Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresi

Sikap agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresi, diantaranya: a) frustasi, b) media kekerasan, c) faktor lingkungan fisik, d) sosial modeling (observational learning), dan e) arousal yang bersifat umum. Ando dkk (2007) menyatakan bahwa frustasi, faktor lingkungan dan model sosial berpengaruh signifikan dalam meningkatkan dan mengurangi kecenderungan agresif pada anak. Menurut David Off terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku agresi, yaitu :

a. Faktor Biologis Faktor ini merupakan dorongan-dorongan yang berasal dari dalam diri individu. Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi Agresi yaitu, 1.) Faktor Gen Berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak mengatur penelitian yang di lakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan lebih mudah marah dibandingkan dengan betinanya. 2.) Sistem otak yang terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau mengendalikan agresi. 3.) Kimia Darah Kimia darah khususnya hormone seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan mempengaruhi perilaku agresi.

b. Faktor Belajar Sosial Berbeda dengan faktor biologis, faktor belajar sosial ini lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar diri individu.

c. Kesenjangan Generasi Adanya perbedaan atau jurang pemisah (GAP) antara generasi anak dan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan sering kali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya prilaku agresi pada anak.

d. Faktor Lingkungan Prilaku agresi di sebabkan oleh beberapa faktor. Berikut merupakan uraian singkat mengenai faktor-faktor tersebut : 1.) Kemiskinan Bila individu yang di besarkan dalam lingkungan kemiskinan maka perilaku agresi pada dirinya secara alami mengalami peningkatan. 2.) Anonimitas Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya, dan bermacam-macam informasi yang sangat luar biasa besarnya. Individu secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu individu dengan individu lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila individu merasa anonim, ia cenderung berprilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada individu lain. 3.) Suhu Udara Yang Panas Dan Kesesakan Suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas.

e. Faktor Amarah Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut di salurkan maka terjadilah perilaku agresi.

f. Faktor Frustasi Terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segara terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresif.

g. Proses Pemberian Hukuman Yang Berlebihan Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman yang berlebihan, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja di sekolah. Pemberian hukuman seperti itu akan membuat siswa-siswi menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahan dalam bentuk agresi kepada orang lain.

Sedangkan menurut Sarwono dan Meinarno, (2009) penyebab timbulnya agresi pada individu, antara lain :

a. Faktor Sosial Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap menjadi penyebab agresi. Ketika individu gagal dalam menyelesaikan ujian dengan baik, ia akan merasa sedih, marah, bahkan depresi. Dalam keadaan seperti itu, besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti penyerangan terhadap individu lain. Kondisi ini menjadi mungkin dengan pemikiran bahwa agresi yang dilakukan individu tadi dapat mengurangi marah yang ia alami (Bushman, Baumeister & Philips, 2001 dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009). Agresi tidak selalu muncul karena frustasi.

b. Hukuman verbal atau fisik juga menjadi salah satu penyebab agresi. Contohnya kasus pemukulan 7 siswa terhadap kepala sekolah yang terjadi di SMK Muhammadiyah 1 Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pemukulan ini terjadi karena kekecewaan salah seorang siswa yang tidak naik kelas sehingga siswa tersebut menjadi frustasi (Kompas, 2008). Indvidu cendrung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi dari pada yang di terimanya atau balas dendam karena perlakuan yang dilakukan oleh gurunya tersebut tidak seimbang dengan hasil belajar siswa atau siswi. Menyepelekan dan merendahkan sebagai ekspresi sikap arogan atau sombong, predictor yang kuat bagi munculnya agresi. Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan kenaikan agresivitas (Hull & Bond, dalam Taylor, Peplau, Sears 2009; Gros, 1992; Madianung, 2003 dalam Sarwono, 2002).

Contohnya : individu yang mengkonsumsi alkohol di sekolah membuatnya marah (agresif) saat di tegur oleh gurunya. Ini terlihat bahwa alkohol meningkatkan perilaku agresif hingga kriminalitas (Murdock, Pihl & Ross, 1990 dalam Garret 2003). b. Faktor Personal Faktor personal ini meliputi : 1.) Pola tingkah laku berdasarkan kepribadian. Individu dengan pola tingkah laku A cenderung lebih agresif daripada individu dengan pola tingkah laku B. Tipe A identik dengan karakter terburu-buru, kompetitif, tingkah laku yang di tunjukan oleh individu denga tipe B adalah bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi, dan non agresif (Fieldman, 2008). Individu dengan tipe A cenderung lebih melakukan Hostile Agression (Agresi yang bertujuan melukai atau menyakiti individu lain). Disisi lain, individu dengan tipe B cenderung lebih melakukan instrumental Aggression (tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan utama dan tidak ditunjukkan untuk melakukan atau menyakiti individu lain. 2.) Narsisme juga menjadi salah satu penyebab timbulnya agresi, dimana ini sudah di teliti oleh (Gusman dan Baumeter, 1988). Hasilnya individu yang narsis memiliki tingkat agresifitas lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dirinya merasa terancam jika ada individu lain yang mempertanyakan dirinya, maka kemudian yang terwujud adalah tingkah laku agresif. 3.) Perbedaan jenis kelamin. Sering di ungkapkan bahwa laki-laki lebih agresif dari pada perempuan (Haddat & Giassman, 2004, Fieldman 2008). Penelitian eksperimental yang dilakukan oleh bandura menguatkan premis tersebut.

Selain dua penyebab munculnya tindakan agresi seperti yang diungkap oleh Sarwono dan Meinarno di atas, penyebab timbulnya agresi adalah faktor kebudayaan. Ini diperkuat oleh pendapat beberapa ahli dari berbagai bidang ilmu seperti antropologi dan psikologi, seperti Segall, Dasen, Berry dan Porting, (1999); Kottak (2006); Bross (1992); Price & Krapo (2002) mengenai faktor kebudayaan terhadap agresi. Lingkungan geografis, seperti pantai atau pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku di masyarakat juga berpengaruh terhadap agresifitas satu kelompok.

Situasional individu juga berkontribusi terhadap perilaku agresi, ungkapan “cuaca yang cerah juga menbuat api yang cerah”, tampaknya tidak berlebihan dengan. Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidak nyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi lainnya. Sudah sejak lama kita mendengar individu berkata “kondisi cuaca yang panas lebih sering memunculkan aksi agresif”. Hal yang paling sering muncul ketika udara panas adalah timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada meningkatnya agresi sosial.

Sumber daya terutama sumber daya alam menjadi factor selanjutnya yang mempengaruhi perilaku agresi, oleh karena individu senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu pendukung utama kehidupannya adalah daya dukung alam. Daya dukung alam terhadap kebutuhan individu tak selamanya mencukupi. Oleh karena itu, di butuhkan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Diawali dengan tawar-menawar, jika tidak tercapai kata sepakat, maka akan terbuka dua kemungkinan besar, pertama, mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain, kedua mengambil paksa dari pihak yang memilikinya. Kolonilalisme yang pernah terjadi beberapa abad yang lalu setidaknya membuktikan postulat ini.

Pengaruh media massa juga tidak bisa dikesampingkan dalam konteks pembentukan perilaku agresif pada indinvidu. Kasus yang muncul dari video Ariel yang tersebar ditiru oleh 2 individu yang bernama Robi (14 tahun) dan Roni (10 tahun) dengan melakukan hal yang serupa dengan kasus Ariel terhadap individu yang berusia 9 tahun secara paksa. Ini terjadi setelah individu tersebut menonton video adegan porno tersebut. Oleh karena itu, ketika melakukan perilaku agresif (penganiayaan) dua individu tersebut mengakui setelah menonton video tersebut. Pengakuan Robi dan Roni ini merupakan hasil dari pemeriksaan tim kepolisian Surabaya. Menurut Ade E. Mardiana, tayangan dari televisi berpotensi besar di imitasi oleh pemirsanya, Khusus untuk televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamarti apa yang di sampaikan secara jelas. Oleh karena itu, kemudian dilakukan penelitian tentang hubungan kekerasan dan televisi dengan mengajukan hipotesis “mengamati kekerasan akan meningkatkan agresifitas”. Beberapa penelitian tentang televisi dan kekerasan lebih banyak dilakukan, baik di luar maupun dalam negeri secara teoritis, penjelasan dari kajian ini adalah teori belajar sosial.

Menurut Morgan, Weisz, dan Schoplen, 1986. Jenis agresi sebagai berikut : Tabel Dimensi Agresi Dimensi 1. Agresi Verbal Aspek Perilaku di saat kita diganggu Indikator - individu (orang) lain. saat kita diganggu orang lain. - Sikap Kita terhadap orang yang akan menjadi saingan. Agresi verbal (mengumpat, mencerca) Menghasut Orang lain untuk memusuhi orang yang menjadi saingan. - Perilaku agresi (mengomel, membantah) saat menerima saran & Sikap kita saat emosi kepada orang lain. kritik dari orang yang kita hormati. - Perilaku agresi (marah, menghina) dalam situasi emosi kepada orang lain. 2. Agresi Fisik Sikap kita terhadap orang yang - menjadi sumber masalah. Perilaku agresif fisik (memukul, menampar) saat kita menghadapi orang yang menjadi sumber masalah. Sikap disaat orang lain - menggangu kita. Perilaku agresif fisik (memukul, berkelahi) kepada orang yang menggangu kita. Perilaku jahil kepada orang - lain. Perilaku kita untuk usil/menggoda orang lain. - Perilaku agresif fisik kepada orang Sikap kita terhadap orang yang di benci. 3. Pengalihan Terhadap yang kita benci dan penampilan yang di tunjukkan dari ekspresi. Perilaku agresif terhadap - lingkungan sekitar Perilaku agresif yang dilakukan terhadap barang-barang yang ada di Objek lingkungan. Bukan Perilaku terhadap lingkungan Manusia - saat mengalami suatu kegagalan atau kesalahan Perilaku agresif terhadap makhluk hidup lain. - Pengalihan perilaku agresi terhadap hal-hal yang ada di lingkungan saat mengalami kegagalan atau kesalahan.

Teori-Teori Agresi

1. Teori Bawaan (Sarwono, 2002) Teori bawaan atau bakat terdiri atas teori naluri dan teori biologi.

a. Teori Naluri Freud (1991) dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Jika naluri seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id yang pada prinsipnya selaku ingin agar kemauannya dituruti (prinsip kesenangan atau pleasure principle). Akan tetapi, tidak semua keinginan id dapat terpenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan super-ego yang mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang a. Teori Naluri Freud (1991) dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Jika naluri seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id yang pada prinsipnya selaku ingin agar kemauannya dituruti (prinsip kesenangan atau pleasure principle). Akan tetapi, tidak semua keinginan id dapat terpenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan super-ego yang mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang

b. Teori Biologi Moyer (dalam Sarwono, 1993) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif. Aluja dan García (2007) menemukan bahwa Sex Hormone-binding Globulin (SHBG), Antisocial Personality Disorder (APD) dan aggressiveness memiliki korelasi yang kuat satu sama lain.

2. Teori Lingkungan

a. Teori Frustasi-Agresi Klasik, teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud (1991) berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.

b. Teori Frustasi-Agresi Baru merupakan teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud yang berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai

suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Cima, Smeets dan Jelicic (2008) menemukan bahwa riwayat agresi narapidana penghuni penjara berhubungan dengan kecenderungan perilaku agresif dalam tahanan.

3. Teori Belajar Sosial Berbeda dari teori bawaan dan teori frustasi agresi yang menekankan faktor- faktor dorongan dari dalam, teori belajar sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura (dalam Sarwono, 1993) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa. Dalam konteks ini Lochman, Coie, Underwood dan Terry (1993), menemukan bahwa program intervensi relasi sosial sangat efektiv dalam mempengaruhi perilaku agresif dan non agresif terhadap anak.

Hasil analisis deskriptif terhadap kecenderungan agresif pada petarung Hasil analisis deskriptif terhadap kecenderungan agresif pada petarung

Huesman (2003) melakukan penelitian longitudinal untuk mengetaui kecenderungan agresif dan tindakan kekerasan pada orang dewasa tengah yang disebabkan oleh pengaruh tayangan kekerasan pada TV sejak usia anak. Hasil penelitian ini menunjukkan orang dewasa tengah yang sering melihat tayangan kekerasan di TV pada usia anak-anak cenderung agresif dan melakukan tindakan kekerasan. Adapun Aluja dan Gracia (2007) menemukan bahwa kecenderungan agresif pada individu berhubungan dengan total testosterone (TT) dan sex hormone binding globulin (SHBG). Sedangkan Young (2009) menemukan bahwa permainan atau game yang bernuansa kekerasan dapat menstimulasi kecenderungan agresif pada individu.