PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTISME DI TKLB PUTRA JAYA MALANG

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan menempati peranan penting dalam upaya
meningkatkan kualitas warganya baik segi sosial, intelektual maupun kualitas keilmuannya. Hal
ini tidak terlepas dari kerangka kelangsungan hidup dan kemajuan bangsa.
Menyadari akan pentingnya pendidikan tersebut maka dijelaskan menurut Ningsih (2005)
Undang-Undang 1945 pasal 2 menegaskan bahwa salah satu tujuan terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan
tersebut, selanjutnya ditetapkan pula dalam Bab XIII pasal 31 Undang-Undang 1945 bahwa tiaptiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran (ayat 1) dan pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasioanal yang diatur dalam undang-undang. Hal
tersebut di atas berarti pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di Indonesia benar-benar
mendapatkan perhatian yang serius dengan landasan Undang-Undang yang kokoh. Hal senada
diperkuat dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yaitu

pendidikan harus diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah dan

masyarakat (1992:20).

Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional telah disahkan sejak tanggal 8 Juli
2003 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989. Undang-undang 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional tersebut pada pasal 5 ayat 1 menyebutkan setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal tersebut
mengisyaratkan

bahwa

pemerintah

melalui

menteri

pendidikan

nasional

untuk


menyelenggarakan pendidikan yang bermutu untuk semua warga Negara Indonesia tanpa
kecuali. Hal yang sedemikian ini juga berlaku bagi anak–anak yang memiliki hambatan dalam
belajar dan memerlukan penanganan khusus. Anak yang demikian ini sering dikatakan anak
berkebutuhan khusus. Anak yang berkebutuhan khusus memerlukan penanganan yang spesifik
berbeda dengan anak normal pada umumnya.
Selama ini, anak-anak luar biasa mendapatkan pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB)
sesuai dengan spesialisasinya yaitu :
a. SLB-A untuk sekolah anak tuna netra

2

b. SLB-B untuk sekolah anak tuna rungu
c. SLB-C untuk sekolah anak tuna grahita
d. SLB-D untuk sekolah anak tuna daksa
Selain SLB tersebut juga disediakan taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah ini
juga menampung berbagai jenis anak berkelainan sehingga di dalamnya mungkin terdapat tuna
rungu, tuna daksa, tuna grahita, cerebral palsy, idiot, dan autis. Untuk mengatasi
ketidakmampuan anak yang memiliki gangguan autis maka perlu seorang guru yang memiliki
kompetensi sebagai seorang pendidik pada anak autis.
Di samping itu, guru harus memiliki keyakinan bahwa lingkungan belajar harus dikelola

sedemikian rupa sehingga anak-anak belajar di kelas dalam suasana lingkungan kelas yang dapat
menggembirakan anak-anak yang tidak menjanjikan lingkungan belajar sebagai halangan
beraktivitas di kelas. Bentuk dan muatan kurikulum juga didesain untuk memaksimalkan potensi
pembelajaran anak-anak dan menjamin bahwa yang diajarkan adalah relevan dengan kebutuhan
anak-anak. Lebih lanjut, Muhammad (2008) mengatakan bahwa setiap anak harus diperlakukan
sisi objektif dan tampil sebagai sosok yang menyenangkan, jujur.
Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, dan melatih siswa. Seorang guru
hendaknya menyadari bahwa semua itu untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada akhirnya anak
didik diharapkan mendapatkan hasil pendidikan yang memuaskan dari seorang guru yang
diharapkan sebagai fasilitator anak didik mereka.
Hal sedemikian ini juga berlaku bagi anak-anak yang memiliki hambatan dan
memerlukan penanganan khusus. anak yang demikian ini sering dikatakan anak luar biasa.
Anak luar biasa ini memerlukan penanganan khusus dan spesifik yang berbeda dengan anak
normal yang lainnya. Salah satu bentuk gangguan sosial dan komunikasi disertai dengan
keterbasan pola tingkah laku atau pengulangan tingkah laku dan perhatian, yaitu autis.
Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang ditandai munculnya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi
sosial dan perilakunya. Dalam bahasa Yunani dikenal kata autis, “auto‟ berarti sendiri ditujukan
kepada seseorang ketika dia menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri atau mempunyai
dunia sendiri ” (Galih , 2008). Autis pada anak-anak berbeda-beda tarafnya, dari yang paling

ringan sampai yang berat. Autis dapat terjadi pada siapa saja tanpa membedakan status sosial

3

maupun ekonomi. Dengan perbandingan 4:1 pada anak laki-laki. IQ pada anak autis bisa dari
yang rendah sampai IQ yang tinggi (Maria, 2001).
Menurut Depdiknas 2002 (dalam Hadis, 2006) mengemukakan bahwa autis adalah suatu
gangguan perkembangan yang komplek menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas
imajinasi dan autistik ialah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensori, pola bermain, perilaku dan emosi. Depdiknas
2002 mendeskripsikan karakteristik anak autis berdasarkan jenis masalah atau gangguan yang
dialami oleh anak autistik. Ada enam jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis,
yaitu masalah komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensori, gangguan pola bermain gangguan
perilaku dan gangguan emosi. Masalah atau gangguan di bidang interaksi sosial, dengan
karakteristik berupa : anak lebih suka menyendiri, tidak ada kontak mata dengan orang lain atau
menghindari tatapan muka/mata dengan orang lain, tidak tertarik untuk bermain bersama dengan
teman (baik sebaya maupun lebih tua dari dia), bila diajak bermain anak autistik itu tidak mau
atau menjauh.
Pada penanganan anak autis sering dijumpai terdapat gangguan yang ditandai 3 gejala
utama yaitu gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi dan imajinasi. Di antara ketiga hal

tersebut, yang paling penting diperbaiki lebih dahulu adalah interaksi sosial. Bila interaksi
membaik, seringkali gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak
orang tua mengharapkan anaknya segera bicara dan akan merasakan sedih jika hal itu tidak
terjadi. Tanpa adanya interaksi yang baik dengan anak gangguan autis maka pembicaraan yang
terlontar berupa ekolalia, mengulang sesuatu yang didengar. Komunikasi juga tidak selalu
identik dengan bicara. Bisa berkomunikasi non verbal jauh lebih baik dibandingkan bicara yang
tidak dapat dimengerti inti pembicaraannya. (Peeters, 2004).
Namun demikian, dalam beraktivitas anak autis memiliki keterbatasan. Anak peyandang
autis menunjukkan adanya gangguan dalam berkomunikasi. Gangguan berkomunikasi tersebut
dapat terlihat dalam bentuk keterlambatan berbicara, tidak bicara, bicara dalam bahasa yang
tidak dapat dimengerti atau bicara hanya dengan meniru saja (ekolalia). Ekolalia hanya bisa
dianggap suatu ciri autisme jika muncul pada usia mental yang lebih tinggi. Bagi seorang anak
penyandang autis dengan usia mental 5 tahun, tidaklah normal jika menunjukkan ekolali. Ini
mungkin dianggap sebagai “gangguan kualitatif”. (Peeters, 2004).

4

Pada dasarnya terdapat gejala anak autis, yaitu: pertama terjadi gangguan komunikasi
verbal maupun non verbal seperti terlambat berbicara, merancau, sering meniru (echolalia),
sering menarik tangan orang yang ada didekatnya agar melakukan sesuatu untuknya. Kedua,

terjadi gangguan interaksi sosial seperti menghindari tatapan mata orang lain, lebih asyik
bermain sendiri dan menolak untuk dipeluk. Ketiga, terjadi gangguan pada perilaku yang
berlebihan (excessive) misalnya tidak bisa diam dan mengulang-ulang gerakan tertentu atau
gangguan perilaku kekurangan (deficient) misalnya diam dengan tatapan kosong dan bermain
secara monoton. Keempat, terjadi gangguan emosi, yaitu tak ada atau kurangnya empati, tertawatawa tanpa sebab, menangis atau marah-marah sendiri dan sering mengamuk (temper tantrum).
Kelima, terjadi gangguan persepsi sensoris seperti suka mencium-cium atau menjilat-jilat benda
apa saja, tak bisa mendengar suara keras dan tak mau diraba/disentuh (Mikael, 2001).
Berdasarkan beberapa kondisi tersebut, maka seorang anak autis akan mengalami kendala
dalam melakukan interaksi dengan lingkungan yang ada disekitar. Kendala dalam melakukan
interaksi sosial tersebut dikarenakan seorang anak autis memiliki kecenderungan bersikap acuh
terhadap kondisi yang sedang terjadi. Pada sisi yang lain seorang anak autis tidak mampu
bersosilisasi dan berkomunikasi dengan baik dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Beberapa
kendala seorang anak autis dalam melakukan interaksi sosial yaitu dapat diketahui adanya
kendala dalam berbahasa sehingga agak sulit untuk membangun atau melakukan interaksi sosial
dengan lingkungan yang berada disekitarnya. Bila interaksi membaik seringkali gangguan
komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis.
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan
individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara
kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan

sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang
menggunakannya.
Definisi interaksi sosial menurut Gillin (1995) ialah merupakan hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorang dengan kelompok manusia.

5

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer (1987) adalah pada saat manusia
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi

manusia.

Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan
sesamanya. Dan terakhir adalah makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan
terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai
sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak
sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial
Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi

terhadap informasi yang disampaikan. Beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi
dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu
ciri fisik dan penampailan. Ciri fisik adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak
lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik
fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan
dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan
dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan
jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada
dimensi waktu ini, terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk
interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas.
Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi yang dibuat oleh
individu dan masyarakat.
1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat
Sukanto (2002) yaitu:
1. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang
berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik,
kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu

berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus

6

menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan
berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan
melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan
badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk Soekanto (2002) yaitu sebagai
berikut :
a. Antara orang perorangan, misalnya apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan
dalam keluarga.
b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atausebaliknya, misalnya apabila
seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma masyarakat.
c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya, umpamanya adalah dua
partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan kontak sosial
negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama,
sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali
tidak menghasilkan kontak sosial.
Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi

apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak
yang sekunder memerlukan suatu perantara.
2. Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang
berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok
dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk
menentukan reaksi apa yang akan dilakukan.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap
tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan,
sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan.
Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar

7

kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi
karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.
2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
a. Kerja Sama (Cooperation)

Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial
yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan
terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk
interaksi social atas dasar bahwa segala macam bentuk inetarksi tersebut dapat dikembalikan
kepada kerja sama. Kerja sama di sini diartikan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia.
Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam
kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut
berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada
kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus
ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima.
Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang
bekerja sama, agar rencana kerja sama dapat terleksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-groupnya) dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila
ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan
yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang
atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu
yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginankeinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber
dari luar kelompok itu.
Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama yaitu:
1.

Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.

2.

Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa
antara dua organisasi atau lebih.

8

3.

Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara
untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang bersangkutan.

4.

Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua ornagisasi atau lebih yang mempunyai
tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk
sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai
struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utama
adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya alaha kooperatif.

5.

Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya
pemboran minyak, pertambangan batu bara,perfilman, perhotelan, dll.

b. Persaingan (competition)
Adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara
menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan
ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe umum yakni yang bersifat pribadi dan
tidak pribadi.
3. Jenis-jenis Interaksi Sosial
Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:
1. Interaksi antara Individu dan Individu. Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah
mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun
sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak

sadar

akan

adanya

pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat
dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang
menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi
orang lain.
2. Interaksi antara Kelompok dan Kelompok. Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok
satu

kesatuan

bukan

sebagai

pribadi-pribadi

anggota

kelompok

sebagai
yang

bersangkutan.Contohnya, permusuhan antara Indonesia dengan Belanda pada zaman
perang fisik.

9

3. Interaksi antara Individu dan Kelompok. Bentuk interaksi di sini berbeda-beda sesuai dengan
keadaan. Interaksi tersebut lebih mencolok manakala terjadi perbenturan antara kepentingan
perorangan dan kepentingan kelompok.
c. Konflik
konflik dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara berbagai tujuan dan kepentingan dalam
suatu system dan struktur organisasi kemasyarakatan yang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan pertentangan dan dapat menimbulkan krisis. Konflik terjadi manakala dalam
hubungan antara dua orang atau kelompok, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan
yang lainnya. Sehingga salah satu atau keduanya terganggu.
Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran
mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang
bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci, kesetiaan atau
pengkhianatan,mempunyai maksud melukai atau menolong.

4. Peranan guru
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Kedudukan diartikan sebagai
tempat atau posisi seseorang dalam suau kelompok social. Peranan adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang mempunyai status Soekanto

(2003). Apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu
peranan.
Peranan tidak ada tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Dalam arti tertentu,
status dan peran adalah dua aspek dan gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan
kewajiban sedangkan peranan adalah pemeranan dari seperangkat kewajiban dan hak-hak
tersebut. Peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya. Pentingnya
peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada
batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan orang lain Soekanto (2003), mencakup tiga hal
antara lain:
a.

Peranan meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peranan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

10

b.

Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
smasyarakat sebagai organisasi.

c.

Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur

social

masyarakat.
Peranan dapat ditarik kesimpulan sebagai serangkaian perilaku yang harus dikerjakan
seseorang sebagai tanggapan terhadap harapan orang lain. Seseorang ketika menempati posisi
kedudukan tertentu mempunyai perilaku tertentu yang dituntut memenuhi harapan akan perannya
itu menjalankan peranannya.

4.1 Peran Guru Dalam Pendidikan
Menurut undang-undang Republic Indonesia No.20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang peyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut Ayat 6 pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai gurur, dosen, konselor, pamong belajar, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.
Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak
didik juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde
normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri.
Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan
dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi
dan upaya penuh kearifan.
Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab,
bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus melalui cara yang sesuai dengan keadaan peserta
didik diamana selain peran yang telah disebutkan di atas hal yang perlu dan penting dimiliki oleh
pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis yang relevan pada hakikatnya inti
persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik
terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin
dengan keadaan peserta didik seperti yang dijelaskan oleh Suryabrata (2004). Yoesoef (1980)

11

menyatakan bahwa seorang guru mempunyai 3 tugas pokok yaitu tugas professional, tugas
manusiawi dan tugas kemasyarakatan (siric mission).
Tugas-tugas professional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu
pengetahuan ketrampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan
seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas manusiawi seorang guru adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat
memenuhi tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu
adalah transformasi diri. Identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.

4.2 Pengertian Guru
Menurut Undang-Undang Republic Indonesia No. 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1ayat 5
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggarakan penddikan. Sedangkan menurut ayat 6 pendidik adalah
tenaga kependidikanyang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya
serta pasrtisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan ank
didik, juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping ode
normative guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri.
Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan
dengan tanpa dasar atau sambil lalu tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab
tinggi dan upaya penuh kearifan.
Apabila memperhatikan unsur tanggung jawab secara moril dan rasional maka yang
tersirat adalah melakukan proses belajar yang tidak beralasan atau asal-asalan saja. Tanpa
pertanggung jawaban tersebut maka akan membuahkan kesewenang-wenangan terhadap anak
didiknya. Peran seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan pelatihan serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 pasal 39 ayat 2.

12

Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab,
bahwa dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaaan
peserta didik. Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting
dimiliki oleh guru yaitu guru harus mengetahui psikologis yang relevan pada hakikatnya inti
persoalan psikologis terletak pada peserta didik sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik
terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin
dengan keadaan peserta didik. Suryabrata (2004).

4,3 Fungsi dan Peran Guru
1.

Guru sebagai demonstrator
Soetomo (1993) melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru

hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta
senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah
satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti
bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya
dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai
demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
2) Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar.
Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena
masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya.
Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar,
demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam
mengajar. Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan
menurut Rooijakkers (1990). William Burton mengemukakan bahwa mengajar diartikan upaya
memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses

13

belajar. Dalam hal ini peranan guru sangat penting dalam mengelola kelas agar terjadi proses
belajar mengajar berjalan dengan baik.
Mengajar adalah aktivitas/ kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan
sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu agar
siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan. Tujuan
mengajar juga diartikan sebagai cara untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam
tingkah laku seorang siswa Samsu (2001).
Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran
tersebut atau sesudah materi disampaikan oleh guru. Menurut Sagala (2003), belajar adalah
kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah
bahan belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru dan siswa samasama mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam
PBM di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar.

Dengan

demikian

proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di mana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut merespon
situasi tertentu yang ia hadapi Corey (1986)
2) Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar.
Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena
masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya.
Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian
juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar.
Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan menurut
Rooijakkers (1990).

Mengajar adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau

lingkungan sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru
yaitu agar siswa memahami, mengerti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan.
Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran
tersebut atau sesudah materi dari guru ia terima. Menurut Sagala (2003) belajar adalah kegiatan
individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan
belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru dan siswa sama-sama

14

mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam proses
belajar mengajar di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan
demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di
mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut
merespon situasi tertentu yang ia hadapi (Corey, 1986:195)
3) Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan
merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian
integral demi berhasilnya proses pendidikan.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya
berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar-mengajar, baik yang berupa
narasumber, buku teks, majalah ataupun surat kabar.
4) Guru sebagai evaluator
Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktuwaktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu
tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil
yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Penilaian perlu dilakukan,
karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan
siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara
luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam
pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;

15

5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskan) maupun secara moral
(kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan
mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses
pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1.

Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan

di

dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2.

Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin,
merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar

sesuaidengan

rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan
kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama
proses berlangsung (during teaching problems).
3.

Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan
akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat skeberhasilan proses
pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik

mengenai aspek keefektifan

prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia.
Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher
councel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam
batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Di lain pihak,
Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan
masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola
pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan
pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik
dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai
pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen

16

masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan
aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut
pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi
pendidikan, guru berperan sebagai :
1.

Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;

2.

Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan;

3.

Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;

4.

Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan
disiplin;

5.

Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat
berlangsung dengan baik;

6.

Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan
perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa
depan; dan

7.

Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :
1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan

kepada

masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus
untuk

mengembangkan penguasaan keilmuannya;

3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di
sekolah;
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para
peserta didik

17

5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman
berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
1.

Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi
pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;

2. Seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang
yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan
para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan
aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
4. Inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu

pembaharuan

bagi membuat suatu hal yang baik; dan
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi
terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua
peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan
memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup
hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak
tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi
peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan
sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses
pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Anak adalah mahkluk sosial untuk perkembangan dan pertumbuhannya disamping
memperhatikan individualitasnya anak juga memperhatikan masyarakat tempat dimana mereka
diasuh dan didewasakan. Lingkungan social inilah yang memberikan fasilitas dan arena bermain
pada anak untuk pelaksanaan realisasi diri. Anak yang berdiri sendiri dan terpisah secara total
dari masyarakat serta pengaruh cultural orang dewasa tidak mungkin dia menjadi anak normal.

18

Tanpa bantuan orang dewasa anak akan mati, tanpa bantuan manusia lain dan lingkungan
socialnya maka seorang anak tidak mungkin mencapai taraf kemanusiaan yang normal.
Anak itu merupakan pribadi social yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang
lain untuk memanusiakan dirinya. Anak adalah manusia yang juga membutuhkan kebutuhan
dasar. Kebutuhan manusia berdasarkan pada setiap perkembangan hidup manusia yaitu sejak
dilahirkan sampai usia lanjut.
Mengacu pada uraian di atas maka peran guru diartikan sebagai kemampuan. Seorang
guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi
tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal pengetahuan yang dimiliknya peran guru sangat
diperlukan untuk mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga pengajar.
Guru sebagai pendidik ataupun sebagai pengajar merupakan factor penentu keberhasilan
pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive),
sikap/nilai (affective), dan ketrampilan (psychometer) kepada anak didik. Tugas guru di
lapangan

pengajaran berperan juga sebagai pembimbing proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pendidikan. Dan dengan demikian tugas dan peranan guru adalah mengajar dan
mendidik berkaitan dengan hal tersebut guru harus memiliki inovasi tinggi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran guru dalam mengembangkan interaksi sosial pada anak autsi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui peran guru dalam mengembangkan
interaksi social pada anak autis di TKLB Putra Jaya.
2. Manfaaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi
khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu psikologi. Khususnya psikologi
perkembangan dan psikologi klinis.
b) Manfaat Praktis

19

Bagi orang tua yang memiliki anak autis, diharapkan dapat memahami bagaimana
berinteraksi dengan anak autis.
D. Rencana Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam,
yaitu :
1. Wawancara
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terarah.
Menurut Suryabrata (dalam Ratnasari, 2008) wawancara terarah adalah wawancara yang
dimulai dari wawancara tak berstruktur untuk menimbulkan suasana bebas dan akrab
kemudian diikuti dengan wawancara terstruktur sehingga pembicaraan tetap terarah dan
mengena pada sasaran. Wawancara ini dilakukan kepada para pengajar. Peneliti memilih
jenis wawancara ini karena jenis wawancara ini dapat digunakan untuk melakukan
wawancara secara mendalam untuk mendapatkan data-data penelitian mengenai peran
guru dalam mengembangkan interaksi social pada anak autis.
2. Observasi
Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tak
berstruktur. Observasi tak berstruktur yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Fokus observasi akan dikembangkan
selama kegiatan observasi berlangsung dengan menggunakan rambu-rambu pengamatan.
Peneliti menggunakan observasi tak berstruktur karena dengan observasi ini peneliti
dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan analisis dan
kemudian membuat kesimpulan. Observasi ini sendiri dilakukan ketika akan
menentukan subjek penelitian.

2. Metode Analisis Data
Analisa data adalah suatu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa

20

yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritaka kepada orang lain menurut
Biklen (dalam Moleong, 2007). Peneliti melihat kembali hasil dari pencatatan awal yang
kemudian dibuat suatu kesimpulan dari semua jawaban subjek penelitian, setelah
penyajian data lengkap barulah kemudian dibuat suatu kesimpulan secara menyeluruh.
1. Keabsahan Data
Pemeriksaan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Triangulasi,
yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu Moleong (2007).
Berdasarkan pertimbangan pada hasil data awal yang diperoleh dari informan lainnya,
maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dan
triangulasi teknik. Pada triangulasi sumber, peneliti menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber
yakni ibu dan saudara subjek. Data yang diperoleh dari narasumber akan dideskripsikan
dan dikategorikan untuk dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan. Sedangkan pada triangulasi teknik, peneliti menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda yakni data yang diperoleh dengan wawancara akan dicek dengan observasi,
sehingga akan didapat kepastian data mana yang dianggap benar.

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL PADA
ANAK AUTISME DI TKLB PUTRA JAYA MALANG

SKRIPSI MAGANG
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai salah satu persyaratan untuk Menempuh
Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :
Tri Indah Widyaningsih
201020230312325

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL PADA
ANAK AUTISME DI TKLB PUTRA JAYA MALANG

SKRIPSI MAGANG

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai salah satu persyaratan untuk Menempuh
Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :
Tri Indah Widyaningsih
201020230312325

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi

: Peran Guru Dalam Mengembangkan Interaksi Sosial
Pada Anak Autis Di TKLB Putra Jaya Malang

Nama Peneliti

: Tri Indah Widyaningsih

NIM

: 201020230312325

Fakultas

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Waktu Penelitian

: 1 September- 30 Desember 2011

Malang, 29 Desember 2011
Pembimbing I

Dra. Siti Suminarti Fasikhah. M.Si

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Tri Indah Widyaningsih

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 7 Juli 1986
NIM

: 201020230312325

Fakultas

: Psikologi

Menyatakan

bahwa

skripsi

yang

berjudul

”Peran

Guru

Dalam

Mengembangkan Interaksi Sosial Pada Anak Autis Di TKLB Putra Jaya
Malang” adalah karya Saya sendiri dan bukan merupakan karya tulis orang lain,
baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah
disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya dan
apabila pernyataan ini tidak benar Saya bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Mengetahui,

Malang, 03 April 2012

Ketua Program Studi

Yang menyatakan,

M. Salis Yuniardi, M.Psi

Tri Indah Widyaningsih

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan hidayah-Nya, serta Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membimbing umatNya ke jalan yang benar.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul “Peran guru dalam
mengembangkan interaksi sosial Anak Autis di TKLB Putra Jaya”, sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah
Malang. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan petunjuk serta bantuanyang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.

Dra. Cahyaning Suryaningrum M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

2.

Dra. Siti Suminarti Fasikhah. M.Si selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat
berguna, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3.

Bapak Salis Yuniardi, M.Psi selaku dosen wali yang telah mendukung dan
memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
Jasa pak salis tidak pernah saya lupakan, karena Pak Salis sudah mengerti
keadaan saya dan bisa memaklumi dan sangat sangat membantu saya dalam
perkuliahan ini.

4.

Yayasan Pendidikan Luar Biasa Putra Jaya Malang yang telah memberikan
ijin dan fasilitas bagi penulis untuk melakukan magang. Bu ripka, Bu Yuyut,
Bu Lilik dan para pengajar di TKLB Putra Jaya yang selalu membantu dan
memberikan masukan.

5.

Untuk murid-murid yang di TKLB, mereka selalu ceria menyambut
kedatangan saya di kelas mereka. (Farel, Davin, David, Merry Dan Andika)
senyum mereka membuat saya tau bagaimana cara bersabar. Karenamengajar
anak autis dibutuhkan kesabaran, wajah polos mereka akan selalu saya ingat.

6.

Kedua orang tuaku, Mama yang selalu menemani saya dimana pun saya
berada terkadang ikut ngampus juga dan Bapakku sayang walaupun sudah
tidak ada tapi skripsi ini adalah kado untuk beliau yang menjadi motivasi dan
memberikan doa serta kasih sayang yang tidak pernah berhenti selama saya
menuntut ilmu sampai meyelesaikan skripsi ya..dengan waktu yang sangat
lama delapan tahun.

7.

Untuk suami saya yang baik hati dan baik sekali membantu dalam pengerjaan
skripsi. Yang memberikan semangat dan terkadang agak cerewet, saya tidak
bisa membalas kebaikanmu suamiku selain saya bisa lulus dan bisa bekerja
(ya nanti dipikir mau bekerja dimana..uke Bapak Nanang).

8.

Untuk Kakak saya yang sangat mencintai saya dan terkadang menyindir saya,
Mas Yoge dan Mas Yuda, dan kakak ipar saya „Bu Hakim- Mbak Lia‟-yang
sangat membantu dalam hal apapun itu mulai jaman Nabi Nuh sampai
sekarang. Dan untuk si gendut “Dinda Atsillah Salsabillah” ni bocah juga ikut
meramaikan suasana kampus.

9.

Teman–teman yang merasa menjadi teman saya tentunya. Seperti Umik,
Umbar, Ika cc, mas blacke (Fuad), Peter CC, Kiki CC dan teman yang

10.

tidakjelas statusnya

seperti Hudan, dia merupakan anak kos sekaligus adik

tingkat. Makasih

Hudan.

Khusuzon Mbak Copi Orenje. Mbak yang satu ini paling berjasa, dan paling
lama dikampus.
Dengan kerendahan hati, penulis persembahkan skripsi ini.semoga karya ini

dapat bermanfaat Amien.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Malang, 24 April 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ............................................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
INTISARI ................................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................................x
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii

BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 18
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................18
D. Rencana Penelitian ...............................................................................19
1. Metode Pengumpulan Data ………………………………….......19
2. Metode Analisa Data………………………………………..……19

BAB II.

PENGUMPULAN DATA
A. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................21
B. Deskripsi Data .........................................................................................21
C. Analisis Data ...........................................................................................11
1. Daftar Subyek Pe