Tinjauan Pelayanan Publik Terhadap Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat

TINJAUAN PELAYANAN PUBLIK TERHADAP IZIN USAHA
PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) HUTAN
TANAMAN INDUSTRI DAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

DILLA FARADINA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tinjauan Pelayanan
Publik Terhadap Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan
Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Dilla faradina
NIM E14090061

ABSTRAK
DILLA FARADINA. Tinjauan Pelayanan Publik terhadap Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri dan Hutan
Tanaman Rakyat. Dibimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO.
Kementerian Kehutanan melaksanakan pelayanan perizinan IUPHHK HTI
dan HTR. Pelayanan perizinan yang diterima IUPHHK HTI dan HTR mengalami
perlakuan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme
pelayanan publik yang dilakukan pemerintah terhadap IUPHHK HTI dan HTR,
serta mengkaji kendala yang terjadi dalam implementasi kebijakan tersebut.
Peninjauan pelayanan publik ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi pelayanan
administrasi IUPHHK HTI dan HTR. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dan
meninjau dokumen resmi. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan peninjauan
kebijakan, peninjauan implementasi kebijakan dan analisis dengan menggunakan

teori karakteristik birokrasi ideal Weber. Penelitian ini memberikan hasil bahwa
struktur organisasi Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman adalah sama.
Berdasarkan analisis birokrasi yang dilakukan, Direktorat Bina Usaha Hutan
Tanaman memenuhi karakteristik birokrasi Weber. Pemerintah telah menetapkan
mekanisme tata cara permohonan IUPHHK HTI dan HTR dalam Peraturan
Menteri Kehutanan. Akan tetapi proses perizinan untuk HTI memiliki standar
pelayanan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal BUK sehingga proses
perizinan HTI menjadi lebih mudah. Sedangkan proses perizinan untuk HTR
cenderung sulit, dikarenakan HTR tidak memiliki standar pelayanan.
Implementasi kebijakan perizinan HTR mengalami beberapa kendala seperti
proses perizinan yang rumit, kualitas pendamping HTR yang kurang baik, bantuan
dana dari BLU pusat P2H sulit diperoleh dan kurangnya komitmen pemerintah
daerah.
Kata kunci: birokrasi, kebijakan, pelayanan publik, perizinan

ABSTRACT
DILLA FARADINA. Review of Public Service to the Business License
Timber Forest Product Utilization (IUPHHK) Industrial Tree Plantation and
Forest Plantation (HTI) and Community Plantation Forest (HTR). Supervised by
SUDARSONO SOEDOMO.

The Ministry of Forestry carries out licensing service for IUPHHK HTI and
HTR. The licensing service that is received by IUPHHK HTI and HTR has a
different treatment. This research was aimed at studying the public service
mechanism that has been conducted by the government on IUPHHK HTI and
HTR, and also studying the existing constraints during the implementation of the
policy. Observation on this public service needs to be conducted to evaluate the
administration service of IUPHHK HTI and HTR. This research used a qualitative
approach. Data were collected by direct interview and from official documents
review. Based on the data collected, observation on the policy and policy
implementation and analyses has been carried out using the theory of Weber ideal

bureaucracy characteristics. The results of the research showed that the
organization structure of the Directorate of Bina Usaha Hutan Tanaman was the
same. Based on the bureaucracy analysis that has been carried out, the Directorate
of Bina Usaha Hutan Tanaman has met the characteristics of Weber bureaucracy.
The government has determined the mechanisms of proposing an IUPHHK HTI
and HTR license in the Ministry of Forestry Regulation. The licensing process for
HTI uses a service standard determined by the Directorate General of BUK, so
that the HTI licensing process becomes easier. On the other hand, the licensing
process for HTR tends to be difficult, since HTR does not have a service standard.

Implementation of licensing policy for HTR faces many constraints, such as
complicated licensing, unsatisfactory HTR supporting quality, difficult financial
assistance from BLU center for P2H, and lack of the local government’s
commitment.
Keywords: bureaucracy, licensing, policies, public services

TINJAUAN PELAYANAN PUBLIK TERHADAP IZIN USAHA
PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) HUTAN
TANAMAN INDUSTRI DAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

DILLA FARADINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Tinjauan Pelayanan Publik Terhadap Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri
dan
Hutan Tanaman Rakyat
: Dilla Faradina
: E14090061

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA
Pembimbing I


Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc. F. Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah
pelayanan publik, dengan judul “Tinjauan Pelayanan Publik terhadap Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri dan Hutan
Tanaman Rakyat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sudarsono Soedomo,
MS, MPPA selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Ir. Gatot Soebiantoro, M.Sc selaku direktur Bina Usaha Hutan
Tanaman yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian pada Direktorat Bina
Usaha Hutan Tanaman, Bapak Supriadi, Bapak Vidi, Ibu Selli, Bapak Andi serta

Bapak Adrian yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah (Sufyan Suri, SP), ibu (Lely Heriyani), serta
seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Terimakasih
kepada Hastuti Dyah Prajna Paramithasari, Sisca Widiya, Endita Dwi, Susanti
AM, teman-teman Traveliciouser (komunitas pendaki gunung), serta teman-teman
DMNH angkatan 46 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan sampai
terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Jenis Data

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

3


Gambaran Umum

3

Struktur Organisasi Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman

4

Perkembangan Industri Kehutanan pada HTI dan HTR

6

Mekanisme IUPHHK-HTI dan IUPHHK-HTR

8

Kendala Implementasi IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR

14


Analisis Administrasi Pelayanan Publik Perizinan Usaha Pemanfaatan Hutan
dari Sisi Birokrasi
14
SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

Daftar Pustaka

17

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1 Pencadangan HTR 2011-2013
2 Realisasi kumulatif Perizinan HTR

7
8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Struktur Organisasi Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman
Struktur Organisasi Subdirektorat HTI
Struktur Organisasi Subdirektorat HTR
Grafik Perkembangan Penambahan HTI
Grafik Luas Perizinan HTI
Mekanisme Perizinan HTI
Mekanisme Pencadangan HTR
Mekanisme Perizinan HTR

4
5
5
6
7
10
11
13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya hutan yang luas. Pemanfaatan dan
pengelolaan hutan harus seimbang dan selaras agar sumber daya hutan tetap
lestari. Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2007
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2008 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
Pemanfaatan hutan pada hutan produksi terdiri atas hutan alam dan hutan
tanaman. Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
merupakan hutan tanaman yang berfungsi untuk menghasilkan kayu.
Pemanfaatan hutan tanaman yang legal memerlukan izin usaha. Salah satu
izin pemanfaatan hutan tanaman adalah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK). Untuk mempermudah proses perizinan, pemerintah menetapkan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010 telah diubah dengan
Nomor P.26/Menhut-II/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal
Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam,
IUPHHK Restorasi Ekosistem atau IUPHHK HTI pada Hutan Produksi dan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011 telah diubah dengan
Nomor P.31/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Tanaman Rakyat dalam
Hutan Tanaman. Target pembangunan hutan tanaman sampai 2030 adalah 15.9
juta hektar untuk HTI dan 2.6 juta hektar untuk HTR. Realisasi pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan tanaman sampai dengan 2013 adalah 10 juta hektar
untuk HTI dan 179 796.38 hektar untuk HTR (Kementerian Kehutanan 2011).
Berdasarkan pemahaman Weber dalam Mustafa (2013) bahwa birokrasi
adalah organisasi untuk mengelola masyarakat modern yang mengatur mekanisme
pemerintahan dengan efisien. Kementerian Kehutanan merupakan birokrasi
pemerintahan. Salah satu tugas Kementerian Kehutanan adalah memberikan
pelayanan administrasi IUPHHK HTI dan HTR. Pelayanan administrasi adalah
pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh
publik (Hardiansyah 2011). Pelayanan tidak terlepas dari suatu pola interaksi
antara birokrat dengan masyarakat. Akan tetapi, pelayanan yang diterima
masyarakat menghambat proses perizinan. Terjadi ketidakadilan dan
ketidakmerataan pelayanan administrasi IUPHHK antara pengusaha skala besar
(HTI) dan pengusaha skala kecil (HTR). Menurut Etzioni (1982) yang diacu
dalam Pramuka (2010), birokrasi dianggap mampu menangani segala macam
tugas pemerintah dan berbagai bentuk pelayanan publik. Oleh karena itu, perlu
peninjauan kembali pelayanan publik terhadap perizinan HTI dan HTR.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain:
1. Mengapa pelayanan publik yang dilakukan pemerintah terhadap HTI lebih
besar dari HTR? atau sebaliknya.
2. Bagaimana mekanisme administrasi pelayanan publik terhadap pemberian
IUPHHK tersebut?

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mempelajari mekanisme pelayanan publik yang
dilakukan pemerintah terhadap IUPHHK HTI dan HTR, serta mengkaji kendala
yang terjadi dalam implementasi kebijakan tersebut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai :
1. Bahan evaluasi pemerintah dalam memberikan pelayanan administrasi kepada
masyarakat khususnya dalam perizinan.
2. Bahan kajian untuk berbagai pihak dalam melaksanakan pelayanan
administrasi dalam sebuah organisasi.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua kegiatan, yakni pengumpulan data dan analisis
data. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September-Oktober
2013 di Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman (BUHT) Kementerian Kehutanan
dan di Balai Pemantauan dan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Provinsi
Sumatera Selatan. Pengolahan data dilakukan pada bulan November sampai
dengan Januari 2014 di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Jenis Data
Data primer
Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dari objek penelitian
terdiri atas tata cara permohonan IUPHHK HTI dan HTR, perkembangan HTI dan
HTR, penjelasan struktur organisasi dan mekanisme kerja pada organisasi.
Data sekunder
Data yang digunakan sebagai penunjang data penelitian diantaranya adalah
bagan struktur organisasi, data kepegawaian Kementerian Kehutanan, bagan alir
mekanisme permohonan izin HTI, mekanisme pencadangan HTR, Peraturan
Menteri Kehutanan dan standar pelayanan HTI.
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil data
primer di Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman melalui wawancara yang
dilakukan secara langsung kepada informan atau pihak yang bersangkutan
(pejabat atau pegawai pada instansi terkait). Pada penelitian ini informan terdiri
atas 1 orang pegawai Subdirektorat HTI, 2 orang pegawai Subdirektorat HTR, 1
orang pegawai Balai Pemantauan dan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) dan

3
1 orang perwakilan kelompok HTR Inhutani V. Pengumpulan data sekunder
dengan studi literatur, review terhadap dokumen, jurnal, laporan, Peraturan
Menteri Kehutanan dan mengutip buku yang berkaitan dengan penelitian untuk
menambah kelengkapan dan mendukung data hasil wawancara.
Prosedur Analisis Data
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan
kualitatif. Data yang dikumpulkan berasal dari wawancara dan dokumen resmi.
Data yang diperoleh akan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kehutanan.
Selanjutnya, data dianalisis menggunakan karakteristik birokrasi ideal Weber.
Analisis yang dilakukan meliputi:
1. Peninjauan kebijakan yang dilakukan dengan cara menelusuri struktur
organisasi, perkembangan perizinan dan tata cara permohonan IUPHHK HTI
dan IUPHHK HTR.
2. Peninjauan implementasi kebijakan yang dilakukan dengan cara menganalisa
hasil kajian di lapangan mengenai pelayanan IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR.
3. Analisis administrasi pelayanan publik yang akan membandingkan antara
kinerja pelayanan publik IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR dengan
karakteristik birokrasi ideal Weber. Karakteristik birokrasi menurut Weber
dalam Mustafa (2013) adalah sebagai berikut:
1. Spesialisasi atau pembagian kerja
2. Organisasi yang hierarkis
3. Sistem aturan (system of rules)
4. Impersonality
5. Standar karier
Uraian prosedur analisis tersebut diharapkan dapat memberikan kesimpulan
apakah kebijakan yang dibuat dalam Peraturan Menteri Kehutanan terkait
IUPHHK HTI dan HTR dapat dilaksanakan sesuai dengan pelayanan yang
diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Hutan Tanaman Industri
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010,
IUPHHK-HTI adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
HTI adalah padat modal. Pembangunan HTI merupakan usaha yang berjangka
panjang yang membutuhkan modal yang cukup besar sehingga harus dikelola
dengan baik agar menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan. Tujuan
pengusahaan HTI adalah menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam
negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas
lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan
lapangan usaha (PP Nomor 7 1990).

4
Hutan Tanaman Rakyat
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011 (2011),
IUPHHK-HTR adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan
berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh
perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi
dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya
hutan. HTR merupakan padat karya yang berbasis kekeluargaan, dikelola secara
bersama-sama dan pembagian hasil sesuai pendapatan yang diperoleh.
Pembangunan HTR sebagai resolusi konflik areal. Areal milik negara yang akan
dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat sekitar hutan. Masyarakat
mendapat areal yang legal dengan cara memenuhi tata cara IUPHHK HTR.
Tanaman yang dihasilkan merupakan aset pemegang izin dan dapat dijadikan
sumber pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Luas areal
HTR paling luas 15 hektar untuk setiap pemegang izin perorangan dan 700 hektar
untuk pemegang izin berbentuk koperasi. Pola HTR terdiri atas pola mandiri, pola
kemitraan dan pola developer. HTR dapat menambah jumlah pasokan kayu untuk
industri kayu.
Struktur Organisasi Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman
Struktur organisasi adalah kerangka tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi yang saling berhubungan satu sama lain sesuai dengan kedudukan,
peranan, kewenangan dan tanggung jawab (Mustafa 2013). Berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.40/Menhut-II/2010 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, Direktorat Bina Usaha Hutan
Tanaman mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis di bidang
usaha hutan tanaman serta penyusunan bahan penilaian terhadap permohonan
perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. Struktur organisasi
Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman (BUHT) pada Gambar 1 membentuk
piramida. Sistem yang diterapkan adalah sistem komando. Sistem komando
adalah segala sesuatu yang dilakukan atas perintah atasan kepada bawahan.

Gambar 1 Struktur Organisasi Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman

5
Kepala Subdirektorat HTI

Kepala Seksi HTI Wilayah I

Kepala Seksi HTI Wilayah II

Penelaah Data HTI

Penelaah Data HTI

Pengumpul dan Pengolah data

Pengendalian Ekosistem Hutan

Pengumpul dan Pengolah data

Pengendalian Ekosistem Hutan

Penata Usaha

Gambar 2 Struktur Organisasi Subdirektorat HTI

Gambar 3 Struktur Organisasi Subdirektorat HTR
Secara struktural pada Gambar 2 dan 3, struktur organisasi subdirektorat
HTI dan HTR memiliki susunan jabatan, jumlah unit dan jumlah pegawai yang
sama. Jumlah pegawai subdirektorat HTI ada 10 orang termasuk tenaga
fungsional sedangkan jumlah pegawai subdirektorat HTR ada 11 orang, 2 orang
sedang belajar dan 1 orang sedang aktif pada salah satu proyek sehingga ada 8
orang yang bertugas. Subdirektorat HTI memberikan pelayanan administrasi
pemberian IUPHHK HTI, sedangkan subdirektorat HTR memberikan pelayanan
administrasi pencadangan HTR. Pemerintah daerah memiliki wewenang terhadap
IUPHHK HTR. Oleh karena itu, perizinan HTR melalui beberapa otoritas di
pemerintah daerah untuk mendapatkan SK IUPHHK-HTR. Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) berada di setiap provinsi sebagai Unit

6
Pelaksana Teknis (UPT) yang bertugas memverifikasi dan fasilisator dalam proses
IUPHHK HTR yang akan disahkan oleh Bupati/Walikota.

Perkembangan Industri Kehutanan pada HTI dan HTR
Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan membentuk Rencana Strategis
(RENSTRA) 2010-2014 untuk meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi
kepemerintahan dalam mencapai sasaran dan tujuan pembangunan kehutanan
khususnya hutan tanaman. Pembangunan HTI dan HTR untuk meningkatkan
pengelolaan hutan produksi di hutan tanaman.
Perkembangan Penambahan Luas Areal HTI
Pembangunan HTI dilaksanakan secara besar-besaran dengan melibatkan
investor untuk menunjang industri yang membutuhkan hasil hutan dalam jumlah
banyak. Areal HTI dicadangkan atau ditunjuk oleh Menteri. Areal perluasan
adalah areal yang dimohon oleh pemegang IUPHHK sebagai areal perluasan atau
penambahan dari areal IUPHHK yang telah ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan
nota dinas renstra 2010-2014, target dan realisasi penambahan luas areal HTI
dapat dilihat pada Gambar 4.

2500000
2000000
target tahunan

1500000

realisasi tahunan
target kumulatif

1000000

realisasi kumulatif
500000
0
2010

2011

2012

2013

Sumber : Kementerian Kehutanan 2013

Gambar 4 Grafik Perkembangan Penambahan HTI
Gambar 4 menunjukkan bahwa pencadangan HTI tahun 2010 sampai
dengan 2013 mencapai 2 260 315.36 Ha. Tahun 2012, perkembangan HTI
mengalami penurunan sehingga tidak mencapai target, sedangkan pada tahun
2013 realisasi pembangunan baru mencapai 29 % dari target tahunan. Luas areal
HTI hingga akhir tahun 2013 masih mengalami kenaikan, sebab data yang
diperoleh sampai 31 Mei 2013. Secara kumulatif, penambahan areal HTI sampai
2013 sudah mencapai 100% sehingga memenuhi target yang dicadangkan.

7
Perkembangan Luas IUPHHK-HTI
Pemohon yang dapat mengajukan permohonan HTI adalah Koperasi, Badan
Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMSI), Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atau Badan Usaha Milik Daerah. Standar Luas Areal IUPHHK HTI yang
diberikan kepada pemegang izin diatas 5000 hektar sampai dengan 50 000 hektar.
Namun, induk pemegang izin dapat memperbanyak izin sehingga tak sedikit
pemegang IUPHHK yang punya konsesi di atas 100 000 hektar. Bahkan, jika
dihitung total pada induknya, jumlah konsesi yang dikuasai mencapai jutaan
hektar. Perkembangan usaha HTI menjadi pilihan untuk meningkatkan
perekonomian. Selain itu, proses perizinan yang mudah diperoleh oleh pengusaha
skala besar untuk terus menambah areal HTI. Oleh karena itu, luas IUPHHK HTI
bertambah setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat pada perkembangan izin
usaha HTI dari tahun 1989 sampai dengan saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Luas izin usaha HTI (Ha)

15000000
10000000
5000000
0

1989 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Sumber : Kementerian Kehutanan 2013

Gambar 5 Grafik Luas Perizinan HTI
Gambar 5 menunjukkan bahwa perkembangan HTI dari tahun 1989 sampai
2013 mengalami peningkatan. Jumlah HTI yang mendapat izin untuk mengelola
hutan produksi mencapai 249 unit dengan luas areal 10 juta hektar. Berdasarkan
target pembangunan HTI sampai 2030, pembangunan HTI pada tahun 2013 sudah
mencapai 62.5% dari target. Hal ini menunjukkan bahwa proses perizinan HTI
yang hampir mencapai target pembangunan 2030.
Pencadangan Areal HTR Tahun 2011-2014
Program HTR merupakan terobosan baru dalam mengentaskan kemiskinan
masyarakat di sekitar hutan. Masyarakat dapat memanfaatkan hutan untuk
memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan meningkatkan
program pro rakyat dengan kebijakan luas pencadangan HTR adalah 700 000
hektar. Perkembangan pencadangan HTR dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pencadangan HTR 2011-2013
No
1.
2.
3.
4.

Tahun
2011
2012
2013
2014

Sumber: Kementerian Kehutanan 2013

Realisasi Luas Pencadangan (ha)
631 628
669 458
673 400
-

8
Tabel 1 menunjukkan bahwa realisasi kumulatif luas pencadangan HTR
yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan HTR sampai tahun 2013 sekitar
673 400 hektar. Perkembangan HTR yang meningkat sedikit demi sedikit setiap
tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan yang lambat.
Berdasarkan wawancara, data diperoleh pada September 2013 tidak ada
penambahan areal sejak 3 bulan sebelumnya.
Perkembangan Luas IUPHHK HTR
HTR merupakan program pemerintah berupa pemberian izin pengelolaan
lahan hutan dengan tanaman hutan yang produk utamanya adalah kayu. Izin usaha
HTR sendiri adalah skema pengusahaan hutan oleh masyarakat di sekitar areal
hutan dengan luas areal izin maksimal 15 ha/orang dan 700 ha/unit koperasi. Pola
pengembangan HTR ada 3 yaitu: pola mandiri, pola kemitraan dan pola developer.
Berdasarkan luas pencadangan yang tersedia, pembangunan HTR dapat
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Realisasi luas
kumulatif dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Realisasi kumulatif Perizinan HTR
Realisasi izin terbit (ha)
Tahun

Luas
pencadangan
(ha)

Luas
perorangan
(ha)

Luas
koperasi
(ha)

Luas total
izin (ha)

Realisasi
kumulatif
Penanaman
(ha)

2012

669 457.73

35 938.15 130 665.69

166 593.84

6109.73

2013

673 400.00

43 716.67 136 078.53

179 796.38

7 841.94

Sumber : Kementerian Kehutanan 2013

Tabel 2 menunjukkan bahwa luas total izin sampai 2013 yaitu 179 796.38
hektar, sedangkan luas pencadangan HTR yang tersedia seluas 673 400 hektar
maka realisasi IUPHHK HTR yang telah dilakukan adalah 26%. Berdasarkan
target pembangunan HTR sampai 2030, pencapaian yang diperoleh saat ini hanya
6.9%. pema Realisasi penanaman HTR sampai 2013 yaitu 7 841.94 atau sekitar
4.3% dari luas total izin HTR 2013.
Mekanisme IUPHHK-HTI dan IUPHHK-HTR
IUPHHK-HTI
Pemerintah mengatur pelayanan administrasi IUPHHK HTI dalam
Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan nomor P.4/VI-SET/2013
tentang Standar Pelayanan Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) dalam Hutan Tanaman Industri, IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK
Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi. Standar Pelayanan bertujuan untuk
memberikan pelayanan prima kepada pemohon yang diatur secara sistematis dan
transparan, memberikan kepastian dan kemudahan berinvestasi dalam bidang
pemanfaatan hutan. Standar pelayanan menetapkan kejelasan persyaratan
permohonan, sistem, mekanisme dan prosedur pemberian izin, jangka waktu

9
penyelesaian, biaya atau tarif, produk pelayanan, sarana, prasarana dan atau
fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan, pengaduan,
saran dan masukan serta jumlah pelaksana.
Areal IUPHHK-HTI mengacu pada areal yang telah dialokasikan dan
dicadangkan/ditunjuk oleh Menteri. Pemohon mengirimkan permohonan secara
online dengan sistem satu pintu. Pemohon mengajukan permohonan kepada
Menteri Kehutanan dan melengkapi persyaratan permohonan IUPHHK-HTI yaitu
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Direktur HTI bertugas memeriksa
kelengkapan persyaratan permohonan. Beberapa persyaratan permohonan yang
harus dipenuhi terdiri atas:
a. Untuk perorangan harus berbentuk CV atau Firma dan dilengkapi akte
pendirian.
b. Akte pendirian koperasi dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia beserta
perubahan-perubahannya yang disahkan instansi berwenang.
c. Surat izin usaha dari instansi yang berwenang.
d. Nomor pokok wajib pajak (NPWP).
e. Pernyataan yang dibuat di hadapan notaris, yang menyatakan kesediaan untuk
membuka kantor cabang di Provinsi dan atau kabupaten/kota.
f. Rencana Lokasi yang dimohon dengan dilampiri peta skala minimal 1:100 000
untuk luasan di atas 100000 hektar atau skala 1:5000 untuk luasan di bawah
100 000 hektar.
g. Rekomendasi Gubernur yang dilampiri peta lokasi sekurang-kurangnya skala
1:100 000, dengan didasarkan pada:
1. Pertimbangan Bupati/walikota yang didasarkan pada pertimbangan teknis
kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota, bahwa areal yang dimaksud tidak
dibebani hak-hak lain.
2. Analisis fungsi kawasan hutan dari Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan
Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan.
h. Proposal teknis yang berisi kondisi umum areal yang dimaksud dan kondisi
perusahaan, usulan teknis yang terdiri dari maksud dan tujuan, rencana
pemanfaatan, sistem silvikultur yang diusahakan, organisasi/tata laksana,
pembiayaan dan perlindungan hutan.
i. Permohonan IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI atau IUPHHK-RE mengacu
pada areal yang telah dialokasikan.
Mekanisme perizinan HTI yang dilaksanakan subdirektorat HTI
Kementerian Kehutanan sebagai berikut: Pendaftaran dilakukan secara online
dengan membuka situs web portal perizinan. Persyaratan permohonan yang
lengkap akan dilakukan penilaian proposal. Penilaian proposal dilakukan oleh tim
penilai, yang dibentuk oleh Direktur Jenderal. Hasil penilaian ditandai dengan
penerbitan SP-1 yang berisi perintah untuk menyusun AMDAL oleh Menteri.
AMDAL yang telah disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup diberikan
kepada Dirjen BUK. Menteri melalui Dirjen BUK menerbitkan SP-2 kepada
Dirjen Planologi Hutan (Planhut) untuk penetapan WA (Working Area).
Kemudian Dirjen BUK melakukan drafting SK dan di tandatangani oleh Menteri
Kehutanan. Berkas SK IUPHHK HTI dikirim melalui jasa pos. Setelah penerbitan
SK IUPHHK HTI, pemohon wajib membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan
Hutan (IIUPH) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Flowchart prosedur perizinan IUPHHK HTI dapat dilihat pada Gambar 6.

10

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013

Gambar 6 Mekanisme Perizinan HTI
IUPHHK-HTR
Pembangunan HTR adalah untuk mengentaskan kemiskinan, menciptakan
lapangan kerja baru dan memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi. Alokasi dan
penetapan areal pembangunan HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan.
Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana pembangunan HTR kepada

11
Menteri Kehutanan dilampiri peta usulan lokasi HTR sesuai dengan peta arahan
indikatif lokasi HTR per-provinsi yang telah disosialisasikan oleh Dirjen BUK.
Kementerian Kehutanan membuat kebijakan untuk mempercepat pembangunan
HTR dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Pola
pembiayaan tersebut disosialisasikan oleh Sekertaris Jenderal Kementerian
kehutanan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. Tata cara pencadangan areal
kerja HTR dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Mekanisme Pencadangan HTR
Bupati/Walikota atau kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
mengusulkan pencadangan areal pembangunan HTR kepada Menteri dengan

12
tembusan kepada Dirjen BUK dan Dirjen Planologi Hutan yang dilampiri dengan
pertimbangan teknis, sebagai berikut:
1. Informasi kondisi areal dan penutupan lahan, informasi (kawasan dan areal),
tumpang tindih perizinan, tanaman reboisasi dan rehabilitasi.
2. Daftar nama masyarakat calon pemegang izin IUPHHK-HTR yang diketahui
oleh camat dan kepala desa sesuai KTP setempat.
3. Pernyataan bahwa aksesbilitas areal yang diusulkan tidak sulit.
4. Peta usulan rencana pembangunan HTR skala 1:50000 atau skala 1:100000.
5. Peta usulan rencana pembangunan HTR agar memperhatikan peta arahan
indikatif pemanfaatan produksi dan mengelurakan area buffer zone dengan
tembusan kepada Dirjen BUK dan Dirjen Planologi Hutan.
6. Bupati menyesuaikan nama-nama masyarakat calon pemegang izin.
Pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri kehutanan. Menteri
Kehutanan memberikan arahan tindaklanjut kepada Direktorat Jenderal BUK.
Dirjen BUK dan Dirjen Planologi melakukan verifikasi administrasi dan teknis.
Hasil verifikasi Dirjen Planologi diberikan kepada Ditjen BUK. Ditjen BUK
menyiapkan SK pencadangan HTR. SK pencadangan HTR akan ditelaah oleh
Sekjen dan di tandatangani oleh Menteri Kehutanan. SK pencadangan HTR yang
telah ditandatangani diberikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan
Gubernur. Bupati/Walikota melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk pembangunan HTR.
Bupati/walikota atas nama Menteri Kehutanan yang akan mengeluarkan SK
IUPHHK HTR. Masyarakat dapat mengajukan permohonan izin dengan
melengkapi persyaratan administrasi sebagai berikut:
1. Perorangan yang dimaksud adalah warga negara Indonesia yang tinggal sekitar
hutan, dengan persyaratan permohonan sebagai berikut:
1. Fotocopy KTP, sesuai dengan yang diusulkan pada saat pencadangan areal
2. Keterangan dari Kepala Desa bahwa pemohon berdomisili di desa tersebut
3. Keterangan dari Kepala Desa bahawa pemohon berdomisili di desa tersebut
atau berdomisili di desa lain dala kecamatan yang sama serta mempunyai
ketergantungan pada kawasan hutan tersebut
4. Sketsa areal yang dimohon
2. Koperasi yang dimaksud dalam skala usaha mikro, kecil, menengah dan
dibangun oleh masyarakat setempat yang tinggal di desa sekitar hutan, dengan
persyaratan permohonan sebagai berikut:
1. Fotocopy akte pendirian
2. Keterangan dari Kepala Desa yang menyatakan bahwa koperasi dibentuk
oleh masyarakat desa setempat
3. Beberapa desa tempatan sekitar hutan dapat membentuk satu koperasi HTR
4. Peta areal yang dimohon untuk luasan diatas 15 hektar dengan paling kecil
skala 1:10000.
Mekanisme perizinan HTR pada Gambar 8 yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kehutanan sebagai berikut: permohonan izin HTR dilakukan sesuai
dengan tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan. Pemohon
mengajukan permohonan kepada Bupati/walikota melalui kepala desa. Kepala
desa melakukan verifikasi domisili sesuai KTP. Permohonan diberikan kepada
kepala Dinas kabupaten/kota dengan tembusan kepada Camat dan Kepala UPT.
Kepala UPT (BP2HP) berkoordinasi dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan

13
(BPKH) melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang
dimohon. Hasil verifikasi diberikan kepada Bupati/walikota sebagai pertimbangan
teknis. Bupati/walikota menerbitkan SK IUPHHK HTR atas nama Menteri
Kehutanan. Pembangunan HTR harus sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah. Apabila secara administrasi tidak terpenuhi maka proses perizinan
tidak dapat dilakukan.

Gambar 8 Mekanisme Perizinan HTR

14
Kendala Implementasi IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR
Tata cara permohonan IUPHHK HTI dan HTR tercantum dalam Peraturan
Menteri Kehutanan sebagai acuan dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pedoman
tata cara permohonan dibuat secara sistematik, dengan tujuan untuk
mempermudah proses pelayanan administrasi. Namun pada kenyataannya
ditemukan beberapa kendala implementasi kebijakan tesebut. Kendala yang
terjadi berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan hutan tanaman.
Pelayanan administrasi IUPHHK HTI yang dilakukan di Direktorat Bina
Usaha hutan Tanaman adalah sistem satu pintu. Pemerintah menetapkan Peraturan
Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.4/VI-SET/2013 tentang
Standar Pelayanan Pemberian IUPHHK dalam Hutan Tanaman Industri. Hal
tersebut menyebabkan pelayanan administrasi IUPHHK HTI berjalan sesuai
kebijakan dan tidak menimbulkan banyak kendala implementasi. Berdasarkan
wawancara, kendala yang terjadi pada proses IUPHHK HTI adalah perubahan
peraturan yang sering berganti sehingga membuat birokrat sulit menyesuaikan
pekerjaan dengan peraturan yang baru.
Permohonan IUPHHK HTR dilakukan oleh masyarakat. Proses perizinan
HTR tidak memiliki standar pelayanan administrasi. Pemerintah membuat tata
cara permohonan IUPHHK-HTR yang tidak sederhana sehingga mempersulit
masyarakat mengakses izin. Data perkembangan HTR 2013 menunjukkan luas
izin HTR hanya 26% dari luas pencadangan yang tersedia, rendahnya realisasi
yang terjadi disebabkan oleh beberapa kendala dalam proses IUPHHK HTR,
yaitu:
1. Rumitnya proses perizinan. Setiap unit memiliki otoritas dan karakter masingmasing sehingga pelayanan yang diberikan tidak sama pada setiap unit. Jenjang
birokrasi yang banyak harus dilalui dalam melaksanakan perizinan. Proses
perizinan tidak memiliki kepastian waktu penyelesaian proses.
2. Kualitas pendamping HTR yang kurang baik. Pendamping bertugas untuk
membantu kegiatan pengelolaan HTR. Namun pelayanan yang diberikan
pendamping tidak sesuai dengan tugas. Hal tersebut dikarenakan pendamping
kehutanan yang ada tidak sesuai dengan bidang kehutanan dan jumlah SDM
yang sedikit, sehingga menghambat proses perizinan.
3. Bantuan dana pembangunan HTR yang sulit diperoleh. Pemerintah
menyediakan dana melalui pola BLU pusat P2H untuk pembangunan HTR.
Organisasi BLU Pusat P2H memiliki aturan dan ketentuan untuk proses
peminjaman dana yang rumit. Hal tersebut membuat masyarakat enggan
berurusan dengan pihak pemerintahan.
4. Kurangnya komitmen pemerintah daerah. IUPHHK HTR merupakan otoritas
Pemerintah Daerah. Terlaksana atau tidak program HTR tergantung dengan
pemerintah daerah yang akan memprioritaskan kesejahteraan masyarakatnya.
Analisis Administrasi Pelayanan Publik Perizinan Usaha Pemanfaatan
Hutan dari Sisi Birokrasi
Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman dibentuk berlandaskan atas otoritas
legal. Menurut Weber dalam Setiyono (2012), otoritas legal adalah otoritas
berdasarkan pada keyakinan akan tata hukum yang diciptakan secara rasional dan

15
kewenangan seseorang yang melaksanakan tata hukum sesuai prosedur yang
ditetapkan. Birokrasi adalah alat yang bermanfaat bagi pelaksanaan rationalitas
terhadap tugas-tugas administrasi sehingga mencapai efisiensi. Proses
administrasi yang kompleks dapat diubah menjadi lebih sederhana melalui
pembagian kerja yang jelas. Sistem aturan dalam birokrasi berperan sebagai acuan
dalam mengelola suatu birokrasi agar hubungan kerja yang terjalin merupakan
hubungan impersonal (Pranita 2012).
Karakteristik birokrasi menjadi acuan dalam menganalisis administrasi
IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR dari segi birokrasi. Penjabaran analisis
birokrasi IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR adalah sebagai berikut:
1. Spesialisasi atau pembagian kerja
Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman memiliki unit-unit kerja yang
bermacam-macam. Masing-masing unit memiliki tujuan dan tugas. Organisasi
dipimpin oleh atasan yang bertanggung jawab atas anggotanya untuk menjalankan
tugas. Birokrasi memiliki pola kerja yang taat pada ketentuan formal. Direktorat
Bina Usaha Hutan Tanaman memiliki pola kerja dengan pembagian kerja yang
jelas untuk administrasi IUPHHK HTI dan IUPHHK HTR. Menurut Setiyono
(2012), pegawai administrasi secara pribadi adalah bebas, dalam arti hanya
menjalankan tugas apabila diberikan tanggung jawab dan wewenang oleh
peraturan. Dengan demikian, birokrat hanya dapat melakukan pekerjaan sesuai
dengan apa yang ditentukan saja.
2. Organisasi yang hirarki
Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman memiliki struktur organisasi yang
hierarki. Struktur organisasi yang hierarkis berfungsi untuk mengatur tata
hubungan kerja agar memudahkan koordinasi. Hierarki menunjukkan jabatan
yang jelas, tanggungjawab terhadap tugas pokok, kewenangan (otoritas) dan
sanksi yang sesuai dengan tingkatannya (Weber dalam Setiyono 2012). Pelayanan
administrasi Direktorat Bina usaha Hutan Tanaman memiliki prinsip kerja yang
hierarki. Pelayanan administrasi yang hierarkis membuat kaku dan kurang
fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena birokrat melakukan tugas antar hubungan
kerja dari atas kebawah sehingga kurang adanya perhatian terhadap masyarakat.
Selain itu, pelayanan administrasi melalui beberapa jenjang membuat pelayanan
tidak efisien karena banyak waktu dan biaya yang akan dikeluarkan pengguna jasa.
Setiap pegawai dalam hierarki administrasi bertanggungjawab kepada atasan
(Mustafa 2013).
3. System of rule (Sistem Aturan)
Administrasi didasarkan pada dokumen tertulis (Weber dalam Setiyono
2012). Pelayanan perizinan dilaksanakan berdasarkan sistem aturan formal yang
ditaati secara konsisten dan ada punishment. Direktorat Bina Usaha Hutan
Tanaman memberlakukan sistem aturan formal. Sistem aturan digunakan untuk
menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa
memandang jumlah personil yang melaksanakan dan koordinasi tugas yang
berbeda-beda (Mustafa 2013). Tata cara permohonan IUPHHK HTI dan IUPHHK
HTR memiliki aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan.
Penyeragaman aturan tidak selalu tepat dalam menyelesaikan masalah.
Mekanisme IUPHHK HTR menyulitkan pemohon dalam mengimplementasikan
kebijakan.

16
4. Impersonality
Hubungan kerja di Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman berupa hubungan
kerja impersonal. Standar operasi pemerintah dilakukan tanpa intervensi
kepentingan personal. Dalam birokrasi ada impersonalitas jabatan, tidak
mengambil kedudukan sebagai milik pribadi. Birokrat IUPHHK HTI dan
IUPHHK HTR melaksaanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang dibuat.
5. Standar karier
Standar karier dimaksudkan untuk penempatan jabatan yang disesuaikan
dengan kemampuan pemegang jabatan (Setiyono 2012). Birokrat HTI dan HTR
mendapat jabatan dengan cara ditunjuk oleh atasan sesuai dengan kemampuan
pemegang jabatan. Promosi kenaikan jenjang jabatan ditentukan oleh senioritas
atau prestasi kerja dan penilaian lain sesuai kebutuhan atasan. Standar karier
diperlukan dalam menjalankan tugas, sebab dapat mendorong tumbuhnya loyalitas
terhadap organisasi. Para pejabat mendapat gaji dan pensiun sesuai
jabatan/kedudukan dalam hierarki. Pemerintah telah menetapkan gaji yang akan
diperoleh para pemegang jabatan, sehingga besarnya gaji yang diperoleh tidak
dinilai dari seberapa besar kontribusi melayani masyarakat. Apabila tingkat
produktivas kerja rendah, birokrat tidak memiliki resiko kehilangan jabatan atau
pekerjaan meskipun gagal memenuhi target tujuan organisasi tersebut.
Secara kesuluruhan, Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman melaksanakan
pelayanan administrasi yang memenuhi karakteristik birokrasi Weber. Pelayanan
administrasi yang dilakukan dengan satu pintu diharapkan menjadi pelayanan
publik yang efisien dan efektif. Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan
bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
(Hardiansyah 2011).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis Karakteristik Birokrasi Weber, Direktorat Bina Usaha
Hutan Tanaman memenuhi karakteristik Weber. Pelayanan administrasi yang
dilakukan pemerintah lebih fokus pada perkembangan IUPHHK HTI daripada
pada perkembangan IUPHHK HTR; HTI memiliki standar pelayanan, HTR tidak
memiliki standar pelayanan. Pengusaha skala besar (HTI) lebih mudah memenuhi
ketentuan administrasi sehingga perkembangan HTI lebih cepat daripada HTR.
Proses perizinan HTR yang sangat birokratis menyebabkan beberapa kendala
implementasi kebijakan HTR seperti proses perizinan yang rumit, kualitas
pendamping HTR yang kurang baik, bantuan dana dari BLU pusat P2H sulit
diperoleh dan kurangnya komitmen pemerintah daerah.
Saran
Kebijakan perizinan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan administrasi agar mempermudah masyarakat. Oleh
karena itu perlu adanya beberapa saran, yaitu:
1. Perlu adanya evaluasi organisasi mengenai perkembangan IUPHHK HTI dan
IUPHHK HTR,

17
2. Perlu pengkajian kebijakan pelayanan administrasi IUPHHK HTR untuk
mempermudah dalam prosedur dan mempertimbangkan hal yang menghambat
proses perizinan terutama IUPHHK HTR seperti persyaratan HTR yang tidak
sesuai,
3. Peningkatan kualitas pelayanan untuk meningkatkan perkembangan IUPHHK
dan mensejahterakan masyarakat skala kecil.

Daftar Pustaka
Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta (ID) : Gava Media
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2010. Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor : P.40/Menhut-II/2010Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Kehutanan. Jakarta (ID) : Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2010. Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.50/Menhut-II/2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan
Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam
Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman
Industri pada Hutan Produksi. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2010. Rencana Strategis 2010-2014.
Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2011. Peraturan Menteri Kehutanan
nomor P.55/Menhut-II/2011 Tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan
Tanaman. Jakarta (ID) : Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2011. Rencana Kehutanan Tingkat
Nasional 2011-2030. Jakarta (ID) : Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2012. Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.26/Menhut-II/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan
Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau
IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi. Jakarta (ID) :
Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2013. Peraturan Direktur Jenderal
Bina Usaha Kehutanan Nomor P.4/VI-SET/2013 tentang Standar Pelayanan
Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam
Hutan Tanaman Industri, IUPHHK Hutan Alam, atau IUPHHK Restorasi
Ekosistem pada Hutan Produksi. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan RI (ID). 2013. Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.31/Menhut-II/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kehutanan nomor P.55/Menhut-II/2011 Tentang Tata Cara Permohonan
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat
dalam Hutan Tanaman. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan
Mustafa, D. 2013. Birokrasi Pemerintahan. Bandung (ID) : Alfabeta

18
Departemen Keuangan (ID). 1990. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990
Tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. Jakarta (ID):
Departemen Keuangan
Pramuka, G. 2010. Masalah Birokrasi sebagai Pelayanan Publik. J Masyarakat
Kebudayaan dan Politik. Vol 20. No.1:23-24
Pranita, L. 2012. Analisis administrasi program gerakan nasional rehabilitasi
hutan dan lahan (GNRHL/Gerhan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Setiyono, B. 2012. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi. Bandung
(ID) : Nuansa

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Selatan pada tanggal 7 Februari 1991
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Sufyan Suri, SP dan Lely
Heriyani. Riwayat pendidikan penulis sebagai berikut TK Tunas Rimba (19961997), SD Negeri 141 Palembang (1997-2003), SMP Negeri 9 Palembang (20032006), SMA Muhammadiyah 1 Palembang (2006-2009). Pada Tahun 2009,
penulis melanjutkan studi S-1 di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi internal dan
eksternal kampus. Organisasi kemahasiswaan internal kampus yang diikuti
penulis yaitu Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB (PCSI-IPB) tahun 2010/2011
sebagai anggota PPO, tahun 2011/2012 sebagai kepala bidang PPO dam anggota
kelompok studi sosial ekonomi Forest Management Student Club (FMSC) tahun
2011-2012. Organisasi eksternal kampus yang diikuti penulis yaitu Organisasi
Mahasiswa Daerah Sumatera Selatan (IKAMUSI) tahun 2009-2013.Praktik yang
pernah diikuti penulis, yaitu: Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur
Sancang Barat dan Gunung Kamojang Kabupaten Garut pada tahun 2011, Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten
Sukabumi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA
CV Pangkar Begili, Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2013.
Skripsi berjudul Tinjauan Pelayanan Publik Terhadap Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri dan Hutan
Tanaman Rakyat merupakan karya penulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) pada Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB dibawah bimbingan Dr. Ir. Sudarsono Soedomo,
MS, MPPA.