Mudahnya Belajar Matematika

Mudahnya Belajar Matematika
Saat mendengar kata matematika, yang terbayangkan adalah pelajaran yang berisi hitungmenghitung sesuatu yang abstrak. Hal tersebut berdampak pada minat belajar peserta didik yang
kurang begitu antusias untuk mempelajari matematika. Andaikan matematika bukanlah mata
pelajaran yang diujikan pada US dan UN, maka nasib matematika barangkali tidak sebaik saat
ini.
Belajar matematika sesungguhnya bukan hanya belajar angka, bilangan, dan rumus.
Konsep-konsep pembelajaran dalam matematika sejatinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Jadi belajar matematika bukan lagi belajar sesuatu yang abstrak, imajiner, dan
khayal. Belajar matematika merupakan belajar sesuatu yang konkrit dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh konkritisasi pembelajaran matematika adalah pembelajaran kompetensi
debit (kelas VI). Peserta didik tidak hanya belajar bagaimana menghitung debit cairan, volume
air, dan waktu, namun dapat menggunakan untuk menghitung berapa jumlah air yang dialirkan
suatu bendungan tiap menit. Pembelajaran semacam itu membutuhkan kreatifitas guru untuk
menarik pola fikir peserta didik dari zona abstrak menuju zona konkrit.
Salah satu cara untuk menghubungkan antara konsep yang dipelajari dengan aplikasi di
dalam kehidupan sehari-hari perlu adanya alat atau media. Media yang dimaksud merupakan
representasi terhadap aplikasi konsep yang dipelajari di dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan media diharapkan dapat mempermudah peserta didik memahami konsep dalam
pembelajaran matematika sehingga tidak lagi bersifat abstrak, imajiner, dan khayal.
Realisasi konsep pembelajaran matematika oleh para ahli dinamakan Pembelajaran

Matematika Realistik. Matematika realistik dapat dilakukan oleh semua pembelajar matematika
baik guru, orang tua, lembaga bimbingan belajar, dan sebagainya.
Pembelajaran matematika realistik dibedakan menjadi 4 tahap (Yuwono, 2006). Tahap
pertama, memahamkan kompetensi yang akan dipelajari dengan cara mengkonkritkan konsep.
Tahapan ini dapat dilakukan dengan menjelaskan tujuan dan manfaat kegiatan pembelajaran
kepada peserta didik.

Tahapan kedua, menyelesaikan masalah. Langkah ini dilakukan peserta didik setelah
memahami masalah. Untuk menyelesaikan masalah kontekstual, perlu digunakan model berupa
benda manipulatif, skema, atau diagram untuk menjembatani kesenjangan antara konkret dan
abstrak atau dari abstraksi yang satu ke abstraksi lanjutannya.
Langkah yang ketiga adalah membandingkan dan mendiskusikan masalah. Langkah ini
merupakan tempat peserta didik berkomunikasi dan memberikan sumbangan gagasan kepada
peserta didik lain. Sumbangan atau gagasan peserta didik perlu diperhatikan dan dihargai agar
terjadi petukaran ide dalam proses pembelajaran. Peserta didik memproduksi dan
mengkonstruksi gagasan mereka, sehingga proses pembelajaran menjadi konstruktif dan
produktif. Proses pembelajaran menjadi interaktif karena peserta didik dengan peserta didik dan
peserta didik dengan guru mengadakan pertukaran gagasan.
Langkah yang ke empat adalah menyimpulkan. Langkah ini merupakan tempat peserta
didik dan guru membuat kesepakatan untuk sampai pada konsep atau algoritma. Peserta didik

diminta membuat kesimpulan secara mandiri tentang apa yang telah dikerjakan pada masalah
sebelumnya. Jika peserta didik gagal, guru perlu mengarahkan ke arah kesimpulan yang
seharusnya. Dalam langkah ini juga terjadi interaksi antara peserta didik dengan peserta didik
dan peserta didik dengan guru.
Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mudah dan menyenangkan.
Begitulah kesan yang akan didapatkan oleh siswa setelah melaksanakan pembelajaran
matematika realistik. Peserta didik akan selalu mendapat pengetahuan baru dengan pengalaman
yang menyenangkan dan bermakna.

Diyah Ayuning Tyas
Guru SD Muhammadiyah 9 Malang
Mahasiswa S2 Matematika UMM