Desain dan Uji Penggoreng Open Deep Frying dengan Perubahan Posisi Elemen Pemanas

DESAIN DAN UJI PENGGORENG OPEN DEEP FRYING
DENGAN PERUBAHAN POSISI ELEMEN PEMANAS

HARSMAN TANDILITTIN
F151050061

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Desain dan Uji Penggoreng Open
Deep Frying dengan Perubahan Posisi Elemen Pemanas adalah karya saya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 26 Agustus 2008


Harsman Tandilittin
NRP F151050061

ii

ASBTRACT
HARSMAN TANDILITTIN. Design and Performance Test of Open Deep Frying
with Different Heating Element Positions. Under direction of SUROSO and I DEWA
MADE SUBRATA.
Deep frying is one of the oldest ways in food cooking. Everyone is like deep
frying product because it has a color, taste, and typical flavor. Fat content and
acrylamide in food is the problem of deep frying product which depends on frying
time. Reduce frying time will reduce fat content, arylamide in food, and energy
consumption. Frying time depend on the height of oil frying in fryer and heating
element position. This new fryer design aimed to reduce frying time through the
partly change of heating element position to the top of fryer.
The result from calculation in this design have provided minimum of oil height in
fryer 35 cm, power of fryer 6 kW, fryer diameter 34 cm, volume of oil frying 33 l, and
total height of fryer 50 cm. Power of heating element on the top of fryer 1,5 kW and

at the bottom of fryer 4,5 kW. There are two kind of heating element which used in
this new fryer design i.e. 3 kW and 1.5 kW with Watt density 3,1 W/cm2 and 6,28
W/cm2 respectively, both of the values were met the requirement of low Watt
density less from 10 W/cm2. Fryer performance test divided into three stages. Potato
is used as a material fry test of this new fryer design.
The result of the preliminary test showed that the vertically temperature
differential is higher on new fryer design than old fryer design. The higher of
vertically temperature differential cause the increase of the Rayleigh number. First
performance test showed that the center temperature of product in new fryer design is
faster 2 minutes in reach 105 co from the old fryer design. Second performance test
showed that the frying time on new fryer design is shorter in 2 minutes from the old
fryer design. Fat content in french fries from new fryer design is lower 5.78 % from
the fat content in french fries from old fryer design. We save 0.2 kWh in used of the
new fryer design in one frying process.

iii

RINGKASAN

HARSMAN TANDILITTIN. Desain dan Uji Penggoreng Open Deep Frying dengan

Perubahan Posisi Elemen Pemanas, di bawah bimbingan Dr. Ir. Suroso, M.Agr
sebagai ketua dan Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr sebagai anggota.
Produk penggorengan mempunyai warna, aroma, serta rasa yang khas sehingga
disukai oleh setiap orang. Produk penggorengan mengandung minyak dan akrilamida
yang merugikan kesehatan. Waktu penggorengan adalah salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi kandungan minyak, kandungan akrilamida dalam produk dan tingkat
konsumsi energi.
Waktu penggorengan tergantung pada proses pindah panas dari minyak goreng
ke produk. Pindah panas dari minyak ke produk tergantung pada suhu minyak di
sekitar produk. Suhu minyak disekitar produk dipengaruhi oleh desain penggoreng
yaitu tinggi minyak dalam penggoreng dan desain elemen pemanas. Penempatan
sebagian elemen pemanas di bagian atas penggoreng akan mempengaruhi pergerakan
minyak dalam penggoreng.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penempatan sebagian elemen
pemanas di bagian atas penggoreng (desain baru) terhadap kecepatan penggorengan.
Tinggi minimal minyak (H = 35 cm) dihitung dengan menggunakan rumus
bilangan Rayleigh (Ra) dengan Ra pada kondisi laminar yaitu Ra > 105 yaitu Ra=106.
Daya penggorengan (q = 6 kW) berdasarkan kapasitas desain yaitu 3 kg. Volume
minyak goreng (V = 33 liter) dihitung berdasarkan energi yang diperlukan pada awal
penggorengan agar suhu minyak di sekitar produk tidak turun tajam. Diameter

penggoreng (d = 34 cm) ditentukan oleh volume minyak dan tinggi minyak dalam
penggoreng. Kriteria desain elemen pemanas yaiu Watt density < 10 W/cm2. Elemen
pemanas yang digunakan mempunyai Watt density sebesar 3,1 W/cm2 dan 6,28
W/cm2. Daya pada elemen pemanas di dasar penggoreng lebih besar yaitu q = 4,5 kW
dari daya pada elemen pemanas di bagian atas penggoreng yaitu 1,5 kW karena
pindah panas dalam minyak goreng berlangsung akibat perbedaan densitas (bouyancy
force).

iv

Pengujian penggoreng dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pendahuluan untuk
membandingkan distribusi suhu vertikal antara penggoreng desain baru dengan desain
lama. Tahap pertama untuk membandingkan kenaikan suhu produk antara
penggorengan desain baru dengan penggoreng desain lama. Tahap kedua untuk
membandingkan kecepatan penggorengan berdasarkan kecepatan pencapaian warna
yang disukai antara penggoreng desain lama dengan pengggoreng desain baru.
Hasil pengujian menunjukkan beda suhu vertikal pada penggoreng desain baru
(∆T = 2-4 oC) lebih besar dari penggoreng desain lama (∆T = 1-2 oC) sehingga kenaikan
suhu minyak dalam penggoreng desain baru lebih cepat. Pencapaian suhu 105 oC
(menit ke 3) di pusat produk pada penggoreng desain baru lebih cepat dua menit dari

penggoreng desain lama (menit ke 5). Waktu penggorengan lebih singkat 2 menit
pada penggoreng desain baru dengan kualitas warna yang sama yaitu golden brown
dengan nilai kecerahan lebih dari 61 yaitu L* = 62,18 pada penggoreng desain baru
dengan waktu penggorengan 17 menit dan L* = 62,04 pada penggoreng desain lama
dengan waktu penggorengan 19 menit. Mutu hasil penggorengan dari peggoreng
desain baru lebih baik karena kandungan minyaknya lebih rendah yaitu desain baru
27,4%

dan desain lama 32.3%. Konsumsi energi lebih hemat 0,2 kWh pada

penggoreng desain baru untuk satu kali penggorengan.

v

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

vi

DESAIN DAN UJI PENGGORENG OPEN DEEP FRYING
DENGAN PERUBAHAN POSISI ELEMEN PEMANAS

HARSMAN TANDILITTIN
F151050061

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen
Teknik Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2008

vii

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis
Nama
NRP

: Desain dan Uji Penggoreng Open Deep Frying dengan Perubahan
Posisi Elemen Pemanas
: Harsman Tandilittin
: F151050061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suroso, M.Agr
Ketua


Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. A.H Tambunan, M.Agr

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 26 Agustus 2008

Tanggal Lulus:

viii

PRAKATA

Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang telah
memberikan kasih-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2007 ialah open deep frying dengan
judul Desain dan Uji Penggoreng Open Deep Frying dengan Perubahan Posisi
Elemen Pemanas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr selaku ketua
komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku anggota
komisi pembimbing dan Bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP M.Si selaku penguji
luar komisi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh staff dan teknisi Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan
dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu
dalam studi penulis. Akhirnya penulis mengungkapkan rasa cinta yang dalam kepada
istri tersayang dan kepada seluruh keluarga.

Bogor, Agustus 2008

Harsman Tandilittin

ix


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tana Toraja pada tanggal 2 Mei 1971 dari ayah Mangala
dan ibu Ludia Posi’. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Kesempatan melanjutkan studi ke
program magister pada tahun 2005 di Program Studi Keteknikan Pertanian pada
Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri Samarinda pada
Jurusan Teknik Mesin sejak tahun 1999. Mata kuliah yang diasuh oleh penulis adalah
Mekanika Teknik dan Praktek Pengelasan.
Selama mengikuti program S2, penulis telah menulis sebuah karya ilmiah
berjudul Pemodelan Pindah Panas dan Massa pada Open Deep Frying.

x

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
Hipotesa ....................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Penggorengan .............................................................................................. 5
Jenis-jenis Penggoreng ................................................................................ 9
Warna Kentang Goreng ............................................................................... 10
Kandungan Minyak
............................................................................. 11
Pindah Panas Pada Produk .......................................................................... 12
Parameter dalam Desain .............................................................................. 17
DESAIN ALAT PENGGORENG
Perhitungan Dimensi Penggoreng .............................................................. 18
Tinggi Minyak Dalam Penggoreng ....................................................... 18
Daya Penggorengan ............................................................................... 19
Volume Minyak Goreng ............................................................................. 20
Diameter Penggoreng .................................................................................. 21
Tinggi penggoreng ................................................................................. 21
Elemen Pemanas ...................................................................................... 21
Gambar Desain Penggoreng ................................................................... 22
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 24
Pembuatan Penggoreng .................................................................. ............ 24
Bahan dan Metode Pengujian Penggoreng ................................................. 24
Pengujian Pendahuluan ............................................................................. 24
Pengujian Tahap Pertama .............................................................................. 25
Pengujian Tahap Kedua .............................................................................. 27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Tahap Pendahuluan ................................................................... 29
Pengujian Tahap Pertama .............................................................................. 32
Pengujian Tahap Kedua .............................................................................. 27
Halaman

xi

Halaman
SIMPULAN ........................................................................................................... 42
SARAN................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA

........................................................................................ 44

LAMPIRAN ........................................................................................................... 47

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Parameter yang digunakan dalam desain alat penggoreng.................... 17
Tabel 5.1 Kandungan air dan minyak kentang goreng dari pengujian pertama...... 36
Tabel 5.2. Kadar air dan kandungan minyak hasil pengujian tahap kedua............. 40

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Perbedaan suhu dalam minyak goreng karena letak elemen.............. 4
Gambar 2.1. Buoyancy force akibat gradien temper7ure……………………….... 8
Gambar 2.2. Pindah panas pada produk deep-fat frying ....................................... 13
Gambar 2.3. Diskretisasi produk ……………………………………………….. 13
Gambar 3.1. Bentuk dan dimensi wadah penggoreng ........................................... 22
Gambar 3.2. Elemen pemanas dengan daya 3 kW ................................................. 23
Gambar 3.3. Elemen pemanas dengan daya 1,5 kW .............................................. 23
Gambar 3.4. Foto penggorengan hasil desain ........................................................ 23
Gmbar 4.1 Letak termokopel untuk mengukur distribusi suhu ............................. 25
Gambar 4.2. Letak termokopel pada produk ......................................................... 26
Gambar 4.3. Letak termokopel selama penggorengan .......................................... 27
Gambar 4.4. French Fries Color Card ………………………………………...... 28
Gambar 5.1 Disrtibusi suhu pada 5 menit dan 15 menit pemanasan...................... 29
Gambar 5.2. Disrtibusi suhu pada 20 menit dan 25 menit pemanasan .................. 29
Gambar 5.3. Disrtibusi suhu pada 30 menit dan 35 menit pemanasan .................. 29
Gambar 5.4. Kenaikan suhu pada 7 cm ………………………………………..... 30
Gambar 5.5. Kenaikan suhu pada 14 cm ………………………………………... 30
Gambar 5.6. Kenaikan suhu pada 21cm ………………………………………… 30
Gambar 5.7. Kenaikan suhu pada 28 cm ……………………………………….. 30
Gambar 5.8. Kenaikan suhu pada 35 cm ............................................................... 30
Gambar 5.9. Keadaan suhu dalam produk pada penggoreng desain baru ............ 32
Gambar 5.10. Distribusi suhu dalam produk pada penggoreng desain lama.......... 32
Gambar 5.11. Keadaan suhu di sekitar .................................................................. 33
Gambar 5.12. Suhu di permukaan produk ………………………………………. 34
Gambar 5.13. Keadaan suhu pusat produk selama penggorengan ........................ 35
Gambar 5.14. Foto hasil pengujian penggoreng desain baru dan desain lama...... 38
Gambar 5.15. Nilai L* dari warna kentang goreng ............................................... 38
Gambar 5.16. Nilai a* kentang goreng .................................................................. 40
Gambar 5.17. Nilai b* kentang goreng .................................................................. 40

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Distribusi suhu dalam minyak goreng penggoreng desain lama ....... 47
Lampiran 2. Distribusi suhu dalam minyak goreng penggoreng desain baru ....... 47
Lampiran 3. Kadar air kentang sebelum digoreng ................................................ 47
Lampiran 4. Kadar air kentang goreng hasil penggoreng desain baru
pengujian pertama (ukuran sampel (50x40x10)mm3) ..................... 48

Lampiran 5. Kandungan minyak kentang goreng hasil penggoreng desain baru
pengujian pertama (ukuran sampel (50x40x10)mm3) ...................... 48
Lampiran 6. Suhu minyak goreng di sekitar produk pada pengujian penggoreng
desain baru ......................................................................................... 49
Lampiran 7. Suhu di permukaan bahan pada pengujian pertama penggoreng
desain baru ......................................................................................... 49

Lampiran 8. Suhu 3 mm dari permukaan bahan pada pengujian penggoreng
desain baru ......................................................................................... 50
Lampiran 9. Suhu pusat produk pada pengujian penggoreng desain baru ........... 50

Lampiran 10. Kadar air kentang goreng hasil penggoreng desain baru
pengujian pertama (ukuran komersial(10x10)mm2) ...................... 51

Lampiran 11. Kandungan minyak kentang goreng hasil penggorengan desain baru
pengujian pertama (ukuran komersial(10x10)mm2) ....................... 51

Lampiran 12. Kadar air kentang goreng hasil penggoreng desain lama
pengujian pertama (ukuran sampel (50x40x10)mm3) .................... 51
Lampiran 13. Kandungan minyak kentang goreng hasil penggoreng desain lama
pengujian pertama (ukuran sampel (50x40x10)mm3) .................... 52

xv

Halaman
Lampiran 14. Suhu minyak goreng di sekitar produk pada pengujian penggoreng
desain lama ...................................................................................... 52
Lampiran 15. Suhu di permukaan bahan pada pengujian penggoreng
desain lama...................................................................................... . 53
Lampiran 16. Suhu 3 mm dari permukaan bahan pada pengujian penggoreng
desain lama ...................................................................................... 53
Lampiran 17. Suhu pusat produk pada pengujian penggoreng desain lama ......... 54
Lampiran 18. Kadar air dan minyak kentang goreng hasil penggorengan
desain lama pengujian pertama (ukuran komersial(10x10)mm2) .... 54
Lampiran 19. Kandungan minyak kentang goreng hasil penggorengan desain lama
pengujian pertama (ukuran komersial(10x10)mm2) ....................... 55
Lampiran 20. Nilai L*, a*, dan b* warna kentang goreng hasil penggorengan desain
baru ………………………………………………………………. 55
Lampiran 21. Kadar air kentang goreng hasil penggorengan desain baru pengujian
kedua (hanya ukuran komersial(10x10)mm2) ................................. 55
Lampiran 22. Kandungan minyak kentang goreng hasil penggorengan desain baru
pengujian kedua (hanya ukuran komersial(10x10)mm2) ................ 56
Lampiran 23. Nilai L*, a*, dan b* warna kentang goreng hasil penggorengan desain
lama ................................................................................................. 56
Lampiran 24. Kadar air kentang goreng hasil penggorengan desain lama pengujian
Kedua (hanya ukuran komersial(10x10)mm2) ................................. 56
Lampiran 25. Kandungan minyak kentang goreng hasil penggorengan desain lama
pengujian kedua (hanya ukuran komersial(10x10)mm2).................. 57
Lampiran 26. Program basic untuk menghitung suhu produk dan minyak ........... 57

xvi

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Deep-fat frying adalah proses pengolahan pangan yang lazim dilakukan seharihari yang menghasilkan produk dengan warna, aroma serta rasa yang khas sehingga
digemari oleh hampir setiap orang. Sebelum bahan digoreng terlebih dahulu minyak
dipanaskan sampai mencapai suhu penggorengan agar bahan tidak terlalu lama
terendam dalam minyak, dimana minyak akan meresap ke dalam bahan. Pada proses
penggorengan kadar air produk menurun akibat penguapan selama penggorengan.
Produk hasil penggorengan juga mengandung minyak yang sebagian besar meresap
setelah penggorengan (Bouchon et al, 2005). Produk penggorengan sebaiknya
disantap dalam keadaan hangat karena rasa dan aromanya masih sangat terasa.
Suhu penggorengan biasanya 170-190oC (Tangduangdee et al, 2003). Sedangkan
menurut Weiss (1983) suhu penggorengan harus di atas titik didih air yaitu 163o196oC. Tetapi bila suhu minyak goreng melewati suhu 200oC maka minyak goreng
akan cepat terurai menjadi asam lemak bebas dan sebagaimana diketahui bahwa asam
lemak bebas dapat merusak kesehatan.
Pada suhu tinggi densitas dan viskositas akan turun sehingga meningkatkan
kecepatan pergerakan minyak (Przybylski, 2002) yang mempengaruhi laju pindah
panas dari minyak goreng ke produk. Menurut Farkas (1996) semakin tinggi suhu
minyak goreng, koefisien pindah panas dari minyak ke bahan juga semakin tinggi
akibat adanya boiling heat transfer secara konveksi dari minyak goreng ke produk.
Hal-hal yang mempengaruhi mutu produk penggorengan kentang antara lain
warna, kandungan air, kandungan minyak akibat resapan, ketebalan kerak (crust), dan
kandungan acrylamide yang bersifat karsinogen (Loon, 2005). Parameter mutu
tersebut pada umumnya tergantung pada waktu penggorengan atau lamanya produk
tersebut digoreng dan suhu minyak goreng. Waktu penggorengan dipengaruhi oleh
laju pindah panas dari minyak goreng ke produk yang digoreng. Laju pindah panas
dari minyak goreng ke produk dipengaruhi oleh suhu minyak di sekitar produk dan
ketebalan kerak. Keadaan suhu minyak goreng disekitar produk dipengaruhi oleh
desain penggoreng. Parameter desain yang paling berpengaruh adalah tinggi minyak
goreng dan elemen pemanas dalam wadah penggoreng.

2

Penggoreng (fryer)

yang menggunakan electric heater pada umumnya

meletakkan elemen pemanas hanya di dasar penggoreng. Pada saat boiling heat
transfer terjadi, minyak goreng di sekitar produk yang suhunya sudah turun
seharusnya bergerak ke dasar penggoreng akibat perbedaan densitas tetapi sebaliknya
bergerak ke atas permukaan penggoreng mengikuti aliran uap air yang keluar dari
produk sehingga akan mempengaruhi waktu temperature recovery di sekitar produk.
Waktu yang diperlukan untuk temperature recovery disekitar produk rata-rata 250
detik menurut pengujian yang dilakukan FSTC (2002) pada kategori efisiensi tinggi
dan selama selang waktu tersebut suhu minyak goreng turun sampai 30oC. Sedangkan
menurut Tangduangdee, et al (2003) toleransi penurunan suhu hanya sekitar ±10oC.
Salah satu parameter penting yang diukur pada pengujian kinerja open deep fryer
adalah keadaan suhu di sekitar produk selama penggorengan berlangsung menurut
standar ASTM (1999).
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas dalam penelitian ini dilakukan
penempatan sebagian elemen pemanas pada bagian atas penggoreng. Penempatan
sebagian elemen pemanas di bagian atas penggoreng bertujuan untuk mempercepat
pindah panas dari elemen pemanas ke minyak goreng yang sudah turun suhunya saat
boiling heat transfer terjadi sehingga suhu minyak goreng di sekitar produk cepat naik
kembali.
Perpindahan panas yang terjadi dalam minyak goreng pada open deep frying
berlangsung secara konveksi yang dipengaruhi oleh bilangan Rayleigh. Bilangan
Rayleigh sangat dipengaruhi oleh tinggi minyak goreng dalam penggoreng dan beda
suhu secara vertikal. Tinggi minyak goreng yang rendah dalam penggoreng akan
memperlambat pergerakan minyak goreng khususnya pada saat beda suhu sangat
kecil sehingga pindah panas terjadi secara konduksi sedangkan konduktivitas minyak
goreng sangat kecil, tetapi bila tinggi minyak goreng memberikan bilangan Rayleigh
di atas 105 maka pindah panas tetap berlangsung secara konveksi sekalipun beda
temperatur sangat kecil. Oleh sebab itu dalam penelitian ini didesain penggoreng
dengan menempatkan sebagian elemen pemanas di bagian atas penggoreng dan
menghitung tinggi minimal minyak goreng dalam penggoreng.
Suhu yang tetap tinggi di sekitar produk dan koefisien pindah panas yang tinggi
karena bilangan Rayleigh yang besar akan meningkatkan pindah panas dari minyak

3

goreng ke produk sehingga mempercepat kenaikan suhu dalam produk yang digoreng.
Peningkatan pindah panas ini akan mengurangi waktu penggorengan.
Pengurangan waktu penggorengan berarti menghemat energi yang digunakan.
Selain menghemat energi juga mengurangi kandungan minyak dan kandungan
acrylamide dalam produk. Kandungan minyak dan kandungan acrylamide
dipengaruhi oleh suhu penggorengan dan waktu penggorengan, semakin tinggi
temperatur dan atau semakin lama waktu penggorengan akan meningkatkan
kandungan minyak dan kandungan acrylamide dalam produk (TSFF, 2002 dan Tran,
2006). Acrylamide adalah senyawa karsinogen yang dapat menyebabkan kanker dan
merusak syaraf manusia.
Produk yang digunakan dalam pengujian penggoreng hasil desain ini adalah
produk yang telah diketahui sifat-sifat fisik dan termalnya melalui penelitian yang
telah ada dan bernilai ekonomi tinggi karena penelitian ini merupakan penelitian
aplikasi teknologi pada industri makanan sehingga

produk yang dipakai dalam

penelitian ini adalah kentang sebagai bahan yang digoreng.
Untuk akurasi pengukuran suhu dalam produk, slab tak hingga dipilih sebagai
bentuk sampel produk yang diukur suhunya dalam pengujian penggoreng yang dapat
dianggap sebagai satu dimensi dan simetris.
Daya yang diperlukan oleh penggorengan hasil desain ini tergantung pada hasil
perhitungan yang didasarkan pada tebal dan luas permukaan pindah panas pada
kentang. Tebal dan luas permukaan pindah panas pada kentang ditentukan oleh
ukuran kentang.

Pada awal penggorengan dibutuhkan energi yang sangat besar

karena perbedaan suhu antara permukaan produk dan minyak goreng khususnya pada
10 detik pertama (Bouchon et al, 2005 dan Supriyanto et al, 2006) tetapi setelah suhu
permukaan produk mendekati

suhu minyak goreng maka daya yang diperlukan

menjadi turun karena beda suhu antara permukaan produk dengan minyak goreng
menjadi kecil. Oleh karena itu daya penggorengan adalah daya rata-rata yang
diperlukan selama penggorengan berlansung.

4

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah perbaikan desain alat penggoreng
khususnya posisi elemen pemanas untuk mengurangi waktu penggorengan, sedangkan
tujuan khusus adalah :
1. Membandingkan distribusi suhu dalam minyak goreng secara vertikal antara
penggoreng desain baru dengan penggoreng desain lama.
2. Membandingkan kecepatan kenaikan suhu dalam produk antara penggoreng
desain baru dengan penggoreng desain lama.
3. Membandingkan kecepatan penggorengan

antara penggoreng desain baru

dengan penggoreng desain lama melalui kecepatan pencapaian parameter
warna yang disukai oleh konsumen.

Hipotesa
Hipotesa yang mendasari penelitian ini adalah :
1. Menempatkan sebagian elemen pemanas pada bagian atas penggoreng akan
mempengaruhi distribusi suhu dalam minyak goreng sehingga tercipta beda
suhu yang lebih besar secara vertikal dalam penggoreng seperti pada Gambar
1.1.
2. Terpeliharanya beda suhu (ΔT) secara vertikal dalam minyak goreng akan
menghasilkan bilangan Rayleigh yang tetap tinggi sehingga pergerakan
minyak goreng tetap terjaga.

Elemen pemanas
Garis beda distribusi suhu

Gambar 1.1. Perbedaan suhu dalam minyak goreng karena letak elemen

TINJAUAN PUSTAKA

Penggorengan
Penggorengan merupakan salah satu cara memasak makanan yang tertua (Varela,
1988). Proses penggorengan meliputi mencelupkan bahan ke dalam minyak yang
panas dalam selang waktu tertentu, diangkat lalu ditiriskan, dan dinginkan.
Kecepatan penggorengan tergantung besarnya pindah panas dari minyak goreng
ke produk. Besarnya pindah panas (q) tergantung pada luas permukaan produk (A),
koefisien pindah panas konveksi (h), dan beda suhu antara produk dengan minyak
goreng (ΔT) seperti pada persamaan 1 (Holman, 1980) berikut ini:

q = h. A.(ΔT )
dimana :

(1)

q = laju aliran panas (W)
h = koefisien konveksi (W/m2)

ΔT = beda suhu antara produk dengan minyak goreng (K)
A = luas permukaan produk (m2)

Laju pindah panas dari permukaan produk ke pusat produk menggunakan
persamaan 1a (Holman, 1980) yaitu :
q = k . A.
dimana :

dT
dx

(2)

k = konduktivitas produk (W/m.K)
dT = beda suhu antara permukaan dengan pusat produk (K)
dx = jarak dari permukaan ke pusat produk (m)

Beda suhu antara produk dengan minyak goreng (ΔT ) merupakan salah satu
faktor yang juga memepengaruhi kecepatan penggorengan, sehingga fluktuasi suhu
di sekeliling produk selama penggorengan akan mempengaruhi pindah panas.
Fluktuasi suhu yang besar sesaat setelah produk digoreng akan memperlambat
penggorengan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu
penggorengan.

6

Faktok-faktor yang mempengaruhi fluktuasi suhu di sekeliling produk menurut
FSTC (2002) adalah :
1. Desain penggoreng (dimensi penggoreng dan elemen pemanas)
2. Beban penggorengan (jumlah produk yang dimasukkan sekaligus ke dalam
penggoreng).
Jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu minyak goreng dari suhu
awal ke suhu penggorengan (preheat) menggunakan rumus (Holman, 1990):

Q = m.Cp.ΔT
dimana :

(3)

Q = jumlah aliran panas yang diperlukan (kJ)
m = massa minyak goreng (kg)
Cp = panas spesifik minyak goreng (kJ/kg.C)
ΔT = kenaikan suhu minyak goreng (C)

Menurut Ong et al (1984) nilai Cp tergantung pada suhu (oC) seperti rumus berikut:

Cp = 1,97 + 0,00306.T

kJ/kg.C

(4)

Dalam mendesain penggoreng perlu memperhatikan preheat time yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk memanaskan minyak goreng sampai suhu penggorengan yang
dipengaruhi input energy rate dari elemen pemanas dan koefisien konveksi. Preheat
time yang baik menurut standar pengujian kinerja penggorengan dari ASTM (1999)
adalah 10 -30 menit. Semakin besar preheat time yang diperlukan oleh penggoreng,
maka penggorengan tersebut seharusnya dioperasikan lebih dari 8 (delapan) jam
secara terus menerus supaya tidak terjadi pemborosan energi.
Untuk menjaga stabilitas suhu minyak goreng menurut Tangduangdee, et al
(2003), pengontrolan suhu dapat dilakukan secara on/off dengan interval suhu ±10oC.
Interval suhu sebesar ini tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan suhu pusat
bahan. Pengendalian suhu ini juga

dilakukan untuk mengurangi laju kerusakan

minyak goreng karena minyak goreng lebih cepat terurai saat suhunya mencapai lebih
dari 200oC.
Perpindahan panas dari elemen pemanas ke minyak goreng terjadi secara
konveksi bebas karena adanya gaya apung (buoyancy force) akibat beda suhu secara
vertikal dalam minyak goreng. Beda suhu secara vertikal menyebabkan densitas
minyak berbeda-beda secara vertikal sehingga tercipta pergerakan minyak goreng

6

7

karena gravitasi. Mekanisme pergerakan minyak goreng sebagai akibat dari gaya
apung seperti pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Dingin

Buoyancy
force

Gradien suhu
Gravitasi

Panas

Gambar 2.1. Buoyancy force akibat beda suhu vertikal
Kecepatan pergerakan minyak ditentukan oleh besarnya bilangan Rayleigh,
sehingga dimensi penggoreng khususnya tinggi minyak dalam penggoreng
dipengaruhi bilangan

Rayleigh. Untuk menghitung tinggi minyak goreng dalam

penggoreng digunakan rumus bilangan Rayleigh menurut Lienhard IV (2006) yaitu :
Ra =

dimana :

gβ ( Δ T ) H 3

να

(5)

Ra = bilangan Rayleigh
g = gravitasi (m/s2)
β = koefisien ekspansi (K-1)
∆T = perbedaan suhu (K)
H = tinggi minyak dalam penggorengan (m)
ν = Viskositas kinematik (m2/s)
α = difusivitas panas (m2/s)

Pergerakan minyak goreng pada saat penggorengan berlangsung harus bergerak
dengan baik agar suhu disekitar produk pada awal penggorengan cepat naik kembali.
Pada perencanaan ini menggunakan batasan laminar menurut Lienhard IV (2006)
pada kriteria plat horizontal yang dipanaskan dari bawah yaitu 1050

∂T 11
=0
∂x
,

x = 0, t >0

T 1 = T 11 = T0 ,

0< x < L/2 , t = 0

(8c)

(8d)
(8e)

dimana:

α = difusivitas panas (m2/s),
δ(t) = tebal crust (m),
h0 = koefisien pindah panas konveksi (W/m2 K)
T1 & T11 = masing-masing suhu crust dan core (K)
Gr = bilangan Grashoff
Pr = bilangan Prandtl
T0 = suhu awal produk (C)
TS(t) = Suhu permukaan produk (C)
Tahap evaporasi awal, daerah pindah panas terbagi dua yaitu daerah crust dan
core, untuk daerah crust digunakan persamaan Laplace dengan asumsi pseudo-state:
∂ 2T 1
=0
∂x 2
,

δ(t) < x < L/2

(9)

dengan kondisi batas

T 1 ( x, t ) = Ts (t ) , x = L/2, t > 0

(9a)

T 1 (δ , t ) = Tb ,

(9b)

x = δ(t) , t > 0

14

15

Untuk daerah core digunakan persamaan :
∂T 11
∂ 2T 11 ⎛ N x ⎞ ∂T 11
+⎜

ρ ⎟⎠ ∂x ,

∂t
∂x 2

(10)

dimana :
T11 = suhu pada bagian core (K)
Nx = fluks laju pindah massa (kg/m2 s)

ρ = massa jenis produk (kg/m3)
Dengan kondisi batas :
T 11 = Tb ,
k cr

x = δ t), t > 0

∂δ
∂T 11
∂T 1
,
+ m wo λ
= k co
∂t
∂x
∂x
∂T 11
= 0,
∂x

x = δ(t), t > 0

x = 0, t > 0

(10a)
(10b)
(10c)

dimana :
λ = panas laten penguapan (kJ/kg K)
kcr = konduktivitas panas crust (W/m K)
kco = konduktivitas panas core (W/m K)
mwo = konsentrsi awal air dalam produk (kg air/m3 produk)
∂δ/∂t = tebal crust setiap selang waktu (m)

Suhu minyak di sekitar prosuk turun tajam saat awal penggorengan karena suplai
daya terbatas sedangkan daya yang diperlukan sangat besar. Besarnya penurunan suhu
minyak tergantung pada daya penggorengan dan volume minyak yaitu selisih antara
daya penggorengan yang disuplai (qs) dengan daya yang terpakai oleh produk (qin).
Daya yang terpakai oleh produk seperti pada Persamaan 10b yang digunakan untuk
penguapan dan menaikkan suhu produk yaitu :
qin = hb (Toil − Ts (t )) = k

∂T
∂δ
+ m wo λ
∂x
∂t

(11)

dimana :
hb = koefisien boiling heat transfer (W/m2K)

Sedangkan daya dari elemen pemanas (qs) ke minyak goreng yang diserap oleh
permukaan produk adalah :
qs = P / A

(12)

15

16

dimana :
P = daya pada elemen pemanas (W)
A = luas permukaan produk (m2)
Pindah massa yang terjadi selama evaporasi berlangsung menggunakan
persamaan hukum Fick yang kedua dengan difusivitas massa yang konstan :
∂m d
∂ 2 md
= Dm
∂t
∂x 2

(13)

Dengan kondisi batas dan kondisi awal:
md = 0 ,

x = δ(t), t > 0

∂m d
=0
∂x
,

(13a)

x = 0, t>0

m 1d ( x,0) = m 11
d ( x ,0 ) = m d 0 ,

(13b)
t=0

(13c)

Nilai Nx dalam persamaan 10 dapat di hitung dengan :
∂m w
∂x

(14)

md
(1 + m d )

(14a)

N x = − Dm

mw = ρ

dimana :

mw = konsentrasi air dalam produk (kg air/m3 produk)
Dm = difusivitas massa efektif (m2/s)
md = kandungan air basis kering (kg air/kg padatan)
ρ = massa jenis produk (kg/m3)

16

17

Parameter dalam Desain

Parameter-parameter

yang

akan

digunakan

dalam

mendesain

alat

penggorengan adalah seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Parameter yang digunakan dalam desain alat penggorengan
Parameter (Kentang)

Nilai

Keterangan
3

Massa jenis produk (ρ)

1100

kg/m

Konduktivitas rata-rata (k)
Konduktivitas crust (kcr)
Panas spesifik core (Cp)

0,33
W/m.K
0,119 W/m.K
3,45 kJ/kg.K

Arifin (1993) dalam Yaniv (2006)
Arifin (1993) dalam Yaniv (2006)
Arifin (1993) dalam Yaniv (2006)

Panas spesifik crust (Cp1)

3,05

kJ/kg.K

Arifin (1993) dalam Yaniv (2006)

Panas spesifik rata-rata (Cp3)

3,25

kJ/kg.K

Arifin (1993) dalam Yaniv (2006)

2257 x 10

Panas laten penguapan (λ)

3

J/kg

Yaniv (2006)

Incrovera and Dewit (2003) dalam
Yaniv (2006)

Koefisien konveksi (ho)

2

350

W/m K

Farkas et al (1996) dalam
Tangduangdee et al (2003)

Koefisien konveksi boiling (hb)

2

500

W/m K

Farkas et al (1996) dalam
Tangduangdee et al (2003)

Ukuran kentang goreng

10 mm x 10 mm

Temperatur Penggorengan
Titik didih

180

C

Tangduangdee et al, 2003

105

o

C

Yaniv (2006)

3

Massa jenis minyak (ρ)
Panas jenis minyak 180oC (Cp)
o

Konduktvitas minyak (180 C)

900 kg/m

Ong et al (1984)

2,53 kJ/kg.C

Kurt Berger (2005)

0,142 W/mK
o

Viskositas kinematik minyak (180 C)
o

Ukuran yang digunakan di KFC

o

-6

Kurt Berger (2005)
2

(2,5.-5).10 m /s
-5

2

Przybylski R (2002)

Viskositas kinematik minyak (40 C)

4,9.10

m /s

Kurt Berger (2005)

Koefisien pemuaian

7,27.10- 4 C- 1

Kurt Berger (2005)

Difusivitas panas minyak goreng

-5

2

7,66.10 m /s

Kurt Berger (2005)

17

DESAIN ALAT PENGGORENG

Perhitungan Dimensi Penggoreng
Hal-hal yang mempengaruhi dimensi penggoreng adalah :
1. Bilangan Rayleigh (Ra)
2. Kapasitas penggorengan
Bilangan Rayleigh seperti pada persamaan (5)

adalah bilangan yang

menunjukkan perbandingan antara gaya apung dengan gaya gesekan akibat
kekentalan minyak goreng yang merupakan indikator pindah panas pada konveksi
bebas yang dipanaskan dari bawah.
Bahan standar yang digunakan untuk membuat wadah penggoreng adalah
stainless steel tetapi dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah aluminium
dengan tebal plat 0,8 mm.

Tinggi Minyak Dalam Penggoreng
Penentuan tinggi minimal minyak goreng dalam

penggoreng pada suhu

penggorengan seperti pada tinjauan pustaka di atas yaitu didasarkan pada bilangan
Rayleigh pada daerah laminar 105< Ra