BAB II DASAR TEORI

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1Sifat Dasar Fluida

Fluida merupakan suatu zat yang dalam keadaan setimbang tak dapat menahan gaya atau tegangan geser (shear force). Definisi lain dari fluida adalah zat yang dapat mengalir yang mempunyai partikel yang mudah bergerak dan berubah bentuk tanpa pemisahan massa. Ketahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat kecil sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti bentuk ruang.

Berdasarkan wujudnya, fluida dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

 Fluida gas, merupakan fluida dengan partikel yang renggang dimana gaya tarik antara molekul sejenis relatif lemah dan sangat ringan sehingga dapat melayang dengan bebas serta volumenya tidak menentu.

 Fluida cair, merupakan fluida dengan partikel yang rapat dimana gaya tarik antara molekul sejenisnya sangat kuat dan mempunyai permukaan bebas serta cenderung untuk mempertahankan volumenya

Untuk memahami segala hal tentang aliran fluida, maka terlebih dahulu harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Sifat–sifat dasar fluida tersebut yaitu: berat jenis, kerapatan, tekanan, temperatur, kekentalan.

2.1.1 Berat Jenis

Berat Jenis (specific weight) dari suatu fluida, dilambangkan dengan  (gamma), didefinisikan sebagai berat tiap satuan volume. Dirumuskan sebagai berikut :

g g g

m

W

     

 (1)

dimana;  = berat jenis (N/m3)  = kerapatan zat, (kg/m3

)


(2)

2.1.2 Kerapatan

Kerapatan suatu fluida didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume pada suatu temperatur dan tekanan tertentu. Kerapatan dinyatakan dengan ρ (adalah huruf kecil Yunani yang dibaca “rho”) dan dirumuskan sebagai berikut :

(kg/m3) (2)

Kerapatan fluida bervariasi tergantung jenis fluidanya. Untuk fluida gas, perubahan temperatur dan tekanan sangat mempengaruhi kerapatan gas. Untuk fluida cairan pengaruh keduanya adalah kecil. Jika kerapatan fluida tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur maupun tekanan dinamakan fluida incompressible atau fluida tak mampu mampat.

2.1.3 Kerapatan Relatif

Kerapatan relatif merupakan perbandingan antara kerapatan fluida tertentu terhadap kerapatan fluida standard, biasanya air pada 4oC (untuk cairan) dan udara (untuk gas). Kerapatan relatif (specific gravity disingkat SG) adalah besaran murni tanpa dimensi maupun satuan, dinyatakan pada persamaan sebagai berikut :

Untuk fluida gas : (3)

Untuk fluida cairan : (4)

2.1.4 Tekanan

Tekanan didefinisikan sebagai besarnya gaya (F) tiap satuan luas bidang yang dikenainya (A). Apabila suatu zat (padat, cair, dan gas) menerima gaya yang bekerja secara tegak lurus terhadap luas permukaan zat tersebut, maka dapat dirumuskan :

A F

P  (5)


(3)

P = tekanan (N/m2) F = gaya (N)

A = luas penampang (m2)

Satuan SI (Satuan Internasional) untuk tekanan adalah Pa (Pascal) turunan dari Newton/m2. Dalam teknik memang lebih banyak digunakan satuan tekanan lain seperti psi (pound per square inch), bar, atm, kgf/m2 atau dalam ketinggian kolom zat cair seperti cmHg.

Apabila suatu titik (benda) berada pada kedalaman h tertentu di bawah permukaan cairan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, maka berat benda membuat cairan tersebut mengeluarkan tekanan. Tekanan yang dipengaruhi oleh kedalaman zat cair ini disebut dengan tekanan hidrostatis. Tekanan ini terjadi karena adanya berat air yang membuat cairan tersebut mengeluarkan tekanan.

Gambar 2.1 Tekanan pada kedalaman h dalam cairan [19]

Gaya yang bekerja pada luasan tersebut adalah F = mg = ρAhg, dengan Ah adalah volume benda tersebut, ρ adalah kerapatan cairan (diasumsikan konstan), dan g adalah percepatan gravitasi. Kemudian tekanan hidrostatis Ph adalah

h g A

g h A A

g m

Ph

 

 (6)

Pemahaman tekanan hidrostatis dengan melakukan percobaan yang menggunakan kaleng bekas tanpa tutup yang diberi lubang berbeda pada ketinggian,


(4)

tetapi terletak pada satu garis vertical, maka seluruh lubang akan memancarkan air. Tetapi, masing-masing lubang memancarkan air dengan jarak yang berbeda. Lubang paling dasarlah yang memancrakan air paling deras. Jadi, gaya gravitasi menyebabkan zat cair dalam wadah selalu tertarik kebawah. Semakin tinggi zat cair dalam wadah, maka akan semakin besar tekanan zat cair itu, sehingga makin besar juga tekanan zat cair pada dasar wadahnya.

Tekanan Gauge adalah selisih antara tekanan yang tidak diketahui dengan tekanan atmosfer (tekanan udara luar). Nilai tekanan yang diukur oleh alat pengukur tekanan adalah tekanan gauge.Adapun tekanan sesungguhnya disebut dengan tekanan mutlak.

Tekanan mutlak = tekanan gauge + tekanan atmosfer

P = Pgauge + Patm (7)

Alat ukur tekanan dan beberapa jenis alat lainnya telah diciptakan untuk mengukur tekanan, diantaranya yang paling sederhana adalah manometer tabung terbuka, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Manometer tersebut digunakan untuk mengukur tekanan tera yang terdiri dari sebuah tabung yang berbentuk U yang berisi cairan, umumnya mercury (air raksa) atau air.


(5)

Z Z

g m P

Z Z

g sl

Z Z

g sl

P112

254

42

(8)

Z Z

 

g m sl

P

P1 2  4 2

(9)

2.1.5 Temperatur

Temperatur berkaitan dengan tingkat energi internal dari suatu fluida. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi temperatur benda tersebut.

Temperatur diukur dengan alat termometer. Empat macam termometer yang paling dikenal adalah Celsius, Reamur, Fahrenheit dan Kelvin. Perbandingan antara satu jenis termometer dengan termometer lainnya mengikuti [8] :

C : R : ( F-320 ) = 5 : 4 : 9 dan

K = C + 2730

2.1.6 Kekentalan

Kekentalan (viskositas) diartikan sebagai tahanan internal terhadap aliran, dan beberapa ahli dapat juga mendefiniskan sebagai gesekan dari fluida. Kekentalan adalah nilai yang diukur dari tahanan fluida yang berubah bentuk karena tegangan geser (shear stress) maupun tegangan tarik (tensile stess). Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai pada fluida seperti air, jelly, madu, susu, dapat pula dikatakan karena tegangan geser air kecil, sehingga mudah jatuh maka viskositas air lebih kecil dibandingkan dengan madu, karena madu mempunyai tegangan geser internal yang lebih besar, sehingga saat diteteskan madu lebih sulit untuk jatuh dibandingkan dengan air.

Pengertian yang paling sederhana adalah bahwa semakin kecil nilai viskositas maka semakin mudah suatu fluida untuk bergerak. Fluida ideal adalah fluida yang tidak memiliki tahanan gesekan terhadap tegangan geser, atau biasanya disebut juga dengan inviscid fluid, sedangkan fluida normal selalu mempunyai tahanan gesekan terhadap


(6)

tegangan geser, yang disebut dengan viskos fluid. Rheology adalah ilmu yang mempelajari aliran suatu benda. Yang didalamnya terdapat juga konsep viskositas, thermofluid dan hubungan lainnya.

Hubungan antara tegangan geser dan viskositas dan perubahan kecepatan dapat dipahami pada kasus aliran diantara dua plat datar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Misalkan jarak antar plat adalah y dan diantara plat tersebut terdapat fluida dengan isi yang homogen. Asumsikan bahwa plat sangat luas. Dengan luas A yang besar, pengaruh rusuk dapat dianggap tidak ada. Pada plat bagian bawah diaanggap tetap lalu diberikan gaya sebesar F pada plat atas. Bila ternyata gaya ini menyebabkan material diantara dua plat bergerak dengan perubahan kecepatan u, gaya yang diberikan proposional dengan luas dan perubahan kecepatan.

Gambar 2.3 Perubahan bentuk akibat dari penerapan tegangan geser [13]

Gaya yang diberikan sebanding dengan luas dan gradien kecepatan dalam fluida:

y u A F

 

(10)

Persamaan ini dapat dinyatakan dalam tegangan geser, sehingga:

y u   


(7)

dimana;

 = tegangan geser (N/m2)  = viskositas dinamik (Pa s) A = luas penampang lempeng (m2) du/dy = gradien kecepatan (s-1)

Hal penting yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

 Tegangan geser berbanding lurus dengan perubahan kecepatan dengan arah tegak lurus layer.

 Teganan geser juga berbanding lurus dengan nilai viskositas suatu fluida, semakin besar nilai viskositas fluida, semakin besar pula tegangan geser yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida.

Gambar 2.4 Perbandingan laju regangan geser terhadap tegangan geser [15]

Keterangan:

 Newtonian: fluida yang memiliki nilai viskositas konstan, misalnya air dan juga sebagian besar gas.

 Shear thickening: viskositas akan naik dengan kenaikan laju geseran.  Shear thinning: viskostias menurun dengan pertambahan geseran.


(8)

 Thixotropic: material yang mempunyai viskositas rendah ketika digerakkan, diberikan tegangan

 Rheopectic: materials yang mempunyai viskositas meningkat ketika digerakkan, terkena benturan, maupun diberi tegangan.

 A Bingham plastic adalah material yang mempunyai wujud solid ketika teganan kecil tetapi mengalir ketika diberi tegangan besar is a material that behaves as a solid at low stresses but flows as a viscous fluid at high stresses.

Perbandingan antara viskositas dinamik dan kerapatan (density) disebut viskositas kinematik, yaitu:

(12)

Kerapatan, viskositas kinematis dan viskositas dinamik suatu fluida sangat dipengaruhi oleh temperatur. Sifat-sifat fisik air dan berbagai zat cair lainnya terhadap pengaruh variasi temperatur diberikan di dalam Tabel A1 pada lampiran.

2.2Aliran Fluida Dalam Pipa

Fluida yang bergerak dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa katagori. Apakah alirannya steadi atau tak steadi, apakah fluidanya kompresibel (dapat mampat) atau inkompresibel (tak dapat mampat), apakah fluidanya viskos atau non-viskos, atau apakah aliran fluidanya laminar atau turbulen. Jika fluidanya steadi, kecepatan partikel fluida pada setiap titik tetap terhadap waktu. Fluida pada berbagai bagian dapat mengalir dengan laju atau kecepatan yang berbeda, tetapi fluida pada satu lokasi selalu mengalir dengan laju atau kecepatan yang tetap.

Fluida inkompressibel adalah suatu fluida yang tak dapat dimampatkan. Sebagian besar cairan dapat dikatakan sebagai inkompressibel. Dengan mudah anda dapat mengatakan bahwa fluida gas adalah fluida kompressibel, karena dapat dimampatkan. Sedangkan fluida viskos adalah fluida yang tidak mengalir dengan


(9)

mudah, seperti madu dan aspal. Sementara itu, fluida tak-viskos adalah fluida yang mengalir dengan mudah, seperti air.

2.2.1 Aliran Laminar dan Turbulen dalam Pipa

Aliran fluida dapat dibedakan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen, tergantung pada jenis garis alir yang dihasilkan oleh partikel-partikel fluida. Jika aliran dari seluruh partikel fluida bergerak sepanjang garis yang sejajar dengah arah aliran (atau sejajar dengan garis tengah pipa, jika fluida mengalir di dalam pipa), fluida yang seperti ini dikatakan laminar.

Fluida laminar kadang-kadang disebut dengan fluida viskos atau fluida garis alir (streamline). Kata laminar berasal dari bahasa latin lamina, yang berarti lapisan atau plat tipis. Sehingga, aliran laminar berarti aliran yang berlapis-lapis. Lapisan-lapisan fluida akan saling bertindihan satu sama lain tanpa bersilangan seperti pada Gambar 2.5 (atas).

Jika gerakan partikel fluida tidak lagi sejajar, mulai saling bersilang satu sama lain sehingga terbentuk pusaran di dalam fluida, aliran yang seperti ini disebut dengan aliran turbulen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 (bawah).

Gambar 2.5 Aliran laminar (atas) dan aliran turbulen (bawah) [16]

Karakteristik struktur aliran internal (dalam pipa) sangat tergantung dari kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, densitas, viskositas dan diameter pipa. Aliran fluida (cairan atau gas) dalam pipa mungkin merupakan aliran laminer atau turbulen. Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen secara eksperimen pertama sekali


(10)

dipaparkan oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883. Eksperimen itu dijalankan dengan menyuntikkan cairan berwarna ke dalam aliran air yang mengalir di dalam tabung kaca. Jika fluida bergerak dengan kecepatan cukup rendah, cairan berwarna akan mengalir di dalam sistem membentuk garis lurus tidak bercampur dengan aliaran air, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6 (a).

Pada kondisi seperti ini, fluida masih mengalir secara laminar. Jadi pada prinsipnya, jika fluida mengalir cukup rendah seperti kondisi eksperimen ini, maka terdapat garis alir. Bila kecepatan fluida ditingkatkan, maka akan dicapai suatu kecepatan kritis. Fluida mencapai kecepatan kritis dapat ditandai dengan terbentuknya gelombang cairan warna. Artinya garis alir tidak lagi lurus, tetapi mulai bergelombang dan kemudian garis alir menghilang, karena cairan berwarna mulai menyebar secara seragam ke seluruh arah fluida air, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.6 (b).

Perilaku ketika fluida mulai bergerak secara acak (tak menentu) dalam bentuk arus-silang dan pusaran, menunjukkan bahwa aliran air tidak lagi laminar. Pada kondisi seperti ini garis alir fluida tidak lagi lurus dan sejajar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 (b).

Gambar 2.6 Percobaan Reynold tentang Aliran laminar (a) dan aliran turbulen (b) [17]

Menurut Reynold, untuk membedakan apakah aliran itu turbulen atau laminar dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan Bilangan Reynold.


(11)

Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut :

(13)

dimana;

Re = Bilangan Reynold (tak berdimensi) V = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s) D = diameter pipa (ft atau m)

v = / viskositas kinematik (m2/s) Pada Re < 2300, aliran bersifat laminer.

Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen. Pada Re = 2300-4000 terdapat daerah transisi

2.2.1.1 Aliran Laminar

Profil kecepatan aliran laminer dalam pipa dianalisa dengan mempertimbangkan elemen fluida pada waktu t seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Ini adalah silinder bundar fluida dengan panjang l dan jari-jari r berpusat pada sumbu pipa horizontal dengan diameter D. Aliran diasumsikan berkembang penuh dan steady. Setiap bagian fluida hanya mengalir sepanjang garis-jejak paralel terhadap dinding pipa dengan kecepatan konstan meskipun partikel tetangga memiliki kecepatan yang sedikit berbeda. Kecepatan bervariasi dari satu garis-jejak ke yang berikutnya dan ini dikombinasikan dengan viskositas fluida, sehingga menghasilkan tegangan geser.


(12)

Jika gaya gravitasi diabaikan, tekanan hanya berbeda dalam arah x. Jika tekanan berkurang dalam arah x, maka

Menerapkan hukum kedua Newton (F = ma) tentang gerak untuk elemen fluida silinder

Gambar 2.8 Diagram benda bebas dari sebuah silinder fluida [9]

Dengan demikian, aliran pipa horizontal berkembang penuh diatur oleh keseimbangan antara gaya tekan dan gaya viskos (gaya Coriolis-Stokes). Distribusi tegangan geser :

Tegangan geser bervariasi dari garis tengah pipa (pada r = 0) hingga dinding pipa (pada r = D/2), maka

Dimana w adalah tegangan geser maksimum (the wall shear stress).

Tegangan geser juga menyebabkan terjadinya penurunan tekanan di sepanjang pipa. Penurunan tekanan dan tegangan geser dinding dihubungkan oleh persamaan :

P2 = P1–

P (p > 0) (14)

P1 r 2–(P1–P) r2= 2 rl

r l

P 2 

(15)

(16)


(13)

Berdasarkan teori aliran laminer fluida Newton, tegangan geser hanya sebanding dengan gradien kecepatan ( = du/dr). Dan dalam notasi yang terkait dengan aliran pipa, persamaan menjadi :

Tanda negatif diindikasikan untuk memberikan  > 0 dengan du/dr < 0 (kecepatan menurun dari garis tengah pipa hingga dinding pipa)

Gambar 2.9 Distribusi tegangan geser dalam fluida dalam pipa (aliran laminar atau turbulen) dan profil kecepatan khusus [9]

Dengan menggabungkan Persamaan (16) dan (17) dan mengintegrasikannya diperoleh profil kecepatan :

Dimana Vc adalah kecepatan garis tengah. Profil kecepatan yang diplot seperti dalam

Gambar 2.8 adalah parabola dalam koordinat radial r, memiliki kecepatan maksimal Vc

di tengah pipa, dan kecepatan minimum (nol) di dinding pipa tersebut.

(18)

(19)


(14)

Untuk profil kecepatan sebagai fungsi tegangan geser dinding :

Laju aliran volume :

Persamaan [19] biasa disebut Hukum Poiseuille. Dan aliran laminer dalam pipa disebut aliran Hagen-Poiseuille.

Kecepatan rata-rata :

2.2.1.2 Aliran Turbulen

Parameter untuk aliran turbulen didiskripsikan dalam gambar 2.9:

Gambar 2.10Time-averaged, , dan fluctuating, u’, deskripsi parameter untuk aliran turbulen [9]

(21)

(22)


(15)

Kecepatan fluida dalam aliran pada suatu titik dapat dianggap sebagai waktu rata-rata dari kecepatan fluida. Jadi jika u = u (x,y,z,t) adalah komponan kecepatan fluida sesaat di beberapa titik, maka nilai waktu rata-rata, , adalah

dimana interval waktu T harus lebih besar dari waktu untuk fluktuasi terpanjang.

Dalam konsep tegangan geser untuk aliran turbulen, ini tidak sebanding dengan gradien kecepatan waktu rata-rata ( ≠  d /dy). Aliran ini juga berisi kontribusi yang disebabkan oleh fluktuasi acak dari komponen kecepatan. Tegangan geser turbulen dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

Dimana lm panjang pencampuran antar partikel fluida secara acak, dari daerah yang

kecepatannya sama ke daerah yang kecepatannya berbeda.

Profil kecepatan untuk aliran turbulen pada pipa halus dapat dinyatakan dalam bentuk profil kecepatan hukum pangkat (power-law velocity profile) yaitu :

Dalam pernyataan ini, nilai n adalah fungsi dari bilangan Reynolds, dengan nilai-nilai tertentu antara n = 6 dan n = 10. Karakteristik profil kecepatan turbulen yang didasarkan pada pernyataan power-law ditunjukkan pada Gambar 2.11.

(24)

(25)


(16)

Gambar 2.11 Karakteristik profil kecepatan aliran laminar dan aliran turbulen [9]

2.2.2 Persamaan Kontinuitas

Fluida yang mengalir melalui suatu penampang saluran akan selalu memenuhi hukum kontinuitas yaitu laju massa fluida yang masuk 1 akan selalu sama dengan laju

massa fluida yang keluar 2 , persamaan kontinuitas adalah sebagai berikut :

1 = 2

(ρAV)1 = (ρAV)2 (27)

untuk fluida inkompresibel : ρ1 = ρ2

sehingga,

(AV)1 = (AV)2 (28)

Q1 = Q2

dimana; = laju massa fluida (kg/s) Q = debit aliran (m3/s)


(17)

A = luas penampang dalam pipa (m2)

Gambar 2.12 Penampang saluran silinder membuktikan persamaan kontinuitas [18]

2.2.3 Persamaan Dasar Bernoulli

Fluida tak termampatkan (inkompresibel) yang mengalir melalui suatu penampang sebuah pipa dan saluran apabila aliran bersifat tunak (steady state) dan tanpa gesekan (insviscid) akan memenuhi hukum yang dirumuskan oleh Bernoulli. Perumusan tersebut dapat dijabarkan dari Persamaan Energi pada aliran fluida melalui sebuah penampang pipa silinder sebagai berikut :

Energi masuk = Energi keluar

EpEkP

1 =

EpEkP

2 (29)

dimana; Ep = Energi potensial (J) Ek = Energi kinetik (J) P = Energi tekanan (J) kemudian dapat dijabarkan menjadi :

1 2

2 

 

 

 

mV P

mgh =

2 2

2 

 

 

 

mV P

mgh (30)


(18)

1 2

2 

       m P V

gh =

2 2

2 

       m P V gh (31) 1 2

2 

     

P V

gh =

2 2

2 

     

P V gh dengan  1   m (32)

dibagi dengan ”g“ menjadi bentuk persamaan “head” (m) :

1 2

2 

     

P g V h = 2 2

2 

     

P g V h (33)

Gambar 2.13 Profil saluran Bernouli [19]

Pada persamaan Bernoulli diatas sering dalam bentuk persamaan energi "Head". Head pada persamaan diatas terdiri dari head ketinggian "h", head kecepatan "v2/2g", dan head tekanan "p/ρg". Head ketinggian menyatakan energi potensial yang dibutuhkan untuk mengangkat air setinggi "m" kolom air. Head kecepatan menyatakan energi kinetik yang dibutuhkan untuk mengalirkan air setinggi "m" kolom air. Yang terakhir, head tekanan adalah energi aliran dari "m" kolom air yang mempunyai berat sama dengan tekanan dari kolom "m" air tersebut.


(19)

Apabila penampang pipa diatas bukan permukaan sempurna sehingga terjadi gesekan antara aliran fluida dengan permukaan pipa maka persamaan energi menjadi:

1 2

2 

     

P g V

h = P hl

g V

h 

       2 2

2

(34)

hl = kerugian aliran karena gesekan (friction)

Apabila pada penampang saluran ditambahkan energi seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.6, maka pompa akan memberikan energi tambahan pada aliran fluida sebesar H, persamaan menjadi :

H P

g V

h 

       1 2

2

= hl

P g V

h 

       2 2

2

(35)

dimana; H = Hpompa

Gambar 2.14 Perubahan energi pada pada pompa [7]

2.2.4 Aliran Berkembang Penuh (Fully Developed Flow)

Setiap fluida yang mengalir dalam sebuah pipa harus memasuki pipa pada suatu lokasi. Daerah aliran di dekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah masuk (Entrance Region). Daerah tersebut sekitar beberapa kali permulaan dari sebuah


(20)

pipa yang dihubungkan pada sebuah tangki atau bagian awal dari saluran duct udara panas yang berasal dari sebuah tangki seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Daerah masuk, aliran berkembang, dan aliran berkembang penuh dalam sistem pipa [9]

Fluida biasanya memasuki pipa dengan profil kecepatan yang hampir seragam pada bagian (1). Selagi fluida bergerak melewati pipa, efek viskos menyebabkannya tetap menempel pada dinding pipa (kondisi lapisan batas tanpa-slip). Hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang relatif invicial maupun minyak yang kental. Jadi, sebuah lapisan batas (boundary layer) dimana efek viskos menjadi penting dihasilkan di sepanjang dinding pipa. Sehingga profil kecepatan awal berubah menurut jarak x sepanjang pipa, sampai fluidanya mencapai ujung akhir dari panjang daerah masuk, bagian (2), dimana setelah di luar itu profil kecepatan tidak berubah lagi menurut x. Lapisan batas telah bekembang ketebalannya sehingga mengisi pipa sepenuhnya. Efek viskos sangat penting di dalam lapisan batas. Sedangkan efek viskos fluida di luar lapisan batas (dalam inti inviscid) dapat diabaikan.


(21)

Panjang pipa antara awal dan titik di mana aliran mulai berkembang penuh disebut Entrance Length. Dilambangkan oleh Le, Entrance Length merupakan fungsi bilangan Reynolds dari aliran tersebut. Secara umum,

Aliran antara (2) dan (3) disebut aliran berkembang penuh (fully develoved flow). Selanjutnya aliran tersebut terganggu oleh belokan, katup dll. Di luar gangguan tersebut aliran secara bertahap mulai kembali ke karakternya berkembang penuhnya. Di daerah inilah gradien tekanan dan gaya geser menyeimbangkan satu sama lain dan aliran terus dengan profil kecepatan konstan. Gradien tekanan tersebut tetap konstan.

Di daerah masuk (Entrance Region) fluida melambat. Dengan demikian, daerah tersebut ada keseimbangan antara gaya inersia, gaya tekan dan gaya geser. Dan gradien tekanannya tidak konstan.

2.2.5 Distribusi Kecepatan, Tegangan Geser dan Kapasitas Aliran

Aliran fluida inkompresibel yang bergesekan akan menimbulkan perubahan kecepatan pada penampang sistem aliran. Perubahan vektor kecepatan aliran ini dapat dinyatakan dalam suatu persamaan matematika yang dapat digambarkan dalam bentuk distribusi kecepatan.

Perubahan kecepatan akibat adanya pengaruh gesekan akan menimbulkan perubahan tegangan geser sepanjang aliran. Perubahan tegangan geser juga dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan matematika yang dapat digambarkan dalam bentuk distribusi tegangan geser.

Persamaan matematika untuk distribusi kecepatan diperoleh dengan menganalisa partikel aliran pada suatu kontrol volume diferensial. Dengan menerapkan persamaan hukum II Newton untuk menentukan total gaya pada semua bidang, dan

untuk aliran laminer : (36)


(22)

menggabungkan dengan persamaan deformasi linier fluida akan diperoleh persamaan distribusi kecepatan dan distribusi tegangan geser. Sedangkan persamaan kapasitas aliran diperoleh dari integrasi persamaan kecepatan pada luas penampang total.

2.3Aliran Fluida Air-Minyak yang Mengalir Melalui Pipa Sudden Contraction

Analisis terhadap aliran campuran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan aliran homogen (homogeneous flow) ataupun terpisah (separated flow). Pendekatan aliran homogen adalah model dari aliran dua fase yang mengasumsikan bahwa kedua fase tercampur dengan baik dan mengalir dengan kecepatan yang sama. Sedangkan aliran terpisah mengasumsikan bahwa kedua fase mengalir secara terpisah dengan kecepatan yang berbeda.

Dengan pendekatan aliran homogen tersebut, penghitungan terkait sifat-sifat fisik campuran dapat dijabarkan sebagai berikut:

Densitas campuran

dan

Viscositas campuran

dengan

dan

 

o o

 

w w

m CC

   (38)

 

o o

 

w w

m CC

   (39)

flow of volume Total

oil by occupied Volume

Co(40)

water by occupied Volume


(23)

dimana; m = densitas campuran (kg/m3)

o

 = densitas crude oil (kg/m3)

w

 = densitas air(kg/m3)

m

 = viskositas campuran (Pa.s)

o

 = viskositas crude oil (Pa.s)

w

 = viskositas air (Pa.s)

o

C = fraksi volume crude oil

Kecepatan rata-rata campuran

Sehingga Bilangan Reynold campuran didefinisikan sebagai

2.3.1 Pola Aliran Air-Minyak yang Mengalir pada Pipa Horisontal

Terbentuknya beragam pola aliran akan tampak jika dua cairan yang tak dapat bersatu seperti air-minyak mengalir secara bersama-sama dalam pipa horisontal dengan variasi tertentu. Rasio fase yang masuk, laju aliran campuran, rasio densitas, rasio viskositas, sifat pembasahan, tegangan permukaan dan geometri pipa menjadi parameter yang menentukan dalam pembentukan berbagai macam pola aliran. Identifikasi pola aliran dapat dilakukan dengan beberapa cara,diantaranya:

 Secara visual, melalui pipa transparan menggunakan alat bantu seperti kamera dan kamera video perekam. Studi terdahulu dengan cara tersebut dilakukan oleh Russel et al. (1959) dan Charles et al. (1961) dan yang terbaru dilakukan oleh Arirachakaran dkk. (1989). Kelemahan pengamatan visual ini adalah bahwa

A Q V m m  (42) m m m m D V e R    (43)


(24)

penentuan pola aliran bersifat subjektif dan bahkan memiliki kelemahan jika aliran terkena refraksi cahaya.

 Penggunaan konduktivitas probe seperti yang dilakukan Trallero dkk. (1997) serta Nadler dan Mewes (1995) dan juga penggunaan probe impedansi frekuensi tinggi seperti pada Vigneaux dkk. (1988) dan Angeli dan Hewitt (2000). Kelebihan metode ini adalah hasil yang lebih akurat dan obyektif.

 Densitometri sinar Gamma seperti yang digunakan oleh Soleimani (1999), Elseth dkk. (2000) merupakan metode lain yang akurat.

2.3.1.1 Klasifikasi Pola Aliran

Russel dkk. (1959) menggambarkan tiga pola aliran pada aliran minyak-air yang mengalir secara horizontal. Polanya adalah aliran mixed (M), aliran stratified (S) dan bubble (B). Mereka memvariasikan rasio volume minyak-air, Rv, 0,1-10, dan kecepatan

superfisial 0,0354-1,082 m/s. Tabel 2.1 menunjukkan data eksperimen. Tujuannya adalah untuk mempelajari pengaruh rasio input terhadap pola aliran. Gambar 2.15 menunjukkan pola aliran pada kecepatan superfisial dengan berbagai rasio input.

Tabel 2.1 Data eksperimen Russel dkk. [4]

Fluida Air dan Minyak Mineral Transparan (Paraffinic) Temperatur Aliran 42 oC

Viskositas Air 0.894 mPas Viskositas Minyak 18 mPas Densitas Minyak 834 kg/m3 Diameter Pipa 24.5 mm Panjang Seksi Uji 8.6 m


(25)

Gambar 2.16 Pola aliran mixed (M), stratified (S) dan bubble (B) untuk laju aliran tertentu [4] Ketiga rezim aliran tersebut dapat teridentifikasi baik dalam keadaan aliran laminar maupun aliran turbulen. Pada rasio input terendah, fase minyak tampak sebagai bubble yang terbentang cukup luas . Seiring dengan meningkatnya rasio input, aliran berubah menjadi stratified. Dengan peningkatan lebih lanjut dari rasio input aliran menjadi mixed.

Charles dkk. (1961) melakukan penelitian yang sama pada tiga jenis minyak yang berbeda yang masing-masing dicampur dengan air pada pipa horisontal. Rasio input minyak-air berkisar 0,1-10,0. Tabel 2.2 menunjukkan data eksperimen.

Tabel 2.2 Data eksperimen Charles dkk. [4]

Fluida 1 Air dan Tiga Jenis Minyak Komersil;

Marcol GX (clear), 2 Wyrol J (clear), 3 Teresso 85 (dark green-brown)

Temperatur Aliran 25 oC

Viskositas Minyak 6.29 1, 16.8 2, 65 3

Densitas Minyak 998 kg/m3

Diameter Pipa 26.4 mm

Panjang Seksi Uji 7.3 m

Charles dkk. (1961) mengamati serangkaian pola aliran untuk penurunan laju aliran minyak pada kecepatan aliran air konstan. Gambar 2.17, Gambar 2.18 dan Gambar 2.19 berisi gambar-gambar dari fotografi rezim aliran yang berbeda.


(26)

Gambar 2.17 Pola aliran air dan minyak dengan viskositas 16,8 mPa pada berbagai kecepatan minyak, untuk kecepatan aliran air konstan rendah 0,03 m/s [4]

Gambar 2.18 Pola aliran air dan minyak dengan viskositas 16,8 mPa pada berbagai kecepatan minyak, untuk kecepatan aliran air konstan 0,21 m/s [4]

Gambar 2.19 Pola aliran air dan minyak dengan viskositas 16,8 mPa pada berbagai kecepatan minyak, untuk kecepatan aliran air konstan tinggi 0,03 m/s [4]

T. Balakhrisna dkk. melakukan penelitian terhadap aliran air-minyak yang mengalir melalui pipa horizontal dengan sudden contraction dan expansion. Mereka memvariasikan kecepatan aliran air dengan kecepatan aliran minyak konstan, dan begitu pula sebaliknya. Gambar 2.19 memaparkan gambar fotografi aliran air-minyak akibat


(27)

pipa sudden contraction pada bagian pipa besar (upstream) dan pipa kecil (downstream).

(a)


(28)

Gambar 2.20 Gambar fotografi aliran air-minyak akibat pipa sudden contraction (a) dan sudden expansion (b) pada bagian upstream dan downstream[2]

2.3.1.2 Parameter yang Memengaruhi Pola Aliran a. Kecepatan campuran dan penambahan fraksi volume air

Pengaruh kecepatan campuran dan penambahan air diteliti oleh Russell dkk. (1959). Secara umum, kecepatan campuran rendah menyebabkan aliran terpisah atau bertingkat, sementara kecepatan campuran tinggi menyebabkan aliran beremulsi.

b. Viskositas, densitas dan tegangan permukaan

Pengaruh viskositas, diteliti oleh Russell dkk. (1959), Charles dkk. (1961) dan Arirachakaran dkk. (1989) yang hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut hanya sedikit atau bahkan tidak berpengaruh pada pola aliran minyak-air yang diamati. Urutan maupun jumlah pola aliran yang diamati adalah sama, hanya saja transisi dari satu rezim aliran ke rezim aliran yang lainnya akan tampak pada kecepatan superfisial yang berbeda jika viskositas minyak yang digunakan berbeda. Ini berarti bahwa ukuran dari satu daerah rezim aliran bisa sedikit berbeda. Dalam aliran dua fase, dengan adanya perbedaan densitas yang tinggi antarfase, maka pola aliran stratified umumnya akan tampak dengan ketentuan rentang variasi kecepatan campuran yang cukup besar dan variasi fraksi air dibandingkan pada kasus aliran dua fase dengan perbedaan densitas yang rendah.

c. Geometri Aliran dan Sifat Pelarutan

Geometri aliran seperti diameter pipa, design inlet, dipelajari oleh Soleimani dkk. (1997), dan sudut kemiringan pipa sebagai parameter lain yang dapat mempengaruhi pola aliran yang tampak. Inlet (yaitu pencampuran unit minyak/air) dapat dibentuk dengan cara yang cenderung untuk menjaga aliran bertingkat. Atau, inlet dapat dibentuk untuk aliran terdispersi. Sifat pelarutan juga dapat mempengaruhi pola aliran sebagaimana yang telah diselidiki oleh Clark (1949), Angeli (1996) serta Angeli dan Hewitt (2000). Secara umum, lebih dipilih pelarutan oleh minyak agar terjadi


(29)

kontinyuitas dispersi minyak dibanding dengan pelarutan oleh air untuk mendukung dispersi air yang kontinyu.

d. Suhu dan tekanan:

Suhu dan tekanan mempengaruhi pola aliran dalam arti bahwa mereka mempengaruhi sifat fisik seperti viskositas, densitas, dll.

2.3.2 Rugi-Rugi Aliran

Salah satu hal yang terkena pengaruh oleh berbagai variasi instalasi pipa seperti perubahan ketinggian, perubahan kecepatan akibat perubahan penampang dan gesekan fluida adalah adanya perubahan tekanan pada fluida yang mengalir dalam pipa.

Pada aliran tanpa gesekan, perubahan tekanan dapat dianalisa dengan persamaan Bernoulli yang memperhitungkan perubahan tekanan ke dalam perubahan ketinggian dan perubahan kecepatan. Sehingga perhatian utama dalam menganalisa kondisi aliran nyata adalah pengaruh dari gesekan. Gesekan akan menimbulkan penurunan tekanan atau kehilangan tekanan. Berdasarkan lokasi timbulnya kehilangan, secara umum kehilangan tekanan akibat gesekan atau kerugian ini dapat digolongkan menjadi 2 yaitu: kerugian mayor dan kerugian minor.

2.3.2.1 Kerugian Mayor

Kerugian mayor adalah kehilangan tekanan akibat gesekan aliran fluida pada sistem aliran penampang pipa yang konstan. Sedangkan kerugian minor adalah kehilangan tekanan akibat gesekan yang terjadi pada alat kelengkapan pipa seperti katup, belokan, tee, filter dan pada penampang pipa yang tidak konstan. Kerugian ini untuk selanjutnya akan disebutkan sebagai head loss.


(30)

Dengan mempergunakan persamaan keseimbangan energi, sesuai persamaan 42 untuk aliran inkompresibel dan steady yaitu :

Dimana hl adalah head loss antara bagian (1) dan (2). Dengan asumsi aliran

berkembang penuh, luas penampang konstan dan pipa horisontal, maka D1 = D2

(sehingga V1 = V2) dan z1 = z2. Persamaan energi menjadi :

Jadi head kerugian mayor dapat dinyatakan sebagai kerugian tekanan aliran fluida berkembang penuh melalui pipa penampang konstan.

Untuk aliran laminer, berkembang penuh, pada pipa horisontal, penurunan tekanan dapat dihitung secara analitis, diperoleh :

Dengan mensubtitusikannya ke dalam persamaan (43) maka diperoleh :

Untuk aliran turbulen, berkembang penuh, penurunan tekanan dan head loss dievaluasi dengan menggunakan hasil eksperimen dan analisa dimensi. Penurunan tekanan aliran turbulen disebabkan oleh gesekan pipa daerah-konstan horizontal dan dapat ditulis dalam bentuk fungsional sebagai :

p = F (V, D, l, , , )

dimana V adalah kecepatan rata-rata, l adalah panjang pipa, ε adalah ukuran kekasaran dinding pipa,  adalah viskositas fluida, dan  adalah densitas fluida.

Dalam bentuk tanpa dimensi :

(44)

(45)

(46)


(31)

dimana /D kekasaran relatif pipa. Dengan asumsi bahwa penurunan tekanan berbanding lurus dengan panjang pipa, sehingga :

Kuantitas pD/(lV2/2) disebut faktor gesekan f. Jadi penurunan tekanan adalah :

dimana

Head loss mayor untuk aliran turbulen diperoleh dengan menggabungkan persamaan (43) dan persamaan (52), sehingga :

Persamaan ini disebut persamaan Darcy-Weisbach, berlaku untuk setiap aliran, berkembang penuh, steady, inkompresibel baik pada pipa horizontal maupun di atas bukit. Sedangkan faktor gesekan f, disebut sebagai faktor gesekan Darcy.

Faktor gesekan f untuk aliran laminer adalah f = 64/Re dan tidak bergantung dengan kekasaran relatif pipa /D. Sedangkan untuk aliran turbulen, ketergantungan fungsional f =  (Re, /D) adalah kompleks. Hasil tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Colebrook berikut :

(48) (49) (50) (51) (52)            f D f Re 51 . 2 7 . 3 / log 0 . 2 1  (53)


(32)

Rumus tersebut diplot pada tahun 1944 oleh Moody ke dalam apa yang disebut Diagram Moody (Gambar 2.20). Diagram Moody adalah diagram faktor gesekan fungsi bilangan Reynold dan kekasaran relatif pipa. Nilai-nilai kekasaran yang khas untuk berbagai permukaan pipa ditampilkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.3 Kekasaran ekivalen untuk berbagai material pipa

Material Pipa Kekasaran Ekivalen, 

Ft Mm

Paku baja 0.003–0.03 0.9–9.0

Beton 0.001–0.01 0.3–3.0

Kayu diamplas 0.0006–0.003 0.18–0.9

Besi tuang 0.00085 0.26

Besi galvanisir 0.0005 0.15

Besi komersial atau besi tempa 0.00015 0.045

Pipa saluran 0.000005 0.0015


(33)

Gambar 2.21 Diagram Moody [20]

2.3.2.2Kerugian Minor

Kerugian minor diberikan dalam bentuk koefisien kerugian (loss coefficient), yang didefinisikan sebagai :

Sehingga, head loss:

Cara menentukan nilai koefisien kerugian, K untuk berbagai bentuk transmisi pipa dan berbagai jenis komponen sistem pipa akan diperinci seperti di bawah ini:

a. Ujung masuk (inlet) dan ujung keluar (exit) pipa

Fluida mungkin mengalir dari reservoir ke dalam pipa dengan bentuk ujung masuk tertentu. Jika V menyatakan kecepatan aliran setelah masuk pipa, maka nilai koefisien kerugian, K dari persamaan 56 untuk berbagai bentuk ujung masuk pipa yang terhubung dengan reservoir diperlihatkan pada Gambar 2.21.

K = 0,8 K = 0,5

V V

K = 0,2 K = 0,04

(54)


(34)

V V

Gambar 2.22 Koefisien kerugian berbagai bentuk ujung masuk pipa (inlet) : (a) reentrant, K = 0,8, (b) sharp edged, K = 0,5, (c) slightly rounded, K = 0,2, dan (d) well rounded, K = 0,04

[9]

Untuk menghitung kerugian pada ujung pipa keluar, menurut Sularso (1987) digunakan rumus seperti persamaan:

hl minor

g V K

2

2

(56)

dimana K = 1 dan V adalah kecepatan rata di pipa keluar [11].

b. Belokan pipa lengkung

Belokan dalam pipa menghasilkan kerugian head yang lebih besar daripada pipa yang lurus. Kerugian disebabkan daerah yang terpisah dari aliran dekat bagian dalam belokan (terutama jika tikungan tajam) dan aliran sekunder berputar yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan gaya sentripetal akibat kelengkungan garis tengah pipa. Efek-efek dan nilai-nilai terkait untuk besar Reynolds Numbers yang mengalir melalui sebuah belokan ditunjukkan pada Gambar 2.16.


(35)

Gambar 2.23 Karakter aliran di belokan dan koefisien kerugian yang terkait [9]

c. Komponen-komponen pipa

Beberapa komponen pipa yang tersedia secara komersial (seperti katup, siku, tee, dsb), nilai koefisien kerugian K sangat bergantung pada bentuk komponen dan sangat lemah pada bilangan Reynolds yang besar. Nilai-nilai khas K untuk untuk komponen tersebut diberikan dalam Tabel 2.4.


(36)

d. Perubahan penampang pipa mendadak

Pada kerugian yang terjadi karena perubahan penampang, secara sederhana nilai K merupakan fungsi aspek rasio. Aspek rasio adalah perbandingan penampang yang lebih kecil dengan penampang yang lebih besar. Untuk perubahan penampang seperti pembesaran penampang pipa mendadak (sudden expansion) dan pengecilan penampang pipa mendadak (sudden contraction), nilai k diberikan dalam Gambar 2.24 dan Gambar 2.25.

(a)

Gambar 2.24 Koefisien kerugian pada perubahan pipa sudden expansion [9]

Nilai Kdidefinisikan sebagai

dimana d1dan d2melambangkan diameter pipa besar dan pipa kecil.

2

2 2

2 1

1 

  

 

 

d d


(37)

Gambar 2.25 Koefisien kerugian pada perubahan pipa sudden contraction [9]

Untuk penghitungan nilai k pada pipa sudden contraction, rumus (57) dapat digunakan jika nilai d1/ d2 0,76. Untuk nilai d1/ d2 0,76, dapat digunakan hubungan

empiris

Terdapat tiga teknik lainnya yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai k pada pipa pengecilan mendadak, yaitu: pendekatan terhadap profil gradien tekanan, penghitungan dengan mempertimbangkan momentum impuls serta analisa terhadap daerah efektif aliran.

1) Pendekatan terhadap profil gradient tekanan

Dari prinsip Bernoulli untuk perubahan diameter pada seksi uji, didapatkan:

dimana Δp adalah beda tekanan pada seksi uji akibat perubahan diameter penampang yang didapatkan dengan mengekstrapolasi profil penurunan tekanan berkembang penuh pada upstream and downstream ke titik pengecilan (contraction). Data didapat secara eksperimental menggunakan data bagian B pada Gambar 2.26.

Gradient tekanan dihitung dengan

2 2 2 2 1 1 42 , 0         d d K (58)

f m h V P     2 1 22 4   (59) 2 2 V D f

p 


(38)

Dimana

hf adalah rugi energi gesek tiap satuan massa. V2 adalah kecepatan rata-rata campuran

pada pipa yang lebih kecil. Sedangkan σ adalah is rasio antara diameter pipa yang lebih kecil dan pipa yang lebih besar.

Gambar 2.26 Skema variasi tekanan sepanjang instalasi perpipaan [2]

Dengan menggunakan cara konvensional, koefisien rugi akibat kontraksi didapat:

2) Penghitungan dengan mempertimbangkan impuls momentum

Berikut ini adalah salah satu teknik untuk memprediksi koefisien rugi kontraksi, k.

25 . 0

(Re) 3164 .

0 

f (61)

2 2

2

V h


(39)

Gambar 2.27 Sudden contraction [3] Head loss:

Sehingga, koefisien rugi akibat kontraksi adalah:

Sedangkan koefisien kontraksi cc didefinisikan sebagai:

3) Analisa terhadap daerah efektif aliran

Untuk aliran pada pipa sudden contraction, lihatlah Gambar 2.27. Vena contracta terbentuk pada bagian 3 yaitu sesaat setelah aliran memasuki titik kontraksi yang menyebabkan luas daerah efektif aliran Ac berkurang akibat pengaruh inersia.

Dapat disimpulakan bahwa daerah aliiran pada vena contracta lebih kecil dibanding luas penampang pipa kecil (Ac < A2). Oleh karena itu, laju aliran aktual menjadi lebih

2 2

2 1 1

2 

      c L c V

h  (63)

2 1 1         c C k (64) c c c V V A A c 2 2   (65)


(40)

rendah dibanding yang diprediksikan secara analisa dimensional berdasarkan luas penampang pipa (A2).

Dengan menggunakan persamaan Bernoulli antara daerah 1 dan 3, didapatlah kecepatan pada daerah vena contracta:

Dari prinsip kontinuitas antara daerah 3 dan 2 untuk aliran inkompresibel, kecepatan pada daerah 2 u2 adalah:

Koefisien rugi kontraksi didefinisikan sebagai: ucumax =

        2 2 1 1 2 1

2 p u p

(66)

c cA u A

u2 2  (67)

                 1 2 2 A A k c (68)


(41)

(1)

d. Perubahan penampang pipa mendadak

Pada kerugian yang terjadi karena perubahan penampang, secara sederhana nilai K merupakan fungsi aspek rasio. Aspek rasio adalah perbandingan penampang yang lebih kecil dengan penampang yang lebih besar. Untuk perubahan penampang seperti pembesaran penampang pipa mendadak (sudden expansion) dan pengecilan penampang pipa mendadak (sudden contraction), nilai k diberikan dalam Gambar 2.24 dan Gambar 2.25.

(a)

Gambar 2.24 Koefisien kerugian pada perubahan pipa sudden expansion [9]

Nilai Kdidefinisikan sebagai

dimana d1dan d2melambangkan diameter pipa besar dan pipa kecil.

2

2 2

2 1

1 

  

 

 

d d


(2)

Gambar 2.25 Koefisien kerugian pada perubahan pipa sudden contraction [9]

Untuk penghitungan nilai k pada pipa sudden contraction, rumus (57) dapat digunakan jika nilai d1/ d2 0,76. Untuk nilai d1/ d2 0,76, dapat digunakan hubungan

empiris

Terdapat tiga teknik lainnya yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai k pada pipa pengecilan mendadak, yaitu: pendekatan terhadap profil gradien tekanan, penghitungan dengan mempertimbangkan momentum impuls serta analisa terhadap daerah efektif aliran.

1) Pendekatan terhadap profil gradient tekanan

Dari prinsip Bernoulli untuk perubahan diameter pada seksi uji, didapatkan:

dimana Δp adalah beda tekanan pada seksi uji akibat perubahan diameter penampang yang didapatkan dengan mengekstrapolasi profil penurunan tekanan berkembang penuh pada upstream and downstream ke titik pengecilan (contraction). Data didapat secara eksperimental menggunakan data bagian B pada Gambar 2.26.

Gradient tekanan dihitung dengan

2 2 2 2 1 1 42 , 0         d d K (58)

f m h V P     2 1 22 4   (59) 2 V f   


(3)

Dimana

hf adalah rugi energi gesek tiap satuan massa. V2 adalah kecepatan rata-rata campuran

pada pipa yang lebih kecil. Sedangkan σ adalah is rasio antara diameter pipa yang lebih kecil dan pipa yang lebih besar.

Gambar 2.26 Skema variasi tekanan sepanjang instalasi perpipaan [2]

Dengan menggunakan cara konvensional, koefisien rugi akibat kontraksi didapat:

2) Penghitungan dengan mempertimbangkan impuls momentum

Berikut ini adalah salah satu teknik untuk memprediksi koefisien rugi kontraksi, k.

25 . 0 (Re) 3164 .

0 

f (61)

2 2 2

V h


(4)

Gambar 2.27 Sudden contraction [3]

Head loss:

Sehingga, koefisien rugi akibat kontraksi adalah:

Sedangkan koefisien kontraksi cc didefinisikan sebagai:

3) Analisa terhadap daerah efektif aliran

Untuk aliran pada pipa sudden contraction, lihatlah Gambar 2.27. Vena contracta terbentuk pada bagian 3 yaitu sesaat setelah aliran memasuki titik kontraksi yang menyebabkan luas daerah efektif aliran Ac berkurang akibat pengaruh inersia.

2 2

2 1 1

2 

 

 

 

c L

c V

h  (63)

2 1 1

   

 

 

c C

k (64)

c c c

V V A A

c 2

2


(5)

rendah dibanding yang diprediksikan secara analisa dimensional berdasarkan luas penampang pipa (A2).

Dengan menggunakan persamaan Bernoulli antara daerah 1 dan 3, didapatlah kecepatan pada daerah vena contracta:

Dari prinsip kontinuitas antara daerah 3 dan 2 untuk aliran inkompresibel, kecepatan pada daerah 2 u2 adalah:

Koefisien rugi kontraksi didefinisikan sebagai:

ucumax =

        2 2 1 1 2 1

2 p u p

(66)

c cA u A

u2 2  (67)

                 1 2 2 A A k c (68)


(6)