Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton Dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring

ANALISIS MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DENGAN
PENDEKATAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI
BERBASIS PONTOON MOORING

DOMEY LOWITS MONIHARAPON

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Analisis Migrasi
Diurnal Zooplankton dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis
Pontoon Mooring adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Domey Lowits Moniharapon
C562100021

RINGKASAN
DOMEY LOWITS MONIHARAPON. Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton
dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi Berbasis Pontoon Mooring.
Dibimbing oleh INDRA JAYA dan HENRY MANIK, SRI PUJIYATI, TOTOK
HESTIRIANOTO, AUGY SYAHAILATUA
Zooplankton adalah hewan renik yang memegang peranan penting dalam
sistem rantai makanan di laut.Keberadaan dan tingkah lakunya sangatlah penting
untuk diketahui, karena dengan menelitinya kita dapat memahami perilaku
organisme dengan lebih tepat. Penelitian migrasi diurnal zooplankton secara
akustik di Indonesia masih jarang dilakukan, keterbatasan peralatan dan biaya
riset menjadi kendala yang sangat kuat disamping minat untuk meneliti.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1).Mengembangkan dan
mengaplikasikan pontoon mooring sebagai platform apung penelitian kelautan
stasioner. 2).Mengaplikasikan teknik akustik frekuensi tinggi untuk pengamatan
migrasi diurnal zooplankton 3).Menganalisis migrasi diurnal zooplankton pada

perairan yang semi tertutup dan oseanik sebagai masukan dalam studi yang
berhubungan dengan faktor fisik dan biologi.
Teknik pengamatan migrasi diurnal telah dilakukan dengan menggunakan
akustik frekuensi tinggi serta penggunaan pontoon mooring sebagai suatu
platform apung stasioner untuk pengamatan zooplankton. Analisis biologi
zooplankton dan kondisi oseanografi yang membentuknya dilakukan untuk
memverifikasi dengan hasil deteksi akustik yang saling mempengaruhi, karena
nilai akustik volume hambur balik merupakan ekspresi dari agregasi zooplankton
pada kolom perairan.
Ponton Mooring layak secara teknis sebagai platform apung dilaut karena
memiliki daya muat yang sangat baik dengan immersion depth 1cm untuk
pertambahan bobot 100 kg, kecepatan dapat mencapai 5,5 knot dengan power
sebesar 10.41 HP. Pergeseran terkecil rata-rata untuk stasioner 24 jam mencapai
13 meter dengan kekuatan arus 0,4-3.5 cm/det.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat akurasi dari CruzPro secara
teknis dapat dipertanggungjawabkan karena menghasilkan nilai pengukuran yang
baik. Statistik uji yang dipakai yaitu regresi linier didapatkan nilai kekuatan
hubungan sebesar r=0,661 untuk CruzPro dan r= 0.93 untuk SIMRAD EK 500
dalam posisi stasioner, sedangkan CruzPro secara stasioner r= 0.51 dan r= 0.22
pada keadaan hanyut.

Penelitian migrasi diurnal zooplankton pada teluk Ambon Bagian Dalam
yang merupakan perairan semi tertutup menunjukan pada waktu siang hari
zooplankton menyebar hampir merata diseluruh perairan dengan nilai volume
hambur balik -96.50 dB sampai -98.22 dB hal ini menunjukan agregasi yang
tidak padat, sedangkan pada malam hari dengan nilai volume hambur balik 94.45 dB sampai -97.57 dB menunjukan agregasi yang padat. Nilai kekeruhan
berbanding linier dengan volume hambur balik zooplankton, nilai kekeruhan 2.1
FTU pada malam hari dengan volume hambur balik -96.92 dB dan pada siang
hari kekeruhan 0.7 FTU dengan volume hambur balik -96.69 dB. Hal ini
mengindikasikan semakin padat zooplankton semakin keruh perairan. Model
Pendugaan Y = -97.129 + 0.0002 Calanoida + 0.00001 Cyclopoida. Agregasi

zooplankton hampir berada pada lapisan permukaan 0-25 meter untuk setiap
waktu pengamatan, diduga faktor oseanografis dengan nilai konsentrasi Klorofil
yang tinggi yang mempengaruhinya. Nilai konsentrasi klorofil pada kedalaman
ini dapat mencapai 2.1 mg/m3.
Kata kunci : Akustik zooplankton, Volume hambur balik, Migrasi diurnal

SUMMARY
DOMEY LOWITS MONIHARAPON. Zooplankton Diurnal Migration with High
Frequency Acoustic-Based Approach Mooring Pontoon. Supervised by INDRA

JAYA and HENRY MANIK, SRI PUJIYATI, TOTOK HESTIRIANOTO,
AUGY SYAHAILATUA
Zooplankton are microscopic animal that play an important role in the
food chain system in the sea. The existence and behavior is very important to
understand, because the organisms examined to understand its behavior. Diurnal
migration zooplankton research in acoustic in Indonesia is still rarely perfomed,
limitations of equipment and the cost of research in to a very strong constraint.
The purpose of this study was : 1).Developing and applying pontoon
mooring as a platform floating marine research stasionary. 2).Applying high
frequency acoustic technique for observation diurnal migration of zooplankton
3).Analyzing the diurnal migration of zooplankton in a semi enclosed waters and
oceanic as input in studies related to physical and biology factors.
Diurnal migration observation technique has been perfomed using high
frequency acoustic mooring pontoon as well as the use of a stasionary floating
platform for observations of zooplankton. Zooplankton biology analysis and
oceanographic condition are perfomed to verify the results of the acoustic
detection, because the value of acoustic scattering volume is an expression of
aggregation of zooplankton in the water column.
Mooring pontoon is technically feasible as an observation platform
floating in the sea because it has a very good fit with the immersion depth of 1 cm

for a weight gain of 100 kg and can reach speed up to 10.14 HP. The smallest
average shift for a 24 hours stasionary is 13 meters with a current speed of 0.4-3.5
cm/sec.
The results analysis in linear regression relationship between acoustic
backscattering and zooplankton concentration obstained are r = 0.661 for CruzPro
and r = 0.93 for SIMRAD EK 500 in a stasionary position, while in a stasionary
CruzPro r = 0.51 and r = 0.22 in the state of drifting.
Diurnal migration of zooplankton respectively inside of the bay of Ambon
semi enclosed aquatic waters show that at noon zooplankton spread almost evenly
throughout the waters with the value of the scattering volume -98.22 dB to -96.50
dB. On the relationship between volume scattering and zooplankton estimation
model obtained is Y = -97.129 + 0.0002 calanoida + 0.00001 Cyclopoida.
Aggregation of zooplankton closer to the surface layer of 0-25 meters can reach
up to 2.1 mg/m3.

Keywords : Acoustic zooplankton, Scattering volume, Diurnal migration

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DENGAN
PENDEKATAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI
BERBASIS PONTOON MOORING

DOMEY LOWITS MONIHARAPON

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
Pada
Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Ujian Tertutup : 21 Juli 2014
Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Setyo Budi Susilo, M.Sc
2. Dr Djisman Manurung, M.Sc

Ujian Terbuka : 27 Agustus 2014
Penguji Luar Komisi : 1. Dr Chandra Nainggolan, M.Sc
2. Dr James P Panjaitan, M.Sc
Penguji Kehormatan : Prof Dr Bonar P Pasaribu, M.Sc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih
dan sayang-Nya sehingga Disertasi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 sampai November 2013 adalah
“Analisis Migrasi Diurnal Zooplankton dengan Pendekatan Akustik Frekuensi Tinggi
Berbasis Pontoon Mooring”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Indra Jaya, M.Sc selaku

ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir Henry M Manik,MT,Ph.D, Ibu Dr Ir Sri Pujiyati,
M.Si, Bapak Dr Totok Hestirianoto, M.Sc serta Bapak Augy Syahailatua, M.Sc, Ph.D
selaku anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing sehingga
disertasi ini dapat diselesaikan. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada
Kepala Laboratorium Akustik dan Instrumentasi IPB, Kepala Balai Konservasi Biota
Laut LIPI Ambon atas bantuan peralatan dan fasilitas pengolahan data. Kru Kapal Baruna
Jaya VII, kru Kapal Pontoon Pontamin CNBK, Asep Ma’mun, J Lekalete,Ny Omi
Hehakaja, Malik Abdul,La Imu, Tusi Sirang, La Elson atas bantuannya selama penelitian
dan analisa data. Terimakasih disampaikan kepada NUFFIC melalui MDF Indonesia di
Bali atas dukungan dana pendidikan dan penelitian.
Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada istri tercinta Merry
Christie Takasihaeng anak-anak Chidorito Rokry, Niorie Kalmia, Merlodafra Gambaro,
Prinzessin Chikara Moniharapon, atas kesabaran dan dukungan doa serta kasih sayang
selama studi. Kedua orang tua tercinta yang membesarkan dan mendidikku, Tontjie
Moniharapon (Almarhum) dan Ritje Ang Manginsela (Almarhumah) serta seluruh
Saudaraku kakak-kakak Merryvioletty, Angcyvioletta, Trijunianto, Silcyljeova, Solly
Deola (Almarhumah) dan adik-adik Mechiavel, Debby Dijola, Erynola Moniharapon,
Kedua orang tuaku di Manado: David Takasihaeng dan Marietje Takasiaheng-Ussu serta
saudaraku Vidrie Gracia Takasiheng; Ipar di Manado; Jan Soukotta,Johan Sahetapy, Roy
Lapalesa; di Papua Nugini Didik Wisnu Wijayanto sebagai atase pendidikan RI. Seluruh

kemenakan di Ambon: Revelto, Anggiolen, Velin Moniharapon; Erdiko, Tontjie
Wijayanto; di Manado Villian, William , Dwarz Soukotta, Jeofer dan Marcelia Sahetapy,
Quellkenko Lapalesa, di Makassar Raviolaf ( Almarhum), Resio, Moritz, Ranty
Titaheluw. Atas dukungan moril maupun materil serta kasih sayangnya selama ini.
Teman-teman seangkatan ; Romie Jonerie, Muhammad Syahdan dan Nurhalis
Wahidin atas keakraban dan canda serta ketulusan dalam menjaga perjuangan yang suci
untuk menuju hidup yang lebih baik, tetap semangat. Teman-teman PERMAMA Bogor,
atas partisipasi dan keakraban selama studi. Akhirnya pekerjaan perintisan adalah sangat
berat dan sulit, kami sudah tahu …tetapi kami akan terus melakukan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014

Domey Lowits Moniharapon
C562100021

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
1
Identifikasi masalah
2
Perumusan masalah
2
Alternatif pemecahan masalah
3
Pembatasan masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
Kerangka Pemikiran
4
Kebaharuan Penelitian
5
RANCANG BANGUN DAN UJI LAPANG PONTOON MOORING
Pendahuluan

6
Bahan dan metode
6
Hasil dan pembahasan
8
Simpulan
18
PENGGUNAAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI DALAM PENGAMATAN
MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON
Pendahuluan
19
Bahan dan metode
20
Hasil dan pembahasan
24
Simpulan
28
OBSERVASI MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DI TELUK AMBON
SEBAGAI PERAIRAN SEMI TERTUTUP
Pendahuluan
29
Bahan dan metode
29
Hasil dan pembahasan
31
Simpulan
41
OBSERVASI MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON DI LAUT BANDA
SEBAGAI PERAIRAN OSEANIK
Pendahuluan
42
Bahan dan metode
43
Hasil dan pembahasan
44
Simpulan
55
PEMBAHASAN UMUM
56
SIMPULAN DAN SARAN
57
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
61
RIWAYAT HIDUP
94

DAFTAR TABEL

1. Spesifikasi teknis pontoon
8
2. Hidrostatis pontoon mooring
13
3. Kecepatan tahanan dan power
13
4. Pegukuran tinggi draft akibat penambahan beban muat pontoon
14
5. Perpindahan pontoon ditambat dan tanpa tambatan
15
6. Statistik pergeseran pontoon pada teluk Ambon bagian dalam
16
7. Statistik pergeseran pontoon pada teluk Ambon bagian luar
17
8. Perbandingan biaya penggunaan pontoon dengan wahana lain
18
9.Spesifikasi peralatan akustik
20
10.Nilai volume hambur balik dan kelimpahan zooplankton stasioner 2 jam
24
11.Nilai volume hambur balik dan kelimpahan teluk Ambon Dalam dan luar
27
12.Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman di Teluk Ambon
31
13.Deskripsi statistk agregasi zooplankton menurut kedalaman di Teluk Ambon 33
14.Deskripsi statistik zooplankton menurut waktu di teluk Ambon
34
15.Hasil Regresi linier berganda kontribusi zooplankton calanoida di teluk Ambon 40
16.Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman di Laut Banda
44
17.Deskripsi statistik zooplankton laut Banda menurut kedalaman di Laut Banda 45
18.Deskripsi statistik zooplankton laut Banda menurut waktu di laut Banda
47
19. Hasil Regresi linier berganda kontribusi zooplankton calanoida di laut Banda 54
DAFTAR GAMBAR
1.Kerangka pikir penelitian
2.Potongan orthogonal pontoon
3.Denah ukuran pontoon
4.Perspektif pontoon pandangan samping
5.Ukuran pontoon
6.Pontoon sebenarnya pandangan samping belakang
7.Ukuran pontoon tampak samping
8.Pontoon sebenarnya tampak belakang
9.Rencana garis pontoon mooring
10.Pola pergeseran pontoon pada teluk Ambon dalam
11.Pola pergeseran pontoon pada teluk Ambon luar
12.Plot target strength versusu frekwensi untuk berbagai organisme
13.Diagram alir dan pemrosesan data akustik
14.Plot regresi nilai scattering volum dan kelimpahan di teluk Ambon dalam
15.Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk banda
16.Plot regresi nilai volume hambur balik dan kelimpahan di Teluk Ambon
17.Plot regresi nilai volume hambur balik di Teluk Ambon luar
18.Peta lokasi penelitian teluk Ambon
19.Nilai scattering volume menurut waktu dan kedalaman

5
8
9
10
10
11
11
11
12
16
17
21
22
25
25
28
28
30
32

20.Sebaran SV (dB) dan kedalaman (m) di Teluk Ambon bagian dalam
21.Sebaran SV (dB) dan waktu (jam) di Teluk Ambon bagian dalam
22.Komposisi zooplankton menurut waktu pengamatan
23.Komposisi zooplankton menurut kedalaman
24.Sebaran menegak oseanografi teluk Ambon dalam
25.Komposisi zooplankton menurut famili
26.Presentase kelompok zooplankton
27.Lokasi penelitian laut Banda
28.Nilai volume hambur balik menurut waktu dan kedalaman di laut Banda
29.Sebaran nilai SV (dB) terhadap kedalaman (m) di laut Banda
30.Sebaran nilai SV (dB) terhadap waktu (jam) di laut Banda
31.Komposisizooplankton berdasarkan waktu pengamatan di laut Banda
32.Komposisi zooplankton berdasarkan kedalaman di laut Banda
33.Sebaran menegak oseanografi di laut Banda
34.Kelimpahan zooplankton berdasarkan famili
35.Presentase kelimpahan zooplankton di laut Banda

33
34
35
36
38
39
39
44
45
46
47
49
49
51
53
53

DAFTAR LAMPIRAN
1.Hidrostatis pontoon mooring untuk Displacemen 3.6 ton
2.Hidrostatis pontoon mooring untuk Displasemen 4.6 ton
3.Hidrostatis pontoon mooring untuk Displacemen 5.6 ton
4.Hasil olahan Marxsurf untuk kecepatan , tahanan dan power pontoon
5.Grafik holtrop untuk pontoon mooring
6.Pontoon tampak samping kiri
7.Perpektif pontoon mooring
8.Foto pontoon jadi
9.Kalibrasi CruzPro
10. Image hasil olahan cruzPro
11.Image hasil olahan echoview 4.8
12.Regresi scattering volume versus kelimpahan di teluk Ambon
stasioner 2 jam
13.Regresi scattering volume versus kelimpahan di Teluk Banda
Stasioner 2 jam
14.Regresi scattering volume versus kelimpahan di teluk Ambon
Dalam stasioner 24 jam
15.Regresi scattering volume versus kelimpahan di laut Banda
Drifting 1 jam pada setiap stasiun
16.Regresi scattring volume versus kelimpahan di Teluk Ambon
Luar stasioner 24 jam
17.Koleksi zooplankton Teluk Ambon
17.Koleksi zooplankton laut Banda
19.Dokumentasi penelitian Teluk Ambon dan laut Banda

61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
75
78
82
85
88
90
92

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia memiliki dua pertiga dari luas daratannya adalah laut. Beberapa
dekade terakhir berbagai pemantauan fenomena kelautan diarahkan untuk
memantau secara terus menerus faktor fisik dan biologi serta kimia laut, di satu
sisi ada tantangan untuk dapat memahami fenomena kelautan dan keaneka
ragaman hayati yang cukup tinggi pada perairan Indonesia, di sisi yang lain
penelitian kelautan memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga riset kearah ini
sangat terbatas.
Semakin banyak lagi diperlukan masukan teknologi kelautan untuk
memperkaya riset kelautan yang lebih komprehensif dan berkesinambungan.
Masukan dan pengembangan teknologi kelautan dapat memantau fenomena
kelautan secara terus menerus, sehingga hubungan antara kekuatan fisik dan
biologi di laut dapat diteliti. Selain itu penggunaan teknologi untuk menguji
konsep-konsep baru serta memahami bagaimana perilaku dan pengaruhnya
terhadap organisme.
Salah satu metode pengamatan yaitu metode hidroakustik yang merupakan
metode pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik, antara
lain : Echo sounder, Fish finder, SONAR dan ADCP (Acoustic Doppler Current
Profiler). Perangkat ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan
pendeteksian. Keunggulan komperatif metode ini adalah berkecepatan tinggi,
deteksi pada jarak jauh serta memperoleh data secara real time. Beberapa kajian
telah dilakukan dengan menggunakan teknik ini (MacLennan dan Simmonds,
1992) . Pengamatan mengenai pola migrasi diurnal zooplankton menggunakan
teknik ini, karena pengamatan dilakukan pada jarak jauh tanpa mengganggu
organisme tersebut.
Zooplankton adalah hewan mikroskopis di laut yang memiliki
karakteristik dan bentuk yang khas. Secara kolektif zooplankton berada di seluruh
lapisan kolom perairan. Zooplankton memainkan peranan penting dalam
produktifitas biologi dilaut, sehingga keberadaanya dapat mengindikasikan tingkat
kesuburan lingkungan perairan dan merupakan pakan alami bagi ikan kecil dan
hewan lainnya.
Pengamatan zooplankton dalam waktu yang lama memerlukan suatu
wahana yang cocok untuk melakukannya, serta dapat berpindah tempat untuk
melakukan pengamatan terhadap fenomena yang dimaksud. Pengamatan tersebut
juga harus dapat dioperasikan pada perairan dangkal atau pesisir, teknik yang
paling sesuai yaitu mengembangkan wahana yang dapat secara otonom
dioperasikan untuk mengamati fenomena pada perairan pesisir menjadi tantangan
tersendiri. Penggunaan akustik frekuensi tinggi untuk mengamati zooplankton
telah dilakukan diantaranya :
- Wiebe dan Greene, 1994 : ” The use of high frequency acoustics in the
study ofzooplankton spatial and temporal patterns “ yang menyimpulkan bahwa
pengetahuan tentang tata ruang tiga dimensi populasi zooplankton dan perubahan
struktur merupakan hal yang fundamental untuk studi tentang dinamika
zooplankton. Sistem akustik frekwensi tinggi (100 kHz-1MHz) mampu
menyelesaikan secara simultan individu zooplankton dan volume pemetaan laut

2

yang besar. Pendekatan ini menyediakan penelitian dengan alat-alat baru untuk
menyelidiki proses pengendalian distribusi dan kelimpahan zooplankton.
Fleksibilitas dari sistem bioakustik dicontohkan oleh berbagai modus penyebaran
yang sudah ada, termasuk penggunaan submersibles, kendaraan operasi jarak
jauh (rov), towed bodies, system net, mooring dan bouy. Pengolahan dan
interpretasi data bioacustical membutuhkan pengembangan substansial. Model
teoritis volume hamburan balik dari zooplankton dan visualisasi dari data set tiga
dimensi sangat diperlukan. Keterbatasan dalam sistim ini adalah ketidakmampuan
untuk membedakan dan mengidentifikasikan spesies, ini adalah halangan dasar
dalam kuantifikasi komposisi.
- Ashijan et al.(2006) : “ Spatial and Temporal Variability of Zooplankton
Thin Layers: The Effect of Composition and Orientation on Acoustic Detection of
Layers “ menjelaskan bahwa tujuan utama jangka panjang penelitian ini adalah
memahami mekanisme fisik dan biologis pembentukan dan pemeliharaan lapisan
tipis zooplankton. Karena zooplankton dapat menyebarkan suara yang kuat, maka
Instrumen akustik adalah efektif untuk mendeteksi dan mendeskripsikan lapisan
tipis zooplankton. Dengan menggunakan kombinasi instrument (akustik, image
optic,ADCP,CTD, sensor biooptik) dan platform sampling (armada glidder dan
perlengkapan profiling) dapat ditentukan skala temporal dan spasial backscatter
akustik zooplankton dari aggregasi, komposisi taksonomi dan ukuran zooplankton
pada lapisan tersebut serta asosiasi lapisan tipis tersebut dengan parameter fisik.
Dalam disertasi ini penggunaan akustik frekuensi tinggi dan teknik
pengamatan secara stasioner dengan menggunakan pontoon mooring sebagai
platform apung telah dilakukan dan dipilih untuk melihat fenomena migrasi
diurnal zooplankton. Penggunaan teknik mooring dengan menggunakan
echosounder CruzPro serta SIMRAD EK 500 dan rancang bangun pontoon
mooring merupakan teknik pengamatan organisme laut untuk menjawab hal
dimaksud, yang merupakan model pengamatan laut masa depan pada perairan
pessisir di Indonesia.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapat diidentifikasi bahwa:
a.Penelitian kelautan di Indonesia dalam relatif masih terbatas khususnya,
penelitian dinamika zooplankton laut.
b.Keterbatasan penelitian dinamika zooplankton belum banyak dilakukan karena
fasilitas dan biaya yang terbatas.
c.Penelitian dinamika zooplankton adalah sangat penting dilakukan karena
berhubungan dengan faktor fisik dan biologi perairan.

Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
a.Penelitian analisis migrasi diurnal zooplankton dengan menggunakan sistem
akustik merupakan alternatif jawaban bagi penelitian dinamika zooplankton.

3

b.Penggunaan pontoon mooring dan CruzPro merupakan pilihan untuk mengatasi
kekurangan fasilitas dan biaya bagi penelitian kelautan.
c.Penelitian migrasi diurnal zooplankton dapat memberikan kontribusi bagi
pemahaman yang lebih baik terhadap pengembangan akustik zooplankton,
khususnya dalam hubungan dengan faktor fisik dan biologi zooplankton.

Alternatif Penyelesaian Masalah
Alternatif penyelesaian masalah berkaitan dengan pendekatan akustik untuk
mengamati migrasi diurnal zooplankton dengan penggunaan CruzPro dan pontoon
mooring dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
a.Pemakaian Pontoon mooring untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton
sebagai wahana apung penelitian stasioner, diharapkan dapat menjawab
kekurangan selama ini.
b.Penggunaan scientific echosounder memerlukan biaya tinggi dan sangat
terbatas, penggunaan CruzPro Fish Finder merupakan alternatif jalan keluar
dari keterbatasan ini.
c.Aplikasi metode akustik untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton
merupakan pilihan yang tepat untuk studi yang berhubungan dengan dinamika
zooplankton.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penggunaan akustik frekuensi tinggi bagi pengamatan
migrasi diurnal zooplankton adalah :
a.Pemakaian pontoon mooring dan CruzPro dilakukan untuk melihat agregasi
zooplankton selama 24 jam di Teluk Ambon, dilakukan juga pengukuran
dengan Simrad EK500 di Laut Banda, sebagai data pembanding untuk melihat
migrasi diurnal.
b.Pengunaan dua peralatan dan dua wahana apung pada lokasi yang berbeda
tidak menjadi masalah dalam perolehan data, karena semua parameter
lingkungan dan peralatan dimasukan pada saat pengolahan data.
c.Persyaratan teknis Pontoon mooring dan cruzPro akan dilakukan dengan
didasari oleh teori dan prinsip teknis yang diperlukan sesuai peruntukannya.

Tujuan penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
a.Rancang bangun pontoon mooring dan uji cobanya sebagai wahana apung
penelitian kelautan stasioner dalam mengamati migrasi diurnal zooplankton.
b.Mengaplikasikan akustik frekuensi tinggi untuk pengamatan migrasi diurnal
zooplankton dengan menggunakan pontoon mooring dan CruzPro serta
SIMRAD EK 500
c.Menganalisis migrasi diurnal zooplankton pada perairan yang semi tertutup dan
oseanik sebagai masukan dalam studi yang berhubungan dengan faktor fisik dan
biologi dari zooplankton.

4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian kelautan,
khususnya fenomena migrasi diurnal zooplankton dengan penggunaan peralatan
yang tidak terlalu mahal dan dapat dilakukan secara stasioner, sehingga menjadi
model penelitian laut, guna diterapkan bagi pengamatan fenomena lain yang
stasioner di Indonesia khususnya perairan pesisir.

Kerangka Pemikiran
Sistim deteksi zooplankton dan mikronekton adalah memancarkan
gelombang/pulsa suara dan menganalisis gelombang/pulsa suara dari organisme.
Tingginya tingkat penyerapan suara dengan panjang gelombang yang pendek
pada frekuensi tinggi oleh air laut menjadi sebab sehingga harus deteksi pada
jarak dekat (Dipakai sistim V fin atau towed body). Holliday dan rekannya telah
menyempurnakan sistim ini yang disebut MAPS ( Multy-frekwensi Acoustical
Profiling System) yang dapat digunakan
untuk profiling kolom air.
Pengembangan lebih lanjut dengan menggunakan ROV seperti Benthos Sea Over,
BIOSPAR ( Bioacoustical Sensing Platform and Relay) adalah dual beam akustik
profiling yang dapat mengukur kelimpahan, struktur ukuran dan distribusi
zooplankton secara vertikal dari lokasi ke stasiun pantai dengan teknik telemetri
(Enrenberg, 1989). Penggunaan lain yaitu ADCP (Acoustic Doppler Current
Profiler) untuk penelitian zooplankton dan mikronekton telah dilakukan oleh ahli
akustik yang lain (Flag dan smith, 1989; Plueddeman dan Pinkel, 1989) yang
memberi dasar bagi pengamatan zooplankton pada pengamatan yang stasioner.
Penelitian migrasi diurnal zooplankton merupakan suatu penelitian yang
memerlukan persyaratan utama yaitu dengan menggunakan teknik mooring.
Penggunaan teknik mooring ini akan menjamin hasil yang lebih baik, karena
pengamatan harus dilakukan dalam waktu 24 jam dalam posisi yang stasioner.
Kesalahan utama yang sering ditemukan yaitu hasil deteksi yang diperoleh tidak
sejalan dengan zooplankton yang diamati. Penggunaan sistim akustik frekuensi
tinggi untuk pengamatan migrasi diurnal zooplankton dan penggunaan pontoon
moring adalah suatu paket teknologi yang dapat menjamin hasil pengamatan dan
hasil analisis yang baik. Pontoon mooring merupakan suatu wahana apung yang
dirancang dan digunakan untuk melakukan pengamatan migrasi diurnal
zooplankton. Syarat utama yang diperlukan oleh suatu wahana penelitian yang
stasioner adalah memiliki pergerakan dan pergeseran yang relatif kecil, serta
mampu untuk dioperasikan di laut.
Pola migrasi diurnal untuk perairan semi tertutup adalah berbeda dengan
perairan oseanik yang memiliki ciri tersendiri sehubungan dengan faktor fisik dan
biologi pembentuknya. Agregasi zooplankton akan sangat tergantung dari
perubahan lingkungan sekitar. Zooplankton adalah hewan yang digolongkan
dalam organisme yang kecil (renik) sehingga perubahan kecil faktor fisik dan
biologi dapat mempengaruhi aktivitasnya. Dengan demikian kerangka pikir
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

5

Studi Literatur

Sistim Akustik
Frekuensi Tinggi:
CruzPro dan Simrad
EK 500

Pontoon Mooring
:Rancang bangun,
Uji Lapang dan
unjuk kerja

Observasi Migrasi Diurnal
Zooplankton

Analisis Migrasi
Diurnal
Zooplankton

Pola migrasi
Diurnal Perairan
semi tertutup dan
oseanik

Kelayakan Teknis
Pontoon Mooring
dan CruzPro

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Kebaruan Penelitian
Kebaruan atau Novelty adalah menghasilkan konsep pengamatan migrasi
diurnal zooplankton dengan berbasis pontoon mooring yang memiliki ketepatan
dalam deteksi organisme zooplankton dan model pendugaan nilai hambur balik
zooplankton untuk perairan semi tertutup dan perairan oseanik, bagi pengkayaan
penelitian akustik zooplankton di Indonesia.

6

RANCANG BANGUN DAN UJI LAPANG PONTOON MOORING

Pendahuluan
Semakin dirasakan ada tantangan untuk lebih serius dalam meneliti
fenomena perairan pesisir dengan intensitas yang harus ditingkatkan. Model
pengamatan pola tingkah laku organisme laut, faktor lingkungan dan tekanan
manusia menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Beberapa dekade ini, berbagai
strategi pemantauan dan teknik telah digunakan untuk melakukan penelitian di
laut. Hal ini dimaksudkan untuk memahami hubungan antara kekuatan fisik dan
biologi di laut, langkah yang diambil adalah dengan cara menggunakan teknologi
untuk menguji konsep-konsep baru serta memahami bagaimana pengaruh
terhadap fenomena yang diuji. Pengetahuan tentang tata ruang tiga dimensi
populasi zooplankton dan perubahan struktur melalui waktu merupakan hal
fundamental untuk studi tentang dinamika komunitas plankton (Chu et al. 1992).
Pemahaman tentang hal ini memerlukan suatu wahana penelitian yang
representatif. Di Indonesia penelitian seperti ini belum banyak dilakukan karena
membutuhkan biaya yang relatif mahal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
telah dirancang suatu wahana apung yang stasioner dalam bentuk pontoon yang
dapat bergerak dan berpindah tetapi dapat dimooringkan, sehingga diharapkan
dapat digunakan untuk penelitian akusik kelautan, oseanografi dan biologi laut.

Bahan dan metode
Rancang bangun pontoon dilakukan diawali dengan membuat skets pontoon,
setelah dibuat skets pontoon dilakukan penyiapan bahan untuk pembuatan
pontoon.Pembuatan pontoon dimulai Juni 2012 dan selesai Juni 2013. Uji coba
untuk riset berlangsung pada September 2013.
Penggambaran pontoon
menggunakan software Sketchup dan prespektif pontoon menggunakan software
Lumio kedua software ini untuk menggambarkan detail dari pontoon secara
arsitektur dan pandangan animasi secara perspektif. Penggunaan software
Maxsurf 12 untuk menggambarkan secara perkapalan (lines Plan) serta
perhitungan hidrostatik. Dalam perhitungan hidrostatik formula yang dipakai
adalah sebagai berikut :
-Volume Displacement (Dv) dihitung dengan rumus (Wattson, 1988) sebagai
berikut :
Dv = LWL x T x Cb x γ (Ton) …………………………………………… (1)
dimana : LWL = Panjang garis air (m)
T
= Sarat pontoon (m)
Cb = Koefisien Blok
γ
=Massa jenis air laut (ton/m3)
-Ton Per Centimeter Immersion (TPC) dihitung dengan rumus (Parson, 2001)
sebagai berikut :
TPC = (Aw/100) x γ (Ton) ..........................................................................(2)
dimana : Aw = Luas Bidang garis air (m)
γ = Massa jenis air laut (ton/m3)

7

-Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) dihitung dengan rumus
(Parson, 2001) sebagai berikut :
MTC = D x GMt / 100 x L ( Ton/m) .............................................................(3)
dimana : D = Displacement ( Ton)
GMt = Jarak antara titik berat kapal dan metacenter secara
Melintang (m)
-Hambatan kapal total dengan rumus (Lewis, 1988) sebagai berikut :
Rt = 1/2 x p x V2 x Stot x (Cf (1+k)+CA)+ Rw/W xW (kN) .................................. (4)
dimana :p= Massa jenis air laut ( 1025 kg/m3)
V = Kecepatan pelayaran ( m/det2)
Stot= Luas permukaan basah kapal (m)
Cf= Koefisien gesekan
k = Efektif form faktor
CA = Korelasi model kapal
Rw = Hambatan gelombang (kN)
W = Displacement weight (N)
-Perhitungan Daya motor dihitung dengan rumus (Parson,2001) sebagai berikut :
PB = PD/ ᶯs x ᶯrg (kW) ............................................................................. (5)
dimana : PD= Delivered Power Propeler (kW)
ᶯs = Efisiensi poros (0.98)

ᶯrg= Efisiensi roda gigi (0.98)
Pergeseran pontoon dihitung dengan menggunakan data posisi pada saat survei
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Menghitung jarak titik posisi yang sering muncul (Modus) Po (xo,yo) terhadap titik
perpindahan posisi Pi (xi –yi ) dengan rumus (Hill dan Wilkinson, 2004) adalah :
2

2

2

Dt = (x0 – xi) +(yo –yi) (m) ………………………………………………… (6)
Menghitung selisih jarak rata-rata adalah :
 = ∑  /n (m) ……………………………………………………………. (7)
dimana :Xo,Y0 = Posisi yang sering muncul
Xi,Yi = Posisi perpindahan
Perhitungan dilakukan pada keadaan saat survei selama 24 jam untuk melihat
unjuk kerja dari pontoon sebagai suatu wahana apung yang stasioner untuk dua
lokasi penelitian yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon bagian
Luar.

8

Hasil dan pembahasan
Rancang Bangun
Pontoon dirancang dengan bahan pertimbangan yaitu layak untuk
digunakan di laut, memiliki spesifikasi teknis yang memadai dan ekonomis dalam
penggunaan. Untuk maksud tersebut maka dirancang platform apung dalam
bentuk Pontoon. Bentuk ini akan lebih baik dalam pencapaian lantai kerja yang
relatif lebih luas, jika dibandingkan dengan kapal biasa. Menurut Hadi et al.
(2007) mengatakan demi hul terbaik dapat dicapai dengan bentu lambung ganda,
nilai GZ (stabilitas) relatif lebih baik dari kapal dengan lambung tunggal,
kestabilan pontoon dapat mencapai 95 % lebih.Hal ini mengisyaratkan bahwa
dalam penggunaan wahana ini relatif aman, kestabilan yang tinggi serta kecepatan
yang memadai serta daya muat yang cukup, pontoon ini dirancang dengan
lambung ganda dengan jarak lambung kira-kira 2 kali lebar perahu. Berikut
diperlihatkan spesifikasi pontoon (Tabel 1) dan potongan orthogonal pada
Gambar 2.
Tabel 1Spesifikasi teknis dari pontoon
No
1.

Nama bagian
Badan pontoon

2.

Geladak kerja

3.

Pagar dan bangunan

4.
5.
6.
7.

Atap
Penggerak
1 set kemudi
Solar Cell

Ukuran
Panjang 750 cm
Diameter 80 cm
Draft midship 80 cm
Panjang 500 cm
Lebar 300 cm
Tinggi pagar 90 cm
Tinggi banguan 200 cm
Lebar 380 cm, panjang 450 cm
Mesin 2 x 6,5 PK

Gambar 2 Potongan ortogonal pontoon dan bagiannya

Material
Kayu Titi

Multyplex
Paralon diisi semen
Seng karet

9

Gambar 2 memperlihatkan potongan pontoon secara ortogonal, dengan lantai
kerja yang luas serta dilengkapi dengan 4 jangkar sebagai tambatan yang
membuat pontoon stasioner pada lokasi yang diinginkan. Pada Bagian depan
terdapat dek terbuka untuk memudahkan pengoperasian peralatan CTD atau
tabung van Dorn. Persyaratan utama wahana apung ini yaitu harus dapat
memberikan kenyamanan dalam pengambilan data, dapat ditambat pada lokasi
tertentu maka pada perancangan dipertimbangkan untuk membuat area kerja yang
representatif, sehingga peralatan dapat diletakan dengan aman sehingga proses
pengambilan data dapat berlangsung dengan baik. Berikut ditampilkan denah dari
pada pontoon mooring beserta ukurannya, pandangan perspektif ukuran
konstruksi kapal, foto pontoon sebenarnya (Gambar 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 ), hasil
lengkapnya lihat Lampiran 6 sampai 8.

Gambar 3 Denah ukuran pontoon

10

Gambar 4 Perspektif pontoon pandangan samping

Gambar 5 Ukuran pontamin

11

Gambar 6 Pontoon sebenarnya pandangan samping belakang

Gambar 7 Ukuran pontoon tampak samping

Gambar 8 Pontoon sebenarnya dari belakang di atas air

12

Gambar 9 Rencana garis pontoon mooring
Rencana garis dari pontoon mooring ini merupakan dasar dari pada
perhitungan rancangan pontoon. Perhitungan Hidrostatik yang dihasilkan
diperoleh dari rencana garis yang dihasilkan pada proses perancangan.

Perhitungan Hidrostatik pontoon
Perhitungan hidrostatik dari pontoon mooring dengan menggunakan
software Marxsurf 12 menghasilkan nilai-nilai pada Tabel 2. Perhitungan
hidrostatik meliputi : Volume Displacemen ( D). Ton Per centimeter Immersion
(TPC), Moment To Change Trim One Centimeter (MTC), Moment To Change
Trim One Centimeter (MTC), Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2 ( lihat lampiran
1 sampai 3) :

13

Tabel 2 Hidrostatik pontoon mooring
No
Draft (D)
40 cm

Nilai hidrostatik
Volume Displacemen (Dv) = 3.6 Ton
Ton Percenti meter Immersion (TPC) = 0.101 Ton/ cm
Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) = 0.046 Ton.m

2.

50 cm

Volume Displacemen (Dv) = 4.6 Ton
Ton Percenti meter Immersion (TPC) = 0.101 Ton/ cm
Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) = 0.047 Ton.m

3.

60 cm

Volume Displacemen (Dv) = 5.6 Ton
Ton Percenti meter Immersion (TPC) = 0.101 Ton/ cm
Moment To Change Trim One Centimeter (MTC) = 0.048 Ton.m

1

Tabel 2 menunjukan Pontoon mooring mempunyai daya muat yang baik.
Pada saat volume Displasement (Dv) mencapai 3.6 Ton (daya muat minimum)
ketinggian base line mencapai 40 cm ( ketinggian draft midship 80 cm). Volume
Displacement (Dv) mencapai 5.6 Ton (daya muat maximum) ketinggian draft
mencapai 60 cm, berarti masih tersisa 20 cm pada draft midship.
Hal ini menunjukan bahwa secara teknis daya muat pontoon mooring besar, kalau
rata-rata berat orang 70 kg maka pontoon ini dapat memuat sekitar 20 orang
penumpang.
Perhitungan Tahanan dan Daya Motor
Perhitungan tahanan total pontoon mooring dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan daya mesin yang dibutuhkan untuk mendapatkan kecepatan yang
diinginkan. Untuk menghitung tahanan kapal digunakan metode Holtrop, didalam
metode ini Holtrop membagi hambatan total kapal menjadi beberapa komponen
tahanan.Komponen tersebut yaitu viscous resistance (tahanan kekentalan),
appendages resistance (hambatan karena bentuk kapal, dan wave making
resistance (tahanan karena gerak kapal).
Perhitungan tahanan dan daya motor meliputi :Hambatan kapal total (Rt),
Daya motor (PB). Pada Tabel 3 diperlihatkan nilai analitis dari pontoon mooring
dari hasl pengolahan dengan Marxsurf (lihat lampiran 4 dan 5).
Tabel 3 Kecepatan, Tahanan dan Power ponton mooring
No

Kecepatan (knot)

Tahanan (kW)

Power ( HP)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5

0.15
0.27
0.45
0.82
1.35
2.60

0.2
2.17
4.7
10,41
20.23
45.21

14

Saat dioperasikan pontoon mooring memiliki kesesuaian antara besar daya
mesin dengan kecepatan operasional besarnya daya mesin yang dipakai
disesuiakan dengan kecepatan operasionalnya.Jika kecepatan yang diinginkan 5.5
knot maka mesin yang harus digunakan yaitu dengan kekuatan 10.41 HP atau 2
mesin dengan daya 6.5 HP diperlukan untuk operasional pontoon. Pada saat
pemakaian di lapangan pontoon ini telah dilengkapi dengan 2 mesin Yamaha
poros panjang dengan kekuatan 6.5 HP.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pontoon mooring ini mempunyai
kecepatan yang baik, pada umumnya kerampingan bentuk lambung kapal akan
menentukan kecepatan kapal. Ratio kerampingan yang besar akan mengakibatkan
tahanan yang besar akibat gelombang pada saat operasi. Pontoon harus seramping
mungkin agar dapat mencapai kecepatan tinggi.Namun kekurangan utama akibat
kerampingan yaitu berkurangnya stabilitas transversal.Oleh karena itu untuk
menutupi kekurangan ini single body harus dibuat menjadi multi hull dengan
jarak yang tepat.Berbagai bentuk kapal kemudian dikembangkan untuk memenuhi
criteria rancangan kapal, dimana konsep kapal katamaran yang paling banyak
dipilih dan mendapatkan perhatian. Bentuk kapal katamaran mendapat perhatian
karena sejumlah kelebihan antara lain : memiliki luasan geladak yang besar dan
stabilitas melintang yang relatif baik bila dibandingkan kapal dengan lambung
tunggal ( Insel dan Molland, 1992).

Uji Lapang pontoon
Pengujian lapang pontoon dilakukan untuk melihat kinerja pontoon pada
saat dioperasikan.Pengukuran dilakukan untuk melihat kemampuan nyata pontoon
untuk memuat beban pada saat digunakan, sehubungan dengan fungsinya sebagai
wahana apung yang stasioner.Pengujian untuk melihat pengaruh tambatan dan
tanpa tambatan juga dilakukan untuk melihat berapa pergeseran yang dialami oleh
wahana ini sehubungan dengan fungsinya.
Pengujian pontoon dilakukan dengan pengukuran nyata tinggi draft akibat
penambahan beban muat hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 :
Tabel 4 Pengukuran tinggi Draft akibat penambahan beban muat pontoon.
No

Penambahan beban

1.

Pontoon kosong
Beban 160 kg ( 2 Orang)
Beban 160 kg + 156 kg ( 4 orang)
Beban 316 kg + 170 kg ( 6 Orang)

Tinggi Draft diukur dari atas pontoon
bagian belakang sebelah dalam
50 cm
48 cm
46 cm
44 cm

Pada Tabel 4 terlihat bahwa setiap penambahan orang sekitar 156-170
ketinggian draft akan mengalami pengurangan draft sebesar 2 cm.

15

Hasil pengujian pontoon dengan menggunakan tambatan dan tanpa
tambatan dapat dilihat pada Tabel 5 :
Tabel 5 Perpindahan pontoon ditambat dan tanpa tambatan
NO
1.

Waktu

Pergeseran (m)

Dengan tambatan
13.45
13.46
13.47
13.48

2.

Posisi

S 03040’41.2”
E 128008’14.1”
S 03040’41.3”
E 128008’14.3”
S 03040’41.3”
E 128008’14.3”
S 03040’41.3”
E 128008’14.3”

3.07 (S) ; 6.17 ( E) ; R=6.89

0 (S)

; 0 (E)

0 (S)

; 0 (E)

Tanpa tambatan
13.52
13.53
13.54
13.55

S 03040’40.8”
E 128008’14.6”
S 03040’40.7”
E 128008’15.1”
S 03040’40.9”
E 128008’15.4”
S 03040’40.8”
E 128008’15.3”

3.07 (S) ; 15.4 (E) ;R=15.70
9,27 (S) ; 3.08 (E) ;R=9.76
3.07 (S) ; 3.08 (E) ;R=4.35

Catatan : 1 Derajat = 60 Detik = 1 jam =3600 Detik
1 Derajat = 111.3 km, 1 detik = 1/3600 detik x 111.3 = 0.00307 km = 3.07 m

Tabel 5 memperlihatkan perpindahan pontoon saat ditambat relatif kecil
pada saat awal perpindahannya : 3.07 m (S) dan 6.17 m (E) setelah itu tidak ada
perpindahan. Untuk tanpa tambatan, pergerakan secara terus menerus pada setiap
menit perpindahannya : 3.07 ; 9.27 ; 3.07 m (S) dan 15.4 ; 3.07 ; 3.07 m (S). Hal
ini menunjukan dengan tambatan perpindahan dapat diperkecil , dan terjadi pada
saat pengamatan dengan kecepatan arus 0.20 – 2.50 cm/det.
Unjuk kerja Pontoon pada saat stasioner
Pengamatan unjuk kerja pontoon pada saat stasioner dalam waktu 24 jam
pengamatan pada dua lokasi yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon
Bagian Luar dimaksudkan untuk melihat pentingnya fungsi tambatan terhadap
posisi yang stasioner selama pengamatan dilakukan.
Pergeseran Pontoon pada penelitian ini terbukti pada Teluk Ambon Bagian
Dalam pada saat riset dilakukan perpindahan pontoon relatif dekat, Sedangkan
pada Teluk Ambon Bagian Luar pergeseran relatif jauh.

16

Sebab utama yang menyebabkan adalah terjadi perbedaan arus dan gelombang
pada saat pengamatan.Teluk Ambon Bagian Luar laut tidak tenang, sedangkan
teluk Ambon Bagia Dalam relatif tenang (semi tertutup).

P.Ambon

Gambar 10 Pola pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Dalam

Tabel 6 Statistik pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Dalam
(meter)

Pergeseran Posisi
mean
max
Standar deviasi

X
21
220
26

Y
13
93
10

Gambar 10 dan Tabel 6, memperlihatkan pergeseran pontoon pada Teluk
Ambon Bagian Dalam tidak terlalu jauh , yakni dapat mencapai 13 meter pada
arah sumbu Y dan 21 meter pada arah sumbu X. Hal ini disebabkan oleh fungsi
tambat berada pada kondisi mooring yang baik serta kecepatan arus yang relatif
lemah sekitar 0.4 – 3.5 cm/det
Jarak pergeseran sebenarnya adalah akar dari jumlah kuadrat jarak
pergeseran arah sumbu Y dan sumbu X didapat R = 24.69 m, yang merupakan
rataan pergeseran terhadap posisi yang seharusnya pada keseluruhan titik posisi
selama 24 jam.

17

P.Ambon

Gambar 11 Pola Pergeseran pontoon pada Teluk Ambon Bagian Luar

Tabel 7 Statistik pergeseran pontoon di Teluk Ambon Bagian Luar
Pergeseran Posisi
mean
max
standar_deviasi

(meter)
X
367
2037
456

Y
144
549
132

Gambar 11 dan Tabel 7 , memperlihatkan bahwa perpindahan pontoon
pada Teluk Ambon Bagian Luar luar relatif jauh dan pergeseran tersebut dapat
mencapai 144 meter pada arah sumbu Y dan 367 meter pada arah sumbu X.
Pergeseran ini diakibatkan oleh pontoon tidak tertambat secara baik dan arus yang
kuat pada Teluk Ambon Bagian Luar dapat mencapai 3.5 - 5.7 cm/det.
Pergeseran sebenarnya adalah akar dari jumlah kuadrat pergeseran arah
sumbu Y dan arah sumbu X dan didapatkan pergeseran pontoon sejauh R =394
meter rataan pergeseran terhadap posisi seharusnya pada keseluruhan posisi
selama 24 jam.

Perhitungan ekonomis pontoon
Pontoon mooring dirancang untuk penggunaan riset kelautan pada perairan
pesisir. Syarat utama sebuah wahana apung riset kelautan adalah :
-Memiliki unjuk kerja yang baik (kecepatan, kestabilan, keleluasaan dalam
bekerja dan daya muat yang memadai.
-Ekonomis dalam penggunaan (biaya operasi yang kecil, biaya perawatan
yang kecil)
Tabel 8 berikut memperlihatkan perbandingan biaya penggunaan pontoon dengan
wahana lain yangmembuktikan pontoon memiliki biaya operasional yang relatif

18

kecil. Hal ini karena pontoon memiliki mesin dengan pemakaian bahan bakar
yang relatif lebih sedikit. Wahana ini sangat cocok untuk perairan pesisir dari
pada menggunakan kapal yang relatif lebih mahal.
Tabel 8 Perbandingan biaya penggunaan pontoon dengan wahana lain
No
1.
2.
3.

Wahana
Pontoon
Long boat
Kapal Baruna Jaya VII

Biaya operasional untuk 1 hari
Rp.
500.000
Rp.
750.000
Rp. 120.000.000

Simpulan
Ponton Mooring layak secara teknis dan ekonomis sebagai wahana apung
dilaut karena memiliki daya muat yang sangat baik dengan immersion depth 1cm
untuk pertambahan bobot 100 kg, kecepatan dapat mencapai 5,5 knot dengan
power sebesar 10.41 HP. Pergeseran terkecil rata-rata untuk stasioner 24 jam
mencapai 24.49 meter dengan kekuatan arus 0,4-3.5 cm/det, biaya operasional
pontoon relatif kecil jika dibandingkan dengan wahana lain.

19

PENGGUNAAN AKUSTIK FREKUENSI TINGGI DALAM
PENGAMATAN MIGRASI DIURNAL ZOOPLANKTON
Pendahuluan
Pengamatan volume hambur balik zooplankton dengan sistim akustik telah
dilakukan dan dapat ditemukan pada literatur untuk memodelkan pola migrasi
diurnal.Ripped dan Simpson (1998), menggunakan kecepatan sesaat yang diukur
dengan ADCP, untuk memperkirakan jalur migrasi zooplankton. Penggunaan
Zooplankton Acoustic Profiler (ZAP), akustik frekuensi tinggi sering dipakai
untuk mengamati migrasi diurnal zooplankton.
Zooplankton adalah hewan yang dikategorikan dalam klasifikasi ukuran
target yang lebih kecil dari panjang gelombang, misalnya deteksi zooplankton
dalam ukuran 0,2- 20 mm (ukuran zooplankton pada umumnya ) memerlukan
frekuensi yang tinggi, contoh 200 kHz, atau panjang gelombang λ = c/f =
150000/200000 = 0.75 cm atau 7,5 mm
( ukuran zooplankton berkisar 0.2-20 mm). Jika ukuran zooplankton lebih kecil
misalnya 0.1, 0.2 sampai 2 mm , maka frekuensi yang dipakai harus lebih tinggi
yaitu sekitar 420, 720 , 1000 kHz/1MHz.
Bila target individu sangat kecil dan ada banyak volume sampel, maka
gema (hamburan balik ) akan bergabung membentuk sinyal yang diterima secara
terus menerus dengan berbagai amplitudo. Pengukuran dasar akustik adalah
koefisien volume hamburan balik ( Sv) yang diperoleh dari echo yang
terpisahkan. Sv didefinisikan sebagai Sv = Σ Ϭbs/ Vo, dimana jumlah tersebut
merupakan semua target diskrit berkontribusi dalam Vo, volume sampel. Ukuran
logaritmik adalah setara dengan hamburan balik volume sampel. Ukuran
logaritmik setara kekuatan volume hamburan balik, ditulis : SV = 10 log (Sv)
dB.
Penggunaan akustik frekuensi tinggi dalam pengukuran volume hambur
balik zooplankton mutlak diperlukan.Secara akustik nilai hambur balik
zooplankton merupakan penjumlahan dari nilai SV setiap individu.Sampai saat ini
sebagian besar penelitian zooplankton dan mikronekton menggunakan multi
frekuensi atau dual beam metode.Fokus pengamatan membutuhkan informasi
tentang distribusi vertikal dari kumpulan hewan. Holliday dan Pieper (1980) telah
menyempurnakan sistem ini yang disebut MAPS (Multy-frekquency Acoustical
Profiling System) untuk membuat profiling kolom air. Selain penggunannya
sebagai profiler vertical, MAPS dirancang sebagi instrument yang ditarik.
Pengembangan lebih jauh yaitu dengan menggunakan BIOSPAR (
Bioacoustical Sensing Platform and Relay) adalah dual beam akustik profiling
yang dapat mengukur kelimpahan, struktur ukuran dan distribusi zooplankton
vertikal dan mikronekton dilokasi terpencil dengan sistim telemetri ke
laboratorum pantai (Ehrenberg et al, 1989). Kelayakan penggunaan Profiler
Doppler Akustik (ADCP) untuk penelitian zooplanlkton dan mikronekton telah
dilakukan (Flag dan Smith, 1989 ; Plueddeman dan Pinkel , 1989).
Penggunaan sistim akustik untuk mengukur volume hambur balik
zooplankton telah dilakukan dalam riset ini dengan menggunakan CruzPro single

20

beam (Semi Scientific Echosounder) untuk perairan semi tertutup dan untuk
pengukuran volume hambur balik zooplankton dengan SIMRAD EK 500 (
Scientific Echosounder) untuk perairan oseanik.

Bahan dan Metode
Pengamatan migrasi diurnal zooplankton dengan memakai peralatan
akustik didahului dengan kalibrasi peralatan. Maksud daripada kalibrasi yaitu
membuat alat ukur pada titik nol. Dalam akustik dipakai bola sphere sebagai
target referensi, CruzPro dan SIMRAD EK 500 telah dikalibrasi (Lampiran 9)
Penelitian Dengan CruzPro dilakukan pada tanggal 14 September 2013 di Teluk
Ambon Bagian Dalam dengan menggunakan Pontoon Mooring sebagai wahana
apung yang stasioner. Penelitian dengan SIMRAD EK 500 dilakukan pada Teluk
Banda Pada tanggal 26 November 2013 dengan menggunakan Kapal Baruna Jaya
VII sebagai wahana apung stasioner.
Spesifikasi teknis kedua peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
9 sebagai berikut :
Tabel 9 Spesifikasi peralatan akustik
No Spesifikasi
1. CruzPro
Operating voltage
Outpot power
Depth Capability
Operating temperature
Interface box
Interface
Transducer
Ping rate
Pulse width
2
SIMRAD EK 500
Operating voltage
Outpot power
Depth Capability
Operating temperature
Interface box
Interface
Transducer
Ping interval
Pulse length

9.5 – 16.0 VDC
2560 watt peak-to-peak (320 w RMS)
1000 feet at 200 kHz
0-50 degree celcius
100x80x50 mm
RS 232, 115 KBaud,serial data USB
Single beam dual frekuensi 50/200 kHz
0.334 s
1
187-132 VAC/21-31 VDC
125 W
4000 m at 38kHz
0-55 degree Celsius
480x310x440 mm
9 pin delta, RS 232
Split bim dual frekuensi 38/120 kHz
3 sec
Medium

Data akustik diambil selama 2 jam pengamatan dan pengambilan contoh
sampel zooplankton dilakukan untuk memverifikasi data biologi kelimpahan.
Analisa data akustik dengan menggunakan program matlab versi R2010a dan
echoview 4.8 untuk mendapatkan nilai volume hambur balik (SV).Nilai SV ini
dihubungkan dengan data kelimpahan zooplankton yang diperoleh dari hasil

21

identifikasi zooplankton untuk melihat tingkat kesesuaian hasil deteksi dengan
melihat nilai r dengan menggunakan regresi linier sederhana.
Dasar Pengukuran
Prinsip kerja instrument akustik adalah pemancaran gelombang suara
melalui transmiting transducer secara vertikal ke kolom air hingga dasar perairan.
Gelombang suara yang dikirimkan ke kolom perairan dan mengenai objek
(misalnya zooplankton) akan dipantulkan lagi dan diterima oleh receiver
tran