Indikasi kemunduran viabilitas oleh dampak guncangan pada benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara struktural benih itu sama dengan biji tumbuhTetapi seca-
an yang dihasilkan dari ovula yang dibuahi.
ra fungsional benih itu tidak sama dengan biji, sebab benih digunakan manusia untuk
produksi
untuk
mencapai
pertanaman, sebagai
hasil maksimal
sarana
dan melestari.
Benih itu meskipun kecil sebenarnya sudah merupakan
naman yang
sempurna, jelas identitas genetiknya, jelas
identitas fenotipiknya, harus hidup dan bermutu
1989).
ta-
(Sadjad,
Benih bermutu menurut Sadjad (1992) adalah
yang baik dan benar.
Benih yang baik
ialah
benih
benih
sehat dan bersih, sedangkan benih yang benar ialah
yang
benih
yang sesuai dengan informasi yang tercatat pada labelnya.
Jadi benih bermutu itu tidak saja harus sehat (punya daya
hidup tinggi, tidak berpenyakit)
dan
bersih (tidak ter-
campur kotoran, seragam), tetapi juga harus benar
menipu, jelas identitas genetiknya).
(tidak
Secara ilmiah benih
bermutu mencakup mutu fisiologis, fisik dan genetis.
Benih merupakan
kandung berbagai
benda hidup, yang di dalamnya
komponen kimiawi
seperti karbohidrat,
lemak, protein, air dan substansi lain.
(1976), ada beberapa alasan utama
posisi
ter-
Menurut Copeland
untuk mempelajari kom-
kimia di dalam biji, baik sebagai
(biji) maupun bahan tanaman (benih) :
bahan konsumsi
(1) biji merupakan
sumber pokok
makanan bagi manusia dan hewan ;
dungan kimia di dalam biji merupakan sumber
kan-
(2)
bahan
obat-
(3) di dalam biji terkandung berbagai anti-meta-
obatan;
bolit yang
mempunyai pengaruh
kurang baik terhadap nu-
trisi untuk manusia maupun hewan;
berisi cadangan makanan
dan
dan (4) di dalam benih
substansi pertumbuhan yang
berpengaruh terhadap perkecambahan benih, vigor kecambah,
penyimpanan dan daya simpan benih.
Berdasarkan pertimbangan bahwa benih merupakan benda
hidup yang di dalamnya terdapat berbagai komposisi kimia
yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan, maka
nanganan benih sangat perlu mendapat perhatian.
Penanga-
nan benih meliputi konservasi sebelum pengepakan,
pakan,
perlakuan
benih (seed treatment),
gudang dan transportasi
tani.
lum
sampai kepada
pe-
penge-
pemindahan ke
pedagang atau pe-
Salah satu aspek penanganan benih tanaman yang be-
banyak diteliti adalah
pengaruhi
oleh
viabilitas benih yang
di-
dampak transportasi.
Menurut Sadjad (1989), benih sebelum mencapai status
siap simpan
(berada diantara
mengalami proses
ses tersebut
bagi
pengolahan (conditioning).
benih
walaupun hanya
Periode I dan Periode 11)
mengalami
periode simpan sementara,
dalam waktu pendek
viabilitas
benih.
Selama pro-
Periode
tetapi sangat
simpan
kritis
sementara ini
disebut periode konservasi.
Periode konservasi juga ter-
jadi lagi diantara Periode I1 dan periode 111.
Ini ter-
jadi pada saat translokasi benih dari ruang simpan menuju
lapang produksi atau disaat benih hendak ditanam.
Saat-
saat tersebut dapat merupakan ancaman fatal bagi viabilitas benih.
Selanjutnya dikemukakan bahwa
benih pada hakekatnya merupakan
transportasi
periode konservasi baik
sebelum benih diolah sesudah dipanen, maupun sesudah penyimpanan sebelum ditanam.
Justice dan Bass (1978) me-
nyatakan, benih yang sedang dalam pengiriman atau
portasi
sebenarnya sedang mengalami
masa
trans-
penyimpanan.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap viabilitas benih selama penyimpanan juga berlaku
pada
periode
transportasi.
lingkungan yang sangat berpengaruh
Ada dua faktor
terhadap viabilitas
benih selama transportasi yaitu suhu dan kelembaban nisbi
lingkungan.
Menurut Harrington, 1972 (dalam Justice dan
Bass, 1979), benih yang
kereta
pada saat
ditransportasi di dalam
gerbong
cuaca panas dan lembab selama berhari-
hari akan mengalami kemunduran viabilitas.
Pengaruh ini
akan semakin buruk bila kadar air benihnya tinggi.
Menurut Sadjad (1972), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat
rubahan menyeluruh di dalam
menimbulkan
pe-
benih baik fisik, fisiologi
maupun kimiawi yang mengakibatkan
menurunnya
viabilitas
benih.
Selanjutnya oleh Toole, Toole dan Gorman (dalam
Abdul Baki dan Anderson, 1972), dijelaskan bahwa kemunduran benih dapat ditunjukkan oleh adanya indikasi-indikasi
fisiologis sebagai berikut :
(a) terjadinya perubahan warna benih
(b) tertundanya perkecambahan
(c) menurunnya toleransi terhadap kondisi lingkungan
suboptimum selama perkecambahan
(d) rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang
kurang sesuai
(e) peka terhadap radiasi
(f) menurunnya pertumbuhan kecambah
(g) menurunnya daya berkecambah
(h) meningkatnya jumlah kecambah abnormal.
Abdul Baki
dan
Anderson
(1972) mengemukakan
biokimiawi dalam benih yang
mengalami
indikasi
kemunduran viabi-
litas adalah sebagai berikut :
(a) perubahan aktivitas ensim
(b) perubahan laju respirasi
(c) perubahan di dalam cadangan makanan
(d) perubahan di dalam membran
(e) kerusakan kromosom.
Woodstock (1973), mengusulkan
beberapa
cara
pengamatan
untuk menguji vigor benih melalui indikasi fisiologis dan
biokimiawi.
Indikasi fisiologis meliputi
kecepatan tum-
buh, total perkecambahan atau laju pertumbuhan kecambah.
Indikasi biokimiawi meliputi :
(a) perubahan asam lemak bebas
(b) aktivitas ensim
(c) laju respirasi dan Kosien Respirasi
(d) kebocoran membran sel benih
(e) aktivitas subseluler seperti pembentukan polisome
(f) aktivitas mitokondria
(g) integritas kromosom
(h) sintesis metabolit
Informasi hasil penelitian mengenai kemunduran viabilitas benih
selama transportasi masih
Upaya deteksi kemunduran viabilitas benih
dan
sangat jarang.
tanaman pangan
sayuran selama transportasi dilakukan oleh Degen
dan Puttemans
ngamati
(dalam Justice dan Bass, 1978) dengan me-
penurunan daya berkecambah.
indikasi fisiologis dan
Informasi mengenai
biokimiawi, yang menggambarkan
kemunduran viabilitas benih selama transportasi belum dibenih
tanaman kenaf (H. canna-
temui.
Khususnya pada
binus),
kemunduran viabilitas selama periode transporta-
si sering dilaporkan sehingga perlu diteliti indikasi fisiologis dan biokimiawinya.
Permasalahan
Tanaman kenaf sebagai bahan baku karung goni merupakan salah satu jenis tanaman serat yang sedang dikembangkan dalam program ISKARA (Intensifikasi Serat Karung RakDalam pengembangan ISKARA banyak dijumpai kendala,
yat).
baik yang
bersifat teknis maupun
non teknis.
Kendala
teknis yang utama adalah masalah benih yang digunakan petani.
Pada umumnya benih yang ditanam petani masih
dah mutunya baik
ren-
fisik, fisiologis maupun genetik.
Ren-
dahnya mutu benih merupakan salah satu penyebab rendahnya
produktivitas serat yang rata-ratanya berkisar
ton
serat kering
per
0.80-1.20
hektar (Anonim., 1987).
lain yang erat hubungannya dengan
salah kemunduran viabilitas
Masalah
mutu benih adalah
benih oleh dampak
ma-
transpor-
tasi dari sentra pengadaan benih sampai lokasi penanaman
Sentra pengadaan benih untuk ISKARA berada di
(petani).
desa
Kendalrejo, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar,
dangkan
lokasi pertanaman kenaf berada di daerah-daerah
Lumajang, Nganjuk, Lamongan, Tuban dan Jombang.
sarkan data yang
ran
Blitar ke berbagai
di Jawa Timur pada umumnya
viabilitas yang
Berkecambah
yang
Berda-
diperoleh, benih beberapa varietas ke-
naf yang diangkut dari
tanaman
se-
wilayah
mengalami
per-
kemundu-
diindikasikan oleh persentase Daya
diuji
dengan
medium pasir (Tabel 1).
Benih kenaf dikemas dalam kantong plastik (tebal 0.1 mm)
masing-masing
sebanyak 5 , O kg.
Kemudian
setiap 12 kantong (60 kg)
dimasukkan dalam ka-
rung goni berlapis plastik, selanjutnya benih dalam
ka-
rung goni tersebut siap diangkut dengan truk.
Tabel 1.
Hasil Uji Daya Berkecambah beberapa varietas kenaf yang berasal dari Blitar setelah
ditransportasi ke Nganjuk, Lamongan dan Tuban (Laporan dari DT Nganjuk, DT Lamongan,
dan DT Tuban, 1990)
Daerah
tujuan
Tanggal
kirim
Varietas
kenaf
Nganjuk
31-8-90
20-9-90
27-9-90
4-10-90
Hc 33
G 4
HC 48
HC 48
HC 48
72.50
73.00
74.80
73.70
75.40
4-9-90
4-9-90
24-9-90
30-9-90
8-10-90
68.10
72.60
72.60
73.10
75.50
Lamongan
14-7-90
G 4
74.60
16-7-90
59.60
Tuban
26-6-90
7-7-90
G 4
G 4
75.20
77.80
30-6-90
9-7-90
50.80
66.80
D B ~ Setelah transportasi
asal
(%
Tanggal uji D B ~
(%)
-
a) Rata-rata Daya Berkecambah
yang dikirim dari Blitar
b, Rata-rata Daya Berkecambah
yang dikirim
benih dari
seluruh karung
benih dari
seluruh karung
Karung-karung yang berisi kenaf
tersebut diatur rapi da-
lam bak truk, kemudian ditutup
dengan
terpal
plastik.
Transportasi dilakukan pada siang hari dengan waktu tempuh dari Blitar ke Nganjuk
4,5 jam dan ke Tuban
diperoleh
selama 3,5 jam, ke
5,5 jam.
Selama transportasi tidak
informasi mengenai data
nisbi di dalam
bak truk.
Lamongan
suhu dan
kelembaban
Faktor genetik benih nampaknya
juga berpengaruh terhadap kemunduran viabilitas benih seDalam Tabel 1 terlihat varietas G 4
lama transportasi.
menunjukkan penurunan Daya Berkecambah lebih besar dibanding
dengan varietas Hc 33 dan Hc 48.
Masalah kerusakan fisik benih selama proses penanga-
nan dalam konveyor atau selama transportasi
porkan
oleh
beberapa peneliti.
kerusakan benih
konveyor.
Hall (1974),
jagung dan kedelai yang
dila-
meneliti
terjadi
dalam
Konveyor yang diisi dengan kapasitas penuh le-
bih kecil kerusakannya dibanding
rempatnya.
airnya
dengan kapasitas sepe-
Pada benih jagung kerusakan terkecil terjadi
bila kadar airnya 20
dar
telah
17
-
-
18 %.
24 %,
sedang pada kedelai bila ka-
Kadar air
kedelai di bawah 13 %
lebih peka terhadap kerusakan karena rnudah
pecah ter-
utama bila
konveyor dioperasikan tidak dalam kapasitas
penuh
dengan
dan
kecepatan di atas normal.
Fiscus &
al. (dalam Adam, 1977) meneliti kerusakan fisik benih jagung, kedelai dan
gandum yang diperlakukan dengan dija-
tuhkan langsung (jatuh bebas) dan lewat elevator.
Benih
yang
jatuh bebas
lebih
banyak yang
pecah.
(1985) mengungkapkan pengalamannya bahwa
yang dikirim
benih
kedelai
dari satu propinsi ke propinsi lain menga-
lami penurunan viabilitas.
bahnya
~ihombing
Pada umumnya
daya berkecam-
merosot sebelum benih sempat ditanam.
Berdasarkan
fakta
tersebut, penanganan
dan trans-
portasi benih dapat mengakibatkan kerusakan fisik dan kemunduran
viabilitas benih.
tornya yang
Namun
analisis faktor-fak-
berpengaruh selama transportasi belum banyak
terungkap.
Oleh karena benih
merupakan titik awal
aktivitas kehidupan tanaman, maka wajar
dari segala
apabila
segala
permasalahan dalam benih harus diperhatikan dan ditangani
lebih serius agar dapat menghasilkan tanaman dengan
duksi maksimal.
pro-
Penelitian untuk mengetahui indikasi ke-
munduran viabilitas benih selama transportasi perlu dilakukan, meskipun
dalam beberapa ha1 ditemui faktor pemba-
tas, antara lain masih
langkanya
informasi dan acuan,
serta terbatasnya fasilitas peralatan, bahan dan dana.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengaruh
faktor-faktor varietas, periode
konservasi, macam kemasan, dan interaksinya
terhadap
kemunduran viabilitas benih kenaf, baik dalam transportasi maupun dalam mesin pengguncang.
2.
Mengetahui indikasi-indikasi fisiologis dan biokimiawi yang dapat menggambarkan kemunduran viabilitas benih
kenaf oleh dampak
transportasi benih dan
mesin
pengguncang.
3.
Mengetahui kemungkinan mesin pengguncang dapat mensimulasi dampak transportasi.
Hipotesis
Untuk mencapai sasaran penelitian tersebut maka
mua permasalahan perlu disusun dan diarahkan dengan
sepen-
dekatan beberapa hipotesis yang harus diuji kebenarannya.
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
1.
Varietas kenaf mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap kemunduran viabilitas benih oleh dampak transportasi benih.
2.
Periode konservasi selama dua minggu
setelah
ditransportasi akan meningkatkan kemunduran
benih
viabili-
tas benih kenaf.
3.
Macam kemasan benih berpengaruh
terhadap
kemunduran
viabilitas benih kenaf selama benih ditransportasi.
11
4.
Viabilitas Potensial dan Vigor Konservasi benih kenaf
mengalami penurunan selama transportasi.
5.
Kemunduran viabilitas benih oleh
guncang dapat mengindikasikan
benih oleh dampak transportasi.
dampak mesin
kemunduran
peng-
viabilitas
TINJAUAN PUSTAKA
Mutu Benih
Dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1993), periode dari saat antesis sampai dengan benih mati
periode viabilitas benih.
Periode viabilitas benih
diri atas tiga fragmen, masing-masing disebut
ter-
Periode
(periode pembangunan benih atau genesis benih),
I1 (periode simpan) dan
disebut
I
Periode
Periode I11 ( periode kritikal).
Mutu benih pada Periode I
ditentukan oleh faktor
atau genetik, dan faktor induce
yaitu faktor
sewaktu benih masih berada di tanaman induk.
naungan, musim, irigasi, jarak
innate
lingkungan
Pemupukan,
tanam dan tingkat
stress
(kekeringan, serangan hama atau penyakit, saingan gulma),
merupakan contoh-contoh faktor induce.
Pada Periode
mutu benih dipengaruhi oleh faktor enforce yaitu
fisik dan biosfer lingkungan simpan,
I1
kondisi
serta kadar air be-
nih.
Beberapa penulis mengemukakan
berbagai faktor
yang
menentukan mutu benih, antara lain :
a.
Faktor lingkungan setelah tanam sampai sebelum
meliputi : suhu, air, oksigen, cahaya, curah
panen
hujan,
tipe dan kelembaban tanah, jenis mikroorganisme,
nutrisi mineral dalam tanah
(Pollock, 1972;
dan
Austin,
1972).
b.
Faktor lingkungan simpan meliputi :
kelembaban nisbi
dan suhu udara simpan, oksigen, mikroorganisme penyebab penyakit dan serangga hama (Roberts, 1972).
Sadjad (1980) mengemukakan berbagai faktor yang mempengaruhi mutu benih selama proses
produksinya
sebagai
berikut :
(a) Proses perkembangan dan pemasakan benih yang
ti:
melipu-
fase penyerbukan dan pembuahan, fase pertumbuhan
benih, fase penghimpunan cadangan makanan dalam benih
dan fase pemasakan benih;
(b) Proses pemanenan dan perontokan meliputi :
ketepatan
waktu panen, kondisi cuaca, cara panen baik
secara
manual maupun dengan mesin, dan ketrampilan pelaksanaan;
(c) Proses pengeringan meliputi : cara pengeringan, kadar
air benih, kelembaban nisbi udara dan
pengaturan su-
hu ;
(d) Proses pembersihan
dan pengolahan lainnya meliputi :
cara pembersihan' baik manual
maupun
mekanis,
seed
treatment, dan seed pelletting;
(e) Proses penyimpanan benih meliputi faktor-faktor : genetik,
kondisi lingkungan simpan,
sifat higroskopis
benih dan sifat difusibilitas termal benih.
Menurut Delouche
(dalam Sadjad, 1972),
mutu
benih
mencakup mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologi. Mutu genetik benih ditentukan oleh tingkat kemurnian varietas, sedangkan mutu fisik oleh tingkat kebersihan
fisik.
Mutu fisiologi benih mencakup
tingkat kemunduran
benih,
viabilitas benih, dan tingkat daya simpannya.
Sadjad (1990) membagi
viabilitas dalam tiga
macam
parameter : (a) ~iabilitas~otensialadalah kemampuan viabilitas lot benih yang
numbuhkan
menunjukkan kemampuan benih
tanaman normal
yang
berproduksi
kondisi lapang produksi yang optimum;
suboptimum;
pada
normal pada
(b) Vigor Kekuatan
Tumbuh adalah parameter vigor lot benih yang
kemampuan benih tumbuh normal
me-
menunjukkan
kondisi lapang
yang
(c) Vigor Daya Simpan adalah parameter
via-
bilitas lot benih yang menunjukkan vigor benih pada kurun
waktu Periode I1
atau
Periode Simpan.
Tiap
tersebut memiliki tolok ukur masing-masing,
parameter
misal
parameter Viabilitas Potensial tolok ukurnya adalah
Berkecambah dan Berat Kering Kecambah Normal.
Daya
Vigor Daya
Simpan dengan tolok ukurnya Keserempakan Tumbuh
dan Valk.
untuk
Kecambah
Sedang Vigor Kekuatan Tumbuh tolok ukurnya Ke-
cepatan Tumbuh Kbcambah atau Kecepatan Tumbuh Bibit.
Kemunduran Viabilitas Benih
Menurut Sadjad (1972), kemunduran benih adalah
durnya
mutu
fisiologi
benih
yang
dapat
menimbulkan
perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik,
gis
maupun
kimiawi
viabilitas benih.
mun-
fisiolo-
yang dapat mengakibatkan menurunnya
Selanjutnya Sadjad (1979) menjelaskan
bahwa sebelum benih menunjukkan gejala tumbuh, viabilitas
benih sudah dapat diketahui mundur dengan melihat
struk-
tur anatomi selnya, baik dengan melihat
maupun
organel di luar inti.
pendapat bahwa
inti sel
Abdul Baki dan Anderson(l972) ber-
kemunduran viabilitas benih adalah
terjadi
runnya kualitas benih yang tidak dapat balik dan
setelah benih mencapai viabilitas maksimum.
menu-
Menurut Gove
(dalam Abdul Baki dan Anderson, 1972), kemunduran viabilitas benih didefinisikan
sebagai jatuhnya kualitas, ka-
rakter atau vitalitas dari
tingkat yang tinggi ke
ting-
kat yang lebih rendah, dan secara tidak langsung ha1 tersebut melemahkan vigor.
Roberts (1973) menyebutkan bah-
wa kemunduran viabilitas
benih
ketidaknormalan fisiologi dan
meliputi
merupakan
gabungan dari
ultrastruktur
perubahan-perubahan di dalam
sel, mitokondria, plastid, ribosom
benih yang
protoplast,
inti
dan lisosom.
Harrington (1973) sangat percaya bahwa penyebab utama kemunduran viabilitas benih adalah
protein.
denaturasi
Hal ini dapat disebabkan oleh ikatan silang di
dalam individu molekul protein
protein.
adanya
atau
Denaturasi protein histon
menghambat aktivitas DNA;
oleh
polimerisasi
pada kromosom
dapat
denaturasi protein ensim dapat
menghambat seluruh proses, dan denaturasi protein membran
dapat meningkatkan permeabilitas membran. Menurut Roberts
(dalam Roberts, 1972) hilangnya viabilitas benih juga disebabkan adanya denaturasi protein yang meliputi
rasi lipoprotein sel membran yang
menyebabkan
denatu-
hilangnya
integritas membran sel.
Teori ini berkaitan dengan mem-
bran lemak yang memiliki komponen asam lemak tidak jenuh
sebagai subyek dalam proses peroksidasi pada
rob.
kondisi ae-
Selain itu juga terjadi denaturasi asam nukleat ya-
itu meningkatnya depurinasi
dari DNA.
(lepasnya adenin dan guanin)
Meningkatnya suhu dan
meningkatnya depurinasi dari DNA.
kadar air
menyebabkan
Depurinasi oleh panas
menyebabkan mutasi spontan dan berhentinya kegiatan
sel-
sel.
Abdul Baki dan Anderson (1972) melaporkan bahwa
se-
lama proses penuaan terjadi degradasi enzim-enzim alkohol
dehidrogenase, amilase, katalase, selulase, sitokrom
sidase, glutamat dekarboksilase, malat
peroksidase dan fenolase.
ok-
dehidrogenase,
Ching (1973) juga melaporkan
bahwa menurunnya viabilitas berhubungan erat dengan
ber-
kurangnya aktivitas enzim fosfatase. Menurut Roberts dan
Osborne (1973), hilangnya viabilitas ditandai dengan adanya depurinasi molekul DNA.
Teori ini didukung oleh
be-
berapa peneliti karena sesuai untuk menerangkan mekanisme
kemunduran viabilitas benih.
Menurut Delouche (dalam Heydecker, 1972),
kemundur-
an benih dapat ditunjukkan dengan adanya indikasi-indikasi sebagai berikut :
(1) degradasi pada membran seluler dan selanjutnya kehilangan fungsi kontrol permeabilitasnya;
(2)
lemahnya energi yang dihasilkan dan
konsekuensinya
adalah lemahnya mekanisme biosintesis;
(3)
menurunnya respirasi dan biosintesis;
(4)
lambatnya perkecambahan dan pertumbuhan kecambah;
(5)
meningkatnya persentase kecambah abnormal;
(6) hilangnya daya berkecambah;
(7) daya simpannya menurun;
(8)
lambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman;
(9) pertumbuhan dan perkembangan diantara tanaman
dalam
suatu populasi tidak seragam;
(10) meningkatnya
kepekaan terhadap keadaan lingkungan
yang menekan (termasuk mikroorganisme);
(11) menurunnya potensi produksi tanaman;
Abdul Baki dan Anderson (1972) berpendapat bahwa indikasi untuk mengukur kemunduran viabilitas benih
sering
berubah-ubah dan jauh dari yang distandarisasikan.
Kesu-
litan pokok adalah masih langkanya literatur yang
mantap
untuk tiap spesies atau varietas tanaman yang dapat memberi penilaian suatu lot benih pada saat yang diinginkan.
Namun akhir-akhir ini penelitian
perubahan-perubahan
lebih ditekankan pada
biokimiawi atau
fisiologis
seperti
perubahan kualitatif dan kuantitatif pada enzim yang spesifik, respirasi, sintesis protein dan karbohidrat, kebocoran bahan
organik dan anorganik
cadangan makanan.
serta
degradasi pada
A.
Perwjudan Fisiologis Kemunduran Viabilitas Benih
Menurut Toole, Toole dan Gorman
(dalam Abdul Baki
dan Anderson, 1972), perwujudan fisiologis kemunduran viabilitas benih meliputi beberapa ha1 yaitu perubahan warna benih, tertundanya perkecambahan, menurunnya toleransi
terhadap kondisi lingkungan suboptimum selama perkecambahan, rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang sesuai, sangat peka terhadap perlakuan radiasi, pertumbuhan kecambah menurun, daya berkecambah menurun,
meningkatnya jumlah kecambah abnormal.
dan
Terhadap respon
tersebut menurunnya daya berkecambah diterima secara luas
sebagai kriteria untuk menentukan
benih.
kemunduran
viabilitas
Dari indikasi-indikasi tersebut mungkin pada su-
atu saat akan muncul indikasi tertentu yang dapat mencerminkan kemunduran viabilitas
contoh benih
pada
spesies
tanaman yang memiliki sifat-sifat yang khas.
Untuk menilai suatu kemunduran viabilitas benih, pada umumnya penelisian selalu mengikutkan uji daya
berke-
cambah dan vigor sebagai kriteria kemunduran viabilitas
benih
(Justice dan Bass, 1978).
Delouche (dalam Justice
dan Bass, 1978) mengatakan bahwa
laju perkembangan
pertumbuhan kecambah jagung merupakan pengukur
ngan kemunduran yang
perkemba-
paling konsisten dan paling peka.
Menurut Delouche dan Baskin (dalam Copeland, 1976)
yang telah mundur
gam.
dan
menunjukkan
Perubahan warna
kulit
benih
kecambah yang tidak serabenih menjadi coklat pada
kebanyakan spesies sering diikuti perubahan warna coklat
pada bagian embrio, ha1 ini merupakan salah satu indikasi
untuk mengetahui kemunduran benih (Harrington, 1973).
Demikian pula kerusakan mekanis selama panen
prosesing menyebabkan banyak benih yang tumbuh
sampai
abnormal.
Borthwick (dalam Abdul Baki dan Anderson, 1972) mencatat
beberapa abnormalitas benih
menggunakan mesin,
sebagai akibat panen
dengan
yaitu kerusakan pada kulit, patahnya
hipokotil dan kotiledon.
dalam pengadaan benih
Moore (1972) mengatakan
bahwa
secara mekanis kerusakan fisik me-
rupakan penyebab utama
penurunan
viabilitas benih.
rusakan fisik terjadi antara lain oleh
perusakan
Ke-
selama
proses panen, penjatuhan dari elevator, dan sarana angkutan.
Effmann (dalam Moore, 1972) mengevaluasi adanya ke-
cambah abnormal benih
lupin (Lupinus luteus) dari banyak
contoh, dan tercatat bahwa contoh dengan kerusakan
fisik
yang makin besar akan menghasilkan kecambah abnormal makin banyak.
dengan
Kerusakan
kadar air
sangat erat
dalam benih.
kadar airnya rendah
benih yang
fisik
lebih berat
hubungannya
Pada umumnya benih yang
kerusakannya
kadar airnya tinggi (Moore, 1972; Herath dan
Don, 1981).
Benih-benih leguminosa
cang panjang dan
kedelai
seperti buncis, ka-
diketahui mempunyai
yang tinggi terhadap kerusakan fisik, terutama
dar air
dibanding
yang
dalam Heradth
rendah
dan
(Green g& aJ.,
Don, 1981).
kepekaan
pada
ka-
Delouche dan Moore
Hasil
penelitian
pada
benih kedelai menunjukkan bahwa ada interaksi antara benturan mekanis dengan kadar air benih.
Makin besar
turan mekanis dan makin
airnya maka makin
menurun
vigor
dan
rendah kadar
ben-
daya simpan benih (Herlina, Pranoto,
dan Suhartanto, 1990).
B.
Perwujudan Biokimiawi Kemunduran ~iabilitasBenih
~ejalakemunduran benih yang dicerminkan dengan adanya perubahan-perubahan
dideteksi dengan
teknik
fisiologis dan biokimiawi
pengukuran
yang
dapat
teliti, misal
dengan
uji pertumbuhan dan
1976).
Pemahaman faktor-faktor mendasar pada gejala
analisa biokimia (Copeland,
ngusangan benih adalah sangat penting
kemunduran benih.
dalam
pe-
mempelajari
Copeland (1976) mengajukan
beberapa
teori mengenai terjadinya kemunduran benih yang merupakan
kombinasi
dari
beberapa
penyebab
(1) habisnya cadangan makanan;
(3) terkumpulnya
yang
atas:
terdiri
(2) matinya jaringan sel;
senyawa beracun;
(4) menurunnya
meka-
nisme yang mendor'ong perkecambahan; (5) kemampuan ribosom
untuk memisah tidak ada ; (6) degradasi dan tidak
nya
enzim;
bentukan
dan
(7) otoksidasi lemak;
aktifitas enzim ;
(8)
aktif-
menurunnya
pem-
(9) degradasi struktur
fungsional; dan (10) degradasi genetik.
Abdul Baki dan
Anderson (1972) mengemukakan bahwa terdapat banyak
per-
ubahan biokimiawi yang terdeteksi dalam benih yang
meng-
alami kemunduran.
sifat
akibat dan
Tetapi
perubahan tersebut lebih ber-
penyebabnya
sendiri belum diketahui.
Banyak usaha telah dilakukan untuk menghubungkan perubahan biokimiawi
dengan
benih seperti menurunnya
cambah dan hasil.
indikasi langsung kemunduran
perkecambahan, pertumbuhan
Dari metabolisme respirasi dalam oksi-
dasi cadangan makanan dihasilkan sejumlah besar
mediat-intermediat sebagai bahan baku
untuk
inter-
pembentukan
senyawa-senyawa protoplasma ( asam nukleat, protein,
mak ) , dan energi kimia dalam bentuk
(ATP) yang
ke-
adenosin
le-
trifosfat
digunakan dalam reaksi tersebut (Abdul Baki
dan Anderson, 1972).
Abdul Baki dan Anderson (1972) me-
nunjukkan bahwa benih yang mengalami kerusakan fisik mempunyai
laju respirasi tinggi dibanding dengan benih yang
tidak rusak.
Dalam beberapa kasus, uji daya berkecambah
dan per-
tumbuhan dilakukan pada lot benih yang sama sebagai usaha
menghubungkan proses respirasi dengan perubahan fisiologis.
Pada umumnya
hubungan antara oksigen yang
diambil
oleh benih yang berkecambah dan pertumbuhan kecambah adalah positif dan nyata.
Nilai Kosien Respirasi (KR) se-
ring diamati dalam kemunduran viabilitas benih (Woodstock
dan Grabe, 1967; Anderson, 1970)
.
Perubahan-perubahan enzim merupakan indikasi
proses kemunduran benih,
mempunyai
hubungan
dan menurunnya
dengan
menurunnya
dalam
aktivitas enzim
viabilitas benih
(Abdul Baki dan Anderson, 1972).
Peranan bermacam-macam
enzim pada berbagai benih tanaman
telah diselidiki
oleh
banyak peneliti terdahulu.
~nzim-enzimoksidase
seperti
katalase, peroksidase, dan fenolase merupakan enzim-enzim
pertama yang diteliti dengan tujuan untuk menentukan hubungan antara
aktivitas enzim
dengan
viabilitas benih.
Hasil penelitian Zheng Guang-Hua (1984) pada benih
Popu-
lus spp menunjukkan bahwa penurunan aktivitas enzim dehidrogenase diikuti
dengan menurunnya
viabilitas
atas dasar persentase Daya Berkecambah).
(Carthamus tinctorius L.)
(diukur
Benih safflower
yang mengalami pengusangan ce-
pat selama 14 hari menunjukkan
penurunan aktivitas enzim
amilase, lipase, protease, dan dehidrogenase.
Tingkat penurunan aktivitas bervariasL dan ternyata enzim
amilase dan lipase lebih peka terhadap perlakuan pengusangan (Kole dan Gupta, 1982).
Menurut Barton dan Harrington
(dalam Abdul Baki dan
Anderson, 1972) menurunnya viabilitas benih yang
dikait-
kan dengan habisnya cadangan makanan masih perlu dipertanyakan, sebab dalgm benih
yang
kehilangan
kemampuannya
untuk berkecambah ternyata di dalam jaringan masih terdapat cadangan makanan dalam jumlah cukup banyak.
ini sama dengan
hasil
penelitian
Pendapat
Ching dan Schoolcraft
(1968) dengan memperlakukan benih semanggi (Trifolium incarnatum L.) dan
rumput Lolium perenne L.
yang disimpan
selama 10 tahun pada suhu yang berbeda-beda, yaitu
hilangnya viabilitas dan
vigor
bukan
bahwa
karena kehilangan
makanan, tetapi berkorelasi dengan aktivitas
enzim-enzim
protease, fitase dan fosfatase.
Dalam penelitian terse-
but pati sebagai bahan utama cadangan makanan tidak mengalami
penurunan pada benih yang mengalami kemunduran.
Pada kasus benih yang mengandung lemak tinggi, selama berlangsungnya proses perkecambahan terjadi penurunan
lemak, tetapi diikuti pula dengan munculnya
Hal ini terjadi pada benih
lemak menghilang
pada
jarak
(Ricinus communis L.),
periode perkecambahan.
terjadi akumulasi zat tepung di endosperma
empat.
lang
Sesudah itu zat tepung
lagi,
hipokotil.
karbohidrat.
tetapi berpindah
Sementara
pada hari ke-
dalam endosperma menghike - bagian
lain
seperti
Hal ini menunjukkan bahwa lemak dirombak men-
jadi gula di dalam endosperma dan
karbohidrat yang ter-
bentuk ditransfer ke embrio (Mayer dan Poljakoff, 1989).
Zeleny dan Coleman
(dalam Abdul Baki dan Anderson,
1972) mengatakan bahwa salah satu perubahan yang
umumnya
berhubungan dengan kemunduran benih, khususnya pada benih
yang berlemak adaJah
meningkatnya keasaman.
Zeleny dan
Coleman menunjukkan asam-asam tersebut terdiri atas:
asam lemak bebas,
lipase pada lemak;
hidrolisis
yang dihasilkan oleh
aktivitas
dari
fitase; dan (c) asam-asam
amino yang dihasilkan oleh hidrolisis protein oleh
protease.
enzim
(b) asam fosfat, sebagai hasil
fitin oleh enzim
(a)
Di antara tiga kelompok tersebut yang
banyak dan mudah bertambah adalah asam lemak bebas.
enzim
paling
Stewart dan Bewley (1979) dalam
pengusangan
cepat
mem-
benih kedelai pada suhu dan kelembaban nisbi tinggi
peroleh hasil bahwa poros embrio dari benih yang diusangkan mengandung
malondialdehid (MDA) tinggi (MDA adalah
produk dari proses peroksidasi pada asam lemak tidak
je-
nuh); kadar asam linoleat dan linolenat dalam lemak polar
(fosfolipida) berkurang selama pengusangan berakhir.
lam penelitiannya Stewart dan Bewley
embrio
menggunakan
dan tidak menggunakan kotiledon
Daporos
atau benih utuh,
karena kotiledon merupakan sumber atau lokasi penyimpanan
lemak, sehingga dianggap tidak wajar bila digunakan untuk
mempelajari perubahan lemak polar dan
peroksidasi lemak.
Penelitian Harman dan Mattick (dalam
Stewart dan Bewley,
1979) menunjukkan ada perubahan asam lemak
maupun
poros
embrio
dalam benih utuh.
Peroksidasi
lemak atau
awal dari kemunduran benih.
jenuh terdapat &lam
otoksidasi
Beberapa
benih dan sangat
gradasi peroksidatif.
asam
peka
lemak tidak
terhadap de-
Sebagai hasilnya tidak
mak itu sendiri yang rusak
tetapi
pada rangkaian reaksi sehingga
cun yang
adalah penyebab
juga
le-
secara kompleks
menimbulkan
potensial (Priestley, 1986).
hanya
beberapa ra-
Disebutkan
pula
bahwa di dalam penyimpanan, peroksidasi dapat muncul baik
sebagai
otoksiasi
atmosferik
atau secara langsung oleh
enzim lipoksigenase, suatu enzim yang banyak terdapat dalam benih yang kering.
Enzim lipoksigenase (linoleat: Oksigen oksidoreduktase, EC. 1.13.1.13), pertama kali ditemukan sebagai
zim perusak karoten yang disebut
biji kedelai.
en-
karoten oksidase pada
Lebih lanjut pada biji kedelai menunjukkan
adanya kandungan enzim
yang dikenal sebagai
yang mengoksidasi asam lemak tidak jenuh.
lipoksidase
Karoten oksi-
dase, lipoksidase dan lipoksigenase merupakan enzim
yang
Enzim lipoksigenase berfungsi
sama (Scott, 1975).
seba-
gai katalisator proses
pembentukan hidroperoksida dari
asam
atau
lemak tidak jenuh
ikatan cis, cis 1
lekul oksigen.
lah
-
4
-
esternya yang
mengandung
pentadiena dengan menggunakan mo-
Asam lemak tidak jenuh yang dimaksud ada-
asam linoleat, asam linolenat, dan asam arachidonat,
semuanya
1975;
merupakan
asam-asam
lemak
esensial
(
Scott,
Leoni g& a.,
1976).
Otoksidasi adalah proses peroksidasi
dak jenuh dengan molekul oksigen.
asam lemak ti-
Mekanisme
otoksidasi
terdiri atas tiga tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.
Sasaran utama otoksidasi adalah ikatan
rangkap (rantai methilen) yang sangat peka terhadap
oksidasi.
Secara skematis
per-
rangkaian reaksi otoksidasi
adalah sebagai berikut (Patterson, 1989):
Reaksi inisiasi
RH
Reaksi propagasi
R'
-+ O2
ROO'
Reaksi terminasi
Tingkatan
+ RH
-
ROO'
semua radikal
saling membebaskan
degradasi
+ R'
ROOH
molekulmolekul
tidak aktif
asam lemak tidak jenuh
oleh derajat ketidakjenuhannya.
akan
+ H'
R'
dipengaruhi
terdegradasi 30-40 kali lebih cepat dibanding
oleat (C18
.
nat (CI8 : 3 ) akan terdegradasi 80
-
100 kali lebih cepat
asam
(Schaich, dalam Priestley, 1986).
reaksi otoksidasi ini, energi yang
dapat berasal
asam
Asam linole-
asam oleat karena jumlah ikatan rangkap
linolenat ada tiga
Pada
2)
karena jumlah ikatan rangkap asam linole-
at ada dua sedangkan asam oleat hanya satu.
dibanding
.
Asam linoleat (C18
dari panas, cahaya
diperlukan
atau pengaruh radiasi.
Pada reaksi pertama (inisiasi): terjadi proses pemindahan
molekul hidrogen dari lemak (RH) dengan katalisator metal
akan menghasilkan radikal bebas organik yang reaktif (R')
dan radikal bebas hidrogen (He). Pada tahap reaksi beri-
kutnya (propagasi) : radikal bebas organik ( R e ) akan bereaksi dengan oksigen
(02)
dari atmosfer dan menghasilkan
radikal bebas peroksida lemak
(ROO').
Selanjutnya ROO'
bereaksi dengan molekul lemak lain (RH) dan akan
silkan hidroperoksida (ROOH) yang stabil dan R'
menghalainnya,
sebagai hasil akhir dari proses otoksidasi.
kutnya adalah R' yang kedua
lagi dan
~eaksiberi-
akan bereaksi dengan oksigen
menghasilkan peroksida lebih lanjut.
pada reaksi yang terakhir
(terminasi):
~khirnya
reaksi akan ber-
henti apabila radikal bebas saling membebaskan satu
sama
lain dan terbentuk molekul-molekul yang tidak aktif.
Menurut Priestley (1986) peningkatan suhu dan
kadar
air benih dalam penyimpanan menyebabkan meningkatnya
dar asam lemak, tetapi masih banyak
dipersoalkan
ka-
apakah
hidrolisis terjadi dari aktivitas benih ataukah aktivitas
enzim lipase dari jamur.
Flood dan Sinclair (1981) me-
nyebutkan bahwa benih yang kulitnya permeabel menunjukkan
secara nyata menurunnya
dibanding dengan benih
asam linoleat dan asam linolenat
yang kulitnya impermeabel.
ini tidak menolak hipotesa bahwa kulit benih yang
Hasil
imper-
viabili-
meabel menolak masuknya oksigen dan memperbaiki
tas dengan menghalangi terjadinya proses otoksidasi
asam lemak tidak jenuh.
Koostra dan Harrington;
ter; Adamson dan Berjak; Harman dan Mattick
dan Sinclair, 1981) menyebutkan
dari
Pammen-
(dalam Flood
bahwa adanya otoksidasi
asam lemak tak jenuh di dalam benih dapat menyebabkan hilangnya viabilitas secara gradual dan suatu saat akan mati.
~ a s i lpenelitian Sangwan, Gupta, dan Dhindsa (1986),
menyebutkan bahwa kandungan asam oleat menurun, sedangkan
asam linolenat meningkat pada saat kemasakan benih
lai.
Menurunnya
asam
palmitat
dan stearat
kede-
diimbangi
-
dengan meningkatnya
asam linoleat pada benih
masak
se-
suai dengan hasil peneliti lainnya.
Menurunnya integritas membran
merupakan
perwujudan
langsung dari rusaknya sel-sel semi permeabel yang
liki.
Parrish, Leopold dan Hanna
dimi-
(1982), mendapatkan
bahwa benih kedelai yang diperlakukan dengan
pengusangan
pada suhu 41°C dan kelembaban nisbi jenuh, mengalami perubahan integritas membran yang jelas hanya dalam dua hari
sebelum viabilitas dan vigor menurun secara nyata.
Priestley (1986) berpendapat bahwa
cairan kebocoran
dengan
semua spesies benih
Dasar biokimia
atau
hubungan
antara
pengusangan tidak berlaku bagi
pada semua
pelukaan membran
tipe
pengusangan.
dalam benih usang
diteliti dengan cermat, seperti defisiensi membran
yang
tidak
hanya mengancam integritas sel-sel secara langsung, tetapi juga diperhitungkan terhadap penurunan aktivitas hubungan antara membran dengan metabolik seperti halnya
pirasi.
res-
BAEAN DAN METODE
Bahan Percobaan
Benih
Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kenaf (H. cannabinus) yang terdiri atas dua
varietas
yang berbeda sifat genetiknya, yaitu Hc 33 yang peka terhadap fotoperiodisitas, dan varietas G 4 tidak peka
hadap
fotoperiodisitas.
Benih
masing-masing
tersebut masih dalam kondisi periode simpan
ter-
varietas
yaitu disim-
pan selama enam bulan dalam gudang penyimpanan pada
~ O O C
dan kelembaman nisbi 50 %.
kan hasil
suhu
Benih tersebut merupa-
tanggal 26 Februari 1991 untuk
penanaman pada
varietas G 4 dan 15 Maret 1991 untuk varietas Hc 33.
Pe-
nanaman dilakukan di Kebun Percobaan Muktiharjo Pati Jawa
Tengah, milik Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat
(BALITTAS) Malang.
Panen
benih
dilakukan
pada
bulan
Agustus 1991.
Bahan Pembantu
,
Kantong aluminium foil, kantong plastik, karung
go-
ni, dan bahan-bahan kimia lainnya yang akan diuraikan dalam masing-masing pelaksanaan pengujian.
Peralatan Percobaan
Peralatan
yang digunakan
kendaraan
truk,
telethermometer
mesin
dalam penelitian ini
pengguncang,
sealing
adalah :
machine
dan alat-alat laboratorium lainnya
akan diuraikan pada masing-masing pelaksanaan
,.
yang
pengujian.
Metode Percobaan
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilaksanakan di beberapa tempat dan tahapan waktu, dengan perincian sebagai berikut :
1.
Pengadaan benih
dilakukan di kebun percobaan
harjo, Pati Jawa Tengah,
Mukti-
mulai Februari 1991.
Panen
dan prosesing selesai pada akhir Agustus 1991.
2.
Percobaan I :
transportasi benih, dengan tujuan
un-
tuk mengetahui pengaruh faktor-faktor varietas, periode konservasi dan
macam kemasan serta
selama transportasi
benih.
1992.
terhadap
Percobaan I
kemunduran
dilaksanakan
pada
Rute transportasi adalah Blitar
lungagung
-
Blitar
ma delapan jam.
- Malang
interaksinya
-
viabilitas
bulan Maret
Kediri
-
Tu-
dengan waktu tempuh sela-
Penelitian dilakukan di Balai Pene-
litian Tembakau dan Tanaman Serat (BALITTAS) Malang.
3.
Percobaan I1 : pengguncangan benih pada mesin
peng-
guncang dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pengguncangan terhadap kemunduran viabilitas benih.
cangan, perlakuan dan
pengamatan
sama dengan percobaan I.
Ran-
percobaan I1
pada
Percobaan I1 dilakukan pada
bulan Mei 1992 dan dilaksanakan di laboratorium
Ilmu
dan Teknologi Benih IPB di Leuwikopo Bogor.
4.
Percobaan 111:
guncang, dengan
faktor varietas,
pengguncangan benih pada
perlakuan
suhu
dan
kombinasi
mesin peng-
antara faktor-
kelembaban,
serta
lama
guncangan.
Percobaan ini mempunyai tujuan untuk me-
ngetahui dampak lama guncangan pada beberapa
kondisi
suhu dan kelembaban nisbi terhadap viabilitas
dua varietas kenaf.
laboratorium
Percobaan I11
benih
dilaksanakan
Ilmu dan Teknologi Benih IPB di
di
Leuwi-
kopo, Bogor pada bulan Juli 1992.
Macam penelitian, tujuan dan hasil yang
diharapkan
terlihat pada bagan di Gambar 1 dan bagan-alir rangkaian
seluruh penelitian pada Gambar 2.
Macam Penelitian
Tu juan
5
Percobaan I
(Transportasi)
1. Mendapatkan pengaruh
varietas, periode
konservasi dan macam
kemasan maupun interaksi faktor-faktor
tersebut terhadap
kemunduran viabilitas benih kenaf, selama benih ditransportasi
<
1. Mengetahui adanya indikasi fisiologis dan indikasi biokimiawi yang menggambarkan kemundur- an viabilitas be
nih kenaf akibat
transportasi
-
Percobaan I1
(Mesin pengguncang)
Percobaan I I I
(Mesin pengguncang)
Gambar 1.
-
1. Mendapatkan pengaruh
varietas, periode
konservasi, dan macam kemasan maupun
interaksi faktorfaktor tersebut terhadap kemunduran
viabilitas benih kenaf, selama benih
diguncang dengan mesin pengguncang
r
1. Mendapatkan pengaruh
-
lama guncangan pada
beberapa suhu dan RH
terhadap kemunduran
benih dua varietas
kenaf
2. Mendapatkan kepekaan
kemunduran benih
terhadap penyimpanan dengan tolok ukur
"alk
<
c
>
2. Mengetahui kemun
duran viabilitas
benih .oleh faktor guncangan
3. Mengetahui
kemungkinan mesin
pengguncang mensimulasi dampak
transportasi
Bagan penelitian meliputi macam, tujuan, dan
hasil yang diharapkan
PERCOBAAN
I
1
Percobaan I
Transportasi
Percobaan I1
Mesin
Pengguncang
I
I
I
Percobaan I11
Mesin
Pengguncang
I
1
1
1
Faktorial
RAL
Faktorial
RAK
Faktorial
RAK
V= 2 taraf
P= 2 taraf
K= 2 taraf
V= 2 taraf
P= 2 taraf
K= 2 taraf
V= 2 taraf
G= 5 taraf
R= 3 taraf
Ulangan: 3
Ulangan: 3
Ulangan: 3
Keterangan:
V
P
K
G
R
v~
v~~
vKSfrans
vKSgUn
RAK
RAL
Gambar 2.
=
=
=
=
=
=
=
Varietas
Periode konservasi
Macam kemasan benih
Lama guncangan simulatif
Suhulkelembaban nisbi
Viabilitas potensial
Vigor Daya Simpan
Vigor Konservasi akibat
transportasi
= Vigor Konservasi akibat guncangan
=
=
=
Rancangan Acak Kelompok
Rancangan Acak Lengkap
Bagan alir rangkaian seluruh penelitian
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan I
Percobaan I mempelajari pengaruh
rietas, periode konservasi, dan
kemunduran
viabilitas
faktor-faktor
macam
benih kenaf
kemasan
va-
terhadap
selama transportasi.
Dalam percobaan I digunakan model percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap, dengan
perlakuan.
sehingga
Masing-masing
merupakan
tiga kali.
tiga
faktor
faktor penyusun
terdiri atas dua taraf
percobaan Faktorial Z3, dan
diulang
Faktor pertama adalah varietas kenaf (V) yang
terdiri atas
varietas Hc 33 (V1) dan G 4 (V2).
Faktor
kedua adalah
periode konservasi (P) yang terdiri
atas 0
minggu (PI) dan 2 minggu (P2).
Faktor ketiga adalah
ke-
masan benih (K) yang terdiri atas kantong plastik standar
ex-PTP XVII (K1) dan kantong aluminium foil (KZ).
Benih yang
disimpan selama
periode konservasi
minggu ditempatkan pada kondisi kamar (suhu 25O-30°c
kelembaban nisbiJ0
-
24 satuan percobaan.
80 % ) .
Percobaan
Tiap satuan
benih sebanyak 2.0 kg.
kantong aluminium foil,
s e a l i n g machine.
dengan
dan
terdiri atas
percobaan menggunakan
Benih dikemas sesuai dengan
lakuan yaitu dengan kantong plastik
dan
I
dua
standar
per-
ex-PTP XVII
kemudian tepinya dirapatkan
Tiap satuan
percobaan menggu-
nakan satu kantong, dan tiap delapan kantong kemudian dimasukkan
hit.
dalam
Karung
satu
goni
karung goni, yang
yang
ujungnya
berisi contoh benih
dija-
tersebut,
diletakkan dalam bak truk pada lapisan terbawah, yang
atasnya
diletakkan benih lain
sebagai benih
di
penyerta
sebanyak f 2.0 ton yang sudah dikemas dalam karung
goni.
Di antara tumpukan karung goni dipasang alat tele-thermoyang terdiri atas
meter
sensor termometer basah, sensor
termometer kering, dan alat pengukur,
perubahan
suhu dan kelembaban nisbi
truk yang tertutup kain terpal.
untuk
udara di dalam
Sensor basah
kering diletakkan di bagian bawah dan atas
dihubungkan dengan alat pengukur yang
pat sopir.
mendeteksi
bak
dan sensor
tumpukan dan
diletakkan di tem-
Dengan demikian dalam keadaan truk
berjalan
dapat dicatat perubahan suhu basah dan kering, yang kemudian
dikonversikan ke nilai
Psychrometer Chart.
kelembaban nisbinya
dengan
Pencatatan angka pada sensor
basah
dan kering dilakukan setiap 30 menit.
Pengamatan pada percobaan I dilakukan segera
lah transportasi benih selesai.
Pengamatan meliputi
rusakan fisik, perubahan-perubahan
kimiawi.
Kerusakan fisik
fisiologis dan
indikasi viabilitas
Pengamatan fisiolobenih
dengan
ukur : Daya Berkecambah, Keserempakan Tumbuh
Kering Kecambah
indikasikan
mati
:
Normal.
bio-
oleh kebocoran membran
dengan analisis Daya Hantar Listrik.
meliputi
ke-
adalah kerusakan benih secara
fisik akibat guncangan dideteksi
gis
sete-
dan
tolok
Berat
Perubahan biokimiawi yang meng-
viabilitas benih
dideteksi
dengan
respirasi benih , kadar lemak, kadar asam
mengalemak
bebas, komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh, aktivitas enzim
Tetrazolium.
~ipoksigenase, dan benih normal melalui uji
Indikasi perubahan biokimiawi lebih
diti-
tikberatkan pada perubahan asam lemak tidak jenuh, karena
minyak biji kenaf mengandung
dan
asam Linoleat sebesar
asam Palmitat hanya
asam
Oleat sebesar 45.3 %
23.4 % ; sedangkan kandungan
14 % dan asam Stearat
sebesar 6.0 %
(Lewy, 1947).
Pengambilan contoh benih dilakukan
secara acak
dan
banyaknya tergantung pada macam pengujian yang akan dilakukan.
Pengamatan dilakukan di laboratorium benih
pasca panen Balittas Malang, dan di laboratorium
dan
Biologi
MIPA Universitas Brawijaya Malang.
Diluar rancangan percobaan faktorial pada
percobaan
I tersebut, diamati pula contoh benih yang tidak ditransportasi, sebanyak contoh pada perlakuan
transportasi (24
satuan percobaan)
Tolok ukur
yang
Maksud pengamatan contoh benih
yang
diamati juga sama.
dari lot yang sama.
tidak ditransportasi adalah
untuk mengetahui apakah
ada
perbedaan dengan benih yang ditransportasi, yang dianalisis dengan uji t-Student.
Untuk lebih memperjelas pelaksanaan percobaan I
pat dilihat skema pada Gambar 3
da-
PERCOBAAN
I
Transportasi
Lokasi : Malang
Faktorial dalam RAL
(3 faktor, 3 ulangan)
Varietas
Konservasi
Kemasan
(V) :
(P) :
(K) :
2 taraf
2 taraf
2 taraf
Pengamatan meliputi indikasi perubahan
Fisik
:
Daya Hantar Listrik
Fisiologis
:
Daya Berkecambah
Keserempakan Tumbuh
Berat Kering Kecambah
Kadar air benih
Biokimiawi
:
Uji Tetrazolium
Kadar lemak
Kadar asam lemak bebas
Asam lemak tidak jenuh
Aktivitas ensim
Respirasi
Suhu dan RH : diamati selang 30 menit
Analisis data
Hasil
Perlakuan yang berperan terhadap kemunduran
viabilitas benih
Indikasi fisiologis dan biokimiawi untuk
kemunduran benih oleh dampak transportasi
Model matematika percobaan
I adalah sebagai berikut:
Eijkl
dimana :
Yijkl
=
nilai peubah yang diamati
P
=
nilai rata-rata umum
vi
=
pengaruh varietas pada taraf ke-i
=
pengaruh periode konservasi pada taraf ke-j
=
pengaruh kemasan pada taraf ke-k
=
pengaruh interaksi antara varietas pada ta-
j'
Kk
VPij
raf ke-i dan konservasi pada taraf.ke-j
VKik
pengaruh interaksi antara varietas pada
=
taraf ke-i dan kemasan pada taraf ke-k
PKjk
=
pengaruh interaksi antara periode konservasi pada taraf ke-j dan kemasan pada taraf
ke-k
VPKijk=
pengaruh interaksi antara varietas pada taraf ke-i, konservasi pada taraf ke-j dan
kemasan pada taraf ke-k
Eijkl
=
pengaruh acak
Analisis statistik untuk
perlakuan dilakukan dengan
Torrie, 1988).
mengetahui pengaruh
sidik ragam uji-F
faktor
(Steel dan
Percobaan I1
Percobaan I1 mempelajari dampak
guncangan pada
be-
nih kenaf, dengan menggunakan mesin pengguncang yang
di-
rakit
oleh
~aboratoriumIlmu dan
Teknologi ~ e n i hIPB.
Alat ini terdiri atas tiga komponen utama yaitu:
(1) mo-
tor penggerak dengan kekuatan 1.0 PK dan kecepatan
RPM,
1 500
(2) bak mesin pengguncang, merupakan bak mini
kayu yang menyerupai
bak truk dengan tutup
dari
kain terpal.
Bak mesin pengguncang dapat bergerak secara vertikal
rena ada
pegas yang
dihubungkan dengan
ka-
motor penggerak
melalui tuas dan pulley. Pulley penggerak bak mesin pengguncang berdiameter
20 cm dengan
sumber panas, digunakan untuk
kecepatan 150 RPM, (3)
mengatur suhu dalam
pengguncang yang terdiri atas lampu-lampu pijar
mesin
yang di-
susun pada wadah yang menyerupai corong menghadap ke
wah.
Ada tiga buah mesin pengguncang yang dipasang seca-
ra paralel dan masing-masing dihubungkan oleh ban
pada
ba-
motor penggerak
pengguncang
(Gambar Lampiran 1).
(belt)
Tiap
mesin
dianggap sebagai ulangan, sehingga ada
tiga
ulangan mesin pengguncang.
Model percobaan
I1 adalah Faktorial dalam Rancangan
Acak Kelompok yang terdiri atas
dengan tiga ulangan.
tiga
Faktor pertama
faktor
perlakuan,
varietas (V) ter-
diri atas dua taraf yaitu Hc 33 (V1) dan G 4 (V2).
tor
Fak-
kedua periode konservasi (P) terdiri atas dua taraf
yaitu 0 minggu (PI) dan
2 minggu (P2).
Faktor
ketiga
macam kemasan (K) terdiri atas dua
taraf yaitu
kantong
plastik (K1) dan aluminium foil (KZ).
Pada percobaan I1 terdapat 24 satuan percobaan, masing-masing
menggunakan 200 g benih yang dikemas dengan
kantong plastik dan aluminium foil.
Tiap ulangan terdiri
atas delapan satuan percobaan, yang
diatur di dalam
bak
mesin pengguncang, sehingga benih tetap berada di tempatnya selama guncangan berlangsung.
pengguncang
ditutup rapat
~emudian bak
dengan kain terpal.
mesin
Penggun-
cangan dilakukan selama delapan jam.
Untuk menyesuaikan suhu
bak mesin pengguncang
pada
waktu
dengan
tepat diatas tiap
setiap
suhu dan
kelembaban nisbi
dari lampu-lampu pijar yang dipabak mesin pengguncang.
bak mesin pengguncang
masing-masing
kelembaban nisbi dalam
transportasi, dapat diatur sebagai berikut :
Pengatur suhu berasal
sang
dan
berkekuatan
dipasang
60 Watt.
Di atas
empat buah lampu
Posisi lampu-lampu
pijar tersebut diatur pada wadah lampu yang berbentuk corong menghadap ke bawah.
Wadah lampu ini
terpisah
mesin pengguncang dan dapat digeser karena kakinya
da.
dari
bero-
Pancaran sinar lampu di bawah corong ini tepat me-
ngenai permukaan bak mesin pengguncang, sehingga menyerupai pancaran sinar matahari
pal yang
menutupi
bak
yang menerpa permukaan
truk
Lampu-lampu ini dapat diatur
pada
ter-
waktu truk berjalan.
dengan
skakelar, sehingga
dapat
dinyalakan sesuai dengan
kebutuhan.
Untuk menda-
patkan nilai kelembaban nisbi yang diinginkan, dapat
di-
lakukan dengan memberi pelembab dengan kain pel basah beberapa lembar.
Di dalam
dua susun rak strimin.
bak mesin pengguncang
terdapat
Kain pel yang telah dibasahi (ba-
sah tapi air tidak menetes) diletakkan
pada rak
strimin
kedua yang berada di bawah rak strimin pertama, sedangkan
rak strimin pertama untuk meletakkan contoh benih.
mendeteksi nilai suhu dan kelembaban nisbi
Untuk
dalam bak me-
sin pengguncang, dipasang sensor suhu basah dan
suhu ke-
ring yang dihubungkan dengan alat tele-thermometer.
Per-
bedaan suhu basah dan suhu kering digunakan untuk
menen-
tukan nilai
dengan
kelembaban nisbi
yang dapat
dicari
Psychrometer Chart.
Model matematika pada percobaan
VPKjkl
+
I1 adalah :
Eijkl
dimana :
Yijkl
=
nilai peubah yang diamati
I-c
=
nilai rata-rata umum
Bi
=
pengaruh blok ke-i
=
pengaruh varietas pada taraf ke-j
Pk
=
pengaruh periode konservasi pada taraf ke-k
K1
=
pengaruh kemasan pada taraf ke-1
VPjk
=
pengaruh interaksi antara varietas pada
taraf ke-j dan konservasi ke-k
pengaruh interaksi antara varietas pada
taraf ke-j
Latar Belakang
Secara struktural benih itu sama dengan biji tumbuhTetapi seca-
an yang dihasilkan dari ovula yang dibuahi.
ra fungsional benih itu tidak sama dengan biji, sebab benih digunakan manusia untuk
produksi
untuk
mencapai
pertanaman, sebagai
hasil maksimal
sarana
dan melestari.
Benih itu meskipun kecil sebenarnya sudah merupakan
naman yang
sempurna, jelas identitas genetiknya, jelas
identitas fenotipiknya, harus hidup dan bermutu
1989).
ta-
(Sadjad,
Benih bermutu menurut Sadjad (1992) adalah
yang baik dan benar.
Benih yang baik
ialah
benih
benih
sehat dan bersih, sedangkan benih yang benar ialah
yang
benih
yang sesuai dengan informasi yang tercatat pada labelnya.
Jadi benih bermutu itu tidak saja harus sehat (punya daya
hidup tinggi, tidak berpenyakit)
dan
bersih (tidak ter-
campur kotoran, seragam), tetapi juga harus benar
menipu, jelas identitas genetiknya).
(tidak
Secara ilmiah benih
bermutu mencakup mutu fisiologis, fisik dan genetis.
Benih merupakan
kandung berbagai
benda hidup, yang di dalamnya
komponen kimiawi
seperti karbohidrat,
lemak, protein, air dan substansi lain.
(1976), ada beberapa alasan utama
posisi
ter-
Menurut Copeland
untuk mempelajari kom-
kimia di dalam biji, baik sebagai
(biji) maupun bahan tanaman (benih) :
bahan konsumsi
(1) biji merupakan
sumber pokok
makanan bagi manusia dan hewan ;
dungan kimia di dalam biji merupakan sumber
kan-
(2)
bahan
obat-
(3) di dalam biji terkandung berbagai anti-meta-
obatan;
bolit yang
mempunyai pengaruh
kurang baik terhadap nu-
trisi untuk manusia maupun hewan;
berisi cadangan makanan
dan
dan (4) di dalam benih
substansi pertumbuhan yang
berpengaruh terhadap perkecambahan benih, vigor kecambah,
penyimpanan dan daya simpan benih.
Berdasarkan pertimbangan bahwa benih merupakan benda
hidup yang di dalamnya terdapat berbagai komposisi kimia
yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan, maka
nanganan benih sangat perlu mendapat perhatian.
Penanga-
nan benih meliputi konservasi sebelum pengepakan,
pakan,
perlakuan
benih (seed treatment),
gudang dan transportasi
tani.
lum
sampai kepada
pe-
penge-
pemindahan ke
pedagang atau pe-
Salah satu aspek penanganan benih tanaman yang be-
banyak diteliti adalah
pengaruhi
oleh
viabilitas benih yang
di-
dampak transportasi.
Menurut Sadjad (1989), benih sebelum mencapai status
siap simpan
(berada diantara
mengalami proses
ses tersebut
bagi
pengolahan (conditioning).
benih
walaupun hanya
Periode I dan Periode 11)
mengalami
periode simpan sementara,
dalam waktu pendek
viabilitas
benih.
Selama pro-
Periode
tetapi sangat
simpan
kritis
sementara ini
disebut periode konservasi.
Periode konservasi juga ter-
jadi lagi diantara Periode I1 dan periode 111.
Ini ter-
jadi pada saat translokasi benih dari ruang simpan menuju
lapang produksi atau disaat benih hendak ditanam.
Saat-
saat tersebut dapat merupakan ancaman fatal bagi viabilitas benih.
Selanjutnya dikemukakan bahwa
benih pada hakekatnya merupakan
transportasi
periode konservasi baik
sebelum benih diolah sesudah dipanen, maupun sesudah penyimpanan sebelum ditanam.
Justice dan Bass (1978) me-
nyatakan, benih yang sedang dalam pengiriman atau
portasi
sebenarnya sedang mengalami
masa
trans-
penyimpanan.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap viabilitas benih selama penyimpanan juga berlaku
pada
periode
transportasi.
lingkungan yang sangat berpengaruh
Ada dua faktor
terhadap viabilitas
benih selama transportasi yaitu suhu dan kelembaban nisbi
lingkungan.
Menurut Harrington, 1972 (dalam Justice dan
Bass, 1979), benih yang
kereta
pada saat
ditransportasi di dalam
gerbong
cuaca panas dan lembab selama berhari-
hari akan mengalami kemunduran viabilitas.
Pengaruh ini
akan semakin buruk bila kadar air benihnya tinggi.
Menurut Sadjad (1972), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat
rubahan menyeluruh di dalam
menimbulkan
pe-
benih baik fisik, fisiologi
maupun kimiawi yang mengakibatkan
menurunnya
viabilitas
benih.
Selanjutnya oleh Toole, Toole dan Gorman (dalam
Abdul Baki dan Anderson, 1972), dijelaskan bahwa kemunduran benih dapat ditunjukkan oleh adanya indikasi-indikasi
fisiologis sebagai berikut :
(a) terjadinya perubahan warna benih
(b) tertundanya perkecambahan
(c) menurunnya toleransi terhadap kondisi lingkungan
suboptimum selama perkecambahan
(d) rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang
kurang sesuai
(e) peka terhadap radiasi
(f) menurunnya pertumbuhan kecambah
(g) menurunnya daya berkecambah
(h) meningkatnya jumlah kecambah abnormal.
Abdul Baki
dan
Anderson
(1972) mengemukakan
biokimiawi dalam benih yang
mengalami
indikasi
kemunduran viabi-
litas adalah sebagai berikut :
(a) perubahan aktivitas ensim
(b) perubahan laju respirasi
(c) perubahan di dalam cadangan makanan
(d) perubahan di dalam membran
(e) kerusakan kromosom.
Woodstock (1973), mengusulkan
beberapa
cara
pengamatan
untuk menguji vigor benih melalui indikasi fisiologis dan
biokimiawi.
Indikasi fisiologis meliputi
kecepatan tum-
buh, total perkecambahan atau laju pertumbuhan kecambah.
Indikasi biokimiawi meliputi :
(a) perubahan asam lemak bebas
(b) aktivitas ensim
(c) laju respirasi dan Kosien Respirasi
(d) kebocoran membran sel benih
(e) aktivitas subseluler seperti pembentukan polisome
(f) aktivitas mitokondria
(g) integritas kromosom
(h) sintesis metabolit
Informasi hasil penelitian mengenai kemunduran viabilitas benih
selama transportasi masih
Upaya deteksi kemunduran viabilitas benih
dan
sangat jarang.
tanaman pangan
sayuran selama transportasi dilakukan oleh Degen
dan Puttemans
ngamati
(dalam Justice dan Bass, 1978) dengan me-
penurunan daya berkecambah.
indikasi fisiologis dan
Informasi mengenai
biokimiawi, yang menggambarkan
kemunduran viabilitas benih selama transportasi belum dibenih
tanaman kenaf (H. canna-
temui.
Khususnya pada
binus),
kemunduran viabilitas selama periode transporta-
si sering dilaporkan sehingga perlu diteliti indikasi fisiologis dan biokimiawinya.
Permasalahan
Tanaman kenaf sebagai bahan baku karung goni merupakan salah satu jenis tanaman serat yang sedang dikembangkan dalam program ISKARA (Intensifikasi Serat Karung RakDalam pengembangan ISKARA banyak dijumpai kendala,
yat).
baik yang
bersifat teknis maupun
non teknis.
Kendala
teknis yang utama adalah masalah benih yang digunakan petani.
Pada umumnya benih yang ditanam petani masih
dah mutunya baik
ren-
fisik, fisiologis maupun genetik.
Ren-
dahnya mutu benih merupakan salah satu penyebab rendahnya
produktivitas serat yang rata-ratanya berkisar
ton
serat kering
per
0.80-1.20
hektar (Anonim., 1987).
lain yang erat hubungannya dengan
salah kemunduran viabilitas
Masalah
mutu benih adalah
benih oleh dampak
ma-
transpor-
tasi dari sentra pengadaan benih sampai lokasi penanaman
Sentra pengadaan benih untuk ISKARA berada di
(petani).
desa
Kendalrejo, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar,
dangkan
lokasi pertanaman kenaf berada di daerah-daerah
Lumajang, Nganjuk, Lamongan, Tuban dan Jombang.
sarkan data yang
ran
Blitar ke berbagai
di Jawa Timur pada umumnya
viabilitas yang
Berkecambah
yang
Berda-
diperoleh, benih beberapa varietas ke-
naf yang diangkut dari
tanaman
se-
wilayah
mengalami
per-
kemundu-
diindikasikan oleh persentase Daya
diuji
dengan
medium pasir (Tabel 1).
Benih kenaf dikemas dalam kantong plastik (tebal 0.1 mm)
masing-masing
sebanyak 5 , O kg.
Kemudian
setiap 12 kantong (60 kg)
dimasukkan dalam ka-
rung goni berlapis plastik, selanjutnya benih dalam
ka-
rung goni tersebut siap diangkut dengan truk.
Tabel 1.
Hasil Uji Daya Berkecambah beberapa varietas kenaf yang berasal dari Blitar setelah
ditransportasi ke Nganjuk, Lamongan dan Tuban (Laporan dari DT Nganjuk, DT Lamongan,
dan DT Tuban, 1990)
Daerah
tujuan
Tanggal
kirim
Varietas
kenaf
Nganjuk
31-8-90
20-9-90
27-9-90
4-10-90
Hc 33
G 4
HC 48
HC 48
HC 48
72.50
73.00
74.80
73.70
75.40
4-9-90
4-9-90
24-9-90
30-9-90
8-10-90
68.10
72.60
72.60
73.10
75.50
Lamongan
14-7-90
G 4
74.60
16-7-90
59.60
Tuban
26-6-90
7-7-90
G 4
G 4
75.20
77.80
30-6-90
9-7-90
50.80
66.80
D B ~ Setelah transportasi
asal
(%
Tanggal uji D B ~
(%)
-
a) Rata-rata Daya Berkecambah
yang dikirim dari Blitar
b, Rata-rata Daya Berkecambah
yang dikirim
benih dari
seluruh karung
benih dari
seluruh karung
Karung-karung yang berisi kenaf
tersebut diatur rapi da-
lam bak truk, kemudian ditutup
dengan
terpal
plastik.
Transportasi dilakukan pada siang hari dengan waktu tempuh dari Blitar ke Nganjuk
4,5 jam dan ke Tuban
diperoleh
selama 3,5 jam, ke
5,5 jam.
Selama transportasi tidak
informasi mengenai data
nisbi di dalam
bak truk.
Lamongan
suhu dan
kelembaban
Faktor genetik benih nampaknya
juga berpengaruh terhadap kemunduran viabilitas benih seDalam Tabel 1 terlihat varietas G 4
lama transportasi.
menunjukkan penurunan Daya Berkecambah lebih besar dibanding
dengan varietas Hc 33 dan Hc 48.
Masalah kerusakan fisik benih selama proses penanga-
nan dalam konveyor atau selama transportasi
porkan
oleh
beberapa peneliti.
kerusakan benih
konveyor.
Hall (1974),
jagung dan kedelai yang
dila-
meneliti
terjadi
dalam
Konveyor yang diisi dengan kapasitas penuh le-
bih kecil kerusakannya dibanding
rempatnya.
airnya
dengan kapasitas sepe-
Pada benih jagung kerusakan terkecil terjadi
bila kadar airnya 20
dar
telah
17
-
-
18 %.
24 %,
sedang pada kedelai bila ka-
Kadar air
kedelai di bawah 13 %
lebih peka terhadap kerusakan karena rnudah
pecah ter-
utama bila
konveyor dioperasikan tidak dalam kapasitas
penuh
dengan
dan
kecepatan di atas normal.
Fiscus &
al. (dalam Adam, 1977) meneliti kerusakan fisik benih jagung, kedelai dan
gandum yang diperlakukan dengan dija-
tuhkan langsung (jatuh bebas) dan lewat elevator.
Benih
yang
jatuh bebas
lebih
banyak yang
pecah.
(1985) mengungkapkan pengalamannya bahwa
yang dikirim
benih
kedelai
dari satu propinsi ke propinsi lain menga-
lami penurunan viabilitas.
bahnya
~ihombing
Pada umumnya
daya berkecam-
merosot sebelum benih sempat ditanam.
Berdasarkan
fakta
tersebut, penanganan
dan trans-
portasi benih dapat mengakibatkan kerusakan fisik dan kemunduran
viabilitas benih.
tornya yang
Namun
analisis faktor-fak-
berpengaruh selama transportasi belum banyak
terungkap.
Oleh karena benih
merupakan titik awal
aktivitas kehidupan tanaman, maka wajar
dari segala
apabila
segala
permasalahan dalam benih harus diperhatikan dan ditangani
lebih serius agar dapat menghasilkan tanaman dengan
duksi maksimal.
pro-
Penelitian untuk mengetahui indikasi ke-
munduran viabilitas benih selama transportasi perlu dilakukan, meskipun
dalam beberapa ha1 ditemui faktor pemba-
tas, antara lain masih
langkanya
informasi dan acuan,
serta terbatasnya fasilitas peralatan, bahan dan dana.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengaruh
faktor-faktor varietas, periode
konservasi, macam kemasan, dan interaksinya
terhadap
kemunduran viabilitas benih kenaf, baik dalam transportasi maupun dalam mesin pengguncang.
2.
Mengetahui indikasi-indikasi fisiologis dan biokimiawi yang dapat menggambarkan kemunduran viabilitas benih
kenaf oleh dampak
transportasi benih dan
mesin
pengguncang.
3.
Mengetahui kemungkinan mesin pengguncang dapat mensimulasi dampak transportasi.
Hipotesis
Untuk mencapai sasaran penelitian tersebut maka
mua permasalahan perlu disusun dan diarahkan dengan
sepen-
dekatan beberapa hipotesis yang harus diuji kebenarannya.
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
1.
Varietas kenaf mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap kemunduran viabilitas benih oleh dampak transportasi benih.
2.
Periode konservasi selama dua minggu
setelah
ditransportasi akan meningkatkan kemunduran
benih
viabili-
tas benih kenaf.
3.
Macam kemasan benih berpengaruh
terhadap
kemunduran
viabilitas benih kenaf selama benih ditransportasi.
11
4.
Viabilitas Potensial dan Vigor Konservasi benih kenaf
mengalami penurunan selama transportasi.
5.
Kemunduran viabilitas benih oleh
guncang dapat mengindikasikan
benih oleh dampak transportasi.
dampak mesin
kemunduran
peng-
viabilitas
TINJAUAN PUSTAKA
Mutu Benih
Dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1993), periode dari saat antesis sampai dengan benih mati
periode viabilitas benih.
Periode viabilitas benih
diri atas tiga fragmen, masing-masing disebut
ter-
Periode
(periode pembangunan benih atau genesis benih),
I1 (periode simpan) dan
disebut
I
Periode
Periode I11 ( periode kritikal).
Mutu benih pada Periode I
ditentukan oleh faktor
atau genetik, dan faktor induce
yaitu faktor
sewaktu benih masih berada di tanaman induk.
naungan, musim, irigasi, jarak
innate
lingkungan
Pemupukan,
tanam dan tingkat
stress
(kekeringan, serangan hama atau penyakit, saingan gulma),
merupakan contoh-contoh faktor induce.
Pada Periode
mutu benih dipengaruhi oleh faktor enforce yaitu
fisik dan biosfer lingkungan simpan,
I1
kondisi
serta kadar air be-
nih.
Beberapa penulis mengemukakan
berbagai faktor
yang
menentukan mutu benih, antara lain :
a.
Faktor lingkungan setelah tanam sampai sebelum
meliputi : suhu, air, oksigen, cahaya, curah
panen
hujan,
tipe dan kelembaban tanah, jenis mikroorganisme,
nutrisi mineral dalam tanah
(Pollock, 1972;
dan
Austin,
1972).
b.
Faktor lingkungan simpan meliputi :
kelembaban nisbi
dan suhu udara simpan, oksigen, mikroorganisme penyebab penyakit dan serangga hama (Roberts, 1972).
Sadjad (1980) mengemukakan berbagai faktor yang mempengaruhi mutu benih selama proses
produksinya
sebagai
berikut :
(a) Proses perkembangan dan pemasakan benih yang
ti:
melipu-
fase penyerbukan dan pembuahan, fase pertumbuhan
benih, fase penghimpunan cadangan makanan dalam benih
dan fase pemasakan benih;
(b) Proses pemanenan dan perontokan meliputi :
ketepatan
waktu panen, kondisi cuaca, cara panen baik
secara
manual maupun dengan mesin, dan ketrampilan pelaksanaan;
(c) Proses pengeringan meliputi : cara pengeringan, kadar
air benih, kelembaban nisbi udara dan
pengaturan su-
hu ;
(d) Proses pembersihan
dan pengolahan lainnya meliputi :
cara pembersihan' baik manual
maupun
mekanis,
seed
treatment, dan seed pelletting;
(e) Proses penyimpanan benih meliputi faktor-faktor : genetik,
kondisi lingkungan simpan,
sifat higroskopis
benih dan sifat difusibilitas termal benih.
Menurut Delouche
(dalam Sadjad, 1972),
mutu
benih
mencakup mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologi. Mutu genetik benih ditentukan oleh tingkat kemurnian varietas, sedangkan mutu fisik oleh tingkat kebersihan
fisik.
Mutu fisiologi benih mencakup
tingkat kemunduran
benih,
viabilitas benih, dan tingkat daya simpannya.
Sadjad (1990) membagi
viabilitas dalam tiga
macam
parameter : (a) ~iabilitas~otensialadalah kemampuan viabilitas lot benih yang
numbuhkan
menunjukkan kemampuan benih
tanaman normal
yang
berproduksi
kondisi lapang produksi yang optimum;
suboptimum;
pada
normal pada
(b) Vigor Kekuatan
Tumbuh adalah parameter vigor lot benih yang
kemampuan benih tumbuh normal
me-
menunjukkan
kondisi lapang
yang
(c) Vigor Daya Simpan adalah parameter
via-
bilitas lot benih yang menunjukkan vigor benih pada kurun
waktu Periode I1
atau
Periode Simpan.
Tiap
tersebut memiliki tolok ukur masing-masing,
parameter
misal
parameter Viabilitas Potensial tolok ukurnya adalah
Berkecambah dan Berat Kering Kecambah Normal.
Daya
Vigor Daya
Simpan dengan tolok ukurnya Keserempakan Tumbuh
dan Valk.
untuk
Kecambah
Sedang Vigor Kekuatan Tumbuh tolok ukurnya Ke-
cepatan Tumbuh Kbcambah atau Kecepatan Tumbuh Bibit.
Kemunduran Viabilitas Benih
Menurut Sadjad (1972), kemunduran benih adalah
durnya
mutu
fisiologi
benih
yang
dapat
menimbulkan
perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik,
gis
maupun
kimiawi
viabilitas benih.
mun-
fisiolo-
yang dapat mengakibatkan menurunnya
Selanjutnya Sadjad (1979) menjelaskan
bahwa sebelum benih menunjukkan gejala tumbuh, viabilitas
benih sudah dapat diketahui mundur dengan melihat
struk-
tur anatomi selnya, baik dengan melihat
maupun
organel di luar inti.
pendapat bahwa
inti sel
Abdul Baki dan Anderson(l972) ber-
kemunduran viabilitas benih adalah
terjadi
runnya kualitas benih yang tidak dapat balik dan
setelah benih mencapai viabilitas maksimum.
menu-
Menurut Gove
(dalam Abdul Baki dan Anderson, 1972), kemunduran viabilitas benih didefinisikan
sebagai jatuhnya kualitas, ka-
rakter atau vitalitas dari
tingkat yang tinggi ke
ting-
kat yang lebih rendah, dan secara tidak langsung ha1 tersebut melemahkan vigor.
Roberts (1973) menyebutkan bah-
wa kemunduran viabilitas
benih
ketidaknormalan fisiologi dan
meliputi
merupakan
gabungan dari
ultrastruktur
perubahan-perubahan di dalam
sel, mitokondria, plastid, ribosom
benih yang
protoplast,
inti
dan lisosom.
Harrington (1973) sangat percaya bahwa penyebab utama kemunduran viabilitas benih adalah
protein.
denaturasi
Hal ini dapat disebabkan oleh ikatan silang di
dalam individu molekul protein
protein.
adanya
atau
Denaturasi protein histon
menghambat aktivitas DNA;
oleh
polimerisasi
pada kromosom
dapat
denaturasi protein ensim dapat
menghambat seluruh proses, dan denaturasi protein membran
dapat meningkatkan permeabilitas membran. Menurut Roberts
(dalam Roberts, 1972) hilangnya viabilitas benih juga disebabkan adanya denaturasi protein yang meliputi
rasi lipoprotein sel membran yang
menyebabkan
denatu-
hilangnya
integritas membran sel.
Teori ini berkaitan dengan mem-
bran lemak yang memiliki komponen asam lemak tidak jenuh
sebagai subyek dalam proses peroksidasi pada
rob.
kondisi ae-
Selain itu juga terjadi denaturasi asam nukleat ya-
itu meningkatnya depurinasi
dari DNA.
(lepasnya adenin dan guanin)
Meningkatnya suhu dan
meningkatnya depurinasi dari DNA.
kadar air
menyebabkan
Depurinasi oleh panas
menyebabkan mutasi spontan dan berhentinya kegiatan
sel-
sel.
Abdul Baki dan Anderson (1972) melaporkan bahwa
se-
lama proses penuaan terjadi degradasi enzim-enzim alkohol
dehidrogenase, amilase, katalase, selulase, sitokrom
sidase, glutamat dekarboksilase, malat
peroksidase dan fenolase.
ok-
dehidrogenase,
Ching (1973) juga melaporkan
bahwa menurunnya viabilitas berhubungan erat dengan
ber-
kurangnya aktivitas enzim fosfatase. Menurut Roberts dan
Osborne (1973), hilangnya viabilitas ditandai dengan adanya depurinasi molekul DNA.
Teori ini didukung oleh
be-
berapa peneliti karena sesuai untuk menerangkan mekanisme
kemunduran viabilitas benih.
Menurut Delouche (dalam Heydecker, 1972),
kemundur-
an benih dapat ditunjukkan dengan adanya indikasi-indikasi sebagai berikut :
(1) degradasi pada membran seluler dan selanjutnya kehilangan fungsi kontrol permeabilitasnya;
(2)
lemahnya energi yang dihasilkan dan
konsekuensinya
adalah lemahnya mekanisme biosintesis;
(3)
menurunnya respirasi dan biosintesis;
(4)
lambatnya perkecambahan dan pertumbuhan kecambah;
(5)
meningkatnya persentase kecambah abnormal;
(6) hilangnya daya berkecambah;
(7) daya simpannya menurun;
(8)
lambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman;
(9) pertumbuhan dan perkembangan diantara tanaman
dalam
suatu populasi tidak seragam;
(10) meningkatnya
kepekaan terhadap keadaan lingkungan
yang menekan (termasuk mikroorganisme);
(11) menurunnya potensi produksi tanaman;
Abdul Baki dan Anderson (1972) berpendapat bahwa indikasi untuk mengukur kemunduran viabilitas benih
sering
berubah-ubah dan jauh dari yang distandarisasikan.
Kesu-
litan pokok adalah masih langkanya literatur yang
mantap
untuk tiap spesies atau varietas tanaman yang dapat memberi penilaian suatu lot benih pada saat yang diinginkan.
Namun akhir-akhir ini penelitian
perubahan-perubahan
lebih ditekankan pada
biokimiawi atau
fisiologis
seperti
perubahan kualitatif dan kuantitatif pada enzim yang spesifik, respirasi, sintesis protein dan karbohidrat, kebocoran bahan
organik dan anorganik
cadangan makanan.
serta
degradasi pada
A.
Perwjudan Fisiologis Kemunduran Viabilitas Benih
Menurut Toole, Toole dan Gorman
(dalam Abdul Baki
dan Anderson, 1972), perwujudan fisiologis kemunduran viabilitas benih meliputi beberapa ha1 yaitu perubahan warna benih, tertundanya perkecambahan, menurunnya toleransi
terhadap kondisi lingkungan suboptimum selama perkecambahan, rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang sesuai, sangat peka terhadap perlakuan radiasi, pertumbuhan kecambah menurun, daya berkecambah menurun,
meningkatnya jumlah kecambah abnormal.
dan
Terhadap respon
tersebut menurunnya daya berkecambah diterima secara luas
sebagai kriteria untuk menentukan
benih.
kemunduran
viabilitas
Dari indikasi-indikasi tersebut mungkin pada su-
atu saat akan muncul indikasi tertentu yang dapat mencerminkan kemunduran viabilitas
contoh benih
pada
spesies
tanaman yang memiliki sifat-sifat yang khas.
Untuk menilai suatu kemunduran viabilitas benih, pada umumnya penelisian selalu mengikutkan uji daya
berke-
cambah dan vigor sebagai kriteria kemunduran viabilitas
benih
(Justice dan Bass, 1978).
Delouche (dalam Justice
dan Bass, 1978) mengatakan bahwa
laju perkembangan
pertumbuhan kecambah jagung merupakan pengukur
ngan kemunduran yang
perkemba-
paling konsisten dan paling peka.
Menurut Delouche dan Baskin (dalam Copeland, 1976)
yang telah mundur
gam.
dan
menunjukkan
Perubahan warna
kulit
benih
kecambah yang tidak serabenih menjadi coklat pada
kebanyakan spesies sering diikuti perubahan warna coklat
pada bagian embrio, ha1 ini merupakan salah satu indikasi
untuk mengetahui kemunduran benih (Harrington, 1973).
Demikian pula kerusakan mekanis selama panen
prosesing menyebabkan banyak benih yang tumbuh
sampai
abnormal.
Borthwick (dalam Abdul Baki dan Anderson, 1972) mencatat
beberapa abnormalitas benih
menggunakan mesin,
sebagai akibat panen
dengan
yaitu kerusakan pada kulit, patahnya
hipokotil dan kotiledon.
dalam pengadaan benih
Moore (1972) mengatakan
bahwa
secara mekanis kerusakan fisik me-
rupakan penyebab utama
penurunan
viabilitas benih.
rusakan fisik terjadi antara lain oleh
perusakan
Ke-
selama
proses panen, penjatuhan dari elevator, dan sarana angkutan.
Effmann (dalam Moore, 1972) mengevaluasi adanya ke-
cambah abnormal benih
lupin (Lupinus luteus) dari banyak
contoh, dan tercatat bahwa contoh dengan kerusakan
fisik
yang makin besar akan menghasilkan kecambah abnormal makin banyak.
dengan
Kerusakan
kadar air
sangat erat
dalam benih.
kadar airnya rendah
benih yang
fisik
lebih berat
hubungannya
Pada umumnya benih yang
kerusakannya
kadar airnya tinggi (Moore, 1972; Herath dan
Don, 1981).
Benih-benih leguminosa
cang panjang dan
kedelai
seperti buncis, ka-
diketahui mempunyai
yang tinggi terhadap kerusakan fisik, terutama
dar air
dibanding
yang
dalam Heradth
rendah
dan
(Green g& aJ.,
Don, 1981).
kepekaan
pada
ka-
Delouche dan Moore
Hasil
penelitian
pada
benih kedelai menunjukkan bahwa ada interaksi antara benturan mekanis dengan kadar air benih.
Makin besar
turan mekanis dan makin
airnya maka makin
menurun
vigor
dan
rendah kadar
ben-
daya simpan benih (Herlina, Pranoto,
dan Suhartanto, 1990).
B.
Perwujudan Biokimiawi Kemunduran ~iabilitasBenih
~ejalakemunduran benih yang dicerminkan dengan adanya perubahan-perubahan
dideteksi dengan
teknik
fisiologis dan biokimiawi
pengukuran
yang
dapat
teliti, misal
dengan
uji pertumbuhan dan
1976).
Pemahaman faktor-faktor mendasar pada gejala
analisa biokimia (Copeland,
ngusangan benih adalah sangat penting
kemunduran benih.
dalam
pe-
mempelajari
Copeland (1976) mengajukan
beberapa
teori mengenai terjadinya kemunduran benih yang merupakan
kombinasi
dari
beberapa
penyebab
(1) habisnya cadangan makanan;
(3) terkumpulnya
yang
atas:
terdiri
(2) matinya jaringan sel;
senyawa beracun;
(4) menurunnya
meka-
nisme yang mendor'ong perkecambahan; (5) kemampuan ribosom
untuk memisah tidak ada ; (6) degradasi dan tidak
nya
enzim;
bentukan
dan
(7) otoksidasi lemak;
aktifitas enzim ;
(8)
aktif-
menurunnya
pem-
(9) degradasi struktur
fungsional; dan (10) degradasi genetik.
Abdul Baki dan
Anderson (1972) mengemukakan bahwa terdapat banyak
per-
ubahan biokimiawi yang terdeteksi dalam benih yang
meng-
alami kemunduran.
sifat
akibat dan
Tetapi
perubahan tersebut lebih ber-
penyebabnya
sendiri belum diketahui.
Banyak usaha telah dilakukan untuk menghubungkan perubahan biokimiawi
dengan
benih seperti menurunnya
cambah dan hasil.
indikasi langsung kemunduran
perkecambahan, pertumbuhan
Dari metabolisme respirasi dalam oksi-
dasi cadangan makanan dihasilkan sejumlah besar
mediat-intermediat sebagai bahan baku
untuk
inter-
pembentukan
senyawa-senyawa protoplasma ( asam nukleat, protein,
mak ) , dan energi kimia dalam bentuk
(ATP) yang
ke-
adenosin
le-
trifosfat
digunakan dalam reaksi tersebut (Abdul Baki
dan Anderson, 1972).
Abdul Baki dan Anderson (1972) me-
nunjukkan bahwa benih yang mengalami kerusakan fisik mempunyai
laju respirasi tinggi dibanding dengan benih yang
tidak rusak.
Dalam beberapa kasus, uji daya berkecambah
dan per-
tumbuhan dilakukan pada lot benih yang sama sebagai usaha
menghubungkan proses respirasi dengan perubahan fisiologis.
Pada umumnya
hubungan antara oksigen yang
diambil
oleh benih yang berkecambah dan pertumbuhan kecambah adalah positif dan nyata.
Nilai Kosien Respirasi (KR) se-
ring diamati dalam kemunduran viabilitas benih (Woodstock
dan Grabe, 1967; Anderson, 1970)
.
Perubahan-perubahan enzim merupakan indikasi
proses kemunduran benih,
mempunyai
hubungan
dan menurunnya
dengan
menurunnya
dalam
aktivitas enzim
viabilitas benih
(Abdul Baki dan Anderson, 1972).
Peranan bermacam-macam
enzim pada berbagai benih tanaman
telah diselidiki
oleh
banyak peneliti terdahulu.
~nzim-enzimoksidase
seperti
katalase, peroksidase, dan fenolase merupakan enzim-enzim
pertama yang diteliti dengan tujuan untuk menentukan hubungan antara
aktivitas enzim
dengan
viabilitas benih.
Hasil penelitian Zheng Guang-Hua (1984) pada benih
Popu-
lus spp menunjukkan bahwa penurunan aktivitas enzim dehidrogenase diikuti
dengan menurunnya
viabilitas
atas dasar persentase Daya Berkecambah).
(Carthamus tinctorius L.)
(diukur
Benih safflower
yang mengalami pengusangan ce-
pat selama 14 hari menunjukkan
penurunan aktivitas enzim
amilase, lipase, protease, dan dehidrogenase.
Tingkat penurunan aktivitas bervariasL dan ternyata enzim
amilase dan lipase lebih peka terhadap perlakuan pengusangan (Kole dan Gupta, 1982).
Menurut Barton dan Harrington
(dalam Abdul Baki dan
Anderson, 1972) menurunnya viabilitas benih yang
dikait-
kan dengan habisnya cadangan makanan masih perlu dipertanyakan, sebab dalgm benih
yang
kehilangan
kemampuannya
untuk berkecambah ternyata di dalam jaringan masih terdapat cadangan makanan dalam jumlah cukup banyak.
ini sama dengan
hasil
penelitian
Pendapat
Ching dan Schoolcraft
(1968) dengan memperlakukan benih semanggi (Trifolium incarnatum L.) dan
rumput Lolium perenne L.
yang disimpan
selama 10 tahun pada suhu yang berbeda-beda, yaitu
hilangnya viabilitas dan
vigor
bukan
bahwa
karena kehilangan
makanan, tetapi berkorelasi dengan aktivitas
enzim-enzim
protease, fitase dan fosfatase.
Dalam penelitian terse-
but pati sebagai bahan utama cadangan makanan tidak mengalami
penurunan pada benih yang mengalami kemunduran.
Pada kasus benih yang mengandung lemak tinggi, selama berlangsungnya proses perkecambahan terjadi penurunan
lemak, tetapi diikuti pula dengan munculnya
Hal ini terjadi pada benih
lemak menghilang
pada
jarak
(Ricinus communis L.),
periode perkecambahan.
terjadi akumulasi zat tepung di endosperma
empat.
lang
Sesudah itu zat tepung
lagi,
hipokotil.
karbohidrat.
tetapi berpindah
Sementara
pada hari ke-
dalam endosperma menghike - bagian
lain
seperti
Hal ini menunjukkan bahwa lemak dirombak men-
jadi gula di dalam endosperma dan
karbohidrat yang ter-
bentuk ditransfer ke embrio (Mayer dan Poljakoff, 1989).
Zeleny dan Coleman
(dalam Abdul Baki dan Anderson,
1972) mengatakan bahwa salah satu perubahan yang
umumnya
berhubungan dengan kemunduran benih, khususnya pada benih
yang berlemak adaJah
meningkatnya keasaman.
Zeleny dan
Coleman menunjukkan asam-asam tersebut terdiri atas:
asam lemak bebas,
lipase pada lemak;
hidrolisis
yang dihasilkan oleh
aktivitas
dari
fitase; dan (c) asam-asam
amino yang dihasilkan oleh hidrolisis protein oleh
protease.
enzim
(b) asam fosfat, sebagai hasil
fitin oleh enzim
(a)
Di antara tiga kelompok tersebut yang
banyak dan mudah bertambah adalah asam lemak bebas.
enzim
paling
Stewart dan Bewley (1979) dalam
pengusangan
cepat
mem-
benih kedelai pada suhu dan kelembaban nisbi tinggi
peroleh hasil bahwa poros embrio dari benih yang diusangkan mengandung
malondialdehid (MDA) tinggi (MDA adalah
produk dari proses peroksidasi pada asam lemak tidak
je-
nuh); kadar asam linoleat dan linolenat dalam lemak polar
(fosfolipida) berkurang selama pengusangan berakhir.
lam penelitiannya Stewart dan Bewley
embrio
menggunakan
dan tidak menggunakan kotiledon
Daporos
atau benih utuh,
karena kotiledon merupakan sumber atau lokasi penyimpanan
lemak, sehingga dianggap tidak wajar bila digunakan untuk
mempelajari perubahan lemak polar dan
peroksidasi lemak.
Penelitian Harman dan Mattick (dalam
Stewart dan Bewley,
1979) menunjukkan ada perubahan asam lemak
maupun
poros
embrio
dalam benih utuh.
Peroksidasi
lemak atau
awal dari kemunduran benih.
jenuh terdapat &lam
otoksidasi
Beberapa
benih dan sangat
gradasi peroksidatif.
asam
peka
lemak tidak
terhadap de-
Sebagai hasilnya tidak
mak itu sendiri yang rusak
tetapi
pada rangkaian reaksi sehingga
cun yang
adalah penyebab
juga
le-
secara kompleks
menimbulkan
potensial (Priestley, 1986).
hanya
beberapa ra-
Disebutkan
pula
bahwa di dalam penyimpanan, peroksidasi dapat muncul baik
sebagai
otoksiasi
atmosferik
atau secara langsung oleh
enzim lipoksigenase, suatu enzim yang banyak terdapat dalam benih yang kering.
Enzim lipoksigenase (linoleat: Oksigen oksidoreduktase, EC. 1.13.1.13), pertama kali ditemukan sebagai
zim perusak karoten yang disebut
biji kedelai.
en-
karoten oksidase pada
Lebih lanjut pada biji kedelai menunjukkan
adanya kandungan enzim
yang dikenal sebagai
yang mengoksidasi asam lemak tidak jenuh.
lipoksidase
Karoten oksi-
dase, lipoksidase dan lipoksigenase merupakan enzim
yang
Enzim lipoksigenase berfungsi
sama (Scott, 1975).
seba-
gai katalisator proses
pembentukan hidroperoksida dari
asam
atau
lemak tidak jenuh
ikatan cis, cis 1
lekul oksigen.
lah
-
4
-
esternya yang
mengandung
pentadiena dengan menggunakan mo-
Asam lemak tidak jenuh yang dimaksud ada-
asam linoleat, asam linolenat, dan asam arachidonat,
semuanya
1975;
merupakan
asam-asam
lemak
esensial
(
Scott,
Leoni g& a.,
1976).
Otoksidasi adalah proses peroksidasi
dak jenuh dengan molekul oksigen.
asam lemak ti-
Mekanisme
otoksidasi
terdiri atas tiga tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.
Sasaran utama otoksidasi adalah ikatan
rangkap (rantai methilen) yang sangat peka terhadap
oksidasi.
Secara skematis
per-
rangkaian reaksi otoksidasi
adalah sebagai berikut (Patterson, 1989):
Reaksi inisiasi
RH
Reaksi propagasi
R'
-+ O2
ROO'
Reaksi terminasi
Tingkatan
+ RH
-
ROO'
semua radikal
saling membebaskan
degradasi
+ R'
ROOH
molekulmolekul
tidak aktif
asam lemak tidak jenuh
oleh derajat ketidakjenuhannya.
akan
+ H'
R'
dipengaruhi
terdegradasi 30-40 kali lebih cepat dibanding
oleat (C18
.
nat (CI8 : 3 ) akan terdegradasi 80
-
100 kali lebih cepat
asam
(Schaich, dalam Priestley, 1986).
reaksi otoksidasi ini, energi yang
dapat berasal
asam
Asam linole-
asam oleat karena jumlah ikatan rangkap
linolenat ada tiga
Pada
2)
karena jumlah ikatan rangkap asam linole-
at ada dua sedangkan asam oleat hanya satu.
dibanding
.
Asam linoleat (C18
dari panas, cahaya
diperlukan
atau pengaruh radiasi.
Pada reaksi pertama (inisiasi): terjadi proses pemindahan
molekul hidrogen dari lemak (RH) dengan katalisator metal
akan menghasilkan radikal bebas organik yang reaktif (R')
dan radikal bebas hidrogen (He). Pada tahap reaksi beri-
kutnya (propagasi) : radikal bebas organik ( R e ) akan bereaksi dengan oksigen
(02)
dari atmosfer dan menghasilkan
radikal bebas peroksida lemak
(ROO').
Selanjutnya ROO'
bereaksi dengan molekul lemak lain (RH) dan akan
silkan hidroperoksida (ROOH) yang stabil dan R'
menghalainnya,
sebagai hasil akhir dari proses otoksidasi.
kutnya adalah R' yang kedua
lagi dan
~eaksiberi-
akan bereaksi dengan oksigen
menghasilkan peroksida lebih lanjut.
pada reaksi yang terakhir
(terminasi):
~khirnya
reaksi akan ber-
henti apabila radikal bebas saling membebaskan satu
sama
lain dan terbentuk molekul-molekul yang tidak aktif.
Menurut Priestley (1986) peningkatan suhu dan
kadar
air benih dalam penyimpanan menyebabkan meningkatnya
dar asam lemak, tetapi masih banyak
dipersoalkan
ka-
apakah
hidrolisis terjadi dari aktivitas benih ataukah aktivitas
enzim lipase dari jamur.
Flood dan Sinclair (1981) me-
nyebutkan bahwa benih yang kulitnya permeabel menunjukkan
secara nyata menurunnya
dibanding dengan benih
asam linoleat dan asam linolenat
yang kulitnya impermeabel.
ini tidak menolak hipotesa bahwa kulit benih yang
Hasil
imper-
viabili-
meabel menolak masuknya oksigen dan memperbaiki
tas dengan menghalangi terjadinya proses otoksidasi
asam lemak tidak jenuh.
Koostra dan Harrington;
ter; Adamson dan Berjak; Harman dan Mattick
dan Sinclair, 1981) menyebutkan
dari
Pammen-
(dalam Flood
bahwa adanya otoksidasi
asam lemak tak jenuh di dalam benih dapat menyebabkan hilangnya viabilitas secara gradual dan suatu saat akan mati.
~ a s i lpenelitian Sangwan, Gupta, dan Dhindsa (1986),
menyebutkan bahwa kandungan asam oleat menurun, sedangkan
asam linolenat meningkat pada saat kemasakan benih
lai.
Menurunnya
asam
palmitat
dan stearat
kede-
diimbangi
-
dengan meningkatnya
asam linoleat pada benih
masak
se-
suai dengan hasil peneliti lainnya.
Menurunnya integritas membran
merupakan
perwujudan
langsung dari rusaknya sel-sel semi permeabel yang
liki.
Parrish, Leopold dan Hanna
dimi-
(1982), mendapatkan
bahwa benih kedelai yang diperlakukan dengan
pengusangan
pada suhu 41°C dan kelembaban nisbi jenuh, mengalami perubahan integritas membran yang jelas hanya dalam dua hari
sebelum viabilitas dan vigor menurun secara nyata.
Priestley (1986) berpendapat bahwa
cairan kebocoran
dengan
semua spesies benih
Dasar biokimia
atau
hubungan
antara
pengusangan tidak berlaku bagi
pada semua
pelukaan membran
tipe
pengusangan.
dalam benih usang
diteliti dengan cermat, seperti defisiensi membran
yang
tidak
hanya mengancam integritas sel-sel secara langsung, tetapi juga diperhitungkan terhadap penurunan aktivitas hubungan antara membran dengan metabolik seperti halnya
pirasi.
res-
BAEAN DAN METODE
Bahan Percobaan
Benih
Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kenaf (H. cannabinus) yang terdiri atas dua
varietas
yang berbeda sifat genetiknya, yaitu Hc 33 yang peka terhadap fotoperiodisitas, dan varietas G 4 tidak peka
hadap
fotoperiodisitas.
Benih
masing-masing
tersebut masih dalam kondisi periode simpan
ter-
varietas
yaitu disim-
pan selama enam bulan dalam gudang penyimpanan pada
~ O O C
dan kelembaman nisbi 50 %.
kan hasil
suhu
Benih tersebut merupa-
tanggal 26 Februari 1991 untuk
penanaman pada
varietas G 4 dan 15 Maret 1991 untuk varietas Hc 33.
Pe-
nanaman dilakukan di Kebun Percobaan Muktiharjo Pati Jawa
Tengah, milik Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat
(BALITTAS) Malang.
Panen
benih
dilakukan
pada
bulan
Agustus 1991.
Bahan Pembantu
,
Kantong aluminium foil, kantong plastik, karung
go-
ni, dan bahan-bahan kimia lainnya yang akan diuraikan dalam masing-masing pelaksanaan pengujian.
Peralatan Percobaan
Peralatan
yang digunakan
kendaraan
truk,
telethermometer
mesin
dalam penelitian ini
pengguncang,
sealing
adalah :
machine
dan alat-alat laboratorium lainnya
akan diuraikan pada masing-masing pelaksanaan
,.
yang
pengujian.
Metode Percobaan
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilaksanakan di beberapa tempat dan tahapan waktu, dengan perincian sebagai berikut :
1.
Pengadaan benih
dilakukan di kebun percobaan
harjo, Pati Jawa Tengah,
Mukti-
mulai Februari 1991.
Panen
dan prosesing selesai pada akhir Agustus 1991.
2.
Percobaan I :
transportasi benih, dengan tujuan
un-
tuk mengetahui pengaruh faktor-faktor varietas, periode konservasi dan
macam kemasan serta
selama transportasi
benih.
1992.
terhadap
Percobaan I
kemunduran
dilaksanakan
pada
Rute transportasi adalah Blitar
lungagung
-
Blitar
ma delapan jam.
- Malang
interaksinya
-
viabilitas
bulan Maret
Kediri
-
Tu-
dengan waktu tempuh sela-
Penelitian dilakukan di Balai Pene-
litian Tembakau dan Tanaman Serat (BALITTAS) Malang.
3.
Percobaan I1 : pengguncangan benih pada mesin
peng-
guncang dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pengguncangan terhadap kemunduran viabilitas benih.
cangan, perlakuan dan
pengamatan
sama dengan percobaan I.
Ran-
percobaan I1
pada
Percobaan I1 dilakukan pada
bulan Mei 1992 dan dilaksanakan di laboratorium
Ilmu
dan Teknologi Benih IPB di Leuwikopo Bogor.
4.
Percobaan 111:
guncang, dengan
faktor varietas,
pengguncangan benih pada
perlakuan
suhu
dan
kombinasi
mesin peng-
antara faktor-
kelembaban,
serta
lama
guncangan.
Percobaan ini mempunyai tujuan untuk me-
ngetahui dampak lama guncangan pada beberapa
kondisi
suhu dan kelembaban nisbi terhadap viabilitas
dua varietas kenaf.
laboratorium
Percobaan I11
benih
dilaksanakan
Ilmu dan Teknologi Benih IPB di
di
Leuwi-
kopo, Bogor pada bulan Juli 1992.
Macam penelitian, tujuan dan hasil yang
diharapkan
terlihat pada bagan di Gambar 1 dan bagan-alir rangkaian
seluruh penelitian pada Gambar 2.
Macam Penelitian
Tu juan
5
Percobaan I
(Transportasi)
1. Mendapatkan pengaruh
varietas, periode
konservasi dan macam
kemasan maupun interaksi faktor-faktor
tersebut terhadap
kemunduran viabilitas benih kenaf, selama benih ditransportasi
<
1. Mengetahui adanya indikasi fisiologis dan indikasi biokimiawi yang menggambarkan kemundur- an viabilitas be
nih kenaf akibat
transportasi
-
Percobaan I1
(Mesin pengguncang)
Percobaan I I I
(Mesin pengguncang)
Gambar 1.
-
1. Mendapatkan pengaruh
varietas, periode
konservasi, dan macam kemasan maupun
interaksi faktorfaktor tersebut terhadap kemunduran
viabilitas benih kenaf, selama benih
diguncang dengan mesin pengguncang
r
1. Mendapatkan pengaruh
-
lama guncangan pada
beberapa suhu dan RH
terhadap kemunduran
benih dua varietas
kenaf
2. Mendapatkan kepekaan
kemunduran benih
terhadap penyimpanan dengan tolok ukur
"alk
<
c
>
2. Mengetahui kemun
duran viabilitas
benih .oleh faktor guncangan
3. Mengetahui
kemungkinan mesin
pengguncang mensimulasi dampak
transportasi
Bagan penelitian meliputi macam, tujuan, dan
hasil yang diharapkan
PERCOBAAN
I
1
Percobaan I
Transportasi
Percobaan I1
Mesin
Pengguncang
I
I
I
Percobaan I11
Mesin
Pengguncang
I
1
1
1
Faktorial
RAL
Faktorial
RAK
Faktorial
RAK
V= 2 taraf
P= 2 taraf
K= 2 taraf
V= 2 taraf
P= 2 taraf
K= 2 taraf
V= 2 taraf
G= 5 taraf
R= 3 taraf
Ulangan: 3
Ulangan: 3
Ulangan: 3
Keterangan:
V
P
K
G
R
v~
v~~
vKSfrans
vKSgUn
RAK
RAL
Gambar 2.
=
=
=
=
=
=
=
Varietas
Periode konservasi
Macam kemasan benih
Lama guncangan simulatif
Suhulkelembaban nisbi
Viabilitas potensial
Vigor Daya Simpan
Vigor Konservasi akibat
transportasi
= Vigor Konservasi akibat guncangan
=
=
=
Rancangan Acak Kelompok
Rancangan Acak Lengkap
Bagan alir rangkaian seluruh penelitian
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan I
Percobaan I mempelajari pengaruh
rietas, periode konservasi, dan
kemunduran
viabilitas
faktor-faktor
macam
benih kenaf
kemasan
va-
terhadap
selama transportasi.
Dalam percobaan I digunakan model percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap, dengan
perlakuan.
sehingga
Masing-masing
merupakan
tiga kali.
tiga
faktor
faktor penyusun
terdiri atas dua taraf
percobaan Faktorial Z3, dan
diulang
Faktor pertama adalah varietas kenaf (V) yang
terdiri atas
varietas Hc 33 (V1) dan G 4 (V2).
Faktor
kedua adalah
periode konservasi (P) yang terdiri
atas 0
minggu (PI) dan 2 minggu (P2).
Faktor ketiga adalah
ke-
masan benih (K) yang terdiri atas kantong plastik standar
ex-PTP XVII (K1) dan kantong aluminium foil (KZ).
Benih yang
disimpan selama
periode konservasi
minggu ditempatkan pada kondisi kamar (suhu 25O-30°c
kelembaban nisbiJ0
-
24 satuan percobaan.
80 % ) .
Percobaan
Tiap satuan
benih sebanyak 2.0 kg.
kantong aluminium foil,
s e a l i n g machine.
dengan
dan
terdiri atas
percobaan menggunakan
Benih dikemas sesuai dengan
lakuan yaitu dengan kantong plastik
dan
I
dua
standar
per-
ex-PTP XVII
kemudian tepinya dirapatkan
Tiap satuan
percobaan menggu-
nakan satu kantong, dan tiap delapan kantong kemudian dimasukkan
hit.
dalam
Karung
satu
goni
karung goni, yang
yang
ujungnya
berisi contoh benih
dija-
tersebut,
diletakkan dalam bak truk pada lapisan terbawah, yang
atasnya
diletakkan benih lain
sebagai benih
di
penyerta
sebanyak f 2.0 ton yang sudah dikemas dalam karung
goni.
Di antara tumpukan karung goni dipasang alat tele-thermoyang terdiri atas
meter
sensor termometer basah, sensor
termometer kering, dan alat pengukur,
perubahan
suhu dan kelembaban nisbi
truk yang tertutup kain terpal.
untuk
udara di dalam
Sensor basah
kering diletakkan di bagian bawah dan atas
dihubungkan dengan alat pengukur yang
pat sopir.
mendeteksi
bak
dan sensor
tumpukan dan
diletakkan di tem-
Dengan demikian dalam keadaan truk
berjalan
dapat dicatat perubahan suhu basah dan kering, yang kemudian
dikonversikan ke nilai
Psychrometer Chart.
kelembaban nisbinya
dengan
Pencatatan angka pada sensor
basah
dan kering dilakukan setiap 30 menit.
Pengamatan pada percobaan I dilakukan segera
lah transportasi benih selesai.
Pengamatan meliputi
rusakan fisik, perubahan-perubahan
kimiawi.
Kerusakan fisik
fisiologis dan
indikasi viabilitas
Pengamatan fisiolobenih
dengan
ukur : Daya Berkecambah, Keserempakan Tumbuh
Kering Kecambah
indikasikan
mati
:
Normal.
bio-
oleh kebocoran membran
dengan analisis Daya Hantar Listrik.
meliputi
ke-
adalah kerusakan benih secara
fisik akibat guncangan dideteksi
gis
sete-
dan
tolok
Berat
Perubahan biokimiawi yang meng-
viabilitas benih
dideteksi
dengan
respirasi benih , kadar lemak, kadar asam
mengalemak
bebas, komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh, aktivitas enzim
Tetrazolium.
~ipoksigenase, dan benih normal melalui uji
Indikasi perubahan biokimiawi lebih
diti-
tikberatkan pada perubahan asam lemak tidak jenuh, karena
minyak biji kenaf mengandung
dan
asam Linoleat sebesar
asam Palmitat hanya
asam
Oleat sebesar 45.3 %
23.4 % ; sedangkan kandungan
14 % dan asam Stearat
sebesar 6.0 %
(Lewy, 1947).
Pengambilan contoh benih dilakukan
secara acak
dan
banyaknya tergantung pada macam pengujian yang akan dilakukan.
Pengamatan dilakukan di laboratorium benih
pasca panen Balittas Malang, dan di laboratorium
dan
Biologi
MIPA Universitas Brawijaya Malang.
Diluar rancangan percobaan faktorial pada
percobaan
I tersebut, diamati pula contoh benih yang tidak ditransportasi, sebanyak contoh pada perlakuan
transportasi (24
satuan percobaan)
Tolok ukur
yang
Maksud pengamatan contoh benih
yang
diamati juga sama.
dari lot yang sama.
tidak ditransportasi adalah
untuk mengetahui apakah
ada
perbedaan dengan benih yang ditransportasi, yang dianalisis dengan uji t-Student.
Untuk lebih memperjelas pelaksanaan percobaan I
pat dilihat skema pada Gambar 3
da-
PERCOBAAN
I
Transportasi
Lokasi : Malang
Faktorial dalam RAL
(3 faktor, 3 ulangan)
Varietas
Konservasi
Kemasan
(V) :
(P) :
(K) :
2 taraf
2 taraf
2 taraf
Pengamatan meliputi indikasi perubahan
Fisik
:
Daya Hantar Listrik
Fisiologis
:
Daya Berkecambah
Keserempakan Tumbuh
Berat Kering Kecambah
Kadar air benih
Biokimiawi
:
Uji Tetrazolium
Kadar lemak
Kadar asam lemak bebas
Asam lemak tidak jenuh
Aktivitas ensim
Respirasi
Suhu dan RH : diamati selang 30 menit
Analisis data
Hasil
Perlakuan yang berperan terhadap kemunduran
viabilitas benih
Indikasi fisiologis dan biokimiawi untuk
kemunduran benih oleh dampak transportasi
Model matematika percobaan
I adalah sebagai berikut:
Eijkl
dimana :
Yijkl
=
nilai peubah yang diamati
P
=
nilai rata-rata umum
vi
=
pengaruh varietas pada taraf ke-i
=
pengaruh periode konservasi pada taraf ke-j
=
pengaruh kemasan pada taraf ke-k
=
pengaruh interaksi antara varietas pada ta-
j'
Kk
VPij
raf ke-i dan konservasi pada taraf.ke-j
VKik
pengaruh interaksi antara varietas pada
=
taraf ke-i dan kemasan pada taraf ke-k
PKjk
=
pengaruh interaksi antara periode konservasi pada taraf ke-j dan kemasan pada taraf
ke-k
VPKijk=
pengaruh interaksi antara varietas pada taraf ke-i, konservasi pada taraf ke-j dan
kemasan pada taraf ke-k
Eijkl
=
pengaruh acak
Analisis statistik untuk
perlakuan dilakukan dengan
Torrie, 1988).
mengetahui pengaruh
sidik ragam uji-F
faktor
(Steel dan
Percobaan I1
Percobaan I1 mempelajari dampak
guncangan pada
be-
nih kenaf, dengan menggunakan mesin pengguncang yang
di-
rakit
oleh
~aboratoriumIlmu dan
Teknologi ~ e n i hIPB.
Alat ini terdiri atas tiga komponen utama yaitu:
(1) mo-
tor penggerak dengan kekuatan 1.0 PK dan kecepatan
RPM,
1 500
(2) bak mesin pengguncang, merupakan bak mini
kayu yang menyerupai
bak truk dengan tutup
dari
kain terpal.
Bak mesin pengguncang dapat bergerak secara vertikal
rena ada
pegas yang
dihubungkan dengan
ka-
motor penggerak
melalui tuas dan pulley. Pulley penggerak bak mesin pengguncang berdiameter
20 cm dengan
sumber panas, digunakan untuk
kecepatan 150 RPM, (3)
mengatur suhu dalam
pengguncang yang terdiri atas lampu-lampu pijar
mesin
yang di-
susun pada wadah yang menyerupai corong menghadap ke
wah.
Ada tiga buah mesin pengguncang yang dipasang seca-
ra paralel dan masing-masing dihubungkan oleh ban
pada
ba-
motor penggerak
pengguncang
(Gambar Lampiran 1).
(belt)
Tiap
mesin
dianggap sebagai ulangan, sehingga ada
tiga
ulangan mesin pengguncang.
Model percobaan
I1 adalah Faktorial dalam Rancangan
Acak Kelompok yang terdiri atas
dengan tiga ulangan.
tiga
Faktor pertama
faktor
perlakuan,
varietas (V) ter-
diri atas dua taraf yaitu Hc 33 (V1) dan G 4 (V2).
tor
Fak-
kedua periode konservasi (P) terdiri atas dua taraf
yaitu 0 minggu (PI) dan
2 minggu (P2).
Faktor
ketiga
macam kemasan (K) terdiri atas dua
taraf yaitu
kantong
plastik (K1) dan aluminium foil (KZ).
Pada percobaan I1 terdapat 24 satuan percobaan, masing-masing
menggunakan 200 g benih yang dikemas dengan
kantong plastik dan aluminium foil.
Tiap ulangan terdiri
atas delapan satuan percobaan, yang
diatur di dalam
bak
mesin pengguncang, sehingga benih tetap berada di tempatnya selama guncangan berlangsung.
pengguncang
ditutup rapat
~emudian bak
dengan kain terpal.
mesin
Penggun-
cangan dilakukan selama delapan jam.
Untuk menyesuaikan suhu
bak mesin pengguncang
pada
waktu
dengan
tepat diatas tiap
setiap
suhu dan
kelembaban nisbi
dari lampu-lampu pijar yang dipabak mesin pengguncang.
bak mesin pengguncang
masing-masing
kelembaban nisbi dalam
transportasi, dapat diatur sebagai berikut :
Pengatur suhu berasal
sang
dan
berkekuatan
dipasang
60 Watt.
Di atas
empat buah lampu
Posisi lampu-lampu
pijar tersebut diatur pada wadah lampu yang berbentuk corong menghadap ke bawah.
Wadah lampu ini
terpisah
mesin pengguncang dan dapat digeser karena kakinya
da.
dari
bero-
Pancaran sinar lampu di bawah corong ini tepat me-
ngenai permukaan bak mesin pengguncang, sehingga menyerupai pancaran sinar matahari
pal yang
menutupi
bak
yang menerpa permukaan
truk
Lampu-lampu ini dapat diatur
pada
ter-
waktu truk berjalan.
dengan
skakelar, sehingga
dapat
dinyalakan sesuai dengan
kebutuhan.
Untuk menda-
patkan nilai kelembaban nisbi yang diinginkan, dapat
di-
lakukan dengan memberi pelembab dengan kain pel basah beberapa lembar.
Di dalam
dua susun rak strimin.
bak mesin pengguncang
terdapat
Kain pel yang telah dibasahi (ba-
sah tapi air tidak menetes) diletakkan
pada rak
strimin
kedua yang berada di bawah rak strimin pertama, sedangkan
rak strimin pertama untuk meletakkan contoh benih.
mendeteksi nilai suhu dan kelembaban nisbi
Untuk
dalam bak me-
sin pengguncang, dipasang sensor suhu basah dan
suhu ke-
ring yang dihubungkan dengan alat tele-thermometer.
Per-
bedaan suhu basah dan suhu kering digunakan untuk
menen-
tukan nilai
dengan
kelembaban nisbi
yang dapat
dicari
Psychrometer Chart.
Model matematika pada percobaan
VPKjkl
+
I1 adalah :
Eijkl
dimana :
Yijkl
=
nilai peubah yang diamati
I-c
=
nilai rata-rata umum
Bi
=
pengaruh blok ke-i
=
pengaruh varietas pada taraf ke-j
Pk
=
pengaruh periode konservasi pada taraf ke-k
K1
=
pengaruh kemasan pada taraf ke-1
VPjk
=
pengaruh interaksi antara varietas pada
taraf ke-j dan konservasi ke-k
pengaruh interaksi antara varietas pada
taraf ke-j