Muhammad Yusri,
Pendekatan Konstruktivis Dalam Lingkup Pembelajaran ......................
84 Serta
menarik kesimpulan
yang dijadikan sebagai konsep yang dapat diterima
secara pribadi maupun ilmiah, meskipun tetap brsifat tentatif. Hal ini dikarenakan seiring
dengan
kematangan pengalaman
dan keseharian peserta didik serta perkembangan
ilmu pengetahuan, konsep tersebutpun masih dapat tergeser oleh konsep lain yang lebih
dapat diterima oleh peserta didik.
Sama halnya atau mungkin berbeda dengan pendekatan pembelajaran lainnya,
pendeketan konstruktivis juga memiliki sekuen pembelajaran yang sangat spesifik dan
sistematik. Diagram beikut ini menunjukkan struktur umum tentang sekuen pembelajaran
Seni Budaya Seni Rupa berdasarkan pendekatan konstruktivis.
Orientasi merupakan tahap perhatian peserta didik, di arahkan pada topik materi
pelajaran Seni Budaya seni rupa yang akan di uraikan. Sedangkan pada fase elisitasi, ide-
ide yang di miliki peserta didik di gali dengan mengadakan diskusi kelompok kecil atau
menggambarkan pengetahuan dasar ide mereka
melalui poster
atau presentasi
perkelompok yang di presentasikan ke seluruh peserta didik dalam proses pembelajaran Seni
Budaya seni rupa . Kegunaan poster-poster tersebut antara lain dapat menggambarkan
perbedaan dan kesamaan konsepsi dasar prior knowledge peserta didik, serta hal-hal yang
perlu mendapatkan perhatian lebih dari guru. Berdasarkan poster tersebut, baik guru maupun
peserta didik akan mengetahui masing-masing konsep awal mereka yang dapat di jelaskan
pada satu sama lainnya.
Dalam tahap
strukturisasi yang
merupakan inti dari skema umum tersebut, melibatkan penggunaan berbagai strategi yang
dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mencoba dan mengaplikasikan
konsepsi mereka dalam berbagai cara. Dalam hal ini, antara lain melalui pemberian tugas
yang melibatkan praktek berkarya Seni Rupa, kegiatan kelompok dalam diskusi, presentasi
ide-ide, merancang karya sendiri untuk menguji konsep mereka serta mengembangkan
model yang lebih kompleks yang menjabarkan pengertian mereka terhadap konsep Seni Rupa
yang baru. Peran guru dalam fase ini, sangat besar dalam arti pengelolaan kelas dan sebagai
narasumber misalnya menghindari pertanyaan- pertanyaan yang bersifat tertutup, menerima
saran-saran tanpa memberikan penyelesaian lebih awal, dsb.
Pada akhir sekuen pembelajaran Seni Buday Seni Rupa dengan pendekatan
konstruktivis ini,
peserta didik
dapat menganalisa
kembali seberapa
jauh pemikirannya
telah berubah.
Dengan memodifikasi presentase yang telah dibuat atau
membuat poster baru berdasarkan pemahaman konsep yang baru, peserta didik dapat dengan
jelas mengamati perbedaan pemahaman yang dicapainya setelah melalui tahapan-tahapan
dalam proses pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa.
D. PENDEKATAN
KONSTRUKTIVIS DALAM
LINGKUP PEMBELA
JARAN PENDIDIKAN
SENI BUDAYA SENI RUPA
Pembelajaran Pendidikan Seni Budaya Seni
Rupa memiliki
peranan dalam
pembentukan pribadi atau sikap mental peserta didik yang kreatif dan inovatif, sebab
pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa memfokuskan
diri pada
kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi
kecerdasan yang terdiri dari kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial,
musikal, linguistik, logik matematik, naturalis, serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreatif
dan inofatif, kecerdasan spiritual, moral, dan kecerdasan emosional.
Muatan Pendidikan
Seni Budaya
sebagaimana yang di amanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu
mata pelajaran karena Budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata
pelajaran Seni Budaya, aspek Budaya tidak di
Muhammad Yusri,
Pendekatan Konstruktivis Dalam Lingkup Pembelajaran ......................
85 bahas secara tersendiri tetapi terintegrasi
dengan Seni. Olehnya itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan
Seni yang berbasis Budaya. Dalam konteks inilah konsep tentang Seni harus di bangun
atau di konstruksi melalui bekal pengalaman anak yang di bentuk konteks Budaya dalam
lingkup Seni Rupanya.
Pendidikan Seni Budaya Seni Rupa, juga
memiliki sifat
multilingual, multidimensional,
dan multikultural.
Multilingual bermakna
mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri secara
kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa Rupa, bunyi, gerak, peran, dan berbagai
perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi
konsepsi pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan kreasi dengan cara
memadukan secara harmonis unsur estetika, logika,
kinestetika, dan
etika. Sifat
multikultural mengandung makna pendidikan Seni Rupa menumbuhkembangkan kesadaran
kemampuan
apresiasi terhadap beragam Budaya Seni Rupa Nusantara dan Mancanegara.
Dalam pendidikan Seni Budaya Seni Rupa, aktivitas berkesenian harus menampung
kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian
pengalaman pengembangan
konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini di peroleh melalui upaya eksplorasi elemen,
prinsip, proses, dan tehnik berkarya dalam konteks Budaya masyarakat yang beragam.
Di tinjau pada relefansi Seni Rupa sebagai media pengembangan kreatifitas, sifat-
sifat imajinatif, dan permainan yang melekat pada Seni Rupa, menegaskan suatu kebebasan
berilusi serta dalam bentuk pengungkapannya. Disiplin Seni Rupa adalah disiplin yang
membebaskan, disiplin yang senantiasa lebih baik di bandingkan kondisi tidak disiplin atau
disiplin ketat tanpa hati nurani. Itulah sebabnya mengapa pendidikan Seni Rupa di tempatkan
sebagai bagian dalam pandidikan secara umum. Pendidikan Seni adalah pendidikan
yang
akan membawa
kebanggaan dan
keagungan Jasmania dan Rohania, dan oleh karena itu Seni seharusnya menjadi dasar
pe ndidikan “
that art should be the basic of
education”, demikian kata Herbert Read mengutip tesis Plato hal 33-34
Pada tingkatan
sosial, pendidikan
ekspresi, estetik,
seyogyanya mampu
menyadarkan peserta didik bahwa untuk bentuk RupaVisual yang mereka cipta mampu
mengungkapkan identitas
mereka, juga
keanggotaan mereka dalam suatu kelompok masyarakat. Bentuk-bentuk visual juga dalam
banyak hal menandai peristiwa-peristiwa penting
dalam kehidupannya,
sekaligus merefleksikan kebutuhan fisik dan ekspresif
dalam kehidupan sehari-hari. Tugas guru Seni Budaya Seni Rupa adalah membantu peserta
didik menjadi sadar tentang aneka ragam bentuk Rupa, sehingga dengan demikian
mereka
mampu membentuk
dan mengekspresikan perasaannya sesuai dengan
konteks sumber daya sosial dan Budaya yang menjadi lingkungannya.
Di dalam perkembangan global saat ini, ada dua sisi dilematis yang sulit diakomodasi
dalam Pendidikan Seni Budaya Seni Rupa. Disatu sisi adalah kuatnya minat masyarakat
lokal dan global terhadap pentingnya memahami budaya setempat, dan disisi lain
adalah sistem pendidikan Seni Rupa yang berjalan belum mengarah pada kepentingan
tersebut. Ketidaksesuian ini terjadi karena bahan ajar pendidikan seni sejak awal tidak di
dasarkan pada keberagaman Budaya lokal yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Harus diakui bahwa sistem pendidikan Saat ini, merupakan warisan pemerintah
Kolonial Karena
itu pendekatan
yang digunakan berdasarkan persepsi Eropa Barat.
Kendatipun materinya berbeda. Dalam bidang ilmu pengetahuan umum dan eksakta, hal ini
tidak
menjadi persoalan
karena dasar
keilmuannya berasal dari Barat. Akan tetapi dalam bidang Kebudayaan, persoalannya lebih
sulit. Jika mata pelajaran Seni Budaya Seni Rupa yang diajarkan di sekolah berdasarkan
kaidah seni Barat Modern kerap dianggap Universal atau Standar seperti bidang ilmu
maka kaidah itu akan berhadapan dengan nilai-
Muhammad Yusri,
Pendekatan Konstruktivis Dalam Lingkup Pembelajaran ......................
86 nilai spesifik yang terdapat dalam setiap
Budaya lokal. Hal ini dapat mengakibatkan kesenian lokal di anggap seni yang kurang
bermutu atau bahkan di anggap bukan seni.
Akhirnya banyak karya Seni Rupa kita yang
adi luhung
dan di manfaatkan dalam segala aspek kehidupan, tercabut dari akarnya
dan tumbang satu per satu. Untuk itu, pendidikan Seni Budaya Seni Rupa harus di
dudukkan kembali sesuai tempat dan fungsi yang sebenarnya, di dasarkan pada konteks
kesenian dan kebudayaan masyarakat sekolah itu berada agar anak didik tidak tercabut dari
akar budayanya. Saat ini, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan jati diri
karena tidak berkembang dari akar Budaya tradisi yang kuat. Budaya-budaya lama sudah
pudar, Budaya baru belum terbentuk kokoh. Kini yang ada hanya Budaya tanpa bentuk,
kecuali Budaya pop yang cenderung meniru kebudayaan
barat budaya
imitasi dan
konsumtif. Dengan sendirinya apabila hal ini tidak segera di atasi, dalam jangka panjang
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang rapuh. Gejala tersebut pada saat ini mulai
tampak, terutama bangsa ini sudah mulai tertinggal dengan bangsa-bangsa berkembang
di sekitarnya.
Secara substansial
pendekatan pendidikan Seni Budaya Seni Rupa dari
Kurikulum Nasional masih berdasar pada kaidah Seni Barat. Titik tolak penggolongan
Seni seperti musik, tari, teater, dan rupa adalah contoh yang mendasar. Ketika kategori disiplin
Seni itu berhadapan dengan fenomena lokal, akan di temukan ketidaksesuaian. Seni
Wayang di Jawa Seni pertunjukkan yang pemainnya mendongeng atau bercerita,
kadang menyanyi, main musik gamelan, bergurau dengan penonton, dan di dukung
dengan karya Wayang yang kaya dengan cita estetik, adalah salah satu contoh yang tidak
dapat di kelompokkan pada keempat kategori tersebut. Dengan demikian, perlu di lakukan
singkronisasi
antar cabang
Seni dalam
pendidikan Seni Budaya melalui pendekatan secara terpadu melalui tema atau topik
sehingga pemahaman Seni dan Budaya menjadi lebih utuh holistik, bermakna karena
di konstruksi berdasar pada pengalaman Budaya dari peserta didik.
Pendekatan konstruktivis
dalam pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa sangat
mustahil di lepaskan dari konteks kebudayaan daerah, mengingat Seni merupakan salah satu
produk
Budaya. Sebaliknya,
dengan pembelajaran
ekspresi estetik
yang di
konstruksi berbasis Budaya akan menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna, dan anak
tidak tercabut dari akar Budayanya. Pentingnya proses konstruktivis atau kontekstualisasi
pembelajaran Seni tersebut juga di nyatakan oleh Kerry Freedman dalam artikelnya Artistic
Development and Curiculum; Socio Cultural Learning Considertion, yang menyatakan
bahwa setiap pembelajaran terkait dengan konteks tertentu. Artinya, kegiatan pemberian
pengalaman estetik idealnya harus di kaitkan dengan
konteks Sosio
Kultural yang
melingkupinya. Karena penglaman estetik di jadikan modal awal bagi peserta untuk
mengkonstruk pemahaman
tentang Seni
Budaya. Dengan terlibat mengkonstruk sendiri sebuah konsep, anak didik akan lebih mudah
mamahami suatu konsep.
E. PENUTUP