3.3.2 Perlakuan Akuntansi terhadap Piutang Ragu-ragu
Berdasarkan Daftar Piutang Ragu-ragu DPR yang telah disetujui oleh Manajer Unit Pelaksana APAPJCabang, maka dibuat jurnal untuk memindahkan
Piutang Pelanggan Lancar menjadi Piutang Ragu-ragu sebagai berikut : Debet : Piutang Ragu-ragu
xxx Uang Jaminan Pelanggan
xxx Hutang Bea Materai
xxx Hutang PPN Tarif R3
xxx Hutang Pajak Penerangan Jalan
xxx Hutang Cicilan Kredit Listrik Pedesaan
xxx Kredit : Piutang Pelanggan Umum
xxx Piutang Pelanggan TNIPOLRI
xxx Piutang Pelanggan Instansi Vertikal
xxx Piutang Pelanggan Pemda
xxx Piutang Pelanggan BUMNBUMD
xxx Catatan :
Terhadap Pelanggan yang jumlah Uang Jaminan Pelanggannya lebih besar daripada tagihan Piutang Pelanggan maka dibuat jurnal sebagai berikut
berdasarkan persetujuan dari Manajer Unit Pelaksana: Debet : Uang Jaminan Pelanggan UJL
xxx Kredit :
Piutang Pelanggan Umum xxx
Piutang Pelanggan TNIPOLRI xxx
Piutang Pelanggan Instansi Vertikal xxx
Piutang Pelanggan Pemda xxx
Piutang Pelanggan BUMNBUMD xxx
Nilainya sebesar tagihan Piutang Pelanggan. Apabila ada kesanggupan dari Pelanggan untuk membayar piutang baik
dengan angsuran maupun sekaligus, maka terhadap Piutang Pelanggan ini tidak diusulkan untuk dipindahbukukan ke Piutang Ragu-ragu dan tidak ada proses
jurnal.
3.3.3 Proses timbulnya Piutang Ragu-ragu
Piutang Ragu-ragu yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu Piutang Ragu- ragu yang berasal dari Piutang Pelanggan. Piutang Ragu-ragu timbul karena adanya
tagihan terhadap Pelanggan yang berkaitan dengan penjualan tenaga listrik yang tidak dilunasi oleh Penanggung Utang serta telah dilaksanakan pemutusan rampung
aliran tenaga listrik yang didahului dengan pemutusan sementara, Sumber Piutang Ragu-ragu terdiri dari Piutang Pelanggan Umum, Piutang Pelanggan Instansi
Pemerintah, Piutang Pelanggan PEMDA dan Piutang Pelanggan BUMNBUMD. Setiap bulan Fungsi Penagihan FPN pada Fungsi TUL FTUL membuat
DUPRLampiran IA, IA.1, IB, IB.1 dalam rangkap 5 lima. Selanjutnya DUPR yang dibuat tersebut, setelah ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk, lalu
diajukan ke Manajer Unit Pelaksana untuk mendapatkan persetujuannya dengan dilampiri :
a. Data tagihan listrik bagi unit pelaksana yang sudah melaksanakan SIP3.
b. Fisik Rekening Listrik TUL III-03 bagi unit pelaksana yang belum
melaksanakan SIP3.
c. Pemberitahuan pelaksanaan pemutusan sementara TUL VI-01.
d. Pelaksanaan Pemutusan Rampung TUL VI-03
e. Perintah Kerja Pemutusan Rampung TUL I-09
f. Berita Acara Pemasangaan dan Pembongkaran TUL I-10.
g. Perubahan Data Pelanggan TUL I-11.
h. Bukti Retur Barang TUG 10Kode 3.
i. Surat keterangan dari Instansi yang berwenang bagi Pelanggan yang
mengalami musibah seperti antara lain Force Majeur, penggusuran akibat berlakunya ketentuan Pemerintah.
DUPR yang telah disetujui oleh Manajer Unit Pelaksana Manajer APAPJCabang didistribusikan oleh FPN kepada Tim Peneliti Piutang Lembar
ke 1 dan 2, Fungsi Pengawasan Kredit Lembar ke 3, Akuntansi Lembar ke 4, Arsip FPN Lembar ke 5.
Tim Peneliti Puitang meneliti, memeriksa dan mengevaluasi kebenaran pelaksanaan pemutusan rampung atas pelanggan yang telah masuk ke DUPR
dengan memberikan indentifikasi kondisi Pelanggan sebagai berikut: Kode A
: Pelanggan yang aliran listriknya telah diputus rampung. Kode B
: Pelanggan yang alamatnya tidak diketahui sebagai akibat berlakunya ketentuan Pemerintah bukan kemauan pelanggan atau
PLN, contoh : Penggusuran. Kode C
: Pelanggan yang mengalami Force Majeur kebakaran, bencana alam, dan lain-lain.
Kode D : Pelanggan yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Peneliti Piutang, bagi pelanggan yang belum diputus rampung dikembalikan ke Fungsi Pengawasan
Kredit. Sedangkan bagi pelanggan yang aliran tenaga listriknya telah diputus rampung, Tim Peneliti Piutang membuat Berita Acara Penelitian Piutang Ragu-ragu
BAPR Lampiran IIA, IIA.1, IIB, IIB.1 kemudian diserahkan kepada Manajer Unit Pelaksana Manajer APAPJCabang untuk dimintakan persetujuannya.
Setelah disetujui Manajer Unit Pelaksana Manajer APAPJCabang, Tim Peneliti Piutang mendistribusikannya kepada FPK Lembar ke 1, 2, dan 3 dan lembar ke 4
diarsipkan. Berdasarkan BAPR yang didistribusikan oleh Tim Peneliti Piutang, FPK
membuat Daftar Piutang Ragu-ragu DPR dan membuat Daftar Piutang Pelanggan yang nilainya lebih kecil dari Uang Jaminan Pelanggan dalam rangkap 4 empat
yang dikelompokkan sebagai berikut: a
DPR Pelanggan Umum adalah Piutang Pelanggan Umum setelah dikurangi UJL, PPJ, PPN, Bea Materai, KLP Lampiran IIIA, IIIA.1.
b DPR Pelanggan Instansi Pemerintah PusatDaerah dan BUMNBUMD adalah
Piutang Pelanggan Instansi Pemerintah PusatDaerah dan BUMNBUMD, setelah dikurangi UJL, PPJ, PPN, Bea Materai, KLP Lampiran IIIB, IIIB.1.
c Daftar Piutang Pelanggan yang nilainya lebih kecil dari UJL untuk Pelanggan
Umum setelah dikurangi UJL, PPJ, PPN, Bea Materai, KLP Lampiran IV A, IV A.1 sebagai dasar untuk mereklasifikasi Piutang yang dioffset.
Diperhitungkan dengan UJL Pelanggan.
d Daftar Piutang Pelanggan yang nilainya lebih kecil dari UJL untuk Pelanggan
Instansi Pemerintah PusatDaerah dan BUMNBUMD setelah dikurangi UJL, PPJ, PPN, Bea Materai, KLP Lampiran IVB, IVB.1 sebagai dasar untuk
mereklasifikasi Piutang yang dioffset.diperhitungkan dengan UJL Pelanggan. Selanjutnya DPR diajukan kepada Manajer Unit Pelaksana untuk diperiksa dan
ditandatangani sebagai tanda persetujuan dan selanjutnya FPK mendistribusikannya kepada :
Lembar ke-1 : Fungsi Akuntansi Lembar ke-2 : Fungsi Pembukuan Pelanggan FBL
Lembar ke-3 : Fungsi Penagihan FPN Lembar ke-4 : Arsip FPK
6
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan
Awal kelistrikan di bumi parahyangan sudah ada sejak masa pemerintahan kolonial Belanda bercokol di tataran tanah Sunda. Pada tahun 1905 di Jawa Barat
khususnya Kota Bandung berdiri perusahaan yang mengelola penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan publik milik Pemerintah Kolonial Belanda yang bernama
Bandoengsche Electriciteit Maatschappij BEM. Dalam perjalanannya, tanggal 1 Januari 1920 BEM berubah menjadi perusahaan perseroan dengan nama
Gemeenschpplijk Electriciteit Bedrif Voor Bandoeng GEBEO. Penggantian ini dikukuhkan dengan akte pendirian Notaris Mr.Andriaan Hendrik Van Ophusein
dengan Nomor: 213 pada tanggal 31 Desember 1949. Ketika pemerintahan Jepang mengambil alih kekuasaan di Indonesia
antara rentang waktu 1942-1945 terjadi perubahan kembali terhadap perusahaan perseroan yang ditetapkan oleh kolonial Belanda ini. Pada saat itu, pendistribusian
tenaga listrik dilaksanakan oleh perusahaan yang didirikan oleh Pemerintah Jepang yang bernama Djawa Denki Djigyo Sha Bandoeng Shi Sha dengan
Wilayah kerja seluruh pulau Jawa. Pemerintah
Indonesia baru
benar-benar mengawali
pengelolaan penyediaan tenaga listrik di seluruh tanah air yang ditanganinya langsung setelah
Kemerdekaan RI, tepatnya pada tahun 1957. Salah satunya ditandai dengan pengambilalihan GEBEO oleh Pemerintah Indonesia tanggal 27 Desember 1957