Laporan Tugas Akhir
Perencanaan Embung Panohan Elang Jagatpratista L2A 002 051
Kec. Gunem Kab. Rembang Mochammad Imron L2A 002 108
II-58
Ada beberapa tipe bangunan peredam energi yang pemakaiannya tergantung dari kondisi hidrolis yang dinyatakan dalam bilangan Froude :
1
.D g
v Fr
= ………………………….………….…….. 2.121
dimana : F
r
= bilangan
Froude v
= kecepatan aliran ms, g
= percepatan gravitasi ms
2
D
1
= kedalaman air di awal kolam m D
2
= kadalaman air di akhir kolam m
D. Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam
bucket
Tipe peredam energi ini dipakai bila kedalaman konjugasi hilir, yaitu kedalaman air pada saat peralihan air dari super ke sub kritis, dari loncatan air terlalu
tinggi dibanding kedalaman air normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas embung.
Dimensi-dimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar diperlihatkan oleh Gambar 2.11 berikut :
elevasi dasar lengkungan 90°
1 1
tinggi kecepatan
q
lantai lindung hc
R
a = 0.1 R
T
H muka air hulu dan hilir
Gambar 2.11 Peredam bak tenggelam Bucket Sosrodarsono Takeda, 1977
Laporan Tugas Akhir
Perencanaan Embung Panohan Elang Jagatpratista L2A 002 051
Kec. Gunem Kab. Rembang Mochammad Imron L2A 002 108
II-59
Parameter-parameter perencanaan yang sebagaimana diberikan oleh USBR sulit untuk diterapkan bagi perencanaan kolam olak tipe ini. Oleh karena itu, parameter-
parameter dasar seperti jari-jari bak, tinggi enrgi dan kedalaman air harus dirubah menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan
kedalaman kritis hc dengan persamaan kedalaman kritis adalah persamaan 2.122.
3 2
g q
h
c
=
………………………….………….……….... 2.122 dimana :
hc = kedalaman kritis m q
= debit per lebar satuan m
3
det.m g
= percepatan gravitasi mdt
2
Jari-jari minimum yang paling diijinkan Rmin dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan beda muka air hulu dan hilir
∆H dengan ketinggian kritis
hc seperti yang ditunjukkan dengan Gambar 2.12. Demikian pula dengan batas minimum tinggi air hilir Tmin. Tmin diberikan pada Gambar 2.13 berikut :
Gambar 2.12 Grafik Untuk Mencari Jari-jari Minimum Rmin Bak Sosrodarsono Takeda, 1977
Laporan Tugas Akhir
Perencanaan Embung Panohan Elang Jagatpratista L2A 002 051
Kec. Gunem Kab. Rembang Mochammad Imron L2A 002 108
II-60
Gambar 2.13 Grafik Untuk Mencari Batas Minimum Tinggi Air Hilir Sosrodarsono Takeda, 1977
Untuk nilai ∆Hhc di atas 2,4 garis tersebut merupakan batas maksimum untuk
menentukan besarnya nilai Tmin. Sedangkan untuk nilai ∆Hhc yang lebih kecil dari
2,4 maka diambil nilai kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum hilir, dengan pertimbangan bahwa untuk nilai
∆Hhc yang lebih kecil dari 2,4 adalah diluar jangkauan percobaan USBR.
Besarnya peredam energi ditentukan oleh perbandingan h
2
dan h
1
Gambar 2.14. Apabila ternyata h
2
h
1
lebih besar dari 23, maka tidak ada efek peredaman yang bisa diharapkan.
Terlepas dari itu, pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak embung rusak sebagai akibat dari gerusan lokal yang terjadi di sebelah hilir, terutama akibat
degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan dalam menentukan kedalaman minimum air hilir juga berdasarkan degradasi dasar sungai yang akan terjadi dimasa
datang.
1 2
3 4
5 1
2 3
h2 h1
=2 3
bias yang dipakai h2 dalam
m
h1 h2
Gambar 2.14 Batas Maksimum Tinggi Air Hilir Sosrodarsono Takeda, 1977
Laporan Tugas Akhir
Perencanaan Embung Panohan Elang Jagatpratista L2A 002 051
Kec. Gunem Kab. Rembang Mochammad Imron L2A 002 108
II-61
2.7.6. Stabilitas Bangunan Pelimpah