PENDEKATAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS DALAM LINGKUP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SENI BUDAYA (SENI RUPA) | Yusri | Kreatif 3357 10456 1 PB

Muhammad Yusri, Pendekatan Konstruktivis Dalam Lingkup Pembelajaran ...................... 84 Serta menarik kesimpulan yang dijadikan sebagai konsep yang dapat diterima secara pribadi maupun ilmiah, meskipun tetap brsifat tentatif. Hal ini dikarenakan seiring dengan kematangan pengalaman dan keseharian peserta didik serta perkembangan ilmu pengetahuan, konsep tersebutpun masih dapat tergeser oleh konsep lain yang lebih dapat diterima oleh peserta didik. Sama halnya atau mungkin berbeda dengan pendekatan pembelajaran lainnya, pendeketan konstruktivis juga memiliki sekuen pembelajaran yang sangat spesifik dan sistematik. Diagram beikut ini menunjukkan struktur umum tentang sekuen pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa berdasarkan pendekatan konstruktivis. Orientasi merupakan tahap perhatian peserta didik, di arahkan pada topik materi pelajaran Seni Budaya seni rupa yang akan di uraikan. Sedangkan pada fase elisitasi, ide- ide yang di miliki peserta didik di gali dengan mengadakan diskusi kelompok kecil atau menggambarkan pengetahuan dasar ide mereka melalui poster atau presentasi perkelompok yang di presentasikan ke seluruh peserta didik dalam proses pembelajaran Seni Budaya seni rupa . Kegunaan poster-poster tersebut antara lain dapat menggambarkan perbedaan dan kesamaan konsepsi dasar prior knowledge peserta didik, serta hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari guru. Berdasarkan poster tersebut, baik guru maupun peserta didik akan mengetahui masing-masing konsep awal mereka yang dapat di jelaskan pada satu sama lainnya. Dalam tahap strukturisasi yang merupakan inti dari skema umum tersebut, melibatkan penggunaan berbagai strategi yang dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mencoba dan mengaplikasikan konsepsi mereka dalam berbagai cara. Dalam hal ini, antara lain melalui pemberian tugas yang melibatkan praktek berkarya Seni Rupa, kegiatan kelompok dalam diskusi, presentasi ide-ide, merancang karya sendiri untuk menguji konsep mereka serta mengembangkan model yang lebih kompleks yang menjabarkan pengertian mereka terhadap konsep Seni Rupa yang baru. Peran guru dalam fase ini, sangat besar dalam arti pengelolaan kelas dan sebagai narasumber misalnya menghindari pertanyaan- pertanyaan yang bersifat tertutup, menerima saran-saran tanpa memberikan penyelesaian lebih awal, dsb. Pada akhir sekuen pembelajaran Seni Buday Seni Rupa dengan pendekatan konstruktivis ini, peserta didik dapat menganalisa kembali seberapa jauh pemikirannya telah berubah. Dengan memodifikasi presentase yang telah dibuat atau membuat poster baru berdasarkan pemahaman konsep yang baru, peserta didik dapat dengan jelas mengamati perbedaan pemahaman yang dicapainya setelah melalui tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa.

D. PENDEKATAN

KONSTRUKTIVIS DALAM LINGKUP PEMBELA JARAN PENDIDIKAN SENI BUDAYA SENI RUPA Pembelajaran Pendidikan Seni Budaya Seni Rupa memiliki peranan dalam pembentukan pribadi atau sikap mental peserta didik yang kreatif dan inovatif, sebab pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa memfokuskan diri pada kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan yang terdiri dari kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis, serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreatif dan inofatif, kecerdasan spiritual, moral, dan kecerdasan emosional. Muatan Pendidikan Seni Budaya sebagaimana yang di amanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena Budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspek Budaya tidak di Muhammad Yusri, Pendekatan Konstruktivis Dalam Lingkup Pembelajaran ...................... 85 bahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan Seni. Olehnya itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan Seni yang berbasis Budaya. Dalam konteks inilah konsep tentang Seni harus di bangun atau di konstruksi melalui bekal pengalaman anak yang di bentuk konteks Budaya dalam lingkup Seni Rupanya. Pendidikan Seni Budaya Seni Rupa, juga memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual bermakna mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa Rupa, bunyi, gerak, peran, dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan Seni Rupa menumbuhkembangkan kesadaran kemampuan apresiasi terhadap beragam Budaya Seni Rupa Nusantara dan Mancanegara. Dalam pendidikan Seni Budaya Seni Rupa, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman pengembangan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini di peroleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan tehnik berkarya dalam konteks Budaya masyarakat yang beragam. Di tinjau pada relefansi Seni Rupa sebagai media pengembangan kreatifitas, sifat- sifat imajinatif, dan permainan yang melekat pada Seni Rupa, menegaskan suatu kebebasan berilusi serta dalam bentuk pengungkapannya. Disiplin Seni Rupa adalah disiplin yang membebaskan, disiplin yang senantiasa lebih baik di bandingkan kondisi tidak disiplin atau disiplin ketat tanpa hati nurani. Itulah sebabnya mengapa pendidikan Seni Rupa di tempatkan sebagai bagian dalam pandidikan secara umum. Pendidikan Seni adalah pendidikan yang akan membawa kebanggaan dan keagungan Jasmania dan Rohania, dan oleh karena itu Seni seharusnya menjadi dasar pe ndidikan “ that art should be the basic of education”, demikian kata Herbert Read mengutip tesis Plato hal 33-34 Pada tingkatan sosial, pendidikan ekspresi, estetik, seyogyanya mampu menyadarkan peserta didik bahwa untuk bentuk RupaVisual yang mereka cipta mampu mengungkapkan identitas mereka, juga keanggotaan mereka dalam suatu kelompok masyarakat. Bentuk-bentuk visual juga dalam banyak hal menandai peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya, sekaligus merefleksikan kebutuhan fisik dan ekspresif dalam kehidupan sehari-hari. Tugas guru Seni Budaya Seni Rupa adalah membantu peserta didik menjadi sadar tentang aneka ragam bentuk Rupa, sehingga dengan demikian mereka mampu membentuk dan mengekspresikan perasaannya sesuai dengan konteks sumber daya sosial dan Budaya yang menjadi lingkungannya. Di dalam perkembangan global saat ini, ada dua sisi dilematis yang sulit diakomodasi dalam Pendidikan Seni Budaya Seni Rupa. Disatu sisi adalah kuatnya minat masyarakat lokal dan global terhadap pentingnya memahami budaya setempat, dan disisi lain adalah sistem pendidikan Seni Rupa yang berjalan belum mengarah pada kepentingan tersebut. Ketidaksesuian ini terjadi karena bahan ajar pendidikan seni sejak awal tidak di dasarkan pada keberagaman Budaya lokal yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Harus diakui bahwa sistem pendidikan Saat ini, merupakan warisan pemerintah Kolonial Karena itu pendekatan yang digunakan berdasarkan persepsi Eropa Barat. Kendatipun materinya berbeda. Dalam bidang ilmu pengetahuan umum dan eksakta, hal ini tidak menjadi persoalan karena dasar keilmuannya berasal dari Barat. Akan tetapi dalam bidang Kebudayaan, persoalannya lebih sulit. Jika mata pelajaran Seni Budaya Seni Rupa yang diajarkan di sekolah berdasarkan kaidah seni Barat Modern kerap dianggap Universal atau Standar seperti bidang ilmu maka kaidah itu akan berhadapan dengan nilai- Muhammad Yusri, Pendekatan Konstruktivis Dalam Lingkup Pembelajaran ...................... 86 nilai spesifik yang terdapat dalam setiap Budaya lokal. Hal ini dapat mengakibatkan kesenian lokal di anggap seni yang kurang bermutu atau bahkan di anggap bukan seni. Akhirnya banyak karya Seni Rupa kita yang adi luhung dan di manfaatkan dalam segala aspek kehidupan, tercabut dari akarnya dan tumbang satu per satu. Untuk itu, pendidikan Seni Budaya Seni Rupa harus di dudukkan kembali sesuai tempat dan fungsi yang sebenarnya, di dasarkan pada konteks kesenian dan kebudayaan masyarakat sekolah itu berada agar anak didik tidak tercabut dari akar budayanya. Saat ini, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan jati diri karena tidak berkembang dari akar Budaya tradisi yang kuat. Budaya-budaya lama sudah pudar, Budaya baru belum terbentuk kokoh. Kini yang ada hanya Budaya tanpa bentuk, kecuali Budaya pop yang cenderung meniru kebudayaan barat budaya imitasi dan konsumtif. Dengan sendirinya apabila hal ini tidak segera di atasi, dalam jangka panjang bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang rapuh. Gejala tersebut pada saat ini mulai tampak, terutama bangsa ini sudah mulai tertinggal dengan bangsa-bangsa berkembang di sekitarnya. Secara substansial pendekatan pendidikan Seni Budaya Seni Rupa dari Kurikulum Nasional masih berdasar pada kaidah Seni Barat. Titik tolak penggolongan Seni seperti musik, tari, teater, dan rupa adalah contoh yang mendasar. Ketika kategori disiplin Seni itu berhadapan dengan fenomena lokal, akan di temukan ketidaksesuaian. Seni Wayang di Jawa Seni pertunjukkan yang pemainnya mendongeng atau bercerita, kadang menyanyi, main musik gamelan, bergurau dengan penonton, dan di dukung dengan karya Wayang yang kaya dengan cita estetik, adalah salah satu contoh yang tidak dapat di kelompokkan pada keempat kategori tersebut. Dengan demikian, perlu di lakukan singkronisasi antar cabang Seni dalam pendidikan Seni Budaya melalui pendekatan secara terpadu melalui tema atau topik sehingga pemahaman Seni dan Budaya menjadi lebih utuh holistik, bermakna karena di konstruksi berdasar pada pengalaman Budaya dari peserta didik. Pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran Seni Budaya Seni Rupa sangat mustahil di lepaskan dari konteks kebudayaan daerah, mengingat Seni merupakan salah satu produk Budaya. Sebaliknya, dengan pembelajaran ekspresi estetik yang di konstruksi berbasis Budaya akan menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna, dan anak tidak tercabut dari akar Budayanya. Pentingnya proses konstruktivis atau kontekstualisasi pembelajaran Seni tersebut juga di nyatakan oleh Kerry Freedman dalam artikelnya Artistic Development and Curiculum; Socio Cultural Learning Considertion, yang menyatakan bahwa setiap pembelajaran terkait dengan konteks tertentu. Artinya, kegiatan pemberian pengalaman estetik idealnya harus di kaitkan dengan konteks Sosio Kultural yang melingkupinya. Karena penglaman estetik di jadikan modal awal bagi peserta untuk mengkonstruk pemahaman tentang Seni Budaya. Dengan terlibat mengkonstruk sendiri sebuah konsep, anak didik akan lebih mudah mamahami suatu konsep.

E. PENUTUP