BAB I TINJAUAN PUSTAKA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA TUMBUHAN KENDALI

(1)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Botani

1.1.1 Hippobroma longiflora [L] G. Don

Tinjauan botani Kendali (Hippobroma longiflora [L] G. Don) meliputi aspek klasifikasi tumbuhan, sinonim, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan dan khasiatnya.

i) Klasifikasi

Klasifikasi dari tumbuhan ini adalah kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, anak kelas Sympetale, bangsa Campanulatae, famili Campanulaceae, genus Isotoma dan spesies Isotoma longifolia (4).

ii) Sinonim

Sinonim dari Kendali adalah Isotoma longiflora C. Presl, Laurentia longiflora Endl dan Lobelia longiflora (4).

iii) Nama daerah

Ki tolod, daun tolod (Sunda), kendali, sangkobak (Jawa) (3).


(2)

Tumbuhan ini berasal dari Amerika Latin dan tersebar di sebagian besar belahan dunia karena dapat tumbuh dengan mudah di tempat lembab dan cukup cahaya. Genus Hippobroma termasuk ke dalam subfamili Lobelioideae dan hanya terdiri dari satu spesies yaitu H. longiflora, G. Don (1).

v) Kandungan kimia dan khasiat

Berdasarkan penelitian terhadap spesies H. longiflora yang tumbuh di Denmark, dilaporkan bahwa kandungan utamanya adalah alkaloid kelompok piperidin yang mirip dengan kandungan alkaloid utama genus Lobelia (Campanulaceae) (1). Kandungan utama dari H. longiflora adalah senyawa alkaloid yaitu lobelin, lobelamin dan isotomin. Tumbuhan ini berguna sebagai obat tetes mata untuk gejala mata merah, gatal dan mengeluarkan kotoran, radang tenggorokan, serta asma, batuk, dan bronkhitis. Kandungan alkaloid pada tumbuhan ini diduga berkhasiat antikanker. Staphylococcus hominis merupakan salah satu penyebab mata merah dan gatal. Tumbuhan ini juga menghambat pertumbuhan bakterinya. Daunnya sangat toksik sehingga tidak dianjurkan mengkonsumsi dalam jumlah besar (3).

1.2 Tinjauan Mikroba


(3)

Bakteri Staphylococcus termasuk dalam famili Micrococcaceae. Bakteri ini berbentuk bulat. Koloni mikroskopik cenderung berbentuk menyerupai buah anggur. Staphylococcus aureus berwarna kuning pada media yang kaya nutrisi, dapat tumbuh pada larutan NaCl 15% dan dapat menghasilkan enzim koagulase. Staphylococcus aureus bersifat patogen pada manusia, menyebabkan berbagai jenis infeksi, antara lain infeksi pada kulit, infeksi pada saluran urin, infeksi kronis seperti osteomielitis dan endocarditis, bisa juga menjadi penyebab infeksi nosokomial. Staphylococcus berdiameter 0,8 – 1,0 mikron, tidak dapat bergerak dan tidak berspora. Berbagai spesies Stapgylococcus tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37oC,

kisaran suhu pertumbuhan adalah 15 – 40oC dan suhu optimum adalah 35oC.

Dalam lempeng agar dengan suasana aerob dan suhu 37oC bakteri ini tidak

menghasilkan pigmen. Staphylococcus aureus menghasilkan tiga macam metabolit, yaitu metabolit nontoksin, eksotoksin, dan enterotoksin (5).

1.2.2 Eschericia coli

Eschericia coli termasuk dalam family Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri gram-negatif, berbentuk batang pendek (kokobasil), mempumyai flagel, berukuran 0,4 – 0,7 μm x 1,4μm dan mempunyai simpai. Eschericia coli tumbuh dengan baik di hampir semua media pembenihan, dapat meragi laktosa, dan bersifat mikro aerofilik. Eschericia coli merupakan golongan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna manusia, bakteri ini dapat hidup dalam usus besar manusia (5).


(4)

1.2.3 Candida albicans

Beberapa spesies dari genus ragi candida mampu menyebabkan candidiasis. Mereka adalah anggota flora normal kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan. Spesies candida berkoloni pada permukaan mukosa semua manusia selama atau segera sesudah lahir, dan resiko infeksi endogen selalu ada. Candidiasis adalah mikosis sistemik yang paling sering. Dalam jaringan, spesies candida tumbuh sebagai sel-sel ragi bertunas dan ovula (berukuran 3 – 6 μm). Dalam media agar 24 jam pada suhu 37oC atau pada

suhu ruangan, spesies candida menghasilkan koloni halus, berwarna krem dengan aroma ragi (6).

1.3 Tinjauan Farmakologi

1.3.1 Senyawa Antimikroba

Pengertian antibiotik secara sempit adalah senyawa yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes) yang menekan poertumbuhan mikroorganisme lainnya. Namun, penggunaannya secara umum sering kali memperluas istilah antibiotik hingga meliputi senyawa antimikroba sintetik. Ratusan antibiotik telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam terapi penyakit infeksi. Senyawa-senyawa antibiotik sangat berbeda dalam sifat fisik, kimia, dan


(5)

farmakologinya, dan spektrum antibakteri, serta dalam mekanisme kerjanya (7).

(i) Mekanisme Kerja dan Klasifikasi

Secara historis, klasifikasi yang paling umum didasarkan pada struktur kimia dan mekanisme kerja yang diajukan sebagai berikut: (1) senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakter meliputi: penisilin dan sefalosforin yang secara struktur mirip, dan senyawa-senyawa yang tidak mirip seperti sikloserin, vankomisin,basitrasin, dan senyawa antifungi golongan azol (contohnya klotrimazol, flukonazol, dan itrakonazol); (2) senyawa yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme, mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa-senyawa intraselular; dalam hal ini termasuk senyawa yang bersifat detergen seperti polimiksin dan senyawa antifungi poliena nistatin serta amfoterisin B yang berikatan dengan sterol-sterol dinding sel; (3) senyawa yang mempengaruhi fungsi subunit ribosom 30S atau 50S sehingga menyebabkan penghambatan sintesis protein yang reversible; obat bakteriostatik ini meliputi kloramfenikol; golongan tetrasiklin; eritromisin; klindamisin; dan pristinamisin; (4) senyawa yang berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang akhirnya mengakibatkan kematian sel; dalam hal ini termasuk aminoglikosida; (5) senyawa yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti golongan


(6)

rifam (misalnya rifamfin) yang menghambat RNA polymerase, dan golongan kuinolon, yang menghambat topoisomerase; dan (6) kelompok antimetabolite, termasuk diantaranya trimetriprime dan sulfonamida yang memblok enzim yang penting dalam metabolism folat (7).

(ii) Tetrasiklin

Tetrasiklin aktif terhadap sejumlah besar bakteri gram-positif dan gram-negatif aerob maupun anaerob. Obat ini juga efektif terhadap beberapa mikroorganisme yang resisten terhadap senyawa antimikroba yang aktif terhadap dinding sel. Tetrasiklin mengahambat sintesis protein bakteri dengan berikatan pada ribosom bakteri 30S dan mencegah masuknya tRNA aminoasil ke sisi akseptor pada kompleks mRNA-ribosom (7).

1.3.2 Senyawa Antifungi

Senyawa antifungi azol telah mendominasi perkembangan obat dan penggunaan klinis selama hampir tiga dasawarsa. Meskipun spektrum, sifat fisika, dan sifat farmakologi antifungi senyawa-senyawa ini berbeda, senyawa azol sangat baik sebagai suatu kelompok obat karena spektrumnya yang luas, ketersediaan hayati oralnya, dan toksisitasnya yang rendah. Senyawa-senyawa baru masih terus dikembangkan, walaupun inovasinya kini semakin terbatas, dan resistensi terhadap senyawa azol perlahan-lahan muncul pada


(7)

spesies yang dulu rentan, terutama Candida albicans. Klasifikasi antifungi ada yang bersifat sistemik dan bersifat lokal.

(i) Mekanisme Kerja Antifungi

Aktivitas antifungi sebagian tergantung pada ikatannya dengan suatu gugus sterol, terutama ergosterol, yang terdapat pada membran fungi yang peka. Berkat poliena berinteraksi dengan sterol-sterol membran membentuk pori atau saluran, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran, yang menyebabkan keluarnya molekul kecil. Mekanisme kerja lain dapat berupa kerusakan oksidatif sel-sel fungi, paling tidak secara in vitro (7).

(ii) Ketokonazol

Ketokonazol, yang diberikan secara oral, telah tergantikan oleh itrakonazol untuk pengobatan semua jenis mikosis. Itrakonazol tidak memiliki sifat hepatotoksik dan penekanan kortikosteroid seperti pada ketokonazol. Absorbsi oral ketokonazol berbeda antarindividu, karena dibutuhkan suasana asam untuk disolusi ketokonazol. Konsentrasi puncak ketokonazol dalam plasma kira-kira 4, 8, dan 20 μg/mL, waktu paruh obat ini adalah 7 samapi 8 jam jika dosisnya 800 mg.


(8)

Ketokonazol efektif untuk kandidiasis, efek samping paling umum adalah mual, anoreksia dan muntah (7).

1.4 Tinjauan Metode

1.4.1 Metode Ekstraksi

Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (10).

Kerugiannya metode ini adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna (10, 14).

1.4.2 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba

(i) Metode Difusi

Pada cara difusi agar digunakan media agar padat dan reservoir yang dapat berupa cakram kertas, silinder atau cekungan yang dibuat pada media padat. Larutan uji akan berdifusi dari pencadang ke


(9)

permukaan media agar padat yang telah diinokulasi bakteri. Bakteri akan terhambat pertumbuhannya dengan pengamatan berupa lingkaran atau zona disekeliling pencadang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metode difusi agar, yaitu : (a) Pradifusi, perbedaan waktu pradifusi mempengaruhi jarak difusi dari zat uji yaitu difusi antar pencadang; (b) Ketebalan medium agar adalah penting untuk memperoleh sensitivitas yang optimal. Perbedaan ketebalan media agar mempengaruhi difusi dari zat uji ke dalam agar, sehingga akan mempengaruhi diameter hambat. Makin tebal media yang digunakan akan makin kecil diameter hambat yang terjadi; (c) Kerapatan inokulum, ukuran inokulum merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi lebar daerah hambat, jumlah inokulum yang lebih sedikit menyebabkan obat dapat berdifusi lebih jauh, sehingga daerah yang dihasilkan lebih besar, sedangkan jika jumlah inokulum lebih besar maka akan dihasilkan daerah hambat yang kecil; (d) Komposisi media agar, perubahan komposisi media dapat merubah sifat media sehingga jarak difusi berubah. Media agar berpengaruh terhadap ukuran daerah hambat dalam hal mempengaruhi aktivitas beberapa bakteri, mempengaruhi kecepatan difusi antibakteri dan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan antibakteri; (e) Suhu inkubasi, kebanyakan bakteri tumbuh baik pada suhu 37 0C; (f) Waktu inkubasi disesuaikan

dengan pertumbuhan bakteri, karena luas daerah hambat ditentukan beberapa jam pertama, setelah diinokulasikan pada media agar, maka


(10)

daerah hambat dapat diamati segera setelah adanya pertumbuhan bakteri; dan (g) Pengaruh pH, adanya perbedaan pH media yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan jumlah zat uji yang berdifusi, pH juga menentukan jumlah molekul zat uji yang mengion. Selain itu pH berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri (12).

(ii) Metode Dilusi

Metode pengenceran (dilusi) yang akan digunakan adalah metode mikrodilusi, metode ini sedang dikembangkkan karena metode difusi agar memiliki keterbatasan. Metode mikrodilusi memungkinkan penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari beberapa macam sampel dan sampel yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Metode mikrodilusi menggunakan microplate sebagai instrumennya. Setiap sumur pada microplate diisi oleh media pertumbuhan, ekstrak yang akan di uji, dan kultur bakteri. Jumalah kultur bakteri yang digunakan pada metode mikrodilusi biasanya 1x106 CFU/mL (14).

1.4.3 Metode Pemisahan


(11)

Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Kromatografi yang sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas, digunakan juga zat penyerap berpori misalnya alumuniumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silica gel, kiselgur dan harsa sintetik (11). Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis.

a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik atau metode untuk memisahkan suatu campuran yang terdiri dari beberapa komponen senyawa kimia yang menggunakan sistem distribusi secara kontinyu di antara 2 fase. Fase yang satu bergerak pada fase yang diam. Fase diam yang digunakan adalah zat padat dan fase gerak yang digunakan adalah zat cair. Metode pemisahan cara ini dilakukan dengan cara menotolkan larutan sampel yang terdiri dari beberapa komponen senyawa kimia pada lempeng penyerap atau adsorben yaitu lapisan tipis adsorben yang dibuat pada permukaan pelat kaca atau bahan lain yang netral kemudian dilakukan dalam pelarut sebagai pengembang yang dapat membawa atau memisahkan komponen senyawa tersebut.


(12)

Ada beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis yaitu: (1) prosedurnya lebih sederhana dengan waktu yang relatif singkat, (2) dapat digunakan untuk memisahkan sampel yang sangat kecil sampai 20 nanogram, (3) pemisahan lebih sempurna untuk senyawa kompleks dalam larutan, (4) mudah dideteksi, dan (5) lebih sensitif (15).

1.4.4 Uji Bioautografi

Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang memiliki aktifitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi dengan uji biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berbeda dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk KHM dan KBM. Ada 2 macam metode bioautografi, yaitu: (1) bioautografi langsung, dengan menyemprotkan plat KLT dengan suspensi mikroorganisme ataupun dengan menyentuhkan plat KLT pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Setelah inkubasi pada waktu tertentu, letaknya senyawa aktif tampak sebagai area jernih dengan latar belakang keruh; (2) bioautografi overlay, dengan menuangkan media agar yang telah dicampur dengan mikroorganisme di atas permukaan plat KLT, media ditunggu hingga padat,


(13)

kemudian diinkubasi. Area hambat dilihat dengan penyemprotkan menggunakan tetrazolium klorida. Senyawa yang aktif sebagai antimikroba akan tampak sebagai area jernih dengan latar belakang ungu (8).


(1)

Ketokonazol efektif untuk kandidiasis, efek samping paling umum adalah mual, anoreksia dan muntah (7).

1.4 Tinjauan Metode 1.4.1 Metode Ekstraksi

Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (10).

Kerugiannya metode ini adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna (10, 14).

1.4.2 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba (i) Metode Difusi

Pada cara difusi agar digunakan media agar padat dan reservoir yang dapat berupa cakram kertas, silinder atau cekungan yang dibuat pada media padat. Larutan uji akan berdifusi dari pencadang ke


(2)

permukaan media agar padat yang telah diinokulasi bakteri. Bakteri akan terhambat pertumbuhannya dengan pengamatan berupa lingkaran atau zona disekeliling pencadang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metode difusi agar, yaitu : (a) Pradifusi, perbedaan waktu pradifusi mempengaruhi jarak difusi dari zat uji yaitu difusi antar pencadang; (b) Ketebalan medium agar adalah penting untuk memperoleh sensitivitas yang optimal. Perbedaan ketebalan media agar mempengaruhi difusi dari zat uji ke dalam agar, sehingga akan mempengaruhi diameter hambat. Makin tebal media yang digunakan akan makin kecil diameter hambat yang terjadi; (c) Kerapatan inokulum, ukuran inokulum merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi lebar daerah hambat, jumlah inokulum yang lebih sedikit menyebabkan obat dapat berdifusi lebih jauh, sehingga daerah yang dihasilkan lebih besar, sedangkan jika jumlah inokulum lebih besar maka akan dihasilkan daerah hambat yang kecil; (d) Komposisi media agar, perubahan komposisi media dapat merubah sifat media sehingga jarak difusi berubah. Media agar berpengaruh terhadap ukuran daerah hambat dalam hal mempengaruhi aktivitas beberapa bakteri, mempengaruhi kecepatan difusi antibakteri dan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan antibakteri; (e) Suhu inkubasi, kebanyakan bakteri tumbuh baik pada suhu 37 0C; (f) Waktu inkubasi disesuaikan dengan pertumbuhan bakteri, karena luas daerah hambat ditentukan beberapa jam pertama, setelah diinokulasikan pada media agar, maka


(3)

daerah hambat dapat diamati segera setelah adanya pertumbuhan bakteri; dan (g) Pengaruh pH, adanya perbedaan pH media yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan jumlah zat uji yang berdifusi, pH juga menentukan jumlah molekul zat uji yang mengion. Selain itu pH berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri (12).

(ii) Metode Dilusi

Metode pengenceran (dilusi) yang akan digunakan adalah metode mikrodilusi, metode ini sedang dikembangkkan karena metode difusi agar memiliki keterbatasan. Metode mikrodilusi memungkinkan penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari beberapa macam sampel dan sampel yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Metode mikrodilusi menggunakan microplate sebagai instrumennya. Setiap sumur pada microplate diisi oleh media pertumbuhan, ekstrak yang akan di uji, dan kultur bakteri. Jumalah kultur bakteri yang digunakan pada metode mikrodilusi biasanya 1x106 CFU/mL (14).

1.4.3 Metode Pemisahan (i) Kromatografi


(4)

Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Kromatografi yang sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas, digunakan juga zat penyerap berpori misalnya alumuniumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silica gel, kiselgur dan harsa sintetik (11). Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis.

a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik atau metode untuk memisahkan suatu campuran yang terdiri dari beberapa komponen senyawa kimia yang menggunakan sistem distribusi secara kontinyu di antara 2 fase. Fase yang satu bergerak pada fase yang diam. Fase diam yang digunakan adalah zat padat dan fase gerak yang digunakan adalah zat cair. Metode pemisahan cara ini dilakukan dengan cara menotolkan larutan sampel yang terdiri dari beberapa komponen senyawa kimia pada lempeng penyerap atau adsorben yaitu lapisan tipis adsorben yang dibuat pada permukaan pelat kaca atau bahan lain yang netral kemudian dilakukan dalam pelarut sebagai pengembang yang dapat membawa atau memisahkan komponen senyawa tersebut.


(5)

Ada beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis yaitu: (1) prosedurnya lebih sederhana dengan waktu yang relatif singkat, (2) dapat digunakan untuk memisahkan sampel yang sangat kecil sampai 20 nanogram, (3) pemisahan lebih sempurna untuk senyawa kompleks dalam larutan, (4) mudah dideteksi, dan (5) lebih sensitif (15).

1.4.4 Uji Bioautografi

Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang memiliki aktifitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi dengan uji biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berbeda dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk KHM dan KBM. Ada 2 macam metode bioautografi, yaitu: (1) bioautografi langsung, dengan menyemprotkan plat KLT dengan suspensi mikroorganisme ataupun dengan menyentuhkan plat KLT pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Setelah inkubasi pada waktu tertentu, letaknya senyawa aktif tampak sebagai area jernih dengan latar belakang keruh; (2) bioautografi

overlay, dengan menuangkan media agar yang telah dicampur dengan mikroorganisme di atas permukaan plat KLT, media ditunggu hingga padat,


(6)

kemudian diinkubasi. Area hambat dilihat dengan penyemprotkan menggunakan tetrazolium klorida. Senyawa yang aktif sebagai antimikroba akan tampak sebagai area jernih dengan latar belakang ungu (8).