Perawatan Pasien Dengan Kolostomi Pada Penderita Cancer Colorectal

PERAWATAN PASIEN DENGAN KOLOSTOMI
PADA PENDERITA CANCER COLORECTAL
IKHSANUDDIN AHMAD HARAHAP
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Cancer colorectal, adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan epithelial
dari colon atau rectum.
PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polyp adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak
terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin
sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan oragan-organ
yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke
sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang
berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai
oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal (Way, 1994). Sel-sel kaner dari

tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke
area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari
tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui
serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut.
Karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala (Way,
1994). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan, dan komplikasi.
Perdarahan sering sebagai manifestasi yang membawa klien datang berobat. Gejala
awal yang lain sering terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, diarrhea atau
konstipasi. Karekteristik lanjut adalah nyeri, anorexia, dan kehilangan berat badan.
Mungkin dapat teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya klien tampak
anemis akibat dari perdarahan
Prognosis kanker kolon tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi
dan penanganannya. sebanyak 75 % klien kanker kolorektal mampu bertahan hidup
selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua
(Hazzard et al., 1994).
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1) obstruksi usus
diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2) perforasi dari dinding usus oleh
tumor, diikuti kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan
langsung tumor ke organ-organ yang berdekatan.

PERAWATAN KOLABORATIF
Fokus perawatan kolaboratif bagi klien kanker kolorektal untuk membangun
diagnosis yang akurat dan stadium penyakit dan menentukan penanganan.
Tergantung pada adanya perluasan penyakit saat didiagnosis, penanganan pada 5
tahun pertama rata-rata dapat berhasil 80 – 100 %. Kanker kolorektal selalu
ditangani dengan pembedahan, dengan kemoterapi dan terapi radiasi.

TEST DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM
Karena kanker kolorektal sering berkembang lamban dan penanganan stadium awal
sangat dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika merekaomendasikan prosedur
skreening rutin bagi deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut.
1. Pemeriksaan rektal tuse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun
2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feces bagi usia lebih dari 50 tahun
3. Sigmoideskopi tiap 3 – 5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun
Klien dengan praduga kanker kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik lanjut
untuk pemeriksaan fisik. Test laboratorium, radiography, dan biopsy untuk
memastikan.
Test laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai
dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah

indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian
kanker kolorektal.
2. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces,
karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
3. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini
dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya
dan sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif
pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk
dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini
terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk
deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan (Way, 1994).
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya
dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam
usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus,
konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan
pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor

kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum (Way,1994).
6. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
7. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah
mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
8. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy) adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy
jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari
kanker
kolorektal.
Pemeriksaan
enndoskopi
dari
kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium
enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah,
ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis, dan penyakit
Crohn’s.


©2004 Digitized by USU digital library

1

PEMBEDAHAN
Pemotongan bedah pada tumor, kolon yang berdekatan, dan kelenjar getah bening
yang berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal. Penanganan
pembedahan bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser photokoagulasi selama
endoskopi sampai pemotongan abdominoperineal (APR = abdominoperineal
resection) dengan colostomy permanen. Bila memungkinkan, spingkter anal
dipertahankan dan hidari kolostomy (Way, 1994).
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk
pemanasan langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat
digunakan untuk merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah palliatif atau
tumor lanjut untuk mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk
berupa endoskopik dan digunakan untuk klien yang tidak mampu / tidak toleransi
untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil, lokalisasi tumor termasuk pemotongan
lokal dan fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama endoskopi, dengan
mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi local dapat digunakan untuk

mengangkat pengerasan di rectum berisi tumor kecil, yang differensiasi baik, lesi
polipoid yang mobile / bergerak bebas. Fulguration atau elektrokoagulasi digunakan
untuk mengurangi ukuran tumor yang besar bagi klien yang risiko pembedahan
jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anesthesia umum dan dapat dilakukan
bertahap (Way, 1994).
Banyak klien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari kolon
dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran ke
kelenjar getah bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi metastasis
(Way, 1994). Sering tumor di bagian asending, transverse, desending, dan colong
sigmoid dapat dipotong.
Tumor pada rektum biasanya ditangani dengan pemotongan abdominoperineal
dimana kolon sigmoid, rektum, dan anus diangkat melalui insisi abdominal dan insisi
perineal. Kolostomy sigmoid permanen dilakukan untuk memfasilitasi pengeluaran
feses. Perawatan klien dengan bedah usus lihat di perawtan pre dan post operatif
bedah usus.
Pemotongan bedah usus dapat dikombinasi dengan kolostomy untuk pengeluaran isi
usus / feses. Kolostomy adalah membuat ostomi di kolon. Dibentuk bila usus
tersumbat oleh tumor, sebagai pemeriksaan sementara untuk mendukung
penyembuhan dari anastomoses, atau sebagai pengeluaran feces permanen bila
kolon bagian distal dan rektum diangkat / dibuang. Kolostomy diberi nama

berdasarkan : asending kolostomi, trasverse kolostomi, desending kolostomi, dan
sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker rektum.
Biasanya dilakukan selama reseksi / pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini
meliputi pengangkatan kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi perineal dan
abdominal. Saluran anal ditutup, dan stoma dibentuk dari kolon sigmoid proximal.
Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri abdomen.
Bila colostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang berpisah. Colon bagian distal
tidak diangkat, tetapi dibuat saluran bebas / bypass. Stoma proximal yang
fungsional, mengalirkan feces ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat
dengan stoma ptoximal, atau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus
fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari colon distal. Dapat dibalut dengan
balutan kasa 4 X 4 inci. Colostomi double barrel dapat diindikasikan untuk kasus
trauma, tumor, atau peradangan, dan dapat sementara atau permanen.

©2004 Digitized by USU digital library

2

Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau

perforasi yang disebut colostomi “transverse loop”. Selama prosedur, loop dari colon
transverse dibawa keluar dari dinding abdominal dan didigantungkam diatas tangkai
atau jembatan plastik, yang mencegah loop terlepas dari belakang ke dalam rongga
abdomen. Stoma loop dapat dibuka pada saat bedah atau beberapa hari kemudian
cukup di tempat tidur klien. Jembatan dapat di buka dalam 1 – 2 minggu. Kolostomi
loop transverse biasanya sementara / tidak permanen.
Pada prosedur Hartmann, prosedur colostomi sementara, bagian distal dari colon
ditempatkan di kiri dan diawasi untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara dapat
dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti pemotongan
tumor atau peradangan pada usus. Juga dibentuk akibat injuri traumatik pada colon,
seperti luka tembak. Bedah penyambungan kembali atau anastomosa dari bagian
kolon tidak dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak
dikiuti penyembuhan sempurna dari anastomosa. Berkisar 3 – 6 bulan diikuti
kolostomi sementara, kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosa colon. Klien
dengan kolostomi sementara diberikan perawatan yang sama dengan klien dengan
colostomi permant.
Perawatan klien dengan colostomi lihat table (perawatan kolostomi pre dan post
operatif). Perawatan colaboratif klien dengan colostomi lihat table.
RADIOTERAPI
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah dari

tumor usus. Bagi kanker rektal yang kecil, intrakavitari, eksternal, atau implantasi
radiasi dapat dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperative
diberikan bagi klien dengan tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi
radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi,
karsinoma rektal berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional dibunuh,
dan kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali (Berkow & Fletcher, 1992;
way, 1994). Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk
mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas
tidak diangkat dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan
memperlambat berkembangnya kanker.
KEMOTERAPI
Agen-agen kemoterapi, seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil (5-FU),
juga digunakan postoperatif sebagai terapi ajuvan untuk kanker kolorektal. Bila
dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan survive
bagi klien dengan stadium II dan III dengan tumor rektum. Keunggulan bagi kanker
kolon adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk menolong mengurangi
penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan. Leucovorin dapat juga diberikan
dengan 5-FU untuk meningkatkan efek antitumor.
PERAWATAN
Dalam perencanaan dan implementasi perawatan klien dengan kanker kolorektal,

perawat perlu untuk memperhatikan tidak hanya perawatan fisik tetapi juga respon
emosional klien untuk diagnosis. Karena kanker kolorektal sering terdiagnosa pada
tahap lanjut, prognosis meskipun sudah ditangani, dapat jelek. Klien dapat
mengalami perasaan denial dan marah. Pembedahan abdomen dan kemungkinan
dilakukan kolostomi dapat terjadi atau direncanakan. Ditambah lagi, diagnostik test

©2004 Digitized by USU digital library

3

dan efek kemoterapi dan terapi radiasi dapat meninggalkan ekefek kelelahan pada
klien dan berkecil hati.
Perawatan adalah bantuan menyediakan dukungan emosional, pengajaran klien
tentang prosedur diagnostik tertentu, perawatan preoperatif dan postoperatif bila
indikasi pembedahan, dan instruksi perawatan kolostomi bila dibentuk stoma.
Diagnosa keperawatan prioritas untuk klien ini adalah nyeri, perubahan nutrisi, dan
berduka antisipatori. Risiko disfungsi seksual juga sebagai prioritas bila dilakukan
pembedahan untuk membentuk colostomi.
NYERI
Klien dengan kanker kolorectal dapat mengalami nyeri dari berbagai sumber.

Pemeriksaan diagnostik dan preparat prosedur sering tidak nyaman. Biasanya semua
klien dengan kanker kolorektal akan mengalami prosedur pembedahan, sering
mengenai abdomen dan kemungkinan insisi perineal. Bila reseksi abdominoperineal
dilakukan, klien dapat mengalami nyer “phantom” rektal. Ketidaknyamanan ini
berhubungan dengan pemutusan saraf selama eksisi di rectum. Akhirnya, tumor itu
sendiri dan, kemungkinan, tumor yang bermetastase dapat mengenai saraf dan
organ-organ lainnya, menyebabkan nyeri. Pada awal postoperatif, pasien dikontrol
dengan analgesia (PCA = patient control analgesia) dapat sangat efektif dalam
mengurangi rasa tidak nyaman, dapat diberikan secara rutin. Pemeriksaan ini dapat
juga dilakukan dengan analgesia kontinue. Fokus perawatan pada pengkajian
keadekuatan penanganan nyeri, perlu atau tidaknya meningkatkan analgesik, dan
memastikan apakah benar-benar rasa nyeri atau rasa takut.
PERAWATAN KLIEN DENGAN BEDAH USUS
PREOPERATIF
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi pasien dan
anggota keluarga untuk memahami prosedur dan kemungknan risiko dan
keunggulan, sebaiknya alternatif untuk persiapan prosedur. Penandatanganan
format persetujuan khususnya untuk prosedur sebagai dokumentasi bahwa
klien dan keluarga setuju untuk dilakukan prosedur.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur, klarifikasi dan
interpretasikan sesuai kebutuhan. Beri instruksi apa yang diharapka selama
periode postoperatif, meliputi penanganan nyeri; pemasangan selang seperti
NGT, IVFD, latihan pernafasan, reintroduksi intake oral makanan dan cairan.
Klien yang dipersiapkan dengan baik selama preoperatif biasanya tidak cemas
dan mampu lebih baik untuk menolong / mendukung perawatan postoperatif.
Persiapan adekuat juga mengurangi kebutuhan narkotik untuk analgesik dan
meningkatkan pemulihan klien.
3. Pemasangan NGT postoperatif. Meskipun sering dilakukan pemasangan di
kamar bedah hanya untuk pembedahan, NGT dapat dipasang terpasang
preoperatif untuk membuang sekresi dan mengosongkan isi lambung.
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotik oral dan pareteral sebaiknya kathartik dan
enema / ditelan dapat diberikan preoperatif untuk membersihkan usus dan
mengurangi risiko kontaminasi peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
POST OPERATIF
1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor tanda vital dan intake dan output,
meliputi drainase lambung dan lainnya dari drain luka. Kaji perdarahan dari
insisi abdomen dan perineal, kolostomi, atau anus. Evaluasi komplikasi luka
yang lainnya, dan pertahankan integritas psikologi.

©2004 Digitized by USU digital library

4

2. Monitor bising usus dan derajad distensi abdomen. Manipulasi pembedahan
dari usus menghentikan peristaltik, menyebabkan ileus. Adanya bising usus
dan pasase flatus indikasi kembalinya peristaltik.
3. Sediakan obat pengurang nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman, seperti
perubahan posisi. Klien yang mengalami nyeri postoperatif adekuat ditangani
pemulihan lebih cepat dan mengalami beberapa komplikasi.
4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau bantal untuk
membantu batuk. Pemotongan kanker kolorektal dengan anastomosis usus
atau kolostomi adalah bedah mayor abdominal. Perawatan untuk mengurangi
nyeri, pertahankan fungsi pernafasan yang adekuat, dan cegah komplikasi
pembedahan.
5. Kaji posisi dan patensi NGT, persambungan suction. Bila selang
terlipat/sumbat, irigasi dengan gentle / hati-hati dengan normal saline steril.
NGT digunakan postoperatif untuk dekompressi gastroinestinal dan fasilitasi
penyembuhan dari anastomosa. Memastikan kelancaran penting untuk rasa
nyaman dan penyembuhan klien.
6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada), catat berbagai
perubahan atau adanya bekuan atau perdarahan berwarna merah terang.
Drainase dapat berwarna merah terang dan kemudian gelap dan akhirnya
bersih atau hijau kekuningan setelah 2 – 3 hari pertama. Perubahan warna;
jumlah; atau bau dari drainase dapat mengindikasikan komplikasi seperti
perdarahan, sumbatan usus, atau infeksi.
7. Perhatian bagi seluruh personal perawatan dengan klien reseksi
abdomminoperitoneal untuk menghindari pemasangan temperatur rektal,
suppositoria, atau prosedur rektal lainnya. Prosedur ini dapat merusak garis
jahitan
anal,
menyebabkan
perdarahan,
infeksi,
atau
gangguan
penyembuhan.
8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction naso gastrik.
Klien dengan suction NGT tidak mampu untuk makan dan minum peroral dan,
selebihnya, kehilangan elektrolit dan cairan melalui NGT. Bila tidak dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, klien berisiko dehidrasi; ketidakseimbangan
sodium, potasium, dan chloride; dan alkalosis metabolik.
9. Pemberian antasid, antagonis histamin2-reseptor, dan terapi antibiotik
dianjurkan. Tergantung pada prosedur yang dilakukan. Terapi antibiotik untuk
mencegah infeksi akibat dari kontaminasi rongga abdominal dengan isi dari
usus.
10. Pemberian cairan dan makanan oral dianjurkan.makanan dapat berupa
cairan, dan kemudian diberikan sering dan porsi sedikit. Monitor bising usus
dan monitor distensi abdomen sesering mungkin selama periode ini. Oral
feeding dilakukan kembali perlahan-lahan untuk meminimalkan distensi
abdomen dan trauma terhadap garis jahitan.
11. Anjurkan ambulasi. Merangsang peristaltik
12. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang. Konsultasikan dengan ahli diet
untuk instruksi diet dan menu; beri penguatan pengajaran. Ajarkan klien
tengang kemungkinan komplikasi postoperatif, seperti abses abdominal atau
sumbatan usus. Ajarkan klien tentang tanda-tanda dan gejala komplikasi ini
dan cara pencegahannya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan pembedahan dan terapi
radiasi
2. Berduka Antisipasi

©2004 Digitized by USU digital library

5

3. Risiko Inefektif Koping individual berhubungan dengan sistem dukungan.
4. Rasa takut berhubungan dengan diagnosa malignansi mendatang yang tidak
pasti.
5. Kerusakan Body Image berhubungan dengan adanya stoma di abdomen dan
perubahan saluran eliminasi BAB.
6. Kerusakan Interaksi Sosial berhubungan dengan takut akan bau dan
kebocoran drainase usus.
7. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang rutinitas
perawtan colostomy.
8. Risiko Disfungsi Seksual
9. Pendidikan Klien dan Keluarga
INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN RASIONAL
1. Sering mengkaji keadekuatan penanganan nyeri. Gunakan informasi subjektif
dan objektif, meliputi :(1) lokasi, intensitas, dan karakter nyeri; (2) tandatanda nonverbal, meliputi : wajah meringis, posisi tubuh tegang, tampak
terpejam, peningkatan pols, peningkatan atau penurunan tekanan darah,
pernafasan cepat dan dangkal. Klien dapat berasumsi bahwa nyeri akan
terjadi atau toleransi atau dapat menjadi ketakutan tergantung pengobatan
analgesik. Menanyakan dengan seksama dan mengkaji dapat memberikan
informasi akurat kepada perawat tentang status nyeri klien, dan berguna
mengontrol rasa tidak nyaman klien.
2. Tanyakan klien tentang skala nyeri dalam rentang 0 – 10 (0 = tanpa nyeri, 10
= nyeri sangat). Catat derajat / tingkat nyeri. Nyeri bersifat pengalaman
subjektif. Persepsi dan respon klien terhadap nyeri berbeda-beda. Latar
belakang keyakinan dan etnik dapat mempengaruhi respon terhadap nyeri.
3. Kaji efektifitas penanganan nyeri ½ jam sesudah pemberian obat. Monitor
efektifitas dan efek yang merugikan. Penyesuaian dosis mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi nyeri tanpa efek yang berbahaya.
4. Kaji luka dari tanda-tanda peradangan atau bengkak; kaji selang drainase
dan kelancaran selang. Kurangnya kontrol nyeri atau perubahan nyeri dapat
berhubungan dengan distensi organ yang terpasang NGT atau kateter urine
atau dapat mengindikasikan andanya infeksi atau abses.
5. Kaji distensi abdomen, tenderness, dan bising usus. Perdarahan intraabdominal, peritonitits, atau ileus paralitik dapat menyebabkan nyeri dan
dapat membingungkan antara nyeri yang diakibatkan oleh bekas insisi.
6. Pemberian obat-obatan nyeri diprioritaskan untuk aktifitas atau prosedur.
Analgesik dapat mengurangi rasa tidak nyaman klien, memberi rasa nyaman
saat ambulasi.
7. Penanganan nonfarmakologik, seperti posisi, berbagai aktifitas, stimulus
lingkungan, inaginasi, dan teknik relaksasi. Teknik ini berguna untuk
meningkatkan efek analgesia.
8. Belat / tekan insisi dengan bantal, dan ajarkan klien bagaimana
melakukannya saat batuk dan bernafas dalam untuk mencegah komplikasi
pernafasan berhubungan ketakutan akan rasa nyeri.
Perubahan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Klien yang disangka kanker kolorektal akan dilakukan prosedur-prosedur diagnostik
lanjutan berisiko defisiensi nutrisi karena sering dilakukan prosedur persiapan untuk
usus dan diet cairan.

©2004 Digitized by USU digital library

6

Postoperative, klien akan puasa hingga fungsi kembali. Cairan dan elektrolit
pengganti diberikan sepanjang memungkinkan TPN total parenteral nutrisi. Nutrisi
adekuat penting untuk penyembuhan sesudah pembedahan. Bila tumor tahap lanjut,
metabolisme klien dapat meningkat dan selera makan berkurang.
Intervensi keperawatan dengan rasional :
1. Kaji kesiapan klien untuk makanan enteral sesudah bedah atau prosedur
diagnostik gunakan data seperti, rasa lapar, adanya bising usus, keluar flatus,
dan distensi abdomen. Sediakan diet sesuai kebutuhan klien. Peristaltic dari
saluran gastrointestinal dihambat oleh manipulasi usus. Ini penting untuk
memastikan peristaltic bekerja atau tidak.
2. Monitor dan catat intake makanan dan minuman. Catatan intake penting
untuk menentukan kebutuhan diet klien.
3. Timbang berat badan klien setiap hari. Fluktuasi berat badan klien indikasi
adekuat atau tidak adekuat intake diet.
4. Pertahankan nutrisi total parenteral dan intravena sesuai order. Klien yang
tidak mampu makan peroral selama lebih dari 2 atau 3 hari berikan nutrisi
parenteral untuk mencegah katabolisme jaringan dan fasilitasi penyembuhan.
5. Bila intake oral telah mampu, bertahap diberikan bubur. Partisipasi klien
menuruti perawat untuk kemajuan diet seperti suka atau tidak suka klien dan
menemukan kebutuhan skejul dan lingkungan klien.
PERAWATAN KOLABORATIF : KLIEN DENGAN KOLOSTOMI
TEAM PERAWATAN
Gastroenterologist
Bedah Umum
Oncologist
Terapist Enterostomal

Pekerja Sosial
Dietititan

RN
dan
Perawat
Kesehatan
Team Komunikasi

PUSAT PERAWATAN KLIEN
Dokter konsul utama. Dapat dilakukan endoskopi bila ada
indikasi
Pengkajian preoperative, mengangkat penyakit di usus dan
membuat kolostomi, menangani postoperative, monitor hasil
pembedahan.
Bagi klien dengan diagnosis kanker, membuat rekomendasi
pembedahan, radiasi, dan/atau kemiterapi, monitor respon
terhadap terapi
Preoperative, evaluasi kebutuhan klien akan ostomi untuk
posisi stoma. Postoperative membantu klien dan keluarga
untuk menangani ostomi dan memberikan pengajaran
berhubungan dengan perawatan stomal. Memberikan
kantong yang dibutuhkan, mengajarkan perawatan kulit, dan
aplikasi dan mengosongkan kantong luar.
Mensuplai kebutuhan-kebutuhan. Mengatur kunjungan
perawat untuk membantu perawatan stoma dan balutan.
Merujuk klien dan keluarga ke organisasi kanker dan stoma.
Membuat rekomendasi tentang terapi nutrisi seperti total
nutrisi parenteral, enteral feeding, vitamin-vitamin, dan
mineral-mineral. Memberi pengajran tentang strategi untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
menghindari produk makanan yang mengandung gas.
Melaporkan distensi abdominal, nyeri berat, mual atau
muntah, tanda dan gejala perdarahan atau infeksi kepada
dokter. Konsultasi dengan terapist enterostomal tentang
kemajuan / kelanjutan klien dengan pendidikan dan
perawatan mandiri ostomi. Diskusi antisipasi kebutuhan
perawatan di rumah dengan klien. Kolaborasi dengan

©2004 Digitized by USU digital library

7

dietitian untuk memberikan diet yang seimbang untuk di
konsumsi oleh klien.
PERAWATAN KLIEN DENGAN KOLOSTOMI
PREOPERATIF
1. Hubungi perawat terapist enterostomal (ET) untuk memberikan rekomendasi
lokasi stoma dan pengajaran yang diperlukan. Perawat ET terutama yang di
latih untuk bekerja dengan klien dalam merencanakan penanganan kolostomi.
Factor-faktor seperti berat badan klien, cara berpakaian klien, dan garis
pinggang dipertimbangkan dalam penempatan stoma untuk memfasilitasi
rasa nyaman dalam perawatan jangka panjang dan mempermudah
penanganan.
2. Jawab pertanyaan-pertanyaan klien langsung, berikan klarifikasi dari
informasi yang diperlukan. Klien yang memahami perawatan preoperative dan
postoperative dengan baik akan berkurang rasa cemas dan mampu
bekerjasama dalam penanganan dengan lebih baik.
3. Rujuk ke kelompok ostomi sesuai kebutuhan klien. Berbicara dengan
seseorang yang telah memakai ostomi dapat menolong klien menjadi lebih
nyaman dengan kolostomi.
POSTOPERATIF
1. Kaji lokasi dan tipe kolostomi yang dibentuk. Lokasi stoma adalah indicator
letak lokasi pemotongan usus dan predictor tipe drainasi fekal.
2. Kaji tampilan stoma dan kondisi kulit disekitarnya dengan rutin. Pengkajian
stoma dan kondisi kulit penting diawal periode postoperative, kalau-kalau
terkadi komplikasi untuk segera ditangani.
3. Posisi kantong penampung drain diatas stoma. Biasanya drainase dapat berisi
lebih banyak mucus dan cairan serosangrineous dari pada material fekal.
Mulainya usus berfungsi, fekal akan menjadi normal. Konsistensi drainase
tergantung pada stoma di bagian lokasi usus.
4. Kolostomi desending atau sigmoid dapat ditangani dengan menggunakan
kantong drainable atau irigasi. Pola eliminasi dari kolostomi sigmoid hampir
sama dengan pola eliminasi normal klien sebelum operasi. Banyak klien akan
buang air besar tiap hari dan tidak terus menerus menggunakan kantong atau
sistem drainase. Untuk lebih aman gunakan kantong transparan.
5. Bila perlu, berikan kantong kolostomi irigasi, masukkan air ke dalam kolon
sesuai prosedur irigasi kolostomi. Air akan merangsang pengosongan kolon.
Klien dapat melakukan irigasi kolon tiap hari.
6. Bila dianjurkan irigasi kolostomi untuk klien dengan double-barrel atau
kolostomi loop, irigasi stoma di bagian proksimal. Pengkajian digital / dengan
jari pada usus langsung dari stoma dapat menolong membedakan yang mana
stoma proksimal. Usus bagian distal tidak mengandung fekal dan tidak perlu
diirigasi. Kadang-kadang dapat diirigasi hanya untuk membersihkan terutama
reanastomosa.
7. Pengosongan kantong drainable atau penggantian kantong kolostomi bila
diperlukan atau saat telah penuh 1/3 bagian kantong. Bila kantong
kepenuhan, beratnya dapat merusak kantong dan perekat dan menyebabkan
kebocoran.
8. Klien dengan kolostomi asending atau transverse tidak dilakukan irigasi.
Hanya sebagian kolon yang berfungsi, dan drainase fekal umumnya cair dan
terus menerus.

©2004 Digitized by USU digital library

8

9. Berikan perawatan stoma dan kulit klien. Perawatan kulit dan stoma yang
baik penting untuk mempertahankan integritas kulit dan fungsi untuk
pertahanan utama terhadap infeksi.
10. Gunakan bahan-bahan dempul, seperti perekat stoma (stomahesive) atau
“karaya paste”, dan “wafer” (bubuk obat) yang dibutuhkan untuk menjaga
keamanan kantong ostomi. Ini kadang-kadang penting bagi klien dengan
kolostomi loop. Tantangan bagi klien dengan kolostomi loop transverse adalah
untuk menjaga keamanan kantong stoma diatas jembatan plastik.
11. Sebuah lubang pada kantong kolostomi akan menyalurkan flatus keluar.
Lubang ini dapat ditutup dengan “Band-Aid’ an dibuka hanya bila klien mandi
untuk kontrol bau. Kantong ostomi dapat menggembung keluar, merusak
integritas kulit, bila gas terkumpul terlalu banyak
DAFTAR PUSTAKA
Hampton, B.G. dan Bryant, R.A. Medical Surgical nursing : Assesment Nursing
Management. St.Louis : Mosby Year Book, 1992.
Black, J.M. dan Jacobs, E.M. Medical Surgical Nursing : A Psychophysiologic
Approach. Ed.4. Philadelphia : W.B Saunders Company, 1993.
Price, S.A. dan Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed. 4. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995.
Lewis, S.M. dan Heitkemper, M.M. Medical Surgical Nursing : Assesment &
Management of Clinical Problems. Ed.5. St.Louis : Mosby, 2000.

©2004 Digitized by USU digital library

9