yang berkaitan dengan
fungsi estetik yang diperoleh dari bentuk tajuk pohon, warna, tekstur daun dan
aroma bunga serta kesesuaiannya dengan lingkungan (Raismiwyati, 2009).
Jalan Magelang dan Jalan Solo merupakan jalan nasional atau jalan utama
penghubung provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan provinsi Jawa
Tengah. Dilihat dari volume kendaraan yang melintasi, di kedua jalan ini sangat
padat, selain itu di sekitar jalan tersebut juga terdapat pusat-pusat perekonomian
seperti perkantoran, perhotelan, bandara, terminal bus dan tempat umum lainnya
serta permukiman penduduk di sekitar jalan yang sangat padat. Keberadaan
tanaman tepi jalan tentunya akan sangat berpengaruh penting dan akan
memberikan kenyaman bagi pengguna jalan maupun masyarakat sekitar. Oleh
sebab itu perlu adanya evaluasi kesesuaian jalur hijau jalan yang sudah ada di
kedua jalan tersebut dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(PU) No 5 tahun 2012 tentang pedoman penanaman pohon pada sistem jaringan
jalan.

3

B. Perumusan Masalah
Kabupaten Sleman tepat dilintasi oleh Jalan Nasional, yang merupakan
koridor atau penghubung Propinsi Jawa Tengah ke Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), diantaranya yaitu Jalan Magelang dan Jalan Solo. Dari tahunke tahun kepadatan populasi kendaraan bermotor yang melintas di jalan tersebut
semakin meningkat, secara visual hal ini dibuktikan dengan adanya kemacetan di
beberapa titik. Hal ini jelas akan mengakibatkan penurunan kualitas udara dan
perubahan iklim mikro akibat gas buang kendaraan bermotor yang melintas di
jalan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi kesesuain jalur hijau jalan
sebagai penyerap polutan, pengontrol iklim mikro, peredam kebisingan, pengarah,
peneduh dan pembentuk nilai estetika di kedua jalan tersebut.
C. Tujuan Penelitian
Mengevaluasi
penyerap

polutan,

kesesuaian

jalur

hijau

pengontrol iklim mikro,

jalan

yang

berfungsi sebagai

peredam kebisingan,

pengarah,

peneduh dan pembentuk nilai estetika di kedua jalan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan
fungsi tanaman tepi jalan di jalan Solo dan jalan Magelang Kabupaten Sleman.
E. Batasan Studi
Penelitian ini difokuskan di Jalan Solo km 7 sampai km 18 dan Jalan
Magelang km 7 sampai km 15 Kabupaten Sleman.

4

F. Kerangka Pikir Penelitian
Jalan Nasional di Kabupaten Sleman yang dipilih sebagai objek penelitian
adalah Jalan Magelang dan Jalan Solo. Pengamatan dilakukan di kedua jalan
tersebut dengan melihat kondisi fisik jalan yang ada, meliputi kondisi vegetasi,
menghitung jumlah sebaran dan mengidentifikasi jenis vegetasi. Melihat kondisi
jalan dengan melakukan pengukuran lebar jalan, mengamati kodisi lalulitas yang
ada dan melihat hasil pengukuran kualitas udara dari instansi terkait. Didukung
persepsi masyarakat sebagai masukan dalam penelitian. Dari keseluruhan data
yang terkumpul kemudian dilakukan evaluasi jalur hijau

di kedua jalan tersebut.

Proses penelitian ini dapat dilihat pada skema alur pemikiran penelitian dalam
Gambar 1.

5

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana
(2004), evaluasi adalah suatu tindakan yang digunakan atau dilakukan untuk
menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan keputusa tersebut untuk selanjutnya ditentukan langkahlangkah alternatif perbaikannya bagi kelemahan tersebut. Evaluasi perlu dilakukan
untuk mengetahui apakah tujuan telah tercapai dan peningkatan yang perlu
dilakukan.
Kegiatan evaluasi bertujuan menyeleksi dan menampilkan informasi yang
diperlukan dalam mendukung pengambilan kesimpulan dan keputusan tentang
suatu nilai serta nilainya (Diana, 2004). Selanjutnya Diana 2004 juga menyatakan
bahwa evaluasi dilakukan untuk menentukan keputusan apa akan melanjutkan
suatu program yang dinilai sukses atau. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
pembanding yaitu perbandingan hasil perencanaan dengan tujuan yang ditetapkan
oleh desainer. Hasil evaluasi digunakan untuk membantu memutuskan apa suatu
program akan dilanjutkan atau dihentikan dan bagaimana cara pengembangannya.
B. Jalan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004, jalan
adalah suatu prasarana perhubungan darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah, dan atau air serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api
6

7

jalan lori, dan jalan kabel. Dines dan Harris (1988) menjelaskan bahwa adanya
jalan atau sirkulasi kendaraan di jalan raya mengakomodasikan tiga tujuan utama
yaitu

menyediakan

akses

untuk

masuk

ke

suatu

lahan

dan

bangunan,

menghubungkan antar tata guna lahan yang ada, dan menyediakan jalur
pergerakan untuk orang dan barang.
Secara umum pengelompokkan sistem jalan menjadi freeway (jalan tol),
jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Chiara dan Koppelman (1989)
mengatakan bahwa jalan dibagi menjadi 5 tipe yaitu jalan utama (arteri utama),
jalan sekunder (arteri kecil), jalan kolektor, jalan lokal, cul-de-sac. Berdasarkan
peruntukannya, jalan dibedakan menjadi jalan umum dan jalan khusus (UU No.
38 tahun 2004). Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas
umum dan dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. Jalan khusus
adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri, diperuntukkan bukan bagi lalu
lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang diperlukan. Jalan
khusus tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Termasuk ke dalamnya antara
lain jalan inspeksi pengairan, jalan inspeksi saluran minyak atau gas, jalan
perkebunan, jalan pertambangan, jalan kehutanan, jalan komplek bukan untuk
umum dan jalan untuk keperluan pertahanan dan kemanan
Negara.
Jalan umum dikelompokkan lebih lanjut menurut fungsi, status dan
kelasnya. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,

8

jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Menurut fungsinya,
jalan umum dikelompokkan menjadi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan
jalan lingkungan.
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan

lingkungan

merupakan

jalan

umum yang

berfungsi melayani

angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.
Jalan umum juga dikelompokkan berdasarkan kelas jalan (UU RI No. 22
Tahun 2009). Pengelompokkan jalan menjadi beberapa kelas didasarkan pada
fungsi dan intensitas lalu lintas serta daya dukung untuk menerima muatan sumbu
terberat dan dimensi kendaraan bermotor. Berdasarkan kelas jalannya, jalan
umum dikelompokkan menjadi jalan kelas I, jalan kelas II, jalan kelas III, dan
jalan kelas khusus.

9

1. Jalan kelas I
Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi
18 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
2. Jalan kelas II
Jalan arteri, jalan kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 m, ukuran
panjang tidak melebihi 12 m, ukuran paling tinggi 4,2m, dan muatan
sumbu terberat 8 ton.
3. Jalan kelas III
Jalan arteri, jalan kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 m, ukuran
panjang tidak melebihi 9 m, ukuran paling tinggi 3,5 m, dan muatan
sumbu terberat 8 ton. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m,
ukuran panjang tidak melebihi 18 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan
muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
Jalan memiliki beberapa bagian jalan.

Bagian-bagian jalan tersebut

meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan (UU
RI No 38 tahun 2004 ; UU RI No 13 tahun 1980).
1. Daerah manfaat jalan adalah suatu daerah yang dimanfaatkan untuk
konstruksi jalan terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.

10

2. Daerah milik jalan meliputi daerah manfaat jalan dan sejalur tanah
tertentu, di luar daerah manfaat jalan. Daerah milik jalan dibatasi tanda
batas daerah milik jalan.
3. Daerah pengawasan jalan merupakan sejalur tanah tertentu di luar daerah
milik jalan yang ada di bawah pengawasan Pembina jalan. Adanya daerah
pengawasan

jalan

dimaksudkan

agar

tidak

mengganggu

pandangan

pengemudi dan konstruksi jalan, dalam hal tidak cukup luasnya daerah
milik jalan.
C. Jalur Hijau
Jalur hijau merupakan salah satu bentuk penyediaan ruang terbuka hijau
pada kota. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 tahun
2007, RTH atau ruang terbuka hijau didefinisikan sebagai area memanjang, jalur,
dan

atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat

terbuka,

dan

merupakan tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun
sengaja ditanam. Proporsi luas ruang terbuka hijau pada kota paling sedikit 30%
luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau 30% tersebut merupakan ukuran
minimal

untuk

menjamin

keseimbangan

ekosistem

kota,

meningkatkan

ketersediaan udara bersih bagi masyarakat dan juga meningkatkan nilai estetika
kota (UU No. 26 tahun 2007).

11

Gambar 1. Tata letak jalur hijau (Direktorat Jendral Binamarga, 1996)
Pada jalur hijau jalan, tanaman disediakan pada tepi jalan serta median dan
pulau jalan. Jalur tanaman tepi pada ruang terbuka hijau jalur hijau jalan memiliki
fungsi antara lain peneduh, penyerap polusi udara, peredam kebisingan dan
pemecah angin. Median pada jalur hijau jalan berfungsi sebagai penahan silau
lampu kendaraan.
D. Fungsi Ekologis Tanaman
Tanaman turut berperan dalam menjaga keseimbangan ekologis pada
lingkungan. Irwan (2008) menjelaskan bahwa vegetasi dalam ekosistem berperan
sebagai produsen utama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial.
Energi yang dihasilkan oleh vegetasi merupakan sumber hara mineral dan perubah
terbesar lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Benson dan
Roe (2000) menyebutkan bahwa vegetasi penting dalam berfungsi secara ekologis
dan merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan keberlanjutan
lingkungan. Beberapa fungsi ekologis tanaman dan vegetasi antara lain kontrol
polusi,

meningkatkan

kualitas

udara,

ameliorasi

iklim,

mereduksi

bising,

menyimpan karbon, dan sebagai keragaman hayati. Branch (1995) menjelaskan
bahwa unsur vegetasi dapat meningkatkan daya tarik kota dan membantu menjaga
kebersihan udara. Lebih lanjut Carpenter, et al (1975), menjelaskan bahwa

12

tanaman memiliki efek penting pada suhu udara. Selain itu, vegetasi dapat juga
mengurangi terjadinya erosi tanah dan bahaya tanah longsor. Tanaman dapat
mengurangi polutan udara melalui proses oksigenasi, yaitu proses pelepasan
oksigen ke atmosfer, dan dilusi, yaitu pencampuran udara tercemar dengan udara
bersih. Ketika udara yang tercemar mengalir di dalam dan sekitar tanaman dan
melewati udara bersih dan beroksigen, terjadi pencampuran antara udara yang
tercemar dengan udara bersih sehingga konsentrasi zat pencemar udara berkurang
(Grey dan Deneke, 1978).
Berdasarkan penelitian terdahulu, didapatkan perhitungan bahwa sejenis
pohon douglas-fir (salah satu jenis cemara) dengan diameter batang 15 inchi
berpotensi membersihkan 43,5 pound SO 2 per tahun dengan konsentrasi SO 2 pada
atmosfer 0,25 ppm. Dengan demikian, satu acre lahan tanaman ini dapat
membersihkan 3,7 ton SO 2 pertahun (Carpenter, et al., 1975). Penelitian lain
menunjukkan bahwa area hijau seluas 500 meter di sekitar pabrik dapat
menurunkan konsentrasi sulfur dioksida (SO 2 ) sebanyak 67% (Robinette 1972
dalam Grey dan Deneke 1978). Penelitian tentang pencemaran ozon dan area
hutan menunjukkan bahwa massa udara dengan konsentrasi ozon sebesar 150 ppm
yang dilepaskan di hutan selama 8 jam, akan diserap oleh vegetasi sebesar 80% di
antaranya (Grey dan Deneke, 1978). Hasil-hasil tersebut membuktikan bahwa
tanaman efektif dalam membersihkan polutan dari udara.
Tanaman menyerap karbondioksida dan melepaskan oksigen. Tanaman
memiliki efek yang kecil pada tingkat karbon dioksida dan oksigen kota.
Walaupun demikian, sedikit penurunan pada tingkat suplai oksigen dunia akan

13

menghasilkan peningkatan yang cukup besar pada persentase karbon dioksida
(Harris dan Dinnes, 1999). Schmid dalam Harris dan Dinnes (1999) menemukan
bahwa konsentrasi ozon berkurang dengan cepat pada siang hari dimana tanaman
bertranspirasi

dengan

cepat

dibandingkan

pada

malam

hari.

Transpirasi

mendinginkan udara yang akan memperlambat pembentukan ozon. Nitrogen
dioksida dihilangkan secara parsial oleh presipitasi.
Polutan diserap oleh jaringan tanaman yang aktif, terutama di daun dan
dijerap pada permukaan tanaman (Harris dan Dinnes. 1999). Tanaman dapat
menjadi penyaring yang efektif dan dapat digunakan untuk pada area-area
strategis untuk membersihkan udara. Tanaman dapat menyerap dan menjerap gas
dan polutan padat sampai pada batas tertentu yang dapat ditoleransi oleh tanaman.
Penggunaan tanaman yang peka terhadap polusi udara pada lingkungan
yang tercemar berat dapat menyebabkan tumbuhan menderita bahkan mati.
Dengan diketahuinya jenis tanaman yang tahan terhadap pencemar udara,
tanaman akan dapat tumbuh dengan baik walaupun terkena paparan pencemar
udara sedang sampai tinggi (Dahlan, 2004). Karena itu, pemilihan tanaman untuk
daerah dengan tingkat pencemaran tinggi, misalnya jalan yang tercemar, perlu
dilakukan dengan cermat. Jenis tanaman yang dapat menyerap gas antara lain
tanaman yang mempunyai banyak stomata, tahan terhadap gas tertentu dan tingkat
pertumbuhan tanaman cepat. Kemampuan daun tanaman dalam menyerap gas
beracun pencemar udara dipengaruhi beberapa faktor antara lain daya kelarutan
polutan di dalam air/cairan sel, kelembaban lingkungan di sekitar daun, intensitas

14

cahaya matahari, kedudukan daun, keadaaan saat penyerapan (gelap/terang)
(Smith, 1981 dalam Dahlan, 2004).
Selain vegetasi, pergerakan angin juga dapat mempengaruhi penyebaran
polusi udara. Karena itu, untuk mengurangi polusi udara, penanaman vegetasi
dapat dilakukan tegak lurus dengan arah angin (Grey dan Deneke, 1978). Selain
itu, penanaman juga ditempatkan di sekitar sumber polusi. Penanaman yang
terbuka sebaiknya juga dikombinasikan dengan barrier yang padat.
E. Fungsi Tanaman Lansekap
Jenis tanaman yang akan ditanam sebaiknya tidak hanya mempunyai satu
manfaat melainkan ada manfaat lain yaitu dari aspek ekologis, aspek estetika,
aspek keselamatan dan aspek kenyamanan. Bagian dari tanaman yang menjadi
pertimbangan pemanfaatanya adalah dari organ (batang, daun, buah, bunga dan
perakaranya serta sifat perkembangannya. Sebagai contoh, dari tajuk, bunga dan
daun dapat menimbulkan kesan keindahan (estetika), dari beberapa bunga yang
mengeluarkan aroma segar dan warna yang menarik, batang dan daun dapat
bermanfaat sebagai peneduh, pembatas, penghalang angin, penghalang silau dari
lampu kendaraan dan cahaya matahari. Disamping itu juga manfaat penanaman
pohon di jalan adalah sebagai ciri atau maskot suatu daerah yaitu tanaman lokal
atau tanaman eksotik yang khas dan hanya dapat tumbuh dan berkembang khusus
pada daerah tertentu atau hanya ada di Indonesia.
1. Mengurangi pencemar udara (CO 2 )
Secara umum jenis tanaman yang berhijau daun (chlorophyl) dalam
proses

fotosintesisnya

dengan

bantuan

cahaya

matahari

akan

15

menggunakan karbondioksida (CO 2 ) dari udara atau lingkungan sekitarnya
diubah antara lain menghasilkan Oksigen (O 2 ). Gas CO 2 sebagai salah satu
gas rumah kaca yang dapat menimbulkan pemanasan global akan
direduksi

oleh

tanaman.

Semua

jenis

tanaman

yang

berklorofil

memanfaatkan CO 2 untuk proses biokimia yang dibantu cahaya matahari
dapat menghasilkan O 2 yang dibutuhkan untuk kehidupan mahluk hidup di
bumi.
2. Penyerap Kebisingan
Beberapa jenis tanaman dapat meredam suara dengan cara
mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis
tanaman (pohon, perdu/semak) yang paling efektif untuk meredam suara
adalah yang mempunyai tajuk yang tebal dan bermassa daun padat. Jenisjenis tanaman tersebut diperlukan pada tempat-tempat yang berada di
pinggir jalan yang membutuhkan ketenangan dan kenyamanan, antara lain
yaitu tempat fasilitas umum (tempat ibadah, pendidikan, kesehatan,
perkantoran dan lainya). Contoh tanaman yang bertajuk tebal dan massa
daun padat antara lain: tanjung, kiara payung, teh-tehan pangkas, puring,
pucuk merah, kembang sepatu, bougenville, oleander.

16

Gambar 2. Tanaman Berfungsi Sebagai Penyerap Kebisingan
3. Penghalang Silau
Cahaya lampu kendaraan dari arah yang berlawanan saat malam
hari seringkali mengganggu pandangan atau silau bagi pengemudi lainya
yang berlawanan arah. Salah satu cara penanganannya dengan cara
menanam tanaman di tepi jalan dan median jalan. Sebaiknya dipilih pohon
atau perdu yang bermassa daun padat, ditanam rapat pada ketinggian 1,5m.
Pada jalur jalan raya bebas hambatan, penanaman pohon tidak
dibenarkan pada jalur median jalan. Sebaiknya pada jalur median ditanam
tanaman semak, agar sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan
dapat dikurangi. Contoh: bougenville, puring, pucuk merah, kembang
sepatu, oleander, nusa indah.

17

Gambar 3. Tanaman Berfungsi Sebagai Penghalang Silau
4. Pembatas Pandang
Tanaman dapat pula dimanfaatkan sebagai penghalang pandangan
terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan untuk ditampilkan atau dilihat,
seperti timbunan sampah, tempat pembuangan sampah, dan galian tanah.
Jenis tanaman tinggi dan perdu/semak yang bermassa daun padat dapat
ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat.
Contoh: bambu, glodokan tiang, cemara, puring, pucuk merah, kembang
sepatu, oleander.

Gambar 4. Tanaman Berfungsi Sebagai Pembatas Pandang

18

5. Pengarah
Tanaman dapat dipakai sebagai penghalang pergerakan manusia
dan hewan. Selain itu juga dapat berfungsi mengarahkan pergerakan.
Lansekap tepi jalan yang baik dapat memberikan arah dan petunjuk bagi
pengendara.

Fungsi penanaman

dapat

menolong/membantu

pengguna

jalan menginformasikan adanya tikungan jalan atau mendekati jembatan.
Walaupun penanaman seperti itu harus didesain dengan pertimbangan
untuk keselamatan lalu lintas, pemeliharaan yang murah dan mengurangi
penyiangan. Contoh: cemara, glodokan tiang, palem.

Gambar 5. Tanaman Berfungsi Sebagai Pengarah
6. Memperindah Lingkungan
Lansekap yang indah/cantik dan jalan yang teduh ditanami pohon
dan tanaman lain di sepanjang jalan akan menciptakan lingkungan yang
lebih kondusif, membuat santai dan ketenangan dari ketegangan bagi
pengendara. Penanaman perdu dan pohon, khususnya di daerah perkotaan

19

didesain berkaitan dengan jenis dan fungsi dari jalan untuk mengurangi
beberapa gangguan antara lain polusi udara dan kebisingan.
7. Penahan Benturan
Kecelakaan akan terjadi ketika pengendara mengalami kelelahan,
lepas kendali, mabuk, melebihi batas kecepatan atau mencoba menghindari
benturan pada objek yang membahayakan di jalan. Pada lokasi dimana
hal-hal seperti itu terjadi, lingkungan tepi jalan yang dapat membantu
pengendara

mengurangi kemungkinan

membentur

objek

yang

keras

dengan menggunakan tanaman. Penanaman perdu yang berakar dengan
kuat dan tumbuh dengan baik, akan mengurangi kerusakan dan kecelakaan
pada kendaraan dan pengemudi daripada memasang pembatas/dinding
yang keras.
8. Pencegah Erosi
Kegiatan manusia dalam menggunakan lahan, selain menimbulkan
efek positif juga menyebabkan efek negatif terhadap kondisi tanah/lahan,
misalnya dalam pembentukan muka tanah, pemotongan, dan penambahan
muka tanah (cut and fill). Kondisi tanah menjadi rapuh dan mudah tererosi
oleh karena pengaruh air hujan dan embusan angin yang kencang. Akar
tanaman dapat mengikat tanah sehingga tanah menjadi kokoh dan tahan
terhadap pukulan air hujan serta tiupan angin. Selain itu dapat untuk
menahan air hujan yang jatuh secara tidak langsung ke permukaan tanah.
Pohon, perdu dan rumput dapat membantu dalam mengendalikan erosi
tanah.

20

9. Habitat Satwa
Tepi jalan akan menyediakan tempat bagi tanaman yang harus
ditanam kembali. Hal ini membantu mengembalikan kesimbangan sistem
ekologi. Spesies yang diadopsi pada kondisi lahan yang khusus dan
mempunyai nilai keilmuan dan pengobatan harus dilindungi. Salah satu
satwa liar yang dapat dikembangkan diperkotaan adalah burung. Beberapa
jenis burung sangat membutuhkan tanaman sebagai tempat mencari makan
maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Tanaman sebagai sumber
makanan bagi hewan serta tempat berlindung kehidupannya. Hingga
secara tidak langsung tanaman dapat membantu pelestarian kehidupan
satwa.
10. Pemecah Angin
Pemilihan tanaman yang ditanam sepanjang koridor jalan akan
berfungsi sebagai pemecah angin, dengan demikian mengurangi efek dari
angin pada pengendara, khususnya angin kencang dan angin lintang Jenis
tanaman yang dipakai harus tanaman tinggi dan perdu/semak, bermassa
daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam
rapat < 3m. Contoh: glodokan tiang, cemara, angsana, tanjung, kiara
payung, kembang sepatu, puring, pucuk merah.

21

Gambar 6. Tanaman Berfungsi Sebagai Pemecah Angin
F. Jenis Tanaman Jalan
Tabel 1. Fungsi dan Jenis Tanaman Jalan
No.
Fungsi
Persyaratan
1 Peneduh
a. Ditempatkan pada jalur
tanaman ( minimal 1,5 m)
b. Percabangan 2 m di atas
tanah.
c. Bentuk percabangan batang
tidak merunduk.
d. Bermassa daun padat.
e. Ditanam secara berbaris.
2 Penyerap
a. Terdiri dari pohon,
polusi udara
perdu/semak.
b. Memiliki ketahanan tinggi
terhadap pengaruh udara.
c. Jarak tanam rapat.
d. Bermassa daun padat.

3

Penyerap
kebisingan

a. Terdiri dari pohon,
perdu/semak.
b. Membentuk massa.
c. Bermassa daun rapat.
d. Berbagai bentuk tajuk.

Jenis Tanaman
- Kiara Payung
(Filicium
decipiens)
- Tanjung
(Mimusops elengi)
- Angsana
(Ptherocarphus
indicus)
- Angsana
(Ptherocarphus
indicus)
- Akasia daun besar
(Accasia
mangium)
- Oleander (Nerium
oleander)
- Bogenvil
(Bougenvillea Sp)
- Tanjung
(Mimusops elengi)
- Kiara payung
(Filicium
decipiens)
- Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
- Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa

22

4

Pemecah angin

a.
b.
c.
d.

Tanaman tinggi,
Perdu / semak.
Bermassa daun padat
Ditanam berbaris atau
membentuk massa.
e. Jarak tanam rapat 1000 m
dari permukaan laut. Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi tiga kelas yaitu
ketinggian < 100 m, 100 – 499 m, 500 – 999 m dan > 1000 m dari permukaan
laut. Ketinggian < 100 m dari permukaan laut seluas 6.203 ha atau 10,79 % dari
luas wilayah terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Prambanan,
Gamping dan Berbah. Ketinggian > 100 – 499 m dari permukaan laut seluas
43.246 ha atau 75,32 % dari luas wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian >
500 – 999 m dari permukaan laut meliputi luas 6.538 ha atau 11,38 % dari luas
wilayah, meliputi Kecamatan Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Ketinggian

25

> 1000 m dari permukaan laut seluas 1.495 ha atau 2,60 % dari luas wilayah
meliputi Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.
C.

Kepadatan Penduduk

Berdasarkan hasil sensus penduduk jumlah penduduk Kabupaten Sleman tahun
2015 sebesar 1.167.481 jiwa, terdiri dari 588.368 laki-laki dan 579.113
perempuan. Dengan luas wilayah 574,82 km2 , maka kepadatan penduduk
kabupaten Sleman adalah 2.031 jiwa per km2 . Beberapa kecamatan yang relatif
padat penduduknya adalah Depok dengan 5.224 jiwa per km2 , Mlati dengan 3.898
per km2 serta Gamping dan Ngaglik dengan masing-masing 3.635 jiwa dan 2.994
per km2 .
D.

Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam pengembangan sumber
daya

manusia.

Kemajuan

suatu

bangsa

banyak

ditentukan

oleh

kualitas

pendidikan penduduknya. Beberapa faktor yang mendukung penyelenggaraan
pendidikan adalah ketersediaan sekolah yang memadahi dengan sarana prasarana,
pengajar dan keterlibatan anak didik maupun Komite Sekolah.
Pada jenjang SD, Kabupaten Sleman pada tahun 2015/2016 memiliki 504
unit sekolah yang terdiri dari 377 SD negeri dan 127 SD swasta dengan jumlah
kelas masing masing sebanyak 2.569 kelas untuk SD negeri dan 1.075 kelas untuk
SD swasta. Banyaknya guru SD mencapai 3.974 orang di SD negeri dan 1.770
orang di SD swasta. Adapun peserta didik yang sedang mengenyam pendidikan
tercatat sebanyak 89.103 anak yang terbagi menjadi 63.226 anak besekolah di SD
negeri dan 25.877 anak di SD swasta.

26

Pada jenjang SMP jumlah sekolah tercatat sebanyak 111 sekolah, yang
terdiri 55 SMP negeri dan 56 SMP swasta dengan menyediakan kelas masing
masing sebanyak 753 kelas untuk SMP negeri dan 474 kelas untuk SMP swasta.
Banyaknya guru yang mengajar di SMP tercatat sebanyak 2.724 orang. Sebagian
besar dari mereka 1.544 orang mengajar di SMP negeri, sedangkan selebihnya di
SMP swasta. Adapun murid yang bersekolah di SMP pada tahun 2015/2016
mencapai 36.870 orang yang terdiri dari 23.391 orang di SMP negeri dan SMP
swasta sebanyak 13.479 orang.
Untuk jenjang yang lebih tinggi yakni SMU, tersedia sebanyak 43 sekolah
dengan 17 SMA negeri dan 26 SMA swasta. Dengan mengamati banyaknya
institusi,

terlihat

bahwa

peran

swasta

di

Kabupaten

Sleman

dalam

penyelenggaraan SMA lebih besar dibandingkan pemerintah. Tetapi jika dilihat
dari banyaknya kelas, terjadi hal yang sebaliknya. SMU swasta hanya memiliki
171 kelas sedangkan SMU negeri memiliki 274 kelas. Banyaknya guru di SMU
negeri 635 orang dan banyaknya guru di SMU swasta 606 orang. Dengan murid
SMU sebanyak 8.012 orang dan SMU swasta sebanyak 3.563 orang. Dengan
membandingkan jumlah guru dan murid di SMA negeri dan swasta, secara jelas
terlihat bahwa rasio murid terhadap guru di SMA swasta lebih kecil dibandingkan
dengan SMA negeri. Tingginya minat peserta didik memilih SMA negeri, karena
umunya SMA tersebut mengenakan biaya pendidikan lebih rendah.
Untuk jenjang pendidikan menengah lainya yakni SMK, terdapat sebanyak
57 sekolahyang didominasi oleh SMK swasta yakni sebanyak 49 sekolah.
Banyaknya guru swasta yang terlibat juga lebih besar, yaitu 1.499 orang

27

dibandingkan dengan guru yang mengajar di SMK negeri yaitu sebanyak 622
orang. Murid yang memilih SMK tercatat sebanyak 13.003 orang di SMK swasta
dan 8.085 di SMK negeri. Untuk penyelenggara SMK, peran swasta jauh lebih
besar dibandingkan dengan pemerintah.

I.

TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu di Jalan Magelang km 7
sampai 18 dan Jalan Solo km 7 sampai km 15 Kabupaten Sleman. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September sampai November 2016.
B. Metode Penelitian dan Analisis Data
1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey, secara teknis di lapangan
dengan observasi, pengumpulan data skunder dan kuesioner.
2. Metode Pemilihan Lokasi
Lokasi

observasi

dipilih

secara

purposive

yaitu

pemilihan

lokasi

berdasarkan tingkat kepadatan lalu-lintas yang terjadi. Alasan kedua jalan di
Kabupaten Sleman tersebut dipilih karena merupakan jalan Nasional atau jalan
utama menuju propinsi Jawa Tengah dengan kepadatan volume kendaraan yang
sangat tinggi dan aktivitas masyarakat yang cukup ramai. Keberadaan vegetasi
yang berbeda dari kedua jalan tersebut menjadi pembanding evaluasi yang akan
dilakukan. Keberadaan tanaman tepi jalan apakah sudah sesuai atau belum dengan
standar yang ditetapkan.
3. Metode Pemilihan Sampel
Metode pemiliha responden dilakukan dengan tenik Non-Probability
Sampling yaitu pengambilan responden penelitian secara non-random (tidak
acak). (Supardi, 2005). Responden dipilih dengan cara Acidental Sampling atau
sering disebut Convenience Sampling. Responden diambil tidak direncanakan
28

29

terlebih dahulu tetapi dapat dijumpai secara tiba-tiba di lokasi penelitian.
Responden yang dipilih adalah pengguna jalan di kawasan jalan Magelang km 7
sampai 18 dan jalan Solo km 7 sampai 15. Jumlah responden dihitung
menggunakan Rumus Yamane (Eko Prabowo,2012) sebagai berikut.
n=


�� 2 +



d= batas toleransi kesalahan sebesar 5%
n= ukuran sampel
N= jumlah kendaraan bermotor perhari

%

1. Penghitungan jumlah responden jalan Magelang
n=
n=

n=

n=

� ,

5 ,

×

, ×

%

5 +

×

%

%

, dibulatkan menjadi 40 responden

2. Penghitungan jumlah responden jalan Solo
n=
n=

n=

n=

� ,

,

×

, ×

%

5 +

×

%

%

, dibulatkan menjadi 40 responden

C. Jenis Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dilokasi
penelitian melalui wawancara maupun kuesioner dan pengamatan secara langsung

30

dilokasi penelitian. Sedangkan data sekunder yaitu data yang sudah ada dikantor
pemerintah

setempat

atau

BAPPEDA,

Dinas

Pekerjaan

Umum,

Badan

Lingkungan Hidup maupun Dinas Tata Kota. Adapun jenis data yang dibutuhkan
dalam penelitian, tersaji dalam tabel 2 berikut.
Tabel 1. Jenis Data Penelitian
No.
Jenis Data
Ruang Lingkup

3

Peta Jalan jl Solo
dan jl Magelang
Rencana Tata
Ruang Wilayah
Geografi wilayah

4

Iklim

5

Kondisi sosial

6

Inventarisasi
Tanaman Tepi
Jalan

7

Persepsi
Masyarakat

8

Polusi

9

LHR

1
2

Bentuk Data
Soft Copy

Sumber
Data
PU

Soft Copy

BAPPEDA

Batas Wilayah
Luas Wilayah
Ketinggian
Tempat
Curah Hujan,
Suhu,
Kelembaban
relatif
Jumlah
Penduduk,
Pendidikan,
Tingkat
Ekonomi,
Kepadatan
penduduk,
Pekerjaan
Jumlah Tanaman
Tepi Jalan, Jenis
tanaman Tepi
jalan
Kuisioner

Hard Copy

BAPPEDA

Hard Copy

BAPPEDA

Hard Copy

BAPPEDA

Polusi Udara
(CO, Pb, Debu,
RH)

Hard Copy

Hard Copy

Kuisioner

Hard Copy

BAPPEDA
dan
observasi
langsung
Masyarakat
di sekitar Jl
Magelang
dan Jl Solo
Badan
Lingkungan
Hidup
PU

31

D. Analisis Data
Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif

yaitu

meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, penempatan satu kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis
deskriptif

digunakan

untuk

memberikan

gambaran,

penjelasan

dan

uraian

hubungan antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data kemudian
dibuat dalam bentuk tabel atau gambar.
E. Luaran Penelitian
Di bagian ini disampaikan bentuk luaran (produk) penelitian, yaitu berupa
naskah akademik (skripsi) dan display poster berukuran 90 cm x 60 cm.

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Kondisi Jalan

Jalan Magelang dan Jalan Solo merupakan jalan Nasional atau jalan utama
yang menghubungkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan
Provinsi Jawa Tengah. Jalan Magelang merupakan penghubung Provinsi DIY
dengan Prorinsi Jawa Tengah, meliputi beberapa kabupaten terdekat, yaitu
Kabupaten Magelang,

Kabupaten Temanggung,

Kabupaten Wonosobo dan

seterusnya, maupun Kabupaten Semarang dan seterusnya di wilayah Pantura.
Sedangkan Jalan Solo menghubungkan Provinsi DIY dengan Provinsi Jawa
Tengah yaitu Kabupaten Klaten, Kabupaten Solo dan seterusnya.
Jalan Magelang yang ada di Kabupaten Sleman Provinsi DIY memiliki
panjang 18 km, tetapi yang menjadi objek penelitian hanya dari km 7 sampai km
18, yaitu dari fly over Jombor sampai perbatasan DIY Jawa Tengah. Jalan
Magelang km 7 sampai 18 ini melewati tiga kecamatan yang ada di Kabupaten
Sleman, yaitu Kecamatan Mlati, Kecamatan Sleman dan Kecamatan Tempel.
Jalan Magelang km 7 sampai 18 ini terdiri dari dua lajur jalan, dengan
lebar per lajur 7 meter dan lebar keseluruhan badan jalan 14 meter. Dua lajur di
jalan Magelang ini dipisahkan oleh median jalan atau pembatas tengah berupa
perkerasan dengan lebar 0,7 meter. Sebagian dari keseluruhan median ini ditanami
tanaman

Glodokan

tiang.

Median

ini dibuat

untuk

membantu

menjamin

keselamatan pengguna jalan bermotor baik roda dua maupun roda empat
mengingat kecepatan rata-rata 70 km/jam. Jalan Magelang km 7 sampai 18 ini

32

33

secara umum memiliki topografi yang bergelombang di beberapa titik mengikuti
bentuk permukaan tanah yang ada.

Gambar 1. Potongan bentuk jalan Magelang

Gambar 2. Kondisi fisik jalan Magelang

Sedangkan pada Jalan Solo, penelitian ini dimulai dari fly over Janti
sampai Prambanan, yaitu

km 7 sampai 15. Jalan ini melewati tiga kecamatan

yaitu Kecamatan Depok, Kecamatan Brebah dan Kecamatan Kalasan. Jalan Solo
km 7 sampai km 15 ini juga terdiri dari dua lajur jalan, dengan lebar per lajur 7
meter dan lebar keseluruhan badan jalan 14 meter. Jalan Solo km 7 sampai 15 ini
juga dipisahkan oleh pembatas tengah yaitu median jalan dengan lebar 1,5 meter.

34

Pada median ini ditanami tanaman jenis pohon, perdu dan semak. Tanaman di
median ini lebih didominasi oleh tanaman jenis pohon yaitu pohon Glodokan
bulat.

Gambar 3. Potongan bentuk jalan Solo km 7 sampai km 14

Gambar 4. Kondisi fisik jalan Solo km 7 sampai 14
Bentuk fisik Jalan Solo di atas terlihat dari km 7 sampai km 14, sedangkan
pada km 15 (Bogem) memiliki perbedaan bentuk fisik jalan. Pada km 15 ini
terdiri dari tiga jalur jalan, yaitu terdiri dari dua jalur lambat dan satu jalur cepat.
Pada jalur cepat ini dilewati oleh dua arah kendaraan. Lebar pada jalur cepat yaitu
9 meter sedangkan lebar jalur lambat per lajur 4 meter. Pada km 15 ini dipisahkan

35

oleh dua median dengan lebar per median 3 meter. Median ini berada di kiri kanan
jalur cepat. Median ini ditanami tanaman jenis pohon, perdu, semak dan penutup
tanah. Jenis pohon yang mendominasi di km 15 ini adalah pohon Mahoni.

Gambar 5. Potongan bentuk jalan Solo km 15 Bogem

Gambar 6. Kondisi fisik jalan Solo km 15 Bogem
Jalan Magelang km 7 sampai 18 dan Jalan Solo kn 7 sampai 15 merupakan
penghubung Provinsi DIY dengan Jawa Tengah. Kendaraan bermotor yang
melintas di kedua jalan ini sangat padat baik dari arah kota DIY menuju Jawa
Tengah maupun sebaliknya dari arah Jawa Tengah menuju DIY. Pengguna jalan
yang melintas di jalan ini sangat bervariasi, yaitu meliputi penghuni kawasan
sekitar jalan maupun dari Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi yang lain.
Jenis kendaraan yang mendominasi di jalan ini yaitu kendaraan bermotor,
baik roda dua maupun roda empat. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah

36

kendaraan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan
Nasional DIY (Satker P2JN) tahun 2016, jumlah kendaraan bermotor yang
melintas di Jalan Magelang perhari mencapai 20.009 unit. Sedangkan untuk Jalan
Solo lebih banyak yaitu mencapai 72.891 unit perhari.
Elemen pembentuk lansekap Jalan Magelang dan Jalan Solo ini hampir
sama yaitu terdiri dari elemen tanaman dan elemen penunjang. Elemen tanaman
yang terdapat pada kedua jalan ini yaitu jenis pohon, perdu, semak, penutup tanah
dan rumput. Di Jalan Magelang didominasi tanaman Glodokan tiang, Angsana,
Mahoni dan Tanjung. Sedangkan di Jalan Solo didominasi oleh tanaman
Glodokan bulat dan Mahoni. Elemen tanaman pada suatu lansekap jalan selain
memberikan kualitas visual pada jalan juga memiliki fungsi lain seperti peneduh,
pengarah, kontrol polusi dan penghalau silau lampu kendaraan. Selain tanaman
terdapat elemen penunjang lain berupa kelengkapan jalan seperti marka jalan,
saluran drainase pot tanaman dan trotoar.
Tata guna lahan disekitar Jalan Magelang km 7 sampai km 18 dan Jalan
Solo km 7 sampai 15 sangat bervariasi, yaitu meliputi kawasan bisnis seperti
pertokoan, perhotelan, ruko dan kuliner. Selain itu penggunaan lahan disekitar
Jalan Magelang dan Jalan Solo juga terdapat fasilitas umum seperti perkantoran,
sekolahan, bandara udara dan tentunya permukiman penduduk di sekitar jalan
tersebut yang sangat padat.

37

B.

Vegetasi

Vegetasi merupakan salah satu elemen lansekap pembentuk jalur hijau
jalan. Vegetasi dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu berfungsi sebagai
pembentuk ruang, pengontrol iklim mikro, peneduh, penyerap polusi, pengarah
dan sebagainya. Vegetasi juga dapat menghadirkan nilai estetika tertentu yang
terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna, bentuk tajuk, daun, batang, cabang,
kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga
maupun buahnya. Untuk memaksimalkan fungsi jalur hijau jalan hendaknya
dipilih tanaman berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman
dapat tumbuh dengan baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang
muncul.
Hasil observasi dilapangan keberadaan jalur hijau yang ada di jalan
Magelang km 7 sampai km 18 terdapat pada tepi jalan, pada median dan pulau
jalan. Sedangkan untuk jalan Solo km 7 sampai km 15 keberadan jalur hijau
terdapat di tepi dan median jalan, tetapi sebagian besar jalur hijau di jalan Solo
km 7 sampai 15 ini hanya terdapat pada median. Jenis vegetasi yang ada pada
jalan Magelang km 7 sampai 18 dan jalan Solo km 7 sampai 15 sangat beragam
yaitu meliputi pohon, perdu, semak, penutup tanah dan rumput.
Berikut ini merupakan vegetasi yang ada di jalan Magelang km 7 sampai
km 18 dan jalan Solo km 7 sampai km 15, antara lain sebagai berikut:
1. Tanaman Angsana
Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah pohon penghasil
kayu berkualitas tinggi. Pohon ini memiliki tajuk lebat serupa kubah. Pepagan
(kulit kayu) abu-abu kecoklatan, memecah atau serupa sisik halus, mengeluarkan

38

getah bening kemerahan apabila dilukai. Daun majemuk menyirip gasal, bundar
telur hingga agak jorong dengan pangkal bundar dan ujung meruncing, hijau
terang, gundul, dan tipis. Bunga-bunga berkumpul dalam malai di ketiak. Bunga
berkelamin ganda, berwarna kuning dan berbau harum semerbak.
Tanaman ini terdapat di tepi Jalan Magelang km 7 sampai 18 dan Jalan
Solo km 7 sampai 15. Tanaman angsana yang ada di tepi jalan Magelang ini lebih
banyak dan tersebar merata dibandingkan dengan yang ada di Jalan Solo.
Tanaman ini sangat cocok di tanam di tepi jalan dan difungsikan sebagai peneduh
karena memiliki bentuk tajuk seperti kubah dan bermasa daun padat. Selain itu
tanaman ini juga mampu mengurangi polusi udara. Tanaman angsana yang ada di
jalan Magelang ini rata-rata sudah tua terlihat dari kondisi tanaman yang besar
dan tinggi.

Gambar 7. Tanaman angsana

39

2. Tanaman Tanjung
Tanjung (Mimusops elengi) adalah sejenis pohon yang berasal dari India,
Sri Lanka dan Burma dan masuk ke Nusantara semenjak berabad-abad yang
silam. Pohon berukuran sedang, tumbuh hingga ketinggian 15 m. Berdaun
tunggal,

tersebar,

bertang