Studi keragaman morfologi dan genetik jamur tiram, Pleurotus sp. dengan teknik PCR-RFLP

STUDI KEANEKARAGAMAN MORFOLOGI
DAN GENETIK JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)
DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

Oleh:

Reny Meisetyani
E14202080

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
Reny Meisetyani (E14202080). Studi Keanekaragaman Morfologi dan
Genetik Jamur Tiram (Pleurotus sp.) Dengan Teknik PCR-RFLP. Dibimbing
oleh ELIS NINA HERLIYANA dan ISKANDAR Z. SIREGAR.
Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia.
Selain luas, letaknya yang strategis pada garis khatulistiwa menjadikannya
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi diantaranya terkandung

kekayaan flora, fauna maupun jasad renik yang unik dan bersifat endemik,
termasuk juga jamur. Jamur tiram mempunyai manfaat diantaranya sebagai bahan
pangan dan sebagai agen biopulping serta biobleaching. Jamur tiram secara
morfologi mempunyai keanekaragaman khususnya dalam warna tubuh buah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan
keanekaragaman jamur tiram baik secara morfologi maupun genetik.
Keanekaragaman morfologi Pleurotus sp. diperoleh berdasarkan warna tubuh
buah, dan keanekaragaman genetik menggunakan teknik PCR-RFLP, serta
aplikasi metode PCR-RFLP pada Pleurotus sp.. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Penyakit Hutan dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan
Institiut Pertanian Bogor pada bulan September 2005 sampai dengan April 2006.
Pleurotus sp. berdasarkan karakter morfologi berupa warna tubuh buah,
dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu jamur tiram putih (Pleurotus sp.
17, Pleurotus sp. 16 dan Pleurotus sp. 19), berwarna abu (Pleurotus sp. 21 dan
Pleurotus sp. 23), berwarna merah (Pleurotus sp. 24) dan berwarna coklat
(Pleurotus sp. 5 dan Pleurotus sp. 25). Berdasarkan ukuran diameter tubuh buah,
berkisar antara 5-7cm untuk diameter terbesar dan 1-6cm untuk diameter terkecil.
Berdasarkan hasil PCR-RFLP dapat terlihat adanya keanekaragaman
genetik yaitu fragmen pita DNA yang berbeda ukuran. Hasil PCR-RFLP
Pleurotus sp. dikelompokkan menjadi empat kelompok, dimana fragmen DNA

Pleurotus sp. 17, Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 21, dan Pleurotus sp. 23
berukuran 700 bp. Pleurotus sp. 19 berukuran 680 bp, Pleurotus sp. 5 berukuran
790 bp, Pleurotus sp. 24 dan Pleurotus sp. 25 berukuran 750 bp.
Pemotongan hasil PCR-RFLP menggunakan enzim restriksi AluI dan
HindIII. Empat isolat pertama dilakukan menggunakan kedua enzim tersebut,
ternyata hanya AluI yang memperlihatkan adanya pemotongan pita DNA. HindIII
tidak memberikan hasil karena tidak mengenali situs pemotongan pada produk
amplifikasi DNA yang dihasilkan. Untuk analisis keanekaragaman genetik
selanjutnya hanya digunakan enzim restriksi AluI.
Berdasarkan elektroforesis hasil restriksi AluI dari 8 sampel yang digunakan
ternyata hanya 7 sampel yang memberikan hasil. Pola perpotongan hampir sama
pada Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 21, dan Pleurotus sp. 23, yang terpotong
menjadi fragmen berukuran 100 bp dan 600 bp. Pada Pleurotus sp. 24 pita DNA
terpotong menjadi tiga fragmen, yaitu berukuran 100 bp, 150 bp dan sekitar 500
bp. Pleurotus sp. 25 mempunyai perpotongan berukuran 100 bp dan disekitar 650
bp. Pleurotus sp. 19 pita DNA terpotong dengan ukuran100 bp dan 580 bp.
Pleurotus sp. 5 mempunyai potongan pita DNA berukuran 90 bp, 100 bp dan 600

bp. Jika dijumlahkan total base pair hasil perpotongan nilainya sama dengan
hasil PCR-RFLP.

Pengelompokkan atau klaster Pleurotus sp. dengan menggunakan
dendogram jarak genetik dapat terlihat jelas. Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 21
dan Pleurotus sp. 23 termasuk kedalam satu klaster pertama. Secara morfologi
jamur tiram tersebut berbeda terutama pada warna tubuh buah. Pleurotus sp. 21
dan Pleurotus sp. 23 berwarna abu, sedangkan Pleurotus sp. 16 berwarna putih.
Pleurotus sp. 5 bergabung dengan klaster pertama. Secara morfologi warna tubuh
buah Pleurotus sp. 5 adalah coklat. Jadi, jika dibandingkan secara morfologi
warna tubuh buah jamur tiram berwarna abu, coklat dan putih berada dalam satu
kelompok. Kelompok berikutnya adalah Pleurotus sp. 19 dan Pleurotus sp. 25,
membentuk klaster ketiga. Sama seperti kelompok sebelumnya warna tubuh buah
jamur tersebut berbeda yaitu putih dan coklat. Pleurotus sp. 24 tidak termasuk
kedalam ketiga klaster tersebut.
Dari hasil penelitian ini, keanekaragaman morfologi jamur tiram dapat
dilihat dari warna tubuh buahnya. Pengelompokkan secara morfologi tidak
dikonfirmasikan dengan pengelompokkan secara genetik. Penanda PCR-RFLP,
menggunakan primer ITS1-ITS4 dan enzim restriksi AluI dapat digunakan untuk
menduga keanekaragaman genetik antara jenis jamur tiram.

STUDI KEANEKARAGAMAN MORFOLOGI
dan GENETIK JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)

DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Reny Meisetyani
E14202080

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul : STUDI KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK JAMUR
TIRAM (PLEUROTUS SP.) DENGAN TEKNIK PCR-RFLP
Nama : RENY MEISETYANI
NRP : E14202080


Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

(Ir. Elis Nina Herliyana M.Si.)
NIP. 131 955 530

(Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.)
NIP. 131 878 498

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS)
NIP 131 430 799

Tanggal :................................................


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta 29 Mei 1984 dari Bapak
Sumedi dan Ibu Mirah. Penulis adalah anak kedua dari dua
bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh adalah
Sekolah Dasar di SDN 06 Pagi Jakarta Selatan (1990-1996),
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 124 Jakarta
Selatan (1996-1999), dan Sekolah Menengah Umum di
SMUN 55 Jakarta Selatan (1999-2002). Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Manajemen Hutan program
studi Budi Daya Hutan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru).
Selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah
melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Garut, Jawa
Barat dengan jalur Kamojang-Leuweung Sancang, dan KPH Ciamis, Jawa Barat
pada tahun 2005. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Kecamatan Darmaga, Desa Sukawening pada tahun 2006. Pada tahun 2003-2005
penulis aktif di Dewan Kerja Masjid (DKM) Ibadurahman dan pada tahun 20042005 aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan. Selain itu
penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Budidaya Jamur Berguna untuk
program Diploma tahun ajaran 2006/2007.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manjemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi
dengan judul “Studi Keanekaragaman Morfologi dan Genetik Jamur Tiram
(Pleurotus sp.) Dengan Teknik PCR-RFLP” yang dibimbing oleh Ir. Elis Nina
Herliyana, M.Si. dan Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah,
rahmat, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Studi Keanekaragaman Morfologi dan Genetik Jamur Tiram (Pleurotus
sp.) Dengan Teknik PCR-RFLP”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Atas selesainya karya ilmiah ini, maka dengan penuh kerendahan hati
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc selaku
dosen pembimbing atas segala bantuan, bimbingan serta ilmu.
2. Lina Karlinasari,S.Hut, M.Sc. selaku dosen penguji dari Departemen Hasil
Hutan dan Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA, selaku dosen penguji dari
Departemen Konservasi Sumber daya Hutan.
3. Tedi Yunanto S.Hut, atas bantuan, arahan dan kesabarannya.

4. Teman-teman satu penelitian Fona Lengkana dan Ope Permana yang telah
dengan sabar membantu penulis selama penelitan di Laboratorium Silvikultur.
5. Tutin BScF, atas pengertiannya, teman-teman Mushroom Studies, atas
bantuan, kesabaran dan kebersamaannya, serta teman-teman Ibaadurahman.
6. Teman-teman BDH’39 atas kerjasama dan kebersamaan kita.
7. Bapak dan Mama atas segala doa, dukungan materil dan moril serta kasih
sayang yang selalu diberikan kepada penulis, kakakku Ratna Wati yang selalu
membantu penulis dalam memenuhi kebutuhan selama menuntut ilmu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Akhir kata,
semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, 2006
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi sel jamur ............................................................................................... 3
Ciri-ciri jamur Pleurotus sp. ............................................................................ 3
Klasifikasi Pleurotus sp. .................................................................................. 5
Syarat pertumbuhan Pleurotus sp. .................................................................... 5
Peranan jenis jamur tiram ................................................................................. 6
Deoxyribonucleic Acid (DNA) ......................................................................... 6
Penanda genetik ................................................................................................ 8
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan waktu penelitian ......................................................................... 12
Bahan dan alat penelitian ............................................................................... 12
Prosedur penelitian ......................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman morfologi Pleurotus sp. ..................................................... 20
Keanekaragaman genetik Pleurotus sp. .......................................................... 22
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Lenght Polymorphisms
(PCR-RFLP) .................................................................................................. 24
Restriksi ......................................................................................................... 26
Analisis Data ................................................................................................... 29
Kesesuaian pengelompokkan berdasarkan karakter morfologi dan genetik ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35
LAMPIRAN ......................................................................................................... 38

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Bahan-bahan ekstraksi DNA, PCR-RFLP dan restriksi ................................ 12
2. Alat-alat ekstraksi DNA, PCR-RFLP dan restriksi ........................................ 13
3. Komposisi bahan untuk reaksi PCR-RFLP .................................................... 18
4. Tahapan-tahapan dalam proses PCR-RFLP ................................................... 18
5. Komposisi bahan untuk restriksi .................................................................... 19
6. Hasil pengamatan morfologi pada Pleurotus sp. ........................................... 20
7. Hasil skoring pemotongan dengan enzim restriksi AluI.. ............................... 30
8. Jarak genetik antar jenis Pleurotus sp. ........................................................... 30

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Struktur hifa jamur: ujung hifa (a), cabang hifa dengan sekat berpori (b),
organel sel hifa (c), perbandingan hifa mati dan hifa hidup (d) .................. 3

2. Morfologi jamur tiram tudung (a), tangkai (b) ........................................... 4
3. Sel, kromosom dan DNA double heliks ..................................................... 7
4. Siklus pembentukan molekul DNA baru dalam proses PCR ..................... 9
5. Media tumbuh jamur tiram (baglog)......................................................... 14
6. Bagan alir analisis DNA ........................................................................... 16
7. Daerah gen ribosomal ITS ........................................................................ 17
8. Cara penilaian pita dengan sistem skoring................................................ 19
9. Tubuh buah jamur:tudung tubuh buah (a), tangkai tubuh buah (b) .......... 22
10. Hasil ekstraksi DNA yang dilakukan di Bogor pada 8 isolat ................... 23
11. Hasil ekstraksi DNA yang dilakukan di Jerman pada 9 isolat .................. 24
12. Hasil elektroforesis PCR-RFLP ................................................................ 25
13. Hasil elektroforesis pemotongan enzim restriksi AluI dan HindIII .......... 26
14. Hasil elektroforesis pemotongan dengan enzim restriksi AluI.................. 27
15. Pola pemotongan pita DNA oleh enzim restriksi AluI pada tujuh sampel
Pleurotus sp. ............................................................................................ 28
16. Pemotongan pita DNA dengan enzim restriksi AluI pada Pleurotus sp. .. 29
17. Dendogram jarak genetik pada tujuh isolat Pleurotus sp. hasil restriksi AluI ..... 31
18. Dendogram: morfologi (A), genetik (B) ................................................... 32

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambar delapan Isolat Pleurotus sp. yang digunakan dalam penelitan ......... 39
2. Gambar alat-alat untuk analisis keanekaragaman genetik .............................. 40
3. Hasil elektroforesis PCR-RFLP Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 17, Pleurotus
sp. 19, dan Pleurotus sp. 5 .............................................................................. 41
4. Analisis data dendogram morfologi dan genetik dengan menggunakan
software Minitab ver. 14 ................................................................................. 42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas ke tiga
setelah Brazil dan Zeire. Selain luas, letaknya yang strategis pada garis
khatulistiwa menjadikannya memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi
di mana didalamnya terkandung kekayaan flora, fauna maupun jasad renik yang
unik dan bersifat endemik (FWI dan GWI, 2003).
Keanekaragaman hayati tersebut belum semua, diketahui potensi serta
manfaatnya secara menyeluruh. Pada saat ini baru beberapa jenis hayati baik
tumbuhan maupun binatang dari hutan tropis Indonesia yang telah terungkap
potensi dan manfaatnya secara mendalam, contohnya tumbuhan obat.
Jamur adalah salah satu jenis hayati yang berasal dari hutan tropis Indonesia
yang telah terungkap beberapa potensi dan manfaatnya. Jamur banyak ditemukan
tumbuh liar menempel pada kayu maupun di lantai hutan. Jamur yang tumbuh di
hutan tersebut ada yang dapat dimakan sebagai bahan makanan dan obat maupun
yang tidak dapat dimakan karena beracun. Menurut Chang dan Miles (1997)
jamur telah dikonsumsi sebagai bahan makanan sejak zaman dahulu. Pleurotus sp.
atau yang disebut dengan jamur tiram, karena bentuk tudung menyerupai
cangkang tiram adalah salah satu dari sekian banyaknya jenis jamur yang dapat
dimakan.
Jamur tiram mempunyai rasa yang enak dan juga bernilai gizi tinggi karena
di dalamnya terdapat kandungan protein nabati (sebesar 10-30%) serta kandungan
asam amino yang cukup lengkap, termasuk adanya asam amino esensial yang
diperlukan tubuh (Tim Redaksi Agromedia Pustaka, 2002). Jamur tiram termasuk
ke dalam 15 jenis jamur yang telah dibudidayakan di seluruh dunia. Jamur tiram
merupakan jenis jamur kayu yang paling mudah dibudidayakan karena dapat
tumbuh pada berbagai macam jenis substrat dan mempunyai kemampuan adaptasi
yang tinggi terhadap lingkungan (Tim MAJI, 2004).
Lebih dari 70.000 jenis jamur telah dikenal sejak lama (Suriawiria, 2001).
Di alam, jamur jenis ini tumbuh pada batang-batang kayu mati atau lapuk dengan
berbagai bentuk morfologi dan warna. Bentuk tudung, diameter tangkai dan

panjang tangkai tubuh buah serta warna tubuh buah merupakan parameter untuk
membedakan karakter morfologinya. Penelitian keanekaragaman hayati jamur
tiram berdasarkan morfologi dan genetik di Indonesia masih kurang. Penelitian ini
diperlukan untuk konservasi plasma nutfah dan mushroom breeding.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keragaman genetik isolat
jamur tiram dengan melakukan analisis DNA menggunakan metode penanda
genetik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphisms
(PCR-RFLP). PCR-RFLP merupakan salah satu teknik penanda genetik yang kini
biasa digunakan selain RAPD, dan AFLP.
Tujuan Penelitian
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

dan

membandingkan

keanekaragaman morfologi dan genetik pada Pleurotus sp., serta aplikasi metode
penanda genetik PCR-RFLP pada Pleurotus sp..

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi sel jamur
Bagian dasar selular dari jamur digambarkan oleh hifa dan dinding sel
mengandung chitin. Hifa mengandung nuklei, mitokondria, ribosom, golgi dan
membran batas vesikel dengan membran plasma sebagai batas sitoplasma. Hifa
tumbuh memanjang dengan pertumbuhan ujungnya, dan memperbanyak dengan
membentuk cabang, sehingga terbentuk miselium. Hifa ada yang bersekat dan ada
yang tidak bersekat (Gambar 1). Struktur sub-selular didukung dan diorganisir
oleh mikro tubules dan retikulum endoplasma (Anonim, 2006a).

a.

b.
c.

d.

Sumber: Anonim, 2006a
Gambar 1. Struktur hifa jamur: ujung hifa (a), cabang hifa dengan sekat berpori
(b), organel sel hifa (c), perbandingan hifa mati dan hifa hidup (d)
Ciri-ciri jamur Pleurotus sp.
Morfologi. Tudung jamur tiram berbentuk agak membulat, lonjong dan
melengkung seperti cangkang tiram. Jamur tiram putih (P. ostreatus) mempunyai
tudung berdiameter 4-15 cm atau lebih, berbentuk seperti tiram, cembung
kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong, permukaan licin,
agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket, warna bervariasi dari putih

sampai abu-abu, atau coklat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa),
tetapi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang atau
bercuping (Cahyana et al., 2005).
Jamur tiram berdaging tebal, berwarna putih, dan lunak pada bagian yang
berdekatan dengan tangkai. Bilah cukup berdekatan, lebar, warna putih atau
keabuaan dan seringkali berubah menjadi kekuningan ketika dewasa. Tangkai
tidak ada atau jika ada biasanya pendek, kokoh dan tidak di pusat atau lateral
(tetapi kadang-kadang di pusat), panjang 0.5-4.0 cm, gemuk, padat, kuat, kering,
umumnya berambut atau berbulu kapas paling sedikt di dasar (Gambar 2). Jejak
spora putih sampai ungu muda atau abu-abu keunguan, berukuran 7-9 x 3-4
mikron, berbentuk lonjong, licin (Gunawan, 1999).

(a)

(b)

Sumber: Foto pribadi
Gambar 2. Morfologi jamur tiram: tudung (a), tangkai (b)
Habitat. Pleurotus sp. umumnya hidup bergerombol menyerupai susunan
pada batang kayu, beberapa jenis ada yang tumbuh soliter. Pleurotus sp. juga
dijumpai tumbuh pada tumpukan limbah biji kopi (Gunawan, 1999).
Siklus Hidup. Secara umum siklus hidup Pleurotus sp. terbagi menjadi dua
fase, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif merupakan fase
pertumbuhan miselium, sedangkan fase generatif adalah fase pertumbuhan tubuh
buah (Chang dan Miles, 1989). Reproduksi jamur terbagi dalam dua metode, yaitu
aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terdiri atas : 1). Fission (pemisahan);
2). Fragmentasi miselium; 3). Budding (penguncupan); dan 4). Spora aseksual.

Sedangkan reproduksi seksual dengan menghasilkan basidiospora dengan proses :
1). Plasmogami; 2). Karyogami; 3). Meiosis (Kaul, 1997).
Klasifikasi Pleurotus sp.
Pleurotus sp. merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya orang
menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu, karena jamur ini banyak tumbuh pada
media kayu yang sudah lapuk (Yuniasmara et al., 2001). Klasifikasi jamur tiram
menurut Chang dan Miles (1997) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Myceteae

Divisi

: Amastigomycota

Kelas

: Basidiomycetes

Sub kelas

: Holobasidiomycetidae

Ordo

: Agaricales

Famili

: Tricholomataceae

Genus

: Pleurotus

Sedangkan menurut Alexopoulos et al., (1996) klasifikasi jamur tiram
adalah termasuk kedalam super kingdom: Eukaryota; kingdom: Myceteae (fungi);
divisio: Mycota; sub-divisio: Basidiomycotae; kelas: Basidiomycetes; ordo:
Agaricales; famili: Agaricaceae; genus: Pleurotus; dan spesies Pleurotus sp..
Syarat pertumbuhan Pleurotus sp.
Pertumbuhan Pleurotus sp. dipengaruhi oleh iklim, media tumbuh, dan
ketinggian tempat (Reginawati, 1999).
Iklim. Secara alami, jamur tiram Pleurotus sp. ditemukan di hutan pada
kayu berdaun lebar dan berdaun jarum. Jamur tiram tidak memerlukan cahaya
matahari yang banyak dan remang-remang, di tempat terlindung miselium jamur
akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari
berlimpah. Kelembaban ruangan optimal adalah 90-96%. Suhu udara untuk
pertumbuhan miselia adalah 23-280C dan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah
13-150C.
Media Tanam. Secara tradisional, di Jepang, bibit ditanam di dalam lubang
atau garisan di kayu kering. Pengeringan dilakukan dengan tenaga sinar matahari
atau listrik. Dalam budidaya modern, media tumbuh berupa kayu tiruan (log) yang

dibuat dalam bentuk silinder. Komposisi media ini berupa sumber kayu (gergaji
kayu, ampas tebu), sumber gula (tepung-tepungan), kapur, pupuk P dan air.
Ketinggian Tempat. Pleurotus sp. tumbuh baik pada daerah dataran tinggi
sekitar 700-800 mdpl. Budidaya jamur di dataran rendah dapat dilakukan apabila
iklim ruang penyimpanan dapat diatur dan disesuaikan dengan keperluan jamur.
Peranan jenis jamur tiram
Jamur tiram yang kini telah banyak dibudidayakan di Indonesia tidak hanya
digemari karena rasanya tetapi juga karena kandungan gizinya. Jamur tiram
termasuk heterotrofik, hidupnya tergantung pada tempatnya hidup. Jamur tiram
adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibanding
jenis jamur kayu lainnya (Djarijah dan Djarijah, 2001).
Jamur tiram juga memiliki berbagai macam khasiat untuk kesehatan tubuh,
antara lain sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol sehingga dapat
mencegah hipertensi dan serangan jantung (Tim Redaksi AgroMedia Pustaka,
2002). Menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan luka pada
permukaan tubuh, mencegah penyakit diabetes melitus, penyempitan pembuluh
darah, menambah vitalitas dan daya tahan tubuh, serta mencegah penyakit tumor
atau kanker, influenza sekaligus memperlancar buang air besar (Djarijah dan
Djarijah, 2001).
Deoxyribonucleic Acid (DNA)
Makromolekul biologi untuk penyimpanan informasi genetik adalah asam
deoksiribonukleat (DNA). Bakteri dan organisme tingkat tinggi meliputi semua
tumbuhan dan hewan menggunakan DNA sebagai tempat untuk “menyimpan”
informasi genetik. Deoxyribonucleic Acid (DNA) bersama-sama protein (disebut
histone) dan molekul Ribonucleic Acid (RNA), terdapat dalam inti sel (Finkeldey,
2005).
Nukleotida terdiri atas tiga komponen, yaitu molekul gula pentosa
(deoxyribose untuk DNA dan ribose untuk RNA), gugus phosphat, dan basa
nitorgen. Berdasarkan bentuk molekulnya, basa nitrogen dikelompokkan menjadi
dua, yaitu purin dan pirimidin. Basa purin terdiri atas basa Adenin (A), dan
Guanin (G), sedangkan basa pirimidin terdiri atas basa Sitosin (C), Urasil (U) dan

Timin (T). Struktur molekul DNA terdiri atas dua rangkaian nukleotida yang
tersusun secara linier.
Kedua rangkaian saling berikatan itu terbentuk seperti tali berpilin, sehingga
molekul DNA dikatakan sebagai double helix (heliks ganda) (Gambar 3). Untuk
membentuk rangkaian molekul DNA heliks ganda, basa nitrogen dari setiap
nukleotida dalam satu rangkaian akan berpasangan dengan basa nitrogen dari
setiap rangkaian lainnya melalui ikatan hidrogen (Muladno, 2002).

Sumber: Anonim, 2006b
Gambar 3. Sel, kromosom dan DNA double heliks
Dilihat dari luar DNA merupakan struktur yang tampak sangat teratur,
meskipun urutan basa-basanya pada setiap rantai tidak begitu teratur. Yang sama
pentingnya ialah

bahwa dua purin, yakni adenin dam guanin secara selektif

mengikat dua pirimidin, timin dan sitosin. Adenin (A) hanya dapat berpasangan
dengan timin (T), sedangkan guanin (G) hanya mengikat sitosin (C) (Gunarso,
1988). Penulisan susunan molekul DNA selalu diawali terlebih dahulu angka 5’
yang menempel pada basa, yang menunjukkan bahwa basa tersebut berada pada
urutan terdepan. Setelah penulisan basa terakhir, dituliskan juga angka 3’ sebagai
tanda bahwa basa tersebut berada pada urutan terakhir (Muladno, 2002).
DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting pada makhluk
hidup, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Semua makhluk hidup kecuali beberapa virus memiliki
DNA. DNA terdapat di dalam sel, bagian terbesar dari DNA terdapat di dalam
nukleus, terutama dalam kromosom (Suryo, 1986). Molekul DNA juga ditemukan
di dalam mitokondria, plastida dan sentriol. Ukuran molekul DNA berbeda-beda
dari satu spesies ke spesies lainnya. DNA sebagai unit keturunan terkecil, terdapat
pada semua makhluk hidup mulai dari mikrooraganisme tingkat tinggi seperti
manusia, hewan dan tanaman (Muladno, 2002).
Penanda genetik
Fenotipe dari suatu organisme dibatasi sebagai ekspresi yang dapat diamati
secara langsung untuk sifat tertentu yang diamati. Genotipe adalah informasi
genetik yang mengontrol fenotipe yang diamati. Informasi genetik terdapat pada
beberapa lokus gen tertentu. Penanda genetik biasanya dikontrol hanya oleh satu
atau sejumlah kecil lokus gen. Bentuk-bentuk lain dari suatu gen pada setiap lokus
disebut alel.
Bila suatu studi penurunan sifat telah dilakukan secara sukses terhadap
suatu lokus gen, maka lokus bersangkutan disebut dengan gen penanda atau lokus
penanda. Suatu penanda genetik adalah satu satuan keturunan. Banyak jenis
penanda telah diidentifikasi, namun hanya beberapa yang dari segi praktis banyak
digunakan dalam genetika hutan.
Akhir-akhir ini penelitian menggunakan DNA secara langsung telah banyak
berkembang. Dewasa ini banyak penanda DNA yang dikembangkan berdasarkan
reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR adalah suatu metode untuk
menggandakan atau mengamplifikasi DNA yang diisolasi pada sebuah tabung
reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang (Finkeldey, 2005). Konsep
amplifikasi DNA dengan PCR adalah mudah dan hasilnya luar biasa.
Kary Mullis memperkenalkan PCR pada tahun 1983 dan publikasi PCR
yang pertama muncul pada tahun 1985 (Viljoen et. al., 2005). PCR merupakan
suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target
tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan
molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai
primer dalam suatu thermocycler (Muladno, 2002).

PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan DNA
spesifik. Ada 4 komponen utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses PCR
yaitu 1). DNA target, 2). Primer, 3). DNA polymerase dan 4). dNTP. Prinsip
proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (30-60 detik) dengan tiga
perubahan suhu yang berubah secara cepat (Gambar 4). Ketiga tahapan suhu dan
fungsi PCR adalah denaturasi, annealing dan ekstensi.

Sumber: Muladno, 2002
Gambar 4. Siklus pembentukan molekul DNA baru dalam proses PCR yang
dimulai dengan proses pre-denaturasi sampai ektensi
Denaturasi (terbentuk rantai tunggal) Suhu 95oC. Pada tahap pertama ini
utas ganda molekul DNA terpisah sempurna dan menghasilkan pita tunggal yang
merupakan cetakan bagi primer. Suhu denaturasi biasanya 940 C selama 30 detik
atau 970 C selama 15 detik (Bernard, 1998). Denaturasi yang tidak lengkap
mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi)
secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR (Muladno, 2002).
Annealing (penempelan Primer) Suhu Berkisar 50oC-60oC. Temperatur
penempelan yang digunakan biasanya 5 oC dibawah Tm, dimana formula untuk
menghitung TM= 4(G + C) + 2(A + T). Semakin panjang ukuran primer, semakin
tinggi temperaturnya. Akan tetapi, menurut Promega (2003) suhu annealing
ditentukan oleh persamaan:

Tm = 81.5 + 16.6 (log M) + 0.41 (%GC) – (675/n)
Keterangan:
Tm = Suhu annealing (dalam 0C)
M = Konsentrasi garam dalam buffer (mM)
G
= Banyaknya basa guanin dalam primer yang digunakan
C
= Banyaknya basa sitosin dalam primer yang digunakan
N
= Panjang primer (dalam bp)
Ekstensi (pemanjangan primer) suhu 72 oC. Selama tahap ini, Taq
polymease memulai aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari ujung 3’.
Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72

o

C

diperkirakan antara 35 sampai 1000 nukleotida per detik, bergantung pada buffer,
pH, konsentrasi garam dan molekul DNA (Muladno, 2002).
Teknik penandaan DNA yang biasa digunakan diantaranya adalah
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphisms (PCRRFLP), Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD) dan Amplified
Fragment Length Polymorphism (AFLP). PCR-RFLP merupakan metode
penandaan dengan menggunakan enzim endonuklease untuk memotong DNA
pada situs tertentu. Metode ini sangat berguna untuk penyusunan peta genetik
pada banyak spesies (Dunham, 2004 dalam Hilwa, 2004). Dengan PCR-RFLP
perbedaan pita-pita DNA disebabkan oleh pemotongan enzim. Restriksi
endonuklease (RE) adalah enzim yang memisahkan pita DNA (Viljoen et al.,
2005).
Nuklease adalah enzim yang memotong, memendekkan atau mendegradasi
asam nukleat. Ada dua macam nuklease yaitu eksonuklease dan endonuklease.
Endonuklease memecah ikatan fosfodiester internal pada molekul DNA.
Kelompok enzim khusus yang disebut endonuklease restriksi memotong DNA
untai ganda hanya pada tempat pengenal spesifik yang jumlahnya terbatas
(Brown, 1991).
PCR-RFLP merupakan salah satu jenis analisis molekuler hasil dari
perkembangan teknik rekombinan DNA. Analisis ini berdasarakan pada
pemotongan situs DNA dengan menggunakan enzim restriksi. Hasil dari
pemotongan tersebut berupa fragmen-fragmen DNA yang memiliki perbedaan
ukuran. Keragaman ukuran potongan DNA yang didapat akibat aktivitas enzim
restriksi merupakan akibat adanya variasi dalam jumlah dan distribusi situs

restriksi yang ada pada DNA-nya. Variasi keberadaan situs restriksi
mencerminkan adanya variasi sekuen DNA.
Dengan kata lain, PCR-RFLP dapat berfungsi sebagai penduga variasi
sekuen DNA. Sehingga PCR-RFLP dapat digunakan untuk menduga hubungan
kekerabatan dari beberapa individu atau dapat digunakan untuk analisis
keragaman genetik (Autrique et. al., 1996; Mumm dan Dudley, 1994; dalam
Kaidah, 1999).

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Hutan dan Laboratorium
Silvikultur Fakultas Kehutanan Institiut Pertanian Bogor pada bulan September
2005 sampai dengan April 2006.
Bahan dan alat penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19 isolat jamur
tiram koleksi Laboratorium Penyakit Hutan, yang terdiri atas 10 isolat yang
diekstraksi di Laboratorium Silvikultur dan 9 isolat lagi merupakan ekstraksi
DNA yang dilakukan di Jerman koleksi Elis Nina Herliyana. Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan media tumbuh jamur adalah serbuk gergaji kayu
sengon, dedak, kapur, gips dan air. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses
ektraksi DNA, PCR-RFLP dan restriksi adalah silika gel, nitrogen cair, bahanbahan kimia seperti Tris-HCL, EDTA, NaCL, CTAB 10%, Etanol, Propanol,
kloroform dan fenol, Qiagen Taq polymerase, primer, buffer RE, H20, enzim
restriksi AluI, HindIII dan DNA. Untuk melakukan uji kualitas DNA hasil
ekstraksi, PCR-RFLP dan restriksi dilakukan dengan proses elektroforesis
menggunakan gel agarose dan ethidium bromide (EtBr) untuk perwarnaan (Tabel
1).
Tabel 1. Bahan-bahan ekstraksi DNA, PCR-RFLP dan restriksi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Ekstraksi DNA
Tris-HCL 1 M
EDTA 0.5 M
NaCL 5 M
CTAB 10%
Merkap-etanol
PVP 1%
Akuades
Fenol

Bahan-bahan
PCR-RFLP
H2O
Hot Star Mix
Primer ITS1
Primer ITS4
DNA

Restriksi
H2O
Buffer RE
DNA
Enzim restriksi

AluI
HindIII

Alat-alat dalam pembuatan media tumbuh jamur adalah plastik tahan panas,
cincin, kertas, kapuk dan karet. Alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi DNA
dan PCR-RFLP adalah mortar dan pestel, sarung tangan, pipet, pipet mikro,
sentrifugasi, tips, tube 2 ml dan mikrotube 0.2 ml, koleksi tabung (Lampiran 2),
vortex, bak elektroforesis, microwave, power supply, pH meter, gelas piala, gelas
ukur, timbangan analitik, pengaduk magnet, desikator, freezer, water bath,
ultraviolet transiluminator, kamera digital dan mesin PCR (Tabel 2).
Tabel 2. Alat-alat ekstraksi DNA, PCR-RFLP dan restriksi
No.

Kegiatan

Alat yang digunakan

1.

Ekstraksi DNA

2.

PCR-RFLP

Pestel, mortal, vortex, desikator, freezer, water bath, pH
meter dan tube 2 ml
Microtube 0.2 ml dan mesin PCR

3.

Restriksi

Microtube 0.2 ml dan water bath

4.

Umum

Sarung tangan, pipet, pipet mikro, tips sentrifugasi, koleksi
tabung, cetakan gel, bak elektoforasis, microwave, power
supply, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik,
pengaduk magnet, ultraviolet transimulator dan kamera
digital

Prosedur penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama adalah
kultivasi jamur tiram dan tahap kedua adalah analisis DNA dengan menggunakan
PCR-RFLP dan pemotongan pita DNA dengan enzim restriksi AluI dan HindIII.
Kultivasi jamur tiram
Kultivasi jamur tiram meliputi pembuatan media tumbuh jamur tiram,
sterilisasi, inokulasi, inkubasi, penumbuhan tubuh buah jamur, dan pemeliharaan.
Pembuatan Media Tumbuh Jamur. Pembuatan jamur dimulai dengan
mencampur bahan-bahan dengan presentase komposisi 82.5 % serbuk gergaji,
15.0 %dedak, 1.5% kapur, dan 1.0 % gips. Bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat media tumbuh jamur tiram adalah serbuk gergaji kayu, dedak, kapur,
gips dan air. Alat–alat yang digunakan adalah kertas, kapas, plastik PVC tahan
panas, cincin, dan karet. Cara kerja pembuatan media pertumbuhan jamur tiram

yaitu dengan mencampurkan bahan media hingga homogen, diikuti dengan
penambahan air yang dilakukan hingga campuran media dapat dikepal.
Media yang telah tercampur merata dimasukkan ke dalam kantong plastik
PVC tahan panas sambil dipadatkan, kemudian dibentuk seperti botol dengan
memberi cincin yang terbuat dari plastik. Media ini disebut baglog, kemudian
dibuat lubang pada media dengan menggunakan kayu, sedalam setengah baglog.
Lubang berfungsi sebagai tempat masuknya bibit. Lalu lubang tersebut ditutup
dengan menggunakan kapas, dan lapis tutup tersebut dengan kertas terakhir diikat
menggunakan karet (Gambar 6 ).

Sumber: Foto Pribadi
Gambar 5. Media tumbuh jamur tiram (baglog)
Sterilisasi.

Sterilisasi

dilakukan

dengan

tujuan

untuk

membunuh

mikroorganisme lain yang tidak dikehendaki. Sterilisasi dilakukan pada semua
bahan yang digunakan mulai dari media tumbuh, media bibit, media biakan murni
serta alat-alat untuk melakukan inokulasi seperti jarum ose, cawan petri dan
spatula. Sterilisasi media tumbuh dan media bibit dengan menggunakan autoklaf
pada suhu 1210C, dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Untuk sterilisasi biakan
murni, media PDA (Potato Dextrose Agar) disterilisasi sama seperti media
tumbuh yaitu dengan autoklaf pada suhu, tekanan dan waktu yang sama. Alat-alat
yang digunakan disterilisasi dengan alkohol, oven dan dibakar dengan bunsen.
Inokulasi. Inokulasi yaitu memasukkan bibit jamur ke dalam media tumbuh
secara aseptis di ruang steril. Bahan yang digunakan adalah bibit jamur, alkohol

70% dan spirtus. Alat-alat yang digunakan adalah spatula, lampu bunsen, sprayer
berisi alkohol 70% dan masker. Cara melakukan inokulasi yaitu dengan
menyemprotkan spatula serta tangan dengan alkohol 70%. Buka dan panaskan
mulut media dan juga mulut bibit jamur menggunakan lampu bunsen lalu ditutup
kembali. Panaskan spatula, masukan bibit dari media bibit pada media tumbuh
tutup kembali dengan kapas steril dan dilapisi kertas steril, kemudian ikat dengan
karet selanjutnya di simpan di ruang inkubasi.
Inkubasi. Inkubasi yaitu penyimpanan media yang telah diinokulasi pada
ruang tertentu dengan suhu lebih kurang 250C atau pada suhu kamar. Inkubasi
dilakukan hingga miselia memenuhi media dan terlihat putih pada permukaan
kantong plastik.
Penumbuhan tubuh buah jamur. Setelah media penuh dengan miselium
jamur, tubuh buah jamur akan tumbuh. Jamur tumbuh melalui bagian atas media,
setelah muncul primordia maka kertas dibuka supaya pertumbuhan jamur tidak
terhambat.
Pemeliharaan. Kondisi lingkungan dalam ruang penyimpanan media
tumbuh jamur bersuhu antara 20-300C, dan kelembaban yang berkisar antara 8090 %. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman yang dilakukan 2 kali dalam
sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari, menggunakan alat nozle sprayer, selain
itu juga perlu dijaga kebersihan lingkungan supaya tidak tumbuh hama dan
penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur.
Pengamatan dilakukan terhadap sifat-sifat morfologi tubuh buah yang
tumbuh, dengan pengambilan data terhadap diameter tudung, tinggi tangkai,
diameter tangkai dan warna tubuh buah. Sampel diambil dari sebagian tubuh buah
jamur yang tumbuh.
Analisis DNA
Analisis

DNA

jamur

tiram,

dengan

teknik

PCR-RFLP.

Studi

keanekaragaman DNA meliputi beberapa kegiatan yaitu ekstraksi DNA, PCRRFLP, restriksi dan analisis data (Gambar 6).
Sampel Tubuh
Buah Jamur

Ekstraksi
DNA

Elektroforesis
Ag: 0.8%-1%
V : 100 Volt

Tidak **

Ya

PCRRFLP

*

Ket: * = pita DNA dapat terlihat pada gel elektroforesis
** = pita DNA tidak terlihat pada gel elektroforesis
Gambar 6. Bagan alir analisis DNA
Ekstraksi DNA. Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah dengan
metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) yang telah dimodifikasi
(Murray dan Thompson 1980 dalam Yunanto, 2005). Sampel diambil dari tubuh
buah jamur yang yang telah di simpan dalam plastik berisi silika gel yang di
simpan dalam freezer. Tubuh buah jamur dipotong-potong kemudian digerus
dengan menggunakan nitrogen cair di dalam pestel yang sudah dibersihkan.
Nitrogen cair berfungsi untuk mempercepat proses penggerusan. Pindahkan hasil
gerusan ke dalam tube, lalu tambahkan larutan buffer 800 mikro liter dan 100
mikro litter PVP 2% kemudian kocok dengan menggunakan vortex. Sampel dan
larutan buffer diinkubasi di dalam water bath selama 1 jam pada suhu 650C.
Tambahkan klorofom IAA 500 mikro liter dan fenol sebanyak 10 mikro
liter, lalu kocok dengan disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit.
Klorofom digunakan untuk memisahkan fase organik dan fase cair.

Hasil

sentrifugasi akan memisahkan dua bagian yaitu bagian atas yang berisi asam
nukleat yang merupakan fase air dan bagian bawah berisi pelarut organik
merupakan fase organik. Fase air dipisahkan dengan dipindahkan ke dalam tube

baru, tambahkaan iso-propanol dingin 500 mikro liter, dan NaCL 300 mikro liter
kemudian kocok perlahan.
Kegiatan ekstraksi DNA dilanjutkan dengan penyimpanan dalam freezer
selama 1 jam. Isopropanol dingin dan NaCL menyebabkan terbentuknya benangbenang asam nukleat yang halus dan berwarna putih. Pengendapan dilakukan
dengan melakukan sentrifugasi pada 13.000 rpm selama 2 menit. Pencucian pelet
DNA dilakukan sebanyak dua kali dengan menggunakan etanol sebanyak 300
mikro liter. Kemudian keringkan pellet DNA selama 15 menit di dalam desikator.
Terakhir adalah penambahan TE sebanyak 20 mikro liter. Untuk mengetahui
karakteristik pita DNA dapat diamati dengan melakukan elektroforesis
menggunakan gel agarose.
PCR-RFLP. PCR dilakukan untuk menggandakan jumlah molekul DNA.
PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA
pada target tertentu dengan cara mensintesis melekul DNA baru yang
berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan
oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Primer yang berada
sebelum daerah target adalah disebut sebagai primer forward dan setelah daerah
target disebut primer reverse (Muladno, 2002). Proses PCR-RFLP dilakukan
dengan menggunakan primer Internal Transcribed Spacer 1 (ITS1) dan Internal
Transcribed Spacer 4 (ITS4). ITS1 (5’TCC GTA GGT GAA CCT GCG G 3’)
dan ITS4 (5’TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC 3’) merupakan primer universal
yang digunakan untuk amplifikasi fungi. ITS1 adalah primer forward dan ITS4
adalah primer reverse (Ferer et al, 2001).

Sumber: Anonim, 2006 c
Gambar 7. Daerah gen ribosomal ITS

Untuk mengetahui konsentrasi DNA yang diperlukan untuk melakukan
reaksi PCR-RFLP dapat dilihat dari hasil elektroforesis ekstraksi DNA.
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PCR PTC-100
progammable Thermal Cycler (MJ Research, Massachussetts, USA). Reaksi PCR
dilakukan dengan menggunakan 15 uL volume larutan bersisi campuran H20 1.9
µl, HotStar mix 7,5 µl, primer ITS1 1,8 µl, primer ITS4 1,8 µl dan 2 µl genomik
DNA (Tabel 3). HotStar Mix terdiri dari komponen Taq DNA polymerase, buffer
PCR, campuran dNTP, MgCl2 dan air destilasi. Buffer PCR mengandung KCl dan
(NH4)2SO4.
Tabel 3. Komposisi bahan untuk reaksi PCR-RFLP
No.
1
2
3
4
5

Nama bahan
H2O
HotStar Mix
Primer ITS1
Primer ITS4
Cetakan ADN

1 Sampel reaksi
1.9 mikro liter
7.5 mikro liter
1.8 mikro liter
1.8 mikro liter
2 mikro liter

X Sampel reaksi
X x 1.9mikro liter
X x 7.5 mikro liter
X x 1.8mikro liter
X x 1.8 mikro liter
X x 2 mikro liter

Untuk dapat mencetak rangkaian molekul DNA baru dalam teknik PCR,
diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP ( nukleotida berbasa Adenine)
dCTP (Cytosine), dGTP (Guanine), dan dTTP (Thymine) (Muladno, 2002). Proses
PCR-RFLP dengan tahapan 950C selama 15 menit, kemudian diteruskan dengan
35 siklus untuk 950C selama 30 detik, 550C selama 1 menit, 720C selama 1 menit,
dan tahap akhir berlangsung selama100C menit(Tabel 4) (Tian, et. al., 2004).
Tabel 4. Tahapan-tahapan dalam proses PCR-RFLP
Tahapan
Pre-denaturation
Denaturation
Annealing
Extension
Final Extension

Restriksi

(pemotongan

Suhu
950C
950C
550C
720C
720C

pita

Waktu
3 menit
30 detik
1 menit
1menit
10 menit

DNA).

Restriksi

Jumlah Siklus
1
35
1

dilakukan

dengan

menggunakan enzim restriksi AluI dan HindIII. Pemotongan DNA dengan
mencampurkan bahan-bahan berikut: H2O, buffer RE, DNA, dan enzim restriksi
(Tabel 5). Campuran ini kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 3.5 jam.

Hasil pemotongan enzim dapat dilihat dengan menggunakan elektroforesis dan
kemudian difoto dengan ultraviolet transiluminator.
Tabel 5. Komposisi bahan untuk restriksi
No.
1
2
3
4

Nama bahan
H2O
Buffer RE
DNA
Enzim Restriksi

1 Sampel reaksi (µl)
5
1.2
5
0.5

X Sampel reaksi (µl)
Xx5
X x 1.2
Xx5
X x 0.5

Analisis Data. Hasil restriksi yang telah didapat melalui foto dari hasil
elektroforesis kemudian dilakukan skoring pola pita yang muncul. Skoring
dilakukan pada hasil perpotongan pita DNA, jika terjadi perpotongan maka
mendapat nilai 1 dan jika tidak ada perpotongan diberi nilai 0 (Gambar 9). Hasil
perhitungan kemudian dianalisis untuk mengetahui frekuensi dan keragaman
dalam jenis dan antar populasi Pleurotus sp. dengan menggunakan software
POPGEN Versi 3.2 Pengelompokan kekerabatan berdasarkan metode UPGMA
(Unweieghted Pair Group with Arithmatic Average) (Nei 1973 dalam Yunanto
2006) dengan software NTSYS Versi 2.0. Pengelompokkan juga menggunakan
software Minitab Versi 14 untuk membuat dendogram kesesuaian antara
morfologi dan genetik.
Lokus
1

2

3

4

Individu
5
6
7

8

L-1
L-2
L-3
L-4

Lokus
L-1
L-2
L-3
L-4
Gambar 8.

Individu
1
2
3
4
5
6
7
8
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1 = ada pita (ada
perpotongan), 0 = tidak ada pita (tidak ada perpotongan)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman morfologi Pleurotus sp.
Keanekaragaman morfologi Pleurotus sp. dimulai dengan pengamatan
terhadap pertumbuhan tubuh buahnya. Pengamatan dilakukan pada warna tudung
(pileus), diameter tudung dan panjang tangkai. Pengamatan ini dikhususkan untuk
isolat jamur tiram yang pengekstraksian DNA-nya dilakukan di Bogor, yaitu pada
isolat Pleurotus sp. 17, Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 5 dan Pleurotus sp. 19.
Keempat jamur tiram ini merupakan hasil dari penumbuhan selama kurang
lebih empat bulan, dengan waktu inokulasi pada bulan September yang
ditumbuhkan pada media campuran serbuk gergaji, kapur, dedak dan gips atau
dinamakan baglog dengan ukuran 0.5 kg. Pada waktu penumbuhan suhu dan
kelembaban lingkungan disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh jamur tiram yaitu
antara 28-320C dan kelembaban 80-100%.
Keempat isolat lainnya merupakan hasil ekstraksi DNA yang telah
dilakukan sebelumnya di Jerman, isolat tersebut adalah Pleurotus sp. 21,
Pleurotus sp. 23, Pleurotus sp. 24 dan Pleurotus sp. 25. Pengamatan terhadap
morfologi jamur tiram tersebut telah dilakukan sebelumnya, sehingga total
keseluruhan isolat jamur tiram yang diamati dalam penelitian ini adalah delapan
isolat.
Pengamatan morfologi luar pada Pleurotus sp. 17, Pleurotus sp. 16, dan
Pleurotus sp. 19 mempunyai tudung berwarna putih. Ketiga isolat tersebut
mempunyai pinggiran tudung yang bergelombang. Memiliki panjang tangkai yang
antara 1,6 cm – 2,5 cm, diameter tudung terkecil antara 5,2 cm - 7,0 cm, dan
diameter tudung terkecil antara 1,1 cm – 5,2 cm (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil pengamatan morfologi pada Pleurotus sp.

No
1
2
3
4

Nama Isolat
Pleurotus sp. 17
Pleurotus sp. 16
Pleurotus sp. 19
Pleurotus sp. 5

Diameter
Tudung
Terkecil
(cm)
1,5
1,1
5,2
2,6

Diameter
Tudung
Terbesar
(cm)
7,0
5,2
5,5
5,5

Panjang
Tangkai
(cm)

Warna
Tudung

1,6
2,1
2,5
0,7

Putih
Putih
Putih
Coklat

P. ostreatus memiliki tudung berwarna putih susu atau putih kekuningkuningan dengan garis tengah 3 cm - 14 cm. Ciri-ciri ini dimiliki oleh ketiga
sampel tersebut, yaitu Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 17, dan Pleurotus sp. 19.
Pleurotus sp. 17 berasal dari Biologi IPB, sedangkan Pleurotus sp. 16
merupakan jamur yang telah dibudidayakan di daerah Bogor. Pleurotus sp. 19
merupakan jamur tiram yang dikoleksi di Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB.
Pleurotus sp. 5 mempunyai kesamaan warna tudung dengan Pleurotus sp.
25 yaitu berwarna coklat, namun mempunyai bentuk tudung berbeda. Pleurotus
sp. 5 diperoleh dari daerah Bogor (B), mempunyai panjang tangkai yang pendek
yaitu 0,7 cm dan pinggiran tudung agak gelombang. Permukaan tubuh buah halus
pada bagian tengahnya. Pleurotus sp. 25 diperoleh dari LIPI Kebun Raya dan
mempunyai warna tudung coklat.
Pleurotus sp. 21 merupakan hasil mating dua miselium monokarion yang
kompatibel dari isolat P. ostreatus MA yang tudungnya berwarna abu-abu.
Pleurotus sp. 23 berasal dari monokarion miselium isolat P. ostreatus MA yang
berwarna abu-abu. Pleurotus sp. 21 dan Pleurotus sp. 23 berasal dari
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, PSIH (Pusat Studi Ilmu Hayati).
Pleurotus sp. 24 tudung berwarna merah atau dikenal juga dengan nama
jamur tiram merah. Pleurotus sp. 24 berasal dari Laboratorium Mikrobiologi dan
Biokimia, PSIH.
Berdasarkan karakter morfologi, isolat jamur tiram yang digunakan dalam
penelitian ini menunjukkan adanya keanekaragaman dan dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok. Dibuktikan dengan adanya perbedaan warna tudung,
diameter tudung, dan perbedaan panjang tangkai (Lampiran 1). Parameter
pengukuran yang paling signifikan terlihat dari warna tudung jamur tiram. Bentuk
tudung juga menunjukkan keanekaragaman, yaitu ada yang berbentuk bulat dan
ada juga yang berbentuk menyerupai cangkang kerang seperti Pleurotus sp. 5.

Keanekaragaman genetik Pleurotus sp.
Ekstraksi DNA
Pengamatan dilakukan setelah tubuh buah muncul kemudian tubuh buah
tersebut diambil dan disimpan dalam kantung plastik berisi silika gel yang
selanjutnya disimpan dalam freezer dengan suhu -200C. Tubuh buah jamur tiram
terdiri atas tudung dan tangkai (Gambar 9).

(a)

(b)

Gambar 9. Tubuh buah jamur: tudung tubuh buah (a), tangkai tubuh buah (b)
Analisis keanekaragaman genetik dilakukan dengan mula-mula melakukan
ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA menggunakan metode CTAB (Cetyl Trimethyl
Ammonium Bromide) yang telah dimodifikasi (Murray dan Thompson 1980,
dalam Yunanto, 2005). Sampel yang digunakan pada waktu awal ekstraksi adalah
10 isolat, yaitu Pleurotus sp. 6, Pleurotus sp. 17, Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp.
3, Pleurotus sp. 4, Pleurotus sp. 19, Pleurotus sp. 18, Pleurotus sp. 5, Pleurotus
sp. 8, dan Pleurotus sp. 2. Namun, setelah dilakukan esktraksi DNA, ternyata dari
10 isolat, yang muncul pita DNA-nya hanya delapan isolat yaitu Pleurotus sp. 6,
Pleurotus sp. 17, Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 3, Pleurotus sp. 4, Pleurotus sp.
19, dan Pleurotus sp. 18. Pita DNA yang diperoleh tidak dalam waktu bersamaan,
melainkan membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan untuk mendapatkan
delapan isolat.

Kedua sampel Pleurotus sp. yaitu Pleurotus sp. 8 dan Pleurotus sp. 2,
setelah dilakukan ekstraksi berulang-ulang ternyata pita DNA tetap tidak dapat
muncul. Berdasarkan hasil elektroforesis ekstraksi DNA, dari delapan isolat
tersebut hanya empat isolat Pleurotus sp. yang dapat dianalisis untuk proses
selanjutnya. Isolat tersebut adalah Pleurotus sp. 16, Pleurotus sp. 17, Pleurotus
sp. 19 dan Pleurotus sp. 5.
(a)

(b)

(c)

(d) (e)

(f)

(g) (h)

5 kali
20 kali

Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA yang dilakukan di Bogor pada 8 isolat;
(a) Pleurotus sp. 6; (b) Pleurotus sp. 17; (c) Pleurotus sp. 16;
(d) Pleurotus sp. 3; (e) Pleurotus sp. 4 (f) Pleurotus sp. 19;(g)
Pleurotus sp. 18; (h) Pleurotus sp. 5
Hasil elektroforesis ekstraksi DNA diperlukan untuk mengetahui kualitas
DNA, sehingga dapat ditentukan pengenceran yang diperlukan untuk proses
selanjutnya yaitu PCR-