Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13.
PENGARUH KEKERINGAN TERHADAP PRODUKTIVITAS
PADI VARIETAS CIHERANG, INPARI 10 DAN INPARI 13
DIYAH KRISTI NINGRUM
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kekeringan
Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Diyah Kristi Ningrum
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 16 Januari 1991. Penulis
merupakan anak kedua dari 4 bersaudara pasangan Bapak Parjono dan Ibu Dra. Sri Sumilir.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2002 di SD Muhammadiyah 6
Palembang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 19 Palembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri 6 Palembang dan lulus
pada tahun 2008. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima
pada Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam beberapa organisasi seperti, Onigiri Japan
Club IPB pada tahun 2009, Tennis Club IPB pada tahun 2010 dan AIESEC IPB Expansion pada
tahun 2012. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan seminar nasional maupun luar
negeri. Terakhir, kegiatan penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sebagai
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dengan judul “Pengaruh Kekeringan Terhadap
Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13” di bawah bimbingan Dr Ir
Impron, MScAgr.
ABSTRACT
DIYAH KRISTI NINGRUM. Effect of Drought on Productivity of Rice Crop
Varieties Ciherang, Inpari 10 and Inpari 13. Supervised by IMPRON.
Rice production in planting season II is more susceptible to drought as wet
season may ended more quickly than season I. This problem can partly be solved by
planting rice varieties that are more resistant to drought and in combination with
mulching. This study was aimed to evaluate the effect of drought – as a result of
planting time differences – on the growth, development, and productivity of rice crop
varieties. Field experiments were conducted according to randomized block design
(RBD), applying three rice crop varieties (Ciherang, Inpari 10, and Inpari 13) and
three different planting times. Planting time I (P1) was normal planting time
(synchronously with farmers’ planting time), planting II was one month later than the
normal planting time with mulch (P2), and without mulch (P3). The results showed
all three varieties had the best productivity at the planting time I. Productivity (ton/ha)
of variety Ciherang at P1, P2, P3 respectively were 4.85, 0.24, and 0.05, variety
Inpari 10 were 4.74, 0.20, and 0.09; and variety Inpari 13 are 4.91, 0.75 and 0.26.
Keywords: ciherang, inpari 10, inpari 13, productivity
ABSTRAK
DIYAH KRISTI NINGRUM. Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas
Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13. Dibimbing oleh IMPRON.
Upaya pemenuhan konsumsi beras masyarakat melalui peningkatan
produksi padi dihadapkan pada permasalahan kekeringan yang terjadi pada
Musim Tanam II. Tanaman yang ditanam pada Musim Tanam II memiliki
kemungkinan untuk terkena kondisi kekeringan akibat musim hujan yang berakhir
lebih cepat dibandingkan dengan Musim Tanam I. Permasalahan ini dapat diatasi
dengan penggunaan varietas padi yang tahan terhadap kekeringan dan pemberian
mulsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kekeringan - sebagai
akibat perbedaan waktu tanam - terhadap pertumbuhan, perkembangan,
produktivitas pada tanaman padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13.
Pelaksanaannya dengan menguji dua macam perlakuan, yaitu varietas tanaman
yang terdiri atas tiga varietas padi dan waktu tanam terdiri atas tiga waktu tanam
yang disusun dengan rancangan acak kelompok (RAK) yang dilakukan dalam
bentuk percobaan lapangan. Waktu tanam I (P1) merupakan waktu tanam normal
(serentak dengan petani), waktu tanam II (P2) mundur satu bulan dari waktu
tanam normal dengan mulsa, dan waktu tanam II tanpa mulsa (P3) sehingga
tanaman padi cenderung rentan mengalami kekeringan. Hasil penelitian ini
menunjukkan ketiga varietas memiliki produktivitas paling baik pada waktu
tanam I, sebaliknya pada waktu tanam II menunjukkan hasil yang kurang baik.
Produktivitas (ton/ha) varietas Ciherang pada waktu P1, P2, P3 berturut-turut
yaitu 4.85, 0.24, dan 0.05, untuk varietas Inpari 10 yaitu 4.74, 0.20, dan 0.09, dan
terakhir varietas Inpari 13 yaitu 4.91, 0.75, dan 0.26.
Kata kunci: ciherang, inpari 10, inpari 13, produktivitas
PENGARUH KEKERINGAN TERHADAP PRODUKTIVITAS
PADI VARIETAS CIHERANG, INPARI 10 DAN INPARI 13
DIYAH KRISTI NINGRUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas
Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13.
: Diyah Kristi Ningrum
: G24080061
Disetujui oleh
Dr Ir Impron, MScAgr
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai
prasyarat dalam menyelesaikan perkuliahan. Judul yang dipilih oleh penulis
adalah Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang,
Inpari 10 dan Inpari 13.
Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini terutama
keluarga di Palembang yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis.
Bogor, Februari 2014
Diyah Kristi Ningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Kabupaten Indramayu
Karakteristik Padi
Pertumbuhan Padi
Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap Padi
Suhu udara
Curah hujan
Radiasi surya
Kelembaban relatif
Kecepatan angin
Kekeringan
Indeks Luas Daun
Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Mulsa
vii
vii
vii
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
5
6
6
6
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Data
Alat
Metode Pelaksana Penelitian
Cara pengumpulan data
Rancangan percobaan
Persiapan dan penanaman
Pemupukan
Analisis Data
Indeks luas daun
Intersepsi radiasi oleh tajuk tanaman
Efisiensi penggunaan radiasi matahari
Produktivitas padi
Evapotranspirasi
Thermal Unit
Komponen hasil padi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Kondisi Cuaca
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi tanaman
7
7
7
7
7
7
8
9
9
10
10
10
10
10
11
11
12
13
13
13
15
15
Jumlah anakan
Jumlah anakan produktif
Perkembangan Tanaman
Produktivitas dan Komponen Hasil
Indeks Luas Daun
Berat Kering Tanaman
Intersepsi Radiasi Surya
Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Evapotranspirasi
Thermal Unit
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
18
20
21
24
24
27
29
31
31
31
32
33
35
46
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan tinggi tanaman padi antar varietas
2 Perbandingan tinggi tanaman padi antar waktu tanam
3 Perbandingan jumlah anakan padi antar varietas
4 Perbandingan jumlah anakan padi antar waktu tanam
5 Perbandingan jumlah anakan produktif
6 Fase perkembangan tiga varietas padi pada tiga waktu tanam
7 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas
8 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas
9 Rata-rata nilai indeks luas daun tiga varietas padi
10 Berat kering tanaman pada tiga waktu tanam
11 Intersepsi radiasi surya kumulatif tiga varietas padi pada tiga waktu tanam
12 Perbandingan nilai rata-rata efisiensi penggunaan radiasi surya padi antar varietas
13 Nilai thermal unit tanaman padi
16
16
18
18
20
22
23
24
25
27
29
30
32
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Klimogram suhu udara dan curah hujan Kabupaten Indramayu
2
Tanaman padi
3
Pembagian petak, waktu tanam, dan penempatan varietas pada petak
10
Kondisi lahan tanam II
13
Curah hujan harian di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea, Indramayu
14
Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban udara rata-rata harian (merah)
15
Radiasi surya rata-rata harian (biru) dan kecepatan angin rata-rata harian (merah)
15
Tinggi tanaman PI (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3
17
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
9 Jumlah anakan
19
10 Jumlah anakan produktif
20
11 Indeks luas daun P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3
26
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
12 Berat kering tanaman P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 28
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
13 Intersepsi radiasi surya P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 30
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas padi
2 Data cuaca selama penelitian
3 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam I (P1)
4 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam II dengan mulsa (P2)
5 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam II tanpa mulsa (P3)
35
38
41
43
45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok dan dikonsumsi oleh hampir 95%
penduduk Indonesia (Suryana 2004), namun produksi beras sampai sekarang
masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri. Jumlah penduduk
Indonesia yang semakin banyak mengakibatkan permintaan terhadap beras
sebagai bahan pangan pokok semakin meningkat. Menurut data BPS tahun 2011,
konsumsi beras di Indonesia mencapai 139 kg per kapita per tahun. Berdasarkan
data di atas sektor pertanian dituntut agar dapat meningkatkan produksi padi
untuk memenuhi kebutuhan pangan di masa yang akan datang. Pada tahun
2012, Kementerian Pertanian menargetkan produksi beras mencapai 41 juta ton
atau setara 74.1 juta ton gabah kering giling dan pada tahun 2014 Indonesia
diharapkan mencapai swasembada.
Upaya peningkatan produksi padi tidak boleh terganggu, meskipun
diketahui bahwa kapasitas pasokan air irigasi terus mengalami penurunan akibat
pergeseran musim dan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim, seperti EINino dan La-Nina, juga menjadi penyebab gagal panen di beberapa wilayah
Indonesia (IPCC 2007). Tschirley (2007) memperkirakan penurunan hasil pada
tanaman padi dapat mencapai lebih dari 20% apabila peningkatan suhu
meningkat sampai 5 °C. Untuk menyikapi keadaan ini, sistem produksi padi
perlu penyesuaian. Penggunaan varietas padi yang berumur genjah berpotensi
mengurangi konsumsi air total karena berkurangnya air irigasi dan menurunnya
akumulasi volume pemberian air (IRRI 1995).
Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki
lahan sawah irigasi luas. Sebagian besar penduduk Indramayu memanfaatkan
lahan irigasi tersebut untuk budidaya tanaman padi. Yoshida et al. (1976)
menyatakan apabila pengelolaan tanaman tepat, hasil padi musim kemarau akan
lebih baik dari musim hujan. Intensitas radiasi surya yang lebih tinggi pada
musim kemarau, serta ketersediaan air cukup dapat meningkatkan produksi padi.
Menurut Oldeman et al. (1986) pada kondisi pasokan air yang cukup dan tidak
terjadi cekaman biologis, potensi hasil padi ditentukan oleh kondisi peubah
atmosfer seperti suhu dan intensitas radiasi surya. Akan tetapi, pada musim
kemarau ketersediaan air sering menjadi kendala bagi petani. Pada musim
kemarau tanaman padi sering mengalami kekeringan. Hal tersebut dapat
menurunkan produksi padi bahkan menyebabkan gagal panen.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui ketahanan varietas padi Ciherang,
Inpari 10 dan Inpari 13 terhadap kekeringan dan menganalisis produktivitas padi
dengan pemberian mulsa pada waktu tanam yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang letaknya berada pada jalur pantai utara Pulau Jawa. Dilihat dari letak
astronomis, Kabupaten Indramayu terletak pada 107°52’- 108°36’ Bujur Timur
dan 6°15’ - 6°40’ Lintang Selatan. Menurut klasifikasi iklim Oldeman,
Kabupaten Indramayu termasuk ke dalam tipe D (iklim sedang). Rata-rata curah
hujan selama setahun adalah 124 mm/tahun. Bulan basah (Januari-Februari)
dengan curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 200 mm/bulan, sedangkan bulan
kering (Juli-Desember) dengan curah hujan rata-rata bulanan kurang dari 100
mm/bulan. Grafik klimogram (Gambar 1) menunjukkan suhu udara harian
berkisar 26 - 27 ⁰C. Secara hidrologi, sumber air yang terdapat di Kabupaten
Indramayu meliputi air permukaan dan air tanah. Air permukaan berupa sungai
dan air genangan yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS), sedangkan air
tanah tertekan yang dieksploitasi melalui sumur-sumur pompa.
Gambar 1 Klimogram suhu udara (garis hijau) dan curah hujan (batang merah)
Kabupaten Indramayu (sumber: Balai Data Dan Informasi SDA 2010)
3
Karakteristik Padi
Tanaman padi (Gambar 2) termasuk golongan rumput-rumputan dan
termasuk tanaman semusim. Padi terdiri atas 25 spesies yang salah satunya
adalah Oryza sativa L. yang tumbuh dan berkembang secara luas di daerah
beriklim tropis dan subtropis (Haryadi 2006). Kedudukan tanaman padi (Oryza
sativa L.) dalam taksonomi adalah:
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Monocotyledonae
: Graminales
: Gramiaceae
: Oryza
: Oryza sativa L.
Gambar 2 Tanaman padi (sumber: dokumen pribadi)
Pertumbuhan Padi
Menurut Wiliams (1975) perkembangan padi dibagi ke dalam tiga fase,
yaitu:
Fase vegetatif (awal pertumbuhan
sampai pembentukan bakal
malai/primordial) merupakan fase pertumbuhan organ vegetatif, seperti
pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot, dan luas
daun. Lamanya berkisar antara 25 - 65 hari.
Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas
batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak
reproduktif), munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi
primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading (keluarnya
bunga atau malai) dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan
ruas batang yang berlanjut terus sampai berbunga. Di daerah tropis
kebanyakan varietas padi umumnya memiliki lama fase reproduktif
selama 35 hari.
4
Fase pematangan terjadi pengisian dan pematangan biji dimulai sejak
malai berbunga. Selain itu, terjadi peningkatan berat jerami, lamanya
fase ini antara 25 dan 35 hari.
Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap Padi
Suhu udara
Padi (Oryza sativa L.) dapat tumbuh baik pada lingkungan yang
berhawa panas dan banyak mengandung uap air, yaitu di daerah tropis dan
subtropis. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 1500 m di atas permukaan
laut dengan kisaran suhu selama pertumbuhan 19 - 29 °C, dan memerlukan
penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Pengaruh suhu pada pertumbuhan
tanaman bervariasi tergantung pada tahap pertumbuhan tanaman. Fase yang
paling peka pada suhu rendah pada tanaman padi, yaitu pada saat 14 sampai 17
hari sebelum bunting.
Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi padi
berbeda-beda pada setiap fase pertumbuhannya. Suhu pada fase perkecambahan
adalah 22 - 31 °C, perkembangan akar 25 - 28 °C, pembentukan anakan 25 - 31
°C, inisiasi bunga 24 - 29 °C, antesis 30 °C, pemasakan biji 20 - 25 °C, fase
reproduktif 22 - 31 °C, dan jumlah malai menurun dengan meningkatnya suhu.
Suhu yang rendah pada saat tanaman berbunga menyebabkan akar tanaman
akan terganggu, sehingga dapat mengganggu serapan hara dari dalam tanah.
Suhu optimum berbeda pada saat siang dan malam hari, suhu optimum selama
15 hari sesudah berbunga merata adalah 29 °C pada siang dan 19 °C pada
malam hari (Yoshida 1981).
Curah hujan
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan padi adalah 200 mm perbulan
dengan distribusi selama empat bulan (Bey dan Las 1991). Curah hujan yang
rendah selama masa pertumbuhan akan menurunkan hasil. Riset IRRI
menunjukkan bahwa distribusi curah hujan juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hasil, bahkan pada daerah dengan curah hujan tahunan 2000 mm
(IRRI 1995).
Radiasi surya
Radiasi surya merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan
tanaman dan sangat mempengaruhi suhu dan evapotranspirasi. Yoshida (1981)
menyatakan bahwa apabila terjadi kekurangan radiasi surya pada tanaman padi
pada fase reproduktif dapat mengurangi jumlah gabah. Pada stadia pemasakan
gabah dapat mengurangi persentase gabah isi sehingga secara keseluruhannya
dapat mengurangi hasil tanaman. Dalam (Bey 1991) pengaruh radiasi surya pada
tanaman dapat dikelompokkan menjadi proses foto energi, yaitu fotosintesis dan
proses fotostimulus, yaitu proses penggerakan dan proses pembentukan
(pemanjangan batang, perluasan daun, dan pembentukan pigmen).
5
Tanaman menggunakan radiasi surya untuk melangsungkan fotosintesis
pada spektrum 400 - 700 nm yang dikenal dengan PAR (Photosynthetically
Active Radiation). Pada umumnya laju pertumbuhan tanaman akan meningkat
dengan makin tinggi intensitas radiasi surya dalam kisaran tersebut. Di
Indonesia intensitas radiasi diterima relatif rendah, antara 340 - 450 kal cm2
hari-1, namun radiasi surya yang rendah tidak membatasi hasil padi, dan radiasi
yang tinggi di daerah savana justru menurunkan hasil karena adanya cekaman
air. Radiasi surya yang tinggi tidak diinginkan untuk produksi padi di daerah
bercurah hujan rendah.
Kelembaban relatif
Kisaran kelembaban optimum adalah 50 - 90%. Di Indonesia yang
beriklim tropis tanah basah, kelembaban tidak merupakan kendala bagi usaha
peningkatan produksi padi. Tetapi di dataran tinggi kelembaban lebih dari 95%
dapat menyebabkan agregasi tepung sari dan ini dapat mengganggu
penyerbukan (Fagi 1982).
Kecepatan angin
Angin mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi
tanaman melalui pertukaran bahang, uap air dan CO2 antara tanaman dan
lingkungannya. Disamping itu, angin mempunyai dampak bagi tanaman melalui
proses transpirasi dan persarian (Bey dan Las 1991). Menurut Chang (1986)
kecepatan angin yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pertumbuhan
tanaman dan secara mekanis dapat merusak daun-daun sehingga terjadi
penurunan fotosintesis dan translokasi hasil fotosintesis. Angin juga
berpengaruh terhadap laju evapotranspirasi.
Kekeringan
Menurut Yoshida (1981) padi membutuhkan air sebanyak 180 - 300
mm/bulan agar dapat berproduksi dengan baik. Pertumbuhan daun merupakan
proses fisiologi pertama yang dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Cekaman
kekeringan menurunkan jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik, bobot
kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman dan transpirasi (Farooq, et al.
2010). Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain
penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya
pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida
1981).
Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman
kekeringan terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam
waktu tidak lama setelah pengairan dilakukan, akan lebih sedikit terpengaruh
cekaman kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer
dan Fukai (2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda selama 2 - 3
minggu pada kondisi cekaman kekeringan.
6
Indeks Luas Daun
Indeks luas daun (ILD) merupakan rasio antara total luas daun dengan
luas lahan yang tertutupi oleh tajuk tanaman. Konsep indeks luas daun (ILD)
dikemukakan sebagai salah satu penentu hasil biomassa suatu tanaman. Nilai
ILD bervariasi dari hari ke hari sebagai akibat variasi pola radiasi matahari
harian, serta bervariasi dari musim ke musim sebagai akibat perubahan kanopi
area tumbuh dan gugurnya daun.
Semakin tinggi radiasi yang diterima maka proses fotosintesis dapat
berlangsung secara optimal dan meningkatkan ILD padi yang berpengaruh pada
biomassa dan produksi. Indikator menurunnya pertumbuhan adalah indek luas
daun (ILD) yang berpengaruh terhadap biomassa.
Kerapatan tanaman yang tinggi per satuan luas membuat tajuk antar
tanaman saling menutupi satu sama lain dalam usaha untuk mendapatkan cahaya
matahari, akibatnya tanaman cenderung tumbuh tinggi. Dengan demikian indeks
luas daun (ILD) juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudjana (1993) yang menyatakan bahwa indeks luas daun (ILD) semakin tinggi
dengan semakin tingginya populasi tanaman per satuan luas.
Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Intersepsi radiasi matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang
dengan radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi radiasi matahari dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ILD dan populasi atau jarak tanam.
Intersepsi akan semakin meningkat dengan bertambah umur tanaman dan akan
menurun lagi di saat tanaman mencapai umur maksimum karena daun tanaman
mulai menguning sehingga luas permukaan daun mengecil serta daun mulai
rontok. Persentase maksimum dari intersepsi didapat dari populasi tanaman yang
rapat, jika terlalu lebar maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan berkurang
sehingga mengurangi bobot tanaman.Efisiensi penggunaan radiasi matahari
untuk tanaman pertanian berkisar 4 - 20% (Sitaniapessy 1985).
Mulsa
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan
untuk menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga
menekan kehilangan air dari permukaan tanah lalu mengurangi adanya
cekaman kekeringan (Herlina dan Sulistyono 1990).
7
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada lahan sawah milik petani yang terletak di
Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Penelitian berlangsung mulai akhir
bulan Mei sampai September 2012. Penulisan dan pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah:
a.
b.
c.
d.
Data pengamatan cuaca, yaitu suhu udara (T), kelembaban relatif (RH),
curah hujan (CH), kecepatan angin dan intensitas radiasi surya.
Data pertumbuhan tanaman padi, yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan dan
jumlah anakan produktif.
Data bobot kering padi
Data suhu udara 24 jam
Alat
a.
b.
c.
d.
e.
Data Logger Global Water II dengan pencatatan otomatis setiap 30 menit
Termometer bola kering dan bola basah
SPSS version 16.0
Microsoft Office Excel 2010
Microsoft Office Word 2010
Metode Pelaksanaan Penelitian
Cara pengumpulan data
Sebelum mengolah data dari masing-masing unsur cuaca dan parameter
yang diukur, terlebih dahulu mengidentifikasi faktor yang diamati dan metode
pengamatannya.
Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
1.
Pengamatan unsur cuaca
Pengamatan unsur cuaca seperti data suhu udara, kelembaban relatif,
curah hujan, kecepatan angin dan intensitas radiasi diukur menggunakan Data
Logger Global Water II setiap 30 menit selama 24 jam lalu data yang terekam
ditransfer ke notebook dan diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2010.
2.
Suhu udara untuk kalibrasi
Pengukuran suhu udara manual menggunakan termometer yang
diletakkan di tengah sawah diukur seminggu sekali selama 24 jam. Data
pengukuran manual ini akan digunakan sebagai pengkalibrasi data suhu
menggunakan data logger.
8
3.
Pengamatan komponen agronomi
Pengamatan komponen agronomi seperti data tinggi tanaman, jumlah
anakan, dan anakan produkif diamati setiap minggu pada tanaman sampel yang
sama yang telah diberi tanda dengan ajir. Sampel yang diamati pada setiap petak
terdiri dari tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari empat rumpun
tanaman padi. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun
terpanjang. Jumlah anakan padi merupakan jumlah total anakan padi baik yang
menghasilkan malai maupun yang tidak bermalai, sedangkan anakan produktif
yaitu, anakan yang menghasilkan malai.
4.
Berat tanaman kering
Pengukuran berat kering tanaman (BKT) pada penelitian ini dilakukan
secara destruktif setiap dua minggu mulai dari tanaman umur 0 HST (saat
ditanam) sampai 70 HST. Sampel yang diamati pada setiap anak petak terdiri
dari tiga rumpun tanaman padi. Tanaman sampel kemudian dibawa ke Balai
Besar Tanaman Padi Sukamandi untuk dikeringkan menggunakan oven dengan
suhu 60 ⁰C, setelah itu ditimbang bobotnya. Berat kering tanaman yang diamati
meliputi berat kering batang, daun, akar, dan malai padi.
5.
Luas daun
Sampel tanaman yang dibawa ke Balai Besar Tanaman Padi Sukamandi
juga diukur luas daunnya. Luas daun merupakan kumulatif dari semua daun
yang masih berwarna hijau dalam satu rumpun padi yang diamati. Daun yang
sudah mengering dimasukkan sebagai biomassa batang.
6.
Perkembangan tanaman
Fase perkembangan yang diamati adalah: semai–jumlah anakan
maksimum–primordia–keluar malai-pengisian bulir–pemasakan–panen. Kriteria
tercapainya suatu fase adalah apabila sekitar 50% tanaman dalam petak yang
diamati secara visual telah mencapai keadaan fase yang dimaksud. Deskripsi
yang dipakai untuk setiap fase adalah sebagai berikut:
Jumlah anakan maksimum dihitung dari jumlah anakan terbanyak yang
dihasilkan oleh tanaman.
Primordia. Fase primordia diamati dengan cara mengambil satu batang
(anakan) padi kemudian dilihat pada buku teratas jika sudah terdapat
kerucut putih yang berbentuk seperti kapas berarti tanaman padi sudah
masuk pada fase primordia.
Keluar malai. Tanaman padi dianggap masuk fase keluar malai jika 50%
tanaman padi dalam satu petak telah keluar malai.
Pengisian bulir padi. Ketika 50% bulir padi semua tanaman pada satu
petak telah terisi maka tanaman padi dianggap masuk pada fase
pengisian bulir padi.
Pemasakan. Fase pemasakan diamati ketika bulir padi mulai menguning.
Panen. Tanaman padi siap dipanen ketika 80% bulir padi telah
menguning.
Rancangan percobaan
Percobaan dilakukan berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK).
Perlakuan penelitian meliputi: (i) tiga varietas V (varietas lokal yang umum
dipakai petani sebagai kontrol V1, yaitu Ciherang, varietas alternatif V2, yaitu
Inpari 10 yang lebih tahan kekeringan, varietas alternatif V3, yaitu Inpari 13
yang berumur genjah); (ii) Waktu tanam P (mengikuti waktu tanam petani pada
9
hamparan lahan yang ada (P1) waktu tanam yang dimundurkan satu bulan
dengan perlakuan mulsa (P2) dan waktu tanam yang dimundurkan satu bulan
tanpa perlakuan mulsa (P3) sehingga tanaman kemungkinan akan terpapar pada
kondisi kekeringan. Pembagian petak, waktu tanam dan penempatan varietas
dapat terlihat pada (Gambar 3).
Analisis sidik ragam dilakukan dengan perangkat lunak SPSS16.
Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak kelompok dengan
model linear:
Yij = μ + ti + βj+εij; i = 1,2,3 dan j = 1,2,3
Dengan
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ = nilai rata-rata populasi
ti = pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh acak perlakuan ke-i kelompok ke-j
Tanam I (P1)
29 Mei 2012
1
2
3
1
2
3
1
2
3
drainase
Tanam II
menggunakan mulsa (P2)
( 24 Juni 2012)
Varietas (V)
1
2
3
1
2
3
1
2
Tanam II
tanpa mulsa (P3)
( 24 Juni 2012 )
Varietas (V)
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
d
r
a
i
n
a
s
e
Gambar 3 Pembagian petak, waktu tanam, dan penempatan varietas pada petak
Persiapan dan penanaman
Lahan yang akan digunakan untuk kegiatan penelitian untuk P1
berukuran 83 m x 15 m, sedangkan lahan P2 dan P3 berukuran 135 m x 28.5 m.
Penanaman tanam I dilakukan setelah umur persemaian 22 hari dengan sistem
tanam legowo 5 dan jarak tanam 30 x 30 cm.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan, yaitu Urea, TSP, dan Ponska. Pemupukan pada
setiap waktu tanam dilakukan dua kali, pemupukan pertama dilakukan pada 20
HST dengan dosis 50% Urea (30 Kg), 50% TSP (30 Kg), 50% Ponska (30 Kg),
sedangkan pemupukan kedua dilakukan pada 35 HST dengan dosis 50% Urea
(30 Kg), 0% TSP (0 Kg), 50% Ponska (30 Kg).
10
Analisis Data
Indeks luas daun
Indeks Luas Daun (ILD), menunjukkan rasio permukaan daun terhadap
luas tanah yang ditempati oleh tanaman, mengikuti persamaam berikut:
ILD = LD/A
2
LD = luas daun total (m )
A = luas lahan yang ditutupi daun(m2)
Karena pengukuran luas daun setiap dua minggu, maka data ILD juga
per dua minggu. Untuk mendapatkan data ILD per hari dicari dengan persamaan
polinomial antara ILD dengan umur tanaman.
Intersepsi radiasi oleh tajuk tanaman
Radiasi intersepsi oleh tajuk (Rint) dihitung untuk radiasi global,
mengikuti hukum Beer, yaitu:
Rint
= (1 - exp(-k x ILD)) x Rg
Rint
= radiasi global yang diintersepsi oleh tajuk (MJm-2 hari-1)
Rg
= radiasi global di atas tajuk tanaman (MJm-2hari-1)
ILD
= indeks luas daun
k
= koefesien pemadaman tajuk.
Nilai k yang digunakan adalah sebesar 0.5 karena nilai ini merupakan nilai yang
banyak digunakan dalam berbagai literatur (Yoshida 1981).
Efisiensi penggunaan radiasi matahari
Efisiensi penggunaan radiasi matahari (Radiation Use Efisiency = RUE)
untuk satu periode antara saat tanam sampai saat panen yang dihitung dengan
persamaan berikut:
RUE = ΔBKT / Σrint
ΔBKT = biomassa kering saat panen dikurangi biomassa kering saat tanam
(gm-2 ). Biomassa yang dihitung adalah biomassa yang berada di atas
tanah (above ground biomass).
ΣRint = total radiasi global yang diintersepsi oleh tajuk selama periode antara
saat tanam sampai saat panen (MJ m-2).
Produktivitas padi
Produktivitas padi diukur pada kadar air 14%. Untuk menghitung
produktivitas padi digunakan metode ubinan dengan luas 7.5 m x 7.5 m atau
sama dengan 120 rumpun padi. Gabah yang dihasilkan dari 120 rumpun padi
tersebut ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan Grain Moisture Meter.
Kemudian produktivitas padi dihitung dengan rumus ubinan:
P = 100-KAG x 160.000 rumpun x bobot 120 rumpun
100-14
120 rumpun
11
Atau
P = 100-KAG x 10.000 m2 x bobot gabah 120 rumpun
100-14
7.5 m2
P
= produktivitas padi (ton/ha)
KAG = kadar air gabah (%)
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah besarnya evapotranspirasi dari tanaman hipotetik
(teoritis), yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan yang ditetapkan
sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0.23 (Smith 1991 dalam
Weert 1994). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi secara teliti adalah
rumus Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan
dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Allen et al., 1998) yang
diuraikan sebagai berikut:
900
0.408 ΔRn G
u 2 es ea
273
T
ET
=
1 0.34u 2
ET
Rn
G
T
u2
es
ea
=
=
=
=
=
=
=
=
=
evapotranspirasi (mm/hari)
eadiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari)
kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari)
temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC)
kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s)
tekanan uap jenuh (kPa)
tekanan uap aktual (kPa)
kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC)
konstanta psychrometric (kPa/oC)
Thermal unit
Menurut Newman dan Blair (1969), Thermal Unit digunakan untuk
melihat hubungan antara laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan
akumulasi suhu rata-rata harian diatas suhu dasar yang bervariasi menurut jenis
tanaman.
TU =
TU
T mak
T min
Tb
(T mak T min)
Tb
2
= thermal unit
= suhu maksimum harian
= suhu minimum harian
= suhu dasar
12
Komponen hasil padi
Tanaman contoh untuk komponen hasil diambil pada saat tanaman siap
panen, setiap ulangan terdiri dari empat tanaman contoh (4 rumpun) dimana
setiap petak terdapat tiga ulangan. Komponen hasil yang diukur, yaitu: jumlah
malai 4 rumpun, bobot jerami kering oven 4 rumpun, bobot gabah 4 rumpun,
bobot gabah sub sampel, bobot gabah isi sub sampel, bobot gabah hampa sub
sampel, jumlah gabah isi sub sampel, jumlah gabah hampa sub sampel, bobot
akar kering sub sampel, bobot gabah 1000 butir, persentase gabah isi, persentase
gabah hampa dan jumlah gabah per malai.
Rumus bobot 1000 butir (KAG 14%):
BSB = 1000 x BGI x 100-3
GI
100-14
BSB = bobot 1000 butir (gram)
GI = jumlah gabah isi sub sampel (gram)
BGI = bobot gabah isi sub sampel (gram)
Rumus persentase gabah isi:
%GI = GI x 100
GI+GH
%GI = persentase gabah isi
GI = jumlah gabah isi sub sampel (butir)
GH = jumlah gabah hampa sub sampel (butir)
Rumus persentase gabah hampa:
%GH = _GH_ x 100
GI+GH
%GH = persentase gabah hampa
GI
= jumlah gabah isi sub sampel (butir)
GH
= jumlah gabah hampa sub sampel (butir)
Rumus jumlah gabah per malai:
JG
C
D
GI
GH
A
=
=
=
=
=
=
JG = C x GI+GH
D
A
jumlah gabah per malai (butir)
bobot gabah 4 rumpun (gram)
bobot gabah sub sampel (gram)
jumlah gabah isi sub sampel (butir)
jumlah gabah hampa sub sampel (butir)
jumlah malai 4 rumpun
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Secara umum, pada periode awal penelitian, yaitu pada waktu tanam P1
sudah jarang terjadi hujan dan semakin jarang pada periode pertengahan
percobaan. Kendala yang sangat rentan ditemukan pada tanam II, yaitu adanya
serangan hama penggerek batang dan tidak tersedianya air irigasi yang
menyebabkan tanah menjadi retak dan beberapa padi mati akibat kekeringan
(Gambar 4).
(4a)
(4b)
Gambar 4 Kondisi lahan tanam II saat terkena hama penggerek batang
(4a) dan kondisi padi yang terkena kekeringan (4b).
Hama yang menyerang padi saat penelitian berlangsung ketika tanaman
memasuki umur 33 HST atau saat terjadinya fase primordia. Varietas yang
banyak terserang hama pada tanam II, yaitu Inpari 10 dan Ciherang, tetapi dapat
ditanggulangi dengan baik karena pemeliharaan dilakukan secara intensif.
Kondisi Cuaca
Selama masa tanam P1 hanya terjadi hujan sebanyak 3 kali, pada tanggal
28 Mei 2012 sebanyak 0.3 mm, pada tanggal 8 Juni 2012 sebanyak 1.8 mm dan
hujan terakhir pada 9 Juni sebanyak 0.3 mm. Sampai akhir penelitian
(pertengahan bulan September) tidak terjadi hujan (Gambar 5).
Rata-rata suhu udara (T) harian selama penelitian adalah 25.7°C, dengan
nilai terkecil yang terukur adalah 23.7 °C dan terbesar 27.5 °C (Gambar 6).
Tanaka (1976) mengatakan bahwa suhu optimal untuk tanaman padi adalah 25 33 °C. Suhu merupakan faktor pembatas tanaman serta menentukan panjang
fase pertumbuhan. Bey (1991) juga menyatakan bahwa jika suhu melebihi suhu
maksimum yang dapat ditolerir tanaman akan mengakibatkan kerusakan pada
tanaman. Pada tanaman padi jika suhu melebihi 35 °C dapat mengakibatkan
kehampaan gabah.
14
Rata-rata kelembaban udara (RH) harian selama percobaan adalah 68%,
dengan nilai terkecil yang terukur adalah 48% dan terbesar 97% (Gambar 6).
Selama percobaan berlangsung, rata-rata radiasi global (Rg) harian adalah
19 MJ/m2/hari, dengan nilai terkecil yang terukur adalah 5.8 MJ/m2/hari pada
tanggal 5 Juni 2012 (Julian date 156) dan terbesar 23 MJ/m2/hari pada tanggal
12 September 2012 (Julian date 253). Pada awal percobaan, umumnya Rg lebih
fluktuatif akibat pengaruh awan (Gambar 7).
Kecepatan angin angin tertinggi adalah 1,12 m/s pada tanggal 27 Agustus
2012 (Julian date 237), dan kecepatan angin terendah adalah 0,01 m/s pada
tanggal 28 Mei 2012 (Julian date 148). Kecepatan angin rata – rata cenderung
naik dari awal hingga akhir penelitian (Gambar 7).
Gambar 5 Curah hujan harian di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea,
Indramayu
15
Gambar 6 Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban rata-rata udara
harian (merah).
Gambar 7 Radiasi Surya rata-rata harian (biru) dan kecepatan angin rata-rata
harian (merah).
Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman padi diindikasikan dengan perubahan dan
pertambahan tinggi tanaman serta jumlah anakan. Pada penelitian ini tinggi
tanaman dan jumlah anakan diamati setiap minggu mulai awal tanam hingga
tanaman siap dipanen.
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman dapat digolongkan, yaitu sangat rendah (kurang dari 70
cm), rendah (70-100 cm), sedang (101-130 cm), dan tinggi (131-160 cm).
Menurut pendapat Zaeny (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
ternyata tidak hanya ditentukan oleh pengaruh kualitas cahaya matahari, tetapi a
ditentukan juga oleh intensitas cahaya yang diserap tanaman. Pertumbuhan yang
kurang baik ditunjukkan oleh P2 karena pada saat itu tanaman kekurangan air
dan mendapat serangan hama terutama wereng.
16
Tabel 1 Perbandingan tinggi tanaman padi antar varietas
Waktu
Tanam
P1
Tinggi Tanaman (cm)
P2
P3
Ciherang
106a
70b
66ab
Inpari 10
112b
62a
62a
Inpari 13
115b
76b
72b
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% minggu terakhir sebelum panen.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan tinggi tanaman Inpari 10 dan
Inpari 13 berbeda nyata dengan Ciherang pada P1, lalu Ciherang dan Inpari 13
berbeda nyata dengan Inpari 10 saat P2 dan Inpari 13 berbeda nyata dengan
Inpari 10 pada P3 (Tabel 1).
Tabel 2 Perbandingan tinggi tanaman padi antar waktu tanam
Waktu
Tanam
Tinggi Tanaman (cm)
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
P1
106a
112b
115a
P2
70b
62a
76b
P3
66b
62a
72b
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5% minggu terakhir sebelum panen.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen
Hasil analisis sidik ragam perbandingan tinggi tanaman antar waktu
tanam menunjukkan ketiga varietas, yaitu Ciherang , Inpari 10 dan Inpari 13
pada P1 berbeda nyata dengan P2 dan P3. Inpari 13 pada saat P1 memiliki tinggi
tanaman paling tinggi sedangkan Inpari 10 pada P2 memiliki tinggi tanaman
paling rendah (Tabel 2). Dari ketiga varietas yang ditanam pada saat P1
semuanya memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada P2 dan P3.
Pertumbuhan tinggi tanaman (Gambar 8) yang paling baik adalah pada
waktu tanam P1. Hal ini diduga intensitas cahaya matahari yang masuk sangat
baik sehingga memudahkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis
sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Sebaliknya, pada P2terjadi
kekurangan air sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman padi.
17
Gambar 8 Tinggi tanaman pada waktu tanam PI (gambar atas), P2 (gambar
tengah), P3 (gambar bawah), untuk varietas Ciherang (berlian), Inpari 10
(kotak), Inpari 13 (segitiga ).
Terlihat dari grafik bahwa pertumbuhan tinggi tanaman PI semakin
meningkat sampai terjadi tinggi maksimum lalu mengalami konstan karena
alokasi produksi biomassa semuanya digunakan untuk gabah. Handoko (1994)
menyatakan setelah fase pembungaan, semua produksi biomassa dialokasikan ke
biji. Pada P2 sebaliknya tumbuhan terus mengalami pertumbuhan dikarenakan
jumlah anakan produktif yang sedikit terbentuk sehingga proses alokasi
biomassa tidak berpengaruh dalam pengisian biji.
18
Jumlah Anakan
Jumlah anakan merupakan jumlah seluruh anakan padi baik yang
menghasilkan malai maupun yang tidak menghasilkan malai.Jumlah bibit yang
ditanam memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun, semakin
banyak jumlah bibit yang ditanam per rumpun cenderung menghasilkan jumlah
anakan yang lebih banyak. Pertambahan jumlah anakan juga menjadi faktor
utama meningkatkan total luas daun dengan demikian juga akan meningkatkan
indeks luas daun (Handoko 1994).
Tabel 3 Perbandingan jumlah anakan padi antar varietas
Waktu Tanam
P1
Jumlah Anakan
P2
P3
Ciherang
17a
13a
12b
Inpari 10
18a
14ab
11a
Inpari 13
17a
15b
14c
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen.
Analisis sidik ragam jumlah anakan varietas Ciherang P1 dan P2
menunjukkan perbedaan nyata terhadap P3. Varietas Inpari 10 saat P2 berbeda
nyata dengan P1 dan P3 sedangkan varietas Inpari 13 berbeda nyata untuk ketiga
waktu tanam. Varietas Inpari 10 memiliki jumlah anakan yang paling banyak
saat P1 sekaligus paling sedikit saat P3 (Tabel 3).
Tabel 4 Perbandingan jumlah anakan padi antar waktu tanam
Waktu Tanam
Ciherang
Jumlah Anakan
Inpari 10
Inpari 13
P1
17a
18a
17a
P2
13a
14b
15a
P3
12a
11b
14a
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen .
Hasil sidik ragam jumlah anakan padimenunjukkan ketiga varietas tidak
berbeda nyata saat P1. Pada P2 dan P3, varietas Ciherang dan Inpari 13
memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap Inpari 10. Varietas Inpari 10
memiliki jumlah anakan paling banyak saat P1, sedangkan saat P2 dan P3
varietas Inpari 13 memiliki jumlah anakan yang paling banyak. Hal ini
dikarenakan Inpari 13 yang tahan terhadap kondisi kekeringan sehingga mampu
menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dibanding varietas lainnya. Dari tabel
dapat terlihat bahwa P1 yang merupakan kondisi normal memiliki jumlah
anakan terbanyak untuk ketiga varietas dibanding P2 da P3 (Tabel 4).
19
Pada grafik terlihat bahwa jumlah anakan terus meningkat sampai anakan
maksimum yang terjadi saat 39 HST pada P1 dan 41 HST pada P2 dan P3 lalu
mengalami penurunan sampai panen. Pada kondisi normal (PI) jumlah anakan
produktif Ciherang dan Inpari 13 adalah 17 batang, sedangkan Inpari 10
sebanyak 18 batang. Suprihatno et al. (2010) menyebutkan jumlah anakan
produktif untuk varietas Ciherang 14 – 17 batang, Inpari 10 berkisar 17 – 25
batang, dan Inpari 13 sebanyak 17 batang (Gambar 9).
Gambar 9 Jumlah anakan pada P1 (gambar atas), P2 (gambar tengah), dan P3
(gambar bawah) untuk varietas Ciherang (kotak), Inpari 10 (segitiga), dan Inpari
13 (berlian).
20
Jumlah Anakan Produktif
Jumlah anakan produktif merupakan jumlah anakan padi yang
menghasilkan malai. Pada P1, baik varietas Ciherang, Inpari 10 maupun Inpari
13, jumlah anakan cukup banyak. Pada tanaman yang mempunyai jumlah
anakan banyak, fotosintesis akan lebih banyak pada batas tertentu, sehingga
fotosintat yang dihasilkan menjadi banyak yang dapat mempengaruhi
pembentukan malai. Yos Sutiyoso (1999) menyatakan bahwa tanaman yang
cukup dalam melakukan proses fotosintesis akan memiliki perakaran yang
berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta pada akhirnya dapat
berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak.
Tabel 5 Perbandingan jumlah anakan produktif padi antar varietas
Waktu Tanam
P1
Jumlah Anakan Produktif
P2
P3
Ciherang
14a
9b
6b
Inpari 10
14a
7a
6b
Inpari 13
14a
8b
5a
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen .
Hasil sidik ragam menunjukkan ketiga varietas tidak memiliki pengaruh
berbeda nyata terhadap P1 tetapi memiliki perbedaan untuk P2 (Tabel 5).
Pada P2, varietas Inpari 10 dan Inpari 13 hanya menghasilkan jumlah anakan
produktif lebih sedikit dari Ciherang, hal ini karena kondisi lahan sawah yang
kekurangan air dan mengalami kekeringan sehingga pertumbuhan terganggu.
Selain itu, faktor lahan Ciherang yang lebih dahulu mendapat perlakuan mulsa
sehingga menghasilkan lebih banyak anakan produktif. Pada P3 terlihat
Ciherang dan Inpari 10 berbeda nyata dengan Inpari 13. Sebaliknya, pada P1,
ketiga varietas menghasilkan 14 anakan produktif dari total 17 anakan (Gambar
10).
21
Gambar 10 Jumlah anakan produktif pada waktu P1 (gambar atas), P2
(gambar tengah), dan P3 (gambar bawah) untuk varietas Ciherang (kotak), Inpari
10 (segitiga), dan Inpari 13 (berlian).
Perkembangan Tanaman
Pengamatan fase perkembangan dimulai sejak tanaman berada di
persemaian. Umur tanaman selama di persemaian sampai tanaman siap ditanam
saat P1 adalah 22 hari sedangkan saat P2 dan P3adalah 18 hari. Pembentukan
anakan dimulai sejak muncul anakan pertama sampai anakan maksimum.
Setelah anakan maksimum tercapai, sebagian anakan akan mati dan tidak
menghasilkan malai. Anakan tersebut dinamakan anakan tidak produktif.
22
Anakan maksimum pada P1untuk ketiga varietas terjadi pada saat 39 HST/61
HSS. Pada P2 anakan maksimum semua varietas juga terjadi pada saat tanaman
berumur 39 HST/57 HSS (Tabel 6).
Fase primordia tanaman padi dapat terjadi bersamaan, sebelum, atau
sesudah pembentukan anakan maksimum. Fase primordia pada penelitian ini
terjadi sebelum anakan maksimum.Varietas Inpari 13 masuk fase primordia
paling cepat, hal ini karena Inpari 13 merupakan varietas genjah lalu diikuti
Ciherang dan Inpari 10 (Tabel 6). Pada penelitian ini umur varietas Inpari 13
pada P1, P2 dan P3 sudah siap dipanen pada umur 99 hari dan 98 hari. Varietas
Ciherang dan Inpari 10 memiliki fase perkembangan yang hampir sama, kedua
varietas tersebut pada saat P1 memiliki umur panen sama, yaitu 102 hari
sedangkan saat P2 berumur 100 dan 102 hari (Tabel 6).
Tabel 6 Fase perkembangan tanaman tiga varietas padi pada tiga waktu tanam
Hari Setelah Semai (HSS)
Waktu
Tanam
PI
P2
P3
Ciherang
0
∑
Anakan
Max
61
55
73
80
90
102
Inpari 10
0
61
56
75
82
89
102
Inpari 13
0
61
53
70
75
84
99
Ciherang
0
57
54
70
77
87
100
Inpari 10
0
57
54
70
87
92
102
Inpari 13
0
57
53
68
75
83
98
Ciherang
0
60
53
69
76
91
101
Inpari 10
0
60
53
69
76
92
102
Inpari 13
0
60
53
69
74
86
100
Varietas
Semai
Primordia
Keluar
Malai
Pengisian
Bulir
Pemasakan
Panen
(masak)
Produktivitas dan Komponen Hasil
Produktivitas padi dihitung menggunakan metode ubinan dengan
mengambil luas 7.5 m2 atau sama dengan 120 rumpun padi. Analisis sidik ragam
perbandingan produktivitas antar waktu tanam menunjukkan perbedaan yang
nyata untuk semua varietas (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkanketiga
varietas memiliki produktivitas yang berbeda nyata saat P1 dan Inpari 13
memiliki produktivitas paling tinggi. Pada P2 dan P3, varietas Ciherang dan
Inpari 10 berbeda nyata dengan Inpari 13. Faktor yang mempengaruhi tingginya
produktivitas P1 diantaranya adalah kebutuhan air tanaman padi tercukupi serta
kondisi cuaca yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan padi.Analisis
sidik ragam bobot gabah 1000 butir memperlihatkan bahwa ketiga varietas
berbeda nyata saat P1 dan tidak berbeda nyata saat P2 dan P3 karena pada saat
tersebut dipengaruhi kondisi kekeringan yang sama. Pada persentase gabah
hampa P1, ketiga varietas tidak berbeda nyata dan Inpari 10 memiliki persentase
tertinggi.Jumlah gabah per malai ketiga varietas tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata padaP1 dan P2 tetapi berbeda nyata pada P3.
23
Tabel 7 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas
Komponen Hasil
Varietas
Waktu Tanam
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
Ciherang
P1
4.58a
4.74ab
4.97b
23.42b
Bobot Gabah 1000 Butir
Pada 14% (g)
Inpari 10
24.39b
16.09a
% Gabah Isi
Inpari 13
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
Ciherang
23.15a
76.64a
67.58a
72.57a
23.35a
16.57a
16.28a
12.19a
42.29b
85.59b
Produktivitas
P2
0.24a
0.20a
0.75b
11.92a
P3
0.05a
0.09a
0.26b
1.32a
3.06a
1,36a
3.62a
10.28ab
25.4b
96.38a
% Gabah Hampa
Inpari 10
32.4a
88.73a
90.29a
Inpari 13
27.4a
57.71a
81.02a
Ciherang
70.80a
81.69a
64.25a
Jumlah Gabah/Malai
Inpari 10
81.08a
62.58a
79.73ab
Inpari 13
83.96a
101.18a
99.14b
Keterangan : Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Inpari 13 merupakan varietas yang paling tahan terhadap kondisi
kekeringan dibandingkan Ciherang dan Inpari 10. Hal tersebut dapat dilihat dari
produktivitas Inpari 13 yang lebih tinggi dibandingkan Ciherang dan Inpari 10.
Pada kondisi normal atau tidak dalam kondisi kekeringan (P1), Ciherang dan
Inpari 10 memiliki produktivitas yang hampir sama dengan Inpari 13.
Hasil sidik ragam menunjukkan P1 memiliki produktivitas paling tinggi.
Faktor yang mempengaruhi tingginya produktivitas P1 diantaranya adalah
kebutuhan air tanaman padi tercukupi serta kondisi cuaca yang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan padi.
P3 memiliki produktivitas yang paling rendah, dimana varietas Ciherang
hanya memiliki produktivitas 0.05 ton/ha, varietas Inpari 10 hanya 0.09 ton/ha,
dan Inpari 13 memiliki produktivitas sebesar 0.26 ton/ha. Produktivitas yang
rendah tersebut karena P3 berada pada kondisi yang kering, dimana tanaman
sejak umur 8 HST-52 HST diairi air asin. Lalu, saat tanaman berumur 54 HST
sampai panen (84 HST), lahan sudah tidak diari air lagi. Kondisi tanaman yang
sangat kering ini mengakibatkan kehampaan gabah yang tinggi. Persentase
gabah hampa pada P3 untuk varietas Ciherang sebesar 94.57%, Inpari 10 sebesar
90.29%, dan Inpari 13 sebesar 74.6%. Selain kehampaan gabah yang tinggi,
kekeringan pada P2 dan P3 juga menurunkan bobot gabah 1000 butir ketiga
varietas.
24
Tabel 8 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar waktu tanam
Komponen Hasil
Produktivitas
Bobot Gabah 1000 Butir
Pada 14% (g)
% Gabah Isi
% Gabah Hampa
Jumlah Gabah/Malai
Waktu Tanam
Varietas
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
P1
4.58a
4.74a
4.97a
P2
0.24b
0.20b
0.75b
P3
0.05c
0.09c
0.26c
P1
23.42a
24.39a
23.15a
P2
11.92b
16.08b
16.57b
P3
1.32b
3.06b
1.36b
P1
76.64a
67.58a
72.57a
P2
16.28a
12.19a
42.29a
P3
3.62b
10.28b
25.4b
P1
23.35b
32.4b
27.4b
P2
85.59a
88.73b
57.71b
P3
96.38a
90.29a
81.02a
P1
81.08a
81.08a
83.96b
P2
81.69a
62.58b
101.18b
P3
64.25b
79.73b
99.14b
Keterangan : Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uj
PADI VARIETAS CIHERANG, INPARI 10 DAN INPARI 13
DIYAH KRISTI NINGRUM
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kekeringan
Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Diyah Kristi Ningrum
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 16 Januari 1991. Penulis
merupakan anak kedua dari 4 bersaudara pasangan Bapak Parjono dan Ibu Dra. Sri Sumilir.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2002 di SD Muhammadiyah 6
Palembang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 19 Palembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri 6 Palembang dan lulus
pada tahun 2008. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima
pada Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam beberapa organisasi seperti, Onigiri Japan
Club IPB pada tahun 2009, Tennis Club IPB pada tahun 2010 dan AIESEC IPB Expansion pada
tahun 2012. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan seminar nasional maupun luar
negeri. Terakhir, kegiatan penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sebagai
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dengan judul “Pengaruh Kekeringan Terhadap
Produktivitas Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13” di bawah bimbingan Dr Ir
Impron, MScAgr.
ABSTRACT
DIYAH KRISTI NINGRUM. Effect of Drought on Productivity of Rice Crop
Varieties Ciherang, Inpari 10 and Inpari 13. Supervised by IMPRON.
Rice production in planting season II is more susceptible to drought as wet
season may ended more quickly than season I. This problem can partly be solved by
planting rice varieties that are more resistant to drought and in combination with
mulching. This study was aimed to evaluate the effect of drought – as a result of
planting time differences – on the growth, development, and productivity of rice crop
varieties. Field experiments were conducted according to randomized block design
(RBD), applying three rice crop varieties (Ciherang, Inpari 10, and Inpari 13) and
three different planting times. Planting time I (P1) was normal planting time
(synchronously with farmers’ planting time), planting II was one month later than the
normal planting time with mulch (P2), and without mulch (P3). The results showed
all three varieties had the best productivity at the planting time I. Productivity (ton/ha)
of variety Ciherang at P1, P2, P3 respectively were 4.85, 0.24, and 0.05, variety
Inpari 10 were 4.74, 0.20, and 0.09; and variety Inpari 13 are 4.91, 0.75 and 0.26.
Keywords: ciherang, inpari 10, inpari 13, productivity
ABSTRAK
DIYAH KRISTI NINGRUM. Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas
Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13. Dibimbing oleh IMPRON.
Upaya pemenuhan konsumsi beras masyarakat melalui peningkatan
produksi padi dihadapkan pada permasalahan kekeringan yang terjadi pada
Musim Tanam II. Tanaman yang ditanam pada Musim Tanam II memiliki
kemungkinan untuk terkena kondisi kekeringan akibat musim hujan yang berakhir
lebih cepat dibandingkan dengan Musim Tanam I. Permasalahan ini dapat diatasi
dengan penggunaan varietas padi yang tahan terhadap kekeringan dan pemberian
mulsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kekeringan - sebagai
akibat perbedaan waktu tanam - terhadap pertumbuhan, perkembangan,
produktivitas pada tanaman padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13.
Pelaksanaannya dengan menguji dua macam perlakuan, yaitu varietas tanaman
yang terdiri atas tiga varietas padi dan waktu tanam terdiri atas tiga waktu tanam
yang disusun dengan rancangan acak kelompok (RAK) yang dilakukan dalam
bentuk percobaan lapangan. Waktu tanam I (P1) merupakan waktu tanam normal
(serentak dengan petani), waktu tanam II (P2) mundur satu bulan dari waktu
tanam normal dengan mulsa, dan waktu tanam II tanpa mulsa (P3) sehingga
tanaman padi cenderung rentan mengalami kekeringan. Hasil penelitian ini
menunjukkan ketiga varietas memiliki produktivitas paling baik pada waktu
tanam I, sebaliknya pada waktu tanam II menunjukkan hasil yang kurang baik.
Produktivitas (ton/ha) varietas Ciherang pada waktu P1, P2, P3 berturut-turut
yaitu 4.85, 0.24, dan 0.05, untuk varietas Inpari 10 yaitu 4.74, 0.20, dan 0.09, dan
terakhir varietas Inpari 13 yaitu 4.91, 0.75, dan 0.26.
Kata kunci: ciherang, inpari 10, inpari 13, produktivitas
PENGARUH KEKERINGAN TERHADAP PRODUKTIVITAS
PADI VARIETAS CIHERANG, INPARI 10 DAN INPARI 13
DIYAH KRISTI NINGRUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas
Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13.
: Diyah Kristi Ningrum
: G24080061
Disetujui oleh
Dr Ir Impron, MScAgr
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai
prasyarat dalam menyelesaikan perkuliahan. Judul yang dipilih oleh penulis
adalah Pengaruh Kekeringan Terhadap Produktivitas Padi Varietas Ciherang,
Inpari 10 dan Inpari 13.
Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini terutama
keluarga di Palembang yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis.
Bogor, Februari 2014
Diyah Kristi Ningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Kabupaten Indramayu
Karakteristik Padi
Pertumbuhan Padi
Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap Padi
Suhu udara
Curah hujan
Radiasi surya
Kelembaban relatif
Kecepatan angin
Kekeringan
Indeks Luas Daun
Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Mulsa
vii
vii
vii
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
5
6
6
6
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Data
Alat
Metode Pelaksana Penelitian
Cara pengumpulan data
Rancangan percobaan
Persiapan dan penanaman
Pemupukan
Analisis Data
Indeks luas daun
Intersepsi radiasi oleh tajuk tanaman
Efisiensi penggunaan radiasi matahari
Produktivitas padi
Evapotranspirasi
Thermal Unit
Komponen hasil padi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Kondisi Cuaca
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi tanaman
7
7
7
7
7
7
8
9
9
10
10
10
10
10
11
11
12
13
13
13
15
15
Jumlah anakan
Jumlah anakan produktif
Perkembangan Tanaman
Produktivitas dan Komponen Hasil
Indeks Luas Daun
Berat Kering Tanaman
Intersepsi Radiasi Surya
Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Evapotranspirasi
Thermal Unit
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
18
20
21
24
24
27
29
31
31
31
32
33
35
46
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan tinggi tanaman padi antar varietas
2 Perbandingan tinggi tanaman padi antar waktu tanam
3 Perbandingan jumlah anakan padi antar varietas
4 Perbandingan jumlah anakan padi antar waktu tanam
5 Perbandingan jumlah anakan produktif
6 Fase perkembangan tiga varietas padi pada tiga waktu tanam
7 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas
8 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas
9 Rata-rata nilai indeks luas daun tiga varietas padi
10 Berat kering tanaman pada tiga waktu tanam
11 Intersepsi radiasi surya kumulatif tiga varietas padi pada tiga waktu tanam
12 Perbandingan nilai rata-rata efisiensi penggunaan radiasi surya padi antar varietas
13 Nilai thermal unit tanaman padi
16
16
18
18
20
22
23
24
25
27
29
30
32
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Klimogram suhu udara dan curah hujan Kabupaten Indramayu
2
Tanaman padi
3
Pembagian petak, waktu tanam, dan penempatan varietas pada petak
10
Kondisi lahan tanam II
13
Curah hujan harian di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea, Indramayu
14
Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban udara rata-rata harian (merah)
15
Radiasi surya rata-rata harian (biru) dan kecepatan angin rata-rata harian (merah)
15
Tinggi tanaman PI (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3
17
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
9 Jumlah anakan
19
10 Jumlah anakan produktif
20
11 Indeks luas daun P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3
26
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
12 Berat kering tanaman P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 28
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
13 Intersepsi radiasi surya P1 (waktu tanam I), P2 (waktu tanam II dengan mulsa) dan P3 30
(waktu tanam II tanpa mulsa) untuk varietas Ciherang, Inpari 10, Inpari 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas padi
2 Data cuaca selama penelitian
3 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam I (P1)
4 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam II dengan mulsa (P2)
5 Dokumentasi pengamatan lapangan tanam II tanpa mulsa (P3)
35
38
41
43
45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok dan dikonsumsi oleh hampir 95%
penduduk Indonesia (Suryana 2004), namun produksi beras sampai sekarang
masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri. Jumlah penduduk
Indonesia yang semakin banyak mengakibatkan permintaan terhadap beras
sebagai bahan pangan pokok semakin meningkat. Menurut data BPS tahun 2011,
konsumsi beras di Indonesia mencapai 139 kg per kapita per tahun. Berdasarkan
data di atas sektor pertanian dituntut agar dapat meningkatkan produksi padi
untuk memenuhi kebutuhan pangan di masa yang akan datang. Pada tahun
2012, Kementerian Pertanian menargetkan produksi beras mencapai 41 juta ton
atau setara 74.1 juta ton gabah kering giling dan pada tahun 2014 Indonesia
diharapkan mencapai swasembada.
Upaya peningkatan produksi padi tidak boleh terganggu, meskipun
diketahui bahwa kapasitas pasokan air irigasi terus mengalami penurunan akibat
pergeseran musim dan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim, seperti EINino dan La-Nina, juga menjadi penyebab gagal panen di beberapa wilayah
Indonesia (IPCC 2007). Tschirley (2007) memperkirakan penurunan hasil pada
tanaman padi dapat mencapai lebih dari 20% apabila peningkatan suhu
meningkat sampai 5 °C. Untuk menyikapi keadaan ini, sistem produksi padi
perlu penyesuaian. Penggunaan varietas padi yang berumur genjah berpotensi
mengurangi konsumsi air total karena berkurangnya air irigasi dan menurunnya
akumulasi volume pemberian air (IRRI 1995).
Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki
lahan sawah irigasi luas. Sebagian besar penduduk Indramayu memanfaatkan
lahan irigasi tersebut untuk budidaya tanaman padi. Yoshida et al. (1976)
menyatakan apabila pengelolaan tanaman tepat, hasil padi musim kemarau akan
lebih baik dari musim hujan. Intensitas radiasi surya yang lebih tinggi pada
musim kemarau, serta ketersediaan air cukup dapat meningkatkan produksi padi.
Menurut Oldeman et al. (1986) pada kondisi pasokan air yang cukup dan tidak
terjadi cekaman biologis, potensi hasil padi ditentukan oleh kondisi peubah
atmosfer seperti suhu dan intensitas radiasi surya. Akan tetapi, pada musim
kemarau ketersediaan air sering menjadi kendala bagi petani. Pada musim
kemarau tanaman padi sering mengalami kekeringan. Hal tersebut dapat
menurunkan produksi padi bahkan menyebabkan gagal panen.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui ketahanan varietas padi Ciherang,
Inpari 10 dan Inpari 13 terhadap kekeringan dan menganalisis produktivitas padi
dengan pemberian mulsa pada waktu tanam yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang letaknya berada pada jalur pantai utara Pulau Jawa. Dilihat dari letak
astronomis, Kabupaten Indramayu terletak pada 107°52’- 108°36’ Bujur Timur
dan 6°15’ - 6°40’ Lintang Selatan. Menurut klasifikasi iklim Oldeman,
Kabupaten Indramayu termasuk ke dalam tipe D (iklim sedang). Rata-rata curah
hujan selama setahun adalah 124 mm/tahun. Bulan basah (Januari-Februari)
dengan curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 200 mm/bulan, sedangkan bulan
kering (Juli-Desember) dengan curah hujan rata-rata bulanan kurang dari 100
mm/bulan. Grafik klimogram (Gambar 1) menunjukkan suhu udara harian
berkisar 26 - 27 ⁰C. Secara hidrologi, sumber air yang terdapat di Kabupaten
Indramayu meliputi air permukaan dan air tanah. Air permukaan berupa sungai
dan air genangan yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS), sedangkan air
tanah tertekan yang dieksploitasi melalui sumur-sumur pompa.
Gambar 1 Klimogram suhu udara (garis hijau) dan curah hujan (batang merah)
Kabupaten Indramayu (sumber: Balai Data Dan Informasi SDA 2010)
3
Karakteristik Padi
Tanaman padi (Gambar 2) termasuk golongan rumput-rumputan dan
termasuk tanaman semusim. Padi terdiri atas 25 spesies yang salah satunya
adalah Oryza sativa L. yang tumbuh dan berkembang secara luas di daerah
beriklim tropis dan subtropis (Haryadi 2006). Kedudukan tanaman padi (Oryza
sativa L.) dalam taksonomi adalah:
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Monocotyledonae
: Graminales
: Gramiaceae
: Oryza
: Oryza sativa L.
Gambar 2 Tanaman padi (sumber: dokumen pribadi)
Pertumbuhan Padi
Menurut Wiliams (1975) perkembangan padi dibagi ke dalam tiga fase,
yaitu:
Fase vegetatif (awal pertumbuhan
sampai pembentukan bakal
malai/primordial) merupakan fase pertumbuhan organ vegetatif, seperti
pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot, dan luas
daun. Lamanya berkisar antara 25 - 65 hari.
Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas
batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak
reproduktif), munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi
primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading (keluarnya
bunga atau malai) dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan
ruas batang yang berlanjut terus sampai berbunga. Di daerah tropis
kebanyakan varietas padi umumnya memiliki lama fase reproduktif
selama 35 hari.
4
Fase pematangan terjadi pengisian dan pematangan biji dimulai sejak
malai berbunga. Selain itu, terjadi peningkatan berat jerami, lamanya
fase ini antara 25 dan 35 hari.
Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap Padi
Suhu udara
Padi (Oryza sativa L.) dapat tumbuh baik pada lingkungan yang
berhawa panas dan banyak mengandung uap air, yaitu di daerah tropis dan
subtropis. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 1500 m di atas permukaan
laut dengan kisaran suhu selama pertumbuhan 19 - 29 °C, dan memerlukan
penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Pengaruh suhu pada pertumbuhan
tanaman bervariasi tergantung pada tahap pertumbuhan tanaman. Fase yang
paling peka pada suhu rendah pada tanaman padi, yaitu pada saat 14 sampai 17
hari sebelum bunting.
Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi padi
berbeda-beda pada setiap fase pertumbuhannya. Suhu pada fase perkecambahan
adalah 22 - 31 °C, perkembangan akar 25 - 28 °C, pembentukan anakan 25 - 31
°C, inisiasi bunga 24 - 29 °C, antesis 30 °C, pemasakan biji 20 - 25 °C, fase
reproduktif 22 - 31 °C, dan jumlah malai menurun dengan meningkatnya suhu.
Suhu yang rendah pada saat tanaman berbunga menyebabkan akar tanaman
akan terganggu, sehingga dapat mengganggu serapan hara dari dalam tanah.
Suhu optimum berbeda pada saat siang dan malam hari, suhu optimum selama
15 hari sesudah berbunga merata adalah 29 °C pada siang dan 19 °C pada
malam hari (Yoshida 1981).
Curah hujan
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan padi adalah 200 mm perbulan
dengan distribusi selama empat bulan (Bey dan Las 1991). Curah hujan yang
rendah selama masa pertumbuhan akan menurunkan hasil. Riset IRRI
menunjukkan bahwa distribusi curah hujan juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hasil, bahkan pada daerah dengan curah hujan tahunan 2000 mm
(IRRI 1995).
Radiasi surya
Radiasi surya merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan
tanaman dan sangat mempengaruhi suhu dan evapotranspirasi. Yoshida (1981)
menyatakan bahwa apabila terjadi kekurangan radiasi surya pada tanaman padi
pada fase reproduktif dapat mengurangi jumlah gabah. Pada stadia pemasakan
gabah dapat mengurangi persentase gabah isi sehingga secara keseluruhannya
dapat mengurangi hasil tanaman. Dalam (Bey 1991) pengaruh radiasi surya pada
tanaman dapat dikelompokkan menjadi proses foto energi, yaitu fotosintesis dan
proses fotostimulus, yaitu proses penggerakan dan proses pembentukan
(pemanjangan batang, perluasan daun, dan pembentukan pigmen).
5
Tanaman menggunakan radiasi surya untuk melangsungkan fotosintesis
pada spektrum 400 - 700 nm yang dikenal dengan PAR (Photosynthetically
Active Radiation). Pada umumnya laju pertumbuhan tanaman akan meningkat
dengan makin tinggi intensitas radiasi surya dalam kisaran tersebut. Di
Indonesia intensitas radiasi diterima relatif rendah, antara 340 - 450 kal cm2
hari-1, namun radiasi surya yang rendah tidak membatasi hasil padi, dan radiasi
yang tinggi di daerah savana justru menurunkan hasil karena adanya cekaman
air. Radiasi surya yang tinggi tidak diinginkan untuk produksi padi di daerah
bercurah hujan rendah.
Kelembaban relatif
Kisaran kelembaban optimum adalah 50 - 90%. Di Indonesia yang
beriklim tropis tanah basah, kelembaban tidak merupakan kendala bagi usaha
peningkatan produksi padi. Tetapi di dataran tinggi kelembaban lebih dari 95%
dapat menyebabkan agregasi tepung sari dan ini dapat mengganggu
penyerbukan (Fagi 1982).
Kecepatan angin
Angin mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi
tanaman melalui pertukaran bahang, uap air dan CO2 antara tanaman dan
lingkungannya. Disamping itu, angin mempunyai dampak bagi tanaman melalui
proses transpirasi dan persarian (Bey dan Las 1991). Menurut Chang (1986)
kecepatan angin yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pertumbuhan
tanaman dan secara mekanis dapat merusak daun-daun sehingga terjadi
penurunan fotosintesis dan translokasi hasil fotosintesis. Angin juga
berpengaruh terhadap laju evapotranspirasi.
Kekeringan
Menurut Yoshida (1981) padi membutuhkan air sebanyak 180 - 300
mm/bulan agar dapat berproduksi dengan baik. Pertumbuhan daun merupakan
proses fisiologi pertama yang dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Cekaman
kekeringan menurunkan jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik, bobot
kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman dan transpirasi (Farooq, et al.
2010). Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain
penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya
pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida
1981).
Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman
kekeringan terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam
waktu tidak lama setelah pengairan dilakukan, akan lebih sedikit terpengaruh
cekaman kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer
dan Fukai (2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda selama 2 - 3
minggu pada kondisi cekaman kekeringan.
6
Indeks Luas Daun
Indeks luas daun (ILD) merupakan rasio antara total luas daun dengan
luas lahan yang tertutupi oleh tajuk tanaman. Konsep indeks luas daun (ILD)
dikemukakan sebagai salah satu penentu hasil biomassa suatu tanaman. Nilai
ILD bervariasi dari hari ke hari sebagai akibat variasi pola radiasi matahari
harian, serta bervariasi dari musim ke musim sebagai akibat perubahan kanopi
area tumbuh dan gugurnya daun.
Semakin tinggi radiasi yang diterima maka proses fotosintesis dapat
berlangsung secara optimal dan meningkatkan ILD padi yang berpengaruh pada
biomassa dan produksi. Indikator menurunnya pertumbuhan adalah indek luas
daun (ILD) yang berpengaruh terhadap biomassa.
Kerapatan tanaman yang tinggi per satuan luas membuat tajuk antar
tanaman saling menutupi satu sama lain dalam usaha untuk mendapatkan cahaya
matahari, akibatnya tanaman cenderung tumbuh tinggi. Dengan demikian indeks
luas daun (ILD) juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudjana (1993) yang menyatakan bahwa indeks luas daun (ILD) semakin tinggi
dengan semakin tingginya populasi tanaman per satuan luas.
Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Intersepsi radiasi matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang
dengan radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi radiasi matahari dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ILD dan populasi atau jarak tanam.
Intersepsi akan semakin meningkat dengan bertambah umur tanaman dan akan
menurun lagi di saat tanaman mencapai umur maksimum karena daun tanaman
mulai menguning sehingga luas permukaan daun mengecil serta daun mulai
rontok. Persentase maksimum dari intersepsi didapat dari populasi tanaman yang
rapat, jika terlalu lebar maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan berkurang
sehingga mengurangi bobot tanaman.Efisiensi penggunaan radiasi matahari
untuk tanaman pertanian berkisar 4 - 20% (Sitaniapessy 1985).
Mulsa
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan
untuk menekan evapotranspirasi, menurunkan suhu udara dan tanah sehingga
menekan kehilangan air dari permukaan tanah lalu mengurangi adanya
cekaman kekeringan (Herlina dan Sulistyono 1990).
7
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada lahan sawah milik petani yang terletak di
Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Penelitian berlangsung mulai akhir
bulan Mei sampai September 2012. Penulisan dan pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah:
a.
b.
c.
d.
Data pengamatan cuaca, yaitu suhu udara (T), kelembaban relatif (RH),
curah hujan (CH), kecepatan angin dan intensitas radiasi surya.
Data pertumbuhan tanaman padi, yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan dan
jumlah anakan produktif.
Data bobot kering padi
Data suhu udara 24 jam
Alat
a.
b.
c.
d.
e.
Data Logger Global Water II dengan pencatatan otomatis setiap 30 menit
Termometer bola kering dan bola basah
SPSS version 16.0
Microsoft Office Excel 2010
Microsoft Office Word 2010
Metode Pelaksanaan Penelitian
Cara pengumpulan data
Sebelum mengolah data dari masing-masing unsur cuaca dan parameter
yang diukur, terlebih dahulu mengidentifikasi faktor yang diamati dan metode
pengamatannya.
Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
1.
Pengamatan unsur cuaca
Pengamatan unsur cuaca seperti data suhu udara, kelembaban relatif,
curah hujan, kecepatan angin dan intensitas radiasi diukur menggunakan Data
Logger Global Water II setiap 30 menit selama 24 jam lalu data yang terekam
ditransfer ke notebook dan diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2010.
2.
Suhu udara untuk kalibrasi
Pengukuran suhu udara manual menggunakan termometer yang
diletakkan di tengah sawah diukur seminggu sekali selama 24 jam. Data
pengukuran manual ini akan digunakan sebagai pengkalibrasi data suhu
menggunakan data logger.
8
3.
Pengamatan komponen agronomi
Pengamatan komponen agronomi seperti data tinggi tanaman, jumlah
anakan, dan anakan produkif diamati setiap minggu pada tanaman sampel yang
sama yang telah diberi tanda dengan ajir. Sampel yang diamati pada setiap petak
terdiri dari tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari empat rumpun
tanaman padi. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun
terpanjang. Jumlah anakan padi merupakan jumlah total anakan padi baik yang
menghasilkan malai maupun yang tidak bermalai, sedangkan anakan produktif
yaitu, anakan yang menghasilkan malai.
4.
Berat tanaman kering
Pengukuran berat kering tanaman (BKT) pada penelitian ini dilakukan
secara destruktif setiap dua minggu mulai dari tanaman umur 0 HST (saat
ditanam) sampai 70 HST. Sampel yang diamati pada setiap anak petak terdiri
dari tiga rumpun tanaman padi. Tanaman sampel kemudian dibawa ke Balai
Besar Tanaman Padi Sukamandi untuk dikeringkan menggunakan oven dengan
suhu 60 ⁰C, setelah itu ditimbang bobotnya. Berat kering tanaman yang diamati
meliputi berat kering batang, daun, akar, dan malai padi.
5.
Luas daun
Sampel tanaman yang dibawa ke Balai Besar Tanaman Padi Sukamandi
juga diukur luas daunnya. Luas daun merupakan kumulatif dari semua daun
yang masih berwarna hijau dalam satu rumpun padi yang diamati. Daun yang
sudah mengering dimasukkan sebagai biomassa batang.
6.
Perkembangan tanaman
Fase perkembangan yang diamati adalah: semai–jumlah anakan
maksimum–primordia–keluar malai-pengisian bulir–pemasakan–panen. Kriteria
tercapainya suatu fase adalah apabila sekitar 50% tanaman dalam petak yang
diamati secara visual telah mencapai keadaan fase yang dimaksud. Deskripsi
yang dipakai untuk setiap fase adalah sebagai berikut:
Jumlah anakan maksimum dihitung dari jumlah anakan terbanyak yang
dihasilkan oleh tanaman.
Primordia. Fase primordia diamati dengan cara mengambil satu batang
(anakan) padi kemudian dilihat pada buku teratas jika sudah terdapat
kerucut putih yang berbentuk seperti kapas berarti tanaman padi sudah
masuk pada fase primordia.
Keluar malai. Tanaman padi dianggap masuk fase keluar malai jika 50%
tanaman padi dalam satu petak telah keluar malai.
Pengisian bulir padi. Ketika 50% bulir padi semua tanaman pada satu
petak telah terisi maka tanaman padi dianggap masuk pada fase
pengisian bulir padi.
Pemasakan. Fase pemasakan diamati ketika bulir padi mulai menguning.
Panen. Tanaman padi siap dipanen ketika 80% bulir padi telah
menguning.
Rancangan percobaan
Percobaan dilakukan berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK).
Perlakuan penelitian meliputi: (i) tiga varietas V (varietas lokal yang umum
dipakai petani sebagai kontrol V1, yaitu Ciherang, varietas alternatif V2, yaitu
Inpari 10 yang lebih tahan kekeringan, varietas alternatif V3, yaitu Inpari 13
yang berumur genjah); (ii) Waktu tanam P (mengikuti waktu tanam petani pada
9
hamparan lahan yang ada (P1) waktu tanam yang dimundurkan satu bulan
dengan perlakuan mulsa (P2) dan waktu tanam yang dimundurkan satu bulan
tanpa perlakuan mulsa (P3) sehingga tanaman kemungkinan akan terpapar pada
kondisi kekeringan. Pembagian petak, waktu tanam dan penempatan varietas
dapat terlihat pada (Gambar 3).
Analisis sidik ragam dilakukan dengan perangkat lunak SPSS16.
Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak kelompok dengan
model linear:
Yij = μ + ti + βj+εij; i = 1,2,3 dan j = 1,2,3
Dengan
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ = nilai rata-rata populasi
ti = pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh acak perlakuan ke-i kelompok ke-j
Tanam I (P1)
29 Mei 2012
1
2
3
1
2
3
1
2
3
drainase
Tanam II
menggunakan mulsa (P2)
( 24 Juni 2012)
Varietas (V)
1
2
3
1
2
3
1
2
Tanam II
tanpa mulsa (P3)
( 24 Juni 2012 )
Varietas (V)
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
d
r
a
i
n
a
s
e
Gambar 3 Pembagian petak, waktu tanam, dan penempatan varietas pada petak
Persiapan dan penanaman
Lahan yang akan digunakan untuk kegiatan penelitian untuk P1
berukuran 83 m x 15 m, sedangkan lahan P2 dan P3 berukuran 135 m x 28.5 m.
Penanaman tanam I dilakukan setelah umur persemaian 22 hari dengan sistem
tanam legowo 5 dan jarak tanam 30 x 30 cm.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan, yaitu Urea, TSP, dan Ponska. Pemupukan pada
setiap waktu tanam dilakukan dua kali, pemupukan pertama dilakukan pada 20
HST dengan dosis 50% Urea (30 Kg), 50% TSP (30 Kg), 50% Ponska (30 Kg),
sedangkan pemupukan kedua dilakukan pada 35 HST dengan dosis 50% Urea
(30 Kg), 0% TSP (0 Kg), 50% Ponska (30 Kg).
10
Analisis Data
Indeks luas daun
Indeks Luas Daun (ILD), menunjukkan rasio permukaan daun terhadap
luas tanah yang ditempati oleh tanaman, mengikuti persamaam berikut:
ILD = LD/A
2
LD = luas daun total (m )
A = luas lahan yang ditutupi daun(m2)
Karena pengukuran luas daun setiap dua minggu, maka data ILD juga
per dua minggu. Untuk mendapatkan data ILD per hari dicari dengan persamaan
polinomial antara ILD dengan umur tanaman.
Intersepsi radiasi oleh tajuk tanaman
Radiasi intersepsi oleh tajuk (Rint) dihitung untuk radiasi global,
mengikuti hukum Beer, yaitu:
Rint
= (1 - exp(-k x ILD)) x Rg
Rint
= radiasi global yang diintersepsi oleh tajuk (MJm-2 hari-1)
Rg
= radiasi global di atas tajuk tanaman (MJm-2hari-1)
ILD
= indeks luas daun
k
= koefesien pemadaman tajuk.
Nilai k yang digunakan adalah sebesar 0.5 karena nilai ini merupakan nilai yang
banyak digunakan dalam berbagai literatur (Yoshida 1981).
Efisiensi penggunaan radiasi matahari
Efisiensi penggunaan radiasi matahari (Radiation Use Efisiency = RUE)
untuk satu periode antara saat tanam sampai saat panen yang dihitung dengan
persamaan berikut:
RUE = ΔBKT / Σrint
ΔBKT = biomassa kering saat panen dikurangi biomassa kering saat tanam
(gm-2 ). Biomassa yang dihitung adalah biomassa yang berada di atas
tanah (above ground biomass).
ΣRint = total radiasi global yang diintersepsi oleh tajuk selama periode antara
saat tanam sampai saat panen (MJ m-2).
Produktivitas padi
Produktivitas padi diukur pada kadar air 14%. Untuk menghitung
produktivitas padi digunakan metode ubinan dengan luas 7.5 m x 7.5 m atau
sama dengan 120 rumpun padi. Gabah yang dihasilkan dari 120 rumpun padi
tersebut ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan Grain Moisture Meter.
Kemudian produktivitas padi dihitung dengan rumus ubinan:
P = 100-KAG x 160.000 rumpun x bobot 120 rumpun
100-14
120 rumpun
11
Atau
P = 100-KAG x 10.000 m2 x bobot gabah 120 rumpun
100-14
7.5 m2
P
= produktivitas padi (ton/ha)
KAG = kadar air gabah (%)
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah besarnya evapotranspirasi dari tanaman hipotetik
(teoritis), yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan yang ditetapkan
sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0.23 (Smith 1991 dalam
Weert 1994). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi secara teliti adalah
rumus Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan
dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Allen et al., 1998) yang
diuraikan sebagai berikut:
900
0.408 ΔRn G
u 2 es ea
273
T
ET
=
1 0.34u 2
ET
Rn
G
T
u2
es
ea
=
=
=
=
=
=
=
=
=
evapotranspirasi (mm/hari)
eadiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari)
kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari)
temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC)
kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s)
tekanan uap jenuh (kPa)
tekanan uap aktual (kPa)
kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC)
konstanta psychrometric (kPa/oC)
Thermal unit
Menurut Newman dan Blair (1969), Thermal Unit digunakan untuk
melihat hubungan antara laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan
akumulasi suhu rata-rata harian diatas suhu dasar yang bervariasi menurut jenis
tanaman.
TU =
TU
T mak
T min
Tb
(T mak T min)
Tb
2
= thermal unit
= suhu maksimum harian
= suhu minimum harian
= suhu dasar
12
Komponen hasil padi
Tanaman contoh untuk komponen hasil diambil pada saat tanaman siap
panen, setiap ulangan terdiri dari empat tanaman contoh (4 rumpun) dimana
setiap petak terdapat tiga ulangan. Komponen hasil yang diukur, yaitu: jumlah
malai 4 rumpun, bobot jerami kering oven 4 rumpun, bobot gabah 4 rumpun,
bobot gabah sub sampel, bobot gabah isi sub sampel, bobot gabah hampa sub
sampel, jumlah gabah isi sub sampel, jumlah gabah hampa sub sampel, bobot
akar kering sub sampel, bobot gabah 1000 butir, persentase gabah isi, persentase
gabah hampa dan jumlah gabah per malai.
Rumus bobot 1000 butir (KAG 14%):
BSB = 1000 x BGI x 100-3
GI
100-14
BSB = bobot 1000 butir (gram)
GI = jumlah gabah isi sub sampel (gram)
BGI = bobot gabah isi sub sampel (gram)
Rumus persentase gabah isi:
%GI = GI x 100
GI+GH
%GI = persentase gabah isi
GI = jumlah gabah isi sub sampel (butir)
GH = jumlah gabah hampa sub sampel (butir)
Rumus persentase gabah hampa:
%GH = _GH_ x 100
GI+GH
%GH = persentase gabah hampa
GI
= jumlah gabah isi sub sampel (butir)
GH
= jumlah gabah hampa sub sampel (butir)
Rumus jumlah gabah per malai:
JG
C
D
GI
GH
A
=
=
=
=
=
=
JG = C x GI+GH
D
A
jumlah gabah per malai (butir)
bobot gabah 4 rumpun (gram)
bobot gabah sub sampel (gram)
jumlah gabah isi sub sampel (butir)
jumlah gabah hampa sub sampel (butir)
jumlah malai 4 rumpun
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Secara umum, pada periode awal penelitian, yaitu pada waktu tanam P1
sudah jarang terjadi hujan dan semakin jarang pada periode pertengahan
percobaan. Kendala yang sangat rentan ditemukan pada tanam II, yaitu adanya
serangan hama penggerek batang dan tidak tersedianya air irigasi yang
menyebabkan tanah menjadi retak dan beberapa padi mati akibat kekeringan
(Gambar 4).
(4a)
(4b)
Gambar 4 Kondisi lahan tanam II saat terkena hama penggerek batang
(4a) dan kondisi padi yang terkena kekeringan (4b).
Hama yang menyerang padi saat penelitian berlangsung ketika tanaman
memasuki umur 33 HST atau saat terjadinya fase primordia. Varietas yang
banyak terserang hama pada tanam II, yaitu Inpari 10 dan Ciherang, tetapi dapat
ditanggulangi dengan baik karena pemeliharaan dilakukan secara intensif.
Kondisi Cuaca
Selama masa tanam P1 hanya terjadi hujan sebanyak 3 kali, pada tanggal
28 Mei 2012 sebanyak 0.3 mm, pada tanggal 8 Juni 2012 sebanyak 1.8 mm dan
hujan terakhir pada 9 Juni sebanyak 0.3 mm. Sampai akhir penelitian
(pertengahan bulan September) tidak terjadi hujan (Gambar 5).
Rata-rata suhu udara (T) harian selama penelitian adalah 25.7°C, dengan
nilai terkecil yang terukur adalah 23.7 °C dan terbesar 27.5 °C (Gambar 6).
Tanaka (1976) mengatakan bahwa suhu optimal untuk tanaman padi adalah 25 33 °C. Suhu merupakan faktor pembatas tanaman serta menentukan panjang
fase pertumbuhan. Bey (1991) juga menyatakan bahwa jika suhu melebihi suhu
maksimum yang dapat ditolerir tanaman akan mengakibatkan kerusakan pada
tanaman. Pada tanaman padi jika suhu melebihi 35 °C dapat mengakibatkan
kehampaan gabah.
14
Rata-rata kelembaban udara (RH) harian selama percobaan adalah 68%,
dengan nilai terkecil yang terukur adalah 48% dan terbesar 97% (Gambar 6).
Selama percobaan berlangsung, rata-rata radiasi global (Rg) harian adalah
19 MJ/m2/hari, dengan nilai terkecil yang terukur adalah 5.8 MJ/m2/hari pada
tanggal 5 Juni 2012 (Julian date 156) dan terbesar 23 MJ/m2/hari pada tanggal
12 September 2012 (Julian date 253). Pada awal percobaan, umumnya Rg lebih
fluktuatif akibat pengaruh awan (Gambar 7).
Kecepatan angin angin tertinggi adalah 1,12 m/s pada tanggal 27 Agustus
2012 (Julian date 237), dan kecepatan angin terendah adalah 0,01 m/s pada
tanggal 28 Mei 2012 (Julian date 148). Kecepatan angin rata – rata cenderung
naik dari awal hingga akhir penelitian (Gambar 7).
Gambar 5 Curah hujan harian di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea,
Indramayu
15
Gambar 6 Suhu udara rata-rata harian (biru) dan kelembaban rata-rata udara
harian (merah).
Gambar 7 Radiasi Surya rata-rata harian (biru) dan kecepatan angin rata-rata
harian (merah).
Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman padi diindikasikan dengan perubahan dan
pertambahan tinggi tanaman serta jumlah anakan. Pada penelitian ini tinggi
tanaman dan jumlah anakan diamati setiap minggu mulai awal tanam hingga
tanaman siap dipanen.
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman dapat digolongkan, yaitu sangat rendah (kurang dari 70
cm), rendah (70-100 cm), sedang (101-130 cm), dan tinggi (131-160 cm).
Menurut pendapat Zaeny (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
ternyata tidak hanya ditentukan oleh pengaruh kualitas cahaya matahari, tetapi a
ditentukan juga oleh intensitas cahaya yang diserap tanaman. Pertumbuhan yang
kurang baik ditunjukkan oleh P2 karena pada saat itu tanaman kekurangan air
dan mendapat serangan hama terutama wereng.
16
Tabel 1 Perbandingan tinggi tanaman padi antar varietas
Waktu
Tanam
P1
Tinggi Tanaman (cm)
P2
P3
Ciherang
106a
70b
66ab
Inpari 10
112b
62a
62a
Inpari 13
115b
76b
72b
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% minggu terakhir sebelum panen.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan tinggi tanaman Inpari 10 dan
Inpari 13 berbeda nyata dengan Ciherang pada P1, lalu Ciherang dan Inpari 13
berbeda nyata dengan Inpari 10 saat P2 dan Inpari 13 berbeda nyata dengan
Inpari 10 pada P3 (Tabel 1).
Tabel 2 Perbandingan tinggi tanaman padi antar waktu tanam
Waktu
Tanam
Tinggi Tanaman (cm)
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
P1
106a
112b
115a
P2
70b
62a
76b
P3
66b
62a
72b
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5% minggu terakhir sebelum panen.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen
Hasil analisis sidik ragam perbandingan tinggi tanaman antar waktu
tanam menunjukkan ketiga varietas, yaitu Ciherang , Inpari 10 dan Inpari 13
pada P1 berbeda nyata dengan P2 dan P3. Inpari 13 pada saat P1 memiliki tinggi
tanaman paling tinggi sedangkan Inpari 10 pada P2 memiliki tinggi tanaman
paling rendah (Tabel 2). Dari ketiga varietas yang ditanam pada saat P1
semuanya memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada P2 dan P3.
Pertumbuhan tinggi tanaman (Gambar 8) yang paling baik adalah pada
waktu tanam P1. Hal ini diduga intensitas cahaya matahari yang masuk sangat
baik sehingga memudahkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis
sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Sebaliknya, pada P2terjadi
kekurangan air sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman padi.
17
Gambar 8 Tinggi tanaman pada waktu tanam PI (gambar atas), P2 (gambar
tengah), P3 (gambar bawah), untuk varietas Ciherang (berlian), Inpari 10
(kotak), Inpari 13 (segitiga ).
Terlihat dari grafik bahwa pertumbuhan tinggi tanaman PI semakin
meningkat sampai terjadi tinggi maksimum lalu mengalami konstan karena
alokasi produksi biomassa semuanya digunakan untuk gabah. Handoko (1994)
menyatakan setelah fase pembungaan, semua produksi biomassa dialokasikan ke
biji. Pada P2 sebaliknya tumbuhan terus mengalami pertumbuhan dikarenakan
jumlah anakan produktif yang sedikit terbentuk sehingga proses alokasi
biomassa tidak berpengaruh dalam pengisian biji.
18
Jumlah Anakan
Jumlah anakan merupakan jumlah seluruh anakan padi baik yang
menghasilkan malai maupun yang tidak menghasilkan malai.Jumlah bibit yang
ditanam memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun, semakin
banyak jumlah bibit yang ditanam per rumpun cenderung menghasilkan jumlah
anakan yang lebih banyak. Pertambahan jumlah anakan juga menjadi faktor
utama meningkatkan total luas daun dengan demikian juga akan meningkatkan
indeks luas daun (Handoko 1994).
Tabel 3 Perbandingan jumlah anakan padi antar varietas
Waktu Tanam
P1
Jumlah Anakan
P2
P3
Ciherang
17a
13a
12b
Inpari 10
18a
14ab
11a
Inpari 13
17a
15b
14c
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen.
Analisis sidik ragam jumlah anakan varietas Ciherang P1 dan P2
menunjukkan perbedaan nyata terhadap P3. Varietas Inpari 10 saat P2 berbeda
nyata dengan P1 dan P3 sedangkan varietas Inpari 13 berbeda nyata untuk ketiga
waktu tanam. Varietas Inpari 10 memiliki jumlah anakan yang paling banyak
saat P1 sekaligus paling sedikit saat P3 (Tabel 3).
Tabel 4 Perbandingan jumlah anakan padi antar waktu tanam
Waktu Tanam
Ciherang
Jumlah Anakan
Inpari 10
Inpari 13
P1
17a
18a
17a
P2
13a
14b
15a
P3
12a
11b
14a
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen .
Hasil sidik ragam jumlah anakan padimenunjukkan ketiga varietas tidak
berbeda nyata saat P1. Pada P2 dan P3, varietas Ciherang dan Inpari 13
memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap Inpari 10. Varietas Inpari 10
memiliki jumlah anakan paling banyak saat P1, sedangkan saat P2 dan P3
varietas Inpari 13 memiliki jumlah anakan yang paling banyak. Hal ini
dikarenakan Inpari 13 yang tahan terhadap kondisi kekeringan sehingga mampu
menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dibanding varietas lainnya. Dari tabel
dapat terlihat bahwa P1 yang merupakan kondisi normal memiliki jumlah
anakan terbanyak untuk ketiga varietas dibanding P2 da P3 (Tabel 4).
19
Pada grafik terlihat bahwa jumlah anakan terus meningkat sampai anakan
maksimum yang terjadi saat 39 HST pada P1 dan 41 HST pada P2 dan P3 lalu
mengalami penurunan sampai panen. Pada kondisi normal (PI) jumlah anakan
produktif Ciherang dan Inpari 13 adalah 17 batang, sedangkan Inpari 10
sebanyak 18 batang. Suprihatno et al. (2010) menyebutkan jumlah anakan
produktif untuk varietas Ciherang 14 – 17 batang, Inpari 10 berkisar 17 – 25
batang, dan Inpari 13 sebanyak 17 batang (Gambar 9).
Gambar 9 Jumlah anakan pada P1 (gambar atas), P2 (gambar tengah), dan P3
(gambar bawah) untuk varietas Ciherang (kotak), Inpari 10 (segitiga), dan Inpari
13 (berlian).
20
Jumlah Anakan Produktif
Jumlah anakan produktif merupakan jumlah anakan padi yang
menghasilkan malai. Pada P1, baik varietas Ciherang, Inpari 10 maupun Inpari
13, jumlah anakan cukup banyak. Pada tanaman yang mempunyai jumlah
anakan banyak, fotosintesis akan lebih banyak pada batas tertentu, sehingga
fotosintat yang dihasilkan menjadi banyak yang dapat mempengaruhi
pembentukan malai. Yos Sutiyoso (1999) menyatakan bahwa tanaman yang
cukup dalam melakukan proses fotosintesis akan memiliki perakaran yang
berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta pada akhirnya dapat
berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak.
Tabel 5 Perbandingan jumlah anakan produktif padi antar varietas
Waktu Tanam
P1
Jumlah Anakan Produktif
P2
P3
Ciherang
14a
9b
6b
Inpari 10
14a
7a
6b
Inpari 13
14a
8b
5a
Keterangan : - Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
- Data diambil dari pengamatan minggu terakhir sebelum panen .
Hasil sidik ragam menunjukkan ketiga varietas tidak memiliki pengaruh
berbeda nyata terhadap P1 tetapi memiliki perbedaan untuk P2 (Tabel 5).
Pada P2, varietas Inpari 10 dan Inpari 13 hanya menghasilkan jumlah anakan
produktif lebih sedikit dari Ciherang, hal ini karena kondisi lahan sawah yang
kekurangan air dan mengalami kekeringan sehingga pertumbuhan terganggu.
Selain itu, faktor lahan Ciherang yang lebih dahulu mendapat perlakuan mulsa
sehingga menghasilkan lebih banyak anakan produktif. Pada P3 terlihat
Ciherang dan Inpari 10 berbeda nyata dengan Inpari 13. Sebaliknya, pada P1,
ketiga varietas menghasilkan 14 anakan produktif dari total 17 anakan (Gambar
10).
21
Gambar 10 Jumlah anakan produktif pada waktu P1 (gambar atas), P2
(gambar tengah), dan P3 (gambar bawah) untuk varietas Ciherang (kotak), Inpari
10 (segitiga), dan Inpari 13 (berlian).
Perkembangan Tanaman
Pengamatan fase perkembangan dimulai sejak tanaman berada di
persemaian. Umur tanaman selama di persemaian sampai tanaman siap ditanam
saat P1 adalah 22 hari sedangkan saat P2 dan P3adalah 18 hari. Pembentukan
anakan dimulai sejak muncul anakan pertama sampai anakan maksimum.
Setelah anakan maksimum tercapai, sebagian anakan akan mati dan tidak
menghasilkan malai. Anakan tersebut dinamakan anakan tidak produktif.
22
Anakan maksimum pada P1untuk ketiga varietas terjadi pada saat 39 HST/61
HSS. Pada P2 anakan maksimum semua varietas juga terjadi pada saat tanaman
berumur 39 HST/57 HSS (Tabel 6).
Fase primordia tanaman padi dapat terjadi bersamaan, sebelum, atau
sesudah pembentukan anakan maksimum. Fase primordia pada penelitian ini
terjadi sebelum anakan maksimum.Varietas Inpari 13 masuk fase primordia
paling cepat, hal ini karena Inpari 13 merupakan varietas genjah lalu diikuti
Ciherang dan Inpari 10 (Tabel 6). Pada penelitian ini umur varietas Inpari 13
pada P1, P2 dan P3 sudah siap dipanen pada umur 99 hari dan 98 hari. Varietas
Ciherang dan Inpari 10 memiliki fase perkembangan yang hampir sama, kedua
varietas tersebut pada saat P1 memiliki umur panen sama, yaitu 102 hari
sedangkan saat P2 berumur 100 dan 102 hari (Tabel 6).
Tabel 6 Fase perkembangan tanaman tiga varietas padi pada tiga waktu tanam
Hari Setelah Semai (HSS)
Waktu
Tanam
PI
P2
P3
Ciherang
0
∑
Anakan
Max
61
55
73
80
90
102
Inpari 10
0
61
56
75
82
89
102
Inpari 13
0
61
53
70
75
84
99
Ciherang
0
57
54
70
77
87
100
Inpari 10
0
57
54
70
87
92
102
Inpari 13
0
57
53
68
75
83
98
Ciherang
0
60
53
69
76
91
101
Inpari 10
0
60
53
69
76
92
102
Inpari 13
0
60
53
69
74
86
100
Varietas
Semai
Primordia
Keluar
Malai
Pengisian
Bulir
Pemasakan
Panen
(masak)
Produktivitas dan Komponen Hasil
Produktivitas padi dihitung menggunakan metode ubinan dengan
mengambil luas 7.5 m2 atau sama dengan 120 rumpun padi. Analisis sidik ragam
perbandingan produktivitas antar waktu tanam menunjukkan perbedaan yang
nyata untuk semua varietas (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkanketiga
varietas memiliki produktivitas yang berbeda nyata saat P1 dan Inpari 13
memiliki produktivitas paling tinggi. Pada P2 dan P3, varietas Ciherang dan
Inpari 10 berbeda nyata dengan Inpari 13. Faktor yang mempengaruhi tingginya
produktivitas P1 diantaranya adalah kebutuhan air tanaman padi tercukupi serta
kondisi cuaca yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan padi.Analisis
sidik ragam bobot gabah 1000 butir memperlihatkan bahwa ketiga varietas
berbeda nyata saat P1 dan tidak berbeda nyata saat P2 dan P3 karena pada saat
tersebut dipengaruhi kondisi kekeringan yang sama. Pada persentase gabah
hampa P1, ketiga varietas tidak berbeda nyata dan Inpari 10 memiliki persentase
tertinggi.Jumlah gabah per malai ketiga varietas tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata padaP1 dan P2 tetapi berbeda nyata pada P3.
23
Tabel 7 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar varietas
Komponen Hasil
Varietas
Waktu Tanam
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
Ciherang
P1
4.58a
4.74ab
4.97b
23.42b
Bobot Gabah 1000 Butir
Pada 14% (g)
Inpari 10
24.39b
16.09a
% Gabah Isi
Inpari 13
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
Ciherang
23.15a
76.64a
67.58a
72.57a
23.35a
16.57a
16.28a
12.19a
42.29b
85.59b
Produktivitas
P2
0.24a
0.20a
0.75b
11.92a
P3
0.05a
0.09a
0.26b
1.32a
3.06a
1,36a
3.62a
10.28ab
25.4b
96.38a
% Gabah Hampa
Inpari 10
32.4a
88.73a
90.29a
Inpari 13
27.4a
57.71a
81.02a
Ciherang
70.80a
81.69a
64.25a
Jumlah Gabah/Malai
Inpari 10
81.08a
62.58a
79.73ab
Inpari 13
83.96a
101.18a
99.14b
Keterangan : Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Inpari 13 merupakan varietas yang paling tahan terhadap kondisi
kekeringan dibandingkan Ciherang dan Inpari 10. Hal tersebut dapat dilihat dari
produktivitas Inpari 13 yang lebih tinggi dibandingkan Ciherang dan Inpari 10.
Pada kondisi normal atau tidak dalam kondisi kekeringan (P1), Ciherang dan
Inpari 10 memiliki produktivitas yang hampir sama dengan Inpari 13.
Hasil sidik ragam menunjukkan P1 memiliki produktivitas paling tinggi.
Faktor yang mempengaruhi tingginya produktivitas P1 diantaranya adalah
kebutuhan air tanaman padi tercukupi serta kondisi cuaca yang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan padi.
P3 memiliki produktivitas yang paling rendah, dimana varietas Ciherang
hanya memiliki produktivitas 0.05 ton/ha, varietas Inpari 10 hanya 0.09 ton/ha,
dan Inpari 13 memiliki produktivitas sebesar 0.26 ton/ha. Produktivitas yang
rendah tersebut karena P3 berada pada kondisi yang kering, dimana tanaman
sejak umur 8 HST-52 HST diairi air asin. Lalu, saat tanaman berumur 54 HST
sampai panen (84 HST), lahan sudah tidak diari air lagi. Kondisi tanaman yang
sangat kering ini mengakibatkan kehampaan gabah yang tinggi. Persentase
gabah hampa pada P3 untuk varietas Ciherang sebesar 94.57%, Inpari 10 sebesar
90.29%, dan Inpari 13 sebesar 74.6%. Selain kehampaan gabah yang tinggi,
kekeringan pada P2 dan P3 juga menurunkan bobot gabah 1000 butir ketiga
varietas.
24
Tabel 8 Perbandingan produktivitas dan komponen hasil antar waktu tanam
Komponen Hasil
Produktivitas
Bobot Gabah 1000 Butir
Pada 14% (g)
% Gabah Isi
% Gabah Hampa
Jumlah Gabah/Malai
Waktu Tanam
Varietas
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
P1
4.58a
4.74a
4.97a
P2
0.24b
0.20b
0.75b
P3
0.05c
0.09c
0.26c
P1
23.42a
24.39a
23.15a
P2
11.92b
16.08b
16.57b
P3
1.32b
3.06b
1.36b
P1
76.64a
67.58a
72.57a
P2
16.28a
12.19a
42.29a
P3
3.62b
10.28b
25.4b
P1
23.35b
32.4b
27.4b
P2
85.59a
88.73b
57.71b
P3
96.38a
90.29a
81.02a
P1
81.08a
81.08a
83.96b
P2
81.69a
62.58b
101.18b
P3
64.25b
79.73b
99.14b
Keterangan : Angka pada masing – masing kolom yang ditandai huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut uj