Study of Polyembryony, Seed Viability and Genetic Identification of Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) seedling using SSR

STUDI POLIEMBRIONI, VIABILITAS BENIH DAN
IDENTIFIKASI GENETIK SEMAIAN JERUK JAPANSCHE
CITROEN (Citrus limonia Osbeck.) MENGGUNAKAN SSR

ANIS ANDRINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Poliembrioni,
Viabilitas Benih dan Identifikasi Genetik Semaian Jeruk Japansche Citroen
(Citrus limonia Osbeck.) menggunakan SSR adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Anis Andrini
NIM A251100071

RINGKASAN
ANIS ANDRINI. Studi Poliembrioni, Viabilitas Benih dan Identifikasi Genetik
Semaian Jeruk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck.) menggunakan SSR.
Dibimbing oleh TATIEK KARTIKA SUHARSI dan MEMEN SURAHMAN.
Jeruk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) atau JC merupakan batang
bawah jeruk yang banyak digunakan petani Indonesia karena daya adaptasinya
luas dan mempunyai ketahanan terhadap beberapa penyakit. Benih jeruk JC harus
bermutu baik fisik, fisiologis, genetik dan kesehatan. Mutu benih maksimal saat
mencapai masak fisiologis. Pendugaan tingkat kemasakan benih dapat dilakukan
berdasarkan tingkat kemasakan buah jeruk JC yang umumnya terlihat dari
perubahan warna kulit buah .
Benih JC bersifat poliembrioni sehingga dalam satu benih dapat
menghasilkan lebih dari satu semaian asal embrio zigotik dan atau embrio nuselar.
Adanya embrio nuselar dapat meningkatkan mutu genetik benih karena
menghasilkan semaian yang sama dengan induknya. Namun demikian dalam

persemaian JC masih ditemui semaian off type asal embrio zigotik yang pada
umumnya dikenali dari morfologi semaian. Identifikasi genetik semaian
berdasarkan penanda morfologi perlu dibuktikan lebih lanjut dengan penanda
molekuler. Salah satu penanda molekuler yang efektif yaitu SSR karena dapat
membedakan genotipe homozigot dan genotipe heterozigot.
Tujuan penelitian ini mendapatkan informasi poliembrioni pada jeruk JC,
Mendeteksi tingkat kemasakan fisiologis benih jeruk JC berdasarkan warna kulit
dan kekerasan buah jeruk, mengetahui pengaruh tingkat kemasakan fisiologis
benih terhadap daya tumbuh benih, multiple seedling, semaian off type dan
semaian true to type, mengidentifikasi semaian true to type dan off type
berdasarkan penanda morfologi dan penanda SSR.
Percobaan dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika pada bulan April 2012 sampai dengan Januari 2013. Penelitian terdiri
atas 3 percobaan yaitu 1) Studi poliembrioni pada jeruk JC 2) Studi pengaruh
tingkat kemasakan buah terhadap mutu fisik, fisiologis benih, mutu genetis dan
jumlah semaian, serta 3) Identifikasi semaian jeruk dengan penanda morfologi dan
penanda SSR.
Percobaan I dilakukan berdasarkan pengamatan visual pada masing-masing
30 benih dari lima tingkat kemasakan buah berdasarkan warna kulit buah dan
kekerasan buah. Tingkat kemasakan buah dilihat berdasarkan warna kulit buah

dan kekerasan buah yaitu 1) buah warna hijau tua, keras (> 7 kg/cm2) 2) buah
warna hijau semburat kuning, agak keras (6-7 kg/cm2), 3) buah warna hijau
kekuningan, agak lunak (5-5.9 kg/cm2), 4) buah warna kuning > 90% merata,
lunak (4-4.9 kg/cm2) dan 5) buah warna kuning-orange, sangat lunak (< 4
kg/cm2). Tolak ukur yang diamati yaitu warna kulit benih, rerata jumlah embrio
per benih, persentase benih poliembrioni (%) dan warna embrio dominan.
Percobaan II menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor
lima tingkat kemasakan buah berdasarkan warna kulit buah dan kekerasan buah
dengan kriteria seperti pada percobaan I. Setiap perlakuan diulang tiga kali
sehingga terdapat 15 satuan percobaan dengan unit percobaan terdiri atas 100

benih. Tolak ukur yang diamati yaitu kadar air benih (%), berat kering 10 benih
(g), indeks vigor (%), kecepatan tumbuh benih (%/etmal), daya berkecambah
(%), daya tumbuh benih (%), persentase multiple seedling, total semaian hidup,
persentase semaian off type dan total semaian true to type. Data dianalisis dengan
analisis ragam (ANOVA). Apabila diperoleh hasil analisis ragam yang
berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.
Percobaan III yaitu identifikasi semaian true to type dan off type dengan
penanda morfologi dan molekuler. Percobaan ini menggunakan 12 Sampel dari

semaian pada percobaan II dan pohon induk JC sebagai pembanding. Identifikasi
penanda morfologi berdasarkan descriptor list for Citrus dari IPGRI, dengan
beberapa modifikasi. Tolak ukur yang diamati yaitu tinggi semaian, jumlah daun,
rasio panjang dan lebar daun, LAMI (rasio panjang dan lebar pucuk daun),
keberadaan duri, keberadaan stipula dan bentuk daun. Identifikasi penanda
molekuler dengan 6 primer SSR. Secara garis besar, analisis DNA dengan
penanda SSR terdiri atas ekstraksi DNA, uji kualitas dan kuantitas DNA dengan
elektroforesis, amplifikasi dan separasi DNA dengan PCR, visualisasi hasil PCR
dan analisis data molekuler. Bulk Segregant Analysis (BSA) digunakan untuk
melihat keterpautan antara marka morfologi dan marka SSR. Analisis gerombol
berdasarkan penanda morfologi dan SSR dilakukan dengan prosedur SIMQUAL
dengan metode SAHN.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase poliembrioni benih jeruk
JC pada lima tingkat kemasakan benih berdasarkan kemasakan buah yaitu 53.3473.32% dengan jumlah embrio 1-6 per benih. Semakin masak benih warna embrio
dominan semakin berwarna krem dan tidak terlihat adanya warna kehijauan.
Tingkat kemasakan fisiologis benih jeruk JC dicapai pada saat warna kulit
buah kuning lebih dari 90%, lunak, warna kulit benih krem kecoklatan dan warna
embrio dominan krem. Tingkat kemasakan benih berdasarkan warna kulit buah
tidak berpengaruh nyata terhadap persentase multiple seedling dan off type.
Multiple seedling pada benih jeruk JC dapat meningkatkan total semaian true to

type.
Marka AG14 pada ukuran basa 170bp terpaut dengan marka morfologi
LAMI < 0.75 dengan kemungkinan bias 40%. Karakter semaian jeruk JC true to
type antara lain tipe daun tunggal, pupus daun hijau muda dan bentuk daun elliptic
dengan pangkal daun cuncate, ujung daun obtusus dan tepi daun crenate.
Sementara itu, tipe daun trifoliata, warna pupus daun merah keunguan dan bentuk
daun lanceolate dengan ujung rounded dapat menjadi penanda yang efektif untuk
semaian jeruk JC off type.
Kata kunci: Citrus, kemasakan fisiologis, penanda morfologi, penanda molekuler
dan semaian off type

SUMMARY
ANIS ANDRINI. Study of Polyembryony, Seed Viability and Genetic
Identification of Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) seedling using SSR.
Supervisor by TATIEK KARTIKA SUHARSI and MEMEN SURAHMAN.
Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) or JC is citrus rootstock that is
often used by Indonesian citrus farmer because its wide adaptation ability and has
resistant to several diseases. JC seeds should have physical, physiological, genetic
and health quality. Seed has maximum quality when it is reached at the time of
physiological maturity. Seed maturity, in general is decided by physical

appearance of fruit, such as rind colour changes.
JC seeds have polyembryony characteristic; threrefore one or more embryos
per seed consist of either zygotic embryo and or nucellar embryo. Nucellar
embryo can be useful for clonal propagation. Nevertheles, there were off type
seedling. It is necessary to identify seedling base on morphology and molecular
marker such as SSR marker. Morphology marker was easy to used and cheap, but
the trully genetic must be identify with SSR. SSR could differenciate between
homozygot and heterozigot genotype.
The aims of this research were to acquire information about poliembryony
on JC citrus, to determine physiological maturity of JC seed base on rind colour
and fruit hardness, to know the effect of fruits maturity to physical and
physiological quality of seed, genetic quality and number of seedling, and to
identify JC seedling base on morphology marker and SSR marker.
The research was conducted in Indonesian Citrus and Subtropical Fruits
Research Institute from April 2012 to January 2013. The research consisted of
three experiments, there were 1) study on polyembryony of JC , 2) study on effect
of fruits maturity level to physical and physiological quality of seed, genetic
quality and number of seedling, and 3) identification of JC seedling base on
morphology marker and SSR marker.
Experiment I was conducted based on visual observations on each of 30

seeds of five maturity levels. Criteria of fruit maturity are 1) dark green rind, hard
fruit (> 7 kg/cm2), 2) green yellow rind, rather hard (6-7 kg/cm2), 3) pieces of
yellowish green rind, rather soft (5-5.9 kg/cm2), 4) >90% yellow rind, soft (4-4.9
kg/cm2) and 5) pieces of yellow-orange rind, very soft (< 4 kg/cm2). The
experiment variable were seed coat colour, the mean number of embryos per seed,
polyembryony seed percentage (%) and the dominant colour of the embryo.
Experiment II used randomized completely block design (RCBD) one
factor. The factor is five maturity level base on fruits maturity. The criteria of
fruits maturity are equal to experiment I. Each treatment was repeated three times
so that there was 15 units of experiments with experimental unit consisted of 100
seeds. The experiment variable were seed moisture content (%), dry weight of 10
seeds (g), vigor index (%), seed growth rate (%/etmal), germination percentage
(%), the growth percentage (%), multiple seedling percentage (%), total seedlings,
off type seedling percentage (%), and total true to type seedling. Data were
analyzed with analysis of variance (ANOVA). If the results obtained by analysis

of variance were significant different, then tested by Duncan's Multiple Range
Test (DMRT) at 5% level.
Experiment III was the identification of true to type seedlings and off type
seedling with morphology marker and molecular markers. This experiment used

12 samples of seedlings in experiments II and JC parent tree as a comparison.
Identification of JC seedling based on descriptor list for Citrus from IPGRI with
modified. Variable observed were high, the number of leaves, leaf length and
width ratio, LAMI (the ratio of leaf length and width), the presence of spines, the
presence of stipules and leaf shape. Identification of molecular markers with 6
SSR primers. The outline of DNA analysis with SSR markers were DNA
extraction, test the quality and quantity of DNA by electrophoresis, amplification
and separation of DNA by PCR, visualization of PCR results and analysis of
molecular data. Bulk Segregant Analysis (BSA) was used to know the linkage
between SSR markers and morphology markers. Cluster analysis of morphology
marker and SSR marker used SIMQUAL procedure and SAHN method.
The result showed that JC citrus has 1-6 embyo per seed. The persentage of
JC seed polyembryony was 53.34 to 73.32%. The riper the seed, the more creamcoloured the dominant embryo and no green colour.
JC seed physiological maturity was achieved in fruits with more than 90%
rind is yellow, low hardness fruits, the color of seed skin was brownish cream and
embryos color was cream. Seed maturity was not significantly different affect to
the percentage of multiple seedling and percentage of off type seedling. Multiple
seedling can increase the number of total of true to type seedling.
Seedling leaves type, leaves shape and colour of young leaves, in general
use as morphology marker of true to type and off type seedling. SSR primer

AG14 which amplified in 170bp have linkage to LAMI < 0.75 but there were 40%
bias. Characteristic of JC true to type seedling were single leaf type, light green
shoot tip colour, elliptic leaf shape with cuncate leaf base, obtusus leaf tip and
crenate leaf margins. Meanwhile, trifoliata leaf type, purplish red shoot tip colour
and lanceolate lamina shape with rounded tip were an effective marker to identify
JC off type seedling.
Key words : citrus, morphology marker, molecular marker, off type seedling and
physiological maturity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI POLIEMBRIONI, VIABILITAS BENIH DAN

IDENTIFIKASI GENETIK SEMAIAN JERUK JAPANSCHE
CITROEN (Citrus limonia Osbeck.) MENGGUNAKAN SSR

ANIS ANDRINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tesis :

Dr Ir Ketty Suketi, MSi


Judul Tesis

Nama
NIM

Studi Poliembrioni, Viabilitas Benili dan IdentifIkasi Genetik
Semaian Jemk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck.)
menggunakan SSR
Allis Andrini
A251100071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS
Ketua

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

Tanggal Ujian: 28 Juni 2013

Tanggal Lulus:

2 4 JUL 2813

Judul Tesis : Studi Poliembrioni, Viabilitas Benih dan Identifikasi Genetik
Semaian Jeruk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck.)
menggunakan SSR
Nama
: Anis Andrini
NIM
: A251100071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS
Ketua

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Juni 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkah dan karunianya sehingga penulis dapat melalui semua hambatan dan
rintangan dan pada akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr DraTatiek Kartika
Suharsi, MS dan Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr sebagai komisi
pembibing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan saran-saran selama
penulis melakukan penelitian dan penulisan tesis. Kepada Kepala Badan Litbang
Pertanian, Kepala Puslitbang Hortikultura dan Kepala Balai Penelitian Tanaman
Jeruk dan Buah Subtropika penulis mengucapkan terima kasih karena telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi. Selain itu
kepada Kepala Kebun Tlekung dan Kepala Kebun Punten yang telah memberikan
fasilitas dan saran-sarannya sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini.
Terima kasih pula kepada Chaireni Martasari, Dita Agisimanto, Farida, Arisah,
Baiq Dina, Ibu Emi Budiyati, Lizia, teknisi dan tenaga harian Balitjestro yang
banyak memberikan bantuan. Kepada Cici Tresniawati, Ikrarwati, Ita Yustina,
Noflindawati, Ratri, Reren, Candra, Via dan teman-teman ITB 2010 serta semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas saran dan bantuannya
penulis ucapkan terima kasih.
Terima kasih untuk almarhum ayahanda tercinta yang selalu menggerakkan
hati penulis melanjutkan studi. Kepada bunda, suami dan anak tercinta, penulis
sangat mengagumi, mencintai dan berterimakasih atas pengorbanan, cinta kasih
kalian sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Penulis menyadari bahwa
tulisan ini masih jauh dari sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat dan penelitian masih dapat dilanjutkan sehingga
kemanfaatannya lebih luas.
Bogor, Juli 2013
Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

5

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metodologi

9
9
9
9

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I Studi poliembrioni Jeruk JC
Percobaan II Studi Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap
Mutu Fisik, Fisiologis Benih, Mutu Genetis dan Jumlah
Semaian
Percobaan III Identifikasi Semaian Jeruk dengan Penanda Morfologi
dan Penanda Molekular

18
18

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

40

22
27

DAFTAR TABEL

1 Urutan basa enam primer SSR (forward dan reverse)
2 Karakteristik benih dan poliembrioni jeruk JC pada lima tingkat
kemasakan buah
3 Rekapitulasi hasil analisis ragam kadar air, berat kering 10 benih, indeks
vigor, kecepatan tumbuh dan daya berkecambah
4 Pengaruh tingkat kemasakan buah terhadap mutu fisik dan fisiologis
benih JC
5 Rekapitulasi hasil analisis ragam daya tumbuh benih, persentase
multiple seedling, total semaian hidup, persentase semaian off type, dan
total semaian true to type
6 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap daya tumbuh benih,
persentase multiple seedling, total semaian hidup, persentase semaian off
type, dan total semaian true to type
7 Identifikasi semaian jeruk JC berdasarkan karakter kuantitatif
8 Identifikasi semaian jeruk JC berdasarkan karakter kualitatif
9 Hasil Bulk Segregant Analysis penanda SSR pada penanda morfologi
LAMI < 0.75, vigor tinggi, keberadaan duri, bentuk daun elliptic, bentuk
daun lanceolate, pangkal daun acute, ujung daun obtusus dan tepi daun
dentatus

17
19
22
23

25

26
28
29

32

DAFTAR GAMBAR
Bagan alir penelitian
Buah Jeruk JC tingkat kemasakan satu sampai dengan tingkat
kemasakan lima
3. Bentuk helai daun jeruk berdasarkan Descriptor list for Citrus, IPGRI
1999
4. Bentuk tepi daun jeruk berdasarkan Descriptor list for Citrus, IPGRI
1999
5. Keragaman poliembrioni benih jeruk JC dari buah tingkat kemasakan
I-V
6. Embrio-embrio pada benih rudimenter yang ditemukan pada buah
tingkat kemasakan V terdiri atas embrio fase globular (G) dan fase
hearth (H)
7. Semaian jeruk JC true to type (no semaian 1, 2 dan 3)
8. Keragaan tipe daun trifoliata pada semaian no 4 saat tiga bulan setelah
tanam (A) dan enam bulan setelah tanam (B)
9. Keragaan warna pupus daun merah keunguan pada semaian no 6 saat
berumur satu minggu setelah berkecambah (A), tiga bulan setelah
tanam (B) dan enam bulan setelah tanam (C)
10. Keragaan daun semaian jeruk JC off type (semaian no 4-12)
11. Dendrogram berdasarkan penanda morfologi pada 12 semaian jeruk JC
12. Dendrogram berdasarkan penanda SSR pada 12 semaian jeruk JC
1.
2.

4
10
15
16
20

22
28
30

30
31
33
34

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18
19
20

Keragaan semaian tunggal dan multiple seedling jeruk JC
40
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap kadar air benih 40
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap berat kering
10 benih
40
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap indeks vigor
benih
40
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap indeks vigor
benih setelah transformasi
41
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap kecepatan
tumbuh benih
41
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap daya
berkecambah
41
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap daya tumbuh
benih
41
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap persentase
multiple seedling
41
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap persentase
multiple seedling hasil transformasi
42
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap total semaian
hidup
42
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap persentase
semaian off type
42
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap persentase
semaian off type hasil transformasi
42
Sidik ragam perlakuan tingkat kemasakan buah terhadap total semaian
true to type
42
Visualisasi pita DNA dengan primer AG14
43
Visualisasi pita DNA dengan primer ATC09
43
Visualisasi pita DNA dengan primer TAA15
43
Visualisasi pita DNA dengan primer TAA27
43
Deskripsi varietas batang bawah jeruk Japansche Citroen (JC)
44
Riwayat Hidup
45

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Benih jeruk diperbanyak secara vegetatif dengan okulasi maupun
penyambungan sehingga benih jeruk terdiri atas dua bagian penting yaitu batang
atas dan batang bawah. Batang bawah jeruk dapat mempengaruhi lebih dari 20
karakteristik yang berhubungan dengan karakter hortikultura dan hama/penyakit
pada tanaman dan buah jeruk batang atas (Castle et al. 1993). Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan benih batang bawah yang unggul dan bermutu
tinggi adalah penting dalam budidaya jeruk dikarenakan adanya pengaruh yang
besar dari batang bawah terhadap keberhasilan budidaya jeruk di berbagai lokasi
dan cara budidayanya.
Japansche Citroen (JC) (Citrus limonia Osbeck) merupakan salah satu
batang bawah jeruk varietas unggul yang telah banyak digunakan di Indonesia.
Keunggulan batang bawah jeruk JC yaitu mempunyai daya adaptasi yang luas,
kompatibel dengan berbagai varietas jeruk batang atas, meningkatkan vigor
batang atas, dan dapat bertahan dengan baik pada kondisi lahan rawa daerah
pasang surut (Putri 2002, Supriyanto dan Setiono 2005 dan Dwiastuti et al. 2007).
Jeruk JC pada umumnya diperbanyak secara generatif menggunakan benih.
Namun demikian, sampai saat ini benih jeruk JC diperjualbelikan secara bebas
tanpa melalui sertifikasi benih sehingga tidak terdapat jaminan mutu benih.
Menurut Ilyas (2012), mutu benih yang harus dipenuhi mencakup empat hal yaitu
mutu fisik, fisiologis, genetis dan patologis.
Mutu fisik dan fisiologis benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih.
Mutu benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologis yang dicirikan oleh
berat kering benih maksimum karena cadangan makanan benih sudah terbentuk
sempurna, dan vigor benih maksimum (Ilyas 2012).
Bakal benih berkembang di dalam bakal buah dan pembentukan benih pada
sebagian besar spesies dimulai sejak fertilisasi (Copeland dan McDonald 2001).
Menurut Sedgley and Griffin (1989), pada saat buah masak fisiologis biasanya
kulit buah yang berwarna hijau menjadi mengkilap dan secara perlahan-lahan
klorofil akan hancur sehingga berubah menjadi warna kuning, merah atau jingga.
Bonner (1972) mengemukakan adanya korelasi yang kuat antara perubahan warna
yang terjadi pada buah yang masak dengan fase kemasakan benih. Dengan
demikian tingkat kemasakan fisiologis benih dapat diduga berdasarkan mutu
fisiologis buah.
Selain mutu fisiologis benih, sifat benih JC yang dapat mempengaruhi mutu
benih yaitu adanya sifat poliembrioni. Menurut Kepiro dan Roose (2007)
poliembrioni pada jeruk umumnya yaitu terdapat satu embrio zigotik dan atau satu
atau lebih embrio nuselar di dalam satu benih.
Sifat poliembrioni menyebabkan embrio zigotik harus berkompetisi dengan
embrio dari jaringan nuselus dimana ukuran embrio zigotik akan semakin kecil
apabila jumlah embrio per benih semakin banyak. Kompetisi antar embrio-embrio
tersebut juga menyebabkan keragaman tingkat kemasakan embrio di dalam benih
(Soares-Filfo et al. 1992, Soost dan Roose 1996 dan Kepiro dan Roose 2007).
Keragaman tingkat kemasakan embrio dalam benih menyebabkan keragaman
tingkat kemasakan benih di dalam suatu lot benih.

2

Benih poliembrioni pada jeruk JC disebabkan adanya embrio nuselar yang
berasal dari jaringan nuselus (jaringan cadangan makanan di luar kantong
embrio). Adanya embrio nuselar merupakan keuntungan dalam perbanyakan
tanaman batang bawah karena menghasilkan semaian yang secara genetik
seragam dan identik dengan induknya (true to type) (Kepiro dan Roose 2007).
Sementara itu embrio zigotik merupakan hasil fusi gamet jantan dengan sel telur
sehingga dapat menghasilkan semaian true to type atau off type. Adanya semaian
off type sangat tidak diinginkan dalam perbenihan jeruk batang bawah karena
umumnya tanaman kurang vigor dan menurunkan produksi buah batang atas
(Andrade-Rodríguez et al. 2004, Hussain et al. 2011).
Semaian off type harus diroguing sehingga meningkatkan mutu genetik
benih. Penangkar benih pada umumnya menggunakan penanda morfologi untuk
mengidentifikasi semaian off type. Penanda morfologi relatif mudah dan murah,
tetapi kebenarannya perlu diuji dengan alat dan metode yang lebih akurat.
Penanda molekuler berbasis protein yaitu analisis isozim dapat
membedakan antara semaian off type dan true to type lebih akurat daripada
penanda morfologi. Hasil penelitian Farida (2005) menggunakan penanda
morfologi dan penanda isozim dapat mengidentifikasi semaian JC off type dan
true to type. Namun demikian terdapat perbedaan visualisasi pita yang diperoleh
dari sampel umur dua bulan dengan sampel umur 4 bulan. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil analisis isozim dipengaruhi oleh perkembangan tanaman.
Penanda molekuler berbasis DNA dapat menyempurnakan kelemahan
penanda isozim karena visualisasi pita tidak dipengaruhi oleh perkembangan
tanaman. Penanda RAPD dapat membedakan semaian true to type dan semaian off
type pada batang bawah Volkameriana (Andrade-Rodríguez et al. 2004).
Kelemahan penanda RAPD yaitu bersifat dominan sehingga keberadaan genotipe
heterozigot dan homozigot tidak dapat dibedakan.
Sementara itu penanda SSR yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan penanda molekuler yang bersifat kodominan sehingga keberadaan
genotipe heterozigot dan homozigot dapat dibedakan. Menurut Ruiz et al. (2000)
penanda SSR ini lebih efisien daripada penanda isozim untuk mengidentifikasi
semaian batang bawah dari embrio zigotik baik dari penyerbukan sendiri maupun
penyerbukan silang.
Meskipun penanda SSR lebih akurat, penggunaan penanda SSR relatif
mahal bagi petani. Untuk itu perlu dicari marka yang terpaut dengan karakter
morfologi sebagai penanda semaian off type dan true to type. Dengan demikian,
penangkar benih jeruk batang bawah JC dapat mengidentifikasi semaian off type
dengan penanda yang relatif murah dan mudah tetapi secara genetik telah terbukti
berbeda dengan tanaman induknya.
Berdasarkan uraian di atas, tingkat kemasakan buah dan sifat poliembrioni
pada jeruk JC diduga dapat berpengaruh terhadap mutu fisik, fisiologis benih,
genetis dan jumlah semaian sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini
merupakan suatu studi tentang poliembrioni pada jeruk JC, studi pengaruh tingkat
kemasakan buah terhadap mutu fisik, fisiologis benih, genetis dan jumlah
semaian, identifikasi semaian jeruk JC dengan penanda morfologi dan penanda
molekuler. Bagan alir penelitian disajikan dalam Gambar 1.

3

Tujuan
1 Mendapatkan informasi poliembrioni pada jeruk JC
2 Mendeteksi tingkat kemasakan fisiologis benih jeruk JC berdasarkan warna
kulit dan kekerasan buah jeruk
3 Mengetahui pengaruh tingkat kemasakan fisiologis benih terhadap daya
tumbuh benih, multiple seedling, semaian off type dan semaian true to type
4 Mengidentifikasi semaian true to type dan off type berdasarkan penanda
morfologi dan SSR

Hipotesis
1 Persentase poliembrioni JC lebih dari 85% dengan jumlah embrio 5-10 per
benih
2 Benih telah mencapai masak fisiologis bila berat kering dan vigor maksimal,
diperoleh pada buah warna kulit lebih dari 90% kuning, lunak.
3 Benih JC masak fisiologis menghasilkan daya tumbuh benih dan multiple
seedling terbanyak serta semaian off type paling rendah
4 Multiple seedling dapat meningkatkan total semaian true to type
5 Diperoleh penanda morfologi dan penanda SSR untuk mengidentifikasi
semaian off type dan true to type.

4

Benih diekstraksi dari buah lima tingkat kemasakan berdasarkan warna kulit
buah, dan kekerasan buah
Benih dikering anginkan selama 24 jam

Percobaan II Studi Pengaruh Tingkat
Kemasakan Buah terhadap Mutu Fisik,
Fisiologis Benih, Mutu Genetis dan Jumlah
Semaian

Percobaan I
Studi Poliembrioni
pada Jeruk JC
Pengamatan visual :
- Warna kulit benih
- Rerata jumlah
embrio/benih
- Poliembrioni (%)
- Warna embrio dominan
Percobaan III
Identifikasi Semaian
Jeruk JC dengan
Penanda Morfologi dan
Penanda Molekuler
Identifikasi Semaian
berdasarkan penanda
morfologi
Identifikasi Semaian
berdasarkan penanda SSR

- Bulk Segregant Analysis
- Analisis Gerombol

Benih ditanam pada
media pasir

Penghitungan
- kadar air (%)
- berat kering 10
benih (g)

Pengamatan kecambah
normal
Penghitungan
- indeks vigor (%)
- kecepatan tumbuh(%/etmal)
- daya berkecambah (%)

Penghitungan :
- Daya tumbuh benih (%)
- Multiple seedling (%)
- Total semaian hidup
- Semaian off type (%)
- Total semaian true to type
- Analisis Ragam
- Uji Duncan 5%

Gambar 1. Bagan alir penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Jeruk JC
Berbagai genus jeruk (Citrus) berasal dari daerah tropik dan sub-tropik Asia
dan kepulauan Malaya, kemudian menyebar ke seluruh bagian dunia. Tanaman
jeruk telah dibudidayakan sejak lama dan sebagian besar spesies utama bentuk
aslinya tidak diketahui dengan pasti. Klasifikasi Jeruk cukup sulit karena
banyaknya jumlah kultivar, hibrida, poliploidi, mutasi dan poliembrioni yang
secara alami menyebabkan keragaman. Hal yang sulit dijelaskan adalah hubungan
antara satu varietas dengan varietas yang lain, banyak nama lokal dan perubahan
nomenklatur dalam klasifikasi (Ray 2002).
Menurut Swingle dan Reece (1967) Japansche Citroen (JC) sebenarnya
adalah Rangpur Lime berasal dari India atau Canton Lemon, di Jepang disebut
Hime Lemon, dan di Brazil disebut Cravo Lemon. Klasifikasi jeruk JC disesuaikan
dengan klasifikasi USDA (2013) :
Famili
: Rutaceae
Sub family : Aurantioideae
Suku
: Citriae (‘Citrus dan Citroid’)
Sub suku
: Citrinae (‘Citrus’)
Grup
: Citrus (‘True Citrus’)
Marga
: Citrus
Sub marga
: Citrus
Species
: Citrus limonia Osbeck
Kultivar
: Japansche Citroen
Tanaman jeruk mempunyai bunga yang tersusun dalam rangkaian bunga
majemuk (inflorescentia) tipe cymose dimana inisiasi bunga di mulai dari ujung
ke bagian axilar sehingga bunga tidak mekar serentak (Spiegel-Roy dan
Goldschmidt 1996). Secara umum struktur bunga jeruk terdiri atas: 1) kelopak
yang berbentuk seperti mangkuk terdiri atas 5 sepal, 2) mahkota terdiri atas 5
petal yang terletak berselang seling di atas sepal, 3) 20-40 benang sari yang
masing-masing terdiri atas filament dengan ujung anther yang berwarna kuning,
4) putik yang terdiri atas bakal buah (8-14 carpel), stylus dan stigma. Terdapat
kelenjar madu seperti subang di atas bakal buah dan melingkari tangkai kepala
putik. Pada bagian sudut lokulus pada tiap-tiap carpel berkembang plasenta yang
berhubungan dengan bakal benih (Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996,
Tjitrosoepomo 2007)
Buah Jeruk merupakan buah basah tipe hesperidium (Tjitrosoepomo 2007).
Pericarp jeruk terdiri atas tiga jaringan. Jaringan terluar yang berwarna adalah
epicarp atau eksocarp disebut flavedo. Jaringan ditengah putih atau berwarna
seperti spon adalah mesocarp disebut albedo. Jaringan terdalam yaitu endocarp
tipis seperti selaput. Selaput ini membentuk sekat-sekat, bagian dalamnya
membentuk kantong-kantong juice, dan benih terdapat bebas diantara kantongkantong jus (Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996)
Benih jeruk yang masak terdiri atas satu atau lebih embrio masak yang
dilindungi oleh dua bagian kulit benih. Bagian luar kulit benih tebal dan berkayu,
berwarna putih keabuan sampai berwarna krem (testa). Bagian dalam kulit benih

6

merupakan membran tipis yang terbentuk dari integumen bagian dalam bakal
benih serta sisa nuselus dan endosperm (tegmen). Sebagian besar volume embrio
yang masak dipenuhi oleh kotiledon. Benih poliembrioni mempunyai ukuran
kotiledon bervariasi, beberapa embrio mungkin kecil dengan kotiledon yang
kurang berkembang (Spiegel-Roy dan Goldscmidt 1996).

Poliembrioni Benih Jeruk
Beberapa varietas jeruk benihnya bersifat poliembrioni, dan beberapa
varietas lain seperti jeruk besar benihnya bersifat monoembrioni (Ray 2002). Sifat
poliembrioni pada jeruk terjadi karena adanya embrio nuselar. Embrio nuselar
berkembang dari jaringan maternal benih yang berkembang bersamaan dengan
embrio zigotik sehingga dalam satu benih bisa muncul lebih dari satu semaian
(Frost dan Soost 1968). Embrio zigotik merupakan embrio yang terbentuk dari
fusi antara gamet jantan dan gamet betina sedangkan embrio nuselar terbentuk
dari jaringan nuselar tanpa melalui fertilisasi (Salisbury dan Ross 1992).
Embrio nuselar merupakan bentuk adventif dari reproduksi dimana sel
somatik dari jaringan nuselus diinisiasi untuk memasuki lintasan perkembangan
embrionik. Embrio nuselar berkembang dari sel inisial nuselus yang berasal dari
jaringan nuselus yang mengelilingi kantong embrio. Tidak terdapat kontribusi
gamet jantan dalam pembentukan embrio nuselar. Dengan demikian, semaian asal
embrio nuselar bersifat identik dengan induknya kecuali terdapat variasi somatik
(Kepiro dan Roose 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan histologis jeruk manis Valensia, sel inisial
embrio nuselar terdapat pada jaringan nuselus di bakal benih, terbentuk sekitar
waktu antesis. Sel inisial embrio nuselar dicirikan dengan ukuran sel yang besar,
bereaksi kuat pada tes pewarnaan, rerata hanya 2-3 per bakal benih (Koltunow et
al. 1995). Embrio nuselar dapat berkembang sampai dengan tingkat awal
kotiledon. Namun demikian, embrio nuselar membutuhkan endosperm untuk
berkembang lebih lanjut sehingga polinasi dan fertilisasi tetap dibutuhkan
(Dhillon et al. 1993 dalam Andrade-Rodriguez et al. 2004) .
Jumlah benih per buah dan benih utuh berkorelasi secara signifikan dengan
jumlah embrio per benih. Buah dengan banyak benih mempunyai embrio lebih
kecil daripada buah dengan sedikit benih yang menghasilkan beberapa embrio
yang besar. Ukuran embrio dipengaruhi oleh asal usul embrio, dari benih
monoembrioni atau benih poliembrioni. Embrio yang berkembang pada benih
monoembrionik lebih besar daripada yang berkembang pada benih poliembrioni.
(Andrade-Rodriguez et al. 2004).

Perkembangan Buah, Benih dan Perkecambahan Benih Jeruk
Proses pemasakan benih adalah perubahan-perubahan morfologik, fisiologik
dan fungsional yang terjadi dalam bakal buah dan bakal benih sejak fertilisasi
sampai terbentuk benih yang masak fisiologis (Mugnisjah dan Setiawan 1990).
Perkembangan buah jeruk dibagi menjadi tiga fase yaitu pembelahan dan
pembesaran sel bakal buah serta pemasakan buah. Pada fase awal, fruit set terjadi

7

setelah antesis. Pada awal perkembangan buah, flavedo tampak berwarna hijau
tua, merupakan jaringan yang aktif berfotosintesis (berklorofil) dengan jumlah
stomata relatif sedikit. Saat mendekati waktu masak, klorofil pada kulit buah
bagian flavedo perlahan hilang dan kloroplas menjadi kromoplas dengan banyak
karotinoid. Bagian dalam flavedo bergabung dengan albedo yang berwarna putih
dan membentuk jaringan spon (Spiegel Roy dan Goldscmidt 1996)
Sementara itu perkembangan benih di dalam buah secara fisiologi dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu 1) histodiferensiasi, 2) pembesaran sel karena terjadi
akumulasi cadangan makanan, dan 3) penurunan kadar air. Fase 1 merupakan fase
pembelahan sel yang dimulai setelah fertilisasi sehingga terbentuk zigot. Zigot
berkembang menjadi embrio serta berkembangnya endosperm. Embrio mencapai
fase awal perkembangan kotiledon (berat basah dan berat kering embrio
meningkat). Fase 2 merupakan fase pembesaran sel secara cepat disebabkan
akumulasi cadangan makanan. Pada fase III benih mencapai tingkat kemasakan
fisiologis maksimal yang ditandai dengan berat kering, viabilitas dan vigor
maksimal. Pada fase ini kadar air menurun dan hubungan antara benih dengan
funikulus terputus (Hartman et al. 1997).
Pembentukan benih tergantung pada kondisi fisiologi yang kompleks yang
tergantung asupan air, nutrisi dan hormon, dan sangat dipengaruhi oleh kompetisi
diantara bunga dan buah muda. Kondisi pada saat polinasi, fertilisasi dan
pembentukan embrio merupakan proses reproduksi yang sangat penting
mempengaruhi pembentukan buah dan benih (Frost dan Soost 1968)
Hampir pada semua species citrus benang sari dan putik masak secara
bersamaan. Ciri bunga jeruk pada fase antesis adalah kepala putik mengeluarkan
eksudat yang menyebabkan tepung sari bisa menempel dipermukaan stigma (Ray
2002). Penyerbukan bunga jeruk terjadi dengan bantuan serangga. Lebah madu
merupakan polinator utama terjadinya penyerbukan silang selain thrips dan
tungau. Angin juga dapat membantu penyerbukan tetapi merupakan faktor minor.
Penyerbukan sendiri dapat terjadi pada genotip yang self-compatible dengan
bantuan angin atau kontak langsung antara polen dan stigma (Spiegel-Roy dan
Goldscmidt 1996).
Kenampakan cincin berwarna coklat di antara ovarium dan benang sari
adalah tanda pertama fruit set. Fertilisasi terjadi 3 hari setelah terjadi polinasi atau
bahkan beberapa varietas jeruk dapat mencapai 4 minggu setelah polinasi.
Pembelahan zigot dimulai segera dan saat itu pula endosperm sudah multiseluler
(Spiegel-Roy dan Goldscmidt 1996)
Benih yang masak mempunyai empat komponen yang secara fisiologis
maupun ekologis penting bagi kelangsungan hidupnya yaitu kulit benih sebagai
pelindung, embrio, cadangan makanan serta enzim dan hormon yang diperlukan
untuk mencerna cadangan makanan dan untuk menyusun jaringan baru dalam
semai selama perkecambahan (Gardner et al. 1991). Volume terbesar benih jeruk
yang masak merupakan kotiledon yang mengandung lemak benih berkisar 5354% (Khan et al. 2003).
Benih dapat berkecambah meskipun belum mencapai masak fisiologis tetapi
vigor benih lebih lemah daripada benih yang telah mencapai masak fisiologis
(Copeland dan McDonald 2001). Benih jeruk mempunyai tipe perkecambahan
hypogeal (hypogeous), yaitu pada saat berkecambah kotiledon tetap berada di
dalam tanah. Ujung radikula memanjang ke bawah dan menembus kulit benih di

8

bagian mikrofilar. Sementara itu setelah mengalami fase istirahat, epikotil
memanjang ke arah atas dan ujung epikotil berkembang menjadi dua daun
pertama (Frost dan Soost 1968).

Penanda Molekuler
Potensi penggunaan penanda sebagai alat untuk melakukan karakterisasi
genetik telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu. Penanda bisa dikategorikan
sebagai penanda morfologi, sitologi dan yang terbaru adalah penanda molekuler
(Moritz dan Hillis 1996; Sessions 1996).
Penanda morfologi merupakan penanda yang telah banyak digunakan
karena penanda ini dapat dengan mudah diamati, seperti bentuk daun, warna
bunga, warna batang, warna kulit benih, bentuk benih dan sebagainya. Namun
penanda ini memiliki kelemahan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
memperlihatkan sifat menurun dominan/resesif, dan mempunyai tingkat
keragaman (polimorfisme) rendah atau jumlah yang sedikit (Tanksley et al. 1989).
Penanda Sitologi adalah penanda yang berhubungan dengan kromosom.
Contoh penanda sitologi yang telah dipergunakan di dalam pemuliaan tanaman
adalah jumlah kromosom, ukuran kromosom dan morfologi set kromosom
(Sessions 1996).
Penanda isoenzim merupakan penanda molekuler di tingkat protein yang
lebih awal berkembang dan paling sederhana. Polimorfisme protein dideteksi
dengan cara elektroforesis, dan perbedaan yang terdeteksi antar alel bergantung
pada pergantian asam-asam amino. Analisis genetik organisme tingkat tinggi
dengan isoenzim mempunyai keterbatasan apabila tanaman tidak mempunyai
penanda genetik yang spesifik. Hal ini disebabkan banyak isoenzim dipengaruhi
oleh perkembangan organisme (Soemartono et al. 1992).
Penanda molekuler di tingkat DNA mempunyai kelebihan dibanding
penanda molekuler isoenzim. Penanda ini mencerminkan perubahan pada tingkat
DNA sehingga menunjukkan jarak genetik yang sesungguhnya antara individu
secara akurat. Penanda molekuler di tingkat DNA yang telah berhasil digunakan
untuk mengidentifikasi semaian asal embrio zigotik dan semaian asal embrio
nuselar antara lain Inter-Simple Sequence Repeat Polymorfism (ISSR), Random
Amplified Polymorfic DNA (RAPD) dan Simple Sequence Repeat (SSR) (Ruiz et
al. 2000, Tusa et al. 2002, dan Andrade-Rodríguez et al. 2004)

Penanda SSR
Umumnya komposisi DNA eukariotik terdapat empat kelompok urutan
nukleotida, yaitu 1) unik (terdapat satu kopi genom), 2) berulang sedikit (terdapat
satu sampai sepuluh kopi), 3) berulang sedang (terdapat sepuluh sampai beberapa
ratus kopi per genom) dan 4) berulang sangat banyak (beberapa ratus sampai
beberapa juta kopi per genom (Yuwono 2005)
Penanda SSR atau lebih dikenal dengan penanda mikrosatelit merupakan
sekuen DNA yang bermotif pendek dan berulang dua, tiga, empat dan lima unit
nukleotida yang tersebar di sepanjang genom eukariotik (Powel et al. 1996).

9

Variasi jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus di antara genotipe-genotipe
yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan PCR (Polimerase Chain
Reaction) (Hamada et al. 1982).
Alel-alel DNA mikrosatelit berekspresi dalam bentuk kodominan. Sifat
tersebut memungkinkan untuk membedakan antara genotip homozigot dan
heterozigot,(Ruiz et al. 2000)
Penanda SSR telah dimanfaatkan untuk studi keragaman genetik dan
filogenetik jeruk (Gulsen dan Roose 2001, Golein et al. 2005, dan Hvarleva et al.
2008), identifikasi jeruk hibrida Tangor dan Murcot yang bersifat poliembrioni
(Oliveira et al. 2002), dan membedakan semaian dari embrio zigotik dan embrio
nuselus pada batang bawah Poncirus trifoliata (L.) Raf. var. ‘Flying Dragon’,
jeruk tangor ‘Ortanique’ dan Fortunella crassifolia Swing. Hasil penelitian pada
jeruk Clementin menunjukkan bahwa 6.6% dari 228 semaian yang dianalisis
menunjukkan genotipe yang off type (asal embrio zigotik).

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan, nurseri dan laboratorium
terpadu Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika di Tlekung, Batu,
Jawa Timur pada bulan April 2012 sampai dengan Januari 2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu benih dari lima tingkat kemasakan buah
berdasarkan warna kulit buah dan kekerasan buah. Pasir, pupuk dan pestisida
digunakan dalam persemaian benih JC. Bahan-bahan kimia digunakan untuk
pembuatan preparat metode irisan dan analisis DNA.
Alat yang digunakan yaitu alat-alat pertanian, mikroskop binokuler, alat-alat
laboratorium untuk analisis DNA, alat ukur dan kamera.

Metodologi
Percobaan I. Studi Poliembrioni Jeruk JC
Observasi awal dilakukan pada masing-masing 20 buah jeruk dari lima
tingkat kemasakan buah berdasarkan warna kulit buah dan kekerasan buah.
Kekerasan buah diukur dengan penetrometer tipe Effegi. Tingkat kemasakan buah
dibagi menjadi 5 kategori yaitu 1) buah warna hijau tua, keras (> 7 kg/cm2), 2)
buah warna hijau semburat kuning, agak keras (6-7 kg/cm2), 3) buah warna hijau
kekuningan, agak lunak (5-5.9 kg/cm2), 4) buah warna kuning > 90% merata,
lunak (4-4.9 kg/cm2) dan 5) buah warna kuning-orange, sangat lunak (< 4
kg/cm2). Keragaan warna kulit buah jeruk JC disajikan dalam Gambar 2.

10

Gambar 2

Buah jeruk JC tingkat kemasakan satu sampai dengan tingkat
kemasakan lima

Buah jeruk JC dipotong kemudian diperas sehingga dapat dipisahkan antara
benih dan sari buahnya. Benih digosok dengan menggunakan kasa untuk
menghilangkan musil yang menyelimuti benih dan dicuci bersih. Benih yang
digunakan hanya benih-benih dengan warna kulit yang seragam pada tiap tingkat
kemasakan. Benih-benih yang tidak berkembang diamati untuk melihat
perkembangan embrionya. Sebanyak 30 benih dikupas dan diamati di bawah
mikroskop binokular. Tolak ukur yang diamati adalah sebagai berikut :
1 Warna kulit benih
Benih yang digunakan sebagai sampel yaitu benih yang diambil dari benihbenih yang lebih banyak mempunyai persamaan warna kulit dalam setiap tingkat
kemasakan buah.
2 Rerata jumlah embrio per benih
Jumlah embrio masing-masing benih dihitung dan dijumlahkan kemudian
dibagi dengan jumlah sampel benih.

Keterangan:
e1 = jumlah embrio benih ke satu
en = jumlah embrio benih terakhir
3 Persentase poliembrioni
Persentase poliembrioni dihitung berdasarkan persentase benih yang
mempunyai embrio lebih dari satu dari total sampel benih yang diamati.

Persentase semaian poliembrioni dijabarkan menjadi persentase dua embrio
per benih, tiga embrio per benih, empat embrio per benih, lima embrio per benih
dan enam embrio per benih.
4 Warna embrio dominan
Warna embrio dominan diamati pada embrio terbesar di dalam benih.
Warna embrio dominan dibagi menjadi dua yaitu warna kotiledon dan warna
plumula, radikula.

11

Percobaan II Studi Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap Mutu
Fisik, Fisiologis Benih, Mutu Genetis dan Jumlah Semaian
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor
lima tingkat kemasakan benih berdasarkan kemasakan buah. Kriteria kemasakan
buah seperti halnya percobaan I. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga
terdapat 15 satuan percobaan dengan unit percobaan terdiri 100 benih.
Analisis statistika yang digunakan adalah sidik ragam dengan model
Rancangan Acak Kelompok satu faktor sebagai berikut:
Yij = µ + αi + ßj + Ɛ ij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan tingkat kemasakan ke-i, dan blok ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan tingkat kemasakan benih ke-i
βj = Pengaruh blok
εijk= Galat perlakuan tingkat kemasakan ke i
Benih disemai di dalam kotak persemaian yang berisi media pasir dengan
jarak tanam 10 cm x 10 cm kemudian diberi fungisida dan pestisida. Penyiraman,
dan pengendalian hama penyakit dilakukan sejak semai sampai dengan akhir
percobaan.
Mutu Fisik dan Fisiologis Benih
Pengujian benih untuk menentukan saat masak fisiologis dilakukan dengan
mengamati kecambah normal yang muncul sejak mulai tanam sampai dengan 30
hari setelah tanam. Benih yang menghasilkan kecambah normal lebih dari satu
tetap dihitung satu kecambah normal (ISTA 2010)
Mutu fisik dan fisiologis benih diduga menggunakan tolak ukur : Kadar Air
Benih (KA), Berat Kering 10 Benih (BKB), Indeks Vigor (IV), Kecepatan
Tumbuh Benih (KCT) dan Daya Berkecambah (DB).
1 Kadar Air Benih (KA)
Pengujian kadar air benih dihitung dengan metode langsung menggunakan
oven 103±2 oC selama 17±1 jam (ISTA 2010). Jumlah benih yang diuji 10 benih,
sebanyak tiga ulangan dari masing-masing perlakuan tingkat kemasakan buah.
Benih diris-iris tipis, dimasukkan dalam wadah aluminium kemudian dioven.
Benih yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit
kemudian ditimbang berat keringnya. Rumus pengukuran kadar air sebagai
berikut :

Keterangan :
KA = Kadar Air Benih
M1 = Berat cawan
M2 = Berat cawan + benih sebelum di oven
M3 = Berat cawan + benih sesudah di oven

12

2 Berat Kering 10 Benih (BKB)
Pengukuran berat kering benih dilakukan dengan mengeringkan 10 benih
dalam oven suhu 60 oC selama 3x24 jam, setelah didinginkan dalam desikator
beratnya ditimbang. Pengukuran dilakukan empat ulangan untuk setiap satuan
percobaan
3 Indeks Vigor (IV)
Indeks Vigor merupakan tolok ukur vigor yang dinilai berdasarkan
persentase kecambah normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama
(KN1) (Copeland dan McDonald 2001)

4 Kecepatan Tumbuh (KCT)
Pengamatan dilakukan dengan mengamati jumlah kecambah normal yang
muncul setiap hari (interval 24 jam) hingga pengamatan kecambah hitungan
terakhir.Kecepatan tumbuh benih dihitung berdasarkan jumlah pertambahan
persentase kecambah normal/etmal (Sadjad et al. 1999).

Keterangan :
KCT = Kecepatan Tumbuh
N = kurun waktu perkecambahan
d = persentase kumulatif kecambah normal per etmal
5 Daya Berkecambah (DB)
Pengukuran daya berkecambah benih berdasarkan ISTA (2010). Sebanyak
100 benih dari masing-masing perlakuan dikecambahkan dalam bak pasir.
Kecambah normal dihitung pada umur 21 hari (hitungan pertama) dan 30 hari
(hitungan kedua) setelah tanam (Mulsanti 2002).

Keterangan :
DB
= Daya Berkecambah Benih
KN I = jumlah kecambah normal pada hitungan pertama
KN II = jumlah kecambah normal pada hitungan kedua
Mutu Genetis dan Jumlah Semaian
Setelah pengujian perkecambahan (DB, IV, KCT) selesai dilakukan,
penyiraman, dan pengendalian hama penyakit terus dilakukan sampai dengan
akhir percobaan. Pemupukan mulai dilakukan dua bulan setelah tanam sampai
akhir percobaan. Mutu genetis dan jumlah semaian diamati saat tiga bulan setelah
tanam dengan tolak ukur sebagai berikut :

13

1 Daya Tumbuh Benih
Daya tumbuh dihitung saat tiga bulan setelah tanam untuk memberi
kesempatan benih-benih poliembrioni menghasilkan semaian. Pengamatan daya
tumbuh dilakukan berdasarkan jumlah benih yang tumbuh menjadi semaian
dibagi dengan jumlah benih yang ditanam. Multiple seedling hanya dihitung satu
semaian.

2 Persentase Multiple Seedling
Persentase multiple seedling dihitung berdasarkan persentase benih yang
menghasilkan semaian lebih dari satu pada setiap unit percobaan.

Keterangan :
∑ BTMS = Jumlah benih tumbuh menjadi multiple seedling.
∑ BTS = Jumlah benih yang tumbuh menjadi semaian (multiple seedling dan
semaian tunggal).
Persentase multiple seedling jeruk JC dijabarkan menjadi persentase dua
semaian per benih, tiga semaian per benih dan empat semaian per benih.
3 Total Semaian Hidup
Total semaian hidup dihitung berdasarkan total semaian yang tumbuh pada
setiap unit percobaan. Multiple seedling dihitung secara keseluruhan.
4 Persentase Semaian Off type
Persentase semaian off type dihitung berdasarkan persentase semaian off
type dari total semaian hidup. Semaian off type yang dihitung yaitu semaian yang
secara morfologi berbeda dengan semaian JC pada umumnya (true to type)

5 Total Semaian True to type
Persentase semaian true to type dihitung berdasarkan persentase semaian
true to type dari total semaian hidup.

Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA)
dengan bantuan software SAS 9.0. Apabila diperoleh hasil analisis ragam yang
berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.

14

PERCOBAAN III Identifikasi Semaian Jeruk dengan Penanda Morfologi
dan Penanda Molekuler
Identifikasi Semaian Jeruk dengan Penanda Morfologi
Sebanyak 12 sampel semaian dari percobaan II digunakan dalam percobaan
III. Semaian no 1, 2, dan 3 merupakan sampel dari semaian true to type (semaian
denga