Dampak kebijakan pengembangan kedelai terhadap kinerja dan kesejahteraan konsumen dan produsen kedelai di Indonesia

DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEDELAI
TERHADAP KINERJA DAN KESEJAHTERAAN KONSUMEN
DAN PRODUSEN KEDELAI DI INDONESIA

DEVI SETIABAKTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Dampak
Kebijakan Pengembangan Kedelai Terhadap Kinerja dan Kesejahteraan
Konsumen dan Produsen Kedelai di Indonesia adalah benar karya saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

November 2013

Devi Setiabakti
NRP. H363090171

RINGKASAN
DEVI SETIABAKTI, Dampak Kebijakan Pengembangan Kedelai Terhadap
Kinerja dan Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Kedelai di Indonesia.
Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM, WILSON H LIMBONG dan
HANDEWI P SALIEM.
Kedelai merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein dan memiliki
arti penting sebagai sumber protein nabati untuk peningkatan gizi masyarakat.
Permintaan kedelai yang terus meningkat tidak dapat diimbangi oleh produksi
dalam negeri, padahal Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada tahun
1992, namun kemudian produksi dalam negeri terus menurun sampai tahun 2010
sehingga dilakukan impor yang cukup besar. Besarnya impor kedelai juga dipicu

oleh perubahan kebijakan tata niaga kedelai, yakni dengan diberlakukannya pasar
bebas mengakibatkan banjirnya kedelai impor dengan harga murah. Kedelai impor
telah membuat para petani enggan untuk menanam kedelai. Hal ini terjadi karena
kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor dari segi harga maupun kualitas.
Dengan demikian petani merasa tidak mendapatkan insentif untuk menanam
kedelai sehingga kesejahteraannya turun, apalagi tidak ada jaminan harga pada saat
panen raya.
Tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis dampak kebijakan
pengembangan kedelai terhadap perubahan penawaran dan permintaan,
kesejahteraan konsumen dan produsen kedelai di Indonesia. Metode, Data yang
digunakan adalah time series dari tahun 1981 sampai 2010. Data dianalisis dengan
pendekatan ekonometrika dengan model persamaan simultan. Parameter diestimasi
dengan metode two stage least squares (2SLS) yang menggunakan program
SAS/ETS (Statistical Analysis System/Econometric Time Series) R 9.1.
Kesimpulan: Produksi kedelai di Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga
kedelai di tingkat petani, harga sarana produksi terutama pupuk urea dan benih
kedelai, upah tenaga kerja serta jumlah impor kedelai. Faktor-faktor ini
berpengaruh melalui perubahan peningkatan luas areal panen dan produktivitas
kedelai. Luas areal panen kedelai sangat responsif terhadap perubahan harga atau
upah tenaga kerja pertanian baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Sedangkan produktivitas kedelai kurang responsif terhadap faktor-faktor
pembentuknya. Satu dari hasil simulasi kebijakan adalah peningkatan harga
kedelai di tingkat petani sebesar 35 persen sangat efektif untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi produsen atau petani kedelai. Meningkatnya kesejahteraan
produsen kedelai ini karena adanya peningkatan luas areal panen kedelai sehingga
akan meningkatkan produksi kedelai.
Implikasi kebijakan: Untuk meningkatkan produksi kedelai sebaiknya
pemerintah merumuskan kebijakan yang akan memberikan manfaat baik kepada
produsen maupun konsumen. Kebijakan yang dilakukan secara partial hanya akan
menguntungkan satu pihak saja. Untuk mendorong petani agar mau meningkatkan
produksinya, kebijakan pemerintah selain memberikan bantuan berupa subsidi
sarana produksi juga harus dibarengi oleh adanya jaminan harga ketika terjadi
panen raya, karena pada saat ini posisi tawar petani sangat rendah.
Kata Kunci : Fluktuasi harga, kesejahteraan produsen, produksi kedelai

SUMMARY
DEVI SETIABAKTI, Impact of Soybean Development Policy on Performance and
Soybean Consumer and Producer Welfare in Indonesia. Supervised by DEDI
BUDIMAN HAKIM, WILSON H LIMBONG and HANDEWI P SALIEM.
Soybean is one of the major food commodities. It is a food crop that is rich

in protein and it has an important role as a plant nutrients protein source that can
improve people’s nutrition. Soybean demand that keeps increasing cannot be
complied with domestic production, instead of the fact that Indonesia used to be a
self-relying soybean country in 1992. However, the production then decreased
gradually until 2010, so finally it must be imported greatly. The big amount of
imported soybean is enhanced by the change of soybean business, namely the
existence of free trade so that there is a lot of imported soybean with reasonable
prices. Imported soybean has made farmers reluctant to grow soybean seeds. This
is because local soybean is not competitive enough to imported soybean, seen from
the viewpoint of price as well as quality. Farmers feel they do not have any
incentive for growing soybean, so that their welfare becomes lower, especially
when there is no guarantee during the great harvest.
The general objective of this research is analyzing impact of soybean
development policy on supply, demand changes and soybean consumer and
producer welfare in Indonesia. Methods: The survey was conducted on time-series
datas between 1981 to 2010. Data were analyzed using a simultaneous equation
model and parameter was estimated using the two stage least squares (2SLS)
method that applies SAS/ETS (Statistical Analysis System/Econometric Time
Series) program Versi 9.1 for Windows.
Conclusions: Soybean production in Indonesia is strongly influenced by the

price of soybeans at the farm level, prices of production facilities especially urea
fertilizers and soybean seeds, labor wage and soybean imports in which these
factors are influential through changes in the increase of crop acreage and soybean
productivity. Soybean crop area width is very responsive to changes in prices or
wages of agricultural labor both in short term and long term while soybean
productivity is less responsive to its constituent factors. One of simulation policies
was to increase soybean price in producer level at 35 percent, it would stimulate
farmers to increase harvested area, soybean production and farmers welfare.
Implications of Policies to increase soybean production, the government
should formulate policies that will provide benefits to both producers and
consumers. Policies that are partially formulated will not benefit both parties, but
only one party. To encourage farmers to increase their production, government
policies must not only provide a subsidy of production facilities but also give
guarantees in price during harvest time because at this time the bargaining power
of farmers is very low. Price protection policy is aiming at output price stability
that will determine the farmers’ income, which in turn will change their welfare.
Keywords : Price fluctuated, producer welfare, soybean production

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEDELAI
TERHADAP KINERJA DAN KESEJAHTERAAN KONSUMEN
DAN PRODUSEN KEDELAI DI INDONESIA

DEVI SETIABAKTI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir. M. Parulian Hutagaol, MS
Dr.Ir. Harianto, MS

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr.Ir. Hermanto, MS
Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Judul Disertasi

: Dampak Kebijakan Pengembangan Kedelai Terhadap
Kinerja dan Kesejahteraan Konsumen dan Produsen
Kedelai di Indonesia

Nama Mahasiswa

: Devi Setiabakti


NRP

: H363090171

Program Studi

: Ilmu Ekonomi Pertanian

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua

Prof.Dr.Ir. Wilson H. Limbong, MS
Anggota

Dr.Ir. Handewi Purwati Saliem, MS
Anggota


Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian,

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 25 September 2013

Tanggal Lulus:

Judul Disertasi

: Dampak Kebijakan Pengembangan Kedelai Terhadap
Kinerja dan Kesejahteraan Konsumen dan Produsen
Kedelai di Indonesia


Nama Mahasiswa

Devi Setiabakti

NRP

H363090171

Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

セ@

Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua


ProfDr.Ir. Wilson H. Limbong, MS
Anggota

Dr.Ir. Handewi Purwati Saliem, MS
Anggota

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian,

Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Tanggal Ujian:

25

2013

Tanggal Lulus:

D1 NOV 2013

PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena atas ridho
dan karunia-ζya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini yang berjudul “Dampak
Kebijakan Pengembangan Kedelai Terhadap Kinerja dan Kesejahteraan Konsumen
dan Produsen Kedelai di Indonesia”. Penyusunan disertasi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ekonomi
Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi ini merupakan
kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan harga kedelai yang
akan berdampak terhadap kinerja perkedelaian di Indonesia yang digambarkan
oleh perubahan jumlah permintaan dan penawaran kedelai serta analisis perubahan
kesejahteraan konsumen dan produsen kedelai.
Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Tim Komisi
Pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc dan
anggota Bapak Prof.Dr.Ir. Wilson H. Limbong, MS dan Ibu Dr.Ir. Handewi
Purwati Saliem, MS yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan dan arahan
baik dalam substansi materi, teori dan redaksi serta sistimatika berfikir.
Terima kasih pula atas motivasi dan dukungan semangatnya untuk terus
maju dalam menyelesaikan studi yang kami rasakan cukup berat, khususnya
kepada Kepala Pusat Pengembangan dan Pendidikan Pertanian - Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Kementrian Pertanian yang telah
memberikan kesempatan dan biaya untuk pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB,
Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman yang telah memberikan izin belajar, Ketua
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang selalu mengingatkan dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan disertasi, Tim Penguji Prelim 2 (Dr.Ir. M. Parulian
Hutagaol, MS, Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr.Ir. Ana Fariyanti, MS), Tim Penguji
Ujian Tertutup (Dr.Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, Dr.Ir. Harianto, MS, Dr.Ir. Sri
Hartoyo, MS dan Dr. Muhamad Firdaus, SP.,MSi selaku moderator) yang telah
memberikan masukkan, Tim Penguji Ujian Terbuka (Dr.Ir. Hermanto, MS, Dr.Ir.
Sri Hartoyo, MS dan Dr. Meti Ekayani, S.Hut, MSc. dan Dr.Ir. Yusman Syaukat,
MS selaku moderator). Terima kasih pula kami sampaikan kepada seluruh Staf
Administrasi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan rekan-rekan EPN
Angkatan 2009 atas bantuan dan kerjasamanya. Kepada istriku Dedeh Rosidah
dan anak-anakku tercinta, Sarah Fauziyah, Hibban Mubarak dan Nisrina Mardiyah
terima kasih atas dorongan dan doanya. Demikian juga terima kasih kepada
ayahanda Almarhum H. Endang Rukmana dan ibunda Hj. Emi Halimah serta H.
Taufik Rosyidin dan Almarhumah Hj. Nuratiah atas pengorbanan dan doa
restunya.
Tiada gading yang tak retak, begitupun dengan disertasi ini. Namun inilah
karya maksimal yang dapat kami persembahkan, dengan harapan semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor,

November 2013

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Kebaruan dan Kontribusi Penelitian

1
4
6
7
7

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS
Program Pengembangan Kedelai di Indonesia
Konsumsi Kedelai
Harga dan Pemasaran Kedelai di Indonesia
Sarana Produksi Usahatani Kedelai
Impor Kedelai Nasional
Struktur Perdagangan Kedelai
Kebijakan Kedelai Nasional
Kesejahteraan Ekonomi Kedelai
Efisensi Alokatif
Tinjauan Studi Terdahulu
Kerangka Konseptual Penelitian
Produksi Kedelai
Konsumsi/Permintaan Kedelai
Penawaran Kedelai
Elastisitas
Impor Kedelai Indonesia
Dampak Kebijakan Ekonomi Dalam Pengembangan Kedelai
Kebijakan Harga
Kebijakan Subsidi Sarana Produksi
Kebijakan Tarif Impor

8
9
11
13
13
14
15
16
18
19
22
23
25
25
26
27
27
29
30
31

3. METODOLOGI
Model Ekonometrika industri Kedelai di Indonesia
Produksi Kedelai Indonesia
Harga Kedelai Domestik
Permintaan Kedelai
Persediaan Kedelai
Penawaran Kedelai
Impor Kedelai Indonesia
Harga Kedelai Impor Indonesia
Ekspor Kedelai Amerika
Harga Ekspor Kedelai Amerika
Prosedur Analisis Data
Identifikasi Model
Metode Pendugaan Model

32
33
33
34
34
34
35
35
35
35
36
36
37

Validasi Model
Simulasi Model
Perhitungan Perubahan Kesejahteraan
Pengukuran Efisiensi Alokatif
Waktu dan Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
4. KINERJA MODEL PASAR KEDELAI DI INDONESIA
Hasil Pendugaan Model
Luas Areal Panen Kedelai
Produktivitas Kedelai
Harga Kedelai di Tingkat Petani
Harga Kedelai di Pedagang Besar
Permintaan Kedelai Nasional
Persediaan Kedelai Nasional
Impor Kedelai Indonesia
Harga Kedelai Impor Indonesia
Ekspor Kedelai Amerika
Harga Ekpor Kedelai Amerika
Validasi Model
Hasil Validasi Model
5. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
TERHADAP PENGEMBANGAN KEDELAI DI INDONESIA
Simulasi Historis Periode Tahun 1998-2010
Simulasi 1 : Peningkatan Harga Kedelai Petani 35 Persen
Simulasi 2 : Peningkatan Harga Pupuk Urea 60 Persen
Simulasi 3 : Peningkatan Harga Benih Kedelai 25 Persen
Simulasi 4 : Swasembada Plus
Simulasi 5 : Kombinasi Kebijakan Ekstensifikasi dan
Intensifikasi Usahatani Kedelai
Simulasi 6 : Penetapan Tarif Impor Kedelai 0 Persen
Simulasi 7 : Penetapan Tarif Impor Kedelai 27 Persen
Masa Depan Kinerja Kedelai Periode 2011-2017
Peramalan Tanpa Alternatif Kebijakan
Simulasi 1 : Peningkatan Harga Kedelai Petani 35 Persen
Simulasi 2 : Penurunan Harga Pupuk Urea 20 Persen
Simulasi 3 : Penurunan Harga Benih Kedelai 20 Persen
Simulasi 4 : Swasembada Plus
Simulasi 5 : Kombinasi kebijakan Ekstensifikasi dan
Intensifikasi Usahatani Kedelai
Simulasi 6 : Penetapan Tarif Impor 27 Persen
Simulasi 7 : Penurunan Produksi Ked Amerika 20 Persen
Rekapitulasi Hasil Simulasi
Rekapitulasi Simulasi Historis Tahun 1998-2010
Rekapitulasi Simulasi Peramalan Tahun 2011-2017
Dampak Kebijakan Terhadap Perubahan Kesejahteraan
Analisis Dampak Kebijakan Terhadap Perubahan Indikator
Kesejahteraan Periode Tahun 1998-2010

37
38
40
41
42
42

42
43
45
46
48
49
50
51
52
54
55
57
57

59
59
60
61
62
63
64
65
66
66
67
69
70
71
72
73
74
75
75
77
79
79

Analisis Dampak Kebijakan Terhadap Perubahan Indikator
Kesejahteraan Periode Tahun 2011-2017
Analisis Efisiensi Alokatif Usahatani Kedelai

82
84

6. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEDELAI DI INDONESIA
Analisis Kebijakan
Rumusan Kebijakan Pengembangan Kedelai

86
88

7. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN
Simpulan
Implikasi Kebijakan
Saran

91
92
93

DAFTAR PUSTAKA

93

LAMPIRAN

99

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

Potensi Industri Kecil Pengolahan Kedelai Tahun 2011
Perkembangan Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai
Tahun 1999-2010
Kebutuhan Kedelai per Tahun Bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM)
Pengolah Kedelai
Neraca Konsumsi dan Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 1996-2008
Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2012-2025
Perkembangan Impor Kedelai Tahun 2000-2010
Analisis Kesejahteraan Dampak Penetapan Harga
Analisis Kesejahteraan Dampak Subsidi Sarana Produksi
Analisis Kesejahteraan Dampak Pengenaan Tarif Impor
Hasil Pendugaan Model Kinerja Kedelai di Indonesia
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Luas Areal Panen
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Produktivitas Kedelai
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Harga Kedelai Petani
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Harga Ked Pedagang Besar
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Permintaan Kedelai Nasional
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Persediaan Kedelai Nasional
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Impor Kedelai Indonesia
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Harga Ked Impor Indonesia
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Ekspor Kedelai Amerika
Hasil Pendugaan Peubah dan Elastisitas Harga Ekspor Ked Amerika
Hasil Validasi Model Pengembangan Kedelai di Indonesia
Hasil Simulasi Historis Peningkatan Harga Kedelai Petani 35 Persen
Hasil Simulasi Historis Peningkatan Haraga Pupuk Urea 60 Persen
Hasil Simulasi Historis Peningkatan Harga Benih Kedelai 25 Persen
Hasil Simulasi Historis Swasembada Plus
Hasil Simulasi Historis Kombinasi Kebijakan Ekstensifikasi dan
Intensifikasi Usahatani Kedelai
Hasil Simulasi Historis Penetapan Tarif Impor Kedelai 0 Persen
Hasil Simulasi Historis Penetapan Tarif Impor Kedelai 27 Persen
Rangkuman Hasil Simulasi Peramalan Tanpa Kebijakan
Hasil Simulasi Peramalan Peningkatan Harga Ked Petani 35 Persen
Hasil Simulasi Peramalan Penurunan Harga Pupuk Urea 20 Persen
Hasil Simulasi Peramalan Penurunan Haraga Benih Kedelai 20 Persen
Hasil Simulasi Peramalan Swasembada Plus
Hasil Simulasi Peramalan Kombinasi Kebijakan Ekstensifikasi dan
Intensifikasi Usahatani Kedelai
Hasil Simulasi Peramalan Penetapan Tarif Impor 27 Persen
Hasil Simulasi Peramalan Penurunan Prod Ked Amerika 20 Persen
Rekapitulasi Dampak Simulasi Kebijakan Historis Tahun 1998-2010
Rekapitulasi Dampak Simulasi Peramalan Kebijakan Tahun 2011-2017
Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Perubahan Kesejahteraan
Tahun 1998-2010
Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Perubahan Kesejahteraan
Tahun 2011-2017
Hasil Analisis Efisiensi Alokatif Usahatani Kedelai di Indonesia

1
8
9
10
11
13
30
31
32
43
44
45
46
48
49
50
51
53
55
56
58
59
60
61
62
63
64
65
66
68
69
70
71
72
74
75
76
78
80
82
85

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Kedelai Tahun 1999-2010
Harga Eceran Bulanan Kedlai Lokal dan Paritas Impor Thn 2008-2011
Rantai Pemasaran Kedelai di Indonesia
Surplus Produsen
Surplus Konsumen
Kerangka Konseptual Penelitian
Dampak Penetapan Harga Terhadap Surplus Konsumen dan Produsen
Dampak Subsidi Sarana Produksi Terhadap Surplus Konsumen dan
Produsen
9. Dampak Penerapan Tarip Impor Terhadap Surplus Konsumen dan
Produsen
10. Kerangka Model Ekonometrika Kinerja Kedelai di Indonesia

4
5
12
16
17
23
29
30
31
36

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data Dasar yang Digunakan dalam Penelitian
Program Pendugaan Model Kinerja Kedelai di Indonesia
Hasil Pendugaan Model Kinerja Perkedelaian di Indonesia
Hasil Validasi Model
Hasil Peramalan Peubah Eksogen Tahun 1998-2010
Hasil Peramalan Peubah Endogen Tahun 2011-2017
Hasil Analisis Efisiensi Alokatif

99
102
104
109
111
115
116

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian masih memegang peranan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional, dimana peran ini dapat digambarkan melalui kontribusi
yang nyata dalam pembentukan kapital, penyediaan lapangan pekerjaan, sumber
devisa negara dan sumber pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek
usahatani yang ramah lingkungan. Salah satu peran strategis pertanian adalah
pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia yang berjumlah 237,64
juta jiwa (2010) dengan laju pertumbuhan sebesar 1,25 persen per tahun, dimana
tugas ini merupakan tugas yang tidak ringan. Pada kondisi tersebut Kementrian
Pertanian selama lima tahun kedepan menempatkan beras, jagung, kedelai, daging
sapi dan gula sebagai lima komoditas pangan utama (Kementerian Pertanian,
2010).
Kedelai salah satu komoditas pangan utama, merupakan tanaman palawija
yang kaya akan protein dan memiliki arti penting sebagai sumber protein nabati
untuk peningkatan gizi masyarakat. Menurut Direktorat Gizi (2001), biji kedelai
mengandung gizi yang cukup tinggi, terutama proteinnya yang mendekati protein
susu sapi (+ 35-38 %). Pemanfaatan kedelai disamping sebagai sumber protein dan
lemak juga mengandung vitamin dan mineral serta merupakan sumber serat
sehingga dapat digunakan sebagai makanan penurun kolesterol dan dapat
mencegah penyakit jantung serta dapat berfungsi sebagai antioksidan juga dapat
mencegah penyakit degenaratif seperti diabetes melitus dan kanker (Astawan,
2009). Oleh karena itu, kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan
kesadaran masyarakat tentang makanan sehat dan pertambahan jumlah penduduk.
Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam
menumbuh kembangkan industri kecil dan menengah bahkan sebagai komoditas
ekspor. Industri Kecil dan Menengah (IKM) pengolah kedelai berjumlah sekitar
92,4 ribu unit usaha, yang terdiri dari IKM tempe sebanyak 56,76 ribu unit usaha,
tahu sebanyak 28,60 ribu unit usaha dan sisanya IKM kecap dan tauco serta aneka
olahan kedelai lainnya. IKM kedelai menyerap tenaga kerja sebanyak lebih kurang
273 ribu orang, dengan nilai produksi total sebesar Rp. 1,74 triliun (Ditjen Industri
Kecil dan Menengah, 2011). Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Potensi Industri Kecil Pengolahan Kedelai Tahun 2011
No

Jenis Industri

1
2
3
4
5

Tempe
Tahu
Kecap
Tauco
Aneka Olahan Lain
Jumlah

Perusahaan
(Unit Usaha)
56.762
28.609
1.506
2.086
3.430

Tenaga Kerja
(Orang)
151.279
99.462
8.596
5.107
8.529

Nilai Produksi
(Juta Rp)
695.716
831.645
101.894
38.851
72.886

92.393

272.973

1.740.992

Sumber : Ditjen Industri Kecil dan Menengah-Kementerian Perindustrian (2011)

Permintaan kedelai yang terus meningkat tidak dapat dipenuhi oleh produksi
dalam negeri, padahal Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada tahun
1992, namun kemudian produksi dalam negeri terus menurun sehingga dilakukan
impor yang cukup besar. Menurunnya produksi kedelai dalam negeri ini antara
lain disebabkan oleh rendahnya produktivitas, dimana produktivitas kedelai di
Indonesia selama dua belas tahun terakhir hanya berkisar antara 12,01–13,73
ku/ha. Sementara potensi hasil dari berbagai varietas berkisar antara 20,00 – 35,00
ku/ha. Senjang hasil ini terjadi karena para petani belum menerapkan sepenuhnya
teknologi budidaya kedelai terutama dalam penggunaan benih unggul (Ditjen
Tanaman Pangan, 2012). Pemerintah hingga kini telah melepas sebanyak 73
varietas unggul kedelai dimana 19 varietas unggul tersebut berpotensi hasil antara
21,60–35,00 ku/ha (Ditjen Tanaman Pangan, 2010).
Dari perbedaan produktivitas tersebut, pemerintah melalui Kementrian
Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan berupaya meningkatkan
produksi kedelai dimana salah satu strateginya adalah melalui peningkatan
produktivitas. Disisi lain rendahnya produksi kedelai ini juga disebabkan oleh
menurunnya areal panen kedelai. Data menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan
luas panen kedelai dari tahun 1999 sebesar 1,15 juta ha menjadi 0,66 juta ha pada
tahun 2010 atau terjadi penurunan sebesar 43,6 persen selama dua belas tahun.
Hal lain yang menyebabkan rendahnya produksi kedelai adalah rendahnya
penggunaan teknologi budidaya kedelai terutama penggunaan input produksi yaitu
pupuk. Mahalnya harga pupuk yang mengakibatkan para petani tidak mampu
membeli pupuk tersebut sehingga tidak dapat meningkatkan produksi kedelai.
Diharapkan dengan adanya subsidi harga pupuk maka daya beli petani kedelai
akan meningkat. Dengan asumsi jumlah anggaran tetap, harga pupuk rendah maka
para petani dapat membeli pupuk lebih banyak sehingga dengan penggunaan
pupuk yang lebih banyak akan meningkatkan produksi kedelai. Peningkatan
produksi ini akan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani.
Besarnya impor kedelai juga dipicu oleh perubahan kebijakan tata niaga
kedelai yakni dengan diberlakukannya pasar bebas mengakibatkan meningkatnya
kedelai impor dengan harga murah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya minat
petani untuk melaksanakan usahatani kedelai karena insentif yang diterima rendah.
Rendahnya produksi ini diduga selain disebabkan oleh harga kedelai impor yang
murah juga berkaitan dengan efisiensi penggunaan input produksi.
Disisi lain struktur pasar kedelai internasional lebih bersifat pasar
oligopolistik, sehingga negara importir seperti Indonesia sangat beresiko tinggi
terhadap instabilitas pasokan dan harga kedelai impor. Hal ini menjadi sangat
penting apabila dikaitkan dengan peran kedelai sebagai salah satu pangan utama
yang merupakan sumber protein bagi masyarakat Indonesia. Walaupun Indonesia
mengimpor kedelai, yang harus dihindari adalah sifat ketergantungan kepada
impor yang besar pada satu negara seperti Amerika Serikat. Karena Amerika
Serikat sering menggunakan instrumen impor untuk menekan negara yang tidak
sejalan dengan politik dan kepentingannya (Nuryanti dan Kustiari, 2007).
Peningkatan impor kedelai terjadi sejak liberalisasi perdagangan yang
dilakukan pemerintah atas tekanan dari International Monetary Fund pada tahun
1998, sehingga ketergantungan impor kedelai meningkat lebih dari dua kali lipat,
padahal pengusahaan komoditas kedelai ini telah menyerap 2,5 juta rumah tangga
di Indonesia (Sawit, 2003). Dengan demikian peningkatan impor kedelai telah
meningkatkan jumlah petani yang kehilangan usahataninya karena tidak mampu

bersaing dengan kedelai impor. Besarnya impor kedelai ini juga menyebabkan
kehilangan devisa yang cukup besar (Ditjen Tanaman Pangan, 2010).
Produksi kedelai di Indonesia selama 8 tahun (2000 – 2007) terus menurun
dengan rata-rata penurunan sebesar 6,80 persen. Pada tahun 2000 produksi
mencapai 1,02 juta ton dengan luas panen 0,82 juta ha dan produktivitas sebesar
12,34 kuintal/ha, tahun 2007 produksinya hanya 0,59 juta ton dengan luas areal
panen 0,46 juta ha dan produktivitas sebesar 12,91 kuintal/ha. Namun pada tahun
2008-2009 produksi kedelai mulai meningkat masing-masing sebesar 30,91 persen
dan 24,59 persen dimana kenaikan ini antara lain didorong dengan membaiknya
harga kedelai dunia dan dilaksanakannya program peningkatan produksi kedelai.
Pada tahun 2010 kebutuhan kedelai domestik sebanyak lebih kurang 2,65 juta ton
dengan laju pertumbuhan 2,3 persen setiap tahun, sedangkan produksi dalam
negeri pada tahun 2010 hanya 0,91 juta ton atau baru memenuhi 34,21 persen dari
total kebutuhan, selebihnya dipenuhi dari impor (Ditjen Tanaman Pangan, 2010).
Sementara itu, kapasitas produksi pangan nasional termasuk kedelai tumbuh
lambat bahkan stagnan karena adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumber daya
lahan dan air serta stagnasi pertumbuhan produktivitas dan tenaga kerja pertanian.
Ketidak seimbangan pertumbuhan permintaan dan kapasitas produksi nasional ini
mengakibatkan penyediaan pangan nasional termasuk kedelai yang berasal dari
impor cenderung meningkat. Ketergantungan terhadap pangan impor ini sering
diterjemahkan sebagai ketidakmandirian dalam penyediaan pangan nasional
(Saliem et al, 2003).
Permintaan kedelai impor selama kurun waktu 1999-2002 terus meningkat
dengan laju 14 persen per tahun. Sebaliknya produksi kedelai dalam negeri selama
kurun waktu yang sama menurun dengan laju 12 persen. Besarnya permintaan dan
besarnya pemenuhan dari impor adalah merupakan tantangan sekaligus peluang
bagi pengembangan agribisnis kedelai. Kecenderungan meningkatnya impor
kedelai menunjukan bahwa pasar kedelai dalam negeri di masa yang akan datang
memiliki prospek yang cukup baik (Kusbini, 2010). Indonesia sebagai negara
agraris dengan lahan yang cukup luas seharusnya mampu mengembangkan
produksi kedelai nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga tidak
tergantung kepada impor (Ditjen Tanaman Pangan, 2007). Upaya pengembangan
kedelai di Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar domestik harus dikaitkan
dengan pasar kedelai dunia, karena apabila terjadi perubahan-perubahan di pasar
dunia akan mempengaruhi pasar kedelai domestik.
Tekanan kedelai impor semakin besar ketika Pemerintah melalui Kepmen
Perindustrian dan Perdagangan No. 406/MPP/Kep/II/1997 menghapus tata niaga
kedelai yang semula hanya dilakukan oleh Bulog menjadi importir umum sesuai
kemauan WTO dan IMF dengan alasan untuk membantu pengusaha kecil dan
menengah untuk memperoleh bahan baku kedelai. Kebijakan ini kelihatan baik
namun dengan besarnya impor kedelai dan tidak adanya bea masuk (0 persen)
mengakibatkan pemasukan atau pendapatan negara berkurang dan harga kedelai di
pasar domestik menjadi murah sehingga berdampak terhadap penurunan produksi
kedelai dalam negeri. Disamping itu negara pengekspor kedelai terbesar dunia
seperti Amerika, menyediakan subsidi ekspor, sehingga mendorong para importir
kedelai di Indonesia untuk memanfaatkan fasilitas tersebut.
Kedelai impor telah membuat para petani enggan untuk menanam kedelai. Hal
ini terjadi karena kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor dari segi harga
maupun kualitas. Dengan demikian petani merasa tidak mendapatkan insentif

untuk menanam kedelai, apalagi tidak ada jaminan harga pada saat panen raya.
Implikasinya adalah terjadi penurunan produksi kedelai dalam negeri sehingga
Indonesia semakin bergantung kepada kedelai impor. Persoalannya selama ini,
petani kedelai domestik terjebak dalam jaringan perdagangan importir kedelai yang
membuat harga kedelai tidak menentu. Saat petani kedelai panen, selalu
bersamaan dengan membanjirnya kedelai impor di pasaran sehingga harga jatuh
dan akibatnya petani enggan menanam kedelai. Impor kedelai ini perlu diawasi
secara serius agar tujuannya tercapai, yaitu menstabilkan harga dan yang lebih
utama adalah membuat petani kembali bergairah untuk menanam kedelai.
Dalam usahatani kedelai ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bisa
mencapai produksi yang optimal untuk memperoleh keuntungan maksimal,
diantaranya adalah penggunaan faktor input produksi. Oleh karena itu alokasi
penggunaan faktor input produksi yang optimal perlu dilakukan untuk mencapai
efisiensi khususnya efisiensi alokatif sehingga diperoleh keuntungan maksimal.

Perumusan Masalah
Dalam rangka perdagangan bebas yang mengharuskan penghapusan tarif,
quota dan subsidi akan mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran kedelai
sehingga mempengaruhi harga kedelai dunia. Perubahan harga kedelai dunia pada
akhirnya akan mempengaruhi keputusan produsen dalam mengalokasikan
anggarannya serta mempengaruhi keputusan konsumen dalam mengkonsumsi
kedelai. Perubahan dalam sistem perdagangan dunia terutama perubahan aturan
yang telah disepakati bersama antara negara-negara yang tergabung dalam WTO
harus dilaksanakan secara bijak agar stabilitas pasar kedelai dalam negeri tetap
terjamin, serta kesejahteraannya baik produsen maupun konsumen meningkat.
Adanya kesenjangan antara produksi dan konsumsi kedelai dalam negeri
selama kurun waktu 12 tahun terakhir menyebabkan meningkatnya impor kedelai
dengan laju pertumbuhan sekitar 14 persen per tahun. Senjang antara produksi dan
konsumsi ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Kementrian Perdagangan RI (2011)

Gambar 1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Kedelai Tahun 1999-2010

Dari grafik di atas terlihat bahwa produksi kedelai sepanjang tahun tidak dapat
memenuhi kebutuhan atau konsumsi masyarakat, sehingga dilakukan impor Ditjen
Tanaman Pangan (2007), menyatakan bahwa laju pertumbuhan produksi kedelai di
Indonesia cukup rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1)
penerapan teknologi budidaya kedelai yang rendah, karena mahalnya harga input
produksi seperti benih bermutu, pupuk, pestisida dan terbatasnya modal petani; 2)
harga jual kedelai petani rendah, karena kualitasnya kurang baik sehingga
menyebabkan konsumen terutama industri yang menggunakan bahan baku kedelai
akan membeli kedelai impor yang berkualitas lebih baik; 3) kurangnya partisipasi
pihak swasta dalam pengembangan kedelai, hal ini terlihat sampai saat ini belum
ada investor yang mau membangun perkebunan kedelai, dan 4) kemitraan antara
petani dan pengusaha (industri) kedelai masih sedikit.
Kurangnya kemitraan dan dukungan dari pengusaha terutama dalam
penyediaan sarana produksi khususnya benih unggul menyebabkan turunnya minat
para petani untuk menanam kedelai sehingga beralih ke tanaman lain yang lebih
menguntungkan. Disamping itu juga sulitnya para petani kedelai untuk dapat
akses ke sumber biaya. Hal ini disebabkan rumitnya persyaratan dan tingginya
tingkat suku bunga yang mendekati tingkat suku bunga komersial (Kusbini, 2010).
Diharapkan dengan adanya kredit dari pemerintah dengan suku bunga rendah dapat
merangsang para petani dan investor berminat untuk berusahatani kedelai yang
pada akhirnya dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Disisi lain
produktivitas kedelai yang masih rendah ini bila dibandingkan dengan potensi
yang dapat dihasilkan diduga berkaitan dengan efisiensi penggunaan input.
Produksi yang efisien akan menyebabkan penurunan biaya produksi dan akan
meningkatkan pendapatan petani serta daya saing komoditas tersebut.
Hal lain yang menyebabkan petani tidak tertarik berusahatani kedelai adalah
karena adanya perbedaan harga, dimana harga kedelai impor lebih murah
dibanding dengan harga kedelai petani (lokal). Perbedaan harga kedelai lokal dan
kedelai impor pada tahun 2008 – 2011 dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Kementrian Perdagangan RI, 2011.

Gambar 2. Harga Eceran Bulanan Kedelai Lokal dan Paritas Impor Tahun 2008-2011

Dari grafik diatas terlihat bahwa harga eceran bulanan kedelai lokal jauh
diatas harga kedelai impor, sehingga konsumen dan produsen tahu tempe akan
membeli kedelai impor karena harganya yang lebih murah dan kualitasnya lebih
baik. Disisi lain kondisi keuangan negara mengharuskan melakukan penghematan
devisa, sehingga hal ini akan menjadikan beban bagi perekonomian nasional,
namun secara ekonomi impor kedelai ini akan menguntungkan pihak konsumen.
Sementara itu kebijakan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah untuk
mempertahankan produksi dan menstabilkan harga adalah instrumen kebijakan
harga kedelai melalui penetapan harga dasar (floor price) yang dimulai sejak tahun
1979/80 sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun ditetapkan melalui Inpres pada
tanggal 1 Nopember kecuali untuk tahun 1991 yang ditetapkan sebulan lebih awal.
Harga dasar kedelai dimulai pada tingkat Rp 210 per kg dan berakhir pada tingkat
Rp 500 per kg selama kurun waktu 12 tahun tersebut (Siregar, 2003). Upaya untuk
meningkatkan minat petani dalam melakukan usahatani kedelai, kebijakan
pemerintah yang harus dilakukan salah satunya adalah menerapkan harga
pembelian pemerintah (HPP) yang telah diusulkan ke DPR, dimana upaya ini
bertujuan agar para petani mendapatkan kepastian harga jual (CIC, 2010).
Kebijakan lain yang masih harus dilakukan adalah kebijakan makro dalam tata
niaga kedelai. Tarif impor masih diperbolehkan sampai 27 persen perlu
diberlakukan untuk menumbuhkan agribisnis kedelai dalam negeri disamping itu
perlu diberlakukan importir produsen kedelai (Ditjen Tanaman Pangan, 2011).
Dilain pihak juga belum diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1999 tentang pelabelan bahan pangan transgenik. Upaya-upaya yang dilakukan ini
pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dari
pengusahaan komoditas kedelai, dimana ukurannya adalah surplus baik produsen
maupun konsumen.
Dari uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana jumlah permintaan dan penawaran kedelai di Indonesia.
2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan luas areal panen,
produktivitas dan penawaran kedelai di Indonesia.
3. Bagaimana dampak kebijakan pengembangan kedelai khususnya kebijakan
impor kedelai terhadap kinerja kedelai di Indonesia yang mempengaruhi
kesejahteraan konsumen dan produsen kedelai.
4. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan input budidaya kedelai khususnya
efisiensi alokatif.
5. Alternatif kebijakan apakah yang perlu ditempuh oleh pemerintah di masa yang
akan datang untuk mengantisipasi akibat negatif dari impor kedelai.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini secara umum
selain mengestimasi tingkat efisiensi penggunaan input produksi usahatani kedelai
juga untuk menganalisis dampak dari kebijakan pengembangan kedelai terhadap
perilaku penawaran dan permintaan serta kesejahteraan konsumen dan produsen
kedelai di Indonesia yang berkaitan dengan swasembada kedelai sehingga dapat
mengurangi kedelai impor. Sedangkan secara khusus tujuannya adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan dan
penawaran kedelai di Indonesia.
2. Menganalisis respon luas areal panen, produktivitas dan penawaran kedelai
terhadap perubahan harga.
3. Mengevaluasi dampak kebijakan pengembangan kedelai khususnya impor
kedelai terhadap kinerja perdagangan kedelai di Indonesia yang berpengaruh
terhadap kesejahteraan konsumen dan produsen kedelai.
4. Menganalisis tingkat efisiensi alokatif usahatani kedelai.
5. Merumuskan kebijakan yang perlu ditempuh pemerintah di masa yang akan
datang dalam upaya mengantisipasi dampak negatif dari impor kedelai.
Hasil penelitian, diharapkan dapat bermanfaat terutama untuk memperkaya
ilmu dan pengetahuan tentang kedelai juga mampu menjawab tantangan dunia
perkedelaian Indonesia serta dapat berguna bagi : (1) Pemerintah, yaitu sebagai
masukan untuk merumuskan kebijakan guna pengembangan komoditas kedelai; (2)
Pelaku usaha, dapat memanfaatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
produksi kedelai dalam melakukan usaha kedelai dan (3) Peneliti lain, dapat
digunakan sebagai bahan pembanding bagi penelitian sejenis.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1.

2.

1.

2.

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada :
Analisis dampak kebijakan pengembangan kedelai terutama kebijakan impor
kedelai terhadap perilaku permintaan dan penawaran kedelai, yang akan
mempengaruhi kesejahteraan konsumen dan produsen kedelai di Indonesia.
Analisis faktor-faktor penyebab rendahnya produksi kedelai sehingga tidak
dapat memenuhi permintaan dalam negeri.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
Data dan informasi yang tersedia hanya konsumsi kedelai untuk industri tahu,
tempe dan kecap, sedangkan data untuk industri lain yang menggunakan bahan
baku kedelai seperti industri susu kedelai, industri minyak goreng, industri
makanan ringan dan industri lainnya kurang lengkap
Tidak melakukan agregasi negara pengekspor dan pengimpor kedelai karena
datanya kurang lengkap.

Kebaruan dan Kontribusi Penelitian
Kebaruan penelitian ini adalah selain menganalisis kebijakan pengembangan
kedelai yang merupakan lanjutan dari penelitian terdahulu dengan data terbaru juga
mengalisis tingkat efisiensi alokatif dan faktor-faktor penyebab rendahnya
produksi kedelai dalam negeri yang mengakibatkan petani enggan berusahatani
kedelai.
Kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian
dalam penyusunan program pengembangan kedelai di Indonesia sehingga dapat
mendorong para petani untuk berusahatani kedelai.

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

Program Pengembangan Kedelai di Indonesia
Kedelai memiliki nilai guna yang cukup tinggi, karena dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan, pakan dan bahan baku industri. Kedelai mengandung
protein lebih dari 40 persen dan kandungan lemak antara 10–15 persen sehingga
sampai saat ini kedelai masih merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang
murah. Total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95 persen dari total
kebutuhan kedelai di Indonesia (Adisarwanto, 2005). Kedelai yang merupakan
tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan lahan kering. Sekitar 60
persen areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan sisanya 40 persen di
lahan kering yang tersebar di seluruh Indonesia. Luas areal tanaman kedelai
mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu 1,67 juta hektar. Namun sejak tahun
2000 areal tanam kedelai terus menurun dan pada tahun 2010 hanya 0,7 juta
hektar. Penurunan areal tanam ini berkaitan dengan meningkatrnya kedelai impor
sehingga nilai daya saing usahatani kedelai dalam negeri menurun (Badan Litbang
Pertanian, 2005). Produksi kedelai di Indonesia pada periode 1980–2010
cenderung berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan sekiitar 2,67 persen per
tahun. Menurut data BPS tahun 2010, produksi kedelai sebesar 905,02 ribu ton
atau turun 69,50 ribu ton (7,13 persen) dibandingkan tahun 2009. Penurunan ini
disebabkan terjadinya penurunan luas areal tanam (Pusdatin Pertanian, 2010).
Upaya peningkatan produksi kedelai terus dilakukan oleh pemerintah baik
dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi guna memenuhi kebutuhan dalam
negeri dan untuk mewujudkan swasembada. Bahkan Menteri Pertanian akan
memberikan insentif kepada petani kedelai melalui penetapan HPP yang telah
disetujui oleh Komisi IV DPR-RI, tanpa adanya insentif bagi petani akan sulit
meningkatkan produksi kedelai nasional karena produktivitasnya yang rendah
(CIC, 2010). Menurut Alimoeso (2008), bahwa peningkatan produksi kedelai
dapat dilakukan dengan cara : 1) perluasan areal tanam, 2) peningkatan
produktivitas, 3) pengamanan produksi dan 4) memperkuat kelembagaan. Luas
tanam, provitas dan produksi kedelai tahun 1999-2010 dapat dilhat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai Tahun 1999-2010
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

Luas Tanam (Ha)
1.208.633
865.708
712.790
571.748
553.136
593.413
652.618
609.561
482.072
620.504
758.931
712.363

Provitas (Ku/Ha)
12,01
12,34
12,18
12,36
12,75
12,80
13,01
12,88
12,91
13,13
13,48
13,67

Produksi (Ton)
1.382.848
1.017.634
826.932
673.056
671.600
723.483
808.353
747.611
592.534
775.710
974.512
905.015

Sumber : BPS dan Ditjen Tanaman Pangan - Kementrian Pertanian (2011)

Dari tabel diatas terlihat bahwa produksi kedelai di Indonesia tahun 1999
sampai 2003 mengalami penurunan seiring dengan menurunnya luas areal tanam.
Namun pada tahun 2004 sampai dengan 2010 meningkat walaupun berfluktuasi.
Perkembangan produksi kedelai di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik teknis, ekonomis maupun sosio kultur masyarakat, sedangkan faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan kedelai oleh para petani antara lain
adalah : potensi sumber daya alam, ketersediaan teknologi, dukungan pemerintah
yang dalam hal ini adalah penyuluhan, penyediaan sarana produksi dan
permodalan, penanganan panen dan pasca panen serta pemasaran hasil.

Konsumsi Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein nabati bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Data Susenas 2009 (BPS, 2010), bahwa angka kecukupan protein
masyarakat Indonesia adalah 54,35 gram/hari/kapita, atau sedikit melebihi dari
nilai kosumsi yang dianjurkan yaitu 50 gram/hari/kapita. Hasil survey juga
menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen konsumsi protein penduduk Indonesia
berasal dari kedelai yang diolah menjadi tempe dan tahu (Subagio, 2010). Industri
pengolahan tempe dan tahu menyerap biji kedelai sekitar 98,53 persen. Secara
rinci perkembangan IKM dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan Kedelai per Tahun Bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM)
Pengolah Kedelai (Ton)
Jenis Industri
Tempe
Tahu
Kecap
Tauco
Kebutuhan Total
Kebutuhan per hari

Industri Kecil
329.325
148.120
15.825
1.680
494.950
1.980

Industri Rumah
Tangga

Total

837.936
523.026
5.238
4.655
1.370.855
9.572

1.167.261
671.146
21.063
6.335
1.865.805
11.552

Sumber : Ditjen Industri Kecil dan Menengah-Kementerian Peridustrian (2011)

Dengan demikian, kedelai merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan
oleh penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 2 juta ton per tahun,
sehingga apabila terjadi lonjakan harga kedelai maka harga tempe dan tahupun
akan meningkat. Dengan asumsi pendapatan tetap maka daya beli masyarakat akan
menurun terhadap produk olahan kedelai, dimana penurunan konsumsi tempe dan
tahu ini akan menyebabkan kerawanan gizi.
Konsumsi kedelai terdiri dari konsumsi langsung dan tidak langsung.
Konsumsi tidak langsung adalah kedelai yang diolah lebih lanjut menjadi produk
tertentu untuk dikonsumsi, sedangkan konsumsi langsung adalah kedelai yang
langsung dikonsumsi oleh masyarakat yang dapat dihitung dengan mengalikan
konsumsi kedelai per kapita dengan jumlah penduduk. Secara rata-rata selama
periode 1993–2009 konsumsi langsung kedelai adalah sekitar 0,8 kg per kapita per
tahun. Angka konsumsi ini cenderung terus meningkat dengan laju kenaikan
sekitar 3,13 persen setiap tahunnya. Sementara untuk konsumsi produk olahan

kedelai yang berupa tempe dan tahu pada periode yang sama konsumsi per
kapitanya masing-masing sekitar 7,01 kg/tahun dan 6,53 kg/tahun. Konsumsi
tempe dan tahu cenderung meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan
sekitar 2,12 persen untuk tempe dan 2,37 persen untuk tahu (Pusdatin Pertanian,
2010). Neraca konsumsi dan produksi kedelai tahun 1996-2008 dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Neraca Konsumsi dan Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 1996-2008
Tahun
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

Konsumsi
(Ton)
2.182.590
1.794.537
1.649.000
1.166.574
2.048.138
1.200.598
1.832.027
1.675.973
1.562.901
1.707.176
1.844.193
2.000.000
2.292.000

Produksi
(Ton)
1.517.180
1.356.890
1.305.640
1.382.848
1.017.634
826.932
673.056
671.600
723.483
808.353
747.611
592.534
775.710

Neraca
(Ton)
-665.410
-437.647
-343.360
216.274
-1.030.508
-373.668
-1.158.967
-1.004.373
-839.421
-898.826
-1.097.583
-1.407.619
-1.516.290

Sumber : BPS, P2HP dan BKP Kementrian Pertanian (2009)

Dari tabel diatas terlihat bahwa konsumsi kedelai cenderung meningkat dari
tahun ke tahun, namun produksi kedelai dalam negeri tidak dapat memenuhinya
sehingga setiap tahunnya terjadi kekurangan. Untuk memenuhi permintaan ini
dilakukan impor. Perkembangan industri tempe, tahu, kecap, susu segar, minyak
goreng dan bungkil serta pakan ternak akan mendorong peningkatan konsumsi
kedelai nasional selain pertambahan jumlah penduduk. Kesadaran masyarakat
tentang makanan yang bergizi terutama sebagai sumber protein dan peningkatan
jumlah penduduk serta pengembangan industri pengolahan kedelai menyebabkan
konsumsi kedelai menjadi tinggi. Konsumsi kedelai pada tahun-tahun mendatang
diperkirakan akan terus meningkat, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk
memenuhinya, namun diharapkan tidak tergantung kepada kedelai impor.
Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia tahun 2012 sampai dengan tahun 2025
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2012 – 2025
Tahun

Konsumsi
(kg/kap/thn)

2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025

9,97
10,07
10,17
10,27
10,37
10,47
10,58
10,68
10,79
10,90
11,01
11,12
11,23
11,34

Proyeksi
Penduduk
(000 jiwa)
253.402
256.874
260.316
263.726
267.102
270.440
273.740
276.997
280.210
283.377
286.494
289.559
292.571
295.526

Pertumbuhan
Penduduk
(%)
1,40
1,37
1,34
1,31
1,28
1,25
1,22
1,19
1,16
1,13
1,10
1,07
1,04
1,01

Total
Konsumsi
(000 ton)
2.525
2.585
2.646
2.708
2.770
2.833
2.896
2.960
3.024
3.089
3.154
3.219
3.286
3.352

Sumber : Badan Litbang Pertanian (2005)

Harga dan Pemasaran Kedelai di Indonesia
Perkembangan harga kedelai baik harga produsen maupun konsumen di
Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Pada periode 19832008 rata-rata pertumbuhan harga kedelai di tingkat produsen dan konsumen
adalah 12,27 persen dan 15,52 persen per tahun. Harga kedelai baik di tingkat
produsen maupun konsumen tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup tinggi
dibandingkan dengan harga tahun sebelumnya. Harga produsen tahun 2007 sebesar
Rp. 4.588,- naik menjadi Rp. 6.212,- pada tahun 2008 atau mengalami peningkatan
sebesar 35,40 persen. Sementara harga konsumen mengalami kenaikan dari Rp.
4.847,- pada tahun 2007 menjadi Rp. 7.788,- pada tahun 2008 atau meningkat
sebesar 60,68 persen (Pusdatin Pertanian, 2010).
Menurut data FAO (2009), harga produsen kedelai di Indonesia berada pada
level tinggi apabila dibandingkan dengan 5 negara penghasil kedelai terbesar
dunia. Secara rata-rata, harga produsen kedelai di Indonesia pada periode 20042008 adalah sebesar 462,40 US $ per ton, sedangkan harga kedelai dunia pada
periode yang sama adalah sebesar 312,71 US $ per ton untuk kedelai kualitas 1.
Disparitas harga yang cukup jauh ini berdampak terhadap harga kedelai impor
yang sangat rendah sehingga kedelai dalam negeri sulit untuk bersaing. Bahkan
sampai sekarang ini kedelai dalam negeri masih kalah bersaing dengan kedelai
impor (Aji dalam Pearson et al, 2005). Hubungan antara pasar dunia dan pasar
nasional bersifat hirarkis, dalam arti pasar dunia merupakan pasar sentral
(pemimpin) sementara pasar nasional merupakan pasar cabang. Dalam konteks ini
harga ditingkat importir menjadi acuan dalam menentukan harga ditingkat
pedagang besar, dimana harga ditingkat pedagang besar dijadikan acuan dalam
menentukan harga ditingkat pengecer. Dengan demikian harga kedelai ditingkat
petani ditentukan oleh pedagang pengumpul desa yang mengacu pada harga

kedelai impor. Jika harga kedelai impor murah maka harga kedelai petani juga
murah sehingga tidak akan bisa menutupi biaya usahataninya.
Pada bulan Juni 2011 harga kedelai lokal (dalam negeri) secara umum ratarata sebesar Rp. 8.768,-/kg sementara harga kedelai impor sebesar Rp. 6.894,-/kg
(Carolina dan Himawan, 2011). Dari segi persaingan harga pasar, harga kedelai
impor jauh lebih murah, dimana hal ini merupakan disinsentif bagi petani dalam
menanam kedelai. Selama harga kedelai impor masih