Sistem Pengendalian Prostetik Tangan Robotik Melalui Pendeteksian Sinyal EMG

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Elektromiografi (EMG) adalah salah satu teknik dalam ilmu kedokteran yang digunakan untuk membaca aktivitas elektrik yang dihasilkan oleh otot [1]. Untuk mendapatkan karakteristik sinyal EMG, kita membutuhkan instrumentasinya yang disebut elektromiograf dan untuk menghasilkan sinyal hasil pembacaan elektromiograf yang disebut elektromiogram.

EMG memiliki beberapa manfaat, selain sebagai alat diagnosa untuk meng-identifikasi penyakit otot, kinesiologi/ilmu tentang gerakan manusia, tetapi juga digunakan sebagai sinyal untuk mengontrol pergerakan prostetik seperti tangan [1]. Prostetik tangan ini biasanya digunakan oleh pasien amputasi yang terjadi akibat kecelakaan atau penyakit tertentu. Prostetik tangan memberikan kemudahan bagi pasien amputasi untuk mengembalikan kemampuannya untuk melakukan gerakan fisik dari tangan yang hilang tersebut. Dan teknik EMG inilah yang paling banyak dan bagus digunakan dalam pengontrolan prostetik tangan, karena berhubungan langsung dengan otot tangan manusia.

Berdasarkan pernyataan seorang dokter bedah (Dr. Drajat Suardi, SpB(K)Onk), setelah dilakukan operasi amputasi, pasien sering mengeluh timbul rasa sakit, ini disebabkan karena adanya gejala phantom pain. Phantom pain ini adalah perasaan nyeri semu pada ujung organ yang diamputasi, sehingga pasien merasa seakan-akan bagian tubuh yang diamputasi tersebut masih ada [2]. Oleh karena itu pasien amputasi setelah beberapa bulan diamputasi harus


(2)

menggunakan prostetik untuk mengurangi gejala phantom pain tersebut.

Dan menurut penelitian para ilmuwan, seseorang yang kehilangan bagian tubuh ternyata masih memiliki syaraf otot-otot yang lengkap sehingga mereka mampu melatihnya untuk melakukan gerakan yang bervariasi. Selanjutnya banyak bukti bahwa seseorang yang tidak memiliki tangan karena amputasi dapat menghasilkan sinyal-sinyal otot di bagian lengan bawah sama seperti seseorang yang memiliki tubuh yang lengkap [3]. Dalam ilmu kedokteran, orang-orang yang kehilangan bagian tubuhnya dapat direhabilitasi dengan menggantikan bagian yang hilang tersebut dengan prostetik atau alternatif buatan.

Sedangkan pada kenyataannya di Indonesia masih banyak orang-orang yang memiliki cacat pada fisiknya masih menggunakan prostetik yang hanya digunakan sebagai pelengkap bagian tubuh saja. Contohnya saja orang yang memiliki cacat pada tangannya karena amputasi harus menggunakan alternatif tangan palsu. Tangan palsu ini hanya digunakan sebatas pelengkap bagian tangan yang hilang dan untuk menghilangkan gejala phantom pain tersebut.

Masalah ini disebabkan karena di Indonesia sendiri masih minim dalam inovasi teknologi kesehatan dan pengembangan dalam bidang rehabilitasi medik tersebut. Karena itulah peneliti akan merancang suatu pengembangan dari prostetik (alternatif buatan) tangan tersebut dimana gerakannya dapat dikontrol dengan memanfaatkan sinyal EMG yang dihasilkan oleh otot-otot tangan pada gerakan ekstensi, fleksi dan supinasi/pronasi. Peneliti akan mengangkat masalah

tersebut dalam judul “Sistem Pengendalian Prostetik Tangan Robotik melalui


(3)

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah.

1. Pada umumnya EMG hanya digunakan dalam bidang kedokteran sebagai teknik diagnosa adanya kelainan fungsi otot dan kinesiologi, tetapi ternyata juga dapat digunakan sebagai sinyal untuk mengontrol devais prostetik, seperti tangan, lengan dan bagian tubuh lainnya.

2. Banyak orang yang lahir dalam keadaan cacat, bahkan orang lahir dalam keadaan sempurna tetapi harus mengalami amputasi. Pasien amputasi harus menggunakan prostetik sebagai pengganti bagian tubuh yang hilang tersebut untuk mengurangi gejala phantom pain.

3. Masih banyak orang yang diamputasi masih menggunakan alternatif tangan palsu yang digunakan hanya sebagai pelengkap bagian tangan saja dan untuk menghilangkan gejala phantom pain.

1.3 Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah yang sudah diuraikan sebelumya, ada beberapa rumusan masalah yang akan diteliti.

1. Bagaimana memanfaatkan dan mengimplementasikan sinyal EMG yang digunakan untuk mengontrol devais prostetik, seperti tangan dan lengan? 2. Bagaimana merancang prostetik tangan, dalam hal ini adalah tangan robot

yang dapat bergerak seperti fungsi tangan manusia? 1.4 Tujuan

Dari rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan yang akan dicapai. 1. Mampu membaca sinyal otot yang dihasilkan tangan ketika berkontraksi. Dan


(4)

mampu meng-analisis dan meng-klasifikasi sinyal-sinyal EMG yang terbaca tersebut untuk menentukan gerakan tangan yang sedang dilakukan.

2. Menghasilkan rancangan tangan robot yang memiliki gerakan sesuai model gerakan umum tangan manusia, yakni dalam gerakan menggenggam (fleksi), membuka tangan (ekstensi), dan putaran lengan (pronasi dan supinasi).

1.5 Batasan Masalah

Ada beberapa batasan masalah yang menjadi beban penelitian.

1. Penelitian dilakukan dengan pendeteksian sinyal otot tangan pada orang yang memiliki bagian tubuh yang lengkap.

2. Penelitian ini ditujukan hanya untuk pasien yang mengalami amputasi pada bagian tangan saja, bukan pada bagian lengan bawah dan atas.

3. Tangan robot dirancang hanya untuk melakukan gerakan menggenggam (fleksi) dan membuka tangan (ekstensi) dan tambahan lengan tangan untuk melakukan gerakan lengan menengadah (supinasi) dan menelungkup (pronasi).

4. Sensor elektroda yang digunakan hanya berjumlah tiga leads (satu kanal). 5. Pergerakan tangan manusia yang akan diteliti hanya tiga pergerakan, yaitu

tangan menggenggam (fleksi), tangan membuka (ekstensi) dan putaran lengan (pronasi dan supinasi).

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah serangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian yang dilakukan sehingga peneliti mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian. Berikut adalah metode penelitian yang akan dilakukan.


(5)

2. Studi literatur untuk mempelajari teknik yang digunakan, seperti perancangan mekanik tangan robot dan perancangan rangkaian instrumentasi EMG, serta teknik analisa dan klasifikasi sinyal EMG.

3. Pengadaan beberapa bahan dan komponen yang akan dibutuhkan untuk perancangan mekanik tangan robot dan pembuatan instrumentasi EMG. 4. Perancangan mekanik tangan robot yang terdiri dari bagian tangan yang

memiliki lima jari dan tambahan lengan tangan.

5. Pembuatan firmware pada mikrokontroler untuk mengontrol gerakan pada tangan robot yang sudah dirancang, seperti tangan membuka (ekstensi) tangan menggenggam (fleksi) dan gerakan memutar lengan tangan (pronasi dan supinasi).

6. Pembuatan program aplikasi komputer berbasis LabVIEW untuk mengontrol pergerakan tangan robot secara serial.

7. Pembuatan rangkaian-rangkaian instrumentasi EMG.

8. Pembuatan firmware pada mikrokontroler untuk proses pengiriman data ADC dari rangkaian instrumentasi EMG yang telah dirancang.

9. Pembuatan program aplikasi komputer berbasis LabVIEW untuk akuisisi data ADC yang dikirim dari mikrokontroler pada instrumentasi EMG ke personal computer (PC) secara serial.

10. Pembuatan program aplikasi komputer berbasis LabVIEW untuk proses analisa (filter dan ekstraksi fitur) dan teknik klasifikasi sinyal EMG untuk mendapatkan jenis pergerakan tangan yang sedang dilakukan.

11. Penggabungan seluruh program aplikasi komputer berbasis LabVIEW. 12. Pengujian keseluruhan sistem dan penyelesaian akhir laporan.


(6)

1.7 Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan laporan dibuat sebagai gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan. Berikut adalah sistematika penulisan laporannya. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan laporan.

BAB II DASAR TEORI

Pada bab ini diuraikan dan dijelaskan tentang dasar teori yang menunjang penelitian sesuai dengan referensi yang diacu.

BAB III PERANCANGAN ALAT

Pada bab ini berisi tentang pemilihan komponen-komponen pendukung penelitian dan uraian perancangan sistem dan alat yang akan dibuat dan diteliti. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pada bab ini berisi tentang pengujian alat dan sistem secara hardware maupun software yang sudah dirancang untuk mendapatkan data-data pengujian yang dilakukan dan analisa hasil data-data pengujian yang sudah dilakukan. BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapatkan dari penelitian dan perancangan alat dan sistem serta saran yang dibutuhkan untuk pengembangan penelitian ini selanjutnya.


(7)

7

DASAR TEORI

2.1 Anatomi Otot Pada Tangan Manusia

Anatomi adalah salah satu cabang dari ilmu biologi yang mempelajari secara mendalam bagian dari struktur tubuh makhluk hidup [4]. Kata anatomi ini berasal dari dua kata serapan bahasa Yunani, yaitu “ana” yang berarti ke atas dan

“tomos” yang berarti memotong. Salah satu bagian dari ilmu anatomi ini adalah anatomi manusia, salah satunya yang akan dibahas adalah pada bagian tangan dan lengan tangan.

Tangan merupakan salah satu bagian dari tubuh manusia yang strukturnya begitu komplek dan rumit. Tangan tersusun dari banyak otot yang masing-masing melakukan pergerakan yang tidak sama/bermacam-macam. Lebih dari enam puluh jumlah otot di tangan dan lengan bawah yang saling berkerja untuk membuat gerakan yang bermacam-macam itu. Otot-otot pada tangan itu memiliki kelenturan, gerakan yang sangat presisi, dan kekuatan genggaman yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas mulai dari menulis, menekan sampai menggenggam benda [5]. Pada dasarnya gerakan tangan manusia terdiri atas. 1. Flexion: telapak tangan berbelok mendekati lengan tangan atau jari berbelok

mendekati telapak tangan.

2. Extension: telapak tangan berbelok menjauhi dari lengan tangan atau jari berbelok menjauh dari telapak tangan.

3. Abduction: tangan bergerak ke samping; jempol mendekati sisi lengan tangan. 4. Adduction: tangan bergerak ke samping; jempol menjauhi sisi lengan tangan.


(8)

5. Supination: gerakan menengadahkan tangan. 6. Pronation: gerakan menelungkupkan tangan.

Pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 berikut adalah anatomi otot tangan manusia yang berfungsi untuk menggerakan jari-jari tangan.

(a) (b) (c)

Gambar 2.1. (a) Flexor Pollicis Longus, (b) Flexor Digitorum Superficialis, (c) Flexor Digitorum Profundus [5]

(d) (e) (f) (g)

Gambar 2.2. (d) Extensor Digitorum, (e) Extensor Indicis, (f) Extensor Digiti Minimi, (g) Extensor Pollicis Longus and Brevis [5]


(9)

Dan pada Gambar 2.3 berikut adalah anatomi otot pada lengan manusia yang berfungsi untuk melakukan gerakan pronasi dan supinasi.

(h) (i) (j)

Gambar 2.3. (h) Pronator Quadratus, (i) Pronator Teres, (j) Supinator [5]

Berikut adalah penjelasan fungsi masing-masing otot yang ditunjukan pada Gambar 2.1, Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 sebelumnya.

(a). Flexor pollicis longus: fleksi jari jempol.

(b). Flexor digitorum superficialis: fleksi keempat jari (telunjuk, tengah, manis dan kelingking).

(c). Flexor digitorum profundus: fleksi keempat jari selain jempol. (d). Extensor digitorum: ekstensi keempat jari selain jempol. (e). Extensor indicis: ekstensi jari telunjuk.

(f). Extensor digiti minimi: ekstensi jari kelingking.

(g). Extensor pollicis longus and brevis: ekstensi jari jempol. (h). Pronator Quadratus: pronasi lengan bawah.

(i). Pronator Teres: pronasi lengan bawah. (j). Supinator: supinasi lengan bawah.


(10)

2.2 Electromyography (EMG)

Electromyography (EMG) adalah teknik pengukuran sinyal elektris yang berhubungan dengan aktifitas otot. Aktifitas otot ini dapat berasal dari kontraksi otot yang disengaja maupun tidak disengaja. Aktifitas EMG dari kontraksi otot yang disengaja berhubungan dengan ketegangan otot. Bagian yang berfungsi dalam kontraksi otot adalah pada bagian motornya, yang tersusun atas satu α -motoneuron dan banyak urat otot. Satu bagian motor dapat memiliki 3-2000 urat otot. Urat otot ini akan berkontraksi ketika motor menghantarkan impuls listrik hingga mencapai kondisi depolarisasi. Depolarisasi di sini maksudnya adalah keadaan dimana urat otot sedang aktif. Depolarisasi ini akan menghasilkan sinyal elektris yang disebut sebagai tegangan/voltase [6].

Sinyal elektris yang berasal dari kontraksi otot yang terdeteksi ini disebut motor unit action potential (MUAP). MUAP inilah yang merupakan bagian pokok dari sinyal EMG. Representasi dari MUAP ini dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4. Representasi dari Motor Unit Action Potential (MUAP) [7]

Untuk menahan kontraksi otot tersebut, motor akan terus aktif berulang kali. Hasil sekuensial ini disebut motor unit action potential train (MUAPT) [7].


(11)

Gelombang MUAP yang berada di dalam MUAPT nilainya akan selalu konstan yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. MUAPT ini dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut.

Gambar 2.5. Motor Unit Action Potential Train (MUAPT) [7] = =1 [ ( − )] (2.1)

= =1 [ ] , = 1,2,3,…, (2.2)

Pada persamaan 2.1 dan 2.2 diatas tk merepresentasikan lokasi waktu dari

MUAP, x merepresentasikan interval sinyal dalam MUAPT. Sinyal EMG sendiri adalah kumpulan jumlah linier dari MUAPT [7] yang dirumuskan sebagai berikut.

, = =1 [ ( , )] (2.3)

Untuk mendeteksi sinyal EMG ini digunakan sebuah sensor elektroda yang terbuat dari bahan Ag/AgCl (Perak Klorida). Ada dua jenis elektroda, yaitu elektroda permukaan (surface electrode) dan elektroda jarum atau kabel (wire or needle electrode) yang ditunjukan pada Gambar 2.6.

(a) (b)


(12)

Konfigurasi pemasangan elektroda ada dua, yaitu secara unipolar dan bipolar yang dapat dilihat pada Gambar 2.7. Secara unipolar perekaman sinyal EMG dilakukan dengan memasang satu elektroda pada otot yang akan diukur dan elektroda lain diletakan di bagian yang minim gerakan sebagai referensi. Sedangkan untuk konfigurasi bipolar dua elektroda diletakan berdekatan di bagian otot yang akan diukur [8].

(a) (b)

Gambar 2.7. Konfigurasi Pemasangan Elektroda. (a) Unipolar, (b) Bipolar [8]

2.3 Penguat Operasional

Beberapa jenis dari penguat operasional adalah penguat instrumentasi dan penguat non-inverting. Penguat instrumentasi adalah salah satu penerapan dari fungsi penguat operasional (op-amp). Penguat ini bersifat linier, yaitu output sinyal yang dihasilkan dari penguat ini nilainya tidak berubah/konstan. Penguat instrumentasi ini adalah gabungan dari penguat non-inverting dan penguat differensial. Penguat non-inverting merupakan penguat yang berfungsi memperkuat sinyal tanpa membalik fasa dari sinyal tersebut, sedangkan penguat differensial merupakan penguat yang mampu memperkuat sinyal kecil yang berada dalam sinyal yang jauh lebih besar [9]. Pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9 berikut adalah rangkaian penguat non-inverting dan penguat differensial.


(13)

= 2

1+ 1 . (2.4)

Gambar 2.8. Penguat Non-inverting [9]

= 2

1+ 1 . ( 2− 1) (2.5) Gambar 2.9. Penguat Differensial [9]

Dari dua rangkaian penguat di atas, yaitu penguat non-inverting dan penguat differensial dapat digabung menjadi satu rangkaian, yaitu yang disebut penguat instrumentasi yang ditunjukan pada Gambar 2.10 berikut.

Gambar 2.10. Penguat Instrumentasi [9]

Dari persamaan 2.4 dan persamaan 2.5 sebelumnya didapat. = 2 + 1 . ( 1− 2) (2.6)


(14)

2.4 Filter

Filter adalah sebuah jaringan elektris yang merubah karakteristik amplitudo dan/atau fasa suatu sinyal tetapi tidak mengubah frekuensinya. Idealnya, filter tidak menambah frekuensi yang baru pada sinyal masukannya. Filter biasanya digunakan di dalam sistem elektronik untuk meloloskan sinyal pada range frekuensi tertentu dan menolak sinyal pada range frekuensi yang lainnya [10].

Berdasarkan sifatnya, filter terbagi menjadi dua macam, yaitu filter pasif (filter yang hanya terdiri dari komponen pasif, seperti kapasitor, resistor atau induktor) dan filter aktif (filter yang berisi komponen aktif, seperti transistor dan op-amp). Kemudian berdasarkan jenisnya, filter terbagi menjadi empat macam, yaitu.

1. Low Pass Filter (LPF)

LPF merupakan filter yang meloloskan frekuensi rendah dan meredam/menolak frekuensi tinggi. Pada Gambar 2.11 adalah contoh dari rangkaian aktif low pass filter Butterworth dengan menggunakan desain Sallen-key dan respon frekuensinya.

Gambar 2.11. Rangkaian Aktif Low Pass Filter Butterworth Sallen-key Orde 2 dan respon frekuensinya


(15)

2�. = 21 . 1. 2

(2.7) = 1

2.

1

2 (2.8)

Dimana: fc = frekuensi cut-off (Hz)

Q = faktor kualitas. 2. High Pass Filter (HPF)

HPF merupakan kebalikan dari LPF, yaitu filter yang meloloskan frekuensi tinggi dan meredam/menolak frekuensi rendah. Pada Gambar 2.12 adalah contoh dari rangkaian aktif high pass filter Butterworth dengan menggunakan desain Sallen-key dan respon frekuensinya.

Gambar 2.12. Rangkaian Aktif High Pass Filter Butterworth Sallen-key Orde 2 dan respon frekuensinya

Jika pada rangkaian di atas parameter C1=C2=C maka dapat dirumuskan. 2�. = 2 1

. 1. 2

(2.9)

=1

2. 2

1 (2.10) Dimana: fc = frekuensi cut-off (Hz)


(16)

3. Band Pass Filter (BPF)

BPF merupakan gabungan dari LPF dan HPF, yaitu filter yang meloloskan frekuensi dengan range tertentu, dan yang lainnya akan diredam. Range frekuensi ini biasanya disebut sebagai bandwidth. Pada Gambar 2.13 adalah contoh dari rangkaian aktif band pass filter Butterworth dengan menggunakan desain Sallen-key.

Gambar 2.13. Rangkaian Aktif Band Pass Filter Butterworth Sallen-key Orde 2 dan respon frekuensinya

Jika pada rangkaian di atas parameter R1=R3=R, R2=2.R dan C1=C2=C, maka dapat dirumuskan.

2�. 0 = 1

. (2.11) = 0

(2.12)

= − (2.13)

0 = (2.14)

Dimana: f0 = frekuensi tengah (Hz)

Q = faktor kualitas

BW = bandwidth (lebar frekuensi) (Hz) fH = frekuensi tinggi (Hz)


(17)

4. Band Reject Filter/ Band Stop Filter/ Notch Filter

Notch filter merupakan filter yang menolak/meredam frekuensi tertentu dan meloloskan frekuensi yang lainnya. Pada Gambar 2.14 adalah contoh dari rangkaian aktif Notch filter Butterworth dengan menggunakan desain Sallen-key.

Gambar 2.14. Rangkaian Aktif Notch Filter Butterworth Sallen-key Orde 2 dan respon frekuensinya

Jika pada rangkaian di atas parameter R1=R2=R, R3=R/2, C1=C2=C dan C3=2.C, maka dapat dirumuskan.

2�. = 1

. (2.15) fr = frekuensi tengah (Hz). 2.5 Clamper

Clamper atau penggeser adalah salah satu rangkaian elektronika yang terdiri dari dioda, resistor dan kapasitor yang menggeser gelombang ke level dc yang lain tanpa mengubah bentuk dari sinyal tersebut. Clamper terbagi menjadi dua jenis, yaitu clamper positif yang menggeser gelombang ke arah positif dan clamper negatif yang menggeser gelombang ke arah negatif [11]. Pada Gambar 2.15 berikut adalah contoh dari rangkaian clamper negatif dan Gambar 2.18 adalah contoh dari rangkaian clamper positif.


(18)

Gambar 2.15. Rangkaian Clamper Negatif dan Hasilnya [11]

Pada Gambar 2.15 di atas jika dioda dianggap ideal, pada saat dioda dibias maju (0 sd T/2), dioda akan menjadi short circuit dan kapasitor akan mengisi hingga mencapai tegangan V, seperti ditunjukan pada Gambar 2.16. Maka dapat dicari Vo= V + (-Vc) = 0.

Gambar 2.16. Clamper Negatif Saat Bias Maju [11]

Dan pada saat dioda dibias mundur (T/2 sd T), dioda akan menjadi open circuit dan kapasitor akan melepaskan tegangan yang sudah diisinya, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.17. Maka dapat dicari Vo = -V + (-Vc).


(19)

Gambar 2.18. Rangkaian Clamper Positif dan Hasilnya [11]

Untuk clamper positif seperti Gambar 2.18 di atas, saat dioda dibias mundur (0 sd T/2), maka dioda akan mengalami open circuit dan kapasitor akan melepas tegangan yang sudah diisi. Maka dapat dirumuskan Vo = Vi + (-Vc). Dan

pada saat dioda dibias maju (T/2 sd T), maka dioda akan mengalami short circuit dan kapasitor akan mengisi hingga mencapai tegangan Vi. Maka dapat

dirumuskan Vo = Vi + Vc. Nilai R dan C harus dipilih hingga ketika kapasitor diisi

tidak terlalu cepat dilepaskan, yang dirumuskan sebagai berikut. � = . (2.16)

2.6 Analog to Digital Converter (ADC)

ADC adalah rangkaian elektronika yang sudah terintegrasi yang mengubah sebuah sinyal dari bentuk analog (continuous) ke bentuk digital (diskrit). Sinyal analog adalah jumlah yang terukur secara langsung, sedangkan sinyal digital hanya memiliki dua keadaan, yaitu high dan low atau dalam binary, yaitu 1 dan 0. ADC banyak dibutuhkan beberapa diantaranya karena jika sinyal dalam keadaan bentuk digital tidak akan mudah terkena noise atau gangguan, mikroprosesor hanya bisa melakukan proses dalam sinyal digital, dan ADC lebih memudahkan dalam penanganan data dan proses pengolahan sinyal [12]. ADC banyak digunakan dimana sinyal analog harus diproses, disimpan atau dikirim melalui bentuk digital.


(20)

Di dalam ADC terjadi dua proses, yaitu sampling and holding (S/H) dan quantizing and Encoding (Q/E) yang ditunjukan pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19. Proses ADC [12]

Proses S/H ini ditunjukan pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20. Proses Sampling and Holding (S/H) dalam ADC [13]

Proses holding berguna untuk keakurasian dari konversi A/D. Dan menurut teory Nyquist, sampling harus sedikitnya dua kali dari data frekuensi tertinggi dari sinyal analog. Sedangkan proses Q/E ini ditunjukan pada Gambar 2.21.


(21)

Dalam proses quantizing dilakukan proses partisi dari sinyal referensi ke dalam kuantum angka-angka diskrit, lalu menyamakan sinyal masukan ke dalam kuantum yang benar. Sedangkan dalam proses encoding dilakukan proses memasukan kode digital ke dalam tiap kuantum. Dalam proses quantizing dibutuhkan nilai resolusi seperti dirumuskan sebagai berikut.

∆ =

2 (2.17) Dimana: Vr = tegangan referensi

N = jumlah bit

∆V = resolusi.

2.7 Pulse Width Modulation (PWM)

Pulse width modulation (PWM) secara umum adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengatur lebarnya sinyal dalam satu perioda seperti pada Gambar 2.22. PWM dapat diperoleh dengan mengubah duty cycle suatu sinyal. Duty Cycle adalah persentasi perbandingan antara lamanya waktu sinyal dalam keadaan high dengan perioda suatu sinyal [14].

Gambar 2.22. Pulse Width Modulation (PWM) [14]

Pada Gambar 2.22 di atas dapat ditentukan beberapa rumus sebagai berikut.


(22)

=

+ 100% = 100% (2.19)

Dimana: Ttotal = perioda

Ton = lama sinyal high

Toff = lama sinyal low

D = duty cycle. 2.8 Motor Servo

Motor servo sebenarnya adalah motor DC sederhana yang dikontrol dengan pengaturan sudut rotasi tertentu dengan bantuan penambahan mekanisme servo (sistem kontrol umpan balik loop tertutup). Penggunaan motor servo ini biasanya digunakan pada mobil mainan remot kontrol untuk mengendalikan arah atau gerakan dan juga biasanya digunakan sebagai motor untuk menggerakan CD atau DVD player. Alasan utama untuk menggunakan motor servo ini adalah karena dapat memberikan sudut yang presisi, misalnya dapat berputar sebanyak yang kita mau kemudian berhenti dan menunggu sinyal selanjutnya untuk melakukan aksi selanjutnya. Tidak seperti motor elektronik normal yang bergerak ketika diberikan supply power lalu berputar secara terus menerus sampai kita mematikan supply power tersebut. Kita tidak dapat mengontrol proses rotasi dari motor elektronik, tetapi hanya bisa mengontrol kecepatan rotasinya dan menghidupkan atau mematikannya [15].

Sistem servo biasanya terdiri dari 3 komponen dasar, yaitu controller, sensor, dan sistem umpan balik yang ditunjukan pada Gambar 2.23. Mekanisme servo ini menggunakan sistem umpan balik otomatis yang dapat dilihat pada Gambar 2.24, pada bagian controller dilakukan proses perbandingan sinyal


(23)

keluaran dengan sinyal referensi dari sinyal masukan, dan untuk sensor yang digunakan pada motor servo ini biasanya adalah potensiometer.

Gambar 2.23. Bagian-bagian dari Motor Servo [15]

Gambar 2.24. Sistem Umpan Balik Loop Tertutup Otomatis pada Motor Servo [15]

Ketika sinyal masukan sebagai referensi dimasukan ke dalam sistem, kemudian akan dilakukan proses perbandingan dengan sinyal keluaran yang dihasilkan oleh sensor (potensiometer) dan kemudian hasil perbandingan disebut sinyal ketiga yang dihasilkan dari sistem umpan balik. Sinyal ketiga ini adalah sebagai sinyal input yang masuk ke controller. Proses ini akan berulang terus sampai controller mencapai nilai yang diinginkan (set point) sehingga tidak ada lagi proses perbandingan sinyal input dan sinyal keluaran.

2.9 Fitur EMG

Para peneliti telah menggunakan berbagai macam fitur EMG yang biasanya digunakan sebagai masukan/input dalam proses klasifikasi. Ada tiga tipe dari ekstraksi fitur EMG dalam beberapa domain, yaitu pada domain waktu, domain


(24)

frekuensi dan domain waktu-frekuensi [16]. Berikut adalah beberapa jenis dari fitur EMG dalam domain waktu yang akan digunakan sebagai input/masukan dalam proses klasifikasi [17].

a. Integrated EMG (IEMG)

IEMG dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai absolut dari amplitudo sinyal EMG. Pada umumnya, IEMG digunakan sebagai indeks untuk mendeteksi aktivitas otot sebagai pengontrol devais. IEMG dapat dirumuskan sebagai berikut.

= =1| | (2.20) b. Root Mean Square (RMS)

Root mean square (RMS) adalah akar dari rata-rata nilai data yang memiliki

„n’ sampel. Vrms ini digunakan khususnya jika data memiliki nilai positif dan negatif. Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung nilai Vrms.

= 1 2

=1 (2.21) c. Mean Absolute Value (MAV)

MAV adalah rata-rata dari nilai absolute dari sinyal EMG. MAV adalah salah satu feature yang paling banyak digunakan dalam proses klasifikasi sinyal EMG. Berikut adalah persamaannya.

= 1 =1| | (2.22) d. Simple Square Integral (SSI)

SSI menggunakan energi dari sinyal EMG sebagai fiturnya yang dirumuskan sebagai berikut.


(25)

= =1| |2 (2.23) e. Variance of EMG (VAR)

VAR menggunakan tenaga dari sinyal EMG sebagai fiturnya. VAR adalah nilai rata-rata kuadrat dari nilai deviasi variabel tersebut. VAR dapat dirumuskan sebagai berikut.

= 1 −1

2

=1 (2.24) f. Zero Crossing (ZC)

ZC adalah banyaknya nilai dari amplitudo sinyal EMG yang melewati nilai nol pada aksis y. Dalam fitur EMG, kondisi threshold digunakan untuk mengurangi dampak dari noise. ZC ini dirumuskan sebagai berikut.

= −1[ ( . +1)∩| − +1| threshold] (2.25) = 1,

0,

Dimana: IEMG = nilai integrated EMG RMS = nilai root mean square MAV = nilai mean absolute

SSI = nilai simple square integral VAR = nilai variance of EMG ZC = nilai zero crossing

xn = amplitudo pada sampel ke-n n = nomor urutan sampel

N = jumlah sampel. 2.10 Artificial Neural Network (ANN)


(26)

1943 oleh Waren McCulloch dan Walter Pits melalui beberapa komputasi menggunakan neuron-neuron sederhana dan mengembangkannya menjadi sebuah sistem baru (sistem neural) yang mempunyai kemampuan komputasi yang lebih baik. Artificial neural network (ANN) adalah salah satu bidang yang menggunakan artificial intelligence (kecerdasan buatan), yaitu dengan memanfaatkan mesin seperti komputer yang meniru kecerdasan manusia untuk memecahkan suatu persoalan tertentu.

ANN ini tersusun dari beberapa elemen pemroses yang saling berhubungan (neurons) yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. ANN ini sama seperti manusia, yaitu belajar dari contoh/pola. ANN ini biasa digunakan untuk aplikasi tertentu, seperti pengenalan pola (pattern recognition) atau klasifikasi data (data classification), melalui proses pembelajaran (learning process) [18].

Arsitektur ANN terdiri dari sejumlah neurons yang disusun dalam lapisan-lapisan (layers). Neurons tersebut terdiri dari input, hidden dan output yang ditunjukan pada Gambar 2.25 berikut.


(27)

Model pembelajaran pada ANN ini hadir dalam dua bentuk, yaitu.

1. Supervised learning, yaitu model pembelajaran yang membutuhkan target sebagai acuan atau pembelajaran.

2. Unsupervised learning, yaitu model pembelajaran yang tidak membutuhkan target sebagai acuan arah pembelajaran.

Beberapa dari jenis Artificial neural network (ANN) yang biasa digunakan adalah perceptron dan backpropagation. Model jaringan yang hanya akan dibahas adalah model jaringan perceptron. Model jaringan perceptron dikembangkan oleh Rosenblatt (1962) dan Minsky-Papert (1969). Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan pelatihan yang paling baik pada era tersebut.

Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb yang ditunjukan pada Gambar 2.26 berikut.

Gambar 2.26. Arsitektur Jaringan Perceptron

Jaringan terdiri beberapa unit masukan xi yang dikalikan dengan sejumlah

bobot wi (ditambah sebuah bias b) dan memiliki sebuah unit keluaran Y. Berikut

adalah algoritma yang digunakan dalam pembelajaran dengan model jaringan perceptron.


(28)

diberi nilai antara -0.5 ≤ wi ≤ 0.5 dan -0.5 ≤ b ≤ 0.5. Tentukan laju

pembelajaran α yang biasanya diberikan nilai 0 ≤ α≤ 1, dan tentukan nilai threshold yang digunakan.

2. Mengeset masukan xi dimana i=1, 2, 3, . . ., n. xi ini adalah pola masukan

ke-i. Setiap masukan xi mempunyai pasangan nilai target ti.

3. Menghitung keluaran net dari pola masukan xi dengan rumus sebagai berikut.

= + (2.26)

4. Hasil keluaran net tersebut kemudian dilakukan proses fungsi aktivasi untuk mendapatkan nilai output -1, 0 atau 1.

= =

1 > � 0 − � � −1 < −�

(2.27)

5. Bila output ≠ target, maka perbaikan bobot dan bias dilakukan, jika tidak lewati dan lanjut ke pasangan masukan xi dan target ti berikutnya.

+1 = +∆ dengan ∆w=α.t.xi (2.28)

+1 = +∆ dengan ∆b=α.t (2.29)

6. Perbaikan bobot dan bias dilakukan berulang-ulang dari pasangan masukan xi

dan target ti sampai semua yi=ti.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam algoritma tersebut:

a. Bias (bi) adalah salah satu node input dari ANN yang sifatnya khusus, karena

selalu bernilai 1. Penggunaan bias dapat mempercepat pelatihan, hal ini dapat terjadi karena keberadaan bias yang berguna sebagai faktor koreksi terhadap kecukupan variabel-variabel input yang telah ditetapkan.

b. Bobot (wi) adalah suatu nilai yang merepresentasikan ingatan manusia


(29)

c. Iterasi dilakukan terus hingga semua pola memiliki keluaran jaringan yang sama dengan targetnya (jaringan sudah memahami pola). Iterasi tidak berhenti setelah semua pola dimasukkan seperti yang terjadi pada model Hebb.

d. Pada langkah 3 (perbaikan bobot) hanya dilakukan pada pola yang mengandung kesalahan (keluaran jaringan ≠ target). Perubahan tersebut merupakan hasil kali unit masukan dengan target dan laju pemahaman.

e. Kecepatan iterasi ditentukan pula oleh laju pemahaman α yang dipakai. Semakin besar harga α, semakin sedikit iterasi yang diperlukan. Akan tetapi jika α terlalu besar, maka akan merusak pola yang sudah benar shingga pemahaman menjadi lambat.

Pada ANN digunakan beberapa fungsi aktivasi untuk mendapatkan keluaran/output. Berikut adalah beberapa fungsi aktivasi yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran ANN [19].

1. Fungsi threshold atau fungsi Heaviside yang ditunjukan pada Gambar 2.27 berikut.

Gambar 2.27. Fungsi Threshold atau Fungsi Heaviside [19]

2. Fungsi Piecewise-Linier yang ditunjukan pada Gambar 2.28 berikut. � = 1

0 <


(30)

Gambar 2.28. Fungsi Piecewise-Linier [19]

3. Fungsi sigmoid yang ditunjukan pada Gambar 2.29 berikut.

Gambar 2.29. Fungsi Sigmoid [19]

2.11 Filter Digital

Filter digital adalah proses komputasi (algoritma) yang mengubah satu sekuen angka x[n] yang merepresentasikan input ke sekuen y[n] yang merepresentasikan output. Komputasi di sini dapat berupa fungsi integrasi, diferensiasi dan estimasi. Filter digital memiliki banyak kelebihan dibandingkan filter analog, baik dalam performa yang lebih tinggi dengan daerah transisi yang lebih kecil, ketahanan, serta fleksibilitas dalam menentukan rentang kerjanya (Smith, 1997: 327).

� = 1

0

> > − −


(31)

Ada dua metode yang digunakan untuk mendesain sebuah filter digital. Metode pertama menggunakan proses konvolusi antara sinyal input dengan impulse response dari filter yang dikehendaki, filter jenis ini disebut filter FIR (finite impulse response). Metode kedua adalah dengan menggunakan proses rekursif, yang merupakan lanjutan dari proses konvolusi. Bila dalam proses konvolusi perhitungan dilakukan dengan hanya menggunakan sampel input saja, maka dalam proses rekursif perhitungan dilakukan dengan menggunakan sampel input dijumlahkan dengan sampel output sebelumnya. Hal ini membuat impulse response filter menjadi sangat panjang mendekati titik tak hingga (infinity), oleh karena itu filter jenis ini disebut filter IIR (infinite impulse response) [20].

Keuntungan filter IIR ini antara lain membutuhkan koefisien filter yang lebih sedikit untuk respon frekuensi yang curam, sehingga dapat mengurangi lama waktu komputasi. Fungsi transfer filter IIR ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

= 0+ 1 −1+…+ − 1+ 1 −1+⋯+ −

(2.30)

Dimana: H(z) : fungsi transfer dari filter IIR a1, a2, ..., aN : koefisien feed back dari filter IIR

b1, b2, ..., bN : koefisien feed forward dari filter IIR

Dari fungsi transfer filter IIR pada rumus 2.30 di atas dapat dicari persamaan bedanya yang dirumuskan sebagai berikut.

=− =1 − + =0 ( − ) (2.31)

Kemudian berikut adalah algoritma yang digunakan untuk mendesain sebuah contoh filter digital IIR band pass Butterworth dengan menggunakan metode billinear z-transform (BZT).


(32)

1. Menentukan spesifikasinya, seperti frekuensi passband (fp) dan frekuensi

stopband (fs), frekuensi sampling (Fsampling), ripple pass band maksimum (rp)

dan atenuasi minimum stop band (rs).

2. Melakukan perhitungan frekuensi prewarp dari digital ke analog dengan rumus sebagai berikut.

= tan⁡( �. ) (2.32) = tan⁡( �. ) (2.33)

3. Men-transformasikan ke dalam low pass prototype dengan rumus sebagai berikut.

=

2(

1. 2)

( 2− 1) (2.34)

4. Mencari nilai orde dari low pass prototype yang didapat. = min⁡( 1 , 2 ) (2.35)

log⁡ 10 0,1. −1

100,1. −1

2.log (2.36)

5. Menentukan fungsi transfer H(s)=1/Bn(s) dari nilai orde yang didapat, yang

ditunjukan pada Gambar 2.30 berikut.

Gambar 2.30. Tabel Denominator Polinomial Butterworth


(33)

low pass ke band pass untuk mendapatkan fungsi H(z) dengan rumus sebagai berikut.

= 1

( ) (2.37)

=

2+ 1 2

( 2− 1)

(2.38) = −1

+1 ≡ 1− −1

1+ −1 (2.39)


(34)

34

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN

PROSTETIK TANGAN ROBOTIK MELALUI

PENDETEKSIAN SINYAL EMG

Perancangan merupakan proses menuangkan ide atau gagasan berdasarkan teori-teori dasar yang mendukung, kemudian merealisasikannya ke dalam bentuk sebuah alat/benda yang akan dirancang. Pada prinsipnya perancangan yang baik itu dilakukan secara sistematik atau teratur, sehingga mempermudah proses pembuatan alat serta analisanya.

3.1 Perancangan Sistem

Pada dasarnya sebelum merancang suatu alat secara sistematik dibutuhkan suatu blok diagram sistem. Pada Gambar 3.1 di bawah ini adalah blok diagram

dari “Sistem Pengendalian Prostetik Tangan Robotik Melalui Pendeteksian Sinyal

EMG” yang dirancang.


(35)

Pada blok diagram pada Gambar 3.1 di atas dua buah mikrokontroler digunakan untuk memisahkan proses pembacaan ADC dan pengontrolan gerakan tangan robot, karena pembacaan ADC membutuhkan eksekusi perintah yang terus menerus dilakukan, sehingga tidak boleh ada eksekusi perintah lain yang menyebabkan pembacaan ADC akan terganggu dan menjadi noise bagi sinyal EMG yang terbaca. Dan juga untuk mempercepat proses eksekusi perintah untuk mengontrol pergerakan tangan robot, karena tangan robot ini memiliki enam buah motor servo yang akan dikontrol derajat putarannya.

Adapun penjelasan dan prinsip kerja dari blok diagram sistem pada Gambar 3.1 sendiri diuraikan sebagai berikut.

A. Sensor Elektroda

Elektroda adalah sensor yang mengubah energi dari sinyal otot manusia menjadi sinyal elektris. Otot manusia akan menghasilkan sinyal yang akan diterima oleh sensor elektroda dan mengubahnya ke sinyal elektris. Sinyal otot yang terbaca oleh sensor ini sangatlah kecil, yaitu sekitar 0-10 mV. Elektroda yang digunakan berjumlah tiga leads. Cara pemasangan elektroda ini secara unipolar, yaitu memasang satu lead elektroda pada otot yang akan diukur dan dua lead elektroda lainnya diletakan di bagian yang minim gerakan sebagai referensi.

B. Penguat Awal (Penguat Instrumentasi, A=10 Kali)

Untuk menguatkan sinyal yang memiliki amplitudo yang sangat kecil, maka dibutuhkan penguatan dengan rangkaian penguat instrumentasi. Penguatan yang dilakukan dilakukan secara bertingkat (cascade). Tujuan dari penguatan bertingkat ini adalah untuk menjaga parameter CMRR (common mode


(36)

rejection ratio). CMRR ini adalah perbandingan penguatan sinyal tegangan dengan penguatan sinyal noise yang dihasilkan, semakin besar nilai CMRR ini maka penguat instrumentasi tersebut semakin baik.

C. Penguat Kedua (Penguat Operasional, A=10 Kali)

Penguat ini adalah bagian dari cascade selanjutnya dari rangkaian penguat. Penguat ini bertujuan menjaga parameter CMRR tetap tinggi atau menjaga agar noise sinyal yang ikut terbaca tidak dikuatkan terlalu besar sebelum dilakukan proses filter.

D. HPF (High Pass Filter) 20 Hz

Pada umumnya sinyal otot yang terbaca rawan terhadap noise dari luar, seperti sinyal jantung dan sinyal dari jala listrik, maka itu dibutuhkan suatu filter untuk meredam noise yang ikut terbaca itu. Beberapa filter yang akan digunakan adalah HPF, LPF dan Notch Filter. HPF ini bertujuan untuk meloloskan frekuensi data yang lebih besar dan meredam frekuensi data yang lebih kecil daripada frekuensi cut-off-nya. Berdasarkan karakteristik dari sinyal EMG, frekuensi cut-off HPF yang digunakan adalah 20 Hz.

E. LPF (Low Pass Filter) 500 Hz

LPF ini bertujuan untuk meloloskan frekuensi data yang lebih kecil dan meredam frekuensi data yang lebih besar daripada frekuensi cut-off-nya. Berdasarkan karakteristik dari EMG, frekuensi cut-off LPF yang digunakan adalah 500 Hz.

F. Notch Filter 50 Hz

Notch Filter ini bertujuan untuk meredam frekuensi data yang sama dengan frekuensi cut-off-nya dan meloloskan frekuensi selainnya.


(37)

G. Penguat Akhir (Penguat Operasiona, A=5 Kali)

Setelah sinyal selesai dalam tahap filter, selanjutnya dilakukan proses cascade rangkaian penguat sinyal yang terakhir. Penguat ini bertujuan untuk menguatkan sinyal data yang telah di-filter sebelumnya agar masuk dalam range tegangan yang dapat dibaca oleh ADC pada mikrokontroler 1.

H. Clamper (up to 5 V)

Clamper ini bertujuan untuk menggeser based line dari sinyal data yang masuk agar nilainya berada di atas 0 (positif) dan agar sinyal data tidak terpotong. Karena sinyal data yang masuk kemungkinan masih memiliki amplitudo di bawah 0 (bernilai minus).

I. Mikrokontroler 1 (ADC)

Sinyal data yang masih dalam bentuk analog tersebut kemudian diubah menjadi sinyal digital melalui ADC (analog to digital converter). Sinyal digital dari mikrokontroler 1 ini selanjutnya akan dikirim ke personal computer (PC) melalui port serial.

J. Personal Computer (PC)

Pada personal computer (PC) ini akan dilakukan pemrosesan sinyal data digital yang dikirim oleh mikrokontroler 1 melalui port serial. Hasil pemrosesan sinyal digital tersebut akan dianalisa dengan melakukan proses filter digital, ekstraksi fitur dan klasifikasi sinyal EMG dengan menggunakan LabVIEW. Hasil ekstraksi fitur yang didapat selanjutnya akan dijadikan input untuk proses klasifikasi dengan sistem kecerdasan buatan yang akan digunakan, yaitu artificial neural network (ANN). ANN ini akan mengklasifikasikan sinyal EMG sesuai gerakan otot tangan yang dilakukan.


(38)

K. Mikrokontroler 2 (Kontrol Gerakan Tangan Robot)

Setelah mendapat data klasifikasi, personal computer (PC) mengirim char sesuai dengan gerakan yang didapatkan sebagai perintah ke mikrokontroler 2 untuk mengontrol gerakan tangan robot melalui komunikasi serial.

L. Tangan Robot

Tangan robot ini digunakan sebagai devais prostetik yang pergerakannya dikendalikan oleh mikrokontroler 2 sesuai char yang diterima dari PC.

3.2 Pemilihan Komponen

Pemilihan komponen yang tepat akan berdampak pada kualitas kinerja alat dan efisiensi biaya. Menurut William D.C (1993) dan Sharon, dkk (1982), pemilihan komponen mengacu pada beberapa faktor, seperti sensitivitas, nilai ekonomi/harga, jangkauan dan respon waktu. Berikut adalah beberapa perbandingan komponen yang dipilih untuk perancangan rangkaian selanjutnya. 3.2.1 Pemilihan Jenis Komponen Penguat Instrumentasi

Pemilihan jenis penguat instrumentasi berhubungan dengan komponen yang digunakan untuk penguatan sinyal otot yang memiliki amplitudo sangat kecil.

Tabel 3.1. Perbandingan Penguat Instrumentasi

Tipe AD620 INA128 AD623

Gain 1-10000x 1-1000x 1-1000x

Bandwidth 800 KHz 700 KHz 100 KHz

CMRR 93 dB-110 dB 100 dB-106 dB 100 dB-120 dB

Slew Rate 0,75 V/uS-1.2 V/uS 4 V/uS 0,3 V/uS Supply Range ±2,3 V to ±18 V ±2,25 V to ±18 V ±2,5 V to ±6 V Harga Rp. 65.000, 00 Rp. 150.000, 00 Rp. 250.000, 00


(39)

instrumentasi dengan tipe AD620 dipilih karena beberapa kelebihan dibandingkan penguat instrumentasi lainnya, walaupun AD620 ini kalah dalam perbandingan CMRR, slew rate, dan supply range. AD620 memiliki beberapa kelebihan, yaitu gain range yang besar (10.000x), bandwidth yang lebih besar (800 KHz) dan harga yang lebih murah (Rp. 65.000, 00) dibandingkan tipe penguat instrumentasi yang lainnya.

3.2.2 Pemilihan Jenis Komponen Penguat Operasional

Pemilihan jenis penguat operasional ditujukan agar sinyal data analog yang terbaca dapat dikuatkan dengan baik sehingga sinyal datanya tidak berubah.

Tabel 3.2. Perbandingan Penguat Operasional

Tipe LF356 LM741 LF355

Bandwidth 5 MHz 0,437 MHz-1,5 MHz 2,5 MHz

CMRR 80 dB-100 dB 70 dB-90 dB 80 dB-100 dB

Slew Rate 50 V/uS 0.5 V/uS 5 V/uS

Supply Range ±22 V ±22 V ±22 V

Harga Rp. 20.000, 00 Rp 2.500, 00 Rp 15.000, 00 Berdasarkan tabel perbandingan penguat operasional di atas, penguat operasional dengan tipe LF356 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan tipe yang lain, walaupun harganya lebih mahal daripada tipe yang lainnya. Beberapa kelebihan yang dapat dilihat adalah bandwidth yang lebih besar (5 MHz) dan slew rate yang lebih bagus (50 V/uS).

3.2.3 Pemilihan Jenis Komponen Mikrokontroler

Pemilihan jenis mikrokontroler akan digunakan untuk pembacaan sinyal data EMG dan untuk mengendalikan pergerakan dari tangan robot.


(40)

Tabel 3.3. Perbandingan Jenis Mikrokontroler

Tipe ATMega8535 AT89C51AC3 AT89S51

Kecepatan Max 16 MHz 40 MHz 33 MHz

Jumlah Pin 40 pin 40 pin 40 pin/44 pin

Memori Flash 8 Kbytes 64 Kbytes 4 Kbytes

RAM 512 Bytes 256 Bytes 128 Bytes

Resolusi ADC 8 Channel, 10 bit 8 Channel, 10 bit 8 Channel, 10 bit Operating Voltage 4,5 V-5,5 V 3,0 V-5,5 V 4,0 V-5,5 V Harga Rp. 50.000, 00 Rp. 267.000, 00 Rp. 11.000, 00

Berdasarkan tabel perbandingan mikrokontroler di atas, ATMega8535 memiliki kelebihan dalam kapasitas RAM (512 Bytes), walaupun kecepatan maksimumnya lebih rendah daripada mikrokontroler lainnya.

3.2.4 Pemilihan Tipe Motor Servo

Berikut adalah perbandingan beberapa tipe motor servo yang akan digunakan untuk perancangan mekanik tangan robot.

Tabel 3.4. Perbandingan Tipe Motor Servo

Tipe SG-90 MG-995 DSS-M15

Berat 9 g 56 g 48 g

Torsi 1,6 kg/cm 9 kg/cm 10 kg/cm

Kecepatan 0,12 s/60deg 0,17 s/60deg 0,17 s/60deg Operating Voltage 3,0 V-6,0 V 3,5 V-7,2 V 4,8 V-7,2V Harga Rp 55.000, 00 Rp 130.000, 00 Rp 265.000, 00

Berdasarkan tabel perbandingan tipe motor servo SG-90 dipilih sebagai aktuator penggerak jari-jari tangan robot karena lebih cepat (0,12 s/60degree), harga yang lebih murah (Rp 55.000,00), beratnya yang ringan (9 g) dan operating voltage yang lebih lebar. Dan untuk bagian lengan robot digunakan motor servo DSS-M15 yang memiliki torsi yang cukup besar, yaitu 10 kg/cm, motor servo ini dipilih juga karena menggunakan bahan metal gear.


(41)

3.3 Perancangan Hardware

Perancangan hardware yang akan dibuat meliputi perancangan mekanik tangan robot dan perancangan rangkaian yang terdiri atas instrumentasi EMG, sistem minimum mikrokontroler, rangkaian pengirim dan penerima data, dan rangkaian DC Converter.

3.3.1 Perancangan Mekanik Tangan Robot

Dalam perancangan mekanik tangan robot ini yang paling difokuskan adalah pada pembuatan desain jari. Berdasarkan antatomi manusia, jari tangan manusia memiliki tiga sendi yang terdiri atas metacarpophalangeal (MCP), proximales interphalangeal (PIP) dan distal interphalangeal (DIP) yang ditunjukan pada Gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2. Sendi Jari pada Tangan Manusia

Untuk pembuatan jari tangan robot dirancang mengikuti anatomi jari manusia, yaitu memiliki tiga sendi yang ditunjukan pada Gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3. Desain Jari Tangan Robot DIP PIP

MCP

Extensor Mechanism (EDC Tendon)


(42)

Untuk semua jari dirancang memiliki tiga sendi pergerakan, kecuali jari jempol yang hanya memiliki dua sendi saja. Extensor mechanism berfungsi untuk meluruskan jari tangan robot dan flexor mechanism berfungsi untuk membelokan jari tangan robot. Untuk perancangan extensor mechanism dan flexor mechanism dibuat menggunakan benang nilon yang ditarik oleh sebuah motor servo merk TowerPro tipe SG90 yang memiliki torsi 1,6 kg/cm.

Dan untuk bagian lengan menggunakan motor serpo tipe DSS-M15 yang memiliki torsi 10 kg/cm. Lengan robot ini dirancang dapat berputar 180o untuk melakukan proses gerakan pronasi (menelungkapkan tangan) dan supinasi (menengadahkan tangan) pada lengan tersebut. Pada Gambar 3.4 berikut adalah hasil perancangan tangan robot secara keseluruhan.

Gambar 3.4. Hasil Perancangan Keseluruhan Tangan Robot

3.3.2 Perancangan Rangkaian

Ada beberapa rangkaian yang akan dirancang di dalam sistem, yaitu instrumentasi EMG yang terdiri atas rangkaian penguat awal (penguat instrumentasi), rangkaian penguat kedua (penguat operasional), rangkaian filter


(43)

rangkaian clamper dan rangkaian penguat akhir (penguat operasional); rangkaian sistem minimum mikrokontroler, rangkaian penerima dan pengirim data serial dan rangkaian DC converter.

1) Rangkaian Penguat Awal (Penguat Instrumentasi) dengan Gain 10 Kali Berdasarkan karakteristik Electromyography (EMG), sinyal otot yang terbaca oleh sensor elektroda memiliki amplitudo yang sangat kecil, yaitu berkisar antara 0-10 mV. Maka itu dibutuhkan rangkaian penguat untuk menguatkan amplitudo sinyal otot agar dapat terbaca oleh ADC pada mikrokontroler. Penguatan ini dilakukan secara bertingkat (cascade). Penguatan dibagi ke dalam tiga kali penguatan. Pada penguat awal menggunakan penguat instrumentasi. Penguat instrumentasi ini lebih banyak digunakan dalam instrumentasi biomedik daripada penguat operasional biasa. Untuk penguat awal, IC yang digunakan adalah tipe AD620. Pada Gambar 3.5 berikut adalah rangkaian dasar dari penguat instrumentasi dengan menggunakan IC AD620.

Gambar 3.5. Rangkaian Penguat Instrumentasi AD620


(44)

Untuk merancang penguat instrumentasi dengan penguatan (A) sebesar 10 kali, maka nilai RG dapat dicari dengan perhitungan di bawah ini, dimana

berdasarkan datasheet-nya, IC AD620 ini mempunyai tahanan dalam R sebesar 24,7 KΩ.

A=10x

= 2R

A−1=

2 x 24,7 KΩ

10−1 =

49,4 KΩ

9 ≈5,48 KΩ

Kemudian Pada Gambar 3.6 berikut adalah realisasi hasil penguat instrumentasi yang sudah disimulasikan dengan software ISIS dari Proteus.

Gambar 3.6. Hasil Realisasi Penguat Instrumentasi dengan Gain 10 Kali

Pada Gambar 3.6 di atas sinyal berwarna merah adalah sinyal asli (input) dengan amplitudo 10 mVpp, dan sinyal berwarna biru adalah sinyal yang dikuatkan (output) dengan rangkaian penguat instrumentasi dengan hasil amplitudo 100 mVpp. Hasil realisasi penguat instrumentasi tersebut sesuai dengan yang diharapkan, yaitu memiliki A=100 mVpp/10 mVpp=10.


(45)

2) Rangkaian Penguat Kedua (Penguat Operasional) dengan Gain 10 Kali Pada penguat kedua ini dirancang dengan penguatan (gain) sebesar 10 kali. Penguat ini menggunakan jenis penguat operasional dengan metode non-inverting. Pada Gambar 3.7 berikut adalah rangkaian penguat kedua (penguat operasional non-inverting) yang telah dirancang.

Gambar 3.7. Rangkaian Penguat Kedua (Penguat Operasional Non-Inverting)

Jika A=10x dan R2= 2 KΩ, maka nilai R1 dapat dicari sebagai berikut.

1 = R2. A−1 = 2 KΩ. 10−1 = 2 KΩ. 9≈ 18 KΩ

Kemudian pada Gambar 3.8 adalah hasil realisasi penguat kedua (penguat operasional non-inverting).

Gambar 3.8. Hasil Realisasi Penguat Kedua (Penguat Operasional Non-Inverting) dengan Gain 10 Kali

�= 1


(46)

Pada Gambar 3.8 di atas sinyal berwarna merah adalah sinyal asli (input) dengan amplitudo 500 mVpp, dan sinyal berwarna biru adalah sinyal yang mengalami penguatan (output) dengan amplitudo 5 Vpp. Hasil realisasi ini sesuai yang diharapkan, yaitu mengalami penguatan sebesar A=5 Vpp/500 mVpp=10. 3) Rangkaian High Pass Filter (HPF) 20 Hz

Berdasarkan karakteristiknya sinyal EMG memiliki range data pada frekuensi 20-500 Hz, maka itu diperlukan proses filter agar sinyal data yang dapat dilewatkan berada dikisaran 20-500 Hz. Salah satu filter yang akan digunakan adalah high pass filter (HPF) dengan frekuensi cut-off 20 Hz. Pada filter ini menggunakan respon Butterworth karena memiliki respon frekuensi berbentuk flat atau datar. Dan desain filter yang digunakan adalah sallen-key orde 2, karena memiliki desain yang sederhana dan memiliki gain yang positif karena menggunakan metode non-inverting amplifier.

IC yang digunakan untuk proses filter ini adalah jenis op-amp LF356 yang memiliki bandwidth yang besar, yaitu 5 MHz. IC ini cukup digunakan untuk proses filter dengan bandwidth yang dihasilkan dari sinyal EMG, yaitu sekitar 500-20= 480 Hz. Pada Gambar 3.9 berikut adalah rangkaian high pass filter (HPF).

Gambar 3.9. Rangkaian High Pass Filter (HPF) Sallen Key Orde 2 A=1

2�. = 2 1

. .

=1


(47)

Dari Gambar 3.9 di atas jika nilai C1=C2=C=0,1 uF, Q=0,707 dan fc=20

Hz, maka RA dan RB dapat dicari sebagai berikut.

� =

1

2. . 2�. . =

1

2.0,707.2�. 20.0,1. 10−6 =

1

17,76. 10−6 ≈56,3 �Ω

= 2.

2�. . =

2.0,707

2�. 20.0, 1. 10−6 =

1,414

12,56. 10−6 ≈112,6 �Ω

Kemudian pada Gambar 3.10 adalah hasil realisasi rangkaian HPF (high pass filter) dengan frekuensi cut-off 20 Hz.

Gambar 3.10. Hasil Realisasi Rangkaian HPF dengan Frekuensi Cut-off 20 Hz

Pada Gambar 3.10 di atas terlihat bahwa pada saat frekuensi lebih dari 20 Hz, maka frekuensi akan diloloskan, dan frekuensi kurang dari 20 Hz akan diredam. Hasil realisasi ini sesuai yang diharapkan.

4) Rangkaian LowPass Filter (LPF) 500 Hz

Filter ini bertujuan untuk meredam frekuensi di atas frekuensi cut-off-nya, yaitu 500 Hz. Pada Gambar 3.11 berikut adalah rangkaian LPF yang digunakan dengan respon Butterworth dan desain Sallen-key orde 2.


(48)

Gambar 3.11. Rangkaian Low Pass Filter (LPF) Sallen Key Orde 2

Dari Gambar 3.11 di atas jika nilai R1=R2=R, Q=0,707, CB=0,1 uF dan

fc=500 Hz, maka CA dan R dapat dicari sebagai berikut. � = 4. 2. 2 = 4.0,1. 10−6. (0,707)2 ≈0,2. 10−6 = 0,2

= 1

2�. . 1. 2=

1

2�. 500. 0,1. 10−6. 0,2. 10−6 =

1

1000�. 0,14. 10−6≈2,25 �Ω

Kemudian pada Gambar 3.12 adalah hasil realisasi dari rangkaian LPF (low pass filter) dengan frekuensi cut-off 500 Hz.

Gambar 3.12. Hasil Realisasi rangkaian LPF dengan Frekuensi Cut-off 500 Hz A=1

2�. = 2 1

. .

= 1

2.

� CA=C1+C2


(49)

Pada Gambar 3.12 di atas terlihat bahwa pada saat frekuensi lebih dari 500 Hz, maka frekuensi akan diredam, dan frekuensi kurang dari 500 Hz akan diloloskan. Hasil realisasi ini sesuai yang diharapkan.

5) Rangkaian Notch Filter 50 Hz

Rangkaian Notch filter ini berfungsi untuk meredam sinyal pada frekuensi tertentu. Pada perancangan ini sinyal yang akan diredam berada pada frekuensi 50 Hz. Karena frekuensi ini berasal dari jala-jala listrik yang akan menjadi noise atau sinyal pengganggu. Pada Gambar 3.13 berikut adalah rangkaian Notch filter yang dirancang dengan respon Butterworth dan desain Sallen-key orde 2.

Gambar 3.13. Rangkaian Notch Filter Sallen Key Orde 2

Jika pada rangkaian di atas parameter CA=0,1 uF dan fc=50 Hz, maka nilai

RA dapat ditentukan sebagai berikut.

� = . 21.

� =

1

0.1. 10−6. 2�. 50≈31,8 �Ω

RB=RA/2=15,9 �Ω

2�. = 1

�. �

RB=RA/2

CA=C1=C2

CB=2.CA


(50)

CB=2.CA=0,2 uF

Kemudian pada Gambar 3.14 berikut adalah hasil realisasi rangkaian notch filter dengan frekuensi cut-off 50 Hz.

Gambar 3.14. Hasil Realisasi Rangkaian Notch Filter dengan Frekuensi Cut-off 50 Hz

Pada Gambar 3.14 di atas terlihat bahwa pada frekuensi 50 Hz, maka frekuensi tersebut diredam, dan frekuensi selain 50 Hz akan diloloskan. Hasil realisasi ini sesuai dengan yang diharapkan.

6) Rangkaian Penguat Operasional Akhir dengan Gain 5 Kali

Rangkaian penguat operasional akhir ini adalah rangkaian penguat sinyal yang terakhir dirancang. Penguat operasional akhir ini bertujuan agar sinyal yang dikuatkan dapat terbaca oleh ADC (analog to digital converter) pada mikrokontroler. Rangkaian ini dirancang dengan gain sebesar 5 kali. Penguat ini menggunakan metode non-inverting. Pada Gambar 3.15 berikut adalah rangkaian penguat operasional akhir yang telah dirancang.


(51)

Gambar 3.15. Rangkaian Penguat Operasional Akhir Non-Inverting

A=5x dan jika R2= 3,3 KΩ

1 = R2. A−1 = 3,3 KΩ. 5−1 = 3,3 KΩ. 4≈13,2 KΩ

Kemudian pada Gambar 3.16 berikut adalah hasil realisasi dari rangkaian penguat operasional akhir yang dirancang dengan penguatan sebesar 5 kali.

Gambar 3.16. Hasil Realisasi Penguat Operasional Akhir Non-Inverting dengan Gain 5 Kali

Pada Gambar 3.16 di atas sinyal berwarna merah adalah sinyal asli (input) dengan amplitudo 100 mVpp, dan sinyal berwarna biru adalah sinyal yang sudah

�= 1


(52)

dikuatkan (output) dengan penguat operasional awal non-inverting yang memiliki amplitudo 500 mVpp. Hasil realisasi sesuai yang diharapkan, yaitu memiliki gain A=500 mVpp/100 mVpp=5.

7) Rangkaian Clamper up to 5 V

Pada tahap akhir karena sinyal data yang dihasilkan dari proses sebelumnya masih memiliki amplitudo yang negatif, maka digunakan rangkaian clamper positif yang berfungsi untuk menggeser nilai tegangan agar berada di atas nol atau positif tanpa mengubah amplitudo dari sinyal data yang didapat. Ini ditujukan agar sinyal data yang didapat tidak terpotong. Pada Gambar 3.17 adalah rangkaian clamper positif yang dirancang.

Gambar 3.17. Rangkaian Clamper Positif

Pada rangkaian clamper ini pada saat dioda (D1) dibias mundur atau diberi tegangan negatif, maka dioda tersebut akan mengalami open circuit dan kapasitor akan melepas muatan tegangan yang ada, sehingga nilai tegangan output akan sama dengan Vo = Vrv + (-Vc). Dan pada saat dioda dibias maju atau diberi

tegangan positif, maka dioda akan mengalami short circuit dan kapasitor akan mengisi muatan tegangan Vc, sehingga Vo = Vrv + Vc. Nilai resistor (R1) dan

kapasitor (C1) ditentukan sehingga konstanta waktu RC yang tepat agar tidak

�= 1. 1


(53)

terjadi pengosongan muatan yang terlalu cepat atau terlalu lambat saat dioda tidak menghantar. Jika nilai R1=10 KΩdan C1=100 uF, maka,

� = 1. 1 = 10 �Ω. 100 uF = 1

Untuk komponen potensiometer (RV1) dan resistor (R2) dirangkai seri sebagai bentuk rangkaian pembagi tegangan. Rangkaian pembagi tegangan ini berfungsi untuk mengatur seberapa jauh based line sinyal yang akan digeser. Maksimal penggeseran based line sinyal adalah sebesar nilai VCC yang digunakan. Pada rangkaian clamper yang dirancang ini menggunakan VCC 5V. Pada Gambar 3.18 berikut adalah hasil realisasi dari rangkaian clamper positif yang dirancang.

Gambar 3.18. Hasil Realisasi Rangkaian Clamper Positif

Pada Gambar 3.18 di atas sinyal berwarna merah adalah sinyal asli dengan based line pada 0 V dan sinyal berwarna biru adalah sinyal yang sudah digeser based line-nya sejauh 1,5 V. Hasil realisasi ini sesuai yang diharapkan.

8) Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler


(54)

menggunakan komponen yang sedikit untuk mendukung kerja mikrokontroler sesuai yang diinginkan. Pada Gambar 3.19 berikut adalah rangkaian sistem minimum mikrokontroler yang digunakan.

Gambar 3.19. Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

Kristal eksternal yang digunakan pada rangkaian sistem minimum di atas adalah 12 MHz, walaupun mikrokontroler sudah memiliki kristal internal. Kristal ini berfungsi sebagai jantung utama dari sebuah mikrokontroler. Mikrokontroler yang digunakan adalah ATMega 8535 yang mempunyai resolusi ADC sebesar 10 bit.

9) Rangkaian Pengirim dan Penerima Data

Gambar 3.20. Rangkaian Pengirim dan Penerima Data Serial

Personal Computer (PC) Input Sinyal dari Instrumentasi EMG

Output Sinyal ke Rangkaian Pengirim & Penerima Data


(55)

Pada Gambar 3.20 di atas.adalah rangkaian pengirim dan penerima data serial yang digunakan. Rangkaian ini berfungsi untuk mengirim data ke mikrokontroler ataupun menerima data serial yang dikirim dari mikrokontroler. Rangkaian ini mengirim data per-bit dalam waktu tertentu secara terus menerus. Pada rangkaian di atas menggunakan komponen MAX232 sebagai antarmuka komunikasi serial RS-232. IC ini menggunakan supply tegangan yang sama dengan mikrokontroler yang digunakan, yaitu 5 V.

10) Rangkaian DC Converter

Rangkaian DC converter adalah rangkaian pembalik tegangan positif untuk menghasilkan tegangan yang negatif. Rangkaian ini dibutuhkan sebagai supply/catu daya simetris DC untuk rangkaian penguat instrumentasi, penguat operasional awal dan akhir serta rangkaian filter yang menggunakan IC AD620 dan LF356. IC tersebut membutuhkan supply simetris untuk beroperasi. Rangkaian ini menggunakan IC ICL7660 sebagai komponen utamanya. Pada Gambar 3.21 berikut adalah rangkaian DC converter yang dirancang.

Gambar 3.21. Rangkaian DC Converter

3.4 Perancangan Software

Pada perancangan software ini akan menjelaskan semua fungsi dari aplikasi yang akan dibuat dan digunakan. Software yang akan digunakan dalam


(56)

perancangan software adalah LabVIEW 8.5. Dalam perancangan software ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu perancangan perangkat lunak pada mikrokontroler 1, akuisisi data/pengambilan data, filter digital, ekstraksi fitur, klasifikasi data menggunakan ANN dan perancangan perangkat lunak pada mikrokontroler 2.

3.4.1 Perancangan Perangkat Lunak Mikrokontroler 1 (ADC)

Perancangan perangkat lunak (firmware) mikrokontroler 1 ini ditujukan untuk proses ADC (analog to digital converter) dari sinyal EMG yang terbaca dan mengirimnya secara serial ke PC/personal computer untuk proses akuisisi data. Bahasa program yang digunakan adalah assembly. Pada Gambar 3.22 berikut adalah diagram alir firmware pada mikrokontroler 1.

Gambar 3.22. Diagram Alir Firmware Mikrokontroler 1

Pada mikrokontroler ATMega8535 sebelum melakukan proses ADC perlu dilakukan inisialisasi ADC dan baudrate sebagai berikut.

1. Pengaturan register ADMUX, yaitu register 8-bit yang berfungsi untuk menetapkan tegangan referensi ADC, format data keluaran dan channel ADC yang akan digunakan. Tegangan referensi yang digunakan adalah Vref


(57)

eksternal (REFS1=0; REFS0=1) dengan besar 5 V, pengaturan rata kiri hasil ADC (ADLAR:1) dan hanya satu channel yang digunakan untuk melakukan proses ADC (MUX4:0=00000). Berikut adalah konfigurasinya.

Tabel 3.5. Konfigurasi Register ADMUX

REFS1 REFS0 ADLAR MUX4 MUX3 MUX2 MUX1 MUX0

0 1 1 0 0 0 0 0

2. Pengaturan register ADCSRA (ADC Control and Status Register A), yaitu register 8-bit yang berfungsi melakukan manajemen sinyal kontrol, status dari ADC dan kecepatan frekuensi clock ADC (ADPS2:0=111). Berikut adalah konfigurasinya.

Tabel 3.6. Konfigurasi Register ADCSRA

ADEN ADSC ADATE ADIF ADIE ADPS2 ADPS1 ADPS0

1 0 0 0 0 1 1 1

Untuk mengatur aktivasi ADC maka bit ADEN (ADC Enable) di-set high dan untuk memulai konversi ADC maka bit ADSC (ADC Start Convertion) di-set high. Untuk menentukan kecepatan frekuensi clock ADC, maka perlu dilakukan pengaturan bit ADPS2:0. Berikut adalah konfigurasi kecepatan clock ADC.

Tabel 3.7. Konfigurasi Kecepatan Clock ADC

ADPS2:0 000 001 010 011 100 101 110 111

Clock ADC - fosc/2 fosc/4 fosc/8 fosc/16 fosc/32 fosc/64 fosc/128

fosc adalah frekuensi kristal yang digunakan (12 MHz). Karena

ATMega8535 hanya dapat merespon frekuensi tidak lebih dari 200 KHz, maka bit ADPS2:0 yang dipilih adalah 111, sehingga frekuensi clock ADC


(58)

adalah fosc/128=93,75KHz.

3. Pengaturan frekuensi sampling. Berdasarkan karakteristik dari EMG yang memiliki rentang frekuensi dari 20 Hz-500 Hz, maka menurut teori Nyquist frekuensi sampling minimal adalah dua kali dari frekuensi maksimum, yaitu 1000 Hz. Frekuensi sampling yang akan digunakan adalah sebesar 2000 Hz. Untuk mendapatkan frekuensi sampling sebesar 2000 Hz, hasil konversi ADC akan dibaca setiap waktu yang ditentukan, yaitu 1/2000 Hz = 0,5 mS. Jadi, dalam satu detik hasil konversi ADC yang dapat dibaca adalah sebesar 1/0,5 mS=2000 sampel.

4. Pengaturan baudrate, yaitu parameter untuk mengatur kecepatan data ADC yang akan dikirim secara serial. Pengaturan ini bertujuan untuk proses akuisisi data. Berikut adalah konfigurasinya.

a. Baudrate yang akan digunakan adalah sebesar 57,6 Kbps dan data serial yang dikirim adalah 10-bit (8-bit data serial, 1-bit start dan 1-bit stop). Jadi, data yang dapat dikirim setiap detiknya adalah 57,6 Kbps/10-bit=5,76 KHz.

b. Berdasarkan teori Nyquist, frekuensi maksimum yang bisa dikirim adalah 5,76 KHz/2=2,88 KHz. Karena frekuensi sampling yang digunakan adalah 2 KHz dan kurang dari frekuensi maksimum yang bisa dikirim, maka nilai baudrate yang dipilih bisa digunakan untuk proses akuisisi data.

3.4.2 Perancangan Program Aplikasi Komputer

Perancangan program aplikasi komputer ini dibuat menggunakan software LabVIEW 8.5. Software ini adalah salah satu aplikasi yang dapat membuat


(59)

program menggunakan notasi grafik (menghubungkan node-node fungsi dimana data mengalir). Program ini dibuat untuk membaca raw data dari sinyal EMG yang telah dikirim secara serial oleh mikrokontroler 1, kemudian analisis dengan proses ekstraksi fitur pada domain waktu dan proses klasifikasi menggunakan artificial neural network (ANN). Pada Gambar 3.23 berikut adalah blok diagram dari perancangan program aplikasi komputer yang dibuat.

Gambar 3.23. Blok Diagram Program Aplikasi Komputer

Gambar 3.24 berikut adalah tampilan utama dari program aplikasi komputer yang sudah dirancang.

Gambar 3.24. Tampilan Utama Program Aplikasi Komputer

3.4.2.1Perancangan Filter Digital

Dalam pengolah sinyal EMG dibutuhkan beberapa filter untuk meredam sinyal yang tidak termasuk dalam karakteristik sinyal EMG, baik itu filter analog maupun filter digital. Karakteristik sinyal EMG berada pada frekuensi 20 Hz-500 Hz dan sudah di-filter pada rangkaian filter analog. Pada rangkaian filter analog, noise pada sinyal EMG dapat dikurangi, tetapi untuk pengolahan sinyal EMG yang sudah digitalisasi, pembacaan ADC juga berpengaruh pada sinyal EMG


(60)

sehingga ada kemungkinan noise masih ada dalam sinyal EMG yang didapatkan. Ini disebabkan karena pada dasarnya filter yang benar-benar ideal itu tidak ada. Oleh karena itu, akan dirancang sebuah filter secara digital untuk mengurangi noise yang kemungkinan masih lolos pada filter analog sebelumnya.

Berikut ini adalah perancangan filter IIR band pass Butterworth yang akan dirancang.

1. Spesifikasi filter yang akan dirancang memiliki frekuensi pass band fp1=60

Hz dan fp2=250 Hz, frekuensi stop band fs1=10 Hz dan fs2=300 Hz, frekuensi

sampling (fsampling) 700 Hz, ripple pass band maksimum (rp) -3 dB dan

atenuasi minimum stop band (rs) -8 dB.

2. Melakukan prewarp frekuensi dari digital ke analog.

1 = tan

�. 1

� = 0,27 � /

2 = tan

�. 2

� = 2,04 � /

1 = tan

�. 1

� = 0,044 � /

2 = tan

�. 2

� = 4,47 � /

3. Men-transformasikan ke dalam low pass prototype.

�1= 1

2(

1. 2) 1( 1− 2)

= 7,05

�2=

22−( 1. 2) 2( 1− 2)

=−2,456

4. Mencari nilai orde dari low pass prototype yang didapat.


(61)

log⁡ 10

0,1. 1 100,1. −1

2. log = 1

5. Menentukan fungsi transfer H(s) berdasarkan table denominator polinomial Butterworth dengan nilai orde yang didapat, yaitu n=1.

= 1

1( )

= 1

+ 1

= �

2+

1 2

� 2− 1

=�

2+ 0,55

1,77�

�= −1

+ 1≡

1− −1

1 + −1

= 0,53−0,53

−2

1−0,27 −1−0,07 −2

6. Mengubah fungsi H(z) yang didapat ke dalam persamaan beda y(n).

= 0,53 −0,53 −2 + −0,27 −1 −0,07 [ −2]

Kemudian pada Gambar 3.25 berikut adalah hasil realisasi filter yang telah dirancang.

Gambar 3.25. Hasil Realisasi Respon Frekuensi Filter IIR Band Pass Butterworth dalam frekuensi ternormalisasi

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

-15 -10 -5 0

Normalized Frequency ( rad/sample)

M a g n itu d e ( d B )


(62)

3.4.2.2Perancangan Proses Ekstraksi Fitur Sinyal EMG

Sebelum dilakukan proses klasifikasi maka raw data yang telah di-filter perlu dilakukan proses ekstraksi fitur untuk menghasilkan nilai keluaran yang bisa dijadikan input/masukan untuk proses klasifikasi selanjutnya. Proses ini dilakukan dalam domain waktu. Dari banyak fitur yang bisa diekstraksi dari sinyal EMG. Integrated EMG (IEMG) akan dijadikan input dalam proses klasifikasi.

Integrated EMG (IEMG) dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai absolut dari amplitudo sinyal EMG. Pada umumnya, IEMG digunakan sebagai indeks untuk mendeteksi aktivitas otot sebagai pengontrol devais. IEMG dapat dirumuskan sebagai berikut.

= �=1| | (3.2) Dimana: N = jumlah sampel

n = nomor sampel

xn = amplitudo sampel sinyal ke-n

3.4.2.3Perancangan Proses Klasifikasi dengan Artificial Neural Network (ANN) Perancangan ANN ditujukan untuk meng-klasifikasikan nilai ekstraksi fitur EMG yang didapat sebelumnya untuk menentukan gerakan tangan yang sedang dilakukan. Pada Gambar 3.26 berikut adalah model jaringan perceptron yang dirancang.


(63)

Kemudian pada Gambar 3.27 berikut adalah diagram alir/flowchart yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam ANN.

Gambar 3.27. Diagram Alir pada Jaringan Perceptron yang dirancang

Dari Gambar 3.27 dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1. Banyaknya input adalah 1 (satu) yang diambil dari IEMG (x) pada proses ekstraksi fitur sebelumnya. Banyak output target yang diinginkan adalah 3 (tiga), yaitu gerakan ekstensi supinasi ([t1 t2 t3]=[1 1 1]), gerakan fleksi

supinasi ([t1 t2 t3]=[-1 1 1]) dan gerakan fleksi pronasi ([t1 t2 t3]=[-1 -1 1]).


(64)

sehingga pola yang akan di lakukan pembelajaran ada sebanyak 6 (enam) pola. Pasangan pola ditunjukan pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8. Pasangan Input dan Output Target

Pola x t1 t2 t3

1 IEMG Ekstensi Supinasi 1 1 1 1 2 IEMG Fleksi Supinasi 1 -1 1 1 3 IEMG Fleksi Pronasi 1 -1 -1 1 4 IEMG Ekstensi Supinasi 2 1 1 1 5 IEMG Fleksi Supinasi 2 -1 1 1 6 IEMG Fleksi Pronasi 2 -1 -1 1

2. Bobot dan bias pada awalnya diberikan nilai acak -0,5 ≤ wi ≤ 0,5 dan -0,5 ≤

bi≤ 0,5 dengan laju pembelajaran α=0,25.

3. Untuk proses pembelajaran pada jaringan dilakukan proses dengan algoritma sebagai berikut.

a. Memasukan nilai pola pertama x, t1, t2, t3 ke dalam jaringan.

b. Menghitung nilai v1, v2 dan v3 dengan rumus sebagai berikut. 1 = 1+ 1 (3.3)

2 = 2+ 2 (3.4) 3 = 3+ 3 (3.5)

c. Setiap nilai v1, v2 dan v3 dihitung nilai aktivasinya untuk mendapatkan

nilai output y1, y2 dan y3 dengan rumus 3.6. Fungsi aktivasi yang

digunakan adalah fungsi aktivasi Piecewise-linier. Nilai threshold yang digunakan adalah 1.

= 1 0 −1

� 1

� −1 <

� 1

< 1 (3.6)

d. Membandingkan nilai output y1, y2 dan y3 dengan target t1, t2 dan t3.


(65)

tidak ada perbaikan bobot atau bobot baru=bobot lama dan bias baru=bias lama;

- y2≠t2, maka perbaiki bobot dan bias w2 dan b2 dan jika y2=t2, maka

tidak ada perbaikan bobot atau bobot baru=bobot lama dan bias baru=bias lama;

- y3≠t3, maka perbaiki bobot dan bias w3 dan b3 dan jika y3=t3, maka

tidak ada perbaikan bobot atau bobot baru=bobot lama dan bias baru=bias lama.

Untuk perbaikan bobot dan bias menggunakan rumus sebagai berikut.

1 � = 1 � � +∆ dengan ∆ = α. 1. (3.7) 2 � = 2 � � +∆ dengan ∆ = α. 1. (3.8) 3 � = 3 � � +∆ dengan ∆ = α. 3. (3.9)

1 � = 1 � � +∆ dengan ∆ = α. 1 (3.10)

2 � = 2 � � +∆ dengan ∆ = α. 2 (3.11)

3 � = 3 � � +∆ dengan ∆ = α. 3 (3.12)

e. Memasukan pola x, t1, t2 dan t3 selanjutnya dan ulangi langkah a-e.

Untuk semua pola pertama sampai terakhir dihitung sebagai satu epok (iterasi). Proses akan berhenti setelah semua nilai y=t atau semua nilai output dari setiap pola bernilai sama dengan nilai target dari setiap pola.

3.4.3 Perancangan Perangkat Lunak Mikrokontroler 2 (Kontrol)

Perancangan perangkat lunak (firmware) pada mikrokontroler 2 ditujukan untuk mengatur gerakan tangan robot. Motor servo digunakan sebagai aktuator penggerak tangan robot yang sudut putarannya diatur dengan teknik PWM.


(66)

Mikrokontroler yang digunakan sendiri adalah ATMega8535 dengan bahasa program assembly. Pada Gambar 3.28 berikut adalah diagram alir dari firmware pada mikrokontroler 2.

Gambar 3.28. Diagram Alir Program Mikrokontroler 2

Fleksi dan ekstensi tangan robot digerakan dengan motor servo yang dikontrol dengan teknik PWM. Untuk mengatur PWM pada mikrokontroler ATMega8535 ini maka perlu dilakukan pengaturan awal sebagai berikut.

1. Pengaturan nilai timer yang diinginkan pada register TCNT1. Register TCNT1 ini adalah register 16-bit yang dibagi menjadi 2 register 8-bit, yaitu TCNT1H dan TCNT1L. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai TCNT1.

� ��1 = 65536−(� �

� ) (3.13)

Dimana: TCNT1 : nilai timer (hex)


(67)

T : waktu yang diinginkan/Ton atau Toff (detik)

N : prescaler (1, 8, 64, 256, 1024) 65536 : nilai maksimum timer.

2. Pengaturan register TCCR1B, yaitu register yang digunakan untuk mengatur mode timer dan prescaler yang ditunjukan pada Tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.9. Pengaturan register TCCR1B

ICNC1 ICES1 - WGM13 WGM12 CS12 CS11 CS10

0 0 0 0 0 0 1 1

Pada Tabel 3.10 berikut adalah pengaturan 3-bit untuk memilih prescaler yang akan digunakan.

Tabel 3.10. Pengaturan 3-bit untuk memilih prescaler CS12:10 Deskripsi

001 No Prescaler

010 8

011 64

100 256

101 1024

Untuk mengatur PWM pada motor servo, maka dibutuhkan pengaturan Ton

dan Toff yang ditunjukan pada Gambar 3.29 berikut.

Gambar 3.29. Pengaturan PWM Motor Servo

- Untuk gerakan fleksi tangan robot, untuk semua jarinya membutuhkan nilai Ton Toff


(68)

Ton dan Toff yang sama, yaitu Ton 0,6 mS dan Toff 20 mS. Pada Gambar 3.30

berikut adalah hasil gerakan fleksi pada tangan robot.

Gambar 3.30. Hasil Gerakan Fleksi pada Tangan Robot

- Untuk gerakan ekstensi tangan robot juga, masing-masing jari membutuhkan nilai Ton dan Toff yang berbeda. Nilai tersebut ditunjukan pada Tabel 3.11 di

bawah. Untuk mendapatkan nilai timer TCNT1 (Ton atau Toff) maka

digunakan rumus 3.9 sebelumnya. Pada Gambar 3.31 berikut adalah hasil gerakan ekstensi pada tangan robot.

Tabel 3.11. Nilai Ton dan Toff untuk Gerakan Fleksi pada Tangan Robot

Kelingking Manis Tengah Telunjuk Jempol

Ton (mS) 2,2 2,6 2,3 2,3 1,7

Toff (mS) 20


(69)

- Untuk gerakan pronasi pada lengan tangan robot diberikan nilai PWM dengan Ton 0,6 mS dan Toff 20 mS. Dan untuk gerakan supinasi pada lengan robot

diberikan Ton 2,15 mS dan Toff 20 mS. Pada Gambar 3.32 berikut adalah

hasil pergerakan pronasi dan supinasi pada lengan robot yang sudah dirancang.

(a) (b)

Gambar 3.32. (a) Hasil Gerakan Supinasi Lengan Robot, (b) Hasil Gerakan Pronasi Lengan Robot

Bagian yang melakukan

gerakan pronasi


(70)

70

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pengujian dan analisis ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sistem yang telah dirancang, apakah sudah seperti yang diharapkan atau tidak seperti yang diharapkan. Pengujian akan dilakukan dengan dua cara, yaitu pengujian hardware dan pengujian software, kemudian meng-analisa data-data hasil pengujian tersebut.

4.1 Pengujian Hardware

Pengujian secara hardware ini dilakukan untuk menguji beberapa rangkaian utama dari sistem untuk untuk membuktikan apakah rangkaian utama yang sudah dirancang tersebut memiliki hasil pengujian seperti yang diharapkan. Berikut adalah beberapa pengujian hardware yang akan dilakukan untuk mendapatkan data-data hasil pengujiannya.

1. Pengujian karakteristik sinyal EMG menggunakan penguat awal (penguat instrumentasi) dengan penguatan 10 kali dan pengujian pengaruh kontraksi otot terhadap sinyal EMG.

2. Pengujian rangkaian penguat kedua (penguat non-inverting) dengan penguatan 10 kali.

3. Pengujian rangkaian band pass filter 20 - 500 Hz.

4. Pengujian rangkaian penguat akhir (penguat non-inverting) dengan penguatan 5 kali.

5. Pengujian respon waktu sistem yang dirancang untuk mendeteksi pergerakan tangan manusia yang dilakukan.


(71)

4.1.1 Pengujian Karakteristik Sinyal EMG Menggunakan Penguat Awal (Penguat Instrumentasi) dengan Penguatan 10 Kali dan Pengujian Pengaruh Kontraksi Otot Terhadap Sinyal EMG

Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan teori tentang karakteristik sinyal EMG dan pengaruh kontraksi otot terhadap sinyal EMG tersebut. Pengujian ini dilakukan menggunakan penguat instrumentasi dengan penguatan 10 kali. Berikut adalah beberapa hasil realisasi pembacaan sinyal EMG dengan menggunakan osiloskop.

Gambar 4.1. Realisasi Sinyal EMG pada saat Gerakan Ekstensi Supinasi Tangan


(72)

(73)

Gambar 4.3. Realisasi Sinyal EMG pada saat Gerakan Fleksi Pronasi Tangan

Berdasarkan gambar hasil pengujian di atas dapat diambil data yang ditunjukan pada di bawah.

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Pembacaan Sinyal EMG untuk Setiap Gerakan Tangan

Gerakan Vpp (mVpp) Vavg (mVpp) Frekuensi (Hz)

Ekstensi Supinasi 31,20 1,09 21,19

Fleksi Supinasi 96,00 4,45 188,10

Fleksi Pronasi 106,00 7,58 236,00

Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa nilai Vpp terendah dan tertinggi dari setiap pergerakan tangan adalah antara 31,20 – 106,00 mVpp. Dan penguatan yang dirancang pada rangkaian penguat instrumentasi ini adalah 10 kali, dengan asumsi nilai komponen adalah ideal, sehingga dapat dicari sinyal input EMG aslinya sebesar.

� ( � ) =�

� =

31,20 �

10 = 3,12 �

� ( � ) =�

� =

96,00 �


(74)

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Abdul Barry Husein

Alamat Asal : Jl. Senaken RT.10 No.23, Tanah Grogot, Kalimantan Timur

Alamat Sekarang : Jl. Tubagus Ismail Dalam No. 28 E/153 A, Bandung, Jawa

Barat

Nomor Telepon : 08960154549

Email : sein22711@yahoo.com

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Kelahiran : 29 Desember 1993

Status : Belum Menikah

Warga Negara : Indonesia

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan

No Sekolah/Universitas

1 TK Kartika Tanah Grogot 2 MIN Tanah Grogot 3 MTsN Model Amuntai 4 SMKN 5 Banjarmasin

5 Universitas Komputer Indonesia Bandung

Keterangan

Universitas Komputer Indonesia program studi Teknik Elektro Kendali Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer dari tahun 2011-2015 dengan transkrip nilai 3,62.


(2)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur kepada Allah SWT

atas segala berkah, rahmat dan ni’mat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

perancangan alat dan penyusunan laporan tugas akhir dengan judul “Sistem

Pengendalian Prostetik Tangan Robotik melalui Pendeteksian Sinyal EMG”. Dan juga tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita,

Nabi Muhammad SAW beserta umat yang mengikuti ajarannya hingga akhir

zaman. Penulisan laporan tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu

persyaratan untuk mencapai S-1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan

Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari kata sempurna,

dikarenakan keterbatasan penulis, baik dalam penyajian materi, sistematika

penulisan, sumber referensi, pengetahuan serta pengalaman penulis. Penulis

mengharapkan tugas akhir ini dapat memberikan ilmu yang baik khusus bagi

penulis dan umumnya pada pembaca.

Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, banyak pihak yang sudah

memberikan bantuan baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada banyak

pihak tersebut, khususnya kedua orang tua penulis, Ibu dan Ayah yang selalu

mendoakan kebaikan bagi penulis, selalu memberikan motivasi dan memberikan

dukungan secara materil. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada,

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M. Sc., selaku Rektor Universitas


(3)

v

2. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M. Sc., selaku Dekan Fakultas

Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia, Bandung;

3. Bapak Muhammad Aria, M.T., selaku Ketua Jurusan Program Studi Teknik

Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer

Indonesia, Bandung;

4. Ibu Tri Rahajoeningroem, M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir Program

Studi Teknik Elektro, Universitas Komputer Indonesia, Bandung;

5. Bapak Jana Utama, M.T., selaku Dosen Pembimbing yang selalu

memberikan arahan, ilmu, ide dan motivasinya kepada penulis selama

pembuatan alat dan penulisan laporan tugas akhir ini;

6. Keluarga penulis, yang selalu memberikan doa dan motivasi mereka kepada

penulis;

7. Rekan mahasiswa selaku teman-teman penulis yang selama ini seringkali

berbagi pengalaman mereka, memberikan ide, ilmu dan motivasi mereka;

8. Berbagai pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Bandung,

Penulis,

Abdul Barry Husein NIM. 131.11.029


(4)

(5)

(6)