Zigomikosis
ZIGOMIKOSIS
OLEH
IMAM BUDI PUTRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2008
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
ZIGOMIKOSIS
(Phycomycosis, mucormycosis, entomophthoromycsois , hyphomycosis,
subcutaneoupshycomycosis, rhinophycomycosis, phycomycosis entomophthrae,
basidiobolomycosis, oomycosis, rhinoentomophthoromycosis)1
PENDAHULUAN
Zigomrkosis adalah infeksi yang disebabkan oleh golongan filum zygomicota.
Infeksi ini sangat jarang pada manusia maupun hewan. Pada umumnya kasus
zigomikosis pada manusia dihubungkan dengan kondisi imunologisnya (asidosis
metabolik, imunosupresi, trauma). Pada hewan kondisi demikian kurang jelas, tetapi
kurangnya nutrisi dan hewan yang dengan populasi padat dapat menjadi predisposisi
terinfeksi jamur tersebut.2
Istilah zigomikosis lebih disukai dibandingkan dengan mukormikosis dan
fikomikosis. Istilah fikomikosis dulu digunakan ketika zigomikosis, oomycetes, dan
chytrid digolongkan bersama-sama kedalam divisi tunggal. Taksonomi modern
membuat kelompok ini tidak beranggota (kosong) dan oleh sebab itu istilah
fikomikosis tidak dipakai lagi. Kelas zigomikosis terdiri atas dua ordo, yaitu
mucorales dan entomophthorales. Mucorales biasanya menyerang orang yang
immunocompromised dan entomophthorales menyerang orang imunokompeten.
Beberapa
penulis
lebih
rnenyukai
penggunaan
istilah
mukormikosis
dan
entomoftoromikosis, karena istilah tersebut telah digunakan secara luas dan masih
tetap digunakan sebagai judul dalam indeks di National Library of Medicine di
Amerika Serikat.2,3
SEJARAH
Laporan tentang infeksi zigomycetes telah ada sejak lebih dari 150 tahun yang
lalu, namun banyak kasus yang tidak didukung dengan pemeriksaan mikologik.
Tahun 1855, dilaporkan oleh Kurchenmeinster adanya jamur mirip mucor pada
kanker paru, berupa sporangia dan hifa tidak bersekat. Padat ahun 1876, Fubringer
melaporkan dua kasus mukormikosis pulmoner, dengan ditemukannya infark
hemoragik pada paru disertai hifa dan beberapa sporangia. Fubringer menduga jamur
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
tersebut termasuk Mucor mucedo, tetapi masih meragukan kemungkinan M.
circinelloides. Lindt kemudian mengindentifikasi jamur tersebut sebagai Absidia
corimbifera (Mucor corimbifera) pada tahun 1885. Paltauf pertama kali melaporkan
tentang mukormikosis generalisata yang didukung oleh adanya filamen jamur pada
berbagai organ. Walaupun tidak dilakukan kultur jamur, tetapi Paltauf meyakini
jamur penyebab adalah Mucor corimbifera. Beberapa tahun kemudian dilaporkan
pula kasus-kasus infeksi zigomikosis.
Pada tahun 1943, Gregory dkk, melaporkan tiga kasus zigomikosis jenis
rinoserebral dan melaporkan gejala, riwayat penyakit, dan perkembangan penyakit
dengan sangat akurat, sehingga menjadi acuan bagi peneliti lainnya. Setelah tulisan
tersebut, hampir 400 kasus dilaporkan.
Sejak tahun 1960, karena semakin banyak populasi dengan imunitas yang
terganggu, maka semakin sering pula ditemui kasus zigomikosis. Saat ini zigomikosis
merupakan infeksi oportunistik keempat tersering pada pasien immunocompromised,
setelah kandidiasis, aspergilosis dan kriptokokosis, sebagai infeksi oportunistik.
Lie Kiam Joe dkk, pada tahun 1956, melaporkan tiga kasus pertama
zigomikosis subkutan pada anak di Indonesia. Laporan lainnya dari Asia Afrika dan
Amerika Selatan juga menggambarkan anak-anak dan dewasa muda yang pada
umumnya sehat, terinfeksi jamur genera Enthomopthorales. Infeksi ini lebih sering
terjadi di daerah tropis dan subtropis dibandingkan dengan daerah lainnya.2,3,4
EPIDEMIOLOGI
Jamur ini mempunyai distribusi yang luas di seluruh dunia dan merupakan
penyebab infeksi oportunistik yang dapat memberi gambaran klinis bermacammacam bergantung pada faktor predisposisinya. Juga tidak dipengaruhi oleh faktor
usia, jenis kelamin, ras dan geografis. Pada umumnya jamur ini tumbuh pada bahan
yang mengandung karbohidrat. Jamur ordo Mucorales dapat ditemukan dalam jumlah
besar pada sayuran yang membusuk, dan timbunan kompos.2,3,4
Jamur ini tumbuh cepat, kemudian membentuk spora yang menyebar melalui
udara dan dapat menjadi jamur kontaminan di laboratorium atau infeksi nosokomial
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pada perban dan plester di rumah sakit. Juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui alat suntik yang terkontaminasi, kateter, jarum infus intravena, dan luka
operasi. Bila manusia mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi spora jamur,
dapat terjadi zigomikosis primer pada saluran cerna.2,3
Jamur ordo Entomophthorales juga dapat ditemukan pada sayuran dan buahbuahan yang membusuk, tanah dan dalam saluran cerna hewan reptil, ikan, binatang
amfibi, dan kelewar. Diduga trauma kecil dan, sengatan serangga dapat menjadi
tempat masuknya jamur ini ke dalam tubuh manusia. Pada umumnya infeksi lebih
banyak terjadi pada pria muda. Di Uganda dilaporkan perbandingan pria dan wanita
adalah 3 : 2 dan di Negeria 3 : 1, sedangkan Clark dan Martinson yang meneliti
secara retrospektif kasus- kasus konidiobolomikosis di Afrika dan Amerika Selatan,
melaporkan rasio pria : wanita sebesar 10 : 1.3
Di Indonesia infeksi zigomikosis subkutan pernah dilaporkan di Semarang,
Jakarta dan Surabaya. Kasus yang ditemui hanya sedikit mungkin karena lesi kecil
dapat diobati dengan eksisi dan banyak kasus yang tidak terdiagnosis dengan cepat.4
ETIOLOGI
Zigomikosis biasanya disebabkan oleh jamur ordo Mucorales, misalnya :
Rhizomucor pussilus, Absidia corimbifEra, Cokeromyees recurvatus, Mucor
circinelloides, Mortierella wolfii, Cuninghamella bertholletiae, SaksanaeA sp., dan
Apophysomyces
elegans.
Jamur-jamur
tersebut
sering
menginfeksi
pasien
immunocompromised, sedangkan ordo Entomophthorales misalnya Basidiobolus
ranarum, Basidiobolus meristoporus, Canidiobolus coronatus, Canidiobolus
incongruus, lebih sering menginfeksi pasien imunokompeten. Pernah dilaporkan
infeksi Entomohpthorales pada pasien immunocompromise, dengan invasi vaskuler
dan trombosis seperti infeksi oleh Mucorales. Demikian pula infeksi Mucorales dapat
Terjadi pada pasien imunokompeten, seperti yang dilaporkan oleh Prevood
dkk.1,2,3,4,5,6
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Rhizous arrhizus
Sinonimnya adalah R. Oryzae, terdapat 60% dari kasus penyakit manusia dan
± 90% dari penyakit rhinocerebral. Seviour dkk, menyimpulkan bahwa moriblogi,
efek temperatur, dan lain-lain terlalu bervariasi untuk memisah-misahkan spesies.
Ellis menemukan 95% hubungan dengan hibridisasi DNA antara strain. Roryzae dan
R. arrhizus var arrhizus. Di Inggris, dua pasien yang menerima kartikosteroid (karena
nefitis) dari dokter yang sama, keduanya kemudian menderita zigomikosis
rhinoserebral. Dengan analisis epidemiologi, organisme itu ditemukan dalam AC (Air
Conditioner) di kantor dokter itu.2
Rhizopus rhizopodoformis
Ditemukan dari infeksi kulit pada pasien DM yang mendapat transplantasi
ginjal dan dari penyakit rhinocerebral pasien DM. Jumlahnya ± 10 – 15%. Termasuk
etiologi yang paling sering dari infeksi kulit dan GIT. Dapat juga diperoleh dari
pakaian bedah yang terkontaminasi. Namun, hanya sedikit infeksi organ ini yang
serius.2
Absidia corimbifbra
Mungkin merupakan etiologi pada kasus zigomikosis pertama yang
dilaporkan Fubinger dan Paltauf. Urutan kedua setelah R. arrhizus pada penyakit
manusia, dan merupakan yang tersering pada mamalia dan burung.2
Rhizomucor pusillus
Jarang dilaporkan sebagai patogen manusia. Penyakit rhinoserebral terjadi
pada 3 pasien leukemia, dilaporkan Palacio-Hernanz dkk. Ditemukan di udara dan
dari permukaan alat-alat ruangan RS. Sering menjadi penyebab infeksi kutan dan
telah timbul dari endokarditis.2
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
R. meihei
Adalah spesies termotoleran, patogen pada tikus tapi tidak didokumentasikan
sebagai penyebab infeksi natural. Beberapa strain R. pusillus (Ainsworth dan
Autswick, 1950-an) diidentifikasi sebagai. R . meihei. R. tauricus bersifat termofilik
(diatas 55oC) dan osmofilik tapi sejauh ini tidak ada kasus dilaporkan.2
Cokeromyces recurvatus
Diisolasi dari tanah dan kotoran binatang pengerat dan kadal. Terjadi pada
manusia pada 2 kasus. Yang pertama melibatkan kolonisasi di vagina dan yang kedua
kolonisasi pada vesica urinaria. Dalam kedua kasus ini, bentuknya adalah “multiple
budding yeast” dengan ∅ 15 – 25 mm.2
Mucor circinelloides
Bersama dengan anggota genus Mucor lain, dapat menghasilkan bentuk
“yeast like” dalam pertumbuhannya, ditemukan dalam urine manusia. Ada juga yang
ditemukan pada spesimen feses, dan dari katak dalam bentuk “yeast”. Infeksi pada
manusia jarang.2
Mortierella wolfill
Pada pertama kali diisolasi di India dari tanah, mirip penyebab pneumonia dan
aborsi dari sapi. Wabah penyakit ini terjadi di Selandia Baru, Australia, Inggris,
Amerika Serikat. Dibandingkan dengan spesies lain, relatif tidak sangat virulen
kecuali diberikan dari rute intraserebral.2
Cunninghamella bertholletiae
Ditemukan pertama kali pada pasien kanker (1959) dan sampai 1987 ada 9
kasus yang telah dilaporkan. Karakteristik adalah invasi vaskular yang progresif dan
agresif, trombosis dan infark jaringan. Kebanyakan pasien adalah pasien yang sangat
immunocompromised walaupun ada 2 pasien thalassemia dan 1 diabetes.
Histopatologi dari penyakit kronis sepertinya selalu bergabung dengan infeksi
Basidiobolus dan Conidiobolus.2
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Saksenaea
Genus monotype Saksenaea ditemukan oleh Saksena (1953) berdasarkan
isolan dari tanah di India dan tempat lain. S Vasiformis dicatat dari infeksi manusia
tahun 1976, dimana pasiennya menderita trauma kepala yang parah, dan infeksi
suborbital berkembang ketika pasien mendapat steroid. Terapi Amphotericin-B gagal.
3 kasus dilaporkan Ellis dan Kominski. Yang pertama terjadi pada lengan atas kiri,
berupa makula yang berulkus dan progresif, Amphotericin B berhasil. Kasus kedua
terjadi pada wanita Goth berupa makula eritema di tungkai tanpa riwayat luka
sebelumnya, dibutuhkan amputasi karena terjadi kerusakan jaringan kutan yang
progresif. Tidak ada detail yang diberikan pada kasus ketiga.2
Apophysomyces elegans
Didapat dari tanah di India. Ellis dan Ayelb menemukannya dari hapusan
bronkus pasien (1982). Winn dkk (1982) melaporkan 3 kasus pada manusia dengan
lesi invasif yang mengikuti trauma. Debridement yang agresif dan Amphotericin B
dibutuhkan; 1 pasien meninggal. Kasus Wieden dkk terjadi pada pasien diabetes yang
tidak terkontrol. Lawrence dkk melaporkan infeksi sistemik pada host yang
imunocompromised. Pada semua kasus, jalan masuknya diperkirakan melalui kulit
atau paru.2
GAMBARAN KLINIS
Zigomikosis adalah penyakit yang sangat bergantung pada kondisi imunologis
tubuh pejamu dan kemampuan organisme penyebab untuk tumbuh pada lingkungan
tertentu. Dengan demikian infeksi dapat berlangsung kronis bahkan dorman, tetapi
dapat pula akut dan fulminan. Demikian pula organ tubuh yang diserang dapat
bermacam-macam, bergantung pada tempat masuknya organisrne.2,4
Zigomikosis rinoserebral akut
Etiologi tersering adalah Rhizopus sp. Pasien biasanya diabetes dengan
asidosis, leukemia atau dalam terapi imunosupresi. Infeksi dimulai di sinus paranasal
atau konka bagian atas. Kadang dapat pula dari faring dan palatum.2,4
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Gejala klinis pada hidung : dari hidung keluar sekret berwarna hitam dengan
sedikit bercak darah. Pada septum dan konka tampak bercak-bercak merah kehitaman
sebagai area nekrotik. Kerokan yang diambil dari sekret/nanah hidung diperiksa
dengan Potassium hydroxida yang akan menunjukkan mivelium bersepta lebar dan
jarang dan mengkonfirmasikan diagnosa. Kultur juga harus dikerjakan, dan jika
berhasil akan menunjukkan Rhizopus sp. Jika sinus terlibat, penampakan berawan,
dengan air fluid level pada pemeriksaanX -Ray.2,3,4,6 Gejala klinis pada mata : Berupa
rasa nyeri, terbatas yang gerakan mata, proptosis dan kehilangan penglihatan. Dapat
pula diikuti timbulnya selulitis orbita yang hebat, yang merupakan tanda prognosis
yang buruk. 1,2,3,4,5 Gejala klinis serebral : Saraf otak ketujuh dapat diserang dan
menyebabkan kelumpuhan wajah ipsilateral. Bila terjadi invasi serebral lebih jauh
dapat menyebabkan gangguan neurologis sampai koma.2,3,4,5,6
Zigomikosis rinofasial kronis
Dalam beberapa kepustakaan penyakiti ni dimasukkand aiam satu golongan
Entomophthorales, karena organisme penyebab adalah Conidiobolus sip. dari ordo
Entomophthorales.2,3,4
Baik pada manusia maupun hewan, infeksi dimulai dari hidung dan
melibatkan area-area yang berdekatan/berbatasan dengan kecenderungan kecil untuk
menyebar. Tidak ada korelasi dengan faktor predisposisi atau penyakit yang
mendasari, dan pasien dalam keadaan sehat.
Biasanya terbentuk pembengkakan hidung di inferior yang lambat laun akan
tumbuh atau kadang-kadang melebar dengan cepat ke sutura submukosa, ostium,
foramina dan sinus paranasal. Penyakit ini biasanya bilateral namun dapat juga
unilateral. Massa yang melebar mengakibatkan perubahan dari jaringan di atasnya ;
namun, tidak ada kecenderungan untuk membentuk ulkus atau menjadi verukosa, dan
lesi itu tidak sakit. Massa itu dapat dipalpasi namun terikat ke struktur di bawahnya
dan tidak menempel ke dermis diatasnya. Area ini bisa akantotik dan erotematos, dan
kadang-kadang massa itu tidak rata dan tidak sama. Massa yang pedunculated dan
garnulomatous dapat diangkat dengan bedah. Dalam satu kasus, terjadi obstruksi
laring komplit yang memerlukan Trakeostomi, edema yang terjadi dapat melebar ke
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pipi, dahi dan bibir. Pembengkakan kelopak mata menyebabkan Leukoma mata.
Pemeriksaan rontgen menunjukkan antrum yang opaque, obliterasi dari ruangan
udara di hidung, penebalan mukosa. Tidak ada demam, jumlah darah tidak meningkat
dan pasien normal. Kelenjar getah bening sekitarnya dapat terinfeksi tetapi kondisi
kesehatan pasien tetap normal.2,3,4
Zigomikosis Sub Kutan Kronis
Gejala klinis berupa massa subkutan yang tunggal, tidak nyeri, berbatas tegas
dan teraba keras. Ukuran bertambah besar mengikuti bertambahnya waktu. Dengan
palpasi massa dapat digerakkan dari dasarnya, tetapi melekuk pada kulit.
Konsistensinya keras seperti karet India (firm India rubber), tidak melekuk bila
ditekan dan tepinya licin membulat. Kadang kala tepi dapat berbenjol-benjol,
demikian pula dapat dijumpai bagian-bagian yang lunak. Salah satu tanda yang khas,
yaitu jari pemeriksaan dapat dimasukkan ke bawah massa tersebut dan
mengangkatnya. Kulit pada permukaan lesi dapat normal atau hipotrofik disertai
kelainan pigmentasi, tetapi tidak terdapat ulserasi. Biasanya aktif berwarna kebiruan
atau merah kebiruan. Demam ringan kadang-kadang ditemukan. Rasa gatal dan
terbakar timbul, bila ada infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, juga disertai
feukositosis dan peningkatan laju endap darah.2,3,4,5,6,7
Rata-rata 250 kasus dari penyakit ini telah tercatat, dan ketika dicatat,
etiologinya adalah Basidiobdus ranarum, walaupun cuminghamella bertholetiae
dicatat dilaporan. Kasus terbanyak berasal dari Uganda, Negeria, dan Indonesia, dan
selebihnya di India, Kosta Rika, Togo, Timur Dekat, Brazil dan sedikit di Amerika
Serikat. Seperti penyakit rhinofacial, tidak ada predisposisi yang dapat didefinisikan.
Infeksi mulai sebagai nodul sub kutan yang bertambah ukurannya secara perlahan.
Jalan masuk jamur tidak diketahui, tetapi pada sedikit kasus, nyamuk atau gigitan
serangga lain terjadi sebelum onset gejala, mengindikasikan vektor arthropoda.
Pengenalan agen penyebab dari GIT telah disarankan karena kasus-kasus rnelibatkan
omentum, usus, struktur fascia dan peritaneum telah dilaporkan. Rute infeksi dari
paru telah pula diduga, satu kasus terjadi invasi ke palatum dan sinus maxiltaris, dan
satu lagi terjadi pada tempat suntikan.2
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Pembengkakan sub kutan mempunyai konsistensi yang keras dan berbatas
tegas ; tidak sakit dan tidak melekat ke kulit di atasnya, namun konsistensi yang keras
dan berbatas tegas ; tidak sakit dan tidak melekat ke kulit di atasnya, namun terikat ke
fascia otd di bawahnya. Biasanya terkandung di dalam pamiculus. Kulit diatasnya
cenderung menjadi atropi dan berubah warna atau hiperpigmentasi tapi tidak
berulcus. Massa terus tumbuh dan kadang- adang melibatkan seluruh bahu, lengan,
tubuh bagian atas, wajah dan leher atau seluruh kaki tungkai dan bokong. Pada
sedikit kasus, keterlibatan organ di bawahnya seperti hati, usus dan otot telah
diamati.2
Pasien biasanya tidak mempunyai faktor predisposisi dan perjalanan
penyakitnya ringan. Beberapa laporan menyebutkan kasus - kasus fatal yang tidak
lazim, misalnya : seorang anak Brazil dengan infeksi intra-abdominal, pasien diabetes
yang tidak terkontrol dengan sinusitis maksilaris akut yang meluas ke palatum dan
konka, serta seorang pasien yang diobati dengan bermacam - macam antibiotik,
sehingga penyakitnya menjadi generalisata.2,3,4
Lokasi yang paling sering adalah pada bokong atau paha, dapat pula pada
ekstremitas dan batang tubuh. Beberapa kasus infeksi diawali di leher dan wajah,
menyebar ke jaringan sekitarnya secara kontinuitatum. Tidak ada penyebaran
hematogen. Kelenjar getah bening regional biasanya membesar, tetapi kadang kala
dapat membesar dengan gambaran histopatologis yang hanya menunjukkan
hiperplasia dan sangat jarang ditemukan jamur.2,3,4
Zigomikosis kutan
Zigomikosis
kutaneus
primer
paling
sering
terjadi
imunocompromised, misalnya :
-
transplantasi ginjal yang diobati dengan azatioprin dan steroid.
-
diabetes melitus
-
kelainan hematologik
-
granulositopenia yang lama
-
penggunaan steroid yang lama
-
terapi antibiotika spektrum luas
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pada
pasien
-
terapi imunosupresi
-
luka bakar stadium 2 dan 3
-
trauma lokal karena kateter intravena, maserasi akibat plester dan keringat yang
berlebihan, serta gigitan serangga
-
gagal ginjal kronis.2,3
Fenuilhade de Chauvin dkk melaporkan pada pasien transplantasi ginjal yang
mendapatkan lesi konfluen pada tempat penusukan kateter. Rhizopus rhizodoformis
ditemukan, dan pasien terapi dengan Amphotericin B dan Ketoconazzle. Mereka
membahas l8 kasus lain dengan gambaran sama. West dkk melaporkan abses inguinal
pada pasien tranplantasi ginjal yang lain yang juga terinfeksi R. rhizopodofbrmis.
Terapi dengan bedah dan Amphotericin B berhasil. Pada potongan histologi dari
kebanyakan kasus, reaksi pyogranulomatus sampai nekrosis, biasanya kekurangan
infiltrasi leukosit, dicatat. Hifa hanya sedikit mempunyai halo eosinofilik, dan
walaupun pembuluh darah dapat terinvasi, invasinya tidak seperti pada tipe
rhinocerebral. Pada kebanyakan kasus Apophysomyces, kulit yang rusak adalah jalan
masuknya.2
Banyak dari kasus zigomikosis kutan primer dihubungkan dengan perban
yang terkontaminasi dan pakaian bedah. Lesinya bervariasi tergantung morfologi,
termasuk palque, ulkus, abses yang dalam, dan gambaran nekrotik. Kebanyakan
sembuh dengan sedikit terapi dan tidak berhubungan dengan penyebaran.2
Dalam kasus yang dilaporkan oleh Myskowski dkk, plaque subkutan
berukuran 2 x 2 cm, lunak, eritematous, dengan daerah tengah berindurasi ungu tua
berkembang di anterior dari paha kiri pada pasien transplantasi sumsum tulang.
Pemeriksaan dada pada waktu yang sama menunjukkan infiltrat pada lobus kanan
bawah. Mycelium tidak bersepta ditemukan dalam spesimen punch biopsi dari lesi,
dan R. rhizopodoformis tumbuh.2
Dalam l0 kasus zigomikosis pada pasien transplantasi ginjal, Fischer dkk
menemukan 2 kasus yang mempunyai penyakit primer, 7 dengan penyakit
rhinoserebral, 1 dengan keterlibatan paru-paru dan hati, mengindikasikan bahwa
kulit, paru, hidung dapat menjadi jalan masuk. Semua pasien menerima Steroid dan
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Azathioprine. Penggunaan Cyclosporin tampaknya mengurangi insidens zigomikosis
pada pasien tipe ini, dan tidak terlalu mesupresi imun.2
Bahkan pasien diabetes non-acidotik terpapar kolonisasi dan infeksi kulit oleh
karena zigomycetes. Reyes dan Rippon dan Maliwan dkk menyebutkan ulkus
zygomycetes primer di anggota gerak, tumit dan kaki dari pasien diabetes. Ini juga
diduga sebagai invasi primer dari kulit yang utuh atau terjadi di area yang
sebelumnya mengalami trauma, seperti tabrakan.2
Kerusakan barrier lainnya yang menjadi predisposisi untuk kolonisasi dan
infeksi zygomycetes terjadi pada pasien luka bakar yang parah. Kadang-kadang onset
dan perjalanan penyakit cepat dan dramatis dengan invasi pembuluh darah dan
diseminasi ; namun, lesinya bisa statis, indolent, dan mudah diatasi dengan eksisi.2
Bentuk lesi bisa bermacam-macam, mulai dari lesi tunggal yang eritematosa,
indurasi dan sedikit nyeri seperti selulitis. Di bagian tengah timbul area yang nekrotik
berwarna kehitaman. Batas nekrosis tegas dan mirip gambaran ektima gangrenosum
atau necrotizing fasciitis. Lesi dapat disertai pustul dan ulserasi dengan abses yang
dalam dan bercak-bercak nekrosis. Sebagian ahli membagi zigomikosis kutan dalam
dua bentuk, yaitu :
-
Superfisial ; sering terjadi karena plester (Elotoplast), lesi berupa eritema, pustul
dan vesikel, tidak ada invasi pembuluh darah.
-
Gangrenosa ; bentuk lesi berupa ulkus, nekrosis, disertai eskar, ada invasi
vaskular.2,3,4
Bila pasien tersebut imunikompeten, maka infeksi menyembuh dengan
pengobatan ringan (krim tramsinolon asetonid, salap gentamisin sulfat, dan kompres
aluminium diasetat atau air) dan tidak menjadi diseminata. Pada pasien
imunocompromised, infeksi dapat menyebar, diduga melalui jalan hematogen sampai
ke paru dan susunan saraf pusat.2,3,4
Organisme penyebab sering dari golongan Rhizopus, Saksenaea vasiformis
dan Apophysomyces elegans. Juga golongan Mucor ramosissimus pernah dilaporkan.
Etiologi tampaknya juga bergantung pada kondisi pasien.2,3
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Infeksi ini jugu dihubungkan dengan kondisi imunocompromised yang
disebabkan oleh human imunodefiency virus (HIV). Delapan dari sepuluh pasien
zigomikosis yang juga penderita infeksi HIV, adalah pengguna obat-obatan intravena.
Hubungani ni sulit dijelaskan, tetapi ada dugaan penyuntikan karbon koloidal dan zat
besi ternyata meningkatkan patogenitas jamur ini. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya kasus zigomikosis serebral pada pasien kecanduan obat yang diberikan
secara parenteral, awal aupun tidak tampak adanya imunosupresi. Diduga disfungsi
sel T pada penderita HIV bukan merupakan faktor penting untuk terjadinya
zigomikosis. Neutrofil memegang peranan utama dalam pertahanan tubuh terhadap
jamur ini. Pertumbuhan jamur ini membutuhkan adanya zat besi. Pasien yang
menggunakan desferioksamin (obat yng mengikat zat besi yang berlebihan di dalam
tubuh), misalnya pasien gagal ginjal kronis dengan dialisis, dapat mengalami
zigomikosis. Diduga
jamur ini mengambil zat besi yang berikatan dengan
desferioksamin tersebut untuk pertumbuhannya. Pasien diabetes dengan asidosis
metabolik tidak memiliki aktivitas inhibisi terhadap jamur Rhizopus arrhizus dalam
serumnya. Bila asidosisnya telah dikoreksi, maka aktivitas inhibisi ini dapat kembali
normal.4
Zigomikosis Pulmoner Dan Disseminata
Infeksi primer paru terhadap hewan telah didokumentasikan dengan baik
sebagai hasil paparan spora aerosol dalam jumlah besar dalam lingkungan tertutup.
Hal ini dapat terjadi pada manusia juga, bahkan jika tidak ada predisposisi, tetapi
jarang sekali. Sebagian besar kasus zigomikosis paru ada faktor yang mendasarinya
yang dapat dilihat/dibedakan. Pasien yang paling sering terkena infeksi paru adalah
mereka yang menderita leukemia dan lymfoma, walaupun dapat juga terjadi pada
pasien diabetes. Penyakitnya hampir selalu primer dan merupakan hasil menginhalasi
spora. Sangat jarang merupakan akibat aspirasi material dari penyakit rhinoserebral
atau penyebaran milier dari gastrointestinatle, tapi kasus seperti itu ada terjadi. Gejala
pada manusia dimana terdapat kondisi dasar yang lemah adalah bronchitis
nonspesifik yang progresif dan pneumonia dengan tanda-tanda " super imposed" dari
trombosis dan infark. Onset yang parah dan tiba-tiba dapat diikuti rasa sakit, friksi
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pluera, dan sputum berdarah. Kavitas masif dapat terbentuk. Infiltrat nodular dan non
spesifik muncul di lapangan paru dan menyerupai Aspergillosis atau infeksi bakteri.
Penyakit ini biasanya progresif sampai fatal dalam 3-30 hari. Beberapa pasien,
bahkan dengan infeksi akut, telah bertahan dengan terapi Amphotericin B. walaupun
tipe ini paling banyak pada pasien leukemia dan limfoma, faktor prediposisi lain
termasuk transplantasi organ (kadang-kadang terjadi sebagai infeksi nosokomial),
diabetes, pembedahan dan penggunaan stereoid. Gambaran histologi dideskripsikan
seperti infeksi oportunistik lain : invasi pembuluh darah, trombosis, infark. Ketika
diisolasi, Rhizopus arrhizus adalah penyebab tersering, tetapi sejumlah spesies lain
telah dilaporkan. Hanya 5 dari 38 pasien dengan penyakit paru bertahan, dan tak
satupun dari 21 dengan infeksi paru dan sistemik sembuh. Kolonisasi dari
zygomycetes membentuk kavitas di paru atau bronkus mengakibatkan pembentukan
pola-pola jamur yang analog dengan aspergilloma, (yang lebih sering terlihat).
Seperti dijumpai pada aspergilloma, bola-bola jamur zygomycetes dapat indolen atau
membesar perlahan dan mengkikis pembuluh darah menyebabkan hemoptysis.2
Zigomikosis Abdominal- Pelvis Dan Gaster
Zigomikosis gastrointestinal sering terjadi pada hewan seperti lembu dan babi,
tetapi jarang pada manusia. Seperti infeksi primer pada manusia, sering dihubungkan
dengan pasien bergizi rendah, terutama anak-anak. Dalam pembahasan 22 kasus,
Neam dan Rayner menemukan penyakit gastrointestinal parah yang mendasarinya
untuk menjadi faktor predisposisi. Termasuk didalamnya adalah kwashiokor, kolitis
amuba, thypus dan pell agra. Terdapat bukti dalam beberapa kasus bahwa anak-anak
memakan biji-bijian berjamur, yang menyebabkan infeksi. Kondisi predisposisi
lainnya termasuk leukemia, diabetes dan pembedahan. Dalam kasus Gaster dari
Bittencourt dkk, de Aguilar dkk, Schmidt dkk, agen penyebabnya adalah
Conidiobolus dan Basidiobolus spp, dan tampaknya masuk melalui mukosa gaster.
Pasien tidak mempunyai predisposisi yang terdeteksi. Dalam kebanyakan
kasus gaster lain dimana kulturnya telah dibuat, absidia cosimbifera dapat diisolasi.
Gejala zigomikosis abdominal bervariasi tergantung dari tempat dan luas
keterlibatan. Rasa sakit di abdomen yang non spesifik, ulkus peptikuma tipik, diare,
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
“coffee ground” hematemesis, dan buang air besar darah dilaporkan. Ulcerasi dari
mukosa gaster dengan trombosis dan pembuluh darah yang berhubungan sering
diamati dalam suatu otopsi manusia. Dalam beberapa kasus ada penyebaran
hematogen ke sub mandibular node ; dalam kasus lain ada keterlibatan sistem organ
yang berdekatan. Tidak terdapat daerah yang khusus, seperti daftar laporan di kolon,
lambung, esofagusi, leum dan pelebaran ke vesica urinaria, pankreas, limfa. Tandatanda peritonitis dapat menjadi bukti bahwa umumnya lesi menyebabkan perforasi
dinding gasrointestinal. Biasanya perjalanan penyakit ini 70 hari. Penyebab kematian
adalah shock karena perdarahan usus, mengakibatkan peritonitis dan infeksi usus.
Dalam situasi biasa, bukti histologik dari invasi hifa ke dinding pembuluh darah dan
lumennya ditemukan. Dalam kasus kronis (Bittencout dkk) hifa ditemukan dalam
jaringan yang terkena, dan mempunyai halo eosinofilik. Durasi penyakit ini beberapa
bulan. Pada pasien yang dijelaskan oleh Aguilar dkk, suatu massa fibrotik
mengelilingi lambung & kolon transversum. Dalam kasus pertama yang dilaporkan
dari Amerika Serikat, Schmidt dkk menjelaskan infeksi Basidiobolus ranarum pada
pasien diabetes berumur 69 tahun melibatkan massa yang melekat ke ileum
terminalis, caecum dan kolon ascendens.2
Sementara
kebanyakan
infeksi
gasrointestinal
pada
manusia
oleh
zygomycosis dihubungkan dengan faktor predisposisi, hal ini tidak teradi pada
binatang. Zygomycosis hewan peliharaan lebih sering terlihat dalam dua pola. Yang
lebih sering adalah keterlibatan lymph node mesenterika, bronkial, mediastinal atau
submaksilar, kadang - kadang hepar, paru dan ginjal ikut terkena. Ini merupakan
proses granulomatous yang dapat mengakibatkan kematian binatang. Bentuk kedua
dari penyakit binatang adalah ulcerasi gaster dan usus.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sediaan langsung
Sediaan langsung dengan KOH dapat memperlihatkan organisme penyebab,
berupa hifa lebar dengan sedikit septa. Bila pasien imunokompeten, h asil ini lebih
menunjang dibandingkan dengan kultur, karena jamur ini sering sebagai kontaminan
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
di laboratorium. Sediaan diambil dari cairan ulkus, abses, cairan hidung, aspirasi
sinns, atau sputum penderita.2,3,8,9
Kultur
Jamur golongan Mucor dan Entomophthorales tumbuh dengan cepat pada
sebagian besar media jamur. Jamur ini sensitif terhadap sikloheksamid, sehingga
media mycosel dan mycobiotic tidak dapat dipergunakan. Bahkan kultur. Diinkubasi
pada suhu 25 - 30Co dalam media Sabodrand dan jamur tumbuh dalam satu sampai
dua minggu. Dapat pula digunakan potato-glucose agar, malt agar atau czapek
solution agar.2,3,8,9
Biopsi Jaringan
Biopsi jaringan yang terinfeksi menunjukkan hifa lebar, dengan sedikit septa,
bercabang dan caenositik. Pada jamur golongan Mucorales, dapat dilihat invasi hifa
ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan trombosis dan infark, sedangkan
lazimnya terdapat di dermis dan jaringan dibawahnya. Secara histopatologis tampak
jaringan granulomatosa yang menggantikan jaringan lemak, walaupun kadang kadang
masih dapat ditemukan jaringan lemak. Di sekeliling hifa jamur Basidiobolus dan
Conidiobolus dapat dilihat halo-eosinofilik (Splendore-Hoepple Phenomenon) yang
merupakan petanda khas jamur ini. Halo-eosinofilik ini tidak ditemukan pada jamur
lain dalam kelas zygomycetes. Substansi perihifa ini dahulu diduga merupakan area
nekrotik yang disebabkan oleh metabolit jamur, tetapi sekarang diduga merupakan
presipitat imun, walaupun pada Conidiobolus coronatus tidak dapat ditemukan IgG.
Untuk pewarnaan dapat dipakai hematoksilin eosin atau PAS. Dengan pewarnaan
PAS, haloeosinofilik akan tampak jelas, sehingga memudahkan pencarian hifa.
Pewarnaan hematoksilin-eosin menampakan hifa yang berwarna biru tua.2,3,4
Serologi
Pemeriksaan serologis tidak dilakukan pada golongan Mucorales, karena
spornya terdapat dimana- mana dan merupakan infeksi oportunistik. Bila dilakukan
tes suntikan intradermal, maka penderita maupun orang normal akan memberi reaksi
yang sama. Untuk membedakan Basidiobolus ranarum dengan Conidiobolus
coranatus dapat dilakukan tes imunodifusi. Melalui tes ini dapat dideteksi pita
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
presipitin antigen spesifik dari masing masing genera. Tes ini berguna untuk
memonitor resolusi kedua penyakit tersebut.2,3,4
DIAGNOSIS BANDING
Zigomikosis dengan keterlibatan sinus paranasalis harus didiagnosis banding
dengan sinusitis bakterial. Bila ada perluasan ke orbita, perlu dibedakan dengan
trombosis sinus kavenosus. Zigomikosis pulmonal sulit dibedakan dengan
aspergilosis dan pneumonia karena Pseudomonas aeruginosa terutama pada pasien
immunocompromised. Midline granuloma dan granulomatosis wagner dapat
menimbulkan obstruksi hidung dan rinore, tetapi pada kelainan ini ada vaskulitis dan
nekrolisis jaringan, yang tidak ada pada zigomikosis. Zigomikosis subkutan harus
dibedakan dengan sarkoma jaringan lunak dan misetoma yang mempunyai derajad
indurasi yang sama. Perbedaanya terletak pada sinus- sinus yang mengeluarkan sekret
dan adanya fiksasi pada jaringan di bawahnya, terutama bila ada perluasan ke tulang.
Selulitis bakterial lebih akut dan nyeri, sedangkan zigomikosis subkutan kronis dan
tidak nyeri. Semua kelainan di atas dapat disingkirkan dengan pemeriksaan langsung,
biopsi, dan kultur.2,3,4
PENGOBATAN
Pengobatan tepat dan cepat dapat menyelamatkan penderita. Pengobatan harus
segera diberikan, terutama pada pasien imunocompromised. Dapat diobati dengan
cara:
1. Operatif/debriedement ; khususnya pada kasus zigomikosis kutan, perawatan luka
sangat penting. Pada beberapa kasus dapat terjadi penyembuhan tanpa pengobatan
spesifik.
2. Kombinasi dengan amfoterisin B.
3. Kontrol penyakit yang mendasari. Bila diabetes dengan asidosis, maka asidosis
harus dikoreksi. Penggunaan steroid, azatiaprin dan obat-obat lain yang
imunosupresif harus dihentikan.4
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Menurut Prevo dkk, pengobatan dengan griseofulfin dan ketokonazol tidak
memberikan hasil yang memuaskan.4
Amfoterisin B diberikan secara intravena dengan dosis I mg/kg berat badan
sampai infeksi mereda. Setelah itu dapat diturunkan 0,5-0,6 mg/kb berat badan atau
dua kalinya setiap dua hari. Peneliti lain memberikan amfoterisin B dengan
kombinasi rifampisin, karena bersifat sinergistik. Ada pula yang mengkombinasikan
amfoterisin B dengan golongan triazole, karena dalam satu laporan percobaan pada
hewan dengan kandidiasis obat-obat ini bekerja sinergistik. Kadang kala amfoterisin
B resisten, tetapi masih tetap dapat dipakai karena mempunyai efek menstabilkan
dinding sel. Dengan demikian obat golongan azol dapat masuk ke intrasel dan
menghambat enzym P-450 yang dibutuhkan oleh jamur untuk perbaikan dinding
selnya. Pengobatan dilanjutkan hingga 8- l0 minggu. Tidak ada patokan lama
pemakaian dan dosis amfoterisin B. pernah dilaporkan kekambuhan, tetapi jarang.3,4
Basidiobolus sp. dapat diobati dengan larutan KJ dengan dosis 30 mg/kg
berat, diberikan sebagai dosis tunggal alau terbagi. Pembagian biasanya dimulai
dengan 3 x 3 tetes dan perlahan-lahan dinaikkan sampai tampak tanda-tanda
intoksikasi. Dosis maksimum tidak bergantung pada usia dan bersifat perorangan.
Pengobatan biasanya dilanjutkan 6 -12 bulan. Bila tidak ada perbaikan, dapat diberi
ketokonazol 400 mg, selama 1 bulan. Laporan lainnya berhasil dengan trimetropimsulfametoksasol, demikian pula itrakonasol 100-200 mg/hari selama l-2 bulan.
Penyembuhan spontan pernah dilaporkan.3,4,8,9
Belum ada pengobatan yang memuaskan untuk Conidiobulus. Pengobatan
dengan amfoterisin B memberikan hasil kurang baik dengan kekambuhan. Terapi
operatif dapat mengurangi gejala untuk sementara. Kalium yodida tidak memberikan
hasil baik pada infeksi oleh golongan Mucorales.4
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis tergantung kondisi pejamu dan cepatnya dimulai
pengobatan. Prognosis zigomikosis rinofasial belum ada pengobatan yang sesuai.4
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
PENUTUP
Zigomikosis merupakan infeksi jamur yang terjadi, tetapi dapat fatal. Penyakit
ini
perlu
diwaspadai
terutama
karena
semakin
banyaknya
penderita
imunocompromised, misalnya penderita dengan transplantasi organ, penggunaan
obat-obat imunosupresif dan antibiotik spektrum luas. Akibat kurangnya kasus, maka
belum cukup penelitian terhadap obat-obat anti jamur, terutama untuk pengobatan
zigomikosis karena golongan Canidiobolus.
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandler WF. Kaplan W, Ajello, Zigomycosis dalam A Colour Atlas and
Textbook of the Histophatology of Mycotic Diseases, Wolfe Medical Publications
Ltd, 1980. t22 - 6.
2. Rippon JW, Medical mycology. The pethogenic fungi and the pathogenic
acitinomycetes. Edisi ke - 3. PhiladelphiaW: B Saunders. 1988. 68 - 113.
3. Kwon-Chung KJ, Bennet JE, Medical mycology, Philadelphia. Lea & Febriger,
1992 : 441 - 63, 524-59.
4. Sirait SP. Menaldi SL, Zigomikosis dalam Media Dermato-venereologika
Indonesiana, Vol. 26. No. 1 Januari 1999, 49 - 59.
5. Shandomy HJ, Utz JP. Deep fungal infections. Dalam : Fitpatrick TB, Eisen AZ,
Wolf K. Freeburg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Edisi ke-4.
New York: McGraw-Hill Inc. 1993 2487 - 9.
6. Rook, Wilkinson, Ebling. Texbook of dermatology. Edisi ke-5 Champion RH,
Burton H, Ebling FJ. Editor. Oxford Blackwell Scientific Publ.
7. Elgart ML, Warren NG, Superficial and deep mycoses. Dalam Moshella SL.
HurleyH J. Dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia Wb Saunders Co. 1985: 186-7.
8. Kuswadji. Fikomikosis subkutis, dalam : Diagnosis dan penatalaksanaan
dermatomikosis. Budimulia U et all, Editor. J akarta, Balai Penerbit FK-UI, 1992,
99 - 102.
9. Siregar RS. Penyakit Jamur Kulit, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995
: 49 - 52.
1B
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
OLEH
IMAM BUDI PUTRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2008
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
ZIGOMIKOSIS
(Phycomycosis, mucormycosis, entomophthoromycsois , hyphomycosis,
subcutaneoupshycomycosis, rhinophycomycosis, phycomycosis entomophthrae,
basidiobolomycosis, oomycosis, rhinoentomophthoromycosis)1
PENDAHULUAN
Zigomrkosis adalah infeksi yang disebabkan oleh golongan filum zygomicota.
Infeksi ini sangat jarang pada manusia maupun hewan. Pada umumnya kasus
zigomikosis pada manusia dihubungkan dengan kondisi imunologisnya (asidosis
metabolik, imunosupresi, trauma). Pada hewan kondisi demikian kurang jelas, tetapi
kurangnya nutrisi dan hewan yang dengan populasi padat dapat menjadi predisposisi
terinfeksi jamur tersebut.2
Istilah zigomikosis lebih disukai dibandingkan dengan mukormikosis dan
fikomikosis. Istilah fikomikosis dulu digunakan ketika zigomikosis, oomycetes, dan
chytrid digolongkan bersama-sama kedalam divisi tunggal. Taksonomi modern
membuat kelompok ini tidak beranggota (kosong) dan oleh sebab itu istilah
fikomikosis tidak dipakai lagi. Kelas zigomikosis terdiri atas dua ordo, yaitu
mucorales dan entomophthorales. Mucorales biasanya menyerang orang yang
immunocompromised dan entomophthorales menyerang orang imunokompeten.
Beberapa
penulis
lebih
rnenyukai
penggunaan
istilah
mukormikosis
dan
entomoftoromikosis, karena istilah tersebut telah digunakan secara luas dan masih
tetap digunakan sebagai judul dalam indeks di National Library of Medicine di
Amerika Serikat.2,3
SEJARAH
Laporan tentang infeksi zigomycetes telah ada sejak lebih dari 150 tahun yang
lalu, namun banyak kasus yang tidak didukung dengan pemeriksaan mikologik.
Tahun 1855, dilaporkan oleh Kurchenmeinster adanya jamur mirip mucor pada
kanker paru, berupa sporangia dan hifa tidak bersekat. Padat ahun 1876, Fubringer
melaporkan dua kasus mukormikosis pulmoner, dengan ditemukannya infark
hemoragik pada paru disertai hifa dan beberapa sporangia. Fubringer menduga jamur
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
tersebut termasuk Mucor mucedo, tetapi masih meragukan kemungkinan M.
circinelloides. Lindt kemudian mengindentifikasi jamur tersebut sebagai Absidia
corimbifera (Mucor corimbifera) pada tahun 1885. Paltauf pertama kali melaporkan
tentang mukormikosis generalisata yang didukung oleh adanya filamen jamur pada
berbagai organ. Walaupun tidak dilakukan kultur jamur, tetapi Paltauf meyakini
jamur penyebab adalah Mucor corimbifera. Beberapa tahun kemudian dilaporkan
pula kasus-kasus infeksi zigomikosis.
Pada tahun 1943, Gregory dkk, melaporkan tiga kasus zigomikosis jenis
rinoserebral dan melaporkan gejala, riwayat penyakit, dan perkembangan penyakit
dengan sangat akurat, sehingga menjadi acuan bagi peneliti lainnya. Setelah tulisan
tersebut, hampir 400 kasus dilaporkan.
Sejak tahun 1960, karena semakin banyak populasi dengan imunitas yang
terganggu, maka semakin sering pula ditemui kasus zigomikosis. Saat ini zigomikosis
merupakan infeksi oportunistik keempat tersering pada pasien immunocompromised,
setelah kandidiasis, aspergilosis dan kriptokokosis, sebagai infeksi oportunistik.
Lie Kiam Joe dkk, pada tahun 1956, melaporkan tiga kasus pertama
zigomikosis subkutan pada anak di Indonesia. Laporan lainnya dari Asia Afrika dan
Amerika Selatan juga menggambarkan anak-anak dan dewasa muda yang pada
umumnya sehat, terinfeksi jamur genera Enthomopthorales. Infeksi ini lebih sering
terjadi di daerah tropis dan subtropis dibandingkan dengan daerah lainnya.2,3,4
EPIDEMIOLOGI
Jamur ini mempunyai distribusi yang luas di seluruh dunia dan merupakan
penyebab infeksi oportunistik yang dapat memberi gambaran klinis bermacammacam bergantung pada faktor predisposisinya. Juga tidak dipengaruhi oleh faktor
usia, jenis kelamin, ras dan geografis. Pada umumnya jamur ini tumbuh pada bahan
yang mengandung karbohidrat. Jamur ordo Mucorales dapat ditemukan dalam jumlah
besar pada sayuran yang membusuk, dan timbunan kompos.2,3,4
Jamur ini tumbuh cepat, kemudian membentuk spora yang menyebar melalui
udara dan dapat menjadi jamur kontaminan di laboratorium atau infeksi nosokomial
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pada perban dan plester di rumah sakit. Juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui alat suntik yang terkontaminasi, kateter, jarum infus intravena, dan luka
operasi. Bila manusia mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi spora jamur,
dapat terjadi zigomikosis primer pada saluran cerna.2,3
Jamur ordo Entomophthorales juga dapat ditemukan pada sayuran dan buahbuahan yang membusuk, tanah dan dalam saluran cerna hewan reptil, ikan, binatang
amfibi, dan kelewar. Diduga trauma kecil dan, sengatan serangga dapat menjadi
tempat masuknya jamur ini ke dalam tubuh manusia. Pada umumnya infeksi lebih
banyak terjadi pada pria muda. Di Uganda dilaporkan perbandingan pria dan wanita
adalah 3 : 2 dan di Negeria 3 : 1, sedangkan Clark dan Martinson yang meneliti
secara retrospektif kasus- kasus konidiobolomikosis di Afrika dan Amerika Selatan,
melaporkan rasio pria : wanita sebesar 10 : 1.3
Di Indonesia infeksi zigomikosis subkutan pernah dilaporkan di Semarang,
Jakarta dan Surabaya. Kasus yang ditemui hanya sedikit mungkin karena lesi kecil
dapat diobati dengan eksisi dan banyak kasus yang tidak terdiagnosis dengan cepat.4
ETIOLOGI
Zigomikosis biasanya disebabkan oleh jamur ordo Mucorales, misalnya :
Rhizomucor pussilus, Absidia corimbifEra, Cokeromyees recurvatus, Mucor
circinelloides, Mortierella wolfii, Cuninghamella bertholletiae, SaksanaeA sp., dan
Apophysomyces
elegans.
Jamur-jamur
tersebut
sering
menginfeksi
pasien
immunocompromised, sedangkan ordo Entomophthorales misalnya Basidiobolus
ranarum, Basidiobolus meristoporus, Canidiobolus coronatus, Canidiobolus
incongruus, lebih sering menginfeksi pasien imunokompeten. Pernah dilaporkan
infeksi Entomohpthorales pada pasien immunocompromise, dengan invasi vaskuler
dan trombosis seperti infeksi oleh Mucorales. Demikian pula infeksi Mucorales dapat
Terjadi pada pasien imunokompeten, seperti yang dilaporkan oleh Prevood
dkk.1,2,3,4,5,6
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Rhizous arrhizus
Sinonimnya adalah R. Oryzae, terdapat 60% dari kasus penyakit manusia dan
± 90% dari penyakit rhinocerebral. Seviour dkk, menyimpulkan bahwa moriblogi,
efek temperatur, dan lain-lain terlalu bervariasi untuk memisah-misahkan spesies.
Ellis menemukan 95% hubungan dengan hibridisasi DNA antara strain. Roryzae dan
R. arrhizus var arrhizus. Di Inggris, dua pasien yang menerima kartikosteroid (karena
nefitis) dari dokter yang sama, keduanya kemudian menderita zigomikosis
rhinoserebral. Dengan analisis epidemiologi, organisme itu ditemukan dalam AC (Air
Conditioner) di kantor dokter itu.2
Rhizopus rhizopodoformis
Ditemukan dari infeksi kulit pada pasien DM yang mendapat transplantasi
ginjal dan dari penyakit rhinocerebral pasien DM. Jumlahnya ± 10 – 15%. Termasuk
etiologi yang paling sering dari infeksi kulit dan GIT. Dapat juga diperoleh dari
pakaian bedah yang terkontaminasi. Namun, hanya sedikit infeksi organ ini yang
serius.2
Absidia corimbifbra
Mungkin merupakan etiologi pada kasus zigomikosis pertama yang
dilaporkan Fubinger dan Paltauf. Urutan kedua setelah R. arrhizus pada penyakit
manusia, dan merupakan yang tersering pada mamalia dan burung.2
Rhizomucor pusillus
Jarang dilaporkan sebagai patogen manusia. Penyakit rhinoserebral terjadi
pada 3 pasien leukemia, dilaporkan Palacio-Hernanz dkk. Ditemukan di udara dan
dari permukaan alat-alat ruangan RS. Sering menjadi penyebab infeksi kutan dan
telah timbul dari endokarditis.2
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
R. meihei
Adalah spesies termotoleran, patogen pada tikus tapi tidak didokumentasikan
sebagai penyebab infeksi natural. Beberapa strain R. pusillus (Ainsworth dan
Autswick, 1950-an) diidentifikasi sebagai. R . meihei. R. tauricus bersifat termofilik
(diatas 55oC) dan osmofilik tapi sejauh ini tidak ada kasus dilaporkan.2
Cokeromyces recurvatus
Diisolasi dari tanah dan kotoran binatang pengerat dan kadal. Terjadi pada
manusia pada 2 kasus. Yang pertama melibatkan kolonisasi di vagina dan yang kedua
kolonisasi pada vesica urinaria. Dalam kedua kasus ini, bentuknya adalah “multiple
budding yeast” dengan ∅ 15 – 25 mm.2
Mucor circinelloides
Bersama dengan anggota genus Mucor lain, dapat menghasilkan bentuk
“yeast like” dalam pertumbuhannya, ditemukan dalam urine manusia. Ada juga yang
ditemukan pada spesimen feses, dan dari katak dalam bentuk “yeast”. Infeksi pada
manusia jarang.2
Mortierella wolfill
Pada pertama kali diisolasi di India dari tanah, mirip penyebab pneumonia dan
aborsi dari sapi. Wabah penyakit ini terjadi di Selandia Baru, Australia, Inggris,
Amerika Serikat. Dibandingkan dengan spesies lain, relatif tidak sangat virulen
kecuali diberikan dari rute intraserebral.2
Cunninghamella bertholletiae
Ditemukan pertama kali pada pasien kanker (1959) dan sampai 1987 ada 9
kasus yang telah dilaporkan. Karakteristik adalah invasi vaskular yang progresif dan
agresif, trombosis dan infark jaringan. Kebanyakan pasien adalah pasien yang sangat
immunocompromised walaupun ada 2 pasien thalassemia dan 1 diabetes.
Histopatologi dari penyakit kronis sepertinya selalu bergabung dengan infeksi
Basidiobolus dan Conidiobolus.2
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Saksenaea
Genus monotype Saksenaea ditemukan oleh Saksena (1953) berdasarkan
isolan dari tanah di India dan tempat lain. S Vasiformis dicatat dari infeksi manusia
tahun 1976, dimana pasiennya menderita trauma kepala yang parah, dan infeksi
suborbital berkembang ketika pasien mendapat steroid. Terapi Amphotericin-B gagal.
3 kasus dilaporkan Ellis dan Kominski. Yang pertama terjadi pada lengan atas kiri,
berupa makula yang berulkus dan progresif, Amphotericin B berhasil. Kasus kedua
terjadi pada wanita Goth berupa makula eritema di tungkai tanpa riwayat luka
sebelumnya, dibutuhkan amputasi karena terjadi kerusakan jaringan kutan yang
progresif. Tidak ada detail yang diberikan pada kasus ketiga.2
Apophysomyces elegans
Didapat dari tanah di India. Ellis dan Ayelb menemukannya dari hapusan
bronkus pasien (1982). Winn dkk (1982) melaporkan 3 kasus pada manusia dengan
lesi invasif yang mengikuti trauma. Debridement yang agresif dan Amphotericin B
dibutuhkan; 1 pasien meninggal. Kasus Wieden dkk terjadi pada pasien diabetes yang
tidak terkontrol. Lawrence dkk melaporkan infeksi sistemik pada host yang
imunocompromised. Pada semua kasus, jalan masuknya diperkirakan melalui kulit
atau paru.2
GAMBARAN KLINIS
Zigomikosis adalah penyakit yang sangat bergantung pada kondisi imunologis
tubuh pejamu dan kemampuan organisme penyebab untuk tumbuh pada lingkungan
tertentu. Dengan demikian infeksi dapat berlangsung kronis bahkan dorman, tetapi
dapat pula akut dan fulminan. Demikian pula organ tubuh yang diserang dapat
bermacam-macam, bergantung pada tempat masuknya organisrne.2,4
Zigomikosis rinoserebral akut
Etiologi tersering adalah Rhizopus sp. Pasien biasanya diabetes dengan
asidosis, leukemia atau dalam terapi imunosupresi. Infeksi dimulai di sinus paranasal
atau konka bagian atas. Kadang dapat pula dari faring dan palatum.2,4
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Gejala klinis pada hidung : dari hidung keluar sekret berwarna hitam dengan
sedikit bercak darah. Pada septum dan konka tampak bercak-bercak merah kehitaman
sebagai area nekrotik. Kerokan yang diambil dari sekret/nanah hidung diperiksa
dengan Potassium hydroxida yang akan menunjukkan mivelium bersepta lebar dan
jarang dan mengkonfirmasikan diagnosa. Kultur juga harus dikerjakan, dan jika
berhasil akan menunjukkan Rhizopus sp. Jika sinus terlibat, penampakan berawan,
dengan air fluid level pada pemeriksaanX -Ray.2,3,4,6 Gejala klinis pada mata : Berupa
rasa nyeri, terbatas yang gerakan mata, proptosis dan kehilangan penglihatan. Dapat
pula diikuti timbulnya selulitis orbita yang hebat, yang merupakan tanda prognosis
yang buruk. 1,2,3,4,5 Gejala klinis serebral : Saraf otak ketujuh dapat diserang dan
menyebabkan kelumpuhan wajah ipsilateral. Bila terjadi invasi serebral lebih jauh
dapat menyebabkan gangguan neurologis sampai koma.2,3,4,5,6
Zigomikosis rinofasial kronis
Dalam beberapa kepustakaan penyakiti ni dimasukkand aiam satu golongan
Entomophthorales, karena organisme penyebab adalah Conidiobolus sip. dari ordo
Entomophthorales.2,3,4
Baik pada manusia maupun hewan, infeksi dimulai dari hidung dan
melibatkan area-area yang berdekatan/berbatasan dengan kecenderungan kecil untuk
menyebar. Tidak ada korelasi dengan faktor predisposisi atau penyakit yang
mendasari, dan pasien dalam keadaan sehat.
Biasanya terbentuk pembengkakan hidung di inferior yang lambat laun akan
tumbuh atau kadang-kadang melebar dengan cepat ke sutura submukosa, ostium,
foramina dan sinus paranasal. Penyakit ini biasanya bilateral namun dapat juga
unilateral. Massa yang melebar mengakibatkan perubahan dari jaringan di atasnya ;
namun, tidak ada kecenderungan untuk membentuk ulkus atau menjadi verukosa, dan
lesi itu tidak sakit. Massa itu dapat dipalpasi namun terikat ke struktur di bawahnya
dan tidak menempel ke dermis diatasnya. Area ini bisa akantotik dan erotematos, dan
kadang-kadang massa itu tidak rata dan tidak sama. Massa yang pedunculated dan
garnulomatous dapat diangkat dengan bedah. Dalam satu kasus, terjadi obstruksi
laring komplit yang memerlukan Trakeostomi, edema yang terjadi dapat melebar ke
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pipi, dahi dan bibir. Pembengkakan kelopak mata menyebabkan Leukoma mata.
Pemeriksaan rontgen menunjukkan antrum yang opaque, obliterasi dari ruangan
udara di hidung, penebalan mukosa. Tidak ada demam, jumlah darah tidak meningkat
dan pasien normal. Kelenjar getah bening sekitarnya dapat terinfeksi tetapi kondisi
kesehatan pasien tetap normal.2,3,4
Zigomikosis Sub Kutan Kronis
Gejala klinis berupa massa subkutan yang tunggal, tidak nyeri, berbatas tegas
dan teraba keras. Ukuran bertambah besar mengikuti bertambahnya waktu. Dengan
palpasi massa dapat digerakkan dari dasarnya, tetapi melekuk pada kulit.
Konsistensinya keras seperti karet India (firm India rubber), tidak melekuk bila
ditekan dan tepinya licin membulat. Kadang kala tepi dapat berbenjol-benjol,
demikian pula dapat dijumpai bagian-bagian yang lunak. Salah satu tanda yang khas,
yaitu jari pemeriksaan dapat dimasukkan ke bawah massa tersebut dan
mengangkatnya. Kulit pada permukaan lesi dapat normal atau hipotrofik disertai
kelainan pigmentasi, tetapi tidak terdapat ulserasi. Biasanya aktif berwarna kebiruan
atau merah kebiruan. Demam ringan kadang-kadang ditemukan. Rasa gatal dan
terbakar timbul, bila ada infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, juga disertai
feukositosis dan peningkatan laju endap darah.2,3,4,5,6,7
Rata-rata 250 kasus dari penyakit ini telah tercatat, dan ketika dicatat,
etiologinya adalah Basidiobdus ranarum, walaupun cuminghamella bertholetiae
dicatat dilaporan. Kasus terbanyak berasal dari Uganda, Negeria, dan Indonesia, dan
selebihnya di India, Kosta Rika, Togo, Timur Dekat, Brazil dan sedikit di Amerika
Serikat. Seperti penyakit rhinofacial, tidak ada predisposisi yang dapat didefinisikan.
Infeksi mulai sebagai nodul sub kutan yang bertambah ukurannya secara perlahan.
Jalan masuk jamur tidak diketahui, tetapi pada sedikit kasus, nyamuk atau gigitan
serangga lain terjadi sebelum onset gejala, mengindikasikan vektor arthropoda.
Pengenalan agen penyebab dari GIT telah disarankan karena kasus-kasus rnelibatkan
omentum, usus, struktur fascia dan peritaneum telah dilaporkan. Rute infeksi dari
paru telah pula diduga, satu kasus terjadi invasi ke palatum dan sinus maxiltaris, dan
satu lagi terjadi pada tempat suntikan.2
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Pembengkakan sub kutan mempunyai konsistensi yang keras dan berbatas
tegas ; tidak sakit dan tidak melekat ke kulit di atasnya, namun konsistensi yang keras
dan berbatas tegas ; tidak sakit dan tidak melekat ke kulit di atasnya, namun terikat ke
fascia otd di bawahnya. Biasanya terkandung di dalam pamiculus. Kulit diatasnya
cenderung menjadi atropi dan berubah warna atau hiperpigmentasi tapi tidak
berulcus. Massa terus tumbuh dan kadang- adang melibatkan seluruh bahu, lengan,
tubuh bagian atas, wajah dan leher atau seluruh kaki tungkai dan bokong. Pada
sedikit kasus, keterlibatan organ di bawahnya seperti hati, usus dan otot telah
diamati.2
Pasien biasanya tidak mempunyai faktor predisposisi dan perjalanan
penyakitnya ringan. Beberapa laporan menyebutkan kasus - kasus fatal yang tidak
lazim, misalnya : seorang anak Brazil dengan infeksi intra-abdominal, pasien diabetes
yang tidak terkontrol dengan sinusitis maksilaris akut yang meluas ke palatum dan
konka, serta seorang pasien yang diobati dengan bermacam - macam antibiotik,
sehingga penyakitnya menjadi generalisata.2,3,4
Lokasi yang paling sering adalah pada bokong atau paha, dapat pula pada
ekstremitas dan batang tubuh. Beberapa kasus infeksi diawali di leher dan wajah,
menyebar ke jaringan sekitarnya secara kontinuitatum. Tidak ada penyebaran
hematogen. Kelenjar getah bening regional biasanya membesar, tetapi kadang kala
dapat membesar dengan gambaran histopatologis yang hanya menunjukkan
hiperplasia dan sangat jarang ditemukan jamur.2,3,4
Zigomikosis kutan
Zigomikosis
kutaneus
primer
paling
sering
terjadi
imunocompromised, misalnya :
-
transplantasi ginjal yang diobati dengan azatioprin dan steroid.
-
diabetes melitus
-
kelainan hematologik
-
granulositopenia yang lama
-
penggunaan steroid yang lama
-
terapi antibiotika spektrum luas
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pada
pasien
-
terapi imunosupresi
-
luka bakar stadium 2 dan 3
-
trauma lokal karena kateter intravena, maserasi akibat plester dan keringat yang
berlebihan, serta gigitan serangga
-
gagal ginjal kronis.2,3
Fenuilhade de Chauvin dkk melaporkan pada pasien transplantasi ginjal yang
mendapatkan lesi konfluen pada tempat penusukan kateter. Rhizopus rhizodoformis
ditemukan, dan pasien terapi dengan Amphotericin B dan Ketoconazzle. Mereka
membahas l8 kasus lain dengan gambaran sama. West dkk melaporkan abses inguinal
pada pasien tranplantasi ginjal yang lain yang juga terinfeksi R. rhizopodofbrmis.
Terapi dengan bedah dan Amphotericin B berhasil. Pada potongan histologi dari
kebanyakan kasus, reaksi pyogranulomatus sampai nekrosis, biasanya kekurangan
infiltrasi leukosit, dicatat. Hifa hanya sedikit mempunyai halo eosinofilik, dan
walaupun pembuluh darah dapat terinvasi, invasinya tidak seperti pada tipe
rhinocerebral. Pada kebanyakan kasus Apophysomyces, kulit yang rusak adalah jalan
masuknya.2
Banyak dari kasus zigomikosis kutan primer dihubungkan dengan perban
yang terkontaminasi dan pakaian bedah. Lesinya bervariasi tergantung morfologi,
termasuk palque, ulkus, abses yang dalam, dan gambaran nekrotik. Kebanyakan
sembuh dengan sedikit terapi dan tidak berhubungan dengan penyebaran.2
Dalam kasus yang dilaporkan oleh Myskowski dkk, plaque subkutan
berukuran 2 x 2 cm, lunak, eritematous, dengan daerah tengah berindurasi ungu tua
berkembang di anterior dari paha kiri pada pasien transplantasi sumsum tulang.
Pemeriksaan dada pada waktu yang sama menunjukkan infiltrat pada lobus kanan
bawah. Mycelium tidak bersepta ditemukan dalam spesimen punch biopsi dari lesi,
dan R. rhizopodoformis tumbuh.2
Dalam l0 kasus zigomikosis pada pasien transplantasi ginjal, Fischer dkk
menemukan 2 kasus yang mempunyai penyakit primer, 7 dengan penyakit
rhinoserebral, 1 dengan keterlibatan paru-paru dan hati, mengindikasikan bahwa
kulit, paru, hidung dapat menjadi jalan masuk. Semua pasien menerima Steroid dan
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Azathioprine. Penggunaan Cyclosporin tampaknya mengurangi insidens zigomikosis
pada pasien tipe ini, dan tidak terlalu mesupresi imun.2
Bahkan pasien diabetes non-acidotik terpapar kolonisasi dan infeksi kulit oleh
karena zigomycetes. Reyes dan Rippon dan Maliwan dkk menyebutkan ulkus
zygomycetes primer di anggota gerak, tumit dan kaki dari pasien diabetes. Ini juga
diduga sebagai invasi primer dari kulit yang utuh atau terjadi di area yang
sebelumnya mengalami trauma, seperti tabrakan.2
Kerusakan barrier lainnya yang menjadi predisposisi untuk kolonisasi dan
infeksi zygomycetes terjadi pada pasien luka bakar yang parah. Kadang-kadang onset
dan perjalanan penyakit cepat dan dramatis dengan invasi pembuluh darah dan
diseminasi ; namun, lesinya bisa statis, indolent, dan mudah diatasi dengan eksisi.2
Bentuk lesi bisa bermacam-macam, mulai dari lesi tunggal yang eritematosa,
indurasi dan sedikit nyeri seperti selulitis. Di bagian tengah timbul area yang nekrotik
berwarna kehitaman. Batas nekrosis tegas dan mirip gambaran ektima gangrenosum
atau necrotizing fasciitis. Lesi dapat disertai pustul dan ulserasi dengan abses yang
dalam dan bercak-bercak nekrosis. Sebagian ahli membagi zigomikosis kutan dalam
dua bentuk, yaitu :
-
Superfisial ; sering terjadi karena plester (Elotoplast), lesi berupa eritema, pustul
dan vesikel, tidak ada invasi pembuluh darah.
-
Gangrenosa ; bentuk lesi berupa ulkus, nekrosis, disertai eskar, ada invasi
vaskular.2,3,4
Bila pasien tersebut imunikompeten, maka infeksi menyembuh dengan
pengobatan ringan (krim tramsinolon asetonid, salap gentamisin sulfat, dan kompres
aluminium diasetat atau air) dan tidak menjadi diseminata. Pada pasien
imunocompromised, infeksi dapat menyebar, diduga melalui jalan hematogen sampai
ke paru dan susunan saraf pusat.2,3,4
Organisme penyebab sering dari golongan Rhizopus, Saksenaea vasiformis
dan Apophysomyces elegans. Juga golongan Mucor ramosissimus pernah dilaporkan.
Etiologi tampaknya juga bergantung pada kondisi pasien.2,3
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Infeksi ini jugu dihubungkan dengan kondisi imunocompromised yang
disebabkan oleh human imunodefiency virus (HIV). Delapan dari sepuluh pasien
zigomikosis yang juga penderita infeksi HIV, adalah pengguna obat-obatan intravena.
Hubungani ni sulit dijelaskan, tetapi ada dugaan penyuntikan karbon koloidal dan zat
besi ternyata meningkatkan patogenitas jamur ini. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya kasus zigomikosis serebral pada pasien kecanduan obat yang diberikan
secara parenteral, awal aupun tidak tampak adanya imunosupresi. Diduga disfungsi
sel T pada penderita HIV bukan merupakan faktor penting untuk terjadinya
zigomikosis. Neutrofil memegang peranan utama dalam pertahanan tubuh terhadap
jamur ini. Pertumbuhan jamur ini membutuhkan adanya zat besi. Pasien yang
menggunakan desferioksamin (obat yng mengikat zat besi yang berlebihan di dalam
tubuh), misalnya pasien gagal ginjal kronis dengan dialisis, dapat mengalami
zigomikosis. Diduga
jamur ini mengambil zat besi yang berikatan dengan
desferioksamin tersebut untuk pertumbuhannya. Pasien diabetes dengan asidosis
metabolik tidak memiliki aktivitas inhibisi terhadap jamur Rhizopus arrhizus dalam
serumnya. Bila asidosisnya telah dikoreksi, maka aktivitas inhibisi ini dapat kembali
normal.4
Zigomikosis Pulmoner Dan Disseminata
Infeksi primer paru terhadap hewan telah didokumentasikan dengan baik
sebagai hasil paparan spora aerosol dalam jumlah besar dalam lingkungan tertutup.
Hal ini dapat terjadi pada manusia juga, bahkan jika tidak ada predisposisi, tetapi
jarang sekali. Sebagian besar kasus zigomikosis paru ada faktor yang mendasarinya
yang dapat dilihat/dibedakan. Pasien yang paling sering terkena infeksi paru adalah
mereka yang menderita leukemia dan lymfoma, walaupun dapat juga terjadi pada
pasien diabetes. Penyakitnya hampir selalu primer dan merupakan hasil menginhalasi
spora. Sangat jarang merupakan akibat aspirasi material dari penyakit rhinoserebral
atau penyebaran milier dari gastrointestinatle, tapi kasus seperti itu ada terjadi. Gejala
pada manusia dimana terdapat kondisi dasar yang lemah adalah bronchitis
nonspesifik yang progresif dan pneumonia dengan tanda-tanda " super imposed" dari
trombosis dan infark. Onset yang parah dan tiba-tiba dapat diikuti rasa sakit, friksi
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
pluera, dan sputum berdarah. Kavitas masif dapat terbentuk. Infiltrat nodular dan non
spesifik muncul di lapangan paru dan menyerupai Aspergillosis atau infeksi bakteri.
Penyakit ini biasanya progresif sampai fatal dalam 3-30 hari. Beberapa pasien,
bahkan dengan infeksi akut, telah bertahan dengan terapi Amphotericin B. walaupun
tipe ini paling banyak pada pasien leukemia dan limfoma, faktor prediposisi lain
termasuk transplantasi organ (kadang-kadang terjadi sebagai infeksi nosokomial),
diabetes, pembedahan dan penggunaan stereoid. Gambaran histologi dideskripsikan
seperti infeksi oportunistik lain : invasi pembuluh darah, trombosis, infark. Ketika
diisolasi, Rhizopus arrhizus adalah penyebab tersering, tetapi sejumlah spesies lain
telah dilaporkan. Hanya 5 dari 38 pasien dengan penyakit paru bertahan, dan tak
satupun dari 21 dengan infeksi paru dan sistemik sembuh. Kolonisasi dari
zygomycetes membentuk kavitas di paru atau bronkus mengakibatkan pembentukan
pola-pola jamur yang analog dengan aspergilloma, (yang lebih sering terlihat).
Seperti dijumpai pada aspergilloma, bola-bola jamur zygomycetes dapat indolen atau
membesar perlahan dan mengkikis pembuluh darah menyebabkan hemoptysis.2
Zigomikosis Abdominal- Pelvis Dan Gaster
Zigomikosis gastrointestinal sering terjadi pada hewan seperti lembu dan babi,
tetapi jarang pada manusia. Seperti infeksi primer pada manusia, sering dihubungkan
dengan pasien bergizi rendah, terutama anak-anak. Dalam pembahasan 22 kasus,
Neam dan Rayner menemukan penyakit gastrointestinal parah yang mendasarinya
untuk menjadi faktor predisposisi. Termasuk didalamnya adalah kwashiokor, kolitis
amuba, thypus dan pell agra. Terdapat bukti dalam beberapa kasus bahwa anak-anak
memakan biji-bijian berjamur, yang menyebabkan infeksi. Kondisi predisposisi
lainnya termasuk leukemia, diabetes dan pembedahan. Dalam kasus Gaster dari
Bittencourt dkk, de Aguilar dkk, Schmidt dkk, agen penyebabnya adalah
Conidiobolus dan Basidiobolus spp, dan tampaknya masuk melalui mukosa gaster.
Pasien tidak mempunyai predisposisi yang terdeteksi. Dalam kebanyakan
kasus gaster lain dimana kulturnya telah dibuat, absidia cosimbifera dapat diisolasi.
Gejala zigomikosis abdominal bervariasi tergantung dari tempat dan luas
keterlibatan. Rasa sakit di abdomen yang non spesifik, ulkus peptikuma tipik, diare,
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
“coffee ground” hematemesis, dan buang air besar darah dilaporkan. Ulcerasi dari
mukosa gaster dengan trombosis dan pembuluh darah yang berhubungan sering
diamati dalam suatu otopsi manusia. Dalam beberapa kasus ada penyebaran
hematogen ke sub mandibular node ; dalam kasus lain ada keterlibatan sistem organ
yang berdekatan. Tidak terdapat daerah yang khusus, seperti daftar laporan di kolon,
lambung, esofagusi, leum dan pelebaran ke vesica urinaria, pankreas, limfa. Tandatanda peritonitis dapat menjadi bukti bahwa umumnya lesi menyebabkan perforasi
dinding gasrointestinal. Biasanya perjalanan penyakit ini 70 hari. Penyebab kematian
adalah shock karena perdarahan usus, mengakibatkan peritonitis dan infeksi usus.
Dalam situasi biasa, bukti histologik dari invasi hifa ke dinding pembuluh darah dan
lumennya ditemukan. Dalam kasus kronis (Bittencout dkk) hifa ditemukan dalam
jaringan yang terkena, dan mempunyai halo eosinofilik. Durasi penyakit ini beberapa
bulan. Pada pasien yang dijelaskan oleh Aguilar dkk, suatu massa fibrotik
mengelilingi lambung & kolon transversum. Dalam kasus pertama yang dilaporkan
dari Amerika Serikat, Schmidt dkk menjelaskan infeksi Basidiobolus ranarum pada
pasien diabetes berumur 69 tahun melibatkan massa yang melekat ke ileum
terminalis, caecum dan kolon ascendens.2
Sementara
kebanyakan
infeksi
gasrointestinal
pada
manusia
oleh
zygomycosis dihubungkan dengan faktor predisposisi, hal ini tidak teradi pada
binatang. Zygomycosis hewan peliharaan lebih sering terlihat dalam dua pola. Yang
lebih sering adalah keterlibatan lymph node mesenterika, bronkial, mediastinal atau
submaksilar, kadang - kadang hepar, paru dan ginjal ikut terkena. Ini merupakan
proses granulomatous yang dapat mengakibatkan kematian binatang. Bentuk kedua
dari penyakit binatang adalah ulcerasi gaster dan usus.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sediaan langsung
Sediaan langsung dengan KOH dapat memperlihatkan organisme penyebab,
berupa hifa lebar dengan sedikit septa. Bila pasien imunokompeten, h asil ini lebih
menunjang dibandingkan dengan kultur, karena jamur ini sering sebagai kontaminan
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
di laboratorium. Sediaan diambil dari cairan ulkus, abses, cairan hidung, aspirasi
sinns, atau sputum penderita.2,3,8,9
Kultur
Jamur golongan Mucor dan Entomophthorales tumbuh dengan cepat pada
sebagian besar media jamur. Jamur ini sensitif terhadap sikloheksamid, sehingga
media mycosel dan mycobiotic tidak dapat dipergunakan. Bahkan kultur. Diinkubasi
pada suhu 25 - 30Co dalam media Sabodrand dan jamur tumbuh dalam satu sampai
dua minggu. Dapat pula digunakan potato-glucose agar, malt agar atau czapek
solution agar.2,3,8,9
Biopsi Jaringan
Biopsi jaringan yang terinfeksi menunjukkan hifa lebar, dengan sedikit septa,
bercabang dan caenositik. Pada jamur golongan Mucorales, dapat dilihat invasi hifa
ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan trombosis dan infark, sedangkan
lazimnya terdapat di dermis dan jaringan dibawahnya. Secara histopatologis tampak
jaringan granulomatosa yang menggantikan jaringan lemak, walaupun kadang kadang
masih dapat ditemukan jaringan lemak. Di sekeliling hifa jamur Basidiobolus dan
Conidiobolus dapat dilihat halo-eosinofilik (Splendore-Hoepple Phenomenon) yang
merupakan petanda khas jamur ini. Halo-eosinofilik ini tidak ditemukan pada jamur
lain dalam kelas zygomycetes. Substansi perihifa ini dahulu diduga merupakan area
nekrotik yang disebabkan oleh metabolit jamur, tetapi sekarang diduga merupakan
presipitat imun, walaupun pada Conidiobolus coronatus tidak dapat ditemukan IgG.
Untuk pewarnaan dapat dipakai hematoksilin eosin atau PAS. Dengan pewarnaan
PAS, haloeosinofilik akan tampak jelas, sehingga memudahkan pencarian hifa.
Pewarnaan hematoksilin-eosin menampakan hifa yang berwarna biru tua.2,3,4
Serologi
Pemeriksaan serologis tidak dilakukan pada golongan Mucorales, karena
spornya terdapat dimana- mana dan merupakan infeksi oportunistik. Bila dilakukan
tes suntikan intradermal, maka penderita maupun orang normal akan memberi reaksi
yang sama. Untuk membedakan Basidiobolus ranarum dengan Conidiobolus
coranatus dapat dilakukan tes imunodifusi. Melalui tes ini dapat dideteksi pita
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
presipitin antigen spesifik dari masing masing genera. Tes ini berguna untuk
memonitor resolusi kedua penyakit tersebut.2,3,4
DIAGNOSIS BANDING
Zigomikosis dengan keterlibatan sinus paranasalis harus didiagnosis banding
dengan sinusitis bakterial. Bila ada perluasan ke orbita, perlu dibedakan dengan
trombosis sinus kavenosus. Zigomikosis pulmonal sulit dibedakan dengan
aspergilosis dan pneumonia karena Pseudomonas aeruginosa terutama pada pasien
immunocompromised. Midline granuloma dan granulomatosis wagner dapat
menimbulkan obstruksi hidung dan rinore, tetapi pada kelainan ini ada vaskulitis dan
nekrolisis jaringan, yang tidak ada pada zigomikosis. Zigomikosis subkutan harus
dibedakan dengan sarkoma jaringan lunak dan misetoma yang mempunyai derajad
indurasi yang sama. Perbedaanya terletak pada sinus- sinus yang mengeluarkan sekret
dan adanya fiksasi pada jaringan di bawahnya, terutama bila ada perluasan ke tulang.
Selulitis bakterial lebih akut dan nyeri, sedangkan zigomikosis subkutan kronis dan
tidak nyeri. Semua kelainan di atas dapat disingkirkan dengan pemeriksaan langsung,
biopsi, dan kultur.2,3,4
PENGOBATAN
Pengobatan tepat dan cepat dapat menyelamatkan penderita. Pengobatan harus
segera diberikan, terutama pada pasien imunocompromised. Dapat diobati dengan
cara:
1. Operatif/debriedement ; khususnya pada kasus zigomikosis kutan, perawatan luka
sangat penting. Pada beberapa kasus dapat terjadi penyembuhan tanpa pengobatan
spesifik.
2. Kombinasi dengan amfoterisin B.
3. Kontrol penyakit yang mendasari. Bila diabetes dengan asidosis, maka asidosis
harus dikoreksi. Penggunaan steroid, azatiaprin dan obat-obat lain yang
imunosupresif harus dihentikan.4
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
Menurut Prevo dkk, pengobatan dengan griseofulfin dan ketokonazol tidak
memberikan hasil yang memuaskan.4
Amfoterisin B diberikan secara intravena dengan dosis I mg/kg berat badan
sampai infeksi mereda. Setelah itu dapat diturunkan 0,5-0,6 mg/kb berat badan atau
dua kalinya setiap dua hari. Peneliti lain memberikan amfoterisin B dengan
kombinasi rifampisin, karena bersifat sinergistik. Ada pula yang mengkombinasikan
amfoterisin B dengan golongan triazole, karena dalam satu laporan percobaan pada
hewan dengan kandidiasis obat-obat ini bekerja sinergistik. Kadang kala amfoterisin
B resisten, tetapi masih tetap dapat dipakai karena mempunyai efek menstabilkan
dinding sel. Dengan demikian obat golongan azol dapat masuk ke intrasel dan
menghambat enzym P-450 yang dibutuhkan oleh jamur untuk perbaikan dinding
selnya. Pengobatan dilanjutkan hingga 8- l0 minggu. Tidak ada patokan lama
pemakaian dan dosis amfoterisin B. pernah dilaporkan kekambuhan, tetapi jarang.3,4
Basidiobolus sp. dapat diobati dengan larutan KJ dengan dosis 30 mg/kg
berat, diberikan sebagai dosis tunggal alau terbagi. Pembagian biasanya dimulai
dengan 3 x 3 tetes dan perlahan-lahan dinaikkan sampai tampak tanda-tanda
intoksikasi. Dosis maksimum tidak bergantung pada usia dan bersifat perorangan.
Pengobatan biasanya dilanjutkan 6 -12 bulan. Bila tidak ada perbaikan, dapat diberi
ketokonazol 400 mg, selama 1 bulan. Laporan lainnya berhasil dengan trimetropimsulfametoksasol, demikian pula itrakonasol 100-200 mg/hari selama l-2 bulan.
Penyembuhan spontan pernah dilaporkan.3,4,8,9
Belum ada pengobatan yang memuaskan untuk Conidiobulus. Pengobatan
dengan amfoterisin B memberikan hasil kurang baik dengan kekambuhan. Terapi
operatif dapat mengurangi gejala untuk sementara. Kalium yodida tidak memberikan
hasil baik pada infeksi oleh golongan Mucorales.4
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis tergantung kondisi pejamu dan cepatnya dimulai
pengobatan. Prognosis zigomikosis rinofasial belum ada pengobatan yang sesuai.4
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
PENUTUP
Zigomikosis merupakan infeksi jamur yang terjadi, tetapi dapat fatal. Penyakit
ini
perlu
diwaspadai
terutama
karena
semakin
banyaknya
penderita
imunocompromised, misalnya penderita dengan transplantasi organ, penggunaan
obat-obat imunosupresif dan antibiotik spektrum luas. Akibat kurangnya kasus, maka
belum cukup penelitian terhadap obat-obat anti jamur, terutama untuk pengobatan
zigomikosis karena golongan Canidiobolus.
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandler WF. Kaplan W, Ajello, Zigomycosis dalam A Colour Atlas and
Textbook of the Histophatology of Mycotic Diseases, Wolfe Medical Publications
Ltd, 1980. t22 - 6.
2. Rippon JW, Medical mycology. The pethogenic fungi and the pathogenic
acitinomycetes. Edisi ke - 3. PhiladelphiaW: B Saunders. 1988. 68 - 113.
3. Kwon-Chung KJ, Bennet JE, Medical mycology, Philadelphia. Lea & Febriger,
1992 : 441 - 63, 524-59.
4. Sirait SP. Menaldi SL, Zigomikosis dalam Media Dermato-venereologika
Indonesiana, Vol. 26. No. 1 Januari 1999, 49 - 59.
5. Shandomy HJ, Utz JP. Deep fungal infections. Dalam : Fitpatrick TB, Eisen AZ,
Wolf K. Freeburg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Edisi ke-4.
New York: McGraw-Hill Inc. 1993 2487 - 9.
6. Rook, Wilkinson, Ebling. Texbook of dermatology. Edisi ke-5 Champion RH,
Burton H, Ebling FJ. Editor. Oxford Blackwell Scientific Publ.
7. Elgart ML, Warren NG, Superficial and deep mycoses. Dalam Moshella SL.
HurleyH J. Dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia Wb Saunders Co. 1985: 186-7.
8. Kuswadji. Fikomikosis subkutis, dalam : Diagnosis dan penatalaksanaan
dermatomikosis. Budimulia U et all, Editor. J akarta, Balai Penerbit FK-UI, 1992,
99 - 102.
9. Siregar RS. Penyakit Jamur Kulit, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995
: 49 - 52.
1B
Imam Budi Putra : Zigomikosis, 2008
USU e-Repository © 2008