The Effectiveness of Spiny Lobster Juvenile Traps based on Type of Depth level, Material, and Soaking Time in the waters Palabuhanratu.

EFEKTIVITAS PERANGKAP JUVENIL SPINY LOBSTER
BERDASARKAN TINGKAT KEDALAMAN, JENIS BAHAN
DAN LAMA PERENDAMAN
DI PERAIRAN PALABUHANRATU

IWAN DIRWANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa tesis Efektivitas Perangkap Juvenil Spiny
lobster berdasarkan Tingkat Kedalaman, Jenis Bahan dan Lama
Perendaman di Perairan Palabuhanratu adalah benar karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,

Juli 2012

Iwan Dirwana
NRP C 451100051

ii

iii

ABSTRACT

IWAN DIRWANA. The Effectiveness of Spiny Lobster Juvenile Traps based
on Type of Depth level, Material, and Soaking Time in the waters
Palabuhanratu. Under Supervision of SULAEMAN MARTASUGANDA and
DINIAH.
The objectives of the research is to create an effective trap of spiny lobster

juvenile base on trap position in the sea water layer, type of the material and
trap soaking time. The experimental fishing was conducted in the Kertajaya
Sangra wayang water of Sukabumi District. There are 7 levels of water depth are
1,5 m, 3 m, 4,5 m, 6 m, 7,5 m, 9 m, 10,5 m and 4 kinds material are waring, woven
shirt, woven netting and gunny. The result of the research was the traps can catch
the spiny lobster juvenile, the most catch was found in the 1-3 m water layers and
use material gunny. The main catch was spiny lobster juvenile and catch were
crustacean group and fish group (pisces). The trap s position in the water layer
influence the catch value of spiny lobster.. The most main catch was found in
water levels 1,5m and 3m. The best material for spiny lobster juveniles trap was
gunny. The fisherman can use spiny lobster juvenile trap by operating in water
levels 1-3 m, use gunny meterial with one day soaking time.

Key words: Juvenile spiny lobster, level of depth, soaking times, Traps,
Palabuhanratu bay.

iv

v


RINGKASAN
IWAN DIRWANA. Efektivitas Perangkap Juvenil Spiny lobster Berdasarkan
Tingkat kedalaman, Jenis Bahan dan Lama Perendaman di Perairan Palabuhanratu .
Di bawah bimbingan SULAEMAN MARTASUGANDA dan DINIAH.

Program pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan usaha
pembesaran merupakan salah satu cara guna mendongkrak peningkatan produksi
Spiny lobster dan memenuhi kebutuhan pasar. Juvenil spiny lobster sangat
dibutuhkan oleh pengembang usaha pembesaran Spiny lobster karena selama ini
masih terkendala dengan kualitas sumber benihnya yang diperoleh dari nelayan
yang menggunakan alat penangkapan jaring dasar (bottom gilnet), proses
penyelaman dan bubu. Permasalahan tersebut adalah ukurannya tidak merata,
jumlahnya sedikit, tingkat kesetresannya tinggi dan banyak Spiny lobster yang
cacat dan masih bergantung dari alam. Seiring dengan masalah tersebut potensi
juvenil Spiny lobster (CL: 10-45 mm) yang berwarna putih dan hijau melimpah di
perairan Kertajaya sangra wayang, pada dinding jaring karamba yang sudah
ditumbuhi alga merah sering terlihat juvenil Spiny lobster menempel dan mencari
makan, namun susah untuk ditangkap.
Menurut Cecaldi dan Latrouite (2000) tingkat kematian (mortality) yang
tinggi pada Spiny lobster karena adanya predator seperti cumi-cumi, ikan buntal,

juvenil hiu dan ikan dasar lainnya terjadi pada masa inkubasi sebanyak 10-30% ,
pada masa juvenil menuju masa remaja sebesar 40-60% dan akhirnya hanya 0,1 %
yang dapat bertahan sampai dengan dewasa. Oleh karena itu harus ada
pengelolaan dan penyelamatan terkait dengan perkembangan Spiny lobster di
alam. Langkah pertama untuk terwujudnya pengelolaan Spiny lobster adalah harus
tertangkapnya juvenil Spiny lobster. Alat yang ada seperti proses penyelaman,
jaring dasar dan bubu belum mampu untuk menangkap juvenil Spiny lobster. Oleh
karena perlu adanya alat yang efektif untuk menangkap juvenil Spiny lobster.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan perangkap yang
dirancang dengan mendapatkan bahan pembentuk perangkap yang efektif dalam
menangkap juvenil Spiny lobster; menentukan kedalaman peletakan perangkap
yang banyak didatangi oleh juvenil Spiny lobster ; dan menentukan waktu
perendaman perangkap yang efektif untuk pemanenan juvenil Spiny lobster.
Dua percobaan telah dilakukan di Desa Sangra wayang Kabupaten Sukabumi,
yaitu percobaan tingkat kedalaman peletakan perangkap dan perbedaan jenis
bahan yang direndam selama satu hari masing masing 47 dan 43 7rip sedangkan
lama perendaman dua hari masing masing 23 dan 22 trip . Bahan waring (PP
5mm) digunakan dalam percobaan tingkat kedalaman. Jenis bahan perangkap
yang diujikan adalah waring, kain kao jaring , kain kasa dan karung goni.
. Hauling

Perangkap tersebut diletakan pada frame berukuran
dilakukan setiap hari untuk perendaman satu hari dan dua hari sekali untuk
perendaman dua hari.
Berdasarkan kedalaman peletakan perangkap hasil tangkapan utama (HTU)
diperoleh 103 ekor juvenil Spiny lobster atau 7,84% yang terdistribusi pada lama
perendaman satu hari (24 jam) dan dua hari (48 jam). Hasil tangkapan sampingan
(HTS) diperoleh 1068 ekor atau 81,28 % kelompok udang-udangan (Crustacean)

vi

dan 143 ekor atau 10,88% kelompok ikan (Pisces) yang terdistribusi pada
perendaman 1 hari (24 jam) dan 2 hari (48 jam).
Hasil tangkapan perangkap juvenil Spiny lobster berdasarkan jenis bahan
pembentukan perangkap terdiri atas 24 ekor atau 1,34% Juvenil Spiny lobster dan
1766 ekor atau 98,66% hasil tangkapan sampingan (HTS). Hasil tangkapan
sampingan terdiri atas 1677 ekor atau 93,66% kelompok udang-udangan
(Crustacean) dan 89 ekor atau 4,97 % kelompok ikan (Pisces) yang terdistribusi
pada lama perendaman satu hari (24 jam) dan dua hari (48 jam).
Perangkap yang dirancang mempunyai kemampuan untuk menangkap juvenil
Spiny lobster. Jumlah tangkapan secara keseluruhan menurun mulai dari

kedalaman 1,5 m sampai dengan 10,5 m dan didominasi oleh hasil tangkapan
terbanyak dengan perendaman satu hari. Hasil analisis ragam menunjukan adanya
perbedaan hasil tangkapan juvenil Spiny lobster di setiap tingkat peletakan
perangkap dengan nilai probabilitas kurang dari 0,005. Hasil analisis sidik ragam
dengan klasifikasi yang terdiri atas empat perlakuan jenis bahan mempunyai nilai
probabilitas kurang dari 0,05 atau Fhit (8,385) > Ftabel (2,683) pada taraf selang
kepercayaan 95% yang menunjukan adanya beda hasil tangkapan disetiap jenis
bahan. Hasil tangkapan terbanyak dengan lama perendaman satu hari lebih
mendominasi dibanding dengan perendaman dua hari. Uji statistik menunjukan
bahwa nilai probabilitas dari kedua percobaan lebih dari 0,05 yaitu 0.886 dan
0,228 dimana nilai ini menunjukan bahwa lama perendaman satu dan dua hari
tidak berbeda nyata.
Kesimpulan yang didapat adalah alat perangkap yang dirancang mampu
menangkap juvenil Spiny lobster, tingkat kedalaman peletakan perangkap terbaik
adalah pada kedalaman 1-3 m dari permukaan laut, Jenis bahan perangkap juvenil
Spiny lobster yang terbaik digunakan adalah bahan karung goni dan lamanya
perendaman satu hari (24 jam) dan dua hari (48 jam) secara signifikan tidak
membedakan hasil tangkapan juvenil Spiny lobster yang diperoleh.
Kata kunci:


Juvenil spiny lobster, Lama Perendaman, Tingkat kedalaman, ,
Palabuhanratu , Perangkap.

vii

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

viii

ix


EFEKTIVITAS PERANGKAP JUVENIL SPINY LOBSTER
BERDASARKAN TINGKAT KEDALAMAN, JENIS BAHAN
DAN LAMA PERENDAMAN
DI PERAIRAN PALABUHANRATU

IWAN DIRWANA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen pemanfaatan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Zulkarnain, M.Si


xi

Judul

: EFEKTIVITAS
PERANGKAP JUVENIL SPINY LOBSTER
BERDASARKAN TINGKAT KEDALAMAN, JENIS BAHAN DAN
LAMA PERENDAMAN DI PERAIRAN PALABUHANRATU

Nama

: Iwan Dirwana

NRP

: C451100051

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Sulaeman Martasuganda,B. Fish Sc. M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Diniah, M.Si
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Mulyono S Baskoro, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 03 Juli 2012

Tanggal Lulus :

xii


xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis, dilahirkan di Kabupaten Sukabumi
pada tanggal 2 Januari 1979, yang merupakan anak ke3 dari Bapak Hasanudin dan Ibu Imas Mulyati. Pada
tanggal 15 Mei 2003 penulis menikah dengan Devi
Afifah Jaya Putri . Pada tahun 2002, penulis berhasil
menyelesaikan pendidikan S-1 program Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Di awali berkarir di
PT. Mikro Elektronik Cipta Utama pada tahun 1999
dan dilanjutkan pada PT Wahana Datarindo Sempurna sampai dengan tahun 2003.
Pada tahun 2004 Penulis bekerja sebagai Penyuluh perikanan kontrak di Ditjen
Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (SDM-KP) Departemen Kalautan
dan Perikanan (DKP) R.I dan pada tahun 2006 penulis menjadi Pegawai Negeri
Sipil di PEMDA Kabupaten sampai dengan sekarang. Pada tahun 2010, penulis
berkesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister (S-2) pada Program
Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
dengan sponsor dari PEMDA Kabupaten Sukabumi. Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan
judul Efektivitas Perangkap Juvenil Spiny Lobster Berdasarkan Tingkat kedalaman,
Jenis Bahan dan Lama Perendaman di Palabuhanratu . Penelitian tersebut

dilaksanakan di bawah bimbingan Dr. Sulaeman Martasuganda B Fish. Sc. M.Sc dan
Dr. Ir. Diniah M.Si.

xiv

xv

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke Khadirat Allah SWT, yang telah
memberikan berkah, rahmat, hidayyah dan karunia-NYA serta kesempatan kepada
penulis untuk melakukan dan menuangkan serta menyelesaikan suatu tesis yang
merupakan tugas akhir penulis. Tesis ini berjudul Uji Efektivitas Perangkap
Juvenil Spiny lobster Berdasarkan Tingkat Kedalaman, Jenis Bahan dan Lama
Perendaman di Perairan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi .
Dengan berakhirnya menyelesaikan tesis, penulis mengucapkan terima
kasih kepada ;
(1) Kedua orang tua yang telah memberikan do a, semangat dan motivasi untuk
melanjutkan sekolah
(2) Istri tercinta Devi Afifah Jaya Putri, S.Pd yang telah mengizinkan dan
memberikan motivasi untuk mencari ilmu.
(3) Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan sekolah di Perguruan Tinggi IPB dan yang telah memberikan
bantuan tunjang dalam pembiayaan sekolah.
(4) Pembimbing Dr. Sulaeman Martasuganda, B. Fish. Sc. M.Sc dan
Dr. Ir. Diniah, M.Si yang senantiasa membimbing dan membantu dalam
penyelesaian tesis ini.
(5) Teman-teman nelayan di Kabupaten Sukabumi, Bapak Acis dan Bapak
Bambang Subarna yang senantiasa membantu dalam proses penelitian
(6) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, yang
senantiasa memfasilitasi dan membantu dalam menyelesaikan penelitian ;
(7) Teman-temanku sekelas Pasca sarjana Mayor SPT dan TPT Ardani, Soraya
Gigentika, Immanuel M Thenu, Didin, Kaharudin, Tasrif KWJ, Arinto K.J. ,
Edy Hamka, Styla Yohanes, dan Suri Pebrianti yang telah sudi untuk
berdiskusi dan menemani dalam penyelesai tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Sukabumi
khususnya untuk mengelola sumberdaya perikanan di perairan Teluk
Palabuhanratu secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Bogor, Juni 2012

xvi

xvii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................

xix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xxi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

xxv

DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xxvii

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1.2 Perumusan Masalah...............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.............................................
1.4 Hipotesis Penelitian...............................................................................
1.5 Kerangka Pemikiran ..............................................................................

1
2
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Spiny lobster .....................................................................
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Spiny lobster......................................
2.1.2 Habitat dan pola Penyebaran.......................................................
2.1.3 Juvenil Spiny lobster ...................................................................
2.2 Pemanfaatan Spiny lobster ...................................................................
2.2.1 Pemanfaatan juvenil spiny lobster...............................................
2.2.2 Perangkap dan atraktor................................................................
2.2.3 Spesifikasi bahan alat tangkap ...................................................
2.2.4 Alat tangkap spiny lobster...........................................................

7
7
9
11
13
15
15
16
18

3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ...............................................................................
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................................
3.3 Perancangan Percobaan........................................................................
3.4 Metoda Pengumpulan Data ..................................................................
3.5 Analisis Data ........................................................................................

23
23
25
29
30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .....................................................................................................
4.1.1 Total Hasil Tangkapan ................................................................
4.1.1.1 Pengujian kedalaman peletakan perangkap.......................
4.1.1.2 Pengujian jenis bahan pembentuk perangkap ...................
4.2 Hasil Tangkapan Utama......................................................................
4.2.1. Pengaruh kedalaman peletakan perangkap.................................
4.2.2 Pengaruh jenis bahan perangkap ................................................
4.3 Hasil Tangkapan Sampingan ..............................................................
4.3.1. Pengaruh kedalaman peletakan perangkap .......................
4.3.2 Pengaruh jenis bahan perangkap.......................................

33
34
34
38
42
42
45
48
49
50

xviii

4.4 Pembahasan .........................................................................................
4.4.1 Kemampuan menangkap ...........................................................
4.4.2 Penyebab perbedaan jumlah tangkapan juvenil spiny lobster...
4.4.3 Kedalaman peletakan perangkap...............................................
4.4.4 Jenis bahan perangkap...............................................................
4.4.5 Perendaman satu dan dua hari ...................................................

51
51
52
55
57
59

5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..........................................................................................
5.2 Saran ....................................................................................................

61
61

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

63

LAMPIRAN .....................................................................................................

67

xix

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Ciri-ciri spiny lobster yang banyak diperdagangkan...................................

8

2 Daerah penangkapan spiny lobster.......................................................... ....

14

3 Analisis sidik ragam hasil percobaan pengaruh kedalaman
perangkap dengan perendaman satu dan dua hari ......................................

45

4 Analisis sidik ragam hasil percobaan pengaruh jenis bahan perangkap
dengan perendaman satu dan dua hari.........................................................

48

xx

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kerangka pemikiran peneltian....................................................................

6

2

Morfologi Spiny lobster ............................................................................

8

3

Penyebaran Spiny lobster berjenis Panulirus sp si Indonesia ...................

11

4

Pola migrasi Spiny lobster ......................................................................

13

5

Produksi Spiny lobster di Indonesia Tahun 1996-2009 ...........................

14

6

Bubu lobster dengan celah pelolosan di Honolulu Hawai USA ..............

19

7

Bubu lobster di Inggris..............................................................................

19

8

Bentuk bubu di Cuba ................................................................................

20

9

Bubu Lipat ................................................................................................

21

10 Bubu Pintur/bubu Krendet ........................................................................

21

11 Bubu Spiny lobster....................................................................................

22

12 Jenis-jenis bahan perangkap......................................................................

24

13 Tahapan pembuatan perangkap juvenil Spiny lobster...............................

25

14 Ilustrasi susunan perangkap untuk melihat pengaruh kedalaman
pemasangan perangkap terhadap hasil tangkapan juvenil Spiny lobster ..

27

15 Desain pengujian kedalaman peletakan perangkap juvenil
Spiny lobster..............................................................................................

27

16 Desain pengujian jenis bahan pembentuk perangkap juvenil
Spiny lobster..............................................................................................

28

17 Keramba apung .........................................................................................

29

18 Komposisi kelompok hasil tangkapan pada pengujian kedalaman
peletakan perangkap..................................................................................

35

19 Komposisi jenis hasil tangkapan pada percobaan kedalaman
peletakan perangkap..................................................................................

35

xxii

20 Komposisi kelompok hasil tangkapan pada percobaan tingkat kedalaman
dengan lama perendaman satu hari.............................................................

36

21 Komposisi jenis hasil tangkapan pada percobaan kedalaman peletakan
perangkap dengan lama perendaman satu hari ...........................................

36

22 Komposisi kelompok hasil tangkapan pada percobaan tingkat kedalaman
dengan lama perendaman dua hari .............................................................

37

23 Komposisi jenis hasil tangkapan pada percobaan kedalaman peletakan
perangkap dengan lama perendaman dua hari ...........................................

37

24 Komposisi kelompok hasil tangkapan berdasarkan jenis bahan
perangkap....................................................................................................

38

25 Komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan pada percobaan
penggunaan jenis bahan perangkap yang berbeda......................................

39

26 Komposisi kelompok hasil tangkapan pada percobaan jenis bahan
perangkap dengan lama perendaman satu hari ...........................................

40

27 Komposisi jenis hasil tangkapan pada percobaan jenis bahan perangkap
dengan lama perendaman satu hari.............................................................

40

28 Komposisi kelompok hasil tangkapan pada percobaan jenis bahan
perangkap dengan lama perendaman dua hari............................................

41

29 Komposisi jenis hasil tangkapan pada percobaan jenis bahan perangkap
dengan lama perendaman dua hari. ............................................................

41

30 Jumlah tangkapan juvenil spiny lobster pada setiap kedalaman peletakan
perangkap dengan lama perendaman satu dan dua hari .............................

43

31 Data hasil tangkapan pada percobaan tingkat kedalaman peletakan
perangkap setelah di tranformasi ................................................................

44

32 Normal P-P plot data hasil tangkapan pada percobaan tingkat kedalaman
peletakan perangkap setelah di tranformasi................................................

44

33 Jumlah hasil tangkapan juvenil spiny lobster per jenis bahan
perangkap dengan lama perendaman satu hari ...........................................

46

34 Data hasil tangkapan pada percobaan perbedaan jenis bahan perangkap
setelah di tranformasi...................................................................................

47

35 Normal P-P plot data hasil tangkapan pada percobaan perbedaan
jenis bahan perangkap setelah di tranformasi.............................................

47

xxiii

36 Jumlah hasil tangkapan sampingan pada setiap kedalaman peletakan
perangkap dengan lama perendaman satu dan dua hari. ............................

49

37 Jumlah hasil tangkapan sampingan per jenis bahan perangkap dengan lama
perendaman satu dan dua hari .................................................................... 50
38 Penutup alga pada dinding perangkap berbahan karung goni .. ..................

51

39 Posisi perangkap akibat dialiri oleh arus berkecepatan rendah dan tinggi.

54

40 Alga merah yang tumbuh di permukaan perangkap dengan bahan
karung goni setelah direndam selama 10 dan 35 hari ................................

57

xxiv

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.

Kondisi kedalaman, salinitas dan suhu pada percobaan
tingkat kedalaman peletakan perangkap ..............................................

69

Kondisi kedalaman, salinitas dan suhu pada percobaan
jenis bahan perangkap
...................................................................

71

Distribusi hasil tangkapan utama (HTU) perangkap juvenil
Spiny lobster pada percobaan tingkat kedalaman dengan
perendaman satu hari (24 jam).............................................................

73

Distribusi hasil tangkapan utama (HTU) Perangkap juvenil
Spiny Lobster pada percobaan tingkat kedalaman dengan
perendaman dua hari (48 jam) .............................................................

75

Distribusi hasil tangkapan sampingan (HTS) Perangkap juvenil
Spiny Lobster pada percobaan tingkat kedalaman dengan
perendaman satu hari (24 jam) ............................................................

76

Distribusi hasil tangkapan sampingan (HTS) perangkap juvenil
Spiny lobster pada percobaan tingkat kedalaman dengan
Perendaman dua hari (48 jam) ............................................................

89

Distribusi hasil tangkapan utama (HTU) perangkap juvenil
Spiny lobster pada percobaan perbedaan jenis bahan perangkap
dengan perendaman satu hari (24 jam) ................................................

96

Distribusi hasil tangkapan utama (HTU) perangkap juvenil Spiny
lobster pada percobaan perbedaan jenis bahan perangkap dengan
perendaman dua hari (48 jam) .............................................................

98

Distribusi hasil tangkapan sampingan (HTS) perangkap juvenil
Spiny lobster pada percobaan perbedaan jenis bahan perangkap
dengan perendaman satu hari (24 jam) ................................................

99

10. Distribusi hasil tangkapan sampingan (HTS) perangkap juvenil
Spiny lobster pada percobaan perbedaan jenis bahan perangkap
dengan perendaman dua hari (48 jam).................................................

111

11. Output SPSS dengan mentrasformasi data antara variable uji hasil
tangkapan dengan variabel group tingkat kedalaman dan lama
perendaman dalam rangka uji normalitas ............................................

118

12. Out put SPSS Tabel sidik ragam pada percobaan tingkat kedalaman
peletakan perangkap.............................................................................

119

13. Output SPSS dengan mentrasformasi data antara variable
uji hasil tangkapan dengan variabel group jenis bahan dan
lama perendaman dalam rangka uji normalitas....................................

120

2.
3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

xxvi

14. Out put SPSS Tabel sidik ragam pada perbedaan jenis
bahan perangkap...................................................................................

121

15. Out put BNT (SPSS) perbandingan antar jenis-jenis bahan perangakap
pada percobaan perbedaan jenis bahan perangkap...............................

122

16. Out put tukey (SPSS) perbandingan antar tingkat kedalaman
peletakan perangkap pada percobaan
Tingkat kedalaman perangakap............................................................

123

17. Peta lokasi penelitian .............................................................................

125

18. Foto-foto kegiatan penelitian.................................................................

126

xxvii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Atraktor

: Penarik ikan untuk berkumpul, mencari makan
dan berlindung.

Baby lobster

: Ukuran spiny lobster diantara 30-60 g

BNJ

: Beda nilai jujur.

BNT

: Beda nilai tengah.

Bubu

: Salah satu alat penangkap ikan menetap yang
umumnya berbentuk kurungan, ikan dapat
masuk dengan mudah tanpa ada pemaksaan,
tetapi sulit keluar atau lolos karena dihalangi
dengan berbagai cara.

Software

: Perangkat lunak pada sebuah komputer.

Cotton

: Jenis bahan katun.

Efektifitas

Suatu pencapaian tujuan secara tepat atau
memilih tujuan-tujuan yang tepat dari
serangkaian alternatif atau pilihan cara dan
menentukan pilihan dari beberapa pilihan
lainnya.

Efisiensi

: Penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum.

Hauling

: Pemanenan atau proses mengambil hasil
tangkapan pada perangkap yang sudah dipasang
dengan lama perendaman tertentu

HTU

: Hasil tangkapan utama.

HTS

: Hasil tangkapan sampingan.

Juvenil Spiny lobster

: Spiny lobster yang masih berwarna putih atau
hijau dengan ukuran panjang karapas < 45 mm.

xxviii

Juvenil Spiny lobster : Juvenil spiny lobster yang tubuhnya berwarna
putih
putih dengan rata-rata carapace length ± 2- 15
mm dan termasuk pada fase peureulus
Juvenil Spiny lobster : Juvenil spiny lobster yang tubuhnya berwarna
jangkrik
hijau dengan rata-rata carapace length ± 15- 45
mm dan termasuk pada fase post peureulus
Jaring dasar

: Jaring yang berbentuk empat persegi panjang
dengan satu atau beberapa lapisan jaring yang
bentangkan tegak di dasar perairan.

(KS)

: Kecil super yaitu ukuran spiny lobster 60-100 g

(KB)

: Kecil besar yaitu ukuran spiny lobster 100-200g

Nature fiber

: Serat alami

Neuroplankton

: Plankton yang dapat terlihat oleh mata dan
berukuran besar.

Mortalitas

: Tingkat kematian.

Perangkap

: Salah satu alat penangkap ikan menetap yang
umumnya berbentuk kurungan, ikan dapat
masuk dengan mudah tanpa ada pemaksaan,
tetapi sulit keluar atau lolos karena dihalangi
dengan berbagai cara.

(PE)

: Polyetelin.

(PP)

: Polyprofelin.

(S)

: Super yaitu ukuran spiny lobster lebih dari 200g

Sintetic fiber

: Serat buatan

Soaking time

: Lama perendaman.

Spiny lobster

: Salah satu jenis udang yang hidup di perairan
laut, mempunyai ukuran besar dan berduri.

AA

1.1 Latar Belakang
yl

n


r

merupakan salah satu jenis hewan laut yang memiliki nilai

ekonomi yang tinggi. Rasanya yang lezat dan kandungan gizinya yang tinggi
menyebabkan sp
in
y

l
tr sangat disukai oleh para penggemar makanan laut,

baik di dalam maupun luar negeri.
Sebagian besar sp
in
y

l
r yang diperjualbelikan di pasar diperoleh dari

hasil penangkapan di laut. Jenis alat tangkap yang digunakan berupa bubu, jaring
dasar dan pengambilan langsung dengan penyelaman.

yl
n

yang


r

dihasilkan oleh bubu dan pengambilan langsung selalu dalam kondisi hidup dan
memiliki kualitas yang baik, sehingga memiliki harga jual yang tinggi. Adapun
in
sp
y

l
r yang didapat dari hasil penangkapan dengan jaring insang umumnya

sudah dalam keadaan mati dan cacat. Ini mengakibatkan harga jualnya menurun.
Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (2008), harga

n
y l
r

dibedakan berdasarkan ukuran beratnya. Rinciannya adalah sebagai berikut :
1)

  l
r

ukuran 30-60 g seharga Rp. 70.000,00 per kg;

2) Kecil Super (KS) ukuran 60-100 g seharga Rp. 130.000,00 per kg;
3) Kecil besar (KB) ukuran 100-200 g seharga Rp. 320.000,00 per kg; dan
4) Super (S) ukuran lebih dari 200 g seharga Rp. 260.000,00 per kg.
Habitat lobster banyak terdapat di beberapa perairan Indonesia. Salahsatu
daerah penyebaran sp
in
y

l
r adalah perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat. Penangkapan sp
in
yl
r

di perairan ini bersifat terbuka.

Artinya, setiap nelayan bebas untuk melakukan operasi penangkapan sp
i n
yl
r
sebanyak-banyaknya tanpa adanya pembatasan. Padahal, Dayton t
menerangkan bahwa, operasi penangkapan sp
in
y l
r



(1995)

yang berlebihan akan

mempengaruhi kelestariannya. Dengan demikian, cepat atau lambat sumberdaya
lobster di perairan Teluk Palabuhanratu akan semakin berkurang sejalan dengan
semakin meningkatnya permintaan pasar dan terlihat produksi hasil tangkapan
yl
r
n

di Kabupaten Sukabumi selama ini menurun dari tahun ke tahun

hingga mencapai 10-30 % per tahun (Dislutkan, 2008).

2

Cara yang dapat dilakukan untuk memasok spin
y lr

ke pasar tanpa

merusak sumberdayanya adalah dengan melakukan pembesaran benih atau juvenil
. Upaya ini sebenarnya telah mulai dilakukan oleh masyarakat

in
sp
y lr

nelayan Desa Kertajaya Sangra wayang, Kecamatan Simpenan, Kabupaten
Sukabumi. Permasalahannya, masyarakat nelayan terkendala oleh pasokan juvenil
yang sangat bergantung dari alam,

y l r
n

Selama ini, potensi juvenil

ylr
n

(CL: 10-45 mm) yang berwarna

putih dan hijau melimpah di perairan desa Kertajaya sangra wayang , pada
dinding jaring karamba yang sudah ditumbuhi alga merah sering terlihat juvenil
menempel dan mencari makan, namun susah ditangkap. Bahkan, di

yl r
n

wilayah ini belum ada alat penangkapan khusus juvenil sp
in
yl

tr .

Menurut Cecaldi dan Latrouite (2000) tingkat kematian (m
rt !ity
o

) juvenil

di alam sangat tinggi, pemangsaan oleh predator seperti cumi-cumi,

sp
in
ylr

ikan buntal, juvenil hiu dan juvenil ikan dasar lainnya terjadi pada masa i"n
k



i

mencapai 10-30% , pada masa juvenil menuju masa remaja mencapai 40-60% dan
akhirnya hanya 0,1 % yang dapat bertahan sampai dengan dewasa.
Oleh karena itu pengelolaan dan penyelamatan terkait dengan pengembangan
juvenil

ylr
n

di alam perlu dilakukan. Langkah awal untuk melakukan

pengelolaan dan pengembangan adalah membuat alat untuk menangkap juvenil
sp
in
ylr

.

1.2 Perumusan Masalah
y lr
n

merupakan komoditas unggulan yang mudah dipasarkan.

Menurut Negrete-Soto t

!#

(2002), sp
in
ylr

merupakan sasaran tangkap

bagi industri perikanan tangkap di seluruh dunia.
Hampir setiap daerah memanfaatkan dan mengelola komoditas lobster
dengan tujuan yang berbeda-beda. Masyarakat Desa Kertajaya Sangra wayang,
Kabupaten Sukabumi melakukan pembesaran sp
in
y lr

sebagai kegiatan

pemberdayaan masyarakat pesisir. Mereka terkendala dengan kekurangan pasokan
benih. Benih yang tersedia selalu dalam jumlah terbatas, tidak memiliki ukuran
yang sama dan sangat mudah mati padahal masyarakat sangat memerlukan benih
in
sp
ylr

yang berkualitas.

3

Bersamaan dengan permasalahan tersebut, sering terlihat oleh para
pembudidaya bahwa juvenil sp
in
yl$%&'(r

terdapat pada dinding keramba yang di

tumbuhi dengan alga merah. namun belum tersedia alat penangkapan yang khusus
digunakan untuk juvenil sp
in
yl$%&'(r

. Tingkat kematian pada

yl$%&'(r
)*+n

fase

juvenil di alam sangat tinggi, diantaranya adalah akibat dari pemangsaan oleh
predator. Solusinya tinggal bagaimana cara memanfaatkan dan mengembangkan
sumberdaya perairan tersebut untuk selalu dapat memasok juvenil sp
in
y

l %&'(r
$

pada kegiatan pembesarannya dan menyelamatkan dari predator Juvenil sp
in
y
l$%&'(r .
Kualitas benih untuk pembesaran sp
in
yl$%&'(r

merupakan kunci keberhasilan

kegiatan tersebut, oleh karena itu bagaimana caranya juvenil yang ada di perairan
dapat tertangkap dengan tidak mngalami tingkat stress yang tinggi atau cacat.
Pengoperasian perangkap yang menyerupai atraktor merupakan salahsatu solusi
untuk mendapatkan juvenil sp
in
y

l$%&'(r yang berkualitas, kemudian dikelola dan

dikembangkan. Dalam penelitian ini dilakukan ujicoba pengoperasian perangkap
yang terbuat dari berbagai bahan. Juvenil sp
yin

l$%&'(r yang berkumpul pada

perangkap lebih dikarenakan tertarik oleh keberadaan alga merah yang menempel
pada perangkap tersebut. Juvenil sp
in
y

l$%&'(r yang dikumpulkan dari perangkap

berkualitas baik, ukurannya merata dan tidak mudah mati. Untuk mendapatkan
perangkap yang efektif, maka perangkap diuji berdasarkan aspek bentuk dan
ukuran, bahan pembentuk, kedalaman peletakannya di dalam perairan, dan
lamanya perendaman.
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menghasilkan perangkap
yang efektif dan efisien. Lebih khusus tujuan penelitian ini

juvenil sp
in
yl$%&'(r
adalah :
1.

Merancang dan membuat perangkap yang mampu menangkap juvenil
in
sp
yl$%&'(r

2.

;

Menganalisa bahan perangkap yang efektif dalam menangkap juvenil
in
sp
y

l$%&'(r ;

4

3.

Menganalisis kedalaman peletakan perangkap yang sesuai dengan
isw
g
n
m,l

4.

yr
-

juvenil sp
in
y

l /01-r
.

; dan

Menganalisis pengaruh lama waktu perendaman terhadap hasil tangkapan
juvenil sp
in
y

l /01-r
.

.

Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah tersedia jenis
alat penangkapan yang khusus diarahkan pada sasaran juvenil sp
in
y

l./01-r . Lebih

lanjut dari hal ini adalah turut mendukung pemberdayaan masyarakat pesisir
dalam kegiatan pembesaran sp
in
y.l /01-r

dalam rangka meningkatkan produksi

di wilayah Kabupaten Sukabumi.

sp
in
yl./01-r

1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah perangkap yang dibuat mampu menangkap
juvenil ispn
y .l /01-r

, sedangkan jumlah hasil tangkapan juvenil sp
in
y .l /01-r

merupakan fungsi atau dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis bahan
pembentuk perangkap, lokasi dan lama pemasangan perangkap di dalam perairan.
Hubungan ini dapat diformulasikan sebagai berikut ;

2

= f (x1, x2, x3 )

dimana ;

C
x1
x2
x3

=

Hasil tangkapan juvenil spiny lobster

=

Jenis bahan pembentuk perangkap juvenil spiny lobster

=

Kedalaman pemasangan perangkap juvenil spiny lobster

=

Lama pemasangan perangkap juvenil spiny lobster

1.5 Kerangka Pemikiran
Dalam rangka memenuhi kebutuhan benih pada kegiatan pembesaran spiny
lobster, maka dilakukan usaha pemanfaatan juvenil spiny lobster agar tingkat
kematian pada fase juvenil dalam rangka pengelolaan dan pengembangan Juvenil
spiny lobster dapat ditekan maka diperlukan sebuah perangkap yang efektif untuk
mengumpulkan juvenil spiny lobster. Efektifas sangat terkait dengan berbagai

5

aspek antara lain jenis bahan pembentuk, kedalaman pengoperasiannya dan lama
perendamannya di dalam air.
Berkumpulnya juvenil spiny lobster dalam suatu lahan lebih disebabkan oleh
adanya subtract yang menempel seperti alga dan yang lainnya. Perangkap dapat
dirancang menjadi tempat juvenil spiny lobster berlindung dari predator, rumah
untuk proses perkembangan dan sebagai tempat mencari makan. Menurut Joll and
Crossland (1983), alga merupakan salahsatu jenis makanan bagi juvenil spiny
lobster. Oleh karena itu, harus dirancang bahan perangkap yang dapat menjadi
media tumbuhnya alga. Jenis bahan perangkap yang baik adalah mudah ditumbuhi
oleh alga, juvenil tidak mudah lepas ketika dikumpulkan,serta bahan perangkap
mudah didapat di pasaran.
Lobster dewasa, menurut Castaneda et.al. (2005), akan melepaskan telurnya
dan terbawa arus melayang sebagai neuroplankton. Selanjutnya neuroplankton
akan menempel pada subtrat atau benda yang telah ditumbuhi alga sebagai
habitatnya. Telur akan berkembang menjadi juvenil spiny lobster dan bermigrasi
dari kedalaman 60 m menuju ke arah pantai pada kedalaman 1-5 m.

Alga yang

tumbuh pada suatu subtrat atau benda tertentu di perairan pantai menjadi tempat
berlindung dan sumber makanan bagi juvenil spiny lobster. Sampai saat ini
belum diketahui berapa kedalaman perairan yang baik untuk menangkap juvenil
spiny lobster.
Lamanya perendaman perangkap di dalam air dapat mempengaruhi tingkat
efektifasnya dari lama perendaman. Lama perendaman yang terlalu lama belum
tentu berbanding lurus dengan jumlah juvenil spiny lobster yang diperoleh. Oleh
karena itu, lama perendaman perangkap spiny lobster yang efektif perlu dikaji
lebih lanjut. Kerangka pemikiran penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

6

Pengelolaan dan pengembangan
juvenil Spiny lobster

PELUANG
1.
2.
3.
4.

MASALAH-MASALAH

Kebutuhan Juvenil Spiny lobster
sangat tinggi
Harga juvenil Spiny lobster tinggi
Potensi juvenil Spiny lobster
berlimpah
Bahan-bahan bekas seperti waring,
karung goni, kain kaos jaring, dan
kasa banyak

1.
2.
3.

Tingkat mortalitas di alam
tinggi pada fase juvenil ke
remaja
Kurangnya pertimbangan aspek
efektivitas dan efisiensi
Belum ada alat untuk
menangkap juvenil Spiny lobster

Kondisi yang diperhitungkan :
1 .Keunikan migrasi spiny lobster;

2. Beradaptasi, pada alga merah;
3. Ketepatan hauling

3A45A6 ;
1. Tingkat Kedalaman Peletakan perangkap
2. Jenis bahan Perangkap
3. Lama perendaman

Alat Penangkap Juvenil
Spiny lobster yang Efektif
dan efisien
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

7 89:;=?8A@A

2.1 Sumberdaya Spiny Lobster
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Spiny lobster
Spiny lobster di Indonesia dikenal dengan nama udang karang atau udang
barong atau lobster. Sebanyak 6 spesies Spiny lobster tertangkap di perairan
Indonesia, yaitu spiny Lobster hijau pasir (Panulirus homarus), Spiny lobster batu
(Panulirus penicilatus), spiny lobster bunga (Panulirus longipes), spiny lobster
hijau (Panulirus versicolor), spiny lobster bambu coklat (Panulirus plyphagus),
dan spiny lobster mutiara (Panulirus ornatus). Menurut Muljanah et al. 1994,
keenam jenis spiny lobster ini yang banyak diperdagangkan di Indonesia. Hierarki
dari spiny lobster sebagai berikut (Holthius 1991):
Induk kelas : Crustacea;
Kelas : Malacostraca;
Anak kelas : Eumalacostraca;
Induk ordo : Eucarida;
Ordo : Decapoda;
Anak ordo : Reptantia;
Seksi : Macrura;
Induk suku : Scyllaridae;
Suku : Panuliridae;
Marga : Panulirus; dan
Spesies : - P. versicolor
- P .homarus
- P .longipes
- P. ornatus
- P. penicilatus
- P. Plyphagus
Morfologi spiny lobster terdiri atas kepala, thorax yang tertutup oleh
karapas dan abdomennya yang memiliki 6 segmen (Gambar 2) (Miyeke, 1976).
Spiny lobster memiliki bentuk yang unik sehingga sangat mudah dibedakan
dengan jenis-jenis udang lainnya. Pola warna yang spesifik dari spiny lobster
dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenisnya. Jenis spiny lobster dan ciricirinya dapat dilihat pada Tabel 1.

8

Plagillum antena
Tangkai antena
Mata

Antenular plate

Poreipoda
Carapace
Propodus

Antena

Dectilus

Permukaan ruas perut
Pale band
Pleura

koksa

Pleopoda

Eksopoda
Endopoda

Ueropoda

Sumber : Sadayoshi Miyeke. 1976. Japanese Crustacean Decapods and Stomatopods in
Color. Vol 1. (in Japanese)

Gambar 2 Morfologi Spiny lobster

Tabel 1 Ciri-ciri spiny lobster yang banyak diperdagangkan.
AB

ACDC EBFCE

1

Spiny lobster hijau
pasir

ACDC GCHIJ/ilmiah
Panulirus homarus
(Scallope spiny lobster)

2

Spiny lobster
mutiara

Panulirus ornatus
(Ornate spiny lobster)

Morfologi
Abdomen beruas-ruas, berwarna
hijau gelap, antena berwana coklat
gelap, antenulla berwarna hitam
putih berselang-seling atau coklat
tua, kaki berwarna hijau gelap.
Hidup di perairan karang yang
dangkal dengan kedalaman 1-90 m.
Panjang total maksimun 31 cm,
panjang karapas 12 cm dan panjang
badan 20-25 cm.
Abdomen
berwarna
coklat
kemerahan dengan kaki belangbelang kuning. Hidup di perairan
dangkal 1-80 m dengan dasar
berpasir,
berlumpur,
atau
berkarang, Kadang-kadang hidup di
muara sungai. Panjang total 40 cm
dan panjang karapas 12 cm.

9

Lanjutan tabel 1
KL

3

Spiny lobster
hitam/batu

KMNM OLPMO

KMNM QMRST/ilmiah
Panulirus peniculatus
(Ponghorn spiny lobster)

4

Spiny lobster
pakistan

Panuliru versicolor
(Painted spiny lobster)

5

Spiny lobster
bambu

Panulirus polyphagus
(Mud spiny lobster)

6

Spiny lobster batik

Panulirus longipes
(Longlegged spiny
lobster)

Morfologi
Abdomen
berwarna
hijau
kehitaman atau hitam kehijauan
dan termasuk jenis kanibal. Banyak
dijumpai di perairan dangkal 1-4 m
dan bersembunyi di karang-karang
di perairan yang jernih. Panjang
total rata-rata 30 cm. Lobster
jantan lebih besar dari lobster
betina.
Abdomen berwarna hijau dengan
garis-garis tranversal berwarna
kuning. Karapas berwarna hitam
kehijauan dengan pola warna
kuning dan kaki hijau gelap dengan
garis kuning memanjang. Hidup di
perairan
dangkal
dengan
kedalaman 15 m, terutama di
daerah karang dan bersembunyi di
karang-karang di pinggir pantai.
Panjang rata-rata 30 cm.
Abdomen berwarna dasar coklat
dan kaki berwarna kecoklatan
dengan pola warna kuning. Hidup di
perairan yang berlumpur, terutama
di muara sungai pada dengan
kedalaman 3-40 m. Panjang ratarata antara 20-25 cm.
Abdomen berwarna dasar merah
coklat gelap sampai cerah atau
kemerahan dengan totol-totol putih
menyebar di seluruh permukaan
tubuh membentuk pola seperti
batik. Antena berwarna coklat
muda
terang
dan
antenula
berwarna hitam putih berselangseling. Hidup di perairan yang
jernih dengan dasar berkarang pada
kedalaman 1-18 m. Panjang tubuh
rata-rata 20-25 cm dengan panjang
karapas berkisar antara 8-10 cm.

Sumber : Holthius (1991)

2.1.2 Habitat dan pola penyebaran
Spiny lobster (Panulirus sp.) hidup di laut pada kedalaman perairan antara 5
80 m (Subani 1971). Tempat yang sangat disukainya adalah celah batu karang dan
dasar perairan yang tersusun atas terumbu karang. Penyebarannya sangat luas,
mulai dari daerah sub tropik hingga tropik, yaitu antara 450 LU sampai dengan

10

450 LS. Spiny lobster juga hidup mulai dari daerah intertidal sampai perairan yang
dalam. Cobb and Phillips (1980) mengelompokkan Spiny lobster berdasarkan
daerah penyebarannya, yaitu:
1) Continental species of spiny lobster adalah spiny lobster yang hidup di
perairan karang pantai yang dangkal.
2) Coral species of spiny lobster adalah spiny lobster yang hidup di perairan
pantai maupun lepas pantai yang agak dalam, dan
3) Oceanic species of spiny lobster adalah spiny lobster yang biasa hidup di
lepas pantai, yaitu di perairan laut yang dalam.
Hampir semua Spiny lobster yang ditangkap oleh nelayan adalah
Spiny lobster yang berada di daerah penyebaran continental dengan alat
tangkap jaring dasar dan proses penyelaman sedangkan Spiny lobster yang
berada pada coral biasanya menggunakan bubu lipat. Spiny lobster yang
berada di laut dalam belum termanfaatkan sama sekali (Dislutkan, 2008) .
Suku panulirudae dalam pengelompokan taksonominya menunjukkan
ciri morfologi yang sangat berhubungan erat dengan letak geografis atau garis
lintang dan juga kedalaman air. Sebagai contoh adalah genus Panulirus yang
hidup di perairan dangkal di daerah equator (Karnofsky et al. 1989).
Keanekaragaman jenis Panulirus sp di perairan tropis lebih besar
dibandingkan dengan sub-tropis, meskipun kelimpahannya lebih rendah. Lobster
hijau pasir (Panulirus homarus) termasuk ke dalam continental spesies dan coral
spesies yang hidup pada perairan terumbu karang dengan kedalaman beberapa
meter. Spiny lobster biasanya mendiami tempat-tempat yang terlindung di antara
batu karang dan jarang ditemukan dalam bentuk kelompok yang berjumlah besar.
Penyebaran Spiny lobster di Indonesia meliputi

perairan pantai selatan Bali,

Lombok, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya.
Beberapa tempat yang dijadikan pusat pengumpulan Spiny lobster antara lain
adalah

Binuangen, Palabuhanratu, Pangandaran, Pacitan, Blitar, Tabanan,

Gianyar, Jembrana (Bali), Lempasing, Bandar Lampung dan beberapa daerah di
wilayah Indonesia timur (T D Suryaningrum et al, 2001). Penyebaran
lobster jenis Panulirus sp. dijelaskan pada Gambar 3.

Upiny

11

Sumber : FAO Species Catalogue. Vol 13 Marine Lobsters of The World
penyebaran Spiny lobster P homarus

Gambar 3 Penyebaran spiny lobster jenis Panulirus sp di Indonesia
2.1.3 Juvenil spiny lobster
Spiny lobster merupakan spesies yang aktif mencari makan di malam hari
sebagai pemakan segala dan bangkai (omnivora and scavenger), semenjak juvenil
sudah memakan kerang-kerangan kecil, molusca, dan alga (Herrinkind, 1980).
Spiny lobster betina dengan ukuran 5 inci mampu mengerami telurnya sebanyak
4.000 butir, sedangkan spiny lobster yang berukuran 10 inci akan mengerami
telurnya sebayak 50.000 butir. Hanya 0,1 % dari jumlah tersebut yang mampu
bertahan hidup sampai dewasa (Wikipedia 2011) dan (Cecaldi dan Latrouite,
2000). Telur yang sudah dieraminya akan dilepas dan menetas menjadi larva
(phyllosoma) setelah melakukan metamorfosa selama kurang lebih 330 hari dalam
12 tahap (Bayu, 2008) dan (Lipcius and Eggleston, 2000)V Larva akan berubah
menjadi bentuk juvenil spiny lobster yang bersifat neuroplanton. Larva tersebut
melayang di kolom perairan. Kemampuan berenangnya sangat tergantung pada
keadaan faktor oseanografi, seperti arus, salinitas, dan suhu.
Larva spiny lobster mempunyai perkembangan dan metamorfosa serta
migrasi yang disesuaikan dengan lingkungannya yang dirasakan nyaman untuk

12

melangsungkan kehidupannya. Migrasi larva dapat mencapai beribu-ribu mil
(Ajmal khan, 2006), ada yang bersifat vertikal dimana fenomena upwelling
membantu proses migrasi tersebut. Selanjutnya, migrasi horisontal yang
dipengaruhi oleh faktor oseanografi seperti arus dan gelombang laut. Menurut
Lipcius and Eggleston (2000), penyebaran larva terjadi pada kedalaman 60 m dan
bermigrasi secara horizontal menuju perairan dengan kedalaman 20-10 m. Setelah
menjadi pueruli, larva masuk kedalam zona perairan dengan kedalaman 5-2 m.
Pada kedalaman ini, menurut Rimmer and Phillips (1979), larva selalu berupaya
untuk menghindari cahaya dengan mencari tempat

tempat yang terlindung

seperti rumpun alga, lubang-lubang dikarang, padang lamun dan atau celah-celah
batu.
Selama proses adaptasi, larva spiny lobster yang sedang mengalami
perubahan menjadi juvenil berusaha bersembunyi di alga merah, batu dan karang,
selain tempat untuk mencari makan juga untuk berlindung dari predator seperti
hiu, cumi-cumi dan beberapa

ikan predator lainnya (Johnson dan Al-

Abdusalaam,1991). Juvenil selanjutnya berkembang menjadi palinurids dan
melakukan pertualang menuju dasar perairan dengan kedalaman 5-10 m untuk
mencari makan hingga tumbuh menjadi dewasa. Pola migrasi spiny lobster dapat
dilihat pada Gambar 4.
Seperti halnya komoditas lain, juvenil spiny lobster mempunyai musimmusimnya. Pada musim tertentu juvenil spiny lobster berlimpah, saat itu hiu dan
cumi akan datang menghampiri daerah perairan yang terdapat juvenil spiny
lobster sebagai predator utama juvenil, kematian juvenil akibat pemangsaan dapat
mencapai 40-60% (Cecaldi dan Latrouite, 2000).

13

Sumber : R N Lipcius and D B Eggleston. 2000 Ecology and Fishery Biology of Spiny
Lobster

Gambar 4 Pola migrasi spiny lobsterW
Data produksi juvenil spiny lobster di Kabupaten Sukabumi belum tercatat
oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, karena belum ada
nelayan yang secara khusus menangkap juvenil spiny lobster dan tidak ada alat
tangkap yang khusus digunakan untuk menangkap juvenil. Oleh karena itu
sumberdaya juvenil spiny lobster di perairan Teluk Palabuhanratu diperkirakan
masih cukup besar dan berlimpah.
2.2 Pemanfaatan Spiny lobster
Indonesia merupakan produsen utama udang dunia. Salah satu jenis udang
yang diekspor adalah spiny lobster (Nurjanah et al., 2011). Statistik Kelautan dan
Perikanan Indonesia tahun 2010 menginformasikan bahwa produksi rata-rata
spiny lobster Indonesia pada tahun 1996 sebesar 2.463 ton dan terus mengalami

14

peningkatan hingga tahun 2008 sebesar 9.896 ton. Pada Gambar 5 dijelaskan
perkembangan produksi Spiny lobster antara tahun 1996-2009.

Sumber : Statistik
Kelautan dan
Perikanan
Indonesia 2010

Gambar 5 Produksi spiny lobster di Indonesia tahun 1996-2009
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil Spiny lobster
di Indonesia, meskipun produksinya masih relatif sedikit sekitar 28,76 ton pada
tahun 2009 (Dislutkan, 2010) atau hanya 0,005 % dari produksi spiny lobster
Indonesia.
Jumlah nelayan yang menangkap spiny lobster di wilayah perairan
Palabuhanratu sebanyak 3.645 orang atau 0,3% dari total nelayan yang berjumlah
12.146 orang dengan menggunakan alat tangkap bubu, jaring udang dan proses
penyelaman. Jenisnya adalah Panulirus homarus, Panulirus versicolor dan
Panulirus longipes. Ketiga jenis lobster tersebut ditangkap di beberapa tempat
seperti diuraikan pada Tabel 2.
Tabel.2 Daerah penangkapan spiny lobster
XYZ

[\camatan Pesisir

Daerah pen