Dinamika karakteristik lapisan perbatas permukaan (surface boundary layer) di atas perkebunan kelapa sawit
DINAMIKA KARAKTERISTIK LAPISAN PERBATAS
PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER)
DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
ALAN PURBA KUSUMA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Karakteristik
Lapisan Perbatas Permukaan (Surface Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa
Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Alan Purba Kusuma
NIM G24100047
ABSTRAK
ALAN PURBA KUSUMA. Dinamika Karakteristik Lapisan Perbatas Permukaan
(Surface Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa Sawit. Dibimbing oleh
TANIA JUNE.
Penelitian yang dilakukan di dua lokasi perkebunan sawit, yaitu di Desa
Pompa Air, Jambi (umur 2 tahun) dan di PT. Perkebunan Nusantara VIII,
Cimulang, Jawa Barat (umur 8-10 tahun) menunjukkan bahwa karakteristik
kekasapan (perpindahan bidang nol ( ), kecepatan kasap ( ∗ ), dan panjang
kekasapan ( )) meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Parameter
kekasapan ini menentukan dinamika profil-vertikal kecepatan angin, intensitas
turbulensi, energi kinetik turbulensi (TKE), dan juga transfer momentum serta
bahang (terasa dan uap air). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada kedua lokasi
perkebunan, kecepatan angin di dekat permukaan akan mengalami disturbansi dan
menurun secara logaritmik karena gesekan dengan permukaan yang berkorelasi
positif dengan koefisien drag ( ). Nilai
sebanding dengan kuadrat rasio antara
kecepatan tangensial parsel udara karena turbulensi mekanik dengan kecepatan
angin rata-rata pada ketinggian tertentu. Nilai koefisien drag pada kondisi netral
cenderung menurun terhadap pertambahan kecepatan angin. Pada kondisi
atmosfer tidak stabil, proses pemanasan permukaan oleh radiasi matahari
mendorong terbentuknya pengangkatan massa udara ke atas (buoyancy) yang
mencapai puncak pada tengah hari (12.00-14.00 WIB). Semua mekanisme ini
menyebabkan gerakan acak aliran massa udara dan mengubah energi kinetik serta
potensial aliran pada suatu ketinggian menjadi TKE. Analisis menunjukkan TKE
memiliki korelasi yang tinggi dengan transfer bahang terasa dan uap air. Hal ini
menunjukkan bahwa turbulensi lebih efektif dalam proses pencampuran dibanding
melalui proses difusi molekular.
Kata kunci: kekasapan permukaan, perpindahan bidang nol, kecepatan kasap,
panjang kekasapan, turbulensi, TKE, koefisien drag, transfer momentum, transfer
bahang
ABSTRACT
ALAN PURBA KUSUMA. The Dynamics of Surface Boundary Layer
Characteristics above Oil Palm Plantation. Supervised by TANIA JUNE.
The research conducted in two separated oil palm plantation sites, i.e. in
Pompa Air Village, Jambi (2 years old of oil palm) and in PT. Perkebunan
Nusantara VIII, Cimulang, West Java (8-10 years old of oil palm) showed that the
roughness parameters including zero-plane displacement ( ), friction velocity ( ∗ ),
and roughness length ( ) increase with the rise of the age of plants. These
parameters play a crucial role in affecting the dynamics of wind vertical-profile,
turbulence intensity, turbulence kinetic energy (TKE), as well as momentum and
heat (sensible and latent) transport mechanisms. Based on the results, above the
plant canopies of both of plantation sites, the wind speed will be disturbed by and
logarithmically decreased downward to just above the roughness elements by the
surface shear stress which has postitive correlation with the drag coefficient ( ).
Value of
is equivalent to square of ratio between the tangential velocity of air
flow generated by mechanical turbulence and wind speed at certain height. Above
both of plantation sites in neutral atmospheric condition
tended to decrease with
the increase of wind speed. In addition, in unstable atmospheric condition, surface
heating process by short wave radiation generates buoyancy reaching its peak at
mid-day (12 am - 2 pm). All of these mechanisms cause chaotic air flow and convert
kinetic and potential energy of stratified mean flow into TKE. Based on result, TKE
had high correlation with sensible heat flux and latent heat flux as well. It showed
that turbulence has more efficient mixing mechanism than molecular diffussion
process.
Keywords: roughness parameters, zero-plane displacement, friction velocity,
roughness length, turbulence, TKE, drag coefficient, momentum flux, heat flux
DINAMIKA KARAKTERISTIK LAPISAN PERBATAS
PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER)
DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
ALAN PURBA KUSUMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Dinamika Karakteristik Lapisan Perbatas Permukaan (Surface
Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
Nama
: Alan Purba Kusuma
NIM
: G24100047
Disetujui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam,
atas segala rahmat dan hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “Dinamika Karakteristik Lapisan Perbatas Permukaan (Surface
Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa Sawit” dan telah memperoleh gelar
Sarjana Sains di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dengan penuh rasa terima kasih,
kebanggaan ini tentunya penulis persembahkan terutama kepada ayah saya, Bapak
Riswandi dan kakak perempuan tercinta, Riska Ayu Antika yang selalu
mencurahkan doa, motivasi, dan cinta kasihnya.
Penelitian dan proses penulisan hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada, Dr Ir Tania June selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, dukungan, dan bimbingannya, serta ilmu yang tidak ternilai
harganya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nandar
dari Balai Penelitian Klimatologi dan Hidrologi, CRC990 EFForts Projects, PTPN
VIII, dan BOPTN 2013 yang telah memberikan bantuan untuk terselenggaranya
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen
pembimbing akademik, semua dosen dan staff Departemen Geofisika dan
Meteorologi IPB, semua keluarga besar, serta teman-teman yang selalu
memberikan doa dan nasehatnya kepada penulis.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2014
Alan Purba Kusuma
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan Penelitian
2
Prosedur Analisis Data
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Lapisan Perbatas (Boundary Layer)
7
Karakteristik Mikrometeorologi di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
8
Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Implikasinya pada Profil
Kecepatan Angin
10
Intensitas Turbulensi dan Turbulence Kinetic Energy (TKE) di Atas
Pertanaman Kelapa Sawit
14
Koefisien Pertukaran Turbulensi/Eddy untuk Momentum dan Transfer
Momentum pada Lapisan Perbatas di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
15
Transfer Bahang Terasa (Sensible Heat Flux)
17
Transfer Uap Air (Latent Heat Flux)
19
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Nilai drag coefficient ( ) pada ketinggian maksimum pengukuran
(
) dan ketinggian referensi ( )* untuk perkebunan Pompa Air,
Jambi dan perkebunan Cimulang
Nilai rata-rata intensitas turbulensi dan TKE pada kondisi atmosfer
tidak stabil di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air, Jambi
(umur 2 tahun) dan Cimulang (Umur 8-10 tahun)
Nilai koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum ( ) dan besar
transfer momentum rata-rata ( � ) pada tiga level ketinggian untuk
wilayah perkebunan Pompa Air, Jambi dan Cimulang
Korelasi transfer bahang terasa ( � ) dengan Richardson Number ( �),
gradien vertikal suhu udara ( �), kecepatan angin rata-rata (ū), dan
radiasi global
Korelasi fluks panas laten ( ) dengan Richardson Number ( � ),
kelembaban relatif (RH), gradien vertikal suhu udara ( �), kecepatan
angin rata-rata (ū), radiasi global, TKE, dan fluks bahang terasa ( � )
12
15
16
18
20
DAFTAR GAMBAR
1
Lokasi penelitian PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Jawa
Barat dan perkebunan Desa Pompa Air, Jambi
3
Ilustrasi pemasangan sensor pada mini-tower di Perkebunan Desa
Pompa Air, Jambi dan Perkebunan Cimulang
3
3
Skema lapisan perbatas atmosfer (Merujuk dari Arya 2001)
8
4
Variasi diurnal rata-rata radiasi global, profil suhu dan kelembaban
relatif (RH) di atas perkebunan kelapa sawit umur 2 tahun (Pompa Air,
Jambi) serta perkebunan umur 8-10 tahun (Cimulang)
9
Profil kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit Pompa Air,
Jambi (2.4 m, 3.15 m, 5.8 m) dan Cimulang (9 m, 13m)
10
Penentuan panjang kekasapan ( ) dan kecepatan kasap ( ∗ ) pada
perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan umur 8-10 tahun
(Cimulang)
10
Hubungan kekasapan dan kestabilan atmosfer (stabil, netral, dan tidak
stabil) pada profil kecepatan angin
11
Korelasi koefisien drag (
) dengan kecepatan angin di atas
pekebunan sawit umur 2 tahun dan umur 8-10 tahun pada kondisi
atmosfer netral
13
2
5
6
7
8
9
Variasi nilai turbulensi terhadap ketinggian di atas perkebunan kelapa
sawit Desa Pompa Air, Jambi dan Cimulang.
15
10 Korelasi antara koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum (
dengan bilangan Richardson ( �)
)
16
11 Variasi diurnal transfer bahang terasa di atas pertanaman kelapa sawit
umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang)
17
12 Variasi perbedaan suhu secara vertikal di atas pertanaman sawit umur
2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang)
18
13 Variasi diurnal transfer uap air di atas pertanaman kelapa sawit umur 2
tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang)
19
DAFTAR LAMPIRAN
1
Rata-rata (per jam) kecepatan angin, suhu udara, kelembaban relatif,
dan radiasi global Perkebunan Desa Pompa Air, Jambi
23
Rata-rata (per jam) kecepatan angin, suhu udara, kelembaban relatif,
dan radiasi global Perkebunan Cimulang, Bogor
24
3
Contoh perhitungan
25
4
Rata-rata (per jam) transfer bahang terasa dan TKE pada Perkebunan
Desa Pompa Air, Jambi dan Perkebunan Cimulang, Bogor
28
5
Daftar konstanta
28
6
Simbol, nilai, dan satuan konstanta yang digunakan
29
7
Dokumentasi penelitian di PTPN VIII, Cimulang, Jawa Barat (a-d) dan
Desa Pompa Air, Jambi (e-h)
30
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim tropis lembab, kelapa
sawit (Elaeis guineensis) sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
Bersama dengan Malaysia, kedua negara ini dapat menghasilkan lebih dari 80 %
produksi minyak sawit untuk memenuhi permintaan pasar global (Koh dan Wilcove
2007; Fitzherbert et al. 2008). Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2014),
dari tahun 2011 hingga 2012 Indonesia telah mengalami peningkatan luas total area
perkebunan kelapa sawit hingga 6.45 %, dimana wilayah Sumatera dan Kalimantan
menjadi penyumbang terbesarnya.
Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dari tren peningkatan luas
area sawit ini adalah bagaimana implikasinya terhadap lingkungan sekitar maupun
di dalamnya. Karakteristik tegakan dan kanopi yang khas memberikan implikasi
yang unik pada variasi unsur mikrometeorologi di dalamnya. Struktur kanopi
menyerupai kubah (pada pohon sawit dewasa) yang tersusun oleh dudukan spiral
pelepah atau daun majemuk (phyllotaxis) memberikan pengaruh langsung pada
dinamika profil kecepatan angin dan intersepsi radiasi matahari, sehingga
membentuk karakteristik lapisan perbatas (boundary layer) yang khas di atasnya.
Selain mempengaruhi variasi vertikal unsur meteorologi seperti suhu udara,
kandungan uap air, momentum, aerosol, partikulat, CO2, serta bahang, lapisan
perbatas ini merupakan sumber dari sebagian besar energi penggerak cuaca dalam
skala besar dan sirkulasi atmosfer pada umumnya (Arya 2001).
Data dan informasi terkait karakteristik kekasapan permukaan banyak
dibutuhkan dalam membangun berbagai model sirkulasi atmosfer, baik dalam skala
mikro maupun makro, misalnya GCM. Selain itu, parameter kekasapan diperlukan
dalam menghitung besar proses transport yang terjadi, seperti fluks bahang, CO2,
uap air, momentum, material kimia, dan lain sebagainya. Karakteristik lapisan
perbatas yang dimaksud meliputi karakteristik kekasapan permukaan (surface
roughness) dan besar koefisien fluks permukaan. Melalui analisis data kecepatan
angin di atas kanopi, maka dapat diketahui karakteristik kekasapan permukaannya,
meliputi roughness length ( ), zero plane displacement ( ), friction velocity ( ∗ )
(McInnes et al. 1991; Kimura et al. 1999; Martano 2000; Tsai and Tsuang 2005;
Yuhao et al. 2008; Cataldo and Zeballos 2009). Penelitian ini penting dilakukan
mengingat belum adanya penelitian yang mengkaji lapisan perbatas permukaan di
atas kawasan perkebunan kelapa sawit, sehingga penelitian ini diharapkan dapat
menyediakan informasi yang lengkap dan data hasil analisis yang spesifik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis karakteristik kekasapan permukaan (roughness parameters),
meliputi roughness length ( )), zero-plane displacement ( ), friction velocity
( ∗ ), dan drag coefficient ( ) di atas kanopi perkebunan kelapa sawit.
2
2. Mengidentifikasi implikasi stabilitas atmosfer dan karakteristik kekasapan pada
dinamika profil kecepatan angin, intensitas turbulensi dan turbulence kinetic
energy (TKE) di atas kanopi pertanaman kelapa sawit umur 2 tahun dan 8-10
tahun.
3. Menentukan koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum dan karakteristik
transfer momentum (�), transfer bahang terasa ( � ), dan transfer uap air ( )
di atas perkebunan kelapa sawit.
4. Mengetahui pengaruh karakteristik turbulensi pada transfer bahang terasa dan
uap air.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi berbeda, yaitu perkebunan sawit
umur 8-10 tahun di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Jawa Barat (a) dan
perkebunan sawit umur 2 tahun di Desa Pompa Air, Jambi (b) seperti pada Gambar
1. Khusus di Desa Pompa Air, Jambi, penelitian ini bekerja sama dengan CRC990
EFForts Projects. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2013 hingga bulan
Oktober 2013 yang meliputi perijinan, pembuatan alat, dan pengambilan data.
Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi,
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Data Penelitian
Pengukuran parameter mikrometeorologi di atas perkebunan kelapa sawit
dilakukan dengan mendirikan mini tower pada kedua lokasi penelitian. Parameter
utama yang diperlukan dalam analisis karakteristik lapisan perbatas permukaan
meliputi kecepatan dan arah angin, suhu udara, dan kelembaban relatif. Untuk
lokasi perkebunan Desa Pompa Air, Jambi, 3 anemometer (A), 3 sensor suhu (T)
dan kelembaban udara relatif (RH) dipasang pada ketinggian logaritmik 2.4 m, 3.15
m, dan 5.8 m, serta satu sensor arah angin/wind vane (W) pada ketinggian 5.8 m.
Untuk lokasi kebun Cimulang, 2 anemometer (A), 2 sensor suhu (T) dan
kelembaban relatif (RH) dipasang pada ketinggian logaritmik 9 m dan 13 m, serta
wind vane (W) pada ketinggian 13 m. Selain itu, digunakan pula data tambahan,
yaitu radiasi global pada kedua lokasi. Ilustrasi pemasangan sensor pada kedua
lokasi ditunjukkan oleh Gambar 2 di bawah.
Prosedur Analisis Data
Analisis Karakteristik Mikrometeorologi
Variasi diurnal profil parameter meteorologi di kedua lokasi penelitian yang
meliputi kecepatan angin, suhu udara, RH, dan radiasi global diperoleh dengan
3
(a)
(b)
Gambar 1 Lokasi penelitian (a) PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang,
Jawa Barat dan (b) perkebunan Desa Pompa Air, Jambi
(a)
(b)
Gambar 2 Ilustrasi pemasangan sensor pada mini-tower di Perkebunan Desa
Pompa Air, Jambi (a) dan Perkebunan Cimulang (b)
plotting data rata-rata per jamnya terhadap waktu. Sebelum plotting data terlebih
dahulu dilakukan filtering data berdasarkan syarat tertentu. Dalam penelitian ini,
misalnya data angin untuk wilayah Pompa Air, Jambi, hanya angin dari arah barat
yang hanya memenuhi persyaratan fetch. Hal ini menjadi sangat penting karena data
yang tidak memenuhi fetch dapat menunjukkan penyimpangan karakteristik
sebenarnya dari wilayah/area yang ingin dikaji.
4
Stabilitas Atmosfer
Kestabilan atmosfer dibagi atas tiga kategori menurut bilangan Richardson
( �), stabil ( � > 0.01), netral (-0.01 ≤ � ≤ 0.01), dan tidak stabil ( � < -0.01).
Bilangan Richardson dihitung berdasarkan persamaan berikut (Thom 1975; Oke
1978; Arya 2001):
�=
��
��
�
��
��
(1)
dimana g adalah percepatan gravitasi (9.8 m/s2), θ adalah suhu potensial (K); � =
� − � , dengan Γd adalah dry adiabatic lapse rate sebesar -0.00976 K/m dan T
merupakan suhu absolut (K) pada ketinggian z (m), dan �a adalah suhu potensial
/
.
pada ketingian za (K); =
Karakteristik Kekasapan Permukaan
Pada kondisi atmosfer netral, dimana tegakan yang menutupi permukaan
datar/rata relatif homogen dengan jarak antar elemen yang teratur, profil logaritmik
kecepatan angin terhadap ketinggian memenuhi persamaan berikut:
−
= ∗
+
(2)
= ℎ
=
=
[
(3)
Δ
Δ ′
Δ
Δ
� −�
[ � −�
� −�
[ � −�
� ]−�
−
′
− �
� −�
− �
� −�
−�
]− .
−�
]− .
(4)
(5)
dimana : ketinggian pengukuran (m),
: kecepatan angin (m/s) pada ketinggian
, : konstanta Von Karman (0.4), : perpindahan bidang nol (m), ∗ : kecepatan
kasap (m/s), : panjang kekasapan (m), : initial zero-plane dispalcement (m), ℎ:
−
,
−
,Δ ′=
tinggi rata-rata elemen kekasapan (m), Δ =
dimana < < .
Parameter kekasapan yang meliputi zero-plane displacement ( ), friction
velocity ( ∗ ), dan roughness length ( ) dapat juga ditentukan dengan metode trial
and error, dimana nilai dari hasil ekstrapolasi ln −
dan
dipilih dari
2
nilai r tertinggi, yaitu mendekati 1. Kemudian nilai digunakan untuk menghitung
∗
dan . Dengan cara yang sama seperti tahap sebelumnya, ln −
diplotkan
terhadap kecepatan angin ( ) pada bidang kartesius. Nilai slope dan intersection
point dari persamaan regresi linier = +
yang terbentuk dapat digunakan
∗
untuk menentukan nilai dan berdasarkan persamaan (2).
Koefisien Drag (CD) pada Kondisi Atmosfer Netral
Ketika kondisi atmosfer netral, efek buoyancy dianggap tidak ada, sehingga
proses fisik yang mencermikan kekasapan permukaan di bawahnya memenuhi
persamaan berikut:
∗
= �/�
�
=
�
(6)
(7)
5
dengan melakukan substitusi persamaan (6) dengan persamaan (7), maka besra
koefisien drag dapat diperoleh dengan persamaan (8):
(8)
= ( ∗⁄ )
2
3
dimana � adalah transfer momentum (N/m ), � adalah kerapatan udara (kg/m ), dan
adalah kecepatan angin rata-rata pada ketinggian referensi ( ). Arya (2001)
menyebutkan bahwa ketinggian referensi adalah 10 meter dari permukaan tanah
untuk jenis kekasapan rendah dan sedang ( < 0.1 m), sedangkan pada jenis
kekasapan tinggi (misalnya hutan), nilai ketinggian referensi minimal 1.5 kali
ketinggian elemen kekasapan.
Intensitas Turbulensi dan Turbulence Kinetic Energy (TKE)
Intensitas turbulensi merupakan perbandingan perturbasi kecepatan angin
dari nilai rata-ratanya. Sementara itu, TKE ditentukan oleh nilai varians komponen
kecepatan angin , , dan seperti pada persamaan berikut:
�
= ̅
(9)
�
= . [� + � + � ]
(10)
Untuk kondisi atmosfer stabil, standar deviasi kecepatan angin pada lapisan
perbatas dengan ketebalan ℎ bervariasi terhadap ketinggian dengan persamaan
berikut (Stull 2000):
� = ∗ [ − /ℎ ] /
(11)
� = . ∗ [ − /ℎ ] /
(12)
∗[
/
� = .
(13)
− /ℎ ]
sedangkan pada kondisi netral:
� = . ∗
− . × /ℎ
(14)
∗[
]
� = .
− . /ℎ
(15)
∗[
� = .
− . /ℎ ]
(16)
dan pada kondisi tidak stabil, dengan ketebalan lapisan perbatas � nilai standar
deviasi bervariasi terhadap ketinggian sebagai berikut:
(17)
/ � / [ − . / � ]
� = .
[ . + .
(18)
− / � ]
� = .
/ [
(19)
− . / � ]
/ �
� = .
dimana
adalah buoyancy velocity scale yang berperan pada keefektifan proses
tansfer bahang:
=[
| |��
�
(�
−�
)]
/
atau dengan skala kecepatan konvektif lainnya, The Deardorff velocity (
∗
=
| |�
[ � ( � )]
�
�
∗
(20)
∗
):
(21)
= (1/0.08)
, � adalah percepatan gravitasi, �
dan � adalah suhu
potensial virtual dan suhu virtual pada mixed layer, �
adalah suhu-permukaan virtual,
dimana
merupakan transfer bahang terasa (W/m2), dan
adalah panas spesifik pada
tekanan konstan sebesar 1004.2 J/(kg K).
Perhitungan TKE pada penelitian ini hanya dilakukan pada kondisi atmosfer
tidak stabil atau secara umum terhitung dari jam 07.00 hingga 17.00 WIB. Oleh
karena itu, dalam perhitungannya dibutuhkan nilai ketebalan mixing layer ( � ).
�
(22)
� = Δ�
�
Δ�
6
Δ�
�
dimana Δ� adalah gradien suhu potensial terhadap ketinggian (lapse rate)
(K/m),
adalah pemanasan komulatif yang dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
� ��
[ −
]
(23)
=
�
Koefisien Pertukaran Turbulensi untuk Momentum (
) dan Transfer
Momentum (�)
Nilai
dan � pada kondisi atmosfer netral, dimana dianggap tidak ada
pengaruh buoyancy memenuhi persamaan berikut:
∗
=
(24)
�
(25)
�=�
��
Transfer Bahang Terasa ( � ) pada Berbagai Kestabilan Atmosfer
Untuk kondisi atmosfer netral, transfer bahang dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
�
(26)
� =�
� �
2
dimana � merupakan transfer bahang terasa (W/m ),
adalah panas spesifik
pada tekanan konstan sebesar 1004.2 J/(kg K), dan � adalah koefisien diffusivitas
untuk bahang terasa (m2/s) yang besarnya sama dengan
(m2/s) pada kondisi
atmosfer netral. Pada kondisi atmosfer tidak netral, sebelum menentukan besar
� terlebih dahulu melakukan koreksi pada stabilitas atmosfernya dengan
menggunakan persamaan (Businger et al. 1971; Arya 2001):
= Ri
pada Ri < 0
(27)
= Ri/(1-5Ri)
pada 0 Ri 0.1
(28)
= 0.2
pada Ri > 0.1
(29)
kemudian � dan � dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
s = m2 = (1-15 )-1/2
untuk < 0
(30)
untuk 0
(31)
s = m = 1+5
dimana merupakan Monin-Obukhov stability parameter, � adalah dimensionless
gradient of , dan � adalah dimensionless wind shear. Nilai � dan � kemudian
digunakan untuk menghitung besar transfer bahang terasa sebagai berikut:
� −�
−
(32)
� =�
� −�
[
� −�
] � ��
dimana � merupakan besar transfer bahang terasa dalam W/m2, dan � adalah
kerapatan udara (kg/m3), dimana
.
(32)
�= .
�
Transfer Uap Air ( ) pada Kondisi Atmosfer Tidak Stabil
Untuk kondisi atmosfer netral, transfer uap air dapat ditentukan langsung dari
persamaan berikut:
�
�
=
�
(34)
�
2
dimana
adalah transfer uap air (W/m ) = 0.0337 (mm/hari), adalah latent
heat vaporization (J), dimana
= . ×
−
�
(35)
7
� adalah molar mass ratio (0.622), adalah tekanan atmosfer (hPa), dan KE adalah
koefisien diffusivitas untuk uap air (m2 s-1), nilai
=
pada kondisi netral,
serta tekanan uap air (hPa) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
�
= �
(36)
.
�
(37)
= .
�+
.
dengan tekanan uap air jenuh dalam satuan hPa.
Khusus pada kondisi atmosfer tidak stabil, sebelum menentukan besar
terlebih dahulu melakukan koreksi kestabilan atmosfer menggunakan persamaan
(27)-(29) di atas. Setelah memperoleh nilai � dan � dari persamaan (30) dan
(31), kemudian menghitung besar transfer uap air dengan persamaan berikut:
−
−
= �
(38)
� −�
dimana
[
� −�
] � ��
adalah kelembaban relatif spesifik (kg/kg), dimana
.
= − . �
�
(39)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lapisan Perbatas (Boundary Layer)
Atmospheric Boundary Layer (ABL) didefinisikan oleh Arya (2001) sebagai
suatu lapisan fluida (cair atau gas) dengan ketebalan dan karakteristik yang khas
akibat interaksi langsung atmosfer dengan elemen kekasapan permukaan di
bawahnya. Ketebalan lapisan perbatas pada troposfer bumi ditandai oleh variasi
kecepatan angin secara vertikal, mulai dari ~0 m/s (tepat di atas permukaan kasap)
hingga mencapai maksimum pada ketinggian tertentu di atas permukaan. Pada
umumnya, ketinggian dasar awan sering kali direpresentasikan sebagai puncak
lapisan perbatas ini. Secara spasial dan temporal, ketebalan lapisan ini sangat
bervariasi, dapat mencapai 0.2-5 km pada siang hari dan 0.02-0.5 km pada malam
hari, tergantung pada faktor pemanasan dan pendinginan permukaan, kecepatan
angin, dan karakteristik elemen kekasapan serta topografi permukaan. Menurut
Arya (2001), faktor adveksi bahang dan uap air, pergerakan massa udara vertikal
skala besar seperti supsidensi, konvergensi, dan divergensi massa udara juga sangat
menentukan ketebalan ABL. Karakteristik yang khas selain variasi vertikal
kecepatan angin pada lapisan ini yaitu variasi temperatur udara, uap air, dan polutan.
Lapisan perbatas atmosfer yang disebut juga Planetary Boundary Layer
(PBL) terdiri dari dua lapisan utama, yaitu lapisan perbatas permukaan (surface
layer) dan lapisan luar (outer layer). Skema profil lapisan perbatas sebagai bagian
terbawah dari troposfer bumi dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah.
Outer layer atau yang dikenal sebagai spiral layer atau Ekman layer
cenderung didominasi oleh mekanisme percampuran vertikal massa udara (vertical
mixing). Surface layer atau yang dikenal sebagai constant-flux layer, dimana terjadi
gradien terbesar kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban. Selain itu, pada
lapisan ini juga merupakan lapisan dimana pertukaran momentum, bahang, dan
8
Gambar 3 Skema lapisan perbatas atmosfer (Merujuk dari Arya 2001)
massa terbesar dalam PBL. Pada penelitian ini lebih difokuskan pada lapisan
surface layer ini. Di dekat tajuk/kanopi tanaman terdapat lapisan kasap, dimana
karakteristik atmosfer lapisan tersebut masih mendapatkan pengaruh besar dari
individu elemen kekasapan sehingga tidak merepresentasikan karakteristik dalam
skala yang lebih luas.
Karakteristik Mikrometeorologi di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
Gambar 4 menunjukan variasi diurnal iklim mikro yang berbeda dari area
perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang). Pagi
hingga tengah hari, pemanasan udara di atas perkebunan umur 8-10 tahun terjadi
lebih cepat dibandingkan di atas perkebunan umur 2 walaupun radiasi global ratarata Cimulang lebih rendah. Hal ini terjadi akibat percampuran massa udara dekat
permukaan kanopi yang lebih efektif pada umur 8-10 tahun karena intensitas
turbulensinya yang lebih tinggi. Turbulensi yang terbentuk erat kaitannya dengan
tingkat kekasapan permukaan.
Suhu udara yang dibangkitkan oleh radiasi matahari memberikan pengaruh
langsung pada tingkat kelembaban udara. Pemanasan permukaan yang
menyebabkan peningkatan suhu udara akan menaikkan kapasitas udara untuk
menampung uap air. Hal ini akan mendorong penurunan RH secara kontinu hingga
suhu udara mencapai maksimum (±2 jam setelah radiasi mencapai maksimum).
Flukstuasi RH tidak begitu besar dan cenderung naik saat malam hari, yaitu ketika
suhu udara mengalami inversi dan atmosfer lebih mampat. Berdasarkan Gambar 4
di bawah, diketahui bahwa RH di atas perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi)
lebih tinggi ( ̅̅̅̅ = 87%) dibandingkan di atas perkebunan umur 8-10 tahun
(Cimulang) (̅̅̅̅ = 80%). Namun di sore hari (14.00-18.00) RH di umur 2 tahun
9
menjadi lebih rendah akibat suhu udara mencapai maksimum pada pukul 15.00
sebagai implikasi dari puncak radiasi pada 2 jam sebelumnya di wilayah Pompa Air,
Jambi.
Berdasarkan Gambar 5 di bawah, baik pada umur 8-10 tahun maupun umur 2
tahun, profil kecepatan angin meningkat terhadap ketinggian.dan meningkat
terhadap menurunnya kondisi kestabilan atmosfer dan mencapai puncak di siang
hari. Kekasapan permukaan menyebabkan gaya gesek angin, sehingga gerakan
massa udara dekat permukaan menjadi teredam dan kecepatan angin mendekati nol.
Namun, dari gambar profil angin untuk Cimulang, terdapat perbedaan kecepatan
angin yang sangat besar antara ketinggian 9 sampai 13 m. Hal ini disebabkan oleh
pemasangan sensor anemometer pada ketinggian 9 m masih berada pada roughness
layer, sehingga masih mendapatkan pengaruh dari individu pohon kelapa sawit.
800
Radiasi Global (Pompa Air, Jambi)
700
Radiasi Global (Cimulang)
600
500
400
W/m2
300
200
100
0
35
140
25
120
20
100
15
80
RH (%)
T (oC)
30
10
60
5
40
0:00
1:00
2:00
3:00
4:00
5:00
6:00
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
0
Waktu Pengukuran
Ta (2.4-5.8 m), Pompa Air Jambi
RH, z = 2.4 m (Pompa Air, Jambi)
RH, z =5.8 m (Pompa Air, Jambi)
Ta (9-13 m), Cimulang
RH, z = 9 m (Cimulang)
RH, z = 13 m (Cimulang)
Gambar 4 Variasi diurnal rata-rata radiasi global, suhu udara dan kelembaban
relative (RH) di atas perkebunan kelapa sawit umur 2 tahun (Pompa
Air, Jambi) serta perkebunan umur 8-10 tahun (Cimulang)
2
2.0
1.5
1.5
ū (m/s)
1
0.5
0:00
2:00
4:00
6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
22:00
0
1.0
0.5
0.0
0:00
2:00
4:00
6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
22:00
ū (m/s)
10
Waktu Pengukuran
Waktu Pengukuran
5.80m
3.15m
2.40m
9m
13 m
Gambar 5 Profil kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit Pompa Air,
Jambi (2.4 m, 3.15 m, 5.8 m) dan Cimulang (9 m, 13m)
Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Implikasinya pada Profil
Kecepatan Angin
Ln(z-d)
Karakteristik kekasapan permukaan dapat ditunjukkan oleh tiga parameter
kekasapan, yaitu perpindahan bidang nol ( ), panjang kasap ( ), dan kecepatan
kasap ( ∗ ) yang diturunkan dari profil kecepatan angin pada kondisi netral.
Perpindahan bidang nol ( ) menunjukkan ketinggian dimana kecepatan angin sama
dengan nol. Berdasarkan hasil perhitungan pada kedua lokasi, diperoleh nilai
perpindahan bidang nol untuk perkebunan sawit umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi)
sebesar 1.9 m dan umur 8-10 tahun (Cimulang) sebesar 7.98 m. Untuk jenis vegetasi
pohon nilai cenderung naik dengan semakin rapatnya tutupan kanopi dan tinggi
tegakan. Hal ini sesuai dengan Chang (1968) dalam June (1987) yang menyatakan
parameter perpindahan bidang nol ( ) sebagai fungsi dari densitas, tinggi tajuk, dan
kondisi mekanik tegakan.
8
6
4
2
0
-2 0
-4
-6
-8
-10
z0 = 0.5225 m
ū (m/s)
1
z0 = 0.0005 m
2
3
4
5
Pompa Air, Jambi
Cimulang
Gambar 6 Penentuan panjang kekasapan ( ) dan kecepatan kasap
( ∗ ) pada perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi)
dan umur 8-10 tahun (Cimulang)
11
7
6
5
4
3
2
1
0
z (m)
z (m)
Berdasarkan Gambar 6, panjang kasap ( ) diturunkan dari eksponesial
intersepsi garis regresi pada sumbu y (ln − ), yaitu sebesar 0.0005 m untuk
umur 2 tahun dan sebesar 0.5225 m untuk umur 8-10 tahun. Kedua nilai ini
menunjukkan ketinggian dimana momentum diredam oleh permukaan tajuk.
Kemudian, kecepatan kasap ( ∗ ) pada kedua lokasi, yaitu sebesar 0.16 m/s untuk
umur 2 tahun dan sebesar 0.26 m/s untuk umur 8-10 tahun. Sama seperti , nilai
dan ∗ keduanya juga dipengaruhi oleh kerapatan tajuk, struktur, dan tinggi tegakan.
Menurut Azevedo dan Verma (1989) dalam Kimura et al. (1999), menyebutkan
bahwa angin yang kencang dapat mengurangi besar terutama pada tanaman yang
kurang kokoh (steady) yang mengikuti posisi streamline terhadap gerakan angin.
Tingkat kekasapan dan stabilitas atmosfer memberikan pengaruh besar pada
profil kecepatan angin. Seperti pada Gambar 7 di bawah ini, dapat terlihat hubungan
yang jelas antara profil kecepatan angin pada setiap kondisi kestabilan atmosfer
dengan tingkat kekasapan permukaan.
z0 = 0.0005 m
d = 1.9 m
0
1
2
ū (m/s)
3
14
12
10
8
6
4
2
0
z0 = 0.52 m
d = 7.98 m
0
0.5
1
ū (m/s)
-
-
1.5
-
Gambar 7 Hubungan kekasapan dan kestabilan atmosfer (( ) stabil, ( ) netral, ( )
tidak stabil) pada profil kecepatan angin
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa kecepatan angin di kondisi
tidak stabil lebih tinggi daripada di kondisi netral dan stabil. Pada kondisi stabil,
atmosfer mengalami pendinginan dan lebih mampat sehingga mengakibatkan shear
stress yang lebih besar dibandingkan saat kondisi tidak stabil. Semakin tinggi shear
stress maka akan semakin besar pergerakan massa udara yang tereduksi. Sementara
itu, pada kondisi netral dimana gradien suhu terhadap ketinggian relatif kecil dan
densitas massa udara cenderung seragam, variasi kecepatan angin secara vertikal
merupakan implikasi dari karakteristik kekasapan itu sendiri (Paulson 1970).
Tingkat kekasapan memberikan pengaruh pada profil vertikal kecepatan
angin. Kecepatan angin meningkat secara logaritmik terhadap ketinggian, dan
mendekati nol di dekat permukaan. Pada Gambar 7 memperlihatkan gradienvertikal kecepatan angin yang lebih besar di atas perkebunan sawit umur 8-10 tahun
(Cimulang). Hal ini disebabkan oleh shear stress yang lebih besar akibat kekasapan
yang jauh lebih tinggi di banding di atas perkebunan sawit 2 tahun. Besar shear
stress berkorelasi positif dengan koefisien drag (
). Nilai
menunjukkan
12
kuadrat rasio kecepatan tangensial pergerakan udara akibat turbulensi mekanik
terhadap kecepatan angin pada ketinggian tertentu (Priestley 1959).
Tabel 1 Nilai drag coefficient ( ) pada ketinggian maksimum pengukuran
(
) dan ketinggian referensi ( )* untuk perkebunan Pompa Air,
Jambi dan perkebunan Cimulang
Pompa Air, Jambi
Ketinggian
0.0007-0.0171
= 5.8 m
0.0007-0.0118
= 10 m
Cimulang
Ketinggian
= 13 m
= 16 m
0.0195-0.0482
0.0144-0.0305
*Ketinggian referensi ( ) menggunakan data kecepatan angin hasil estimasi berdasarkan persamaan
(2)
Nilai
pada kondisi netral di atas perkebunan umur 2 tahun dan umur 8-10
tahun dapat dilihat pada tabel di atas. Dalam penghitungan nilai
idealnya
dilakukan pada ketinggian referensi ( ). Seperti dalam Arya (2001), standar
ketinggian referensi yang dimaksud adalah sekitar 10 meter pada jenis kekasapan
rendah sampai sedang. Untuk jenis kekasapan tinggi, standar ketinggian referensi
minimal sebesar 1.5 kali ketinggian rata-rata elemen kekasapan. Karena di
perkebunan 2 tahun, Pompa Air, Jambi tergolong kekasapan sedang, maka dalam
perhitungan
digunakan data kecepatan angin hasil estimasi pada ketinggian 10
m. Sementara pada perkebunan 8-10 tahun, Cimulang yang tergolong kekasapan
tinggi digunakan data kecepatan angin hasil estimasi pada ketinggian 16m. Namun,
perlu untuk membandingkan hasil perhitungan
pada ketinggian referensi
dengan hasil perhitungan pada ketinggian puncak pengukuran. Dari tabel di atas
menunjukkan besar
pada ketinggian referensi relatif lebih kecil dibandingkan
pada ketinggian maksimum pengukuran, namun masih dalam kisaran rentang nilai
yang hampir sama. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui pula bahwa nilai
di atas perkebunan 2 tahun cenderung lebih kecil dibandingkan di atas perkebunan
umur 8-10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kasap suatu bidang
permukaan akan memiliki nilai
yang semakin besar karena semakin besarnya
tegangan permukaan atau stress (�) yang terjadi ketika pergerakan massa udara
berinteraksi dengan permukaan kasap.
Selain tingkat kekasapan, variasi nilai
juga tergantung pada besar
kecepatan angin. Berdasarkan Gambar 8, dapat diketahui bahwa
semakin
menurun dengan bertambahnya kecepatan angin. Kecepatan angin yang tinggi
menyebabkan bagian atas permukaan kanopi dalam posisi streamline mengikuti
arah gerakan angin yang berimplikasi pada pengurangan gaya gesek yang terjadi
antara gerakan massa udara dengan permukaan kasap. Oleh karena itu, nilai
akan semakin menurun. Begitu pula Deacon (1953) dalam Priestley (1959)
menunjukkan adanya pengaruh kecepatan angin pada
2 meter di atas
permukaan rumput (ℎ = 0.6-0.7m). Berbeda halnya pada permukaan licin, misalnya
permukaan air. Nilai
tidak dipengaruhi oleh besar kecepatan angin rata-rata.
Seperti pada penelitian Sethurahman dan Raynor (1975) yang mengkaji pengaruh
kekasapan aerodinamik permukaan laut terhadap koefisien drag permukaan, dari
13
hubungan regresi
terhadap kecepatan angin rata-rata yang terbentuk cenderung
menunjukkan tidak adanya pengaruh kecepatan angin, melainkan tingkat kekasapan
permukaan itu sendiri.
0.01
CD
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0
1
2
3
4
5
u (m/s)
z = 5.8 m
z = 10 m (reference height)
Log. (z = 5.8 m)
Log. (z = 10 m (reference height))
(a)
0.06
0.05
CD
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
u (m/s)
Gambar 8
z = 13 m
z = 16 m (reference height)
Log. (z = 13 m)
Log. (z = 16 m (reference height))
(b)
Korelasi koefisien drag ( ) dengan kecepatan angin di atas
pekebunan sawit umur 2 tahun dan umur 8-10 tahun pada kondisi
atmosfer netral
14
Intensitas Turbulensi dan Turbulence Kinetic Energy (TKE) di Atas
Pertanaman Kelapa Sawit
Turbulensi menunjukkan gejala penyimpangan/perturbasi kecepatan angin
dari nilai rata-ratanya. Perturbasi/gangguan tersebut umumnya didorong oleh
buoyancy dan gesekan antara aliran udara dengan permukaan atau antar aliran
massa udara (Arya 2001). Kedua mekanisme tersebut menentukan besar kecilnya
TKE di atas permukaan kasap. Gambar 9 mempresentasikan kecenderungan
peningkatan turbulensi terhadap ketinggian, dengn intensitas turbulensi rata-rata
harian di atas pertanaman sawit umur 2 tahun berturut-turut terhadap ketinggian
sebesar 0.45, 0.49, dan 0.56, sedangkan di atas pertanaman umur 8-10 tahun
berturut-turut 0.56 dan 0.63. Besar intensitas turbulensi khusus pada kondisi
atmosfer tidak stabil dapat dilihat pada Tabel 2.
Intensitas turbulensi pada kondisi atmosfer tidak stabil di atas pertanaman
sawit umur 8-10 tahun berturut-turut naik terhadap ketinggian: 0.45 dan 0.47.
Demikian halnya intensitas turbulensi di atas pertanaman sawit 2 tahun, yaitu 0.35,
0.36, 0.37 yang naik terhadap ketinggian. Nilai I berbanding lurus dengan TKE,
dimana skala kecepatan turbulensi sebanding dengan akar kuadrat dari TKE
(Tennekes dan Lumley 1972 dalam Arya 2001). TKE di atas pertanaman umur 810 tahun lebih besar daripada umur 2 tahun. Nilai TKE maksimum pada kondisi
tidak stabil untuk lokasi kebun Cimulang berturut-turut terhadap meningkat
terhadap ketinggian yaitu 0.33, dan 0.34 m2/s2, sedangkan lokasi kebun Pompa Air,
Jambi berturut-turut 0.26, 0.27, dan 0.29 m2/s2 terhadap ketinggian.
Saat kondisi atmosfer tidak stabil (misalnya siang hari), selain produksi
buoyancy dan wind shear, besar kecilnya turbulensi sebagai bentuk acak (chaotic)
dari pergerakan massa udara dapat pula dipengaruhi oleh adveksi massa udara yang
membawa TKE dari lokasi lain. Angin yang membawa TKE yang besar dari suatu
tempat akan meningkatkan turbulensi di lokasi yang dilewatinya. Selain itu,
turbulensi juga dapat mentransfer TKE secara vertikal seperti yang disebutkan
dalam Stull (2000). Adanya penambahan TKE akan mempertahankan pembentukan
turbulensi. Hal ini karena turbulensi memiliki sifat disipatif, dimana TKE
dikonversi menjadi energi internal secara kontinu untuk mempertahankan gerakan
turbulen massa udara (Arya 2001).
Penentuan nilai TKE pada kondisi atmosfer tidak stabil di atas kanopi
perkebunan memerlukan informasi ketebalan lapisan pencampur ( � ) pada kedua
lokasi. Ketebalan � merupakan fungsi dari gradien suhu virtual udara dengan
transfer komulatif bahang terasa. Dengan menganggap hubungan yang terbentuk
merupakan fungsi luasan segitiga siku-siku, dimana alas merepresentasikan gradien
suhu virtual, tinggi segitiga adalah ketebalan � , dan luasa segitiga merupakan besar
transfer komulatif bahang terasa, maka ketebalan lapisan ini dapat ditentukan (Stull
2000). Dari hasil perhitungan, ketebalan maksimum rata-rata zi di atas perkebunan
Pompa Air, Jambi dan Cimulang berturut-turut 562.02 m dan 550.51 m. Beberapa
faktor utama yang menentukan ketebalan lapisan ini yaitu kekasapan permukaan,
tingkat pemanasan permukaan, tingkat keawanan, stabilitas atmosfer, dan
kecepatan angin.
15
14
12
z (m)
10
8
6
4
2
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
I
I (24 jam), Cimulang
I (24 jam), Pompa Air, Jambi
Gambar 9 Variasi nilai turbulensi terhadap ketinggian di atas Perkebunan Desa
Pompa Air, Jambi dan Cimulang.
Tabel 2 Nilai rata-rata Intensitas turbulensi dan TKE pada kondisi atmosfer tidak
stabil di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air, Jambi (umur 2
tahun) dan Cimulang (Umur 8-10 tahun)
(m)
TKE
2.4
0.35
0.26
Pompa Air, Jambi
3.15
5.8
0.36
0.37
0.27
0.29
Cimulang, Bogor
9
13
0.45
0.47
0.33
0.34
Kecepatan angin rata-rata yang rendah di atas permukaan kasap, shear stress
yang terjadi akan menyebabkan lebih besarnya perturbasi dibandingkan ketika
kecepatan angin rata-rata tinggi. Hal ini mengakibatkan ketebalan lapisan perbatas
pada kondisi kecepatan angin rendah lebih tebal, sehingga proses transfer yang
terjadi di dalamnya akan melewati ruang yang lebih panjang dalam proses difusi.
Sebaliknya, pada lapisan perbatas yang lebih tipis yaitu pada kecepatan angin tinggi,
proses difusi yang terjadi akan semakin cepat (June 2001).
Koefisien Pertukaran Turbulensi/Eddy untuk Momentum dan Transfer
Momentum di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
Gradien kecepatan angin vertikal memicu transfer momentum dari atmosfer
ke permukaan. Besar transfer momentum berbanding lurus dengan besar koefisien
pertukaran turbulensinya ( ). Nilai
merupakan fungsi dari kecepatan kasap
∗
( ). Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa koefisien pertukaran turbulensi
untuk momentum ( ) dan transfer momentum (�) semakin meningkat dengan
16
Tabel 3 Nilai koefisien transfer momentum ( ) dan besar transfer momentum
rata-rata ( � ) pada tiga level ketinggian untuk wilayah perkebunan
Pompa Air, Jambi dan Cimulang
Pompa Air, JAmbi
(m2/s) � (N/m2)
0.1200
0.0291
0.1575
0.0382
0.2900
0.0703
z
2.4 m
3.15 m
5.8 m
Cimulang
(m2/s)
0.9490
1.0544
1.3707
z
9m
10 m
13 m
� (N/m2)
0.3138
0.3486
0.4532
0.012
0.01
0.008
Ri
0.006
0.004
0.002
0
-0.002
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Km (m/s2)
-0.004
-0.006
5.8 m
Umur 2 tahun,
Pompa Air, Jambi
3.15 m
2.4 m
9m
Umur 8-10 tahun,
Cimulang
10 m
13 m
Gambar 10 Korelasi antara koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum
( ) dengan bilangan Richardson ( �)
ketinggian. Secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa
dan � berkorelasi
positif dengan kecepatan angin. Di dekat permukaan tajuk kelapa sawit, nilai
sekitar 0.16 m2/s dan � sekitar 0.07 N/m2 untuk umur 2 tahun dan
sekitar 0.93
2
2
m /s dengan � sebesar 0.30 N/m untuk umur 8-10 tahun. Selain karena gradien
kecepatan angin yang lebih besar, nilai yang lebih besar pada perkebunan sawit
8-10 tahun menyebabkan
dan � di atas tanaman umur ini mencapai 5 kali besar
pada tanaman umur 2 tahun.
17
Hubungan antara
dengan kestabilan atmosfer yang ditunjukkan oleh
bilangan Richardson seperti pada Gambar 10 adalah berkorelasi negatif. Nilai
semakin meningkat dengan menurunnya nilai � (mendekati kondisi tidak stabil).
Perubahan nilai � sangat besar pengaruhnya pada nilai
untuk pertanaman
umur 8-10 tahun (Cimulang) yang ditunjukkan oleh kemiringan kurva regresi yang
landai dibandingkan dengan pertanaman umur 2 tahun. Hal ini cukup beralasan
karena faktor kecepatan angin yang lebih tinggi pada kondisi atmosfer mendekati
tidak stabil. Tingkat kekasapan yang tinggi pada pertanaman umur 8-10 tahun
menyebabkan shear stress yang semakin tinggi sehinga meningkatkan gradien
kecepatan angin antar ketinggian.
Transfer Bahang Terasa (Sensible Heat Flux)
Bahang terasa merupakan bagian dari neraca energi yang berperan dalam
proses pemanasan udara. Transfer bahang terasa ini terjadi sepanjang waktu, hanya
saja berfluktuasi dalam besaran dan arahnya. Seperti pada Gambar 11, nilai �
sangat kecil sekali dengan tanda positif pada kondisi atmosfer stabil (malam hari)
dan menjadi sangat besar dengan tanda negatif pada kondisi atmosfer tidak stabil
(siang hari). Pada kondisi atmosfer netral, nilai � mendekati nol karena gradien
suhu vertikal mendekati nol. Tanda positif untuk � di malam hari menunjukkan
bahwa aliran fluks bahang terasa terjadi dari atmosfer ke permukaan, sebaliknya
tanda negatif untuk � pada siang hari menunjukkan aliran fluks bahang terasa
terjadi dari permukaan ke atmosfer. Saat malam hari, laju pencaran radiasi
gelombang panjang dari permukaan relative lebih cepat daripada laju pancaran dari
udara. Hal ini menyebabkan lapisan atmosfer di ketinggian tertentu menjadi lebih
hangat dibandingkan dengan lapisan atmosfer di dekat permukaan. Kondisi yang
disebut dengan inversi (gradien suhu udara bertanda negatif) ini mendorong
perpindahan panas atau bahang dari atmosfer yang lebih hangat ke lapisan di
bawahnya di dekat permukaan. Dalam arah yang sebaliknya, aliran bahang terjadi
dari permukaan ke atmosfer di atasnya saat siang hari, yaitu ketika pemanasan
intensif permukaan oleh radiasi gelombang pendek menyebabkan permukaan dan
20
-20
-40
0:00
1:00
2:00
3:00
4:00
5:00
6:00
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
QH (W/m2)
0
Waktu
-60
-80
-100
Pompa Air, Jambi (2.4-5.8 m)
Cimulang (9-13 m)
Gambar 11 Variasi diurnal transfer bahang terasa di atas pertanaman kelapa
sawit umut 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun
(Cimulang)
18
Tabel 4 Korelasi transfer bahang terasa ( � ) dengan Richardson Number ( �),
gradien vertikal suhu udara ( �), kecepatan angin rata-rata (ū), dan
radiasi global
QH
�
�
ū
Radiasi global
Umur 2 tahun, Pompa Air Jambi
-0.80
0.99
0.70
0.96
Umur 8-10 tahun, Cimulang
-0.80
0.90
0.75
0.83
0.6
0.4
0.0
-0.2
23:00
22:00
21:00
20:00
19:00
18:00
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
12:00
11:00
10:00
9:00
8:00
7:00
6:00
5:00
4:00
3:00
2:00
1:00
0:00
dT (C)
0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Waktu Pengukuran
2 per. Mov. Avg. (Pompa Air, Jambi (2.4-5.8 m))
2 per. Mov. Avg. (Cimulang (9-13 m))
Gambar 12 Variasi perbedaan suhu secara vertikal di atas pertanaman
sawit umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun
(Cimulang)
udara di dekatnya menjadi lebih hangat dibandingkan dengan lapisan udara
beberapa level di atasnya (gradien suhu udara positif).
Berdasarkan Gambar 11, pada pagi hingga tengah hari � di atas pertanaman
umur 8-10 tahun lebih besar daripada � di atas pertanaman umur 2 tahun dan
terjadi sebaliknya pada tengah hari hingga sore sebelum matahari terbenam. Pada
malam hari, nilai � di atas pertanaman sawit 8-10 tahun dapat mencapai 10 kali
� di atas pertanaman sawit 2 tahun. Jika dilihat dari angka korelasi pada Tabel 4,
maka diperkirakan nilai � di kedua lokasi dipengaruhi kuat oleh perbedaan suhu
udara antar ketinggian ( �) yang dibangkitkan oleh radiasi matahari. Selain itu,
transfer bahang terasa juga berkorelasi tinggi dengan bilangan Richardson ( �),
baik di lokasi perkebunan umur 2 tahun maupun 8-10 tahun. Semakin tidak stabil
kondisi atmosfer ( � negatif), maka akan semakin besar intensitas turbulensi yang
terjadi sehingga menyebabkan proses percampuran yang sangat efektif parsel udara
dimana tersimpan panas/bahang di dalamnya. Dengan demikian laju aliran bahang
terasa dari permukaan ke atas akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya, saat
atmosfer stabil lapisan udara cenderung lebih mampat sehingga menenkan
19
pembentukan turbulensi. Dengan demikian proses perpindahan bahang terasa oleh
gerakan acak aliran masaa udara menjadi sangat kecil.
Saat malam hari (inversi), gradien vertikal suhu udara di atas pertanaman
sawit 8-10 tahun lebih besar dibandingkan di umur 2 tahun. Kondisi ini yang
menyebabkan transfer bahang terasa dari atmosfer ke permukaan pertanaman sawit
8-10 tahun jauh lebih besar dibandingkan dengan umur 2 tahun. Sehingga, di malam
hari dengan kondisi angin yang cenderung tenang, gradien suhu udara antara
permukaan dengan atmosfer di atasnya merupakan faktor pendorong utama
terjadinya transfer bahang terasa di malam hari. Namun, di siang hari dengan
kondisi atmosfer yang lebih kompleks, variasi � sangat berbeda dengan malam
hari. Dari Gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa perbedaan suhu udara antar
ketinggian bukan merupakan satu-satunya faktor utama yang menentukan besar
kecilnya transfer bahang terasa saat atmosfer tidak stabil, tetapi juga disebabkan
oleh keberadaan turbulensi yang mempercepat proses percampuran massa udara
sehingga proses transfer dari permukaan ke atmosfer menjadi lebih cepat.
Transfer Uap Air (Latent Heat Flux)
Transfer uap air secara umum ditentukan oleh karakteristik tutupan lahan dan
kondisi cuacanya. Gambar 13 menunjukkan variasi transfer uap air di atas
pertanaman sawit 2 tahun dengan jarak tanaman yang masih renggang dan di atas
pertanaman sawit 8-10 tahun dimana kondisi tutupan tajuk sudah mendekati
sempurna. Profil transfer uap air (bahang latent) pada kedua lokasi kajian
menunjukkan pola yang mirip, yaitu mencapai puncaknya pada saat suhu udara
mencapai maksimum dan kelembahan minimum (Gambar 4). Selain itu, diketahui
bahwa
di atas pertanaman umur 8-10 tahun lebih besar daripada umur 2 tahun.
Salah satu penyebab hal ini adalah curah hujan yang lebih besar di wilayah Bogor
250
QE (W/m2)
200
150
5.02 mm/hari
4.12 mm/hari
100
50
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
12:00
11:00
10:00
9:00
8:00
7:00
0
Waktu
2.4-5.8 m (Pompa Air, Jambi)
9-13 m (Cimulang)
Q
QH
E harian (Pompa Air, Jambi)
QQH
harian (Cimulang)
E
Gambar 13 Variasi d
PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER)
DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
ALAN PURBA KUSUMA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Karakteristik
Lapisan Perbatas Permukaan (Surface Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa
Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Alan Purba Kusuma
NIM G24100047
ABSTRAK
ALAN PURBA KUSUMA. Dinamika Karakteristik Lapisan Perbatas Permukaan
(Surface Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa Sawit. Dibimbing oleh
TANIA JUNE.
Penelitian yang dilakukan di dua lokasi perkebunan sawit, yaitu di Desa
Pompa Air, Jambi (umur 2 tahun) dan di PT. Perkebunan Nusantara VIII,
Cimulang, Jawa Barat (umur 8-10 tahun) menunjukkan bahwa karakteristik
kekasapan (perpindahan bidang nol ( ), kecepatan kasap ( ∗ ), dan panjang
kekasapan ( )) meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Parameter
kekasapan ini menentukan dinamika profil-vertikal kecepatan angin, intensitas
turbulensi, energi kinetik turbulensi (TKE), dan juga transfer momentum serta
bahang (terasa dan uap air). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada kedua lokasi
perkebunan, kecepatan angin di dekat permukaan akan mengalami disturbansi dan
menurun secara logaritmik karena gesekan dengan permukaan yang berkorelasi
positif dengan koefisien drag ( ). Nilai
sebanding dengan kuadrat rasio antara
kecepatan tangensial parsel udara karena turbulensi mekanik dengan kecepatan
angin rata-rata pada ketinggian tertentu. Nilai koefisien drag pada kondisi netral
cenderung menurun terhadap pertambahan kecepatan angin. Pada kondisi
atmosfer tidak stabil, proses pemanasan permukaan oleh radiasi matahari
mendorong terbentuknya pengangkatan massa udara ke atas (buoyancy) yang
mencapai puncak pada tengah hari (12.00-14.00 WIB). Semua mekanisme ini
menyebabkan gerakan acak aliran massa udara dan mengubah energi kinetik serta
potensial aliran pada suatu ketinggian menjadi TKE. Analisis menunjukkan TKE
memiliki korelasi yang tinggi dengan transfer bahang terasa dan uap air. Hal ini
menunjukkan bahwa turbulensi lebih efektif dalam proses pencampuran dibanding
melalui proses difusi molekular.
Kata kunci: kekasapan permukaan, perpindahan bidang nol, kecepatan kasap,
panjang kekasapan, turbulensi, TKE, koefisien drag, transfer momentum, transfer
bahang
ABSTRACT
ALAN PURBA KUSUMA. The Dynamics of Surface Boundary Layer
Characteristics above Oil Palm Plantation. Supervised by TANIA JUNE.
The research conducted in two separated oil palm plantation sites, i.e. in
Pompa Air Village, Jambi (2 years old of oil palm) and in PT. Perkebunan
Nusantara VIII, Cimulang, West Java (8-10 years old of oil palm) showed that the
roughness parameters including zero-plane displacement ( ), friction velocity ( ∗ ),
and roughness length ( ) increase with the rise of the age of plants. These
parameters play a crucial role in affecting the dynamics of wind vertical-profile,
turbulence intensity, turbulence kinetic energy (TKE), as well as momentum and
heat (sensible and latent) transport mechanisms. Based on the results, above the
plant canopies of both of plantation sites, the wind speed will be disturbed by and
logarithmically decreased downward to just above the roughness elements by the
surface shear stress which has postitive correlation with the drag coefficient ( ).
Value of
is equivalent to square of ratio between the tangential velocity of air
flow generated by mechanical turbulence and wind speed at certain height. Above
both of plantation sites in neutral atmospheric condition
tended to decrease with
the increase of wind speed. In addition, in unstable atmospheric condition, surface
heating process by short wave radiation generates buoyancy reaching its peak at
mid-day (12 am - 2 pm). All of these mechanisms cause chaotic air flow and convert
kinetic and potential energy of stratified mean flow into TKE. Based on result, TKE
had high correlation with sensible heat flux and latent heat flux as well. It showed
that turbulence has more efficient mixing mechanism than molecular diffussion
process.
Keywords: roughness parameters, zero-plane displacement, friction velocity,
roughness length, turbulence, TKE, drag coefficient, momentum flux, heat flux
DINAMIKA KARAKTERISTIK LAPISAN PERBATAS
PERMUKAAN (SURFACE BOUNDARY LAYER)
DI ATAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
ALAN PURBA KUSUMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Dinamika Karakteristik Lapisan Perbatas Permukaan (Surface
Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
Nama
: Alan Purba Kusuma
NIM
: G24100047
Disetujui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam,
atas segala rahmat dan hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “Dinamika Karakteristik Lapisan Perbatas Permukaan (Surface
Boundary Layer) di Atas Perkebunan Kelapa Sawit” dan telah memperoleh gelar
Sarjana Sains di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dengan penuh rasa terima kasih,
kebanggaan ini tentunya penulis persembahkan terutama kepada ayah saya, Bapak
Riswandi dan kakak perempuan tercinta, Riska Ayu Antika yang selalu
mencurahkan doa, motivasi, dan cinta kasihnya.
Penelitian dan proses penulisan hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada, Dr Ir Tania June selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, dukungan, dan bimbingannya, serta ilmu yang tidak ternilai
harganya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nandar
dari Balai Penelitian Klimatologi dan Hidrologi, CRC990 EFForts Projects, PTPN
VIII, dan BOPTN 2013 yang telah memberikan bantuan untuk terselenggaranya
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen
pembimbing akademik, semua dosen dan staff Departemen Geofisika dan
Meteorologi IPB, semua keluarga besar, serta teman-teman yang selalu
memberikan doa dan nasehatnya kepada penulis.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2014
Alan Purba Kusuma
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan Penelitian
2
Prosedur Analisis Data
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Lapisan Perbatas (Boundary Layer)
7
Karakteristik Mikrometeorologi di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
8
Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Implikasinya pada Profil
Kecepatan Angin
10
Intensitas Turbulensi dan Turbulence Kinetic Energy (TKE) di Atas
Pertanaman Kelapa Sawit
14
Koefisien Pertukaran Turbulensi/Eddy untuk Momentum dan Transfer
Momentum pada Lapisan Perbatas di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
15
Transfer Bahang Terasa (Sensible Heat Flux)
17
Transfer Uap Air (Latent Heat Flux)
19
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Nilai drag coefficient ( ) pada ketinggian maksimum pengukuran
(
) dan ketinggian referensi ( )* untuk perkebunan Pompa Air,
Jambi dan perkebunan Cimulang
Nilai rata-rata intensitas turbulensi dan TKE pada kondisi atmosfer
tidak stabil di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air, Jambi
(umur 2 tahun) dan Cimulang (Umur 8-10 tahun)
Nilai koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum ( ) dan besar
transfer momentum rata-rata ( � ) pada tiga level ketinggian untuk
wilayah perkebunan Pompa Air, Jambi dan Cimulang
Korelasi transfer bahang terasa ( � ) dengan Richardson Number ( �),
gradien vertikal suhu udara ( �), kecepatan angin rata-rata (ū), dan
radiasi global
Korelasi fluks panas laten ( ) dengan Richardson Number ( � ),
kelembaban relatif (RH), gradien vertikal suhu udara ( �), kecepatan
angin rata-rata (ū), radiasi global, TKE, dan fluks bahang terasa ( � )
12
15
16
18
20
DAFTAR GAMBAR
1
Lokasi penelitian PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Jawa
Barat dan perkebunan Desa Pompa Air, Jambi
3
Ilustrasi pemasangan sensor pada mini-tower di Perkebunan Desa
Pompa Air, Jambi dan Perkebunan Cimulang
3
3
Skema lapisan perbatas atmosfer (Merujuk dari Arya 2001)
8
4
Variasi diurnal rata-rata radiasi global, profil suhu dan kelembaban
relatif (RH) di atas perkebunan kelapa sawit umur 2 tahun (Pompa Air,
Jambi) serta perkebunan umur 8-10 tahun (Cimulang)
9
Profil kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit Pompa Air,
Jambi (2.4 m, 3.15 m, 5.8 m) dan Cimulang (9 m, 13m)
10
Penentuan panjang kekasapan ( ) dan kecepatan kasap ( ∗ ) pada
perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan umur 8-10 tahun
(Cimulang)
10
Hubungan kekasapan dan kestabilan atmosfer (stabil, netral, dan tidak
stabil) pada profil kecepatan angin
11
Korelasi koefisien drag (
) dengan kecepatan angin di atas
pekebunan sawit umur 2 tahun dan umur 8-10 tahun pada kondisi
atmosfer netral
13
2
5
6
7
8
9
Variasi nilai turbulensi terhadap ketinggian di atas perkebunan kelapa
sawit Desa Pompa Air, Jambi dan Cimulang.
15
10 Korelasi antara koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum (
dengan bilangan Richardson ( �)
)
16
11 Variasi diurnal transfer bahang terasa di atas pertanaman kelapa sawit
umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang)
17
12 Variasi perbedaan suhu secara vertikal di atas pertanaman sawit umur
2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang)
18
13 Variasi diurnal transfer uap air di atas pertanaman kelapa sawit umur 2
tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang)
19
DAFTAR LAMPIRAN
1
Rata-rata (per jam) kecepatan angin, suhu udara, kelembaban relatif,
dan radiasi global Perkebunan Desa Pompa Air, Jambi
23
Rata-rata (per jam) kecepatan angin, suhu udara, kelembaban relatif,
dan radiasi global Perkebunan Cimulang, Bogor
24
3
Contoh perhitungan
25
4
Rata-rata (per jam) transfer bahang terasa dan TKE pada Perkebunan
Desa Pompa Air, Jambi dan Perkebunan Cimulang, Bogor
28
5
Daftar konstanta
28
6
Simbol, nilai, dan satuan konstanta yang digunakan
29
7
Dokumentasi penelitian di PTPN VIII, Cimulang, Jawa Barat (a-d) dan
Desa Pompa Air, Jambi (e-h)
30
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim tropis lembab, kelapa
sawit (Elaeis guineensis) sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
Bersama dengan Malaysia, kedua negara ini dapat menghasilkan lebih dari 80 %
produksi minyak sawit untuk memenuhi permintaan pasar global (Koh dan Wilcove
2007; Fitzherbert et al. 2008). Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2014),
dari tahun 2011 hingga 2012 Indonesia telah mengalami peningkatan luas total area
perkebunan kelapa sawit hingga 6.45 %, dimana wilayah Sumatera dan Kalimantan
menjadi penyumbang terbesarnya.
Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dari tren peningkatan luas
area sawit ini adalah bagaimana implikasinya terhadap lingkungan sekitar maupun
di dalamnya. Karakteristik tegakan dan kanopi yang khas memberikan implikasi
yang unik pada variasi unsur mikrometeorologi di dalamnya. Struktur kanopi
menyerupai kubah (pada pohon sawit dewasa) yang tersusun oleh dudukan spiral
pelepah atau daun majemuk (phyllotaxis) memberikan pengaruh langsung pada
dinamika profil kecepatan angin dan intersepsi radiasi matahari, sehingga
membentuk karakteristik lapisan perbatas (boundary layer) yang khas di atasnya.
Selain mempengaruhi variasi vertikal unsur meteorologi seperti suhu udara,
kandungan uap air, momentum, aerosol, partikulat, CO2, serta bahang, lapisan
perbatas ini merupakan sumber dari sebagian besar energi penggerak cuaca dalam
skala besar dan sirkulasi atmosfer pada umumnya (Arya 2001).
Data dan informasi terkait karakteristik kekasapan permukaan banyak
dibutuhkan dalam membangun berbagai model sirkulasi atmosfer, baik dalam skala
mikro maupun makro, misalnya GCM. Selain itu, parameter kekasapan diperlukan
dalam menghitung besar proses transport yang terjadi, seperti fluks bahang, CO2,
uap air, momentum, material kimia, dan lain sebagainya. Karakteristik lapisan
perbatas yang dimaksud meliputi karakteristik kekasapan permukaan (surface
roughness) dan besar koefisien fluks permukaan. Melalui analisis data kecepatan
angin di atas kanopi, maka dapat diketahui karakteristik kekasapan permukaannya,
meliputi roughness length ( ), zero plane displacement ( ), friction velocity ( ∗ )
(McInnes et al. 1991; Kimura et al. 1999; Martano 2000; Tsai and Tsuang 2005;
Yuhao et al. 2008; Cataldo and Zeballos 2009). Penelitian ini penting dilakukan
mengingat belum adanya penelitian yang mengkaji lapisan perbatas permukaan di
atas kawasan perkebunan kelapa sawit, sehingga penelitian ini diharapkan dapat
menyediakan informasi yang lengkap dan data hasil analisis yang spesifik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis karakteristik kekasapan permukaan (roughness parameters),
meliputi roughness length ( )), zero-plane displacement ( ), friction velocity
( ∗ ), dan drag coefficient ( ) di atas kanopi perkebunan kelapa sawit.
2
2. Mengidentifikasi implikasi stabilitas atmosfer dan karakteristik kekasapan pada
dinamika profil kecepatan angin, intensitas turbulensi dan turbulence kinetic
energy (TKE) di atas kanopi pertanaman kelapa sawit umur 2 tahun dan 8-10
tahun.
3. Menentukan koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum dan karakteristik
transfer momentum (�), transfer bahang terasa ( � ), dan transfer uap air ( )
di atas perkebunan kelapa sawit.
4. Mengetahui pengaruh karakteristik turbulensi pada transfer bahang terasa dan
uap air.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi berbeda, yaitu perkebunan sawit
umur 8-10 tahun di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Jawa Barat (a) dan
perkebunan sawit umur 2 tahun di Desa Pompa Air, Jambi (b) seperti pada Gambar
1. Khusus di Desa Pompa Air, Jambi, penelitian ini bekerja sama dengan CRC990
EFForts Projects. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2013 hingga bulan
Oktober 2013 yang meliputi perijinan, pembuatan alat, dan pengambilan data.
Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi,
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Data Penelitian
Pengukuran parameter mikrometeorologi di atas perkebunan kelapa sawit
dilakukan dengan mendirikan mini tower pada kedua lokasi penelitian. Parameter
utama yang diperlukan dalam analisis karakteristik lapisan perbatas permukaan
meliputi kecepatan dan arah angin, suhu udara, dan kelembaban relatif. Untuk
lokasi perkebunan Desa Pompa Air, Jambi, 3 anemometer (A), 3 sensor suhu (T)
dan kelembaban udara relatif (RH) dipasang pada ketinggian logaritmik 2.4 m, 3.15
m, dan 5.8 m, serta satu sensor arah angin/wind vane (W) pada ketinggian 5.8 m.
Untuk lokasi kebun Cimulang, 2 anemometer (A), 2 sensor suhu (T) dan
kelembaban relatif (RH) dipasang pada ketinggian logaritmik 9 m dan 13 m, serta
wind vane (W) pada ketinggian 13 m. Selain itu, digunakan pula data tambahan,
yaitu radiasi global pada kedua lokasi. Ilustrasi pemasangan sensor pada kedua
lokasi ditunjukkan oleh Gambar 2 di bawah.
Prosedur Analisis Data
Analisis Karakteristik Mikrometeorologi
Variasi diurnal profil parameter meteorologi di kedua lokasi penelitian yang
meliputi kecepatan angin, suhu udara, RH, dan radiasi global diperoleh dengan
3
(a)
(b)
Gambar 1 Lokasi penelitian (a) PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang,
Jawa Barat dan (b) perkebunan Desa Pompa Air, Jambi
(a)
(b)
Gambar 2 Ilustrasi pemasangan sensor pada mini-tower di Perkebunan Desa
Pompa Air, Jambi (a) dan Perkebunan Cimulang (b)
plotting data rata-rata per jamnya terhadap waktu. Sebelum plotting data terlebih
dahulu dilakukan filtering data berdasarkan syarat tertentu. Dalam penelitian ini,
misalnya data angin untuk wilayah Pompa Air, Jambi, hanya angin dari arah barat
yang hanya memenuhi persyaratan fetch. Hal ini menjadi sangat penting karena data
yang tidak memenuhi fetch dapat menunjukkan penyimpangan karakteristik
sebenarnya dari wilayah/area yang ingin dikaji.
4
Stabilitas Atmosfer
Kestabilan atmosfer dibagi atas tiga kategori menurut bilangan Richardson
( �), stabil ( � > 0.01), netral (-0.01 ≤ � ≤ 0.01), dan tidak stabil ( � < -0.01).
Bilangan Richardson dihitung berdasarkan persamaan berikut (Thom 1975; Oke
1978; Arya 2001):
�=
��
��
�
��
��
(1)
dimana g adalah percepatan gravitasi (9.8 m/s2), θ adalah suhu potensial (K); � =
� − � , dengan Γd adalah dry adiabatic lapse rate sebesar -0.00976 K/m dan T
merupakan suhu absolut (K) pada ketinggian z (m), dan �a adalah suhu potensial
/
.
pada ketingian za (K); =
Karakteristik Kekasapan Permukaan
Pada kondisi atmosfer netral, dimana tegakan yang menutupi permukaan
datar/rata relatif homogen dengan jarak antar elemen yang teratur, profil logaritmik
kecepatan angin terhadap ketinggian memenuhi persamaan berikut:
−
= ∗
+
(2)
= ℎ
=
=
[
(3)
Δ
Δ ′
Δ
Δ
� −�
[ � −�
� −�
[ � −�
� ]−�
−
′
− �
� −�
− �
� −�
−�
]− .
−�
]− .
(4)
(5)
dimana : ketinggian pengukuran (m),
: kecepatan angin (m/s) pada ketinggian
, : konstanta Von Karman (0.4), : perpindahan bidang nol (m), ∗ : kecepatan
kasap (m/s), : panjang kekasapan (m), : initial zero-plane dispalcement (m), ℎ:
−
,
−
,Δ ′=
tinggi rata-rata elemen kekasapan (m), Δ =
dimana < < .
Parameter kekasapan yang meliputi zero-plane displacement ( ), friction
velocity ( ∗ ), dan roughness length ( ) dapat juga ditentukan dengan metode trial
and error, dimana nilai dari hasil ekstrapolasi ln −
dan
dipilih dari
2
nilai r tertinggi, yaitu mendekati 1. Kemudian nilai digunakan untuk menghitung
∗
dan . Dengan cara yang sama seperti tahap sebelumnya, ln −
diplotkan
terhadap kecepatan angin ( ) pada bidang kartesius. Nilai slope dan intersection
point dari persamaan regresi linier = +
yang terbentuk dapat digunakan
∗
untuk menentukan nilai dan berdasarkan persamaan (2).
Koefisien Drag (CD) pada Kondisi Atmosfer Netral
Ketika kondisi atmosfer netral, efek buoyancy dianggap tidak ada, sehingga
proses fisik yang mencermikan kekasapan permukaan di bawahnya memenuhi
persamaan berikut:
∗
= �/�
�
=
�
(6)
(7)
5
dengan melakukan substitusi persamaan (6) dengan persamaan (7), maka besra
koefisien drag dapat diperoleh dengan persamaan (8):
(8)
= ( ∗⁄ )
2
3
dimana � adalah transfer momentum (N/m ), � adalah kerapatan udara (kg/m ), dan
adalah kecepatan angin rata-rata pada ketinggian referensi ( ). Arya (2001)
menyebutkan bahwa ketinggian referensi adalah 10 meter dari permukaan tanah
untuk jenis kekasapan rendah dan sedang ( < 0.1 m), sedangkan pada jenis
kekasapan tinggi (misalnya hutan), nilai ketinggian referensi minimal 1.5 kali
ketinggian elemen kekasapan.
Intensitas Turbulensi dan Turbulence Kinetic Energy (TKE)
Intensitas turbulensi merupakan perbandingan perturbasi kecepatan angin
dari nilai rata-ratanya. Sementara itu, TKE ditentukan oleh nilai varians komponen
kecepatan angin , , dan seperti pada persamaan berikut:
�
= ̅
(9)
�
= . [� + � + � ]
(10)
Untuk kondisi atmosfer stabil, standar deviasi kecepatan angin pada lapisan
perbatas dengan ketebalan ℎ bervariasi terhadap ketinggian dengan persamaan
berikut (Stull 2000):
� = ∗ [ − /ℎ ] /
(11)
� = . ∗ [ − /ℎ ] /
(12)
∗[
/
� = .
(13)
− /ℎ ]
sedangkan pada kondisi netral:
� = . ∗
− . × /ℎ
(14)
∗[
]
� = .
− . /ℎ
(15)
∗[
� = .
− . /ℎ ]
(16)
dan pada kondisi tidak stabil, dengan ketebalan lapisan perbatas � nilai standar
deviasi bervariasi terhadap ketinggian sebagai berikut:
(17)
/ � / [ − . / � ]
� = .
[ . + .
(18)
− / � ]
� = .
/ [
(19)
− . / � ]
/ �
� = .
dimana
adalah buoyancy velocity scale yang berperan pada keefektifan proses
tansfer bahang:
=[
| |��
�
(�
−�
)]
/
atau dengan skala kecepatan konvektif lainnya, The Deardorff velocity (
∗
=
| |�
[ � ( � )]
�
�
∗
(20)
∗
):
(21)
= (1/0.08)
, � adalah percepatan gravitasi, �
dan � adalah suhu
potensial virtual dan suhu virtual pada mixed layer, �
adalah suhu-permukaan virtual,
dimana
merupakan transfer bahang terasa (W/m2), dan
adalah panas spesifik pada
tekanan konstan sebesar 1004.2 J/(kg K).
Perhitungan TKE pada penelitian ini hanya dilakukan pada kondisi atmosfer
tidak stabil atau secara umum terhitung dari jam 07.00 hingga 17.00 WIB. Oleh
karena itu, dalam perhitungannya dibutuhkan nilai ketebalan mixing layer ( � ).
�
(22)
� = Δ�
�
Δ�
6
Δ�
�
dimana Δ� adalah gradien suhu potensial terhadap ketinggian (lapse rate)
(K/m),
adalah pemanasan komulatif yang dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
� ��
[ −
]
(23)
=
�
Koefisien Pertukaran Turbulensi untuk Momentum (
) dan Transfer
Momentum (�)
Nilai
dan � pada kondisi atmosfer netral, dimana dianggap tidak ada
pengaruh buoyancy memenuhi persamaan berikut:
∗
=
(24)
�
(25)
�=�
��
Transfer Bahang Terasa ( � ) pada Berbagai Kestabilan Atmosfer
Untuk kondisi atmosfer netral, transfer bahang dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
�
(26)
� =�
� �
2
dimana � merupakan transfer bahang terasa (W/m ),
adalah panas spesifik
pada tekanan konstan sebesar 1004.2 J/(kg K), dan � adalah koefisien diffusivitas
untuk bahang terasa (m2/s) yang besarnya sama dengan
(m2/s) pada kondisi
atmosfer netral. Pada kondisi atmosfer tidak netral, sebelum menentukan besar
� terlebih dahulu melakukan koreksi pada stabilitas atmosfernya dengan
menggunakan persamaan (Businger et al. 1971; Arya 2001):
= Ri
pada Ri < 0
(27)
= Ri/(1-5Ri)
pada 0 Ri 0.1
(28)
= 0.2
pada Ri > 0.1
(29)
kemudian � dan � dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
s = m2 = (1-15 )-1/2
untuk < 0
(30)
untuk 0
(31)
s = m = 1+5
dimana merupakan Monin-Obukhov stability parameter, � adalah dimensionless
gradient of , dan � adalah dimensionless wind shear. Nilai � dan � kemudian
digunakan untuk menghitung besar transfer bahang terasa sebagai berikut:
� −�
−
(32)
� =�
� −�
[
� −�
] � ��
dimana � merupakan besar transfer bahang terasa dalam W/m2, dan � adalah
kerapatan udara (kg/m3), dimana
.
(32)
�= .
�
Transfer Uap Air ( ) pada Kondisi Atmosfer Tidak Stabil
Untuk kondisi atmosfer netral, transfer uap air dapat ditentukan langsung dari
persamaan berikut:
�
�
=
�
(34)
�
2
dimana
adalah transfer uap air (W/m ) = 0.0337 (mm/hari), adalah latent
heat vaporization (J), dimana
= . ×
−
�
(35)
7
� adalah molar mass ratio (0.622), adalah tekanan atmosfer (hPa), dan KE adalah
koefisien diffusivitas untuk uap air (m2 s-1), nilai
=
pada kondisi netral,
serta tekanan uap air (hPa) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
�
= �
(36)
.
�
(37)
= .
�+
.
dengan tekanan uap air jenuh dalam satuan hPa.
Khusus pada kondisi atmosfer tidak stabil, sebelum menentukan besar
terlebih dahulu melakukan koreksi kestabilan atmosfer menggunakan persamaan
(27)-(29) di atas. Setelah memperoleh nilai � dan � dari persamaan (30) dan
(31), kemudian menghitung besar transfer uap air dengan persamaan berikut:
−
−
= �
(38)
� −�
dimana
[
� −�
] � ��
adalah kelembaban relatif spesifik (kg/kg), dimana
.
= − . �
�
(39)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lapisan Perbatas (Boundary Layer)
Atmospheric Boundary Layer (ABL) didefinisikan oleh Arya (2001) sebagai
suatu lapisan fluida (cair atau gas) dengan ketebalan dan karakteristik yang khas
akibat interaksi langsung atmosfer dengan elemen kekasapan permukaan di
bawahnya. Ketebalan lapisan perbatas pada troposfer bumi ditandai oleh variasi
kecepatan angin secara vertikal, mulai dari ~0 m/s (tepat di atas permukaan kasap)
hingga mencapai maksimum pada ketinggian tertentu di atas permukaan. Pada
umumnya, ketinggian dasar awan sering kali direpresentasikan sebagai puncak
lapisan perbatas ini. Secara spasial dan temporal, ketebalan lapisan ini sangat
bervariasi, dapat mencapai 0.2-5 km pada siang hari dan 0.02-0.5 km pada malam
hari, tergantung pada faktor pemanasan dan pendinginan permukaan, kecepatan
angin, dan karakteristik elemen kekasapan serta topografi permukaan. Menurut
Arya (2001), faktor adveksi bahang dan uap air, pergerakan massa udara vertikal
skala besar seperti supsidensi, konvergensi, dan divergensi massa udara juga sangat
menentukan ketebalan ABL. Karakteristik yang khas selain variasi vertikal
kecepatan angin pada lapisan ini yaitu variasi temperatur udara, uap air, dan polutan.
Lapisan perbatas atmosfer yang disebut juga Planetary Boundary Layer
(PBL) terdiri dari dua lapisan utama, yaitu lapisan perbatas permukaan (surface
layer) dan lapisan luar (outer layer). Skema profil lapisan perbatas sebagai bagian
terbawah dari troposfer bumi dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah.
Outer layer atau yang dikenal sebagai spiral layer atau Ekman layer
cenderung didominasi oleh mekanisme percampuran vertikal massa udara (vertical
mixing). Surface layer atau yang dikenal sebagai constant-flux layer, dimana terjadi
gradien terbesar kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban. Selain itu, pada
lapisan ini juga merupakan lapisan dimana pertukaran momentum, bahang, dan
8
Gambar 3 Skema lapisan perbatas atmosfer (Merujuk dari Arya 2001)
massa terbesar dalam PBL. Pada penelitian ini lebih difokuskan pada lapisan
surface layer ini. Di dekat tajuk/kanopi tanaman terdapat lapisan kasap, dimana
karakteristik atmosfer lapisan tersebut masih mendapatkan pengaruh besar dari
individu elemen kekasapan sehingga tidak merepresentasikan karakteristik dalam
skala yang lebih luas.
Karakteristik Mikrometeorologi di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
Gambar 4 menunjukan variasi diurnal iklim mikro yang berbeda dari area
perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun (Cimulang). Pagi
hingga tengah hari, pemanasan udara di atas perkebunan umur 8-10 tahun terjadi
lebih cepat dibandingkan di atas perkebunan umur 2 walaupun radiasi global ratarata Cimulang lebih rendah. Hal ini terjadi akibat percampuran massa udara dekat
permukaan kanopi yang lebih efektif pada umur 8-10 tahun karena intensitas
turbulensinya yang lebih tinggi. Turbulensi yang terbentuk erat kaitannya dengan
tingkat kekasapan permukaan.
Suhu udara yang dibangkitkan oleh radiasi matahari memberikan pengaruh
langsung pada tingkat kelembaban udara. Pemanasan permukaan yang
menyebabkan peningkatan suhu udara akan menaikkan kapasitas udara untuk
menampung uap air. Hal ini akan mendorong penurunan RH secara kontinu hingga
suhu udara mencapai maksimum (±2 jam setelah radiasi mencapai maksimum).
Flukstuasi RH tidak begitu besar dan cenderung naik saat malam hari, yaitu ketika
suhu udara mengalami inversi dan atmosfer lebih mampat. Berdasarkan Gambar 4
di bawah, diketahui bahwa RH di atas perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi)
lebih tinggi ( ̅̅̅̅ = 87%) dibandingkan di atas perkebunan umur 8-10 tahun
(Cimulang) (̅̅̅̅ = 80%). Namun di sore hari (14.00-18.00) RH di umur 2 tahun
9
menjadi lebih rendah akibat suhu udara mencapai maksimum pada pukul 15.00
sebagai implikasi dari puncak radiasi pada 2 jam sebelumnya di wilayah Pompa Air,
Jambi.
Berdasarkan Gambar 5 di bawah, baik pada umur 8-10 tahun maupun umur 2
tahun, profil kecepatan angin meningkat terhadap ketinggian.dan meningkat
terhadap menurunnya kondisi kestabilan atmosfer dan mencapai puncak di siang
hari. Kekasapan permukaan menyebabkan gaya gesek angin, sehingga gerakan
massa udara dekat permukaan menjadi teredam dan kecepatan angin mendekati nol.
Namun, dari gambar profil angin untuk Cimulang, terdapat perbedaan kecepatan
angin yang sangat besar antara ketinggian 9 sampai 13 m. Hal ini disebabkan oleh
pemasangan sensor anemometer pada ketinggian 9 m masih berada pada roughness
layer, sehingga masih mendapatkan pengaruh dari individu pohon kelapa sawit.
800
Radiasi Global (Pompa Air, Jambi)
700
Radiasi Global (Cimulang)
600
500
400
W/m2
300
200
100
0
35
140
25
120
20
100
15
80
RH (%)
T (oC)
30
10
60
5
40
0:00
1:00
2:00
3:00
4:00
5:00
6:00
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
0
Waktu Pengukuran
Ta (2.4-5.8 m), Pompa Air Jambi
RH, z = 2.4 m (Pompa Air, Jambi)
RH, z =5.8 m (Pompa Air, Jambi)
Ta (9-13 m), Cimulang
RH, z = 9 m (Cimulang)
RH, z = 13 m (Cimulang)
Gambar 4 Variasi diurnal rata-rata radiasi global, suhu udara dan kelembaban
relative (RH) di atas perkebunan kelapa sawit umur 2 tahun (Pompa
Air, Jambi) serta perkebunan umur 8-10 tahun (Cimulang)
2
2.0
1.5
1.5
ū (m/s)
1
0.5
0:00
2:00
4:00
6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
22:00
0
1.0
0.5
0.0
0:00
2:00
4:00
6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
22:00
ū (m/s)
10
Waktu Pengukuran
Waktu Pengukuran
5.80m
3.15m
2.40m
9m
13 m
Gambar 5 Profil kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit Pompa Air,
Jambi (2.4 m, 3.15 m, 5.8 m) dan Cimulang (9 m, 13m)
Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Implikasinya pada Profil
Kecepatan Angin
Ln(z-d)
Karakteristik kekasapan permukaan dapat ditunjukkan oleh tiga parameter
kekasapan, yaitu perpindahan bidang nol ( ), panjang kasap ( ), dan kecepatan
kasap ( ∗ ) yang diturunkan dari profil kecepatan angin pada kondisi netral.
Perpindahan bidang nol ( ) menunjukkan ketinggian dimana kecepatan angin sama
dengan nol. Berdasarkan hasil perhitungan pada kedua lokasi, diperoleh nilai
perpindahan bidang nol untuk perkebunan sawit umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi)
sebesar 1.9 m dan umur 8-10 tahun (Cimulang) sebesar 7.98 m. Untuk jenis vegetasi
pohon nilai cenderung naik dengan semakin rapatnya tutupan kanopi dan tinggi
tegakan. Hal ini sesuai dengan Chang (1968) dalam June (1987) yang menyatakan
parameter perpindahan bidang nol ( ) sebagai fungsi dari densitas, tinggi tajuk, dan
kondisi mekanik tegakan.
8
6
4
2
0
-2 0
-4
-6
-8
-10
z0 = 0.5225 m
ū (m/s)
1
z0 = 0.0005 m
2
3
4
5
Pompa Air, Jambi
Cimulang
Gambar 6 Penentuan panjang kekasapan ( ) dan kecepatan kasap
( ∗ ) pada perkebunan umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi)
dan umur 8-10 tahun (Cimulang)
11
7
6
5
4
3
2
1
0
z (m)
z (m)
Berdasarkan Gambar 6, panjang kasap ( ) diturunkan dari eksponesial
intersepsi garis regresi pada sumbu y (ln − ), yaitu sebesar 0.0005 m untuk
umur 2 tahun dan sebesar 0.5225 m untuk umur 8-10 tahun. Kedua nilai ini
menunjukkan ketinggian dimana momentum diredam oleh permukaan tajuk.
Kemudian, kecepatan kasap ( ∗ ) pada kedua lokasi, yaitu sebesar 0.16 m/s untuk
umur 2 tahun dan sebesar 0.26 m/s untuk umur 8-10 tahun. Sama seperti , nilai
dan ∗ keduanya juga dipengaruhi oleh kerapatan tajuk, struktur, dan tinggi tegakan.
Menurut Azevedo dan Verma (1989) dalam Kimura et al. (1999), menyebutkan
bahwa angin yang kencang dapat mengurangi besar terutama pada tanaman yang
kurang kokoh (steady) yang mengikuti posisi streamline terhadap gerakan angin.
Tingkat kekasapan dan stabilitas atmosfer memberikan pengaruh besar pada
profil kecepatan angin. Seperti pada Gambar 7 di bawah ini, dapat terlihat hubungan
yang jelas antara profil kecepatan angin pada setiap kondisi kestabilan atmosfer
dengan tingkat kekasapan permukaan.
z0 = 0.0005 m
d = 1.9 m
0
1
2
ū (m/s)
3
14
12
10
8
6
4
2
0
z0 = 0.52 m
d = 7.98 m
0
0.5
1
ū (m/s)
-
-
1.5
-
Gambar 7 Hubungan kekasapan dan kestabilan atmosfer (( ) stabil, ( ) netral, ( )
tidak stabil) pada profil kecepatan angin
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa kecepatan angin di kondisi
tidak stabil lebih tinggi daripada di kondisi netral dan stabil. Pada kondisi stabil,
atmosfer mengalami pendinginan dan lebih mampat sehingga mengakibatkan shear
stress yang lebih besar dibandingkan saat kondisi tidak stabil. Semakin tinggi shear
stress maka akan semakin besar pergerakan massa udara yang tereduksi. Sementara
itu, pada kondisi netral dimana gradien suhu terhadap ketinggian relatif kecil dan
densitas massa udara cenderung seragam, variasi kecepatan angin secara vertikal
merupakan implikasi dari karakteristik kekasapan itu sendiri (Paulson 1970).
Tingkat kekasapan memberikan pengaruh pada profil vertikal kecepatan
angin. Kecepatan angin meningkat secara logaritmik terhadap ketinggian, dan
mendekati nol di dekat permukaan. Pada Gambar 7 memperlihatkan gradienvertikal kecepatan angin yang lebih besar di atas perkebunan sawit umur 8-10 tahun
(Cimulang). Hal ini disebabkan oleh shear stress yang lebih besar akibat kekasapan
yang jauh lebih tinggi di banding di atas perkebunan sawit 2 tahun. Besar shear
stress berkorelasi positif dengan koefisien drag (
). Nilai
menunjukkan
12
kuadrat rasio kecepatan tangensial pergerakan udara akibat turbulensi mekanik
terhadap kecepatan angin pada ketinggian tertentu (Priestley 1959).
Tabel 1 Nilai drag coefficient ( ) pada ketinggian maksimum pengukuran
(
) dan ketinggian referensi ( )* untuk perkebunan Pompa Air,
Jambi dan perkebunan Cimulang
Pompa Air, Jambi
Ketinggian
0.0007-0.0171
= 5.8 m
0.0007-0.0118
= 10 m
Cimulang
Ketinggian
= 13 m
= 16 m
0.0195-0.0482
0.0144-0.0305
*Ketinggian referensi ( ) menggunakan data kecepatan angin hasil estimasi berdasarkan persamaan
(2)
Nilai
pada kondisi netral di atas perkebunan umur 2 tahun dan umur 8-10
tahun dapat dilihat pada tabel di atas. Dalam penghitungan nilai
idealnya
dilakukan pada ketinggian referensi ( ). Seperti dalam Arya (2001), standar
ketinggian referensi yang dimaksud adalah sekitar 10 meter pada jenis kekasapan
rendah sampai sedang. Untuk jenis kekasapan tinggi, standar ketinggian referensi
minimal sebesar 1.5 kali ketinggian rata-rata elemen kekasapan. Karena di
perkebunan 2 tahun, Pompa Air, Jambi tergolong kekasapan sedang, maka dalam
perhitungan
digunakan data kecepatan angin hasil estimasi pada ketinggian 10
m. Sementara pada perkebunan 8-10 tahun, Cimulang yang tergolong kekasapan
tinggi digunakan data kecepatan angin hasil estimasi pada ketinggian 16m. Namun,
perlu untuk membandingkan hasil perhitungan
pada ketinggian referensi
dengan hasil perhitungan pada ketinggian puncak pengukuran. Dari tabel di atas
menunjukkan besar
pada ketinggian referensi relatif lebih kecil dibandingkan
pada ketinggian maksimum pengukuran, namun masih dalam kisaran rentang nilai
yang hampir sama. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui pula bahwa nilai
di atas perkebunan 2 tahun cenderung lebih kecil dibandingkan di atas perkebunan
umur 8-10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kasap suatu bidang
permukaan akan memiliki nilai
yang semakin besar karena semakin besarnya
tegangan permukaan atau stress (�) yang terjadi ketika pergerakan massa udara
berinteraksi dengan permukaan kasap.
Selain tingkat kekasapan, variasi nilai
juga tergantung pada besar
kecepatan angin. Berdasarkan Gambar 8, dapat diketahui bahwa
semakin
menurun dengan bertambahnya kecepatan angin. Kecepatan angin yang tinggi
menyebabkan bagian atas permukaan kanopi dalam posisi streamline mengikuti
arah gerakan angin yang berimplikasi pada pengurangan gaya gesek yang terjadi
antara gerakan massa udara dengan permukaan kasap. Oleh karena itu, nilai
akan semakin menurun. Begitu pula Deacon (1953) dalam Priestley (1959)
menunjukkan adanya pengaruh kecepatan angin pada
2 meter di atas
permukaan rumput (ℎ = 0.6-0.7m). Berbeda halnya pada permukaan licin, misalnya
permukaan air. Nilai
tidak dipengaruhi oleh besar kecepatan angin rata-rata.
Seperti pada penelitian Sethurahman dan Raynor (1975) yang mengkaji pengaruh
kekasapan aerodinamik permukaan laut terhadap koefisien drag permukaan, dari
13
hubungan regresi
terhadap kecepatan angin rata-rata yang terbentuk cenderung
menunjukkan tidak adanya pengaruh kecepatan angin, melainkan tingkat kekasapan
permukaan itu sendiri.
0.01
CD
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0
1
2
3
4
5
u (m/s)
z = 5.8 m
z = 10 m (reference height)
Log. (z = 5.8 m)
Log. (z = 10 m (reference height))
(a)
0.06
0.05
CD
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
u (m/s)
Gambar 8
z = 13 m
z = 16 m (reference height)
Log. (z = 13 m)
Log. (z = 16 m (reference height))
(b)
Korelasi koefisien drag ( ) dengan kecepatan angin di atas
pekebunan sawit umur 2 tahun dan umur 8-10 tahun pada kondisi
atmosfer netral
14
Intensitas Turbulensi dan Turbulence Kinetic Energy (TKE) di Atas
Pertanaman Kelapa Sawit
Turbulensi menunjukkan gejala penyimpangan/perturbasi kecepatan angin
dari nilai rata-ratanya. Perturbasi/gangguan tersebut umumnya didorong oleh
buoyancy dan gesekan antara aliran udara dengan permukaan atau antar aliran
massa udara (Arya 2001). Kedua mekanisme tersebut menentukan besar kecilnya
TKE di atas permukaan kasap. Gambar 9 mempresentasikan kecenderungan
peningkatan turbulensi terhadap ketinggian, dengn intensitas turbulensi rata-rata
harian di atas pertanaman sawit umur 2 tahun berturut-turut terhadap ketinggian
sebesar 0.45, 0.49, dan 0.56, sedangkan di atas pertanaman umur 8-10 tahun
berturut-turut 0.56 dan 0.63. Besar intensitas turbulensi khusus pada kondisi
atmosfer tidak stabil dapat dilihat pada Tabel 2.
Intensitas turbulensi pada kondisi atmosfer tidak stabil di atas pertanaman
sawit umur 8-10 tahun berturut-turut naik terhadap ketinggian: 0.45 dan 0.47.
Demikian halnya intensitas turbulensi di atas pertanaman sawit 2 tahun, yaitu 0.35,
0.36, 0.37 yang naik terhadap ketinggian. Nilai I berbanding lurus dengan TKE,
dimana skala kecepatan turbulensi sebanding dengan akar kuadrat dari TKE
(Tennekes dan Lumley 1972 dalam Arya 2001). TKE di atas pertanaman umur 810 tahun lebih besar daripada umur 2 tahun. Nilai TKE maksimum pada kondisi
tidak stabil untuk lokasi kebun Cimulang berturut-turut terhadap meningkat
terhadap ketinggian yaitu 0.33, dan 0.34 m2/s2, sedangkan lokasi kebun Pompa Air,
Jambi berturut-turut 0.26, 0.27, dan 0.29 m2/s2 terhadap ketinggian.
Saat kondisi atmosfer tidak stabil (misalnya siang hari), selain produksi
buoyancy dan wind shear, besar kecilnya turbulensi sebagai bentuk acak (chaotic)
dari pergerakan massa udara dapat pula dipengaruhi oleh adveksi massa udara yang
membawa TKE dari lokasi lain. Angin yang membawa TKE yang besar dari suatu
tempat akan meningkatkan turbulensi di lokasi yang dilewatinya. Selain itu,
turbulensi juga dapat mentransfer TKE secara vertikal seperti yang disebutkan
dalam Stull (2000). Adanya penambahan TKE akan mempertahankan pembentukan
turbulensi. Hal ini karena turbulensi memiliki sifat disipatif, dimana TKE
dikonversi menjadi energi internal secara kontinu untuk mempertahankan gerakan
turbulen massa udara (Arya 2001).
Penentuan nilai TKE pada kondisi atmosfer tidak stabil di atas kanopi
perkebunan memerlukan informasi ketebalan lapisan pencampur ( � ) pada kedua
lokasi. Ketebalan � merupakan fungsi dari gradien suhu virtual udara dengan
transfer komulatif bahang terasa. Dengan menganggap hubungan yang terbentuk
merupakan fungsi luasan segitiga siku-siku, dimana alas merepresentasikan gradien
suhu virtual, tinggi segitiga adalah ketebalan � , dan luasa segitiga merupakan besar
transfer komulatif bahang terasa, maka ketebalan lapisan ini dapat ditentukan (Stull
2000). Dari hasil perhitungan, ketebalan maksimum rata-rata zi di atas perkebunan
Pompa Air, Jambi dan Cimulang berturut-turut 562.02 m dan 550.51 m. Beberapa
faktor utama yang menentukan ketebalan lapisan ini yaitu kekasapan permukaan,
tingkat pemanasan permukaan, tingkat keawanan, stabilitas atmosfer, dan
kecepatan angin.
15
14
12
z (m)
10
8
6
4
2
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
I
I (24 jam), Cimulang
I (24 jam), Pompa Air, Jambi
Gambar 9 Variasi nilai turbulensi terhadap ketinggian di atas Perkebunan Desa
Pompa Air, Jambi dan Cimulang.
Tabel 2 Nilai rata-rata Intensitas turbulensi dan TKE pada kondisi atmosfer tidak
stabil di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air, Jambi (umur 2
tahun) dan Cimulang (Umur 8-10 tahun)
(m)
TKE
2.4
0.35
0.26
Pompa Air, Jambi
3.15
5.8
0.36
0.37
0.27
0.29
Cimulang, Bogor
9
13
0.45
0.47
0.33
0.34
Kecepatan angin rata-rata yang rendah di atas permukaan kasap, shear stress
yang terjadi akan menyebabkan lebih besarnya perturbasi dibandingkan ketika
kecepatan angin rata-rata tinggi. Hal ini mengakibatkan ketebalan lapisan perbatas
pada kondisi kecepatan angin rendah lebih tebal, sehingga proses transfer yang
terjadi di dalamnya akan melewati ruang yang lebih panjang dalam proses difusi.
Sebaliknya, pada lapisan perbatas yang lebih tipis yaitu pada kecepatan angin tinggi,
proses difusi yang terjadi akan semakin cepat (June 2001).
Koefisien Pertukaran Turbulensi/Eddy untuk Momentum dan Transfer
Momentum di Atas Perkebunan Kelapa Sawit
Gradien kecepatan angin vertikal memicu transfer momentum dari atmosfer
ke permukaan. Besar transfer momentum berbanding lurus dengan besar koefisien
pertukaran turbulensinya ( ). Nilai
merupakan fungsi dari kecepatan kasap
∗
( ). Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa koefisien pertukaran turbulensi
untuk momentum ( ) dan transfer momentum (�) semakin meningkat dengan
16
Tabel 3 Nilai koefisien transfer momentum ( ) dan besar transfer momentum
rata-rata ( � ) pada tiga level ketinggian untuk wilayah perkebunan
Pompa Air, Jambi dan Cimulang
Pompa Air, JAmbi
(m2/s) � (N/m2)
0.1200
0.0291
0.1575
0.0382
0.2900
0.0703
z
2.4 m
3.15 m
5.8 m
Cimulang
(m2/s)
0.9490
1.0544
1.3707
z
9m
10 m
13 m
� (N/m2)
0.3138
0.3486
0.4532
0.012
0.01
0.008
Ri
0.006
0.004
0.002
0
-0.002
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Km (m/s2)
-0.004
-0.006
5.8 m
Umur 2 tahun,
Pompa Air, Jambi
3.15 m
2.4 m
9m
Umur 8-10 tahun,
Cimulang
10 m
13 m
Gambar 10 Korelasi antara koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum
( ) dengan bilangan Richardson ( �)
ketinggian. Secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa
dan � berkorelasi
positif dengan kecepatan angin. Di dekat permukaan tajuk kelapa sawit, nilai
sekitar 0.16 m2/s dan � sekitar 0.07 N/m2 untuk umur 2 tahun dan
sekitar 0.93
2
2
m /s dengan � sebesar 0.30 N/m untuk umur 8-10 tahun. Selain karena gradien
kecepatan angin yang lebih besar, nilai yang lebih besar pada perkebunan sawit
8-10 tahun menyebabkan
dan � di atas tanaman umur ini mencapai 5 kali besar
pada tanaman umur 2 tahun.
17
Hubungan antara
dengan kestabilan atmosfer yang ditunjukkan oleh
bilangan Richardson seperti pada Gambar 10 adalah berkorelasi negatif. Nilai
semakin meningkat dengan menurunnya nilai � (mendekati kondisi tidak stabil).
Perubahan nilai � sangat besar pengaruhnya pada nilai
untuk pertanaman
umur 8-10 tahun (Cimulang) yang ditunjukkan oleh kemiringan kurva regresi yang
landai dibandingkan dengan pertanaman umur 2 tahun. Hal ini cukup beralasan
karena faktor kecepatan angin yang lebih tinggi pada kondisi atmosfer mendekati
tidak stabil. Tingkat kekasapan yang tinggi pada pertanaman umur 8-10 tahun
menyebabkan shear stress yang semakin tinggi sehinga meningkatkan gradien
kecepatan angin antar ketinggian.
Transfer Bahang Terasa (Sensible Heat Flux)
Bahang terasa merupakan bagian dari neraca energi yang berperan dalam
proses pemanasan udara. Transfer bahang terasa ini terjadi sepanjang waktu, hanya
saja berfluktuasi dalam besaran dan arahnya. Seperti pada Gambar 11, nilai �
sangat kecil sekali dengan tanda positif pada kondisi atmosfer stabil (malam hari)
dan menjadi sangat besar dengan tanda negatif pada kondisi atmosfer tidak stabil
(siang hari). Pada kondisi atmosfer netral, nilai � mendekati nol karena gradien
suhu vertikal mendekati nol. Tanda positif untuk � di malam hari menunjukkan
bahwa aliran fluks bahang terasa terjadi dari atmosfer ke permukaan, sebaliknya
tanda negatif untuk � pada siang hari menunjukkan aliran fluks bahang terasa
terjadi dari permukaan ke atmosfer. Saat malam hari, laju pencaran radiasi
gelombang panjang dari permukaan relative lebih cepat daripada laju pancaran dari
udara. Hal ini menyebabkan lapisan atmosfer di ketinggian tertentu menjadi lebih
hangat dibandingkan dengan lapisan atmosfer di dekat permukaan. Kondisi yang
disebut dengan inversi (gradien suhu udara bertanda negatif) ini mendorong
perpindahan panas atau bahang dari atmosfer yang lebih hangat ke lapisan di
bawahnya di dekat permukaan. Dalam arah yang sebaliknya, aliran bahang terjadi
dari permukaan ke atmosfer di atasnya saat siang hari, yaitu ketika pemanasan
intensif permukaan oleh radiasi gelombang pendek menyebabkan permukaan dan
20
-20
-40
0:00
1:00
2:00
3:00
4:00
5:00
6:00
7:00
8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
18:00
19:00
20:00
21:00
22:00
23:00
QH (W/m2)
0
Waktu
-60
-80
-100
Pompa Air, Jambi (2.4-5.8 m)
Cimulang (9-13 m)
Gambar 11 Variasi diurnal transfer bahang terasa di atas pertanaman kelapa
sawit umut 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun
(Cimulang)
18
Tabel 4 Korelasi transfer bahang terasa ( � ) dengan Richardson Number ( �),
gradien vertikal suhu udara ( �), kecepatan angin rata-rata (ū), dan
radiasi global
QH
�
�
ū
Radiasi global
Umur 2 tahun, Pompa Air Jambi
-0.80
0.99
0.70
0.96
Umur 8-10 tahun, Cimulang
-0.80
0.90
0.75
0.83
0.6
0.4
0.0
-0.2
23:00
22:00
21:00
20:00
19:00
18:00
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
12:00
11:00
10:00
9:00
8:00
7:00
6:00
5:00
4:00
3:00
2:00
1:00
0:00
dT (C)
0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Waktu Pengukuran
2 per. Mov. Avg. (Pompa Air, Jambi (2.4-5.8 m))
2 per. Mov. Avg. (Cimulang (9-13 m))
Gambar 12 Variasi perbedaan suhu secara vertikal di atas pertanaman
sawit umur 2 tahun (Pompa Air, Jambi) dan 8-10 tahun
(Cimulang)
udara di dekatnya menjadi lebih hangat dibandingkan dengan lapisan udara
beberapa level di atasnya (gradien suhu udara positif).
Berdasarkan Gambar 11, pada pagi hingga tengah hari � di atas pertanaman
umur 8-10 tahun lebih besar daripada � di atas pertanaman umur 2 tahun dan
terjadi sebaliknya pada tengah hari hingga sore sebelum matahari terbenam. Pada
malam hari, nilai � di atas pertanaman sawit 8-10 tahun dapat mencapai 10 kali
� di atas pertanaman sawit 2 tahun. Jika dilihat dari angka korelasi pada Tabel 4,
maka diperkirakan nilai � di kedua lokasi dipengaruhi kuat oleh perbedaan suhu
udara antar ketinggian ( �) yang dibangkitkan oleh radiasi matahari. Selain itu,
transfer bahang terasa juga berkorelasi tinggi dengan bilangan Richardson ( �),
baik di lokasi perkebunan umur 2 tahun maupun 8-10 tahun. Semakin tidak stabil
kondisi atmosfer ( � negatif), maka akan semakin besar intensitas turbulensi yang
terjadi sehingga menyebabkan proses percampuran yang sangat efektif parsel udara
dimana tersimpan panas/bahang di dalamnya. Dengan demikian laju aliran bahang
terasa dari permukaan ke atas akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya, saat
atmosfer stabil lapisan udara cenderung lebih mampat sehingga menenkan
19
pembentukan turbulensi. Dengan demikian proses perpindahan bahang terasa oleh
gerakan acak aliran masaa udara menjadi sangat kecil.
Saat malam hari (inversi), gradien vertikal suhu udara di atas pertanaman
sawit 8-10 tahun lebih besar dibandingkan di umur 2 tahun. Kondisi ini yang
menyebabkan transfer bahang terasa dari atmosfer ke permukaan pertanaman sawit
8-10 tahun jauh lebih besar dibandingkan dengan umur 2 tahun. Sehingga, di malam
hari dengan kondisi angin yang cenderung tenang, gradien suhu udara antara
permukaan dengan atmosfer di atasnya merupakan faktor pendorong utama
terjadinya transfer bahang terasa di malam hari. Namun, di siang hari dengan
kondisi atmosfer yang lebih kompleks, variasi � sangat berbeda dengan malam
hari. Dari Gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa perbedaan suhu udara antar
ketinggian bukan merupakan satu-satunya faktor utama yang menentukan besar
kecilnya transfer bahang terasa saat atmosfer tidak stabil, tetapi juga disebabkan
oleh keberadaan turbulensi yang mempercepat proses percampuran massa udara
sehingga proses transfer dari permukaan ke atmosfer menjadi lebih cepat.
Transfer Uap Air (Latent Heat Flux)
Transfer uap air secara umum ditentukan oleh karakteristik tutupan lahan dan
kondisi cuacanya. Gambar 13 menunjukkan variasi transfer uap air di atas
pertanaman sawit 2 tahun dengan jarak tanaman yang masih renggang dan di atas
pertanaman sawit 8-10 tahun dimana kondisi tutupan tajuk sudah mendekati
sempurna. Profil transfer uap air (bahang latent) pada kedua lokasi kajian
menunjukkan pola yang mirip, yaitu mencapai puncaknya pada saat suhu udara
mencapai maksimum dan kelembahan minimum (Gambar 4). Selain itu, diketahui
bahwa
di atas pertanaman umur 8-10 tahun lebih besar daripada umur 2 tahun.
Salah satu penyebab hal ini adalah curah hujan yang lebih besar di wilayah Bogor
250
QE (W/m2)
200
150
5.02 mm/hari
4.12 mm/hari
100
50
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
12:00
11:00
10:00
9:00
8:00
7:00
0
Waktu
2.4-5.8 m (Pompa Air, Jambi)
9-13 m (Cimulang)
Q
QH
E harian (Pompa Air, Jambi)
QQH
harian (Cimulang)
E
Gambar 13 Variasi d