Model Simulasi Tanaman Padi Varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13

MODEL SIMULASI TANAMAN PADI VARIETAS
CIHERANG, INPARI 10, DAN INPARI 13

RAMDAN AJI DEWANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi
Tanaman Padi Varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13 adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Ramdan Aji Dewanto
NIM G24100043

ABSTRAK
RAMDAN AJI DEWANTO. Model Simulasi Tanaman Padi Varietas Ciherang,
Inpari 10, dan Inpari 13. Dibimbing oleh IMPRON.
Model simulasi tanaman dapat digunakan untuk mengkuantifikasi pengaruh
unsur cuaca – misal radiasi matahari dan suhu udara – terhadap perkembangan,
pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian ini bertujuan mengembangkan
sebuah model simulasi tanaman sederhana yang disusun berdasarkan pendekatanpendekatan dan prosedur yang digunakan dalam model Shierary-Rice serta
parameter-parameter spesifik yang diperoleh dari percobaan lapang sebelumnya
untuk menduga umur panen, bobot organ dan produktivitas tanaman padi varietas
Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13. Karena padi ditanam pada sawah beririgasi,
model hanya terdiri dari dua submodel yaitu submodel perkembangan dan
submodel pertumbuhan. Hasil kalibrasi model menunjukkan luaran model yang
mendekati data observasi. Sementara hasil validasi model menunjukkan luaran
model lebih tinggi dibandingkan data observasi. Perbedaan tersebut disebabkan
adanya faktor hama – yang menyebabkan pengurangan hasil – yang tidak

diperhitungkan dalam model ini.
Kata kunci: cuaca, perkembangan, pertumbuhan, produktivitas, Shierary-Rice

ABSTRACT
RAMDAN AJI DEWANTO. Crop Simulation Model for Rice Varieties Ciherang,
Inpari 10 and Inpari 13. Supervised by IMPRON.
Crop simulation model can be used to describe effect of weather elements –
such as solar radiation and air temperature – on development, growth, and
production of crops. This research aims to develop a simple crop simulation
model based on approaches and procedures used in Shierary-Rice model and
incorporating crop spesific parameters derived from previous researches to predict
harvest date, organs weight, and productivities of Ciherang, Inpari 10 and Inpari
13 rice crop varieties grown in irrigated paddy fields. As water was not limiting
factor, this model primarily consist of two submodels, namely development
submodel and growth submodel. In calibration, the model was able to closely
describe the observation data. However, model validation showed significant
overestimation. The differences were caused by pest factor – which cause some
production loses – which was not considered in this model.
Keywords: weather, development, growth, productivity, Shierary-Rice


MODEL SIMULASI TANAMAN PADI VARIETAS
CIHERANG, INPARI 10, DAN INPARI 13

RAMDAN AJI DEWANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Model Simulasi Tanaman Padi Varietas Ciherang, Inpari 10, dan
Inpari 13
Nama

: Ramdan Aji Dewanto
NIM
: G24100043

Disetujui oleh

Dr Ir Impron MAgrSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Tania June MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul Model Simulasi Tanaman Padi Varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari

13 sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi
Meteorologi Terapan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ibu, Bapak, dan Akbar yang telah memberikan semangat, doa, dan
dukungan serta fasilitas yang telah diberikan selama ini kepada penulis
2. Bapak Dr Ir Impron MAgrSc selaku pembimbing tugas akhir yang telah
memberikan arahan, motivasi, dan bantuannya dalam penyelesaian tugas
akhir
3. Bapak Ir. Bregas Budianto AssDipl, Bapak Yon Sugiarto SSi MSc, dan
Bapak Dr Perdinan MNRE yang telah memberikan saran dan masukan
untuk perbaikan tulisan ini
4. Pakdhe Nas dan Budhe Jilah atas nasihat, fasilitas, dan bantuan yang telah
diberikan, serta Mbak Amel, Mas Reza, Mbak Dwi dan Queenta yang
terus memberikan semangat dan dukungan
5. Khariza Dwi Sepriani atas waktu, bantuan, dan motivasi yang telah
diberikan serta berbagai momen suka dan duka yang telah dilalui bersama
6. Kak Khoirul Iwan, Kak Nike, dan Kak Taufiq yang telah memberikan
bantuan data serta masukan untuk penelitian ini
7. Seluruh dosen atas ilmu-ilmu yang telah diberikan dan staf Departemen
Geofisika dan Meteorologi atas bantuan selama studi penulis

8. Ranu, Bang Ardi, Bang Qinun, Hasyim, Nurani, Sugi, Ridha, Bang Wardi,
dan teman-teman Saung Kuring lainnya atas persaudaraan dan
kebersamaan selama empat tahun terakhir
9. Indro, Desul, Ismail, Duwi, Murni, Hasan, Rizal, Hamjun, Bayu, Thaisir,
Shailla, Disti, Basit serta teman-teman GFM 47 lainnya yang telah
memberikan persahabatan yang indah selama ini
10. Teman-teman Mahagiri yang telah membantu dan mendukung penulis
untuk dapat menyelesaikan studi di IPB
11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis sangat berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi banyak pihak dan bagi ilmu pengetahuan. Penulis juga menyadari bahwa
dalam tulisan ini masih banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu,
masukan dari para pembaca sangat diharapkan guna memperbaiki sehingga tulisan
ini bisa menjadi lebih baik.

Bogor, April 2015
Ramdan Aji Dewanto

DAFTAR ISI


PRAKATA

vii

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Fotosintesis

2


Respirasi

2

Pertumbuhan Tanaman

3

Perkembangan Tanaman Padi

3

Indeks Luas Daun, Bobot Daun Spesifik dan Luas Daun Spesifik

4

Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13

4


Model Simulasi Tanaman

4

Model Shierary-Rice

5

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Bahan

5


Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

Submodel Perkembangan

5

Submodel Pertumbuhan

7

Indeks Luas Daun (LAI)

7

Produksi Biomassa

7

Partisi Biomassa

8

Kalibrasi dan Validasi Model

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum Cuaca di Lokasi Penanaman

10

Kalibrasi Model

11

Perkembangan Tanaman Padi

11

Indeks Luas Daun

12

Biomassa Daun, Batang dan Total

12

Produktivitas

14

Validasi Model

14

Perkembangan Tanaman Padi

14

Indeks Luas Daun

18

Biomassa Daun, Batang dan Total

19

Produktivitas

21

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Perbandingan sifat agronomi padi varietas Ciherang, Inpari 10 dan
Inpari 13 menurut BBPadi (2009)
Nilai parameter dan nilai inisial yang digunakan dalam model
Perbandingan panjang fase perkembangan padi dugaan model dengan
data observasi Waktu Tanam II
Nilai luas daun spesifik (SLA) pada setiap selang umur yang
digunakan dalam model
Perbandingan produktivitas padi antara dugaan model dan data
observasi Waktu Tanam II
Perbandingan panjang fase perkembangan padi dugaan model dengan
data observasi Waktu Tanam I
Perbandingan produktivitas padi antara dugaan model dan data
observasi Waktu Tanam I
Perbandingan produktivitas padi hasil penelitian Ningrum (2014),
penelitian Iwan (2012) Waktu Tanam I dan II, dan hasil dugaan
model

4
9
11
12
14
15
22

22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

8

9

10

11

Akumulasi heat unit dan skala perkembangan padi varietas Ciherang,
Inpari 10 dan Inpari 13
Diagram alir submodel perkembangan tanaman padi
Diagram Forrester submodel pertumbuhan tanaman padi
Suhu dan radiasi harian selama periode observasi di lokasi
penanaman
Kecepatan angin dan kelembaban relatif selama periode observasi di
lokasi penanaman
Curah hujan harian selama periode observasi di lokasi penanaman
Perbandingan antara indeks luas daun hasil model dan hasil observasi
Waktu Tanam II serta hubungan antara keduanya pada varietas
Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13
Perbandingan antara biomassa daun hasil model dan biomassa daun
observasi Waktu Tanam II serta hubungan antara keduanya pada
varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13
Perbandingan antara biomassa batang hasil model dan biomassa
batang observasi Waktu Tanam II serta hubungan antara keduanya
pada varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13
Perbandingan antara biomassa total hasil model dan biomassa total
observasi Waktu Tanam II serta hubungan antara keduanya pada
varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13
Perbandingan antara indeks luas daun hasil model dan indeks luas
daun observasi Waktu Tanam I serta hubungan antara keduanya pada
varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13

6
6
7
10
10
11

13

15

16

17

18

12 Perbandingan antara biomassa daun hasil model dan biomassa daun
observasi Waktu Tanam I serta hubungan antara keduanya pada
varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13
13 Perbandingan antara biomassa batang hasil model dan biomassa
batang observasi Waktu Tanam I serta hubungan antara keduanya
pada varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13
14 Perbandingan antara biomassa total hasil model dan biomassa total
observasi Waktu Tanam I serta hubungan antara keduanya pada
varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13

19

20

21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data cuaca Lelea, Indramayu selama masa tanam padi
2 Perbandingan nilai dugaan model dengan rataan nilai observasi
Waktu Tanam II serta galat dugaan model..
3 Perbandingan nilai dugaan model dengan rataan nilai observasi
Waktu Tanam I serta galat dugaan model
4 Contoh tampilan program model

26
30
31
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cuaca merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman padi. Percobaan lapang tentang respon tanaman padi
terhadap perubahan cuaca sudah banyak dilakukan di Indonesia. Namun sangat
sedikit model simulasi tanaman yang dibuat berdasarkan percobaan lapang
tersebut. Padahal, sebuah model mekanistis dapat disusun berdasarkan data
sebuah percobaan yang telah dilakukan. Selain itu, akurasi model dapat diuji
dengan melakukan validasi terhadap data observasi lain yang banyak tersedia.
Sebuah model yang telah teruji akurasinya dapat digunakan untuk mengurangi
jumlah perlakuan dalam percobaan lapang. Perlakuan dalam model dapat diubah
secara mudah, sehingga menghemat sumberdaya dalam melakukan percobaan
lapang.
Model simulasi tanaman disusun berdasarkan hubungan kuantitatif antara
unsur-unsur cuaca dengan tanaman (de Vries et al. 1989). Dengan menggunakan
model simulasi tanaman, peneliti tidak hanya mengetahui apa pengaruh cuaca
terhadap tanaman tetapi juga mampu mengetahui bagaimana mekanisme cuaca
mempengaruhi tanaman tersebut.
Salah satu model yang menjelaskan pengaruh unsur-unsur cuaca terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi adalah model Shierary-Rice
(Handoko 1994). Parameter-parameter yang digunakan dalam model ShieraryRice diturunkan dari percobaan lapang dan literatur. Model ini disusun dalam
bentuk program komputer dan dapat dijalankan dengan masukan berupa data
cuaca harian yang terdiri dari suhu, radiasi matahari, curah hujan, kelembaban,
dan kecepatan angin. Luaran dari model Shierary-Rice antara lain berupa dugaan
waktu panen, bobot organ-organ tanaman, produktivitas serta komponen neraca
air seperti kadar air tanah, infiltrasi, runoff, dan evapotranspirasi tanaman padi.
Shierary-Rice telah digunakan untuk simulasi pengaruh suhu dan curah
hujan terhadap produktivitas tanaman padi di beberapa daerah di Indonesia dan
hasilnya cukup mendekati data percobaan lapang (Handoko 1994). Pendugaan
produktivitas padi dengan Shierary-Rice dapat dilakukan hingga tingkat varietas
apabila nilai parameter yang lebih spesifik pada masing-masing varietas seperti
efisiensi pemanfaatan radiasi surya dan akumulasi panas diketahui.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sebuah model sederhana yang
disusun berdasarkan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam model
Shierary-Rice untuk menduga umur panen, bobot organ dan produktivitas
tanaman padi varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 dengan menggunakan
parameter-parameter spesifik yang diperoleh dari percobaan lapang sebelumnya.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Fotosintesis
Fotosintesis merupakan proses fisiologi utama yang mengendalikan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Fotosintesis adalah proses reduksi CO2
dan pembentukan molekul-molekul organik dengan memanfaatkan energi dari
radiasi yang diserap tanaman (de Vries et al. 1989). Hanya spektrum radiasi
antara 400-700 nm yang efektif untuk proses fotosintesis. Spektrum tersebut
dikenal dengan istilah Photosynthetically Active Radiation (PAR) yang nilainya
sebesar 50 % dari radiasi global. Fotosintesis menghasilkan molekul organik
berupa glukosa yang dimanfaatkan untuk membentuk organ-organ tanaman dan
menyediakan energi untuk metabolisme tanaman melalui proses respirasi.
Berdasarkan mekanisme fotosintesisnya, tumbuhan dibedakan menjadi
tumbuhan C3, C4 dan CAM. Sekitar 85% tumbuhan di dunia adalah tumbuhan C3,
5% tumbuhan C4, dan 10% sisanya adalah CAM (Yamori et al. 2014). CO2 pada
tumbuhan C3 berdifusi melalui stomata dan ruang antarsel kemudian langsung
menuju kloroplas, sedangkan pada tumbuhan C4, CO2 masuk ke sel mesofil
terlebih dahulu. Perbedaan lain antara tumbuhan C3 dan C4 adalah tumbuhan C4
memerlukan energi – dalam bentuk ATP – lebih banyak daripada C3 (Yin dan
Struik 2009). Sementara tumbuhan CAM melakukan fotosintesis pada siang dan
malam hari. Saat malam hari sembari mengikat oksigen untuk respirasi, tumbuhan
CAM juga mengikat CO2 dan melakukan mekanisme fotosintesis mirip tumbuhan
C4, sedangkan saat siang hari tumbuhan CAM melakukan fotosintesis seperti
tumbuhan C3 (Yoshida 1981; Black dan Osmond 2003; Yamori et al. 2014).
Fotosintesis dapat dibedakan menjadi dua yaitu fotosintesis daun dan
fotosintesis kanopi. Fotosintesis daun merupakan fotosintesis yang hanya terjadi
pada daun-daun di bagian teratas tajuk tanaman. Sementara fotosintesis kanopi
adalah akumulasi fotosintesis yang terjadi pada seluruh daun apabila diasumsikan
seluruh daun identik. Namun kenyataannya tidak seluruh daun menerima radiasi
yang sama. Radiasi paling besar akan diterima daun pada bagian atas dan akan
terus berkurang hingga lapisan daun pada dasar kanopi akibat pemadaman oleh
lapisan daun di atasnya. Koefisien pemadaman digunakan untuk
memperhitungkan efek pemadaman tersebut. Nilai koefisien pemadaman adalah
0.6 untuk kanopi berdaun tegak dan 0.8 untuk kanopi berdaun horizontal
(Goudriaan 1977 dalam de Vries et al. 1989).
Respirasi
Tanaman memerlukan energi untuk mempertahankan proses metabolisme di
dalam setiap selnya dan untuk membentuk struktur tubuh tanaman. Energi untuk
proses metabolisme diperoleh melalui respirasi pemeliharaan (Hirose et al. 1989
dalam Adu-Bredu et al. 1997). Respirasi tersebut mengubah karbohidrat hasil
fotosintesis menjadi karbondioksida dan energi dalam bentuk ATP (Cannell dan
Thornley 2000).
Laju respirasi pemeliharaan masing-masing organ tanaman merupakan
proporsi dari bobot organ tersebut. Besar laju respirasi pemeliharaan dipengaruhi
oleh suhu. Peningkatan suhu sebesar 10 °C akan meningkatkan laju respirasi

3
pemeliharaan tanaman sebesar dua kali lipat. Hubungan ini dikenal dengan istilah
konsep Q10 (McCree 1974 dalam de Vries et al. 1989).
Proses pertumbuhan juga memerlukan energi. Respirasi pertumbuhan
berperan dalam penyediaan energi tersebut dengan cara mengubah sebagian
karbohidrat yang digunakan untuk membentuk struktur tubuh tanaman menjadi
energi. Jumlah karbohidrat yang diperlukan sebagai energi untuk membentuk
struktur tubuh tanaman disebut laju respirasi pertumbuhan. Respirasi
pemeliharaan dan pertumbuhan sebenarnya sangat sulit dibedakan, tetapi dalam
model biasanya laju respirasi pemeliharaan adalah proporsi dari bobot organ,
sedangkan laju respirasi pertumbuhan adalah proporsi dari laju pertambahan
biomassa harian (Irsel dan Seymour 2000).
Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai konversi biokimia dari karbohidrat
yang tersimpan menjadi komponen organik lainnya yang digunakan untuk
membentuk struktur tubuh tanaman. Perbandingan antara komponen organik yang
dihasilkan untuk pembentukan struktur tubuh tanaman dengan biomassa yang
dialokasikan untuk pertumbuhan disebut efisiensi pertumbuhan. Rasio ini berkisar
antara 0.35 g g-1 hingga 1 g g-1 (de Vries et al. 1989). Sementara karbon yang
hilang sebagai energi disebut laju respirasi pertumbuhan.
Selain dari hasil fotosintesis, sumber karbohidrat untuk pertumbuhan dan
respirasi juga berasal dari remobilisasi karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk
cadangan di organ-organ vegetatif tanaman. Cadangan karbohidrat tersebut
dibentuk saat fase vegetatif sebagai cadangan energi apabila tanaman hanya
sedikit menerima radiasi. Setelah fase pembungaan cadangan karbohidrat tersebut
dipindahkan menuju organ penyimpanan utama, seperti biji, buah, atau umbi.
Perkembangan Tanaman Padi
Perkembangan tanaman adalah proses perubahan fenologi tanaman dari
inisiasi benih hingga mati (Watada et al. 1984). Selama proses perkembangan,
tanaman mengalami diferensiasi jaringan dan organ. Perkembangan tanaman
sering dinyatakan dalam skala perkembangan. Skala perkembangan merupakan
angka untuk mewakili fenologi dari tanaman, misal 0 untuk persemaian benih dan
1 untuk tanaman yang sudah matang. Umumnya skala perkembangan adalah satu
dimensi dan irreversible (Goudriaan dan Laar 1994).
Perkembangan tanaman padi secara umum dapat dibagi menjadi tiga fase,
yaitu fase vegetatif, fase reproduktif dan fase pematangan. Fase vegetatif dimulai
sejak semai benih hingga inisiasi primordia. Fase ini dicirikan dengan
pertumbuhan tunas, peningkatan luas daun dan pertambahan tinggi tanaman padi.
Jumlah tunas maksimum bisa tercapai sebelum atau sesudah inisiasi primordia,
tergantung pada varietas padi (Vergara 1991). Fase reproduktif terjadi sejak
inisiasi primordia hingga anthesis. Sementara fase pematangan dimulai dari
anthesis hingga matang agronomis atau matang fisiologis. Fase ini dapat dibagi
lagi menjadi empat subfase yaitu milky, dough, yellow-ripe dan maturity (Yoshida
1981).

4
Indeks Luas Daun, Bobot Daun Spesifik dan Luas Daun Spesifik
Indeks luas daun (ILD) atau Leaf Area Index (LAI) merupakan total luas
satu sisi permukaan tajuk suatu tanaman yang menutupi tiap satuan permukaan
lahan (Yoshida 1981). LAI dapat dinyatakan dalam satuan ha ha-1 atau m2 m-2.
Menurut de Vries et al. (1989), saat LAI suatu tanaman mencapai 3 ha ha-1 atau 5
ha ha-1 pada tanaman berdaun tegak, radiasi yang terintersepsi dapat mencapai
80%.
Bobot daun spesifik atau Specific Leaf Weight (SLW) adalah bobot kering
daun per total luas satu sisi permukaan daun. Sementara luas daun spesifik atau
Specific Leaf Area (SLA) adalah luas permukaan tajuk tanaman tiap satuan bobot
kering daun (Kumar dan Shivay 2008). Nilai SLW dan SLA dapat berubah sesuai
umur tanaman (de Vries et al. 1989).
Padi Varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13
Padi varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 merupakan padi sawah yang
termasuk dalam golongan padi indica. Beberapa sifat agronomi ketiga varietas
tersebut dijelaskan dalam tabel berikut
Tabel 1 Perbandingan sifat agronomi padi varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari
13 menurut BBPadi (2009)
Varietas
Sifat
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
Umur tanaman (hari)
116-125
108-116
± 99
Tinggi tanaman (cm)
107-115
100-120
± 102
Bentuk tanaman
tegak
tegak
Tegak
Anakan produktif (batang)
14-17
17-25
17
Bobot 1000 butir (g)
28
27.7
Rata-rata hasil (ton ha-1)
6
5
6.6
-1
Potensi hasil (ton ha )
8.5
7
8
Model Simulasi Tanaman
Model merupakan penyederhanaan dari suatu sistem. Sementara simulasi
adalah tindakan menjalankan suatu model untuk mendapatkan hasil terkait
variabel yang diinginkan (Soltani dan Sinclair 2012). Menurut de Vries et al.
(1989), model simulasi adalah sebuah modul ‒ seringkali dalam bentuk program
komputer ‒ yang merepresentasikan proses-proses dalam sebuah sistem.
Model simulasi tanaman adalah model yang dapat digunakan untuk
memahami faktor-faktor utama yang mempengaruhi sistem tanaman. Cukup
banyak model simulasi tanaman telah dikembangkan di berbagai belahan dunia.
Wageningen Models, seperti ELCROS (ELementary CRop growth Simulator),
BACROS (BAsic CROp growth Simulator), SUCROS (Simple and Universal
CROp growth Simulator) adalah beberapa model simulasi tanaman yang
dikembangkan oleh peneliti-peneliti tanaman di Wageningen. Sementara CERES
dan CROPGRO adalah contoh dari sekian banyak model pertanian yang
dikembangkan peneliti di Amerika Serikat (Sorensen 2008).

5
Model Shierary-Rice
Shierary-Rice merupakan model yang digunakan untuk simulasi
pertumbuhan, perkembangan, dan neraca air tanaman padi tadah hujan atau irigasi
dengan resolusi harian (Handoko 1994). Model ini memerlukan data cuaca harian
yang terdiri dari curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban, dan kecepatan
angin. Parameter-parameter yang digunakan dalam Shierary-Rice diperoleh dari
percobaan lapang dan pustaka.
Model Shierary-Rice terdiri dari tiga submodel yaitu submodel
perkembangan, submodel pertumbuhan, dan submodel neraca air. Submodel
perkembangan yang disusun berdasarkan konsep heat unit memodelkan laju
perkembangan tanaman padi. Submodel pertumbuhan memodelkan aliran
biomassa hasil fotosintesis ke daun, batang, akar, dan biji serta laju kehilangan
biomassa akibat respirasi. Selain itu submodel pertumbuhan juga memodelkan
perubahan indeks luas daun. Sementara submodel neraca air memodelkan
dinamika air tanah yang melibatkan komponen-komponen neraca air meliputi
curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, perkolasi, runoff, kadar air tanah,
evaporasi, dan transpirasi (Handoko 1994).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2014 hingga Januari 2015 di
Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pertumbuhan
dan perkembangan padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13 serta data
iklim Lelea, Indramayu periode Maret - Juli 2011. Keduanya diperoleh dari
penelitian Iwan (2012) dan Sari (2012).
Alat
Alat yang digunakan dalam menjalankan model adalah perangkat lunak
Microsoft Visual Basic 6. Pengolahan data dan pembuatan grafik dilakukan
dengan menggunakan WPS Spreadsheet dan Microsoft Excel 2007.
Prosedur Analisis Data
Submodel Perkembangan
Laju perkembangan dan masing-masing kejadian fenologi tanaman padi
didekati dengan konsep heat unit. Heat unit merupakan satuan akumulasi panas
yang diperlukan suatu tanaman untuk mencapai fase perkembangan tertentu.

6

Gambar 1 Akumulasi heat unit (ΣHU, dalam °C hari) dan skala perkembangan
(s) padi varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 (Sari 2012)

Gambar 2 Diagram alir submodel perkembangan tanaman padi; Tb : suhu dasar,
TU : heat unit, s : skala perkembangan, em : fase emergence, veg :
fase vegetative, ant : fase anthesis, mat : fase maturity.

7
Submodel Pertumbuhan
Submodel pertumbuhan memodelkan aliran biomassa hasil fotosintesis ke
organ-organ tanaman (daun, batang, akar, dan biji) serta kehilangannya akibat
respirasi (Handoko 1994). Submodel ini juga menjalankan simulasi
perkembangan luas daun untuk menduga indeks luas daun (LAI).

(k)
[Rad int]
(ɛ)

Bp

LAI

(sla)

Rg

Ba

s

W daun

[T]

W batang

W akar

W biji

Gambar 3 Diagram Forrester submodel pertumbuhan tanaman padi; Bp :
biomassa potensial, Ba : biomassa attainable, LAI : indeks luas
daun, k : koefisien pemadaman tajuk, Rad int : radiasi yang
diintersepsi tajuk tanaman, ε : efisiensi penggunaan radiasi, Rg :
respirasi pertumbuhan, s : skala perkembangan W : bobot, T :
suhu udara.
Indeks Luas Daun (LAI)
Indeks Luas Daun (LAI) dalam model menentukan jumlah radiasi surya
yang diintersepsi oleh tajuk tanaman. LAI merupakan fungsi dari luas daun
spesifik (SLA) dan bobot daun spesifik (SLW).
LAI = SLA .SLW
SLA : luas daun spesifik (m2 g-1)
SLW : bobot daun spesifik (g m-2)
Produksi Biomassa
Produksi biomassa dapat dibedakan menjadi produksi biomassa potensial
dan produksi biomassa attainable. Produksi biomassa potensial harian dihitung
berdasarkan efisiensi penggunaan radiasi (LUE) dan radiasi surya yang
diintersepsi tajuk tanaman.

8
Bp = ε . (1 – exp(-k . LAI) . Qo
Bp
ε
k
Qo

: produksi biomassa potensial (kg ha-1 hari-1)
: efisiensi penggunaan radiasi (kg MJ-1)
: koefisien pemadaman
: radiasi global (MJ-1 m-2 hari-1)

Produksi biomassa attainable dihitung dengan mengurangi biomassa
potensial harian dengan laju respirasi pertumbuhan harian.
Ba = (1-kg) . Bp
kg
Ba

: koefisien respirasi pertumbuhan
: biomassa attainable (kg ha-1 hari-1)
Partisi Biomassa

Produksi biomassa tanaman attainable dialokasikan untuk organ daun,
batang, dan biji. Sementara itu pertumbuhan akar tidak diperhitungkan dalam
penelitian ini. Proporsi biomassa yang dialokasikan pada masing-masing organ
(dWx) dihitung berdasarkan fungsi fase perkembangan tanaman (s) (Handoko
1994).
Pertumbuhan masing-masing organ dihitung dari selisih antara alokasi
bahan kering ke organ tanaman dan yang hilang melalui respirasi sebagai berikut

dWx
ƞx
Ba
km
Wx

: penambahan massa organ x (kg ha-1 d-1)
: proporsi biomassa yang dialokasikan ke organ x
: biomassa attainable (kg ha-1 d-1)
: koefisien respirasi pemeliharaan
: bobot organ x (kg ha-1)
Kalibrasi dan Validasi Model

Model ini dikalibrasi menggunakan parameter yang diperoleh dari literatur
dan data observasi Iwan (2012) pada Waktu Tanam II (7 April 2011) di Lelea,
Indramayu, Jawa Barat. Proses kalibrasi dilakukan dengan mengubah-ubah nilai
LAI inisial hingga sebaran hubungan antara model dengan observasi Waktu
Tanam II berhimpit dengan garis y = x. Luaran model semakin mendekati data
observasi apabila hubungan antara luaran model dengan data observasi semakin
berhimpit dengan garis y = x. Nilai parameter dan inisialisasi model yang
digunakan setelah melalui tahap kalibrasi tercantum pada Tabel 2.
Validasi dilakukan dengan melihat perbandingan antara luaran model dan
data observasi yang dilakukan Iwan (2012) Waktu Tanam I (28 Maret 2011) serta
melihat hubungan keduanya dalam grafik. Dugaan model memiliki galat yang
dihitung dengan persamaan berikut

9
µm
µo

:
:

nilai variabel hasil dugaan model
nilai variabel dari data observasi

Tabel 2 Nilai parameter dan nilai inisial yang digunakan dalam model
Parameter dan
Sumber
Ciherang Inpari 10 Inpari 13
nilai inisial
Iwan (2012)
LUE (g MJ-1)
1.65
1.63
1.6
Km
- Daun
- Batang
- Biji

0.014
10-4
10-6

0.014
10-4
10-6

0.014
10-4
10-6

de Vries et al. (1989)
Cannell dan Thornley (2000)
Cannell dan Thornley (2000)

Kg

0.15

0.15

0.15

Cannell dan Thornley (2000)

k

0.5

0.5

0.5

Iwan (2012)

Tb (°C)

17

17

17

Sari (2012)

LAI inisial

0.12

0.1

0.12

Biomassa total
inisial (kg ha-1)

101

86

98

Kalibrasi
Iwan (2012)

LUE : efisiensi pemanfaatan radiasi, Km : koefisien respirasi pemeliharaan, Kg : koefisien
respirasi pertumbuhan, k : koefisien pemadaman tajuk, Tb : suhu dasar, LAI : indeks luas daun.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Cuaca di Lokasi Penanaman
Simulasi model untuk proses kalibrasi dijalankan dengan masukan data
cuaca selama Waktu Tanam II, yakni pada 7 April 2011 (Julian Date 97) hingga
24 Juli 2011 (Julian Date 205). Sementara validasi model dilakukan dengan data
cuaca Waktu Tanam I, 28 Maret 2011 (Julian Date 87) hingga 14 Juli 2011
(Julian Date 195). Suhu udara harian di lokasi penanaman berkisar antara 24.6 29.3 °C dengan rata-rata sebesar 26.7 °C. Dalam kisaran suhu tersebut, padi dapat
melakukan fotosintesis dan respirasi secara optimal (Yamori et al. 2014).
Sementara rata-rata radiasi, kecepatan angin dan RH masing-masing adalah 19 MJ
m-2 hari-1, 1.1 m s-1, dan 88 %. Radiasi cukup rendah pada 20 hari pertama karena
curah hujan pada hari-hari tersebut cukup tinggi (Gambar 4).
20

Suhu (°C)

28

15
26
10
24

5

Radiasi (MJ m-2)

25

30

0

22
87

97 107 117 127 137 147 157 167 177 187 197
HSS (Julian Date)
Suhu (°C)

Radiasi (MJ m-2 hari -1)

Gambar 4 Suhu dan radiasi harian selama periode observasi di lokasi penanaman
(Iwan 2012; Sari 2012). Pengamatan dimulai tanggal 28 Maret 2011
(Julian Date 87).
100
90

1.5

80
1
70
0.5

60

0

RH (%)

Kec Angin (m s-1)

2

50
87

97 107 117 127 137 147 157 167 177 187 197
HSS (Julian Date)
Kec. Angin (m s-1)

RH (%)

Gambar 5 Kecepatan angin dan kelembaban relatif selama periode observasi di
lokasi penanaman (Iwan 2012; Sari 2012). Pengamatan dimulai
tanggal 28 Maret 2011 (Julian Date 87).

11
Rata-rata curah hujan selama periode penanaman hanya sebesar 3 mm per
hari, meskipun selama periode semai (20 hari) curah hujan cukup tinggi. Periode
tanam padi bertepatan dengan awal musim kemarau di daerah Indramayu
sehingga curah hujan cukup rendah. Namun lahan penanaman mendapat irigasi
hingga menjelang panen sehingga padi tidak mengalami gangguan pertumbuhan
akibat defisit air.
70
60

CH (mm)

50
40
30
20
10
0
87

97

107 117 127 137 147 157 167 177 187 197
HSS

Gambar 6 Curah hujan harian selama periode observasi di lokasi penanaman
(Iwan 2012; Sari 2012). Pengamatan dimulai tanggal 28 Maret 2011
(Julian Date 87).
Kalibrasi Model
Perkembangan Tanaman Padi
Submodel perkembangan tanaman menduga panjang fase-fase
perkembangan masing-masing varietas padi. Perbandingan panjang fase
perkembangan dari keluaran submodel perkembangan dengan data observasi
Waktu Tanam II ditunjukkan pada Tabel 2. Varietas Inpari 13 memiliki panjang
fase lebih singkat terutama pada Fase 3 (Primordia - Muncul malai) karena
termasuk padi varietas genjah (BBPadi 2011; Iwan 2012). Sementara itu panjang
fase-fase perkembangan Ciherang dan Inpari 10 secara umum hampir sama.
Tabel 3 Perbandingan panjang fase perkembangan padi (hari) dugaan model
dengan data observasi Waktu Tanam II
Fase
Fase 1
Fase 2
Fase 3
Fase 4
Total

Panjang fase perkembangan (hari)
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13
Model
Observasi
Model
Observasi
Model
Observasi

20
31
21
30

20
31
24
27

19
31
20
30

20
32
21
28

19
30
17
32

20
31
18
30

102

102

100

101

98

99

Fase 1 : semai – tanam, Fase 2 : tanam – anthesis, Fase 3 : anthesis – muncul malai, Fase 4 :
muncul malai – panen.

12
Indeks Luas Daun
Indeks luas daun (LAI) merupakan indeks yang menggambarkan
perbandingan luas total permukaan daun tanaman padi terhadap luas permukaan
lahan yang ternaungi. Nilai LAI mempengaruhi besarnya intersepsi radiasi
matahari oleh tajuk tanaman padi. Perbandingan antara LAI dugaan model dan
data observasi Waktu Tanam II ketiga varietas padi ditunjukkan pada Gambar 7.
Indeks luas daun padi meningkat sejak semai hingga mulai muncul malai.
Saat benih baru disemai hingga siap tanam, LAI meningkat secara lambat karena
pertumbuhan daun yang lambat. LAI meningkat cepat setelah ditanam hingga
inisiasi primordia (Fase 2) karena pada fase ini anakan padi bertambah banyak
sehingga semakin banyak lahan yang tertutup tajuk tanaman padi. Puncak
peningkatan nilai LAI terjadi pada akhir Fase 2. LAI mulai menurun ketika
muncul primordia akibat alokasi pertambahan biomassa untuk daun mulai
berkurang. Setelah muncul malai, LAI terus menurun akibat pertambahan
biomassa seluruhnya digunakan untuk mengisi bulir-bulir malai, sedangkan bobot
daun terus berkurang akibat respirasi. Pola dinamika LAI tersebut dapat
direplikasi dengan baik oleh model.
Galat LAI dugaan model terbesar terjadi pada usia 35 HSS (Lampiran 2).
Penyebab besarnya galat pada usia 35 HSS tersebut adalah nilai SLA yang
digunakan dalam model saat padi berumur 21-35 HSS jauh lebih besar
dibandingkan selang umur lainnya (Tabel 4). Sebagai perbandingan, Putri (2012)
telah melakukan simulasi Shierary-Rice untuk padi secara umum (tanpa
membedakan varietas) dengan nilai SLA konstan sebesar 200 cm2 g-1. Nilai SLA
yang besar akan memperbesar LAI sehingga meningkatkan intersepsi radiasi.
Akibatnya, penambahan bobot organ juga akan menjadi lebih besar.
Tabel 4
Varietas
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13

Nilai luas daun spesifik (SLA) (cm2 g-1) pada setiap selang umur yang
digunakan dalam model
Luas daun spesifik (cm2 g-1) pada hari setelah semai (HSS) ke21-34
35-48
49-62
63-76
77-panen
279
278
259

219
221
211

227
230
228

216
212
200

186
162
164

Biomassa Daun, Batang dan Total
Biomassa daun padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13 meningkat
mulai dari semai hingga mencapai maksimum di pertengahan Fase 3 (Primordia Muncul Malai) (Gambar 8). Setelah muncul primordia, biomassa daun mulai
menurun akibat alokasi pertambahan biomassa yang digunakan untuk daun
berkurang dan sebagian biomassa daun berkurang akibat digunakan untuk
respirasi. Alokasi pertambahan biomassa untuk daun menjadi nol setelah muncul
malai, sehingga biomassa daun menurun secara cepat. Penurunan biomassa daun
juga disebabkan oleh terjadinya pengeringan daun saat memasuki fase pemasakan
biji. Pola perubahan biomassa daun ini menyerupai pola perubahan LAI.

13
6

4

4

LAI

LAI Obs.

6

2

0

0
21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

6

6

4

4

LAI Obs.

LAI

0

2
0
0

6

4

4

0
0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

2
4
LAI Model

6

0

2
4
LAI Model

6

0

2
4
LAI Model

6

2

6

2

0

0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

LAI Obs.

LAI

2

2

0

Gambar 7 Perbandingan antara indeks luas daun hasil model (LAI Model) dan
hasil observasi (LAI Obs.) Waktu Tanam II (kiri) serta hubungan
antara keduanya (kanan) pada varietas Ciherang (atas), Inpari 10
(tengah), dan Inpari 13 (bawah). ● model, ◆ ulangan 1, ▪ ulangan 2,
▲ ulangan 3, ― garis y = x.
Peningkatan biomassa batang tanaman padi dari semai hingga mulai muncul
primordia (awal Fase 3) memiliki pola yang sama dengan peningkatan biomassa
daun (Gambar 9). Namun biomassa batang tetap bertambah selama Fase 3
(Primordia - Muncul Malai), sedangkan biomassa daun justru mulai mengalami
penurunan. Biomassa batang terus bertambah karena pada fase ini terjadi
pemanjangan ruas, sehingga pertambahan biomassa tanaman hampir seluruhnya
dialokasikan pada batang (Vergara 1991). Memasuki Fase 4, biomassa batang
menurun akibat alokasi biomassa hasil fotosintesis seluruhnya digunakan untuk
biji. Selain itu batang juga kehilangan biomassa akibat respirasi dan remobilisasi

14
sebagian biomassanya menuju biji yang berperan sebagai organ penyimpanan (de
Vries et al. 1989)
Biomassa total tanaman padi terus meningkat hingga panen. Peningkatan ini
terjadi karena meskipun biomassa daun dan batang menurun setelah umur
tertentu, biomassa total tetap bertambah akibat tumbuh dan meningkatnya bobot
malai. Bobot malai juga meningkat akibat aliran sebagian biomassa dari batang
melalui proses remobilisasi.
Sebagian besar dugaan model pada tahap kalibrasi telah menunjukkan nilai
yang mendekati nilai hasil observasi. Apabila dilihat perbandingan grafik antara
dugaan model dan data observasi, hanya dugaan biomassa daun varietas Ciherang
dan Inpari 10 yang sedikit over-estimate. Sementara galat terbesar dugaan model
pada biomassa daun, batang dan total ketiga varietas juga terjadi ketika tanaman
berumur 35 HSS (Lampiran 2).
Produktivitas
Salah satu hasil dugaan model yang cukup penting adalah produktivitas.
Secara umum perbandingan produktivitas padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan
Inpari 13 hasil dugaan model dengan data observasi Waktu Tanam II tidak
berbeda jauh. Perbandingan produktivitas padi antara dugaan model dan observasi
tersebut ditampilkan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Perbandingan produktivitas padi (ton ha-1) antara dugaan model dan data
observasi Waktu Tanam II
Produktivitas padi (ton ha-1)
Varietas

Ciherang
Inpari 10
Inpari 13

Model
7.13
6.82
6.68

Observasi
6.94 ± 0.30
6.74 ± 0.20
6.76 ± 0.31

Validasi Model
Perkembangan Tanaman Padi
Validasi submodel perkembangan dilakukan dengan menggunakan data
cuaca dan data perkembangan Waktu Tanam I. Perbandingan panjang fase hasil
model dan data observasi Waktu Tanam I dapat dilihat pada Tabel 6. Model
menghasilkan dugaan panjang fase padi varietas Ciherang dan Inpari 13 yang
mendekati data observasi. Sementara panjang fase Inpari 10 dugaan model kurang
mendekati data observasi.

15
Tabel 6 Perbandingan panjang fase perkembangan padi (hari) dugaan model
dengan data observasi Waktu Tanam I
Fase

Ciherang
Model
Observasi
20
20
29
33
24
21
29
29
102
103

1
2
3
4
Total

Panjang Fase Perkembangan
Inpari 10
Inpari 13
Model
Observasi
Model Observasi
20
20
20
20
30
33
29
32
20
20
18
17
29
31
31
30
99
104
98
99

Fase 1 : semai – tanam, Fase 2 : tanam – anthesis, Fase 3 : anthesis – muncul malai, Fase 4 :
muncul malai – panen.
3000
Wdaun Obs. (kg/ha)

Wdaun (kg/ha)

3000

2000

1000

0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91

0

1000
2000
3000
Wdaun Model (kg/ha)

0

1000
2000
3000
Wdaun Model (kg/ha)

0

1000
2000
3000
Wdaun Model (kg/ha)

3000
Wdaun Obs. (kg/ha)

3000
Wdaun (kg/ha)

1000

0

0

2000

1000

0

2000

1000

0
0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91
3000
Wdaun Obs. (kg/ha)

3000
Wdaun (kg/ha)

2000

2000

1000

2000

1000

0

0
0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91

Gambar 8 Perbandingan antara biomassa daun hasil model (Wdaun Model) dan
biomassa daun observasi (Wdaun Obs.) Waktu Tanam II (kiri) serta

16
hubungan antara keduanya (kanan) pada varietas Ciherang (atas),
Inpari 10 (tengah), dan Inpari 13 (bawah). ● model, ◆ ulangan 1, ▪
ulangan 2, ▲ ulangan 3, ― garis y = x.

Wbatang Obs. (kg/ha)

Wbatang (kg/ha)

8000
6000
4000
2000
0
35

49 63 77
Umur (HSS)

4000
2000

91

Wbatang Obs. (kg/ha)

8000
Wbatang (kg/ha)

6000

0
0

6000
4000
2000
0

0

2000 4000 6000 8000
Wbatang Model (kg/ha)

0

2000 4000 6000 8000
Wbatang Model

0

2000 4000 6000 8000
Wbatang Model

8000
6000
4000
2000
0

0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91

Wbatang Obs. (kg/ha)

8000
Wbatang (kg/ha)

8000

6000
4000
2000
0
0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91

8000
6000
4000
2000
0

Gambar 9 Perbandingan antara biomassa batang hasil model dan biomassa
batang observasi Waktu Tanam II (kiri) serta hubungan antara
keduanya (kanan) pada varietas Ciherang (atas), Inpari 10 (tengah),
dan Inpari 13 (bawah). ● model, ◆ ulangan 1, ▪ ulangan 2, ▲
ulangan 3, ― garis y = x.

17
16000
Wtotal Obs. (kg/ha)

Wtotal (kg/ha)

16000
12000
8000
4000
0

4000

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

0

4000 8000 12000 16000
Wtotal Model (kg/ha)

16000
Wtotal Obs. (kg/ha)

16000
Wtotal (kg/ha)

8000

0
0

12000
8000
4000

12000
8000
4000
0

0
0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

0

4000 8000 12000 16000
Wtotal Model

0

4000 8000 12000 16000
Wtotal Model

16000
Wtotal Obs. (kg/ha)

16000
Wtotal (kg/ha)

12000

12000
8000
4000
0

12000
8000
4000
0

0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

Gambar 10 Perbandingan antara biomassa total hasil model (Wtotal model) dan
biomassa total observasi (Wtotal Obs.) Waktu Tanam II (kiri) serta
hubungan antara keduanya (kanan) pada varietas Ciherang (atas),
Inpari 10 (tengah), dan Inpari 13 (bawah). ● model, ◆ ulangan 1,
▪ ulangan 2, ▲ ulangan 3, ― garis y = x.

18
Indeks Luas Daun
Dugaan model untuk LAI menunjukkan nilai yang over-estimate
dibandingkan dengan LAI observasi Waktu Tanam I, terutama pada varietas
Ciherang dan Inpari 13 (Gambar 11). Salah satu penyebabnya adalah adanya
serangan hama kresek pada Waktu Tanam I. Hama kresek atau hawar daun bakteri
yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv.Oryzae dapat menyebabkan
bercak daun dan daun menjadi kering seperti terbakar (BPTP 2003). Akibat dari
mengeringnya daun ini luas daun berkurang sehingga LAI juga menjadi lebih
kecil dari kondisi normal. Galat LAI dugaan model berkisar antara 6.6% hingga
185.5%, dengan galat terbesar terjadi pada umur padi 35 HSS (Lampiran 3).
6

4

4

LAI

LAI Obs.

6

2

0

2

0
0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)
6

4

4

LAI

LAI Obs.

6

2

0

0

2
4
LAI Model

6

0

2
4
LAI Model

6

0

2
4
LAI Model

6

2

0
0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)
6

4

4

LAI

LAI Obs.

6

2

0

2

0
0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

Gambar 11 Perbandingan antara indeks luas daun hasil model (LAI Model) dan
indeks luas daun observasi (LAI Obs.) Waktu Tanam I (kiri) serta
hubungan antara keduanya (kanan) pada varietas Ciherang (atas),

19
Inpari 10 (tengah), dan Inpari 13 (bawah). ● model,
ulangan 2, ▲ ulangan 3, ― garis y = x.



ulangan 1, ▪

Biomassa Daun, Batang dan Total
Dugaan model untuk biomassa daun (Gambar 12) dan batang (Gambar 13)
secara umum menunjukkan hasil yang cukup sesuai dengan observasi, terutama
setelah ketiga padi berusia 49 HSS. Sementara dugaan model untuk biomassa total
menunjukkan hasil yang lebih besar daripada biomassa total observasi (Gambar
14). Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya serangan hama yang
mengakibatkan turunnya hasil panen sehingga biomassa total juga menjadi lebih
rendah. Galat biomassa daun, batang, dan total dugaan model terbesar juga terjadi
saat usia 35 HSS pada ketiga varietas.
3000
Wdaun Obs. (kg/ha)

Wdaun (kg/ha)

3000
2000
1000
0
35

49 63 77
Umur (HSS)

91

0

1000
2000
3000
Wdaun Model (kg/ha)

0

1000
2000
3000
Wdaun Model (kg/ha)

0

1000
2000
3000
Wdaun Model (kg/ha)

3000
Wdaun Obs. (kg/ha)

3000
Wdaun (kg/ha)

1000
0

0

2000

1000

0

2000

1000

0
0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91
3000
Wdaun Obs. (kg/ha)

2000
Wdaun (kg/ha)

2000

1000

0

2000

1000

0
0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91

Gambar 12 Perbandingan antara biomassa daun hasil model (Wdaun Model)
dan biomassa daun observasi (Wdaun Obs.) Waktu Tanam I

20
(kiri) serta hubungan antara keduanya (kanan) pada varietas
Ciherang (atas), Inpari 10 (tengah), dan Inpari 13 (bawah). ●
model, ◆ ulangan 1, ▪ ulangan 2, ▲ ulangan 3, ― garis y = x.

Wbatang Obs. (kg/ha)

Wbatang (kg/ha)

8000
6000
4000
2000

0

35

49 63 77
Umur (HSS)

4000
2000

91

Wbatang Obs. (kg/ha)

8000
Wbatang (kg/ha)

6000

0

0

6000
4000
2000

0

2000 4000 6000 8000
Wbatang Model (kg/ha)

0

2000 4000 6000 8000
Wbatang Model (kg/ha)

0

2000 4000 6000 8000
Wbatang Model (kg/ha)

8000
6000
4000
2000
0

0
35

49 63 77
Umur (HSS)

91

Wbatang Obs. (kg/ha)

0

8000
Wbatang (kg/ha)

8000

6000
4000
2000

8000
6000
4000
2000
0

0
0

35

49 63 77
Umur (HSS)

91

Gambar 13 Perbandingan antara biomassa batang hasil model (Wbatang Model)
dan biomassa batang observasi (Wbatang Obs.) Waktu Tanam I
(kiri) serta hubungan antara keduanya (kanan) pada varietas
Ciherang (atas), Inpari 10 (tengah), dan Inpari 13 (bawah). ●
model, ◆ ulangan 1, ▪ ulangan 2, ▲ ulangan 3, ― garis y = x.

21
16000
Wtotal Obs. (kg/ha)

Wtotal (kg/ha)

12000

8000

4000

0

4000

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

0

4000 8000 12000 16000
Wtotal Model (kg/ha)

0

4000 8000 12000 16000
Wtotal Model (kg/ha)

16000
Wtotal Obs. (kg/ha)

12000
Wtotal (kg/ha)

8000

0

0

8000
4000
0

12000
8000
4000
0

0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)
16000
Wtotal Obs. (kg/ha)

12000
Wtotal (kg/ha)

12000

8000

4000

12000
8000
4000
0

0
0

21 35 49 63 77 91
Umur (HSS)

0

4000 8000 12000 16000
Wtotal Model (kg/ha)

Gambar 14 Perbandingan antara biomassa total hasil model (Wtotal model) dan
biomassa total observasi (Wtotal Obs.) Waktu Tanam I (kiri) serta
hubungan antara keduanya (kanan) pada varietas Ciherang (atas),
Inpari 10 (tengah), dan Inpari 13 (bawah). ● model, ◆ ulangan 1,
▪ ulangan 2, ▲ ulangan 3, ― garis y = x.
Produktivitas
Produktivitas ketiga varietas padi hasil dugaan model jauh lebih besar
daripada data observasi Waktu Tanam I. Saat dilakukan observasi, Iwan (2012)
menyatakan bahwa selama Waktu Tanam I ketiga padi tersebut terserang
beberapa hama tanaman antara lain tikus, burung dan kresek. Persentase
kerusakan tanaman akibat serangan tikus berkisar antara 5-35 % dari total
populasi padi. Akibat serangan hama tersebut produktivitas ketiga padi menjadi

22
lebih rendah. Sementara selama Waktu Tanam II, ketiga padi sangat sedikit
terkena serangan hama.
Tabel 7 Perbandingan produktivitas padi (ton ha-1) antara dugaan model dan
data observasi Waktu Tanam I
Varietas
Ciherang
Inpari 10
Inpari 13

Produktivitas padi (ton ha-1)
Model
Observasi
7.14
5.3 ± 0.30
6.45
5.16 ± 0.42
6.42
4.81 ± 0.28

Model ini dikalibrasi dengan data Waktu Tanam II dan menghasilkan
dugaan produktivitas yang cukup akurat. Model yang sudah dikalibrasi
selanjutnya digunakan untuk validasi dengan Waktu Tanam I dan menghasilkan
perbedaan produktivitas yang cukup besar. Penyebab perbedaan tersebut adalah
faktor serangan hama yang tidak diperhitungkan dalam model ini.
Ningrum (2014) telah melakukan penelitian tentang pengaruh cuaca
terhadap produktivitas padi varietas Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 yang juga
ditanam di Lelea, Indramayu. Ketiga varietas tersebut ditanam pada Mei hingga
September 2012 dengan sumber air berasal dari irigasi. Produktivitas ketiga
varietas pada penelitian tersebut lebih rendah dari data observasi dan dugaan
model dalam penelitian ini.
Tabel 8 Perbandingan produktivitas padi (ton ha-1) hasil penelitian Ningrum
(2014), penelitian Iwan (2012) Waktu Tanam I dan II, dan hasil dugaan
model
Varietas

Ningrum
(2014)

Ciherang
Inpari 10
Inpari 13

4.58
4.74
4.92

Produktivitas padi (ton ha-1)
Waktu Tanam I
Waktu Tanam II
Observasi
Model
Observasi
Model
5.3 ± 0.30
7.14
6.94 ± 0.30
7.13
5.16 ± 0.42
6.45
6.74 ± 0.20
6.82
4.81 ± 0.28
6.42
6.76 ± 0.31
6.68

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model yang dikembangkan mampu menduga umur tanaman, bobot daun,
batang, dan total serta produktivitas tanaman padi varietas Ciherang, Inpari 10,
dan Inpari 13, khususnya saat kalibrasi dengan data observasi Waktu Tanam II.
Sementara pada validasi dengan data Waktu Tanam I, sebagian besar dugaan
model lebih tinggi dibandingkan data observasi. Produktivitas ketiga padi hasil
dugaan model saat validasi juga jauh lebih tinggi daripada produktivitas padi
sebenarnya. Penyebab tingginya produktivitas dugaan model saat validasi adalah
faktor serangan hama yang terjadi Waktu Tanam I tetapi tidak terjadi pada Waktu

23
Tanam II. Faktor serangan hama dan penyakit tanaman merupakan variabel yang
tidak diperhitungkan dalam model ini.
Besarnya galat dugaan model yang terjadi pada umur padi 35 HSS
disebabkan nilai SLA yang digunakan dalam model pada selang umur 21-35 HSS
jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai pada selang umur yang lain dan nilai
SLA yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Nilai SLA yang terlalu besar
akan meningkatkan LAI sehingga memperbesar intersepsi radiasi oleh tajuk
tanaman. Akibatnya, penambahan bobot organ akan menjadi lebih besar.
Saran
Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh faktor serangan hama
dan penyakit terhadap produktivitas tanaman padi secara matematis diperlukan
agar dapat dimasukkan dalam pengembangan model selanjutnya.

24

DAFTAR PUSTAKA
Adu-Bredu S, Yokota T, Hagihara A. 1997. Long-term respiratory cost of
maintenance and growth of field-grown Hinoki Cypress (Chamaecyparis
obtusa). Ann. Bot-London 80: 753-758
[BBPadi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi Varietas Padi.
Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
[BBPadi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2011. Inpari 13 padi sangat
genjah dan tahan wereng coklat. Agroinovasi 3387
Black CC, Osmond CB. 2003. Crassulacean acid metabolism photosynthesis:
‘working the night shift’. Photosynth. Res. 76: 329-341
[BPTP] Balai Penelitian Tanaman Pangan. 2003. Masalah Lapang Hama,
Penyakit, Hara pada Padi. Balai Penelitian Tanaman Pangan
Cannell MGR, Thornley JHM. 2000. Modelling the components of plant
respiration: some guiding principles. Ann. Bot-London 85: 45-54
De Vries FWTP, Jansen DM, Berge HFMT, Bakema A. 1989. Simulation of
Ecophysiological Processes of Growth in Several Annual Crops.
Wageningen (ND): Pudoc
Goudriaan J dan Laar HH. 1994. Modelling Potential Crop Growth Process.
Dordrecht (ND): Kluwer Academic Publishers
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk
Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Irsel MWV, Seymour L. 2000. Growth respiration, and carbon fixation of Vinca:
a time series analysis. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125 (6): 702-706
Iwan K. 2012. Pengaruh ketersediaan air pada musim tanam II terhadap tanaman
padi varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13 [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Kumar D, Shivay YS. 2008. Definitional Glossary of Agricultural Terms. New
Delhi (IN): I.K. International Publishing House
Ningrum DK. 2014. Pengaruh kekeringan terhadap produktivitas padi varietas
Ciherang, Inpari 10 dan Inpari 13 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Putri RP. 2012. Validasi model simulasi tanaman padi Shierary-Rice 3.0 [skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Sari NA. 2012. Pengaruh kondisi cuaca pada keragaan tiga varietas padi pada
musim tanam II di Indramayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Soltani A, Sinclair TR. 2012. Modeling Physiology of Crop Development, Growth
and Yield. London (UK): CABI
Sorensen ML. 2008. Agricultural Water Management Research Trends. New
York (US): Nova Publishers
Vergara BS. 1991. Rice plant growth and development. Di dalam: In Luh BS,
editor. Rice Production. New York (US): Avi Publishing Company. 13-21
Watada AE, Herner RC, Kader AA, Romani RJ, Staby GL. 1984. Terminology
for the description of developmental stages of horticultural crops. Hort.
Science 19 (1): 1-2

25
Yamori W, Hikosaka K, Way DA. 2014. Temperature response of photosynthesis
in C3, C4, and CAM plants: temperature acclimation and temperature
adaptation. Phot