Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE SECARA
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
SELATAN, PROVINSI SULAWESI UTARA

ROMZATUL ULA SAMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Secara Berkelanjutan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan,
Provinsi Sulawesi Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017
Romzatul Ula Saman
NIM C252124041

RINGKASAN
ROMZATUL ULA SAMAN. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara
Berkelanjutan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara.
Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan ANNA FATCHIYA.
Mangrove di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan komunitas
yang tumbuh secara alami. Mangrove memiliki peranan penting sebagai daerah
pengasuhan dan pembesaran dan habitat dari beberapa ikan, udang dan kerang.
Mangrove juga memiliki peran sebagai Green Belt, yang melindungi pantai dari
abrasi dan sebagai perangkap sedimen. Ekosistem mangrove di Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan telah mengalami penurunan baik secara kualitas maupun
kuantitas karena pemanfaatan mangrove oleh masyarakat setempat yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan serta kurangnya pengetahuan tentang manfaat
keberadaan mangrove. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis kondisi
ekosistem mangrove, mengidentifikasi pemanfaatan ekosistem mangrove oleh

masyarakat dan merumuskan strategi pengelolaan ekosistem mangrove secara
berkelanjutan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Desember 2014- Februari 2015 di
ekosistem mangrove Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan purposive sample.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung (observasi) di
lapangan dan wawancara terstruktur dengan bantuan kuisioner. Pengumpulan data
sekunder diperoleh melalui survei pada instansi terkait dan studi literatur. Analisis
data yang digunakan meliputi analisis vegetasi mangrove, analisis kuantitatif
dengan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) dan analisis kuantitatif
(deskriptif) untuk analisis pemanfaatan mangrove oleh masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan vegetasi mangrove di Kabupaten Bolsel terdiri
dari 11 spesies, yaitu Avicennia alba, Avicennia marina, Rhizophora stylosa,
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Bruguiera
cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum dan Nypa
fruticans. Berdasarkan hasil analisis vegetasi mangrove, kerapatan mangrove
termasuk dalam kategori sedang pada stasiun IV, V, dan VI sedangkan kerapatan
mangrove dengan kategori jarang pada stasiun I, II, dan III. Pemanfaatan ekosistem
mangrove oleh masyarakat di keenam stasiun mencakup kayu mangrove, batang
mangrove, buah Nypa, dan Perikanan. Hasil analisis RAPFISH status keberlanjutan

multidimensi pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Bolsel termasuk
kategori kurang berkelanjutan (45,16), dimensi ekologi termasuk kategori kurang
berkelanjutan (44,02), dimensi ekonomi termasuk kategori kurang berkelajutan
(49,55), dimensi sosial termasuk kategori cukup berkelanjutan (51.08) dan dimensi
kelembagaan termasuk kategori kurang berkelanjutan (49.32). Strategi pengelolaan
ekosistem mangrove secara berkelanjutan di Kabupaten Bolsel sebagai berikut :
(1) Peningkatan program rehabilitasi mangrove yang melibatkan masyarakat dari
tahap perencanaan sampai dengan tahap pengawasan, (2) Penguatan hukum dan
kelembagaan, (3) Mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada sebagai
mata pencaharian alternatif sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat, (4) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove, (5) Peningkatan kapasitas SDM

dan (6) Peningkatan koordinasi antar stakeholders dengan melibatkan seluruh
stakeholder yaitu Pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat dalam penyusunan
rencana dan implementasi program-program pengelolaan dan pelestarian ekosistem
mangrove.
Kata kunci : Analisis Rapfish, eksploitasi, ekosistem mangrove, Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan.


SUMMARY
ROMZATUL ULA SAMAN. Sustainable Mangrove Ecosystem Management In
South Bolaang Mongondow District, Province Sulawesi Utara. Under direction of
ISDRADJAD SETYOBUDIANDI and ANNA FATCHIYA.
Mangrove in South Bolaang Mongondow District is a natural one.
Mangrove having an important role as a nurturing and enlargement and habitat of
several of fishes, prawns, and shellfish. Mangrove also has a role as a Green Belt,
which protect the coast from abrasion and as a sediment trap. Mangrove ecosystem
in South Bolaang Mongondow has a reduction in quality and quantity because
Exploitation mangrove by the local people which is not paid attention for the good
environment and lack knowledge about the benefits of mangrove. This study aimed
to analyze the condition of mangrove ecosystem, to identify utilization mangrove
ecosystem by local people, and to formulate a strategy for sustainable management
of mangrove ecosystem in South Bolaang Mongondow District.
The study was conducted in Desember 2014 – Februari 2015 in the
mangrove ecosystem areas South Bolaang Mongondow. The method used in this
research is survey method with purposive sample. Primary data were collected
through direct observation (observation) in the field and structured interviews with
the help of a questionnaire. The collection of secondary data obtained through a
survey of relevant institutions and literature study. Analysis of the data used include

mangrove vegetation analysis, quantitative analysis method of Rapid Appraisal for
Fisheries (RAPFISH) and quantitative analysis (descriptive) for the analysis the
utilization of mangrove by local people.
Study Result showed that mangrove vegetation of South Bolaang
Mongondow are of 11 species, i.e. Avicennia alba, Avicennia marina, Rhizophora
stylosa, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Bruguiera
cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum and Nypa
fruticans. Based on the analysis mangrove vegetation, mangrove density in medium
category at the station IV, V, and VI while mangrove density with rare category at
the station I, II, and III. Exploitation in the mangrove ecosystems by the people at
the sixth station include mangrove wood, mangrove stems, fruit Nypa and Fisheries.
Based on the analysis RAPFISH status sustainability of multidimensional
management of mangrove ecosystems in the South Bolaang Mongondow District
categories as less sustainable (45,16), ecological dimension includes categories less
sustainable (44,02), economy dimension includes categories less sustainable
(49,55), the Social dimension includes categories quite sustainable (51,08), and
institutional dimension less sustainable categories (49,32). Strategy to reach the
sustainability on mangrove management are : increase in mangrove rehabilitation
programs that involve the community from the planning stage until the monitoring
stage, law enforcement and institusional, developing the natural resources that exist

as alternative livelihoods so as to improve the income and welfare, increased local
people participation in the Management and Conservation of mangrove ecosystems,
increased capacity SDM and improved coordination among stakeholders by
involving all stakeholders, the government, private sector, NGOs and communities
in the planning and implementation of programs management and conservation of
mangrove ecosystems.

Key words: Exploitation, Mangrove ecosystems, Rapfish analysis, South Bolaang
Mongondow District

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE SECARA
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
SELATAN, PROVINSI SULAWESI UTARA

ROMZATUL ULA SAMAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc


Judul Tesis
Nama
NIM
Jurusan

: Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan di
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara
: Romzatul Ula Saman
: C252124041
: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc
Ketua

Dr Ir Anna Fatchiya, M.Si
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

Tanggal Ujian: 27 Oktober 2016

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan di Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara”. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc dan Dr. Ir. Anna Fatchiya, M.Si
selaku pembimbing, atas bimbimgan dan arahannya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
2. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah
banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
3. Dr. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si, selaku penguji dan perwakilan program
studi yang juga memberi bimbingan terhadap penulis.
4. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan atas izin tugas
belajarnya.
5. Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup,
Dinas Kependudukan, dan SUSCLAM Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan yang telah banyak membantu dalam penyediaan dan informasi data
selama penelitian.
6. Ayahanda Abdurrahman Saman dan Ibunda Dra. Ainun Spaer serta ade dan
suami tercinta beserta seluruh keluarga atas kasih sayang, doa dan dukungan
semangat maupun materi pada penulis selama studi.
7. Teman teman di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam
Ratulangi yang telah membantu penulis selama dilapangan.

8. Teman-teman SPL 2012 atas segala suka duka serta bantuan dan kerjasama
yang telah diberikan.
9. Segenap dosen dan staf serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini belum sempurna. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2017

Romzatul ula Saman
C252124041

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ii
iii
iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
4
4
4

2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumberdata
Alat dan Bahan
Teknik Pengumpulan Data
Ekosistem mangrove
Pola Pemanfaatan Eksosistem mangrove
Analisis Data
Analisis Ekologis mangrove
Analisis Pemanfaatan Ekosistem Mangrove / Analisis Kuantitatif
Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Mangrove

6
6
6
8
8
8
9
11
11
12
13

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi Existing Mangrove di Kabupaten Bolsel
Pemanfaatan Ekosistem Mangrove
Persepsi Masyarakat dan Tindakan Pemanfaatan Mangrove
Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Status keberlanjutan dimensi ekologi
Status keberlanjutan dimensi ekonomi
Status keberlanjutan dimensi sosial
Status keberlanjutan dimensi kelembagaan
Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan

16
16
18
23
40
44
47
47
49
50
51
53
54

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA

58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Variabel dan Indikator Penelitian
Sebaran Jumlah Responden
Dimensi dan Atribut Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Kategori Status Keberlanjutan Ekosistem Mangrove
Luas Wilayah menurut Kecamatan
Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
Mata Pencaharian Penduduk
Jumlah Sarana Pendidikan Berdasarkan Tingkatan dan Desa
Penelitian
Jumlah Pasar dan Bank berdasarkan Kecamatan di Bolsel
Keberadaan Jenis Mangrove pada setiap stasiun pengamatan
Jenis dan Jumlah Individu yang tersebar pada Stasiun I
Jenis dan Jumlah Individu yang tersebar pada Stasiun II
Jenis dan Jumlah Individu yang tersebar pada Stasiun III
Jenis dan Jumlah Individu yang tersebar pada Stasiun IV
Jenis dan Jumlah Individu yang tersebar pada Stasiun V
Jenis dan Jumlah Individu yang tersebar pada Stasiun VI
Analisa Vegetasi Mangrove Stasiun I
Analisa Vegetasi Mangrove Stasiun II
Analisa Vegetasi Mangrove Stasiun III
Analisa Vegetasi Mangrove Stasiun IV
Analisa Vegetasi Mangrove Stasiun V
Analisa Vegetasi Mangrove Stasiun VI
Jumlah Pemanfaat Mangrove di Lokasi Penelitian
Tingkat Persepsi Responden tentang Manfaat Keberadaan Mangrove
Tindakan Masyarakat Terhadap Kegiatan Rehabilitasi Mangrove
Tindakan Masyarakat Terhadap Kegiatan Sosialisasi Mangrove
Atribut Sensitif Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove

7
10
14
16
17
18
19
20
21
27
31
31
32
32
33
33
34
35
37
37
39
40
41
45
46
46
56

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21a
21b
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Penurunan Luas Mangrove
Kerangka Pikir Penelitian
Lokasi Penelitian
Skema Penempatan Petak Contoh
Kerangka Pengambilan Sampel
Tingkat Pendidikan Responden
Pasang Surut di Kabupaten Bolsel
Nilai Suhu Perairan Mangrove di Stasiun Pengamatan
Nilai Salinitas Perairan di Stasiun Pengamatan Kabupaten Bolsel
Nilai pH Perairan di Stasiun Pengamatan Kabupaten Bolsel
Nilai DO Perairan di Stasiun Pengamatan Kabupaten Bolsel
Kondisi Mangrove di Stasiun Pengamatan I, II, dan V
Penyebaran Mangrove di Kabupaten Bolsel
Komposisi Mangrove di Stasiun I
Komposisi Mangrove di Stasiun II
Komposisi Mangrove di Stasiun III
Komposisi Mangrove di Stasiun IV
Komposisi Mangrove di Stasiun V
Komposisi Mangrove di Stasiun VI
Bunga Hias menggunakan batang Ceriops tagal
Tempat Penampungan Kepiting yang masih Berfungsi di Desa
Deaga
Tempat Penampungan Kepiting yang tidak Berfungsi di Desa
Dudepo
Produksi Kepiting di Kabupaten Bolsel tahun 2013-2015
Analisis Rapfish Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Hasil Analisis Leverage Dimensi Ekologi
Analisis Rapfish Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Hasil Analisis Leverage Dimensi Ekonomi
Analisis Rapfish Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial
Hasil Analisis Leverage Dimensi Sosial
Analisis Rapfish Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi
Kelembagaan
Hasil Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan
Hasil Analisis Rapfish Multidimensi
Diagram Layang Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove

3
5
6
9
10
19
22
23
24
25
25
26
27
28
28
29
29
30
30
42
43
43
44
47
49
49
50
51
52
52
53
54
54

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Atribut (Indikator) dan Skor Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem 63
Mangrove
Keanekaragaman Jenis Mangrove pada setiap stasiun
66
Proses Pembuatan Air Nypa menjadi Gula Merah
68

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang
mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas ditinjau dari aspek
sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan hutan atau ekosistem mangrove
bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan (baik yang hidup di
dalam perairan, diatas lahan dan ditajuk-tajuk pohon mangrove) dan tumbuhan
termasuk manusia yang hidup bergantung pada hutan mangrove (Djunaedi 2011).
Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia, tahun
2011 diperkirakan luas mangrove 3.112.989 ha, jumlah ini mewakili 23% dari
keseluruhan ekosistem mangrove dunia. Penurunan luas hutan mangrove
pertahunnya disebabkan konversi untuk pertanian, perikanan, pariwisata,
pembangunan perkotaan dan eksploitasi berlebihan (Giri et al. 2011). Kegiatan
pemanfaatan tersebut didasari semata mata untuk kepentingan ekonomi tidak
memperhatikan keberlanjutan kepentingan ekologi dan sosial.
Fungsi ekologis mangrove yaitu sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi,
penyerap limbah, perlindungan terhadap badai, tsunami, dan kenaikan muka air laut
(Santos et al. 2014). Hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis bagi
masyarakat yang tinggal dekat ekosistem mangrove yaitu menyediakan makanan
pokok, sumber bahan bakar (kayu bakar dan arang), bahan bangunan, perikanan,
pertanian, bahan baku kertas, obat-obatan dan lain sebagainya (Hijbeek et al. 2013).
Dengan fungsi mangrove yang tidak sedikit maka ekosistem ini menjadi sasaran
berbagai aktivitas yang bersifat eksploitatif, mengakibatkan mangrove rawan
terhadap kerusakan.
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) merupakan bagian dari
Provinsi Sulawesi Utara dengan jarak kurang lebih 250 km dari Manado yang
merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten yang baru berusia 5 tahun
ini memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar. Pesisir pantai wilayah
Kabupaten Bolsel membentang sepanjang sekitar 292 km di bagian sebelah utara
mulut Teluk Tomini mengarah ke timur. Salah satu potensi menonjol yaitu
mangrove. Mangrove di Kabupaten Bolsel tumbuh secara sporadis di sejumlah
pantai terbuka yang terlindung oleh terumbu karang dan juga pantai-pantai
berbentuk teluk kecil yang terlindung dari hempasan gelombang. Berdasarkan
analisis citra satelit, dilaporkan bahwa luasan mangrove di Bolsel hingga awal
tahun 2010 tercatat sebesar 785 Ha (Bappeda Bolsel 2011).
Masyarakat di Kabupaten Bolsel memanfaatkan area mangrove sebagai
lahan persawahan pada tahun 2006 sehingga menyebabkan banjir dan sedimentasi,
selain itu aktivitas pemanfataan mangrove oleh masyarakat untuk keperluan sehari
hari maupun dijual yaitu pengambilan kayu, batang dari mangrove yang
kesemuanya itu kurang memperhatikan aspek lingkungan. Kejadian seperti ini
apabila dibiarkan serta tidak dibatasi dan tidak dikelola dengan baik akan
memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove di Kabupaten Bolsel dan
pastinya akan menganggu keseimbangan ekologi pada wilayah pesisir di sekitarnya.
Sebagai contoh dalam penelitian Vatria (2010), di Provinsi Riau dan Kepulauan

2
Riau ekosistem mangrove disana terganggu dengan tingkat kerapatan yang sangat
jarang, sehingga ekosistem mangrove di Provinsi Riau masuk dalam kategori kritis,
ini berkaitan dengan pemanfaatan kayu yang berdiameter 10 cm untuk pondasi
rumah. Selain bermasalah terhadap regenerasi hutan, juga dapat menyebabkan
terhambatnya proses suksesi hutan mangrove.
Penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem mangrove di Kabupaten Bolsel
akibat berbagai aktivitas pemanfaatan oleh masyarakat sehingga sangat
memerlukan perhatian khusus dari semua pihak. Tanggung jawab dalam
pengelolaan kawasan ini tidak hanya terletak pada pemerintah saja, melainkan juga
harus didukung peran serta (partisipasi) semua lapisan masyarakat, khususnya
masyarakat yang berada di sekitar ekosistem mangrove yang secara aktif terlibat
dalam pemanfaatan mangrove. Sampai dengan saat ini juga, penelitian-penelitian
mengenai ekosistem mangrove di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan pada
umumnya masih kurang. Contohnya baru ada 2 penelitian tentang mangrove yang
dilakukan di Kabupaten Bolsel yaitu penelitian Rignolda tahun 2010 tentang survei
kondisi ekosistem mangrove di Kabupaten Bolsel dan penelitian Hattani tahun 2011
tentang identifikasi mangrove di Desa Dudepo. Penelitian yang terfokus pada
analisa ekologi yaitu analisa kondisi ekosistem mangrove, identifikasi pemanfaatan
ekosistem mangrove oleh masyarakat (segi ekonomi) serta persepsi dan sikap
masyarakat tentang keberadaan mangrove (segi sosial) sampai saat ini belum
dilakukan di Kabupaten Bolsel. Menyadari akan pentingnya fungsi dan manfaat
ekosistem mangrove, maka ekosistem mangrove di Kabupaten Bolsel perlu dikaji
potensi ekologi, ekonomi, serta sosial saat ini dan selanjutnya ditentukan strategi
pengelolaan untuk keberlanjutannya.

Perumusan Masalah
Tekanan terhadap ekosistem mangrove di Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan, disebabkan oleh timbul berkembangnya pusat-pusat kegiatan dan aktivitas
manusia. Secara umum, terdapat hubungan erat antara jarak mangrove dengan
perkampungan dan tingkat gangguan/kerusakan. Semakin dekat perkampungan,
semakin tinggi tingkat gangguan yang dialami mangrove. Mangrove yang
berdekatan langsung dengan pemukiman banyak mengalami tekanan terutama
dalam bentuk penebangan. Penebangan pernah terjadi meluas di beberapa desa di
Kabupaten Bolsel. Penebangan pohon mangrove oleh masyarakat Bolsel dijadikan
kayu bakar, bahan baku bangunan,serta batang mangrove sebagai bahan pokok
pembuatan bunga hias. Sebagai contoh juga di Desa Deaga sebagian lahan
mangrove pernah dikonversi menjadi persawahan. Sayangnya, lahan yang
direncanakan untuk persawahan kini tidak berfungsi sesuai rencana semula. Dalam
jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan gangguan ekosistem. Dampak dari
berbagai hal yang telah diuraikan di atas dapat menyebabkan degradasi sumberdaya
yang terdapat pada ekosistem mangrove (seperti menurunya produksi ikan dan
kepiting), pengurangan luasan ekosistem mangrove serta menurunnya kualitas
perairan ekosistem mangrove yang merupakan ancaman bagi masyarakat yang
sangat bergantung terhadap sumberdaya mangrove. Di Kabupaten Bolsel telah
terjadi penurunan luas mangrove yang merupakan salah satu indikator penurunan

3
kualitas dan kuantitas ekosistem mangrove, lebih jelasnya lagi bisa dilihat pada
Gambar 1.
920
900
880

Luas (Ha)

860
840
820
800
780
760
740
720
1988-1993

2001-2003

2009-2010

Periode

Gambar 1 Penurunan luas mangrove
Sumber: Bappeda Bolsel (2011)

Gambar 1 menerangkan luasan mangrove pada tahun 1988-1993 terhitung
sebesar 899 Ha dan berkurang menjadi 832 Ha selang tahun 1993-2003. Seluas
67,63 Ha lahan mangrove menjadi terbuka selang periode waktu tersebut.
Berdasarkan citra satelit tahun 2009 dan 2010 diketahui bahwa terjadi penurunan
luas mangrove menjadi 785 Ha. Terdapat pengurangan luasan mangrove sebesar
46,74 Ha selang periode waktu 2003-2010.
Kualitas perairan yang kurang baik di Desa Dudepo, sebagai akibat
pembuangan minyak dari kapal karena lokasi ekosistem mangrove berdekatan
dengan dermaga serta pembuangan sampah padat oleh masyarakat yang tinggal
dekat ekosistem mangrove menyebabkan kematian mangrove dan hilangnya tempat
hidup kepiting. Tata ruang kawasan pesisir belum tersusun dengan baik merupakan
salah satu penyebab pencemaran, karena seharusnya lokasi dermaga harus
berjauhan dengan ekosistem mangrove. Penyebab lainnya juga kurangnya
kesadaran masyarakat tentang manfaat ekosistem mangrove. Pemerintah
Kabupaten Bolsel selaku pengambil kebijakan harus melakukan langkah-langkah
aktif untuk mengurangi resiko degradasi lingkungan mangrove dengan perencanaan
sampai pelaksanaan aksi pengelolaan mangrove secara berkelanjutan. Berdasarkan
uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana kondisi ekosistem mangrove di Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan?
2. Bagaimana pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat di
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan ?
3. Bagaimana strategi pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan
dengan memperhatikan beberapa dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi,
sosial dan kelembagaan.

4
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kondisi ekosistem mangrove di
Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan.
2. Mengidentifikasi pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat di
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
3. Merumuskan strategi pengelolaan ekosistem mangrove secara
berkelanjutan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi
Sulawesi Utara.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan terhadap
pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan.
2. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan untuk membuat kebijakan dalam rangka pengelolaan ekosistem
mangrove Kabupaten Bolsel yang berkelanjutan.
Kerangka Pemikiran
Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik dan khas yang
berada di daerah peralihan antara darat dan laut. Fungsi dari ekosistem mangrove
ini sangat banyak, antara lain penahan abrasi pantai, pengendali banjir, pelindung
pantai secara alami yang mengurangi resiko dari bahaya tsunami, pencegah intrusi
air laut ke daratan, sebagai perangkap zat tercemar serta tempat hidupnya kepiting,
ikan, dan udang. Dengan banyaknya fungsi ekosistem mangrove bagi kehidupan
maka perlu adanya pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari dan berkelanjutan,
karena ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan. Perubahan berasal dari
alam, lingkungan dan manusia. Faktor alam dipengaruhi oleh iklim, kenaikan muka
air laut, banjir, dan tsunami. Dari segi lingkungan, kondisi ekosistem mangrove
dipengaruhi oleh pH, salinitas, suhu, curah hujan, dan pasang surut sedangkan
faktor dari manusia yaitu pemanfaatan ekosistem mangrove secara tidak lestari dan
eksploitasi berlebihan. Pemicu atau faktor pendorong dari kegiatan pemanfaatan
ekosistem mangrove oleh manusia adalah kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan
ekonomi. Di kabupaten Bolsel mangrove dimanfaatkan kayunya untuk bahan bakar
dan bahan baku bangunan. Masyarakat juga memanfaatkan sumberdaya kepiting
untuk konsumsi dalam rumah tangga dan untuk dijual.
Pengelolaan mangrove yang berkelanjutan merupakan bagian dari
pembangunan wilayah pesisir secara keseluruhan. Dalam pengelolaan mangrove
secara berkelanjutan perlu pengintegrasian antara kegiatan dalam dimensi ekologi,
ekonomi, sosial dan kelembagaan yang dikenal dalam konsep pembangunan
berkelanjutan (Munasinghe 2001). Berdasarkan prinsip berkelanjutan, maka
pengintegrasian keempat dimensi dalam pengelolaan hutan mangrove merupakan
hal yang paling mendasar. Dalam penelitian ini dikumpulkan data-data yang
berkaitan dengan potensi ekosistem mangrove dari dimensi ekologi, ekonomi,
sosial dan kelembagaan yang akan dianalisis dengan bantuan software, selanjutnya

5
dianalisis nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove untuk
mengetahui status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove, serta menentukan
strategi pengelolaan mangrove berkelanjutan yang tepat diterapkan di Kabupaten
Bolsel. Secara umum kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada
Gambar 2.
Ekosistem Mangrove

Eksploitasi

Degradasi

Evaluasi Pengelolaan

Dimensi
Ekologi

1. Tekanan lahan
mangrove
2. Rehabilitasi
mangrove
3. Kerapatan
mangrove
4. Pencemaran
Perairan

Dimensi

Dimensi
Ekonomi

Sosial

1.Pemanfataan
hasil
hutan mangrove oleh
masyarakat
2.Aksessibilitas
kawasan mangrove
3.Zonasi pemanfataan
lahan mangrove
4.Rencana pengelolaan
ekosistem mangrove
5. Anggaran Pemerintah
untuk mangrove

1.Pengetahuan
masyarakat tentang
manfaat
eksositem
mangrove
2.Partisipasi
masyarakat
dalam
pengelolaan
mangrove
3.Kerusakan
sumberdaya
hutan
oleh masyarakat
4.Tingkat Pendidikan
masyarakat

Status Keberlanjutan
Strategi Pengelolaan

Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian

Dimensi
Kelembagaan

1.Ketersediaan
peraturan
formal
dalam pengelolaan
ekosistem mangrove
2.Keterlibatan
lembaga masyarakat
3.Kearifan lokal
4.Komitmen pemda
untuk konservasi
5.Koordinasi
antar
stakeholders

6

2

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan selama
3 bulan yaitu Desember 2014 – Februari 2015 . Kabupaten Bolsel terdiri dari 5
kecamatan, untuk lokasi penelitian meliputi 6 Desa yang tersebar di 3 kecamatan.
Desa Dudepo, Pangia dan Pinolantungan termasuk kedalam Kecamatan Bolaang
uki, Desa Torosik dan Deaga termasuk ke dalam Kecamatan Pinolosian Tengah,
serta Desa Matandoi termasuk ke dalam Kecamatan Pinolosian Timur. Penentuan
lokasi berdasarkan survei awal berkaitan dengan desa yang ada mangrovenya dan
masyarakat yang memanfaatkan mangrove. Kabupaten Bolsel, Provinsi Sulawesi
Utara secara geografis terletak pada koordinat 00o22’545’’ LU dan 123o28’59,2”
BT. Kondisi iklim yaitu iklim tropis, suhu 20oC – 32oC dengan curah hujan ratarata 1500 mm. Peta lokasi penelitian bisa dilihat pada Gambar 3.

Lokasi

Gambar 3 Lokasi penelitian

Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer maupun data sekunder.
Data primer dikumpulkan secara langsung melalui pengamatan langsung terhadap
objek penelitian, wawancara secara tersturuktur menggunakan kuesioner terhadap
responden dalam pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat serta
melakukan wawancara mendalam kepada pemerintah, tokoh masyarakat dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Data sekunder dikumpulkan dari berbagai
institusi terkait dan penulusuran berbagai pustaka yang ada. Adapun variabel dan
indikator penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

7

Tabel 1 Variabel dan indikator penelitian
No.
1

Variabel
Kondisi
Ekosistem
Mangrove

Indikator
Penutupan (%)

Sumber Data
Lokasi
Penelitian

Metode
Observasi lapang

Kerapatan (Pohon/Ha)

Lokasi
Penelitian
Lokasi
Penelitian

Observasi lapang

pH

Lokasi
Penelitian

Observasi lapang

Suhu

Lokasi
Penelitian

Observasi lapang

Salinitas

Lokasi
Penelitian

Observasi lapang

DO (Oksigen terlarut)

Lokasi
Penelitian

Observasi lapang

Curah Hujan

BMKG

Studi literatur

Tekananlahan mangrove

Responden,
KLH, dan DKP

Wawancara dan studi
literatur

Rehabilitasi

Responden,
DKP, KLH, dan
Kehutanan.

Wawancara dan studi
literatur

Sumber kayu untuk
bahan bakar, bahan
pembuat kapal, bangunan

Responden

Wawancara dengan
kuesioner

Sumber Biota (Kepiting,
udang, ikan)

Responden dan
Data Statistik

Wawancara dan studi
literatur

Aksessibilitas kawasan
mangrove

Responden,
Informan

Wawancara

Rencana Pengelolaan
ekosistem mangrove

Informan (aparat
pemerintah)

Wawancara

Anggaran pemerintah
untuk pengelolaan
mangrove

Informan (aparat
pemerintah)

Keanekaragaman Jenis
Mangrove

2

Pemanfaatan
ekosistem
mangrove
(Data
Ekonomi)

Observasi lapang

Wawancara

8
No.
3

4.

Variabel
Data sosial

Data
Kelembagaan

Indikator

Sumber Data

Metode

-Jumlah Penduduk
-Mata Pencaharian
-Penghasilan
-Pendidikan

Dinas
Kependudukan ,
dan responden

Wawancara dan
Studi literatur

Pengetahuan masyarakat
tentang manfaat
mangrove

Responden

Wawancara

Partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan
mangrove

Responden

Wawancara

Kearifan Lokal

Responden

Wawancara

Ketersediaan peraturan
formal dalam
pengelolaan ekosistem
mangrove

Responden dan
SUSCLAM

Wawancara dan studi
literatur

Informan
(Tokoh
masyarakat dan
Aparat
Pemerintah)
Aparat
Pemerintah

Wawancara

Keterlibatan lembaga
masyarakat

Komitmen PEMDA
untuk konservasi

Wawancara

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data primer pada penelitian ini
antara lain: GPS (Geographic Position System), kertas waterproof, rollmeter, tali
transek, alat tangkap untuk kepiting (bubu), plastik sampel, kamera digital dan
recorder. Selanjutnya alat yang digunakan untuk menghitung parameter fisika dan
kimia perairan antara lain: termometer, refraktrometer, pH meter, stopwatch, papan
berskala, alat pengukur DO. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta
lokasi penelitian, buku identifikasi jenis mangrove, profil desa, lembar kuesioner,
dan alat tulis menulis.
Teknik Pengumpulan Data
Ekosistem Mangrove
Teknik pengumpulan data untuk kondisi ekosistem mangrove dilakukan
dengan metode observasi (pengamatan) langsung. Dalam melakukan pengambilan
contoh terhadap ekosistem mangrove, terlebih dahulu menentukan stasiun
pengamatan. Stasiun pengamatan ditentukan secara sengaja sesuai dengan tujuan
penelitian dan dianggap representatif mewakili tegakan mangrove di Kabupaten
Bolsel.
Pengambilan contoh untuk data vegetasi dilakukan di 6 lokasi penelitian
atau desa, dimana pada setiap desa terdiri dari 1 stasiun pengamatan. Pada masingmasing stasiun pengamatan terdiri 2 jalur transek tegak lurus garis pantai ke arah
darat. Pengambilan data vegetasi untuk tingkat semai (diameter < 2 cm) dilakukan

9
pada petak 2 x 2 m2 (A) , pancang (diameter 2-10 cm) pada petak 5 x 5 m2 (B) , dan
pohon (diameter ≥ 10 cm) pada petak 10 x 10 m2 (C) . Sebagaimana terlihat pada
Gambar 4 .
C
A
Garis
Pantai

B

10 m

A

A
B

B
C

C

Gambar 4 Skema penempatan petak contoh

Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung dan mencatat jumlah
masing-masing spesies yang ada dalam setiap petak atau plot contoh serta
mengidentifikasi jenis mangrove dan mengukur diameter pohon. Data vegetasi
yang dicatat terdiri dari jumlah pohon, pancang dan semai serta jenis pohon, data
diameter pohon (untuk tingkat pancang dan pohon) dan tinggi pohon (untuk tingkat
semai). Adapun arah pengamatan tegak lurus dari pinggir laut atau pantai ke arah
darat.
Pengukuran parameter lingkungan (suhu, salinitas, pH, dan DO) dilakukan
pada setiap jalur/lintasan pengukurannya dilakukan pada siang hari secara langsung
(insitu). Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer, pengukuran salinitas
dilakukan pada saat surut dengan menggunakan refraktometer, pengukuran pH
dengan menggunakan pH meter. Begitu juga dengan DO menggunakan DO meter.
Pola Pemaanfaatan Ekosistem Mangrove
Data pemanfaatan ekosistem mangrove berupa data primer dan data
sekunder. Data sekunder akan dikumpulkan dari sumber, seperti dari Dinas
Kelautan dan Perikanan, Lingkungan Hidup, dan Kehutanan. Sementara
pengumpulan data primer akan dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner kepada responden. Adapun metode pengambilan
sampel/responden adalah purposive sampling, berdasarkan pertimbangan
masyarakat yang memanfaatkan mangrove. Langkah
awal dengan
mengidentifikasi responden pengguna sumberdaya mangrove seperti nelayan,
petambak, petani, dan pencari kayu bakar. Selain wawancara dengan masyarakat
pengguna, juga wawancara dengan stakeholders. Stakeholders adalah informan
dengan metode pengumpulan data dengan teknik wawancara terbuka.

10
Tabel 2 Sebaran jumlah responden
Jenis Responden
Jumlah
(orang)
Responden
1.
Nelayan Tangkap
240
2.
Pencari kayu bakar
125
3.
Pencari Kepiting
46
4.
Pencari batang mangrove
20
5.
Pemanfaat air Nypa
12
Jumlah
443
Informan
1.
Aparat Pemerintah
12
2.
LSM
5
3
Tokoh Masyarakat
6
Jumlah
23
No

Populasi adalah seluruh penduduk yang ada di 6 desa lokasi penelitian. Unit
populasi sebagai dasar penentuan responden dari unsur masyarakat adalah Kepala
Keluarga (KK) atau Rumah tangga yang tinggal di 6 Desa itu. Adapun kerangka
pengambilan sampel bisa dilihat pada Gambar 5, Jumlah KK dari keenam desa
tersebut sebanyak 1.906 KK (BPS 2013). Penentuan jumlah sampel berdasarkan
rumus Krejcie dan Morgan (1970). Adapun rincian jumlah responden dan
stakeholders ditampilkan pada Tabel 2.
Ekosistem Mangrove

Kecamatan Bolaang
Uki

-Desa Pangia
-Desa Dudepo
-Desa Pinolantungan

Kecamatan
Pinolosian Tengah

-Desa Deaga

Kecamatan Pinolosian
Timur

-Desa Matandoi

-Desa Torosik

Populasi Pemanfaat Ekosistem
Mangrove Bolsel

Nelayan
(240 orang)

Pencari
kepiting
(46 orang)

Pemanfaat
kayu bakar
(125 orang)

Batang
mangrove
(20 orang)

Gambar 5 Kerangka pengambilan sampel

Pemanfaat air
Nypa
(12 orang)

11
Analisis Data
Analisis Ekologis Mangrove
Pendekatan ekologis dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan pada penelitian ini menggunakan beberapa parameter
ekologis (Bengen, 2001) yaitu :
a. Kerapatan Jenis
Kerapatan jenis (Di), yaitu jumlah individu jenis i dalam suatu area yang
diukur :

Di  ni

A

.................................................................... (1)

Keterangan :
Di = kerapatan jenis-i
ni = jumlah total individu dari jenis-i
A = luas areal total pengambilan contoh
b. Kerapatan Relatif Jenis.
Kerapatan relatif jenis (RDi), yaitu perbandingan antara jumlah individu
jenis-i (ni) dan jumlah total individu seluruh jenis (∑n) :
RDi  (ni /  n) x100 .............................. (2)
Keterangan :
RDi = Kerapatan relatif jenis ke-i (%)
Di = Jumlah tegakan jenis ke-i
∑n = Jumlah tegakan seluruh jenis
c. Frekuensi Jenis.
Frekuensi jenis (Fi), jumlah plot contoh ditemukannya suatu jenis dalam
semua plot contoh :
............................(3)
Fi  pi /  p
Keterangan :
Fi
Pi

= Frekuensi jenis-i
= Jumlah plot contoh dimana ditemukan jenis-i
 p = Jumlah total plot contoh yang diamati

d. Frekuensi Relatif Jenis.
Frekuensi Relatif Jenis (RFi), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis-i (Fi)
dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (  F ) :
.................... (4)
RFi  ( Fi /  F ) x100
Keterangan :
RFi = Frekuensi relatif jenis
Fi
= Frekuensi jenis ke-i
 F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

12
e. Penutupan Jenis.
Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit areal
tertentu :
Ci = ∑ BA / A ..................................................................(5)
Keterangan :

=  DBH2/4 (dalam cm2)

= Suatu konstanta (3,1416)
DBH = Diameter pohon dari jenis-i
A
= Luas areal total pengambilan sampel

BA

f. Penutupan Relatif Jenis.
Penutupan Relatif Jenis (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan
jenis i (Ci) dan luas total areal penutupan untuk seluruh jenis (  C ) :
RCi  (Ci /  C ) x100% ...........................(6)
Keterangan : RCi
Ci
∑C
g.

= Penutupan Relatif Jenis (%)
= Luas area penutupan jenis ke-i
= Luas Total seluruh jenis

Nilai Penting Jenis
Indeks Nilai Penting Jenis (INPi), adalah jumlah nilai kerapatan relatif,
Frekuensi relatif (RFi) dan Penutupan relatif jenis (RCi) :
INPi = RDi + RFi + RCi ............................................................(7)
Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Nilai penting ini
memberikan suatu gambaran mengenai peranan ataupun pengaruh suatu jenis
mangrove pada lokasi penelitian. Menurut Nabi dan Rao (2012), Indeks nilai
penting digunakan untuk mengungkapkan dominasi dan keberhasilan
ekologisnya dalam suatu ekosistem.

Indeks Keanekaragaman
Untuk menentukan keanekaragaman jenis yang ada di ekosistem mangrove
(Odum 1993) adalah :
H’ = - ∑ pi log2pi = ∑ ni/N log2 ni/N .................................(8)
H’
N
ni
pi

= Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
= Jumlah total individu dalam komunitas
= Jumlah individu spesies atau jenis ke i
= Proporsi individu spesies ke i (ni/N)

Analisis Pemanfaatan Ekosistem Mangrove/ Analisis Kuantitatif (Deskriptif)
Pemanfaatan ekosistem mangrove menggunakan analisis kuantitatif
deskriptif. Pendekatan kuantitatif pendekatan yang di dalam usulan penelitian,
proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data, kesimpulan data sampai dengan
penulisannya menggunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian
data numerik (Musianto 2002). Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan

13
untuk menggambarkan jenis pemanfaatan mangrove oleh masyarakat, berapa
jumlah pemanfaat yang ditabulasikan dalam bentuk angka ke dalam tabel,
menggambarkan tingkat persepsi dan sikap masyarakat tentang manfaat keberadaan
mangrove kemudian ditabulasikan dalam bentuk angka ke dalam grafik.
Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Analisis keberlanjutan pengelolaan mangrove di Kabupaten Bolsel
dilakukan dengan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH). Rapid
Appraisal for Fisheries (RAPFISH) merupakan metode penilaian keberlanjutan
yang berbasiskan pendekatan multidimensional scalling (MDS). Konsep dasar
MDS adalah proses menentukan koordinat posisi tiap obyek dalam suatu peta multi
dimensi sehingga jarak antar obyek pemetaan akan sesuai dengan nilai kedekatan
dalam input datanya. Ukuran kedekatan antar pasangan obyek berupa nilai
kemiripan (similarity) atau nilai ketidakmiripan (dissmilarity) (Bae et al. 2012).
Analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove dilakukan melalui
beberapa tahapan, yaitu tahapan penentuan atribut sistem pengembangan kawasan
berkelanjutan yang mencakup empat dimensi (dimensi ekologi, ekonomi, sosial,
dan kelembagaan). Tahapan penilaian setiap atribut dalam skala ordinal
berdasarkan kriteria berkelanjutan setiap dimensi, analisis ordinasi yang berbasis
metode “multidimensional scaling” (MDS), penyusunan indeks dan status
keberlanjutan pengembangan kawasan existing condition yang dikaji baik secara
umum maupun pada setiap dimensi (Fauzi dan Anna 2005).
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hasil perhitungan ataupun data
sekunder yang tersedia maka setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang
mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pengelolaan (Alder et al. 2000).
Penilaian dan penentuan skor untuk masing-masing atribut didasarkan pada hasil
penelitian di ekosistem mangrove Kabupaten Bolsel dan data sekunder lainnya
seperti jurnal, text book, dan dokumen perencanaan pemerintah daerah. Rentang
nilai skor berkisar antara 0-2 tergantung pada keadaan masing-masing atribut yang
didefinisikan sebagai nilai “buruk” dan nilai “baik”. Nilai yang “buruk” diartikan
sebagai kondisi yang paling tidak menguntungkan untuk pengelolaan ekosistem
mangrove secara berkelanjutan. Sebaliknya nilai yang “baik” diartikan sebagai
kondisi yang paling menguntungkan bagi pengelolaan ekosistem mangrove secara
berkelanjutan.
Dalam penilaian skoring, urutan nilai terkecil tidak selalu merupakan nilai
“buruk”, begitupun sebaliknya skoring nilai terbesar tidak selalu merupakan nilai
“baik”. Sebagai contoh atribut tekanan lahan mangrove pada dimensi ekologi, skor
disusun dari yang tidak terjadi penurunan lahan mangrove (0) hingga terjadi alih
fungsi lahan mangrove tanpa memperhatikan fungsi lingkungan (2). Susunan ini
dipersepsikan yang baik bernilai 0 dan yang buruk bernilai 2. Sebaliknya pada
atribut rencana pengelolaan ekosistem mangrove pada dimensi ekonomi yang baik
bernilai 2 (ada dan sudah dilaksanakan dengan baik) dan yang buruk bernilai 0
( tidak ada rencana pengelolaan). Untuk lebih jelasnya penentuan dan penilaian
atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove bisa dilihat pada Tabel 3 dan
untuk pemberian skor setiap atribut bisa dilihat pada Lampiran 1.

14
Tabel 3 Dimensi dan Atribut Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Dimensi
Ekologi

Atribut
Tekanan lahan
mangrove

Baik
0

Buruk
2

0
1
2

Ekonomi

Rehabilitasi
mangrove

2

0

Kerapatan
mangrove

2

0

Kualitas
perairan

2

0

Pemanfaatan
hasil
hutan
mangrove oleh
masyarakat
Aksesibilitas
kawasan
mangrove

2

2

Kriteria Nilai
Tidak terjadi perubahan luas lahan
mangrove
Perubahan luas lahan mangrove secara
alami
Terjadi alih fungsi lahan mangrove
tanpa memperhatikan fungsi
lingkungan

0 Tidak ada
1 Ada namun tidak dikelola dengan baik
2
0
1
2
0
1
2

Ada dan dikelola dengan baik
Jarang (< 1000 pohon /ha)
Sedang (1000 – 1500 pohon /ha)
Tinggi (> 1500 pohon /ha)
Banyak
Sedikit
Tidak ada

0

0

0

1
2
0

Rendah (jumlah orang yang
memanfaatkan 30 %
Rendah (lokasi termasuk sulit diakses
dengan sarana transportasi yang ada
dan prasarana/ sarana pengelolaan
kurang sekali)
Sedang (lokasi dapat diakses dan
prasarana/ sarana pengelolaan belum
memadai)
Tinggi (lokasi mudah diakses dan
prasarana/sarana pengelolaan sudah
baik)
Tidak tersedia
Tersedia, tapi belum dipatuhi
Tersedia dan dipatuhi
Tidak ada
Ada tetapi belum dilaksanakan dengan
baik
Ada dan sudah dilaksanakan dengan
baik
Rendah (jumlah anggaran untuk
kegiatan pengelolaan kurang)
Sedang (jumlah anggaran untuk
pengelolaan mangrove mencukupi
namun masih kurang)
Tinggi (jumlah anggaran untuk
pengelolaan mangrove cukup dan
melebihi dari kebutuhan)

1

2

Zonasi
pemanfaatan
lahan mangrove
Rencana
pengelolaan
ekosistem
mangrove

2

0

2

0

Anggaran
pemerintah
untuk mangrove

2

0
1
2
0
1
2

0

0
1

2

15
Dimensi
Sosial

Kelembagaan

Atribut
Pengetahuan
masyarakat
tentang
manfaat
ekosistem
mangrove

Baik
2

Buruk
0

0
1
2

Kriteria Nilai
Rendah
Sedang
Tinggi

Partisipasi
masyarakat
dalam
pengelolaan
mangrove
Kerusakan
sumberdaya
hutan oleh
masyarakat

2

0

0
1
2

Rendah
Sedang
Tinggi

2

0

0
1
2

Besar
Sedang
Kecil

Tingkat
pendidikan
masyarakat

4

0

0
1
2
3
4
0

Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
PT
Tidak tersedia peraturan
pengelolaan lingkungan
Tersedia tetapi tidak dipahami oleh
masyarakat dan pengusaha serta
tidak terasoliasasi dengan baik
Ada peraturan dan tersosialisasi
dengan baik dan dipahami oleh
masyarakat dan pengusaha

Ketersediaan
peraturan formal
dalam
pengelolaan
ekosistem
mangrove

2

Keterlibatan
lembaga
masyarakat

2

0

1

2

0

0

1

2

Kearifan lokal

1

0

0
1

Komitmen
pemda untuk
konservasi
Koordinasi antar
stakeholders

2

0

0
1
2
0
1

Masyarakat dan lembaga masyarakat
tidak terlibat dalam pengawasan dan
evaluasi
Masyarakat dan lembaga masyarakat
terlibat tetapi hanya secara
prosedural
Masyarakat dan lembaga
masyarakat terlibat aktif dalam
memberikan informasi, proses dan
penentuan mekanisme pengawasan
dan evaluasi
Tidak ada
Ada

Rendah
Sedang
Tinggi
2
0
Tidak ada
Ada tetapi belum dilaksnakan
dengan baik
2
Ada dan sudah dilaksanakan dengan
baik
Sumber : Pattimahu et al. (2010); Pitcher & Preikshot (2001); Santoso (2012)

16
Didalam analisis Rapfish setiap data yang diperoleh diberi skor yang
menunjukkan status sumberdaya tersebut. Hasil statusnya menggambarkan
keberlanjutan di setiap aspek yang dikaji dalam bentuk skala 0 sampai 100%
(Pitcher and Preikshot 2001). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih
dari 75% maka pengembangan tersebut berkelanjutan (sustainable) dan sebaliknya
jika kurang dari 75% maka sistem tersebut belum berkelanjutan (unsustainable).
Kategori status keberlanjutan ekosistem mangrove ditunjukkan pada Tabel 4.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut
apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan di
lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan “root
mean Square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu X atau skala sustainabilitas
(Alder et al. 2000). Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu
atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam
pembentukan nilai indeks keberlanjutan pada skala sustainabilitas, atau dengan kata
lain semakin sensitif atribut tersebut dalam menentukan keberlanjutan pengelolaan.
Tabel 4 Kategori status keberlanjutan ekosistem mangrove
Nilai Indeks
Kategori
0 – 25
Tidak berkelanjutan
26 – 50
Kurang berkelanjutan
51 – 75
Cukup berkelanjutan
76 – 100
Berkelanjutan
Sumber: Santoso (2012)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mempunyai luas daratan 1.932,30
Km2 yang disahkan dengan undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 Tanggal 21 juli
2008 tentang pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan di Provinsi
Sulawesi Utara merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang
Mongondow, peresmiannya dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal
10 September 2008 di Manado. Jumlah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan hasil sensus penduduk tahun 2014 adalah 71.283 jiwa yang tersebar di 59
desa dari 5 kecamatan dengan kepadatan penduduk dikabupaten ini sebesar 29
orang per kilometer persegi (Bappeda 2011).
Kabupaten Bolsel merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Utara yang terletak di pesisir pantai bagian selatan dengan Ibukota Molibagu. Letak
geografis Kabupaten Bolsel yang secara administratif berada di sebelah selatan
Kabupaten Bolaang Mongondow. Dalam perspektif regional, Kabupaten Bolsel
berada pada posisi strategis, karena berada pada jalur lintas tengah Trans Sulawesi
yang menghubungkan jalur jalan seluruh propinsi di Pulau Sulawesi. Demikian
pula jalur laut merupakan daerah perlintasan sekaligus stop over arus penumpang,
barang dan jasa pada Kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur,

17
bahkan untuk kawasan Asia Pasifik serta sangat strategis untuk mengembangkan
produksi perikanan di Kawasan Timur Indonesia.
Secara geografis, Kabupaten Bolsel terletak diantara 00ᴼ22’545 LU dan
123ᴼ28’59,2’’ BT. Kondisi iklim yang relatif iklim tropis, suhu 20ᴼC – 32ᴼC dengan
curah hujan rata-rata 1500 Mm. Secara administratif, Kabupaten Bolsel memiliki
batas-batas sebagai berikut :
Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow dan
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Selatan :Berbatasan dengan Teluk Tomini
Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo
Topografi Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mempunyai
wilayah berupa bukit-bukit, pegunungan, berpantai dan sebagian kecil adalah
dataran rendah bergelombang serta memiliki sungai-sungai besar dengan posisi
dari daerah pantai sampai ketinggian 1.500 meter dari permukaan laut. Sementara
luas wilayah Kabupaten Bolsel adalah 171.136, 65 Km2 yaitu wilayah daratan
1.932,30 Km2 dan panjang garis pantai 294 Km. Cakupan wilayah Kabupaten
Bolsel pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas wilayah menurut kecamatan
Kecamatan
Desa
Luas Wilayah
(Km2)
Bolaang Uki
20
393.43
Posigadan
15
729.00
Pinolosian
9
285.93
Pinolosian Tengah
6
302.07
Pinolosian Timur
9
221.87
Jumlah
59
1932.30

%
20.36
37.73
14.80
15.63
11.48
100.00

Sumber : Bappeda Bolsel 2011

Mengenai aksesibilitas pusat pemerintahan Kabupaten Bolaang
Mongon