Identification and seed genetic purity assessment of hybrid rice using microsatellite marker

IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK
BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA
MIKROSATELIT

INDRIA WAHYU MULSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi dan Evaluasi
Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida Menggunakan Marka Mikrosatelit
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.


Bogor, November 2011
Indria Wahyu Mulsanti
A251090051

ABSTRACT
INDRIA WAHYU MULSANTI. Identification and Seed Genetic Purity Assessment
of Hybrid Rice Using Microsatellite Marker. Supervised by MEMEN SURAHMAN
and SRI WAHYUNI.

Ensuring the genetic purity of hybrid seed is a prerequisite for successful
production of hybrid rice. Hybrid seed often contaminated by crosses derived
pollen from other varieties or the occurrence of selfing resulting from impurity
parental line (Cytoplasmic Male Sterile). The objective of this study was to
identify informative microsatellite marker (SSR) capable to distinguish hybrid rice
parental lines and their utilization in seed purity assessment and to characterize
the morphology of F1 hybrid rice to complement description of varieties. This
study divided in two main activities: 1) identification of informative SSR markers
capable of distinguishing hybrid rice parental line and 2) seed purity assessment
based on SSR marker and morphological characteristics. Parental lines of five
hybrids rice were used to identify the informative SSR marker and two hybrids

(Hipa 6 and Hipa 7) used for purity assessment. Seven out of sixteen SSR
markers produced polymorphic band and six markers capable to distinguish
parental line of five hybrid rice. Microsatellite marker RM346 was specific used
for testing genetic purity of Hipa 6 and RM206 for Hipa 7. This study showed that
SSR markers were more reliable for assessing genetic purity compare to
morphological characteristic.
Key Word : hybrid rice seed, SSR, genetic purity, morphological characteristic

RINGKASAN
INDRIA WAHYU MULSANTI. Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih
Padi Hibrida Menggunakan Marka Mikrosatelit. Di bawah bimbingan MEMEN
SURAHMAN and SRI WAHYUNI.
Benih dikatakan mempunyai mutu genetik yang baik apabila benih tersebut
asli (true to type), sesuai dengan varietas yang dimaksud. Uji kemurnian benih
merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk mengendalikan mutu genetik
dari suatu lot benih. Kemurnian genetik benih F1 merupakan hal yang sangat
penting pada produksi benih padi hibrida. Adanya campuran pada benih padi
hibrida dapat menyebabkan penurunan produksi dan buruknya pertanaman di
lapang.
Di Indonesia, uji kemurnian benih menggunakan SSR belum banyak

dilakukan pada padi khususnya padi hibrida. Marka SSR akan sangat bermanfat
untuk mengetahui apakah benih padi hibrida betul hasil persilangan antar dua
galur tetua pembentuknya. Oleh karena itu identifikasi marka-marka polimorfis
dari galur-galur tetua perlu dilakukan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendapatkan marka SSR spesifik yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi galur tetua beberapa varietas padi
hibrida, serta melihat tingkat polimorfisme dari marka tersebut; 2) Mempelajari
sterilitas malai beberapa galur mandul jantan; 3) Membandingkan uji kemurnian
benih dengan SSR dan grow out test; 4) Mendapatkan karakter kualitatif dan
kuantitatif dari dua varietas padi hibrida (Hipa 6 dan Hipa 7) untuk melengkapi
deskripsi varietas.
Penelitian dibagi menjadi dua kegiatan utama, yang pertama adalah
identifikasi marka molekuler polimorfis dan yang kedua adalah uji kemurnia benih
hibrida dan karakterisasi morfologi tanaman. Selain itu untuk mengetahui
persentase tingkat sterilitas galur mandul jantan yang digunakan, maka dilakukan
uji sterilitas galur mandul jantan. Galur tetua dari lima varietas hibrida (Hipa 6,
Hipa 7, Hipa 8, Hipa 9 dan Hipa 10) digunakan untuk identifikasi marka SSR,
sedangkan untuk uji kemurnian benih digunakan dua varietas hibrida yaitu Hipa 6
dan Hipa 7. Identifikasi marka molekuler polimorfis menggunakan 16 marka SSR
yang dipilih dari linkage map (http://www.gramene.org).

Penanaman F1 hibrida di lapang dirancang sesuai dengan panduan
pengujian individual (PPI) kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan
tanaman padi. Empat puluh individu tanaman ditentukan secara acak sebagai
tanaman contoh untuk masing-masing hibrida (Hipa 6 dan Hipa 7). Setiap
individu tanaman contoh tersebut diambil sampel daunnya untuk dilakukan uji
kemurnian genetik secara molekuler. Pengamatan morfologi untuk pengujian
kemurnian benih di lapang juga dilakukan pada tanaman contoh yang sama.
Penentuan tingkat kemurnian di lapang dilakukan berdasarkan karakter
morfologi dari setiap individu tanaman pada berbagai tahap pertumbuhan
tanaman. Pengamatan meliputi : 1) kemurnian (campuran varietas lain),
2) karakter kualitatif, 3) karakter kuantitatif tanaman. Pengamatan karakter
tanaman dilakukan untuk mengindentifikasi adanya varietas campuran dan
melengkapi deskripsi varietas yang sudah ada. Uji sterilitas galur mandul jantan
menggunakan IR62829A, IR58025A, dan IR68897A.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tujuh marka SSR polimorfis dari 16
marka SSR yang digunakan. Enam marka diantaranya yaitu RM206, RM263,
RM276, RM346, RM335 dan RM570 dapat membedakan antar tetua padi hibrida
yang diuji. Satu marka RM164 walaupun polimorfis tetapi tidak dapat

membedakan antar tetua dari varietas hibida yang diuji. Lima marka memiliki

tingkat polomorfisme yang sangat informatif (tinggi), satu marka sedang dan satu
marka memiliki nilai polimorfisme rendah.
Marka mikrosatelit RM346 dapat digunakan untuk pengujian kemurnian
benih Hipa 6 dan marka RM206 untuk Hipa 7. Uji kemurnian benih dengan
menggunakan maka SSR dapat mendeteksi campuran yang sangat mirip secara
morfologi dan membedakannya secara jelas dalam hasil elektroforesis.
Beberapa tanaman yang terserang hama penyakit dan berakibat pada
perubahan penampilan fisik dan menimbulkan kerancuan pada grow-out test,
dapat dengan jelas dikenali kebenarannya menggunakan uji kemurnian dengan
SSR. Penilaian secara morfologi sangat subjektif terbukti dengan tanamantanaman yang dinilai sebagai campuran ternyata merupakan tanaman hibrida
pada uji SSR. Penggunaan marka SSR lebih akurat dalam mengidentifikasi
tanaman campuran karena tidak dipengaruhi lingkungan. Pada populasi galur
mandul jantan yang digunakan, masih ditemukan adanya malai dengan gabah
isi, tetapi secara keseluruhan tingkat sterilitas malainya masih tergolong tinggi
(>95%).
Terdapat beberapa karakter yang dapat dijadikan penciri tambahan pada
Hipa 6 dan Hipa 7 yang belum ada pada deskripsi varietas. Karakter tersebut
adalah warna koleoptil, bentuk dan ukuran lidah daun, warna putik, warna dan
ukuran lemma steril, warna dan ukuran bulu pada ujung gabah, karakter malai
terhadap batang, perlaku cabang sekunder, warna lemma dan reaksi lemma

terhadap pewarnaan phenol.
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna
dalam verifikasi varietas dan pelaksanaan uji kemurnian benih di laboratorium
yang cepat, akurat dan memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Karakter
morfologi tambahan yang didapatkan dalam penelitian ini dapat menjadi
masukan bagi petugas pemeriksa untuk penilaian karakter tanaman di lapang.
Kata Kunci: benih padi hibrida, SSR, kemurnian genetik, karakter morfologi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK
BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA

MIKROSATELIT

INDRIA WAHYU MULSANTI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Mayor Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul Tesis

: Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Padi
Hibrida Menggunakan Marka Mikrosatelit

Nama


: Indria Wahyu Mulsanti

NIM

: A251090051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir. Sri Wahyuni, M.Sc. Agr.
Anggota

Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr.
Ketua

Diketahui

Ketua Mayor
Ilmu dan Teknologi Benih


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 14 November 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Identifikasi dan
Evaluasi

Kemurnian

Genetik


Benih

Padi

Hibrida

Menggunakan

Marka

Mikrosatelit. Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains, Sekolah Pascasarjana IPB.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Memen Surahman MSc. Agr.
dan Ir. Sri Wahyuni MSc. Agr. selaku komisi pembimbing yang dengan ikhlas
memberikan masukan, arahan, bimbingan, dorongan dan motivasi dalam
penyusunan

tugas

akhir


ini.

Penulis

sampaikan

penghargaan

kepada

Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis.
Terimakasih kepada Badan Litbang Pertanian atas dukungan dana
beasiswa program master yang diberikan pada penulis.

Terimakasih juga

penulis sampaikan kepada Dr. Satoto atas pemberian materi penelitian. Penulis
juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Dwinita Wingkan Utami atas
masukan dan bimbingan serta Dr. Joko Prasetiono atas bantuannya selama
pelaksanaan penelitian di laboratorium biologi molekuler BB Biogen. Terimakasih
penulis sampaikan pada Indrastuti Apri Rumanti atas masukan, bantuan,
dukungan dan motivasi yang diberikan pada penulis selama pelaksanaan
penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Teman-teman teknisi Lilis, Ahmad ,
dan Kholil atas bantuannya selama penelitian di lapang. Teman-teman
seperjuangan di ITB 2009, PBT 2009, PMP 2009 untuk persahabatannya.
Rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan kepada ayahanda
Suwardjo (alm) dan Ibunda Sudari tercinta atas limpahan doa dan kasihsayang
yang telah menguatkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan
tesis ini. Juga kepada seluruh kakak dan keponakan atas semangat dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.
Bogor, November 2011
Indria Wahyu Mulsanti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Juli 1980. Penulis merupakan
anak keempat dari empat bersaudara dari Bapak Suwardjo dan Ibu Sudari,
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Polisi I Bogor dan sekolah
menengah pertama di SMPN 2 Bogor. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan
sekolah menengah atas di SMUN 5 Bogor. Tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan sarjana di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Intitut
Pertanian Bogor. Selanjutnya penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi yang merupakan salah satu unit kerja dari Badan
Litbang Pertanian. Tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan tugas belajar di
Sekolah Pascasarjana IPB program Magister dengan sponsor utama Badan
Litbang Pertanian.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................

xv

PENDAHULUAN ...............................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................

1

Tujuan Penelitian ........................................................................

4

Manfaat Penelitian........................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................

7

Padi Hibrida..................................................................................

7

Uji Kemurnian Benih.....................................................................

9

Marka Molekuler.......................... ................................................

11

Marka SSR (Marka Mikrosatelit)..................................................

11

BAHAN DAN METODE………….……………………………………

15

Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................

15

Bahan Penelitian.........................................................................

15

Identifikasi Marka Molekular........................................................

17

Uji Sterilitas Malai Galur Mandul Jantan......................................

21

Uji Kemurnian Benih dan Karakterisasi Morfologi Tanaman.......

21

HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................

23

KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

47

Kesimpulan ..................................................................................

47

Saran ..........................................................................................

47

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

49

LAMPIRAN..........................................................................................

57

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Lima varietas hibrida yang digunakan beserta galur tetuanya..

15

2

Marka SSR dan susunan basa primer yang digunakan dalam
penelitian…………………………………………………………….

16

3

Nama lokus, sekuen basa berulang, kisaran basa dan jumlah
alel dari 16 marka SSR yang digunakan………………………...

23

4

Marka SSR polimorfis dan tingkat polimorfisme (PIC)…….…..

25

5

Jarak genetik galur tetua dari lima varietas hibrida…………….

25

6

Marka SSR polimorfis untuk tetua hibrida yang digunakan……

27

7

Status sterilitas malai beberapa galur mandul jantan padi…….

31

8

Rata-rata persentase fertilitas beberapa galur mandul jantan
padi………………………………………………………………..

32

9

Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian genetik
menggunakan SSR dan grow out test pada Hipa 6..................

35

10

Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang
dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 6........

36

Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian genetik
menggunakan SSR dan grow out test pada Hipa 7..................

39

Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang
dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 7........

39

Deskripsi beberapa karakter kualitatif padi hibrida Hipa 6 dan
Hipa 7……………………………………………………………….

44

Deskripsi beberapa karakter kuantitatif padi hibrida Hipa 6
dan Hipa 7………………………………………………................

45

11
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alir penelitian .............................................................

5

2

Hubungan antara tiga galur komponen utama pembentuk
padi hibrida ……………………..………………………………….

8

Dendogram analisis UPGMA delapan tetua hibrida padi
berdasarkan kemiripan genetik dengan menggunakan tujuh
marka SSR polimorfis...............................................................

26

4

Penampilan pita DNA menggunakan marka SSR RM164….…

28

5

Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka
SSR RM346 (a) , RM570 (b) dan RM206 (c)(d)……………….

29

Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka
SSR RM263 (a) dan RM276 (b)……………………………….

30

Hasil uji kemurnian benih Hipa 6 dengan menggunakan
RM346 pada media elektroforesis gel agarose 3 %.................

34

Hasil uji kemurnian benih Hipa 6 dengan menggunakan
RM346 pada media elektroforesis gel polyakrilamid…………..

34

Identifikasi tanaman nomor 1 dengan Hipa 6 (a); Tanaman
nomor 37 dan Hipa 6 (b). Tanaman nomor 1 dan 37 yang
diidentifikasi sebagai campuran ternyata bukan campuran
menurut uji laboratorium………..………………………………..

36

Identifikasi tanaman nomor 19 (kiri) dan Hipa 6 (kanan).
Tanaman 19 diidentifikasi sebagai campuran pada uji
kemurnian di laboratorium dan di lapang ……………………..

37

Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka
RM206 pada gel agarose 3%...................................................

37

Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka
RM206 pada gel polyakrilamid…………………………………..

38

Indentifikasi tanaman campuran nomor 14 (kiri) dan Hipa 7
(a), perbandingan ukuran dan lebar daun antara campuran
dengan Hipa 7 (b)…………………………………………………

40

Campuran dari tanaman parsial steril atau parsial fertil, malai
1, 2 fertil dan malai 3 steril (hampa). Malai 1,2,3 diambil dari
satu rumpun tanaman yang sama. Malai no 4 adalah galur
mandul jantan……………………………………………………..

40

3

6
7
8
9

10

11
12
13

14

Halaman
15

Gabah pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa 7 (kanan)………………….

43

16

Telinga daun pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa 7 (kanan)…………..

43

17

Karakter warna daun Hipa 6 (a) dan Hipa 7 (b) karakter
eksersi malai Hipa 6 (c) dan Hipa 7 (d)………………………….

46

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Pengamatan karakteristik tanaman……………………………...

58

2.

Angka (kode) untuk stadia pertumbuhan……………………….

59

3.

Karakter kualitatif tanaman padi……………………………….

60

4.

Karakter kuantitatif tanaman……………………………………

65

5.

Deskripsi varietas Hipa 6 Jete................................................

66

6

Deskripsi varietas Hipa 7..........................................................

67

7

Deskripsi varietas Hipa 8..........................................................

68

8

Deskripsi varietas Hipa 9..........................................................

69

9

Deskripsi varietas Hipa 10........................................................

70

10

Nilai kemiripan genetik delapan galur tetua hibrida……………

71

11

Gambar beberapa karakter kualitatif pada Hipa 6 dan Hipa 7..

72

12

Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk ekstraksi DNA

75

13

Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis
horizontal………………………………………………………….

79

Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis
vertikal………………………………………………………………

81

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan produksi padi merupakan bagian dari upaya dalam
meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman pangan. Salah satu
alternatif peningkatan produksi padi adalah dengan pengembangan padi hibrida.
Padi hibrida dikembangkan dengan memanfaatkan fenomena heterosis sehingga
F1 hibrida menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tetua
pembentuknya (Satoto & Suprihatno 2008).
Padi hibrida di Indonesia dirakit melalui metode tiga galur yang melibatkan
tiga galur tetua, yaitu: galur mandul jantan (GMJ), pelestari dan pemulih
kesuburan (restorer) (Satoto & Suprihatno 2008). Kelemahan metode tersebut
berupa prosedur produksi benih yang rumit sehingga hasil benih berfluktuatif.
Rata-rata efisiensi dalam produksi benih (seed yield) padi hibrida publik di
Indonesia pada tahun 2008-2009 berkisar antara 0,5-1,9 t/ha (Mulya et al. 2010),
sedangkan di China telah mencapai 2,5-2,7 t/ha (Mao & Virmani 2003).
Rendahnya tingkat persilangan alami (outcrossing) dari GMJ diduga merupakan
salah satu penyebab rendahnya hasil benih pada produksi benih hibrida.
Keberhasilan pengembangan padi hibrida tidak hanya ditentukan oleh
ketersedian benih yang cukup secara kuantitas tetapi juga harus memperhatikan
mutu dari benih tersebut. Mutu benih mencakup mutu genetik, mutu fisik dan
mutu fisiologis (Sadjad 1993). Benih dikatakan mempunyai mutu genetik yang
baik apabila benih tersebut asli (true to type), sesuai dengan varietas yang
dimaksud. Uji kemurnian benih merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk
mengontrol mutu genetik dari suatu lot benih.
Kemurnian genetik benih F1 merupakan hal yang sangat penting pada
produksi benih padi hibrida (Yuan et al 2003). Kontaminasi kemurnian genetik
benih F1 hibrida dapat disebabkan oleh persilangan yang berasal dari pollen
varietas lain, terjadinya selfing akibat tetua GMJ yang tidak murni sehingga fertil
atau parsial fertil, serta adanya kontaminasi secara mekanis saat panen dan
pengolahan benih.
Proses sertifikasi benih meliputi sertifikasi di lapangan dan laboratorium.
Pada uji kemurnian benih di laboratorium, pengamatan campuran varietas lain
dilakukan secara visual berdasarkan bentuk gabah terhadap contoh benih yang
dikirim ke laboratorium. Dalam beberapa kasus, pengamatan berdasarkan

2

observasi visual saja mengakibatkan lot benih tidak lulus dalam setifikasi benih di
laboratorium walaupun pertanaman telah lulus dalam sertifikasi di lapang. Salah
satu penyebabnya adalah efektifitas pengawasan mutu benih yang rendah yang
terkait dengan kelemahan dalam penerapan prinsip-prinsip sertifikasi benih.
Sertifikasi benih yang dianut di Indonesia berbasis Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) Seed Scheme (OECD 2004).
Beberapa prinsip dalam sertifikasi tersebut antara lain : (i) varietas yang
disertifikasi harus memenuhi syarat DUS (distinct, uniform and stable) yang teruji
secara formal dengan metode baku (UPOV 2002), (ii) memiliki nilai agronomis
(VCU, value for cultivation and use) (iii) adanya daftar varietas yang layak untuk
disertifikasi (list of eligible varieties for certification) dan (iv) pelaksanaan checkplot dalam produksi benih. Undang Undang No 12 tahun 1992 dan Permentan
No. 39 tahun 2006 mewajibkan benih yang diperjualbelikan harus lulus dalam
sertifikasi. Namun dalam pelepasan varietas tidak diwajibkan bahwa varietas
yang akan dilepas harus lulus dalam uji DUS (Permentan No.37 tahun 2006),
kecuali untuk varietas yang akan dilindungi (Undang-Undang no.29 tahun 2000
tentang

Perlindungan

Varietas

Tanaman).

Penyimpangan

dalam

prinsip

sertifikasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan dalam
sertifikasi benih di Indonesia. Sebagai contoh pertanaman lulus dalam
pemeriksaan lapangan tetapi tidak lulus dalam uji laboratorium karena
keragaman bentuk gabah yang diidentifikasi sebagai campuran varietas lain
(CVL). Keragaman bentuk gabah belum tentu merupakan CVL tetapi dapat saja
merupakan sifat genetik dari varietas termaksud, mengingat tidak adanya
keharusan uji DUS dalam pelepasan varietas.
Beberapa varietas yang telah dilepas saat ini memiliki kemiripan bentuk
gabah yang cukup tinggi (Wahyuni et al. 2008). Selain itu dalam satu varietas
yang sama terdapat variasi fisik pada bentuk gabah, dimana bentuk gabah pada
pangkal malai tidak persis sama dengan bentuk gabah pada ujung malai. Bentuk
gabah yang berbeda belum tentu berasal dari varietas yang berbeda dan bentuk
gabah yang sama tidak dapat dipastikan sebagai varietas yang sama. Oleh
karena itu kelulusan uji kemurnian benih di laboratorium hendaknya tidak hanya
berdasarkan pada pengamatan visual pada bentuk gabah saja.
Metode pengujian kemurnian genetik varietas (verifikasi varietas) yang saat
ini banyak digunakan adalah grow out test. Penilaian kemurnian genetik
dilakukan dengan cara membandingkan morfologi tanaman yang diuji dengan

3

pertanaman dari benih otentik-nya. Metode grow out test membutuhkan waktu
yang lama karena harus melalui satu siklus tanaman. Sementara itu industri
perbenihan memerlukan metode pengujian kemurnian benih yang cepat dan
akurat, serta memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi.
Beberapa metode referensi untuk verifikasi varietas melalui metode
elektroforesis telah ditetapkan oleh International Seed Testing Asociation (ISTA).
Metode standar untuk pengujian kemurnian genetik benih gandum adalah
dengan PAGE (Polyachryalamide Gel Electrophoresis) dan pada jagung hibrida
digunakan metode verifikasi dengan UTIELF (Ulthra-thin Layer Isoelectric
Focusing) (ISTA 2008). Namun pengujian untuk kemurnian dan verifikasi padi
hibrida masih belum ditetapkan oleh ISTA.
Pemanfaatan bioteknologi secara biomolekuler (DNA, protein, enzim) tidak
hanya digunakan pada cara-cara perbanyakan benih dan pemuliaan tanaman
tetapi juga dapat diterapkan untuk evaluasi kemurnian genetik. Melalui metode
elektroforesis diharapkan dapat dilakukan pengujian yang lebih cepat dan akurat
dalam mengidentifikasi suatu varietas. Berbagai metode menggunakan marka
molekuler

telah banyak diterapkan untuk pengujian varietas, salah satunya

adalah marka mikrosatelit atau marka SSRs (Simple Sequence Repeats).
Berbagai studi genetika menunjukkan beberapa keunggulan dari marka
SSR diantaranya adalah memiliki tingkat polimorfik tinggi, bersifat kodominan,
akurasi yang tinggi dan berlimpah dalam genom. Marka ini banyak digunakan
untuk studi genetik populasi (Rajesh et al. 2008), pemetaan genetik (Jiang et al.
2010; Stafne et al. 2005) pemuliaan tanaman dan perlindungan varietas tanaman
(Moeljoprawiro 2007). Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
tingkat perbedaan genetik pada tanaman dengan menggunakan marka SSR.
Marka SSR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan verifikasi suatu
varietas tanaman (Meesang et al. 2001) serta uji kemurnian pada tomat hibrida
(Liu et al. 2006), jagung hibrida (Pabedon 2005) dan padi hibrida (Xin et al.
2005).
Di Indonesia, uji kemurnian benih menggunakan SSR belum banyak
dilakukan pada padi khususnya padi hibrida. Marka SSR akan sangat bermanfat
untuk mengetahui apakah benih padi hibrida merupakan hasil persilangan antar
dua galur tetua pembentuknya. Oleh karena itu identifikasi marka-marka
polimorfis dari galur-galur tetua perlu dilakukan.

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.

Mendapatkan marka mikrosatelit (SSR) spesifik yang dapat digunakan untuk
identifikasi galur tetua beberapa varietas padi hibrida, serta melihat tingkat
polimorfisme dari marka tersebut.

2.

Mempelajari sterilitas malai beberapa galur mandul jantan.

3.

Membandingkan uji kemurnian benih dengan menggunakan SSR dan grow
out test.

4.

Mendapatkan karakter kualitatif dan kuantitatif dari dua varietas padi hibrida
(Hipa 6 dan Hipa 7) untuk melengkapi deskripsi varietas.

Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan

informasi mengenai sidik jari DNA dari tetua beberapa varietas hibrida. Informasi
tersebut berguna dalam verifikasi varietas dan uji kemurnian benih yang cepat,
akurat dan memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Karakter morfologi
tambahan yang di dapatkan dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
petugas pemeriksa untuk penilaian karakter tanaman di lapang.

5

Gambar 1. Diagram alirr penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA
Padi Hibrida
Padi hibrida adalah satu jenis padi yang merupakan keturunan pertama
dari persilangan antar dua varietas yang berbeda. Pengembangan hibrida
didasari oleh gejala heterosis atau vigor hibrida. Heterosis merupakan fenomena
biologis yang menunjukan keunggulan hasil persilangan F1 melebihi kedua
tetuanya. Pada generasi lebih lanjut yaitu pada F2 akan terjadi segregasi
sehingga manfaat heterosis hilang dan tidak didapatkan individu yang sama
dengan penampilan hibrida F1 (Virmani et al. 1997).
Keunggulan berupa gejala heterosis tersebut dapat berupa hasil, vigor
tanaman, ketahanan terhadap kondisi suboptimum, daya adaptasi maupun
karakter lainnya (Yuan 2003; Virmani 1994). Heterosis yang tinggi dari suatu
kombinasi hibrida akan didapatkan dari pasangan tetua yang memiliki komposisi
genetik tertentu. Berdasarkan penampilan hibrida F1, terdapat tiga kriteria
heterosis: (1) mid-parent heterosis

yaitu perbandingan

rata-rata F1 dengan

nilai rata-rata kedua tetua; (2) heterobeltiosis yaitu perbandingan nilai rata-rata F1
dengan nilai rata-rata tetua tertinggi; (3) standar heterosis yaitu perbandingan
rata-rata F1 dengan varietas pembanding (check variety) (Virmani et al. 1997).
Beberapa pertimbangan untuk mengembangkan padi hibrida adalah :
(1) tingkat produktivitas galur-galur non hibrida tidak bisa ditingkatkan lagi
sekalipun

telah

diupayakan

secara

optimal,

(2)

semakin

terbatasnya

ketersediaan lahan dan input energi dalam mendukung sarana produksi padi,
(3) permintaan terhadap padi cenderung meningkat dengan meningkatnya
jumlah penduduk, (4) galur padi hibrida telah mampu meningkatkan potensi hasil
sebesar 15-20% lebih tinggi dari galur padi inbrida yang ditanam petani,
(5) beberapa padi hibrida telah menunjukan toleransi yang lebih baik terhadap
kondisi kekeringan dan salinitas (Virmani et al. 1997).
Padi termasuk tanaman menyerbuk sendiri yang dalam kondisi normal
tingkat penyerbukan silang sangat rendah. Karena sifatnya yang menyerbuk
sendiri tersebut untuk menghasilkan hibrida hanya dimungkinkan bila bunga
jantan pada tanaman betina bersifat mandul atau dibuat tidak berfungsi, dengan
cara membentuk galur mandul jantan (GMJ). Teknik produksi benih yang
memanfaatkan GMJ tersebut terdiri dari sistem hibrida dua galur dan tiga galur.

8

S
Sistem
dua galur dalam
m produksi p
padi hibrida menggunakkan Photope
eriodsensitiive genic male
m
steril (PGMS) attau Temperrature-sensittive Genic Male
Sterilitty (TGMS) dan
d galur ferrtil (Yuan et al. 2003). Keuntungan
K
ssistem ini ad
dalah
(1) tid
dak memerlu
ukan galur pelestari da
alam produkksi benih TG
GMS, (2) se
emua
galur fertil denga
an sifat-sifat yang baik dapat digunakan seba
agai tetua ja
antan
enih hibrida (Virmani et a
al 2003)
dalam produksi be
P
Padi
hibrida
a di Indone
esia dikemb
bangkan me
elalui sistem
m 3 galur, yang
meliba
atkan tiga galur
g
tetua meliputi
m
galu
ur mandul ja
antan sitoplasmik (A), galur
pelestari (B) dan galur
g
pemuliih kesuburan
n (R). Pada produksi pa
adi hibrida sistem
alur, agar benih GMJ dapat
d
selalu dihasilkan diperlukan
d
g
galur yang dapat
d
tiga ga
melestarikan GMJJ tersebut tanpa
t
meng
gubah sifat-ssifat yang dimilikinya.
d
Galur
G
g sama deng
gan GMJ da
alam hampir semua kara
akter,
pelestari ini memilliki sifat yang
kecuali sitoplasmanya norma
al.

Untuk memprodukksi benih hibrida diperllukan

suatu galur yang dapat
d
memu
ulihkan kesu
uburan galurr mandul jan
ntan tersebut dan
berikan prod
duktivitas ya
ang tinggi (heterosis). Galur pem
mulih kesub
buran
memb
terseb
but juga dise
ebut sebaga
ai galur resstorer (Virma
ani et al. 19
998; Yuan et
e al.
2003).. Kostitusi genetik
g
dala
am produksii benih hibrrida sistem tiga galur dapat
d
dilihat pada Gamb
bar 2.

Gam
mbar 2 Hubu
ungan antarra tiga galur komponen
n utama pembentuk pa
adi
hibrid
da (dikutip dari
d Yuan et al. 2003)

9

Padi hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul
jantan sebagai tetua betina dengan galur pemulih kesuburan sebagai tetua
jantan, sehingga sifat-sifat dari varietas padi hibrida ditentukan oleh sifat-sifat dari
kedua tetuanya. Tetua-tetua yang superior dapat meningkatkan penampilan
agronomis dan bobot hasil hibrida turunan dari berbagai kombinasi persilangan
antara galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan (You et al. 2006).
Secara alami kondisi susunan genetik dari padi adalah homozigothomogen, sedangkan kondisi tanaman hibrida adalah heterozigot-homogen.
Yang dimaksud dengan heterozigot-homogen adalah dalam individu tanaman
yang sama kontruksi gen bersifat heterozigot, sedangkan antar individu tanaman
dalam populasi yang sama bersifat homogen (Satoto & Suprihatno 2008).
Uji Kemurnian Benih
Standar mutu yang harus dipenuhi telah ditetapkan untuk mendapatkan
benih dengan jaminan mutu. Standar mutu tersebut mencakup persiapan sumber
benih, kegiatan di lapang sampai dengan benih siap dipasarkan. Persyaratan
mutu yang harus dipenuhi di lapangan mencakup persentase campuran varietas
lain yang diperbolehkan, isolasi jarak dan isolasi waktu. Persyaratan mutu di
laboratorium mencakup kadar air benih, kemurnian fisik benih (benih murni,
kotoran benih, biji benih tanaman lain, biji benih gulma) dan daya berkecambah
(SNI 2003).
Pengujian mutu benih merupakan bagian penting dalam proses sertifikasi
benih yang dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
Pengujian mutu benih yang dilakukan mencakup mutu benih di pertanaman dan
di laboratorium. Pemeriksaan pertanaman oleh petugas dilakukan beberapa
tahap pada fase-fase pertumbuhan untuk verifikasi kemurnian varietas di
lapangan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi karakter
tanaman sesuai dengan deskripsi varietasnya. Pengujian kemurnian benih di
laboratorium dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih
tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga
komponen benih tersebut. Benih murni adalah bagian dari contoh kerja yang
mewakili lot benih dari spesies termaksud, termasuk persentase dari setiap
spesies yang ada sebesar lima persen atau lebih (Copeland & McDonald 1995)
dimana benih tidak dibedakan antar varietas hanya antar spesies (Desai et al.
1997).

10

Perbandingan dengan contoh autentik dari varietas dimaksud biasanya
dilakukan untuk memudahkan analis dalam mengidentifikasi suatu varietas. Pada
beberapa tanaman sangat sulit membedakan dengan pasti dari dua spesies
berbeda yang berasal dari genus yang sama. Sebagai contoh dua spesies
ryegrass, Lolium perenne dan L. multiforum hanya dapat dibedakan melalui
persentase bulu pada bagian belakang benih. Akan tetapi bulu pada benih
rontok/hilang saat prosesing benih (perontokan dan pembersihan) dan
menjadikan benih dari dua spesies yang berbeda tersebut tidak dapat dibedakan.
Bila hal ini terjadi maka benih murni diidentifikasi sebagi genus bukan
berdasarkan spesies tertentu.
Uji kemurnian benih di laboratorium lebih mengarah pada kemurnian fisik
bukan pada kemurnian genetik karena penilaian hanya dilakukan berdasarkan
penilaian visual saja. Pada beberapa spesies tanaman yang memiliki kemiripan
antar varietas yang cukup besar, uji kemurnian berdasarkan penilaian visual
akan sangat riskan. Saat ini terdapat beberapa metode untuk verifikasi varietas di
laboratorium, salah satu diantaranya adalah dengan uji pewarnan phenol untuk
gandum Triticum aestivum (ISTA 2008). Uji pewarnaan phenol ini belum bisa
diaplikasikan secara luas karena hanya berlaku untuk beberapa varietas saja.
Pada padi pengujian phenol tingkat keterulangannya sangat rendah dan sangat
bervariasi antar individu biji (Wahyuni et al. 2008) sehingga tidak dapat
digunakan untuk uji kemurnian benih padi.
Karakter morfologi telah umum digunakan untuk mengevaluasi perbedaan,
keseragaman dan kestabilan dalam karakterisasi varietas. Tetapi pemuliaan saat
ini cenderung menghasilkan varietas-varietas yang secara fenotipik sangat mirip.
Selain itu evaluasi morfologi kurang akurat dalam menilai derajat kemurnian
genetik secara tepat karena memiliki beberapa kelemahan yaitu : (1) keragaman
morfologi terbatas bila ditetapkan pada keturunan hasil persilangan (hibrid) lanjut
kerena karakter morfologinya hampir mirip, (2) karakter morfologi dipengaruhi
lingkungan, (3) tidak dapat digunakan untuk menduga jarak genetik karena tidak
konsisten. Tampilan fenotipik tanaman sebenarnya merupakan interaksi GxE
(genetik x lingkungan), sementara potensi genetik (G) tidak mampu dideteksi
secara baik. Selain itu kebanyakan karakter morfologi belum diketahui
pengendali genetiknya (Smith & Smith 1992).

11

Marka Molekuler
Potensi penggunaan marka sebagai alat untuk melakukan karakterisasi
genetik tanaman telah dikenal sejak lama. Marka bisa dikategorikan sebagai
marka morfologi, sitologi dan yang terbaru adalah marka molekuler (Moritz &
Hilis 1996). Dengan berkembangnya teknologi biomolekuler maka kegiatan
identifikasi varietas dan estimasi kemurnian genetik benih dapat dilakukan
dengan menggunakan marka molekuler.
Marka molekuler seringkali dikenal sebagai sidik jari DNA karena mengacu
pada pita polimorfisme berupa fragmen DNA. Keunggulan utama penanda
molekuler adalah (a) keakuratan tinggi dan tidak dipengaruhi lingkungan yang
mempengaruhi ekspresi gen, (b) dapat diuji pada semua tingkat perkembangan
tanaman, (c) pada pengujian hama dan penyakit tidak tergantung pada
organisme pengganggu (d) penggunaannya pada kegiatan seleksi pemuliaan
tanaman dapat mempercepat proses seleksi dan lebih hemat pada pengujian
selanjutnya di lapangan (Kasim & Azrai 2004).
Beberapa prinsip dasar dan metodologi dari marka molekuler yaitu :
(a) marka yang berdasarkan pada hibridisasi DNA, (b) marka yang berdasarkan
pada reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction /PCR), (c) marka
molekuler berdasarkan PCR yang dilanjutkan hibridisasi, dan (d) sekuensing
DNA berdasarkan marka (Gupta et al. 2002). Marka DNA berbasis Polymerase
Chain Reaction (PCR) menjadi teknologi pilihan karena menjanjikan efisiensi dan
kepastian/akurasi dalam identifikasi. Contoh marka DNA adalah: RAPD (Random
Amplified Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism),
SSR (Simple Sequence Repeats), ISSR (Inter Simple Sequence Repeats), RAF
(Randomly Amplified DNA Fingerprinting).
Marka SSR (Marka Mikrosatelit)
DNA genom terdiri dari DNA sekuen khas (specific sequence) dan DNA
sekuen berulang (repetitive sequence). DNA sekuen berulang dalam genom
eukariot dapat mencapai lebih dari 90% DNA total yang ada dalam genom
tanaman (Weising et al. 1995). Makin besar ukuran genom suatu tanaman,
cenderung makin besar pula proporsi DNA sekuen berulangnya. Dari beberapa
hasil penelitian diketahui proporsi DNA sekuen berulang dalam genom tanaman
jagung mencapai 60% (Gupta et al. 1984), gandum dan kerabat liarnya mencapai

12

70% (Flavel 1980) kedelai mencapai 60% (Walbot & Goldberg 1979), dan pada
padi mencapai 50% (McCouch et al. 1988).
Terdapat tiga kelas pengulangan fraksi DNA pada individu eukariot, yaitu
fraksi sangat berulang (highly repeated fraction), fraksi berulang secara moderat
(moderatly repeated fraction), dan fraksi tidak berulang (nonrepeated fraction).
Fraksi sekuen sangat berulang terdiri atas (1) satelit DNA, (2) minisatelit DNA
dan (3) mikrosatelit DNA. Pengulangan sekuennya tersusun secara tandem.
Satelit

DNA

biasanya

jarang

ditemukan

dalam

lokus

genom

karena

perulangannya yang sangat tinggi (biasanya antara 1000 sampai 100 000 kopi)
bentuknya sangat panjang, sering berada pada bagian heterokromatin dengan
panjang fragmen berulang 2 sampai beberapa ribu pasang basa tetapi umumnya
ditentukan 100-300 pasang basa. Minisatelit DNA biasanya banyak terdapat
dalam genom, rata-rata sekuen berulang sekitar 10-60 bp dan menunjukan
derajat pengulangan yang lebih rendah (Weising et al. 1995). Mikrosatelit DNA
juga disebut sebagai fragmen berulang sederhana atau perulangan tandem
sederhana,

terdiri

atas

sekuen-sekuen

pendek

2-5

bp

dan

rata-rata

pengulangannya maksimum 100 kali (Karp 1998) pengulangannya berurutan
dimana jumlah dari nukletidanya bervariasi (Rafalski et al. 1996).
Variasi jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus diantara genotip
yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik PCR (Hamada et al.
1982). Teknik PCR pada mikrosatelit hanya menggunakan DNA dalam jumlah
sedikit dengan daerah amplifikasi yang kecil 100-300 bp dari genom. Selain itu
marka mikrosatelit dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena
sample yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA sangat sedikit, selain itu dapat
menggunakan bagian tanaman lain seperti biji atau serbuk sari (Senior et al.
1996). Produk amplifikasi hasil

PCR tersebut dapat dideteksi menggunakan

elektroforesis pada suatu gel dengan standar sekuen. Bila nol alel teramati maka
kondisi alel tidak teramplifikasi selama PCR (Rohrer et al. 1994).
Marka makrosatelit merupakan marka genetik yang bersifat kodominan,
dapat mendeteksi keragaman alel. Beberapa pertimbangan untuk penggunaan
marka mikrosatelit diantaranya : (a) marka terdistribusi secara melimpah dan
merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi, dan lokasi genom dapat
diketahui; (b) merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan
genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan dan seleksi genotipe untuk

13

karakter yang diinginkan; (c) studi genetik populasi dan analisis diversitas genetik
(Powell et al. 1996).
Mikrosatelit telah banyak digunakan untuk keperluan pemuliaan (USDAARS 2003), analisis genetik, dan untuk perlindungan varietas tanaman (Cooke &
Reeves 2003). Sejumlah penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk
mengembangkan metode pengujian rutin untuk identifikasi varietas dan metode
cepat untuk mengetahui kualitas dan kemurnian varietas yang bersegregasi.
Identifikasi varietas dengan menggunakan mikrosatelit marka DNA (digunakan
19 marka SRR) yang dilakukan pada benih kedelai berhasil membedakan 11
varietas dan 133 asesi. Metode ini juga dapat membedakan dua varietas yang
tidak dapat dibedakan melalui metode di lapangan dan di laboratorium (Meesang
et al. 2001).

Marka SSR

juga efektif dalam identifikasi varietas dan uji

kemurnian pada 5 hibrida padi beserta galur tetuanya ( Ye-yun et al 2005). Pada
pengujian kemurnian genetik pada F1 tomat hibrida ”Hezuo906” digunakan
metode RAPD (218 marker), ISSR (54 marker) dan SSR (49 primer). Didapatkan
dua marka RAPD dominan dan dua primer SSR kodominan untuk pengujian
kemurnian benih. Dapat disimpulkan dari metode tersebut, bahwa terdapat 10
dari 208 individu hibrida yang diuji merupakan hibrida yang ’salah’, dan secara
keseluruhan kemurnian benih dari lot tersebut adalah 95,1%. (Liu et al. 2006).
Yashitola et al. (2002) mengevaluasi kemurnian padi hibrida menggunakan
marka mikrosatelit dan STS (Secuence Tagged Site).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Mei 2011 di
Kebun Percobaan Pusakanagara, Laboratorium Mutu Benih Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi dan Laboratorium Molekuler Balai Besar
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik, Bogor.

Bahan Penelitian
Bahan Tanaman
Galur tetua dari lima varietas hibrida digunakan untuk identifikasi marka
SSR (Tabel 1), sedangkan untuk uji kemurnian benih digunakan dua varietas
hibrida yaitu Hipa 6 dan Hipa 7.
Tabel 1 Lima varietas hibrida yang digunakan beserta galur tetuanya
No
1
2
3
4
5

Varietas Hibrida
Hipa 6
Hipa 7
Hipa 8
Hipa 9
Hipa 10

Galur Mandul Jantan
IR 62829 A
IR 58025 A
IR 58025 A
IR 58025 A
IR 68897 A

Restorer
B 8094 F
IR 40750
BP 51-1
S4325 A
BIO-9

Bahan Kimia
Bahan Kimia yang digunakan terdiri atas NaCl 5M, Tris HCl 1M, EDTA
0.5 M, SDS, Chisam ( Chloroform Isoamil Alkohol) 24:1, Natrium Asetat, Etanol
95%, Ethanol 70%,TE buffer, RNAse, CTAB 10%, Tris base, Glacical acetid acid,
EDTA 0.5M, Agarose gel, TaqDNA polymerase, buffer PCR, MgCl2, dNTPs mix,
16 pasang primer, Etidium Bromide, Tris, EDTA, Boricacid, Bisacrylamid (40%),
APS 10%, TEMED, ddH2O. Marka SSR yang digunakan pada penelitian ini
ditampilkan pada Tabel 2.

16

Tabel 2 Marka SSR dan susunan basa primer yang digunakan dalam penelitian
Kode
Lokus

Susuna basa primer

Suhu
Posisi di
Anealing
kromosom
(˚C)

RM 104

F- GAAGAGGAGAGAAAGATGTGTGTCG
R- TCAACAGACACACCGCCACCGC

1

55

RM 154

F- ACCCTCTCCGCCTCGCCTCCTC
R- CTCCTCCTCCTGCGACCGCTCC

2

61

RM 164

F- TCTTGCCCGTCACTGCAGATATCC
R- GCAGCCCTAATGCTACAATTCTTC

5

55

RM 206

F- CCCATGCGTTTAACTATTCT
R- CGTTCCATCGATCCGTATGG

5

55

RM 209

F- ATATGAGTTGCTGTCGTGCG
R- CAACTTGCATCCTCCCCTCC

11

55

RM 215

F- CAAAATGGAGCAGCAAGAGC
R- TGAGCA CCTCCTTCTCTGTAG

9

55

RM 219

F- CGTCGGATGATGTAAAGCCT
R- CATATCGGCATTCGCCTG

9

55

RM 250

F- GGTTCAAACCAAGCTGATCA
R- GATGAAGGCCTTCCACGCAG

2

55

RM 263

F- CCCAGGCTAGCTCATGAACC
R- GCTACGTTTGAGCTACCACG

2

55

RM 276

F- CTCAACGTTGACACCTCGTG
R- TCCTCCATCGAGCAGTATCA

6

55

RM 335

F- GTACACACCCACATCGAGAAG
R- GCTCTATGCGAGTATCCATGG

4

55

RM 346

F- CGAGAGAGCCCATAACTACG
R- ACAAGACGACGAGGAGGGAC

7

55

RM 464

F- AACGGGCACATTCTGTCTTC
R- TGGAAGACCTGATCGTTTCC

9

55

RM 475

F- CCTCACGATTTTCCTCCAAC
R- ACGGTGGGATTAGACTGTGC

2

55

RM 551

F- AGCCCAGACTAGCATGATTG
R- GAAGGCGAGAAGGATCACAG

4

55

F- GTTCTTCAACTCCCAGTGCG
R- TGACGATGTGGAAGAGCAAG
Sumber : http://www.gramene.org

3

55

RM 570

17

Identifikasi Marka Molekuler
Pengujian SSR dilakukan pada tahap pertama penelitian, kegiatan ini
dilakukan guna mengidentifikasi marka SSR polimorfik untuk tetua dari lima
varietas hibrida yang digunakan. Identifikasi marka molekuler dilakukan di
laboratorium biologi molekuler dengan kegiatan-kegiatan yang mencakup :
ekstraksi DNA, amplifikasi PCR, elektroforesis dan visualisasi pita DNA.
Ekstraksi DNA
Sampel daun muda digerus menggunakan mortar dengan bantuan nitrogen
cair sampai berbentuk bubuk. Sampel dimasukan dalam tabung mikro ukuran
1500 µl, kemudian ditambahkan ml 500 µl buffer ekstraksi. Tabung mikro yang
berisi sampel dan buffer ekstrak dipanaskan menggunakan waterbath suhu 65˚C
selama 60 menit sambil dilakukan pengocokan setiap 10 menit. Setelah itu
sampel diangkat dan didiamkan pada suhu ruang selama 10 menit. Sampel
ditambahkan Choloform:Isoamilalkohol (Chisam) dengan perbandingan 24:1
sebanyak 500 µl. Setelah itu sampel dicampur dengan cara divortex selama
selama 5 menit, kemudian disentrifius selama 15 menit dengan kecepatan 1200
rpm. Bila sampel belum tercampur dengan baik dapat disentrifius sekali lagi.
Supernatan yang terbentuk diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke
tabung mikro yang baru. Supernatan ditambahkan dengan 2/3 x volume
Isopropanol atau 2,5 x volume Etanol absolute yang sebelumnya telah ditaruh
terlebih dahulu dalam freezer untuk presipitasi DNA. Sebanyak 100 µl Natrium
asetat ditambahkan dan kemudian dicampur dengan cara membolak-balikan
tabung secara perlahan. Sampel disentrifius pada kecepatan 1200 rpm selama
10 menit untuk mengendapkan DNA. Cairan yang ada dibuang dan kemudian
endapan DNA yang terbentuk dicuci dengan cara menambahkan ethanol 70%
yang kemudian disentrifius selama 5 menit. Pencucian dilakukan sebanyak dua
kali. Cairan yang ada dibuang dan endapan DNA dikeringkan dengan mesin
vacum. Selanjutnya endapan DNA dilarutkan kembali dengan 50-100 µl buffer
TE dan ditambahkan RNAse 5 µl. Sampel diinkubasi selama 1 hari pada suhu
ruang atau 1 jam pada suhu 37˚C.
Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA dilakukan setelah proses
isolasi selesai dengan menggunakan alat spektrofotometer. Perhitungan
konsentrasi DNA dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi DNA yang
dibutuhkan untuk pengenceran. Setiap sampel dilakukan pengenceran untuk

18

menyamakan konsentrasi contoh kerja. Konsentrasi contoh kerja yang digunakan
adalah 10 ng/µl.
Amplifikasi PCR, Elektroforesis dan Visualisasi Pita DNA
Sebanyak 3 µl DNA dari hasil pengenceran digunakan untuk setiap reaksi
PCR. PCR mix dibuat terlebih dahulu untuk memudahkan dalam proses PCR.
Larutan yang digunakan untuk PCR :
Buffer PCR (10 x)
MgCl2 (25 mM)
dNTPs mix (10 mM)
Primer R (10 pmol)
Primer F (10 pmol)
TaqDNA polymerase (5 µ/µl)
DNA
ddH2O
Total

: 2 µl
: 2,4 µl
: 0,4 µl
: 0,2 µl
: 0,2 µl
: 0,2 µl
: 3 µl
: 10,4 µl
20 µl

Profil reaksi PCR yang digunakan:
Denaturasi awal

: 94˚C selama 5 menit

Denaturasi

: 94˚C selama 1 menit

Annealing

: 53˚C selama 30 detik

Extention

: 72˚C selama 1 menit

Extention tambahan

: 72˚C selama 5 menit

siklus 35 kali
Elektroforesis hasil PCR, dilakukan dengan gel agarose 3 % dan 1 x buffer
TAE. Sebanyak 6 µl produk PCR ditambahkan dengan 4 µl loading dye dan
dicampur sempurna kemudian dimasukan ke dalam sumur gel. Sample DNA
produk PCR di-running dengan voltase 87-88 volt selama 30-45 menit. Setelah
itu gel agarose di-staining pada larutan ethidium bromide (10mg/l) selama 20 - 30
menit dan kemudian dicuci dengan air selama 5 menit. Gel Agarose kemudian
divisualisasi dengan chemodoc gel system.
Elektroforeis gel poliakrilamid menggunakan alat elektroforesis vertikal. Alat
elektroforesis vertikal terdiri dari dua lempengan kaca. Kedua lempengan kaca
dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan etanol sebelum digunakan.
Kedua lapis plat kaca tersebut disatukan dengan terlebih dahulu meletakan
spacer diantara kaca tersebut. Sisi kanan, kiri dan bawah lempengan kaca
dilapisi karet agar tidak bocor dan kemudian dijepit.

19

Larutan akrilamid 8% didapatkan dengan mencampur

bisakrilamid 40%,

TBE dan dH2O. Pembuatan gel dilakukan dengan mencampurkan akrilamid 8%
yang kemudain distirer sambil ditambahkan APS dan TEMED. Segera setelah
tercampur larutan tersebut dituangkan dengan cepat dan hati-hati pada rongga
antara kedua lempeng kaca, jangan sampai terbentuk gelembung. Setelah itu
comb dipasang untuk membentuk sumur-sumur. Larutan polyakrilamid didiamkan
selama selama ± 1 jam sampai larutan membentuk gel.
Lempengan berisi gel diletakan pada alat elektroforesis vertikal. Comb
dilepaskan secara berlahan agar tidak merusak sumur-sumur yang terbentuk
pada gel. Tangki elektroforesis diisi dengan buffer TBE 1x. Permukaan buffer
yang diisikan kira-kira berjarak 1cm dari garis atas gel. Kotak tangki bagian
bawah juga diisi buffer TBE 1x. Mesin elektroforesis ditutup dari bagian atas dan
setelah itu baru alat dinyalakan. Elektroforesis dilakukan denga