Effect of rhizobacteria treatment on seed and plant as well as phosphate fertilize on the growth of female parent of hybrid maize

PENGARUH PERLAKUAN RIZOBAKTERI
PADA BENIH DAN TANAMAN SERTA PEMUPUKAN FOSFAT
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA

CANDRA BUDIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Perlakuan
Rizobakteri pada Benih dan Tanaman serta Pemupukan Fosfat terhadap
Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina Jagung Hibrida adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan didalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.


Bogor, Juli 2012
Candra Budiman

ABSTRACT
CANDRA BUDIMAN. Effect of Rhizobacteria Treatment on Seed and Plant as
well as Phosphate Fertilize on the Growth of Female Parent of Hybrid Maize.
Supervised by: MEMEN SURAHMAN, SATRIYAS ILYAS and GIYANTO.
The use of quality seeds from improved varieties will produce plants more
productive and efficient. Seed quality constitute of genetic, physical,
physiological, and health quality. Phosphate fertilizer can enhance plant growth,
however only 10-30% of fertilizer P that can be absorbed by plants. The use of
rhizobacteria can enhance phosphate uptake and plant growth. The objectives of
this study were to improve the quality of physiological seeds and plant growth
hybrid corn using rhizobacteria and phosphate fertilizers. The research has
conducted in three stages of experiments in the laboratory, greenhouse and in the
field. Experiment used parent of hybrid corn seed cv. Bima-3, namely: Nei9008
(female parent) and Mr14 (male parent). The groups of isolates Actinomycetes,
Bacillus spp. and fluorescent pseudomonads are used in these experiments. The
experiment steps were: (1) characterization and screening of rhizobakteria,

(2) Evaluation of selected rhizobacteria on seed quality and seedling growth of
female parent and (3) Effect of rhizobakteria treatment and phosphate fertilizer on
plant growth of female parent. Experiment 3 were conducted in two seasons,
season I using six isolates selected from Experiment 1 and 2, while the season II
using two isolates which indicated the best result from season I. In the field
experiment, the seeds has planted in polybags with sterilized soil. Experiment 3
was arranged in Split Plot Design. The main plot consisted of five doses of
phosphate fertilizer, which is 0, 75, 125, 175, and 200 kg SP-36/ha (100% of
recommended dosage). Subplot is rhizobacteria treatment. The results showed,
there were five isolate choosed from 10 isolates of each genus of rhizobacteria
based on the criteria of high producing phosphatase, negative hypersensitive
reaction test, producing IAA and chitinase. Experiment 2 showed the
rhizobacteria B28 and B46 increase growth rate and seed vigor index. The results
of Experiment 1 and 2, rhizobacteria AB2, ATS4, B28, P14 and P31 was selected
based on the ability to improve the physiological seed quality of female farent and
rhizobacteria B42 based on the highest production of IAA (14.4 µg/ml). Field
experiment at the season I, there were rhizobacteria ATS4 and B28 increased
plant growht compare to other rhizobacteria. The results from season II, ATS4 has
potential to promote plant growth with average number of leaf and plant height at
4 weeks after planting 5.2 and 56.88 cm compared to control 4.8 and 55.98 cm

respectively. Phosphate fertilizer strongly influenced on the average number of
leaves and plant height. In the season II at 2 and 4 weeks after planting, fertilizing
with the recommended dose (200 kg SP-36/ha) showed highest average the
number of leaves and the plant height compared with other treatments.
Keyword:

Actinomycestes, Bacillus
physiological seed quality.

spp.,

fluorescent

pseudomonads,

RINGKASAN
CANDRA BUDIMAN. Pengaruh Perlakuan Rizobakteri pada Benih dan
Tanaman serta Pemupukan Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina
Jagung Hibrida. Dibimbing oleh: MEMEN SURAHMAN, SATRIYAS ILYAS
dan GIYANTO.

Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul akan menghasilkan
tanaman yang lebih produktif dan efisien. Mutu benih mencakup mutu genetik,
fisik, fisiologis dan patologis. Pupuk fosfat (P) dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman, namun hanya 10-30% pupuk P yang dapat diserap oleh
tanaman. Penggunaan rizobakteri dapat meningkatkan serapan pupuk P dan
pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu
fisiologis benih dan pertumbuhan tanaman tetua betina jagung hibrida.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap percobaan di laboratorium,
rumah kaca dan lapangan. Percobaan menggunakan tetua betina jagung
hibrida Bima-3, yaitu: Nei9008 (tetua betina) dan Mr14 (tetua jantan). Rizobakteri
yang digunakan dari kelompok Aktinomiset, Bacillus spp. dan Pseudomonas
kelompok fluorescens. Percobaan yang dilakukan adalah: (1) Karakterisasi dan
penapisan rizobakteri, (2) Evaluasi pengaruh isolat terseleksi terhadap mutu benih
dan bibit tetua betina dan (3) Pengaruh perlakuan rizobakteri dan pemupukan
fosfat terhadap pertumbuhan tanaman tetua betina. Percobaan 3 dilaksanakan
dalam dua musim, musim I menggunakan enam isolat hasil Percobaan 1 dan 2,
musim II menggunakan dua isolat yang menunjukkan hasil terbaik dari percobaan
musim I. Benih ditanam dalam polybag dengan tanah steril. Percobaan 3
menggunakan Rancangan Petak Terbagi. Petak utama adalah lima taraf dosis
pupuk fosfat, yaitu: 0, 75, 125, 175 dan 200 kg SP-36/ha (100% dari dosis

anjuran). Anak petak adalah perlakuan rizobakteri.
Berdasarkan karakterisasi dari 30 isolat rizobakteri yang diuji didapatkan
23 rizobakteri yang mampu memproduksi fosfatase dengan enam rizobakteri
diantaranya positif menunjukkan reaksi hipersensitif pada daun tembakau. Pada
18 rizobakteri yang diuji produksi IAAnya, didapatkan seluruh isolat mampu
memproduksi IAA. Pada 15 rizobakteri yang diuji produksi kitinasenya,
didapatkan 12 rizobakteri yang mampu memproduksi kitinase. Hasil Percobaan 1
dipilih lima isolat dari 10 isolat rizobakteri pada setiap genus, berdasarkan kriteria
produksi fosfatase, hypersensitive reaction negatif, IAA dan kitinase. Percobaan 2
menunjukkan rizobakteri B28 dan B46 meningkatkan kecepatan tumbuh dan
indeks vigor benih. Hasil Percobaan 1 dan 2 dipilih rizobakteri AB2, ATS4, B28,
P14 dan P31 berdasarkan kemampuan meningkatkan mutu fisiologis benih tetua
betina, serta rizobakteri B42 berdasarkan produksi IAA teringgi (14.4 µg/ml).
Penggunaan rizobakteri belum mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman tetua betina dan mengurangi dosis pupuk fosfat. Tidak ada interaksi
antara perlakuan rizobakteri dan pupuk fosfat dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman tetua betina jagung hibrida. Pada musim I, dipilih rizobakteri ATS4 dan
B28 yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dibanding rizobakteri
lainnya. Hasil percobaan musim II didapat rizobakteri ATS4 yang memiliki
potensi untuk memacu pertumbuhan tanaman, dengan rata-rata jumlah daun dan


tinggi tanaman pada 4 minggu setelah tanam berturut-turut 5.2 dan 56.88 cm
dibandingkan kontrol 4.8 dan 55.98 cm. Perlakuan pupuk fosfat mempengaruhi
jumlah daun dan tinggi tanaman. Pada musim II umur 2 dan 4 minggu setelah
tanam, pemupukan dengan dosis anjuran (200 kg SP-36/ha) menunjukkan ratarata jumlah daun dan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya.
Kata kunci: Aktinomiset, Bacillus spp., mutu fisiologis benih, Pseudomonas
kelompok fluorescens

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjaun suatu
masalah; dan
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


PENGARUH PERLAKUAN RIZOBAKTERI
PADA BENIH DAN TANAMAN SERTA PEMUPUKAN FOSFAT
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA

CANDRA BUDIMAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sain pada
Program Studi Ilmu dan Tenologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis:
Dr. Ir Heny Purnamawati MSc.Agr

Judul


Nama
NIM

: Pengaruh Perlakuan Rizobakteri pada Benih dan Tanaman serta
Pemupukan Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina
Jagung Hibrida
: Candra Budiman
: A251100021

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr
Ketua

Prof. Dr. Ir.Satriyas Ilyas, MS
Anggota

Dr. Ir. Giyanto, MSi

Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir.Satriyas Ilyas, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 28 Juni 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis hadiratkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 – Mei 2012. Penelitian berjudul

“Pengaruh Perlakuan Rizobakteri pada Benih dan Tanaman serta Pemupukan
Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina Jagung Hibrida”. Tesis ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Sekolah
Pascasarjana IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr,
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS, dan Dr. Ir. Giyanto, MSi selaku komisi
pembimbing yang telah banyak memberi saran untuk kesempurnaan tesis ini.
Terimaksih untuk KKP3T Dikti yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.
Terimakasih kepada keluarga tercinta Ayahanda Rajiman, Ibunda Refinelwati,
Nenekku Rukanah serta kedua adikku tercinta Cindra Rahma dan Sesria Emitra,
yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, semangat dan do’a. Untuk Ezy Y.
Rezki terimakasih atas bantuan, dorongan, semangat dan do’anya. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Pak Awaludin, Pak Tjipto, Pak
Jekvy, Mas Gani, Bu Lia, Izza, Ida, Tatit, Mba Tita, Pak Gandi, Pak Milin, dan
rekan-rekan ITB 2010 serta pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun
tidak dalam pelaksanaan penelitian maupun penyelesaian studi saya. Demikian
tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian, semoga dapat memberikan manfaat.
Bogor, Juli 2012

Penulis


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solok, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 20
Januari 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Rajiman dan Ibu Refinelwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Menangkerang
Tanjung Bingkung pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan
pendidikan di SLTP Negeri 01 Solok dan lulus dari SMA Negeri 01 Solok pada
tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Pada tahun 2006
penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, kemudian lulus pada tahun 2009. Penulis mendapatkan
kesempatan melanjutkan studi S2 pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
pada tahun 2010.

Bogor, Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 3
Hipotesis .............................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4
Mutu Benih Jagung Hibrida ................................................................................. 4
Perlakuan Benih ................................................................................................... 5
Rizobakteri sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Agens
Pengendali Hayati ...................................................................................................... 6
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 10
Waktu dan Tempat ............................................................................................. 10
Benih Tetua Jagung Hibrida .............................................................................. 10
Isolat Rizobakteri ............................................................................................... 10
Percobaan 1. Karakterisasi dan Penapisan Rizobakteri ......................................... 13
Percobaan 2. Evaluasi Pengaruh Isolat Terseleksi terhadap Mutu Benih
dan Bibit Tetua Betina ............................................................................................. 14
Percobaan 3. Pengaruh Perlakuan Rizobakteri dan Pemupukan Fosfat
terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina .................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 18
Hasil ................................................................................................................... 18
Percobaan 1. Karakterisasi dan Penapisan Rizobakteri ..................................... 18
Percobaan 2. Evaluasi Pengaruh Isolat Terseleksi terhadap Mutu Benih
dan Bibit Tetua Betina ........................................................................................... 25
Percobaan 3. Pengaruh Perlakuan Rizobakteri dan Pemupukan Fosfat
terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina ................................................... 28
Pembahasan ....................................................................................................... 34
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 40
Simpulan ............................................................................................................ 40

Saran .................................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 48

DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
1. Isolat rizobakteri yang digunakan dalam penelitian ....................................... 12
2. Produksi fosfatase oleh beberapa isolat rizobakteri pada media
Pikovskaya...................................................................................................... 19
3. Reaksi hipersensitif rizobakteri pada daun tembakau .................................... 20
4. Produksi kitinase oleh beberapa isolat rizobakteri pada media Kitin 1% ...... 23
5. Penapisan rizobakteri berdasarkan produksi fosfatase, hypersensitive
reaction, produksi indole acetic acid dan produksi kitinase .......................... 24
6. Pengaruh perlakuan benih dengan rizobakteri terhadap indeks vigor,
daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh .................................................... 26
7. Pengaruh perlakuan benih dengan rizobakteri terhadap tinggi bibit,
panjang akar, bobot basah dan kering bibit .................................................... 28
8. Pengaruh pupuk fosfat terhadap tinggi tanaman (cm) .................................... 29
9. Pengaruh pupuk fosfat terhadap jumlah daun ................................................ 29
10. Pengaruh perlakuan rizobakteri terhadap tinggi tanaman (cm) ...................... 30
11. Pengaruh perlakuan rizobakteri terhadap jumlah daun .................................. 30
12. Pengaruh pupuk fosfat terhadap tinggi tanaman (cm) .................................... 31
13. Pengaruh pupuk fosfat terhadap jumlah daun ................................................ 32
14. Pengaruh perlakuan rizobakteri terhadap tinggi tanaman (cm) ...................... 32
15. Pengaruh perlakuan rizobakteri terhadap dan jumlah daun ........................... 33
16. Pengaruh pemupukan fosfat terhadap biomassa tanaman (g/tanaman) .......... 33
17. Pengaruh perlakuan rizobakteri terhadap biomassa tanaman (g/tanaman) .... 33

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Bagan alir penelitian ....................................................................................... 11
2. Jarak tanam jagung di antara baris dan di dalam baris tanaman .................... 17
3. Tata letak tetua jantan dan betina ................................................................... 17
4. Pembentukan zona bening oleh beberapa rizobakteri pada media
Pikovskaya...................................................................................................... 18
5. Gejala nekrosis oleh rizobakteri pada daun tembakau setelah 24 jam
inkubasi .......................................................................................................... 21
6. Produksi indole acetic acid oleh berbagai isolat rizobakteri .......................... 22
7. Pembentukan zona bening oleh rizobakteri ATS4 pada media Kitin 1% ...... 23

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Deskripsi varietas Bima-3 .............................................................................. 49
2. Deskripsi galur tetua betina Bima-3: Nei9008 ............................................... 51
3. Deskripsi galur tetua jantan Bima-3: Mr14 .................................................... 52
4. Hasil analisi tanah Percobaan 3 musim I........................................................ 53
5. Hasil analisi tanah Percobaan 3 musim II ...................................................... 54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Benih merupakan input utama dalam produksi pertanian. Penggunaan
benih bermutu dari varietas unggul akan menghasilkan tanaman yang produktif
dan lebih efisien. Produktivitas jagung dapat ditingkatkan dengan pengembangan
varietas unggul yang adaptif terhadap kondisi lingkungan, seperti varietas hibrida.
Pada tahun 2010, total produksi jagung 18.3 juta ton dari 4.1 juta ha dengan
produktivitas 4.4 ton/ha (BPS Indonesia, 2011). Target produksi jagung pada
tahun 2010 adalah 19.8 juta ton, jadi masih ada kekurangan 1.5 juta ton.
Untuk mendukung peningkatan produksi jagung di Indonesia, Karama
(2004) berpendapat bahwa kebijakan perbenihan jagung komersil tingkat nasional
sebaiknya diproduksi di Indonesia. Namun hingga saat ini, sumber daya dan
kelembagaan perbenihan jagung dalam negeri belum merupakan produsen
pertanian yang mumpuni dan berdaya saing handal (Baihaki 2004). Oleh sebab
itu, aspek pemahaman ilmu pemuliaan praktis dalam kehidupan pertanian
khususnya ilmu dan teknologi menghasilkan benih jagung hibrida bermutu oleh
petani harus diperluas dan ditingkatkan.
Produksi benih jagung hibrida menggunakan dua galur tetua, yaitu tetua
betina yang dibuang bunga jantannya (detaseling) dan tetua jantan yang
menghasilkan polen untuk membuahi bunga betina (tongkol) tetua betina. Benih
jagung hibrida didapatkan dari tanaman tetua betina. Untuk itu perlu perlakuan
yang dapat meningkatkan pertumbuhan tetua betina sehingga mengasilkan benih
hibrida dengan produktivitas dan mutu yang tinggi.
Mutu benih menyangkut mutu genetis, fisik, fisiologis dan patologis (Ilyas
2010). Berkaitan dengan mutu benih, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut: (1) teknik produksi benih berkualitas; (2) teknik mempertahankan
mutu benih yang telah dihasilkan, penyimpanan dan pendistribusiannya; dan (3)
teknik deteksi kualitas benih (Saenong et al. 2005).
Selain memelihara kemurnian genetik, dalam produksi benih diupayakan
adanya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih serta bebas dari
patogen terbawa benih. Mutu fisiologis benih berpengaruh besar terhadap

produksi tanaman. Benih dengan mutu fisiologis yang tinggi akan menghasilkan
tanaman yang sehat dengan sistem perakaran yang berkembang dengan baik,
dapat lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan,
pertumbuhan bibit yang cepat, dan terbukti berkorelasi dengan hasil yang tinggi
(Harris et al. 2000).
Salah satu cara untuk peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih
adalah dengan pemberian pupuk fosfat (P). Fosfor memiliki peran yang sangat
penting dalam semua aktivitas biokimia dalam sel hidup. Energi makhluk hidup
didapatkan dari perubahan ikatan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin
difosfat (ADP). Adenosin trifosfat juga menjadi sumber energi utama dalam
perkecambahan benih. Benih dengan kandungan P total tinggi memiliki vigor
yang lebih tinggi, dan lebih mampu mempertahankan viabilitasnya selama periode
simpan (Bewly & Black 1978 dalam Agustin 2011).
Ketersediaan fosfat terbaik dalam kisaran pH 6 – 7. Kalsium fosfat mulai
mengendap pada kisaran pH 6.0, dan cenderung membentuk apatit pada pH di
atas 7.0 (Foth, 1988). Penggunaan rizobakteri dapat membantu melarutkan
bentuk-bentuk fosfat yang tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia bagi
tanaman sehingga penggunaan pupuk P lebih efisien (Prihartini 2009). Bentuk
dominan dari fosfat tersedia bagi tanaman adalah H2PO4- (Foth 1988). Hanya 1030% pupuk yang diberikan dapat diserap oleh tanaman, selebihnya tersimpan
dalam tanah sebagai residu (Jones 1982).
Fungsi rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman adalah: (i) membantu
meningkatkan serapan nutrisi; (ii) mencegah perkembangbiakan organisme
patogen; dan (iii) menyediakan hormon pertumbuhan (Glick et al. 2007).
Inokulasi benih dengan rizobakteri secara signifikan meningkatkan daya
berkecambah dan vigor benih jagung (Gholami et al. 2009) dan padi
(Agustiansyah et al. 2010).
Di Indonesia, penggunaan rizobakteri sebagai pelarut fosfat, pupuk hayati,
penghasil hormon pertumbuhan dan agens hayati untuk meningkatkan produksi
pertanian masih sedikit, meskipun berbagai artikel menunjukkan bahwa
rizobakteri berpotensi besar dalam meningkatkan produksi pertanian. Penelitian

mengenai pemanfaatan rizobakteri sebagai pelarut fosfat dan penghasil hormon
pertumbuhan perlu dilakukan pada tetua betina jagug hibrida.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu fisiologis benih dan
pertumbuhan tanaman tetua betina jagung hibrida, melalui penggunaan rizobakteri
dan pemupukan fosfat.

Hipotesis
1. Penggunaan rizobakteri dapat meningkatkan mutu fisiologis benih dan
pertumbuhan tanaman tetua betina jagung hibrida.
2. Pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tetua
betina jagung hibrida.
3. Terdapat interaksi antara perlakuan rizobakteri dan pemupukan fosfat
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman tetua betina jagung hibrida.

TINJAUAN PUSTAKA
Mutu Benih Jagung Hibrida
Ilyas (2010) menyatakan bahwa mutu benih menyangkut mutu genetis,
fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu genetis menjabarkan sifat-sifat unggul yang
diwariskan dari pohon induknya. Mutu fisik tidak hanya menyangkut struktur
morfologis tetapi juga ukuran dan berat benih. Mutu fisiologis berhubungan
dengan viabilitas dan vigor. Mutu patologis atau kesehatan benih menunjukkan
keberadaan patogen didalam benih.
Berbagai tolak ukur telah dikembangkan untuk menilai mutu fisiologis
suatu lot benih. Menurut Sadjad (1994), viabilitas benih adalah daya hidup benih
yang dapat ditunjukkan dalam berbagai fenomena fisiologis maupun biokimia.
Informasi pengujian viabilitas dan vigor benih dapat berupa pengujian bersifat
langsung maupun tidak langsung (Sadjad 1980). Pengujian langsung dapat
dilakukan dengan melihat gejala perkecambahan, sementara pengujian tidak
langsung dapat dilakukan dengan mengukur aktivitas metabolisme (biokimia) dan
kondisi benih yang mempengaruhi mutu benih.
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua
berupa galur inbrida. Produksi benih jagung hibrida menggunakan dua galur tetua,
yaitu tetua betina yang dibuang bunga jantannya (detaseling) dan tetua jantan
yang menghasilkan polen untuk membuahi bunga betina (tongkol) tetua betina.
Benih jagung hibrida diperoleh dari tongkol tetua betina.
Pada dua genotipe yang berlainan (unrelated or distantly related
individuals) dari satu spesies tanaman disilangkan, maka keturunannya sering
lebih baik dari kedua tetuanya atau memperlihatkan gejala heterosis dan sering
disebut sebagai vigor atau ketegapan hibrida (hybrid vigour). Gejala heterosis
adalah pertambahan ukuran atau vigor pada hibrida F1 yang melebihi tetuatetuanya atau melebihi rata-rata tetuanya. Tanaman F1 yang memperlihatkan
gejala heterosis berarti mengalami peningkatan karakteristik, seperti ukuran
tanaman, ketegapan atau produktivitas yang lebih tinggi, dibanding dengan kedua
tetuanya (Poehlman and Sleeper 1995).

Fosfor memiliki peran yang sangat penting dalam semua aktivitas
biokimia dalam sel hidup. Energi makhluk hidup didapatkan dari perubahan
ikatan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP). Fosfor juga
menjadi sumber energi utama dalam perkecambahan benih. Benih dengan
kandungan P total tinggi memiliki vigor yang lebih tinggi, dan lebih mampu
mempertahankan viabilitasnya selama periode simpan (Bewly & Black 1978
dalam Agustin 2011). Aplikasi pupuk fosfat (P) juga dapat meningkatan mutu
fisiologis dan produktivitas benih.

Perlakuan Benih
Perlakuan benih adalah semua proses baik fisik, biologi maupun kimia
yang diaplikasikan kepada benih (BPMBTPH 2005). Djojosumarto (2000)
menambahkan bahwa perlakuan benih adalah mencampur benih yang akan
ditanam dengan pestisida (umumnya insektisida dan fungisida). Pencampuran
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pencampuran kering dan pencampuran
basah (slurry).
Tujuan perlakuan benih adalah 1) menghilangkan sumber infeksi benih
(disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama; 2) perlindungan
terhadap benih melawan hama dan patogen yang mungkin berada di tanah atau
udara ketika benih muncul di permukaan tanah; 3) meningkatkan perkecambahan
benih atau melindungi benih dari patogen dan hama (Desai et al. 1997).
Salah satu perlakuan benih

yang telah terbukti efektif adalah

matriconditioning. Menurut Khan et al. (1990) matriconditioning adalah
perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan media padat lembab yang menggunakan
potensial matriks dalam proses imbibisi air ke benih untuk memperbaiki
pertumbuhan bibit. Matriconditioning dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan
dalam benih melalui proses metabolisme yang terkendali, sehingga mampu
menurunkan waktu perkecambahan dan meningkatkan daya berkecambah benih,
serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapang.
Rachmawati

(2009)

melaporkan

bahwa

matriconditioning

dapat

meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering
kecambah normal, menurunkan T50 (mutu fisiologis) dan menurunkan keberadaan

Xoo terbawa benih (mutu patologis) padi. Hasil penelitian Agustiansyah et al.
(2010) menggunakan matriconditioning dengan P. diminuta A6 atau B. subtilis
A54 mampu meningkatkan pertumbuhan bibit padi di rumah kaca.

Rizobakteri sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Agens Pengendali
Hayati
Glick et al. (2007), melaporkan bahwa fungsi rizobakteri terhadap
pertumbuhan tanaman adalah: (i) membantu dalam memperoleh nutrisi seperti
nitrogen, fosfor atau besi; (ii) mencegah perkembangbiakan organisme patogen;
dan (iii) menyediakan hormon tanaman seperti auksin atau sitokinin, atau
menurunkan produksi etilen melalui aktivitas enzim 1-aminocyclopropane-1karboksilat (ACC) deaminase.
Sintesis IAA dari triptopan melalui Indol-3-asetonitril (IAN), Indol-3asetamida (IAM), dan asam indol-3-piruvat (IpyA). Menurut Zakharova et al.
(1999) bakteri dapat mensintesis IAA melalui ketiga lintasan ini, sedangkan
tanaman umumnya melalui lintasan IAM dan IpyA. Menurut Salisbury dan Ross
(1992), IAA berfungsi menstimulasi perpanjangan sel, meregulasi dominansi
apikal, dan merangsang pembentukan akar-akar lateral dan adventif. Secara
struktural IAA terkait dengan asam amino triptofan.
Penggunaan rizobakteri perlarut fosfat seperti Pseudomonas spp. dan
Bacillus spp. dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut sehingga
menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Rodriquez 1999; Subba-Rao 2007;
Prihartini 2009; Agustiansyah 2011) dan menghasilkan hormon tumbuh asam
indol asetat (IAA), giberelin dan sitokinin (Faccini et al. 2004; Agustiansyah
2011), dengan demikian penggunaan pupuk P lebih efisien dan dapat dihemat.
Menurut Khan et al. (2009), peningkatan pelarutan fosfat adalah hasil kombinasi
antara penurunan pH tanah dan produksi asam organik dari bakteri pelarut fosfat
yang diberikan, sedangkan menurut Goenadi (2008), kemampuan melarutkan
fosfat oleh mikroba pelarut fosfat juga ditentukan oleh enzim fosfatase dan asam
organik yang dihasilkan.
Gholami et al. (2009) mengemukakan bahwa inokulasi benih jagung
dengan rizobakteri secara signifikan meningkatkan daya berkecambah dan vigor

benih jagung. Namun, peningkatan tersebut bervariasi antar jenis bakteri. Bakteri
A. lipoferum DSM1691 meningkatkan daya berkecambah benih jagung hingga
18.5% dibanding tanpa inokulasi. Sementara peningkatan indeks vigor tertinggi
diperoleh dari inokulasi A. brasilense DSM 1690 dan P. putida R-168.
Pada tanaman pisang dalam kondisi hidroponik, pemberian PGPR dapat
meningkatkan volume dan panjang akar, tinggi tanaman (42– 50%), luas daun
(128 – 134%), kandungan klorofil (25 – 33%) dan berat kering total (Baset et al.
2010).

Pada

skala

percobaan

laboratorium,

perlakuan

benih

dengan

matriconditioning + P. diminuta A6, perendaman dalam P. diminuta A6 atau P.
aeruginosa A54 merupakan perlakuan benih terbaik untuk meningkatkan
viabilitas dan vigor benih. Perlakuan matriconditioning + P. aeruginosa A54
merupakan perlakuan benih terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit padi
(Agustiansyah 2011). Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa penggunaan
mikroorganisme melalui aplikasi pada benih sebelum tanam secara nyata
meningkatkan produksi padi (Agustiansyah et al. 2010; Thakuria et al. 2004;
Kazempour 2004; Biswas et al. 2000), kedelai (Bai et al. 2002; Bai et al. 2003;
Dashtil et al. 2005), jagung (Thuar et al. 2004) dan cabai (Estrada et al. 2004;
Ilyas 2006).
Dalam kaitanya sebagai agens hayati, beberapa jenis mikroorganisme dari
kelompok bakteri (Pseudomonas spp., Bacillus spp., Serratia spp.) dan cendawan
(Trichoderma

spp.)

telah

dikembangkan

dan

dilaporkan

efektif

untuk

mengendalikan penyakit tanaman. Bacillus spp. efektif mengendalikan Alternaria
solani, Stemphilium solani (Silva et al. 2004), Colletotrichum capsici (Sutariati et
al. 2006) dan Xoo (Agustiansyah 2011). Pseudomonas spp. efektif terhadap
Rhizoctonia solani (Gnanamanikam et al. 1999; Estrada et al. 2004), Alternaria
sp. (Estrada et al. 2004), C. capsici (Sutariati et al 2006), Xoo (Agustiansyah
2011; Gnanamanikam 1995; Gnanamanikam et al. 1999; Velusamy et al. 2006).
Proses

pengendalian

pada

umumnya

dilakukan

dengan

cara

mengkolonisasi akar tanaman melalui mekanisme kompetisi nutrisi dengan
patogen atau dengan menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti
antimicrobial antibiotic 2,4-diacetylphloroglucinol (DAPG) (Velusamy et al.
2006), siderofor, hidrogen sianida dan berbagai ensim hidrolitik seperti kitinase,

protease dan selulase (Zhang 2002), yang berperan sebagai senyawa anti-mikroba
untuk menekan pertumbuhan patogen. Senyawa 2,4-diacetylphloroglucinol
merupakan antibakterial, antifungal, antiviral dan antihelmintik serta sudah
diterapkan sebagai agens hayati pada penyakit tembakau, gandum, dan sugar beet.
Kitinase merupakan enzim yang mampu menghidrolisa polimer kitin
menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Berdasarkan cara
kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dibedakan ke dalam dua
kelompok utama: endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase memotong polimer
kitin secara acak menghasilkan dimer, trimer, tetramer dan atau oligomer gula.
Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non reduksi. Bila hasil protongan
berupa monomer maka enzim tersebut dinamakan Nacetylheksosaminidase,
namun bila potongan yang dihasilkan berupa dimer maka enzim tersebut disebut
sitobiosidase (Cohen-Kupiec & Chet 1998 Dalam Toharisman 2007).
Dinding sel fungi umumnya tersusun dari kitin. Rizobakteri yang dapat
menghasilkan kitinase diharapkan mampu mendegradasi kitin pada dinding sel
fungi. Fukamizo (2001) melaporkan hasil uji spektra terhadap Fusarium
oxysporum, dimana spektra dinding selnya serupa dengan kitin yang memiliki
tingkat asetilasi 65-75%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar komponen
penyusun dinding sel fungi tersebut adalah kitin. Meskipun secara spesifik
penggunaan kitinase dalam pengendalian penyakit jagung belum pernah
dilakukan, dengan analogi yang sama seperti di atas kemungkinan besar penyakitpenyakit jagung yang disebabkan fungi bisa dikendalikan oleh rizobakteri
penghasil kitinase.
Aktivitas penghambatan senyawa anti mikroba secara umum dapat
dilakukan dengan berbagai mekanisme, diantaranya adalah: (1) merusak dinding
sel dengan cara menghambat pembentukan maupun merubah setelah terbentuk;
(2) perubahan permeabilitas sel. Kerusakan pada membran ini berakibat
terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel, karena membran bertujuan
memelihara integritas komponen-komponen seluler; (3) perubahan molekul
protein dan asam nukleat; (4) penghambatan kerja enzim yang mengakibatkan
terganggunya metabolisme sel atau matinya sel; (5) penghambatan sintesa asam
nukleat dan protein yang berakibat terganggunya aktivitas metabolisme karena

DNA, RNA, dan protein memegang peranan penting dalam mekanisme sel secara
normal (Pelczar & Chan 2005).
Penggunaan

mikroorganisme

menguntungkan

yang

secara

alami

berasosiasi dengan tanaman melalui aplikasi pada benih diharapkan dapat menjadi
solusi strategis untuk memecahkan dua permasalahan utama dalam budidaya
tanaman yaitu adanya tekanan biotik (mikroorganisme pengganggu penyebab
penyakit) dan abiotik (ketidaktersediaan unsur hara atau hormon yang dibutuhkan
untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan tanaman).

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilakukan dalam tiga tahapan percobaan yang dilaksanakan
di laboratorium, rumah kaca dan lapang (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan
Departemen Proteksi Tanaman, rumah kaca Laboratorium Benih Leuwikopo, dan
Laboratorium Lapang Cikabayan Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Benih Tetua Jagung Hibrida
Tetua jagung hibrida varietas Bima-3 yang digunakan adalah: Nei 9008
sebagai tetua betina dan Mr14 sebagai tetua jantan. Benih diperoleh dari Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi Selatan. Kedua benih tetua jagung
hibrida yang digunakan dipanen pada bulan Mei 2011, dan disimpan pada suhu ±
20 0C mengunakan kemasan kantong plastik dengan kadar air awal 11%.
Percobaan 2 di rumah kaca hanya menggunakan benih tetua betina. Percobaan 2
dilaksanakan pada bulan Agustus 2011. Percobaan 3 di lapang menggunakan
kedua tetua hibrida, tetapi hanya tetua betina yang diberi perlakuan dengan
rizobakteri dan pemupukan fosfat. Percobaan 3 musim I dilaksanakan pada bulan
September sampai Desember 2011. Percobaan 3 musim II dilaksanakan pada
bulan Februari sampai Mei 2012.

Isolat Rizobakteri
Isolat rizobakteri yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB. Rizobakteri yang
digunakan adalah Pseudomonas kelompok fluorescens, Bacillus spp. dan
Aktinomiset masing-masing 10 isolat (Tabel 1). Pseudomonas kelompok
fluorescens yang digunakan dalam penelitian ini, sebagiannya sudah digunakan
dalam penelitian Ratdiana (2012) sebagai agens hayati. Rizobakteri Aktiomiset
diperoleh dari perakaran tanaman bambu, kelapa sawit dan padi (Himmah 2012).

Percobaan 1.
Karakterisasi dan penapisan rizobakteri

Percobaan 1 dilakukan di Laboratorium
Bakteriologi Dept. Proteksi Tanaman.
Pengujian yang dilakuakan: (1) Uji Pelarutan
Fosfat, (2) Uji Hypersensitive Reaction, (3)
Uji Produksi IAA, (4) Uji Produksi Enzim
Kitinase dan (5) Penapisan isolat rizobakteri.

Percobaan 2.
Evaluasi pengaruh rizobakteri terseleksi
terhadap mutu benih dan bibit tetua

Percobaan 2 dilakukan di Rumah kaca Dept.
Agronomi dan Hortikultura.
1. Uji mutu fisiologis benih tetua betina.
Variabel yang diamati: daya berkecambah,
indeks vigor dan kecepatan tumbuh.
2. Uji pertumbuhan bibit tetua betina.
Variabel yang diamati: bobot kering bibit,
tinggi bibit dan panjang akar (umur 4
minggu).

Percobaan 3.
Pengaruh perlakuan rizobakteri dan
pemupukan fosfat terhadap pertumbuhan
tanaman tetua betina

Percobaan 3 dilakukan di Laboratorium
Lapang Cikabayan.
Pengujian dilakukan dalam 2 musim.
Variabel yang diamati: tinggi tanaman,
jumlah daun, biomassa tajuk dan akar.

Keterangan:

Digunakan dalam seleksi rizobakteri
Gambar 1. Bagan alir penelitian

Output:
15 rizobakteri
terpilih

Output:
Enam rizobakteri
terseleksi

Output:
1. Satu rizobakteri
potensial
2. Dosis pupuk
fosfat optimal

Tabel 1. Isolat rizobakteri yang digunakan dalam penelitian
Isolat
P11
P12
P13
P14
P16
P17
P24
P31
P32
P34
B11
B13
B26
B28
B29
B31
B36
B37
B42
B46
AB2
AB3
AB4
AB10
AB11
APS12
ATS4
ATS5
ATS6
ATS8

Genus
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Pseudomonas kelompok fluorescens
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Bacillus spp.
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset
Aktinomiset

Asal Isolat
Citere-Pengalengan
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Landungsari-Malang
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Batu-Malang
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Tembilahan- Riau
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Bogor
Tembilahan- Riau
Tembilahan- Riau
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Koleksi laboratorium bakteriologi DPT
Tanah perakaran bambu
Tanah perakaran bambu
Tanah perakaran bambu
Tanah perakaran bambu
Tanah perakaran bambu
Tanah perakaran sawit
Tanah sawah
Tanah sawah
Tanah sawah
Tanah sawah

Referensi
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Ratdiana (2012)
Penelitian ini
Ratdiana (2012)
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)
Himmah (2012)

Percobaan 1. Karakterisasi dan Penapisan Rizobakteri
Seluruh pengujian menggunakan rizobakteri murni dengan optical density
(OD) yang sama. Optical density diukur pada panjang gelombang 600 nm.
Pengujian pelarutan fosfat dan kitinase menggunakan metode sumur, media agar
yang telah mengeras dilubangi dengan borer berdiameter 5 mm. Isolat rizobakteri
berumur 48 hari dengan nilai OD 0.5 dimasukkan ke dalam lubang/sumur
sebanyak 50 µl. Data yang dihasilkan dianalisis dengan uji t.
Uji Pelarutan Fosfat. Uji ini dilakukan dengan menggunakan media
Pikovskaya (Subba-Rao 1999), dengan komposisi 10 g glukosa, 5 g Ca3HPO4, 0.5
g (NH4)2SO4, 0.2 g KCl, 0.1 g MgSO4.7H2O, 0.5 g ekstrak khamir, 25 mg
MnSO4, 25 mg FeSO4, dan 20 g agar Bacto dalam 1 liter akuades. Suspensi isolat
bakteri berumur 24-48 jam ditumbuhkan pada media Phikovskaya dengan metode
sumur, evaluasi pelarutan fosfat dilihat dari zona bening yang dihasilkan di sekitar
koloni setelah inkubasi selama 3 hari untuk Pseudomonas kelompok fluerescens
dan Bacillus spp. dan 7 hari untuk Aktinomiset.
Uji Hypersensitive Reaction (HR). Pengujian HR perlu dilakukan
sebelum mempelajari karakter rizobakteri. Pengujian HR bertujuan untuk
menyeleksi isolat bakteri patogen tanaman. Pengujian dilakukan dengan cara
menyuntikkan isolat bakteri berumur 24 jam ke daun tembakau. Evaluasi
dilakukan berdasarkan gejala nekrosis pada daun tembakau. Isolat yang
menunjukkan gejala nekrosis (HR+) mengindikasikan isolat tersebut merupakan
patogen tanaman. Isolat dengan HR+ tidak diuji lebih lanjut.
Uji Produksi IAA. Pengujian produksi IAA yang dilakukan mengacu
pada metode yang digunakan Widyawati (2008). Satu lup penuh isolat rizobakteri
yang dikulturkan pada 10 ml media nutrient broth (NB) yang ditambahkan Ltriptofan 0.2 mM diinkubasikan dan dikocok dengan kecepatan 150 rpm pada
suhu ruang selama 24 jam dalam ruang gelap. Indole Acetic Acid yang diproduksi
oleh rizobakteri diuji dengan metode kolorimetri dengan menggunakan reagen
Salkowski (Patten dan Glick 2002) yang mengandung 150 ml H2SO4 pekat, 250
ml aquades, 7.5 ml FeCl3.6 H2O 0.5 M. Sebanyak 3 ml kultur dari tiap perlakuan
dimasukkan ke dalam dua tabung ependorf kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Sebanyak 2 ml filtrat yang diperoleh

dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril dan ditambahkan 2 ml reagen Salkowski
(perbandingan filtrat: reagen = 1:1). Suspensi kemudian diinkubasikan selama 60
menit pada suhu ruang di dalam ruang gelap. Selanjutnya dilakukan pengukuran
serapan IAA-nya dengan menggunakan spektrofotometer (Spectronic 20) pada
panjang gelombang 510 nm.
Uji Produksi Enzim Kitinase. Uji produksi kitinase dilakukan dengan
menggunakan media kitin 1%, dengan komposisi 15 g agar Bacto, 5 g glukosa,
2 g pepton, 10 g koloidal chitin, 0.5 g K2HPO4, 0.5 g MgSO4, 0.5 g NaCl dalam 1
liter akuades (Cattelan et al. 1999). Isolat rizobakteri terlebih dahulu ditanam
pada media King’s B selama 24 jam. Sebanyak 1µl suspensi rizobakteri tersebut
kemudian diteteskan diatas media kitin 1% dengan metode sumur. Adanya
aktivitas kitinolitik ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar suspensi
isolat setelah inkubasi selama 3 hari untuk Pseudomonas kelompok fluerescens
dan Bacillus spp. serta 7 hari untuk Aktinomiset.
Penapisan isolat rizobakteri. Penapisan rizobakteri dimulai dari
pengujian kemampuan rizobakteri dalam malarukan fosfat. Rizobakteri yang
mampu melarutkan fosfat diharapkan dapat membantu melarutkan fosfat yang
terikat menjadi tersedia. Seluruh rizobakteri diuji rekasi hipersensistifnya pada
daun tembakau. Rizobakteri yang memeiliki kemampuan melarutkan fosfat yang
tinggi dan tidak menunjukkan gejala hipersensitif pada daun tembakau, dipilih dan
diuji kemampuan produksi IAA-nya. Dari hasil pengujian pelarutan fosfat,
pengujian HR dan menghasilkan indole acetic acid (IAA) dipilih masing-masing
lima isolat dari ketiga genus rizobakteri untuk diuji kitinase dan digunakan pada
Percobaan 2.

Percobaan 2. Evaluasi Pengaruh Isolat Terseleksi terhadap Mutu Benih dan
Bibit Tetua Betina
Percobaan 2 dilakukan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih Leuwikopo, menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan
ulangan sebagai kelompok dan isolat rizobakteri sebagai perlakuan. Rizobakteri
yang diuji adalah 15 isolat terseleksi dari Percobaan 1 yaitu: AB2, AB3, AB11,
ATS4, ATS5, B13, B28, B37, B42, B46, P12, P14, P24, P31, P34. Benih jagung

yang digunakan adalah tetua betina hibrida varietas Bima-3. Benih jagung diberi
perlakuan osmoconditioning dengan rizobakteri dengan nilai OD 0.5 selama 12
jam. Benih ditanam dalam bak plastik (40 cm x 25 cm x 10 cm) yang berisi media
pasir steril sebanyak 25 butir. Untuk menjaga kelembaban media dilakukan
penyiraman tiap hari.
Variabel yang diamati berupa: daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan
tumbuh, bobot basah dan kering bibit, tinggi bibit dan panjang akar (umur 4
minggu). Daya berkecambah dihitung dari persentase jumlah kecambah normal
pada pengamatan hitungan ke-1 (5 hari) dan pengamatan hitungan ke-2 (7 hari).
Indeks vigor dihitung dari persentase kecambah normal pada pengamatan
hitungan ke-1. Kecepatan Tumbuh Benih (KCT) dihitung berdasarkan jumlah
pertambahan persentase kecambah normal/etmal (1 etmal = 24 jam) (Sadjad et al.,
1999), diamati hingga pengamatan hitungan ke-2. Bobot basah perbibit dihitung
dengan menimbang dari seluruh bibit dibagi jumlah bibit yang ditimbang setelah
dikering anginkan selama ± 2 jam. Bobot kering perbibit dihitung dengan
menimbang dari seluruh bibit dibagi jumlah bibit yang ditimbang setelah dioven
pada suhu 600C selama 3 x 24 jam. Tinggi bibit diukur pada umur 9 hari setelah
tanam (HST) dan 28 HST. Panjang akar hanya diukur pada umur 28 HST, bibit
dibongkar dari bak plastik, dicuci dan diukur panjang akarnya.
Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova)
dengan bantuan software SAS versi 9.0. Jika terdapat pengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan Duncan pada taraf 5%.

Percobaan 3. Pengaruh Perlakuan Rizobakteri dan Pemupukan Fosfat
terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina
Percobaan 3 dilakukan di Laboratorium Lapang Cikabayan. Percobaan 3
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan rancangan perlakuan Petak
Terbagi. Pengelompokkan berdasarkan ulangan. Petak utama digunakan pada
kedua musim yaitu dosis pupuk fosfat. Percobaan dosis pupuk P teridiri dari lima
taraf dosis pupuk P, yaitu 0, 75, 125, 175, dan 200 kg SP-36/ha (100% dari dosis
anjuran). Percobaan 3 dilakukan dua kali, yaitu musim I dan musim II. Percobaan
musim I dilakukan pada bulan Oktober 2011 – Januari 2012. Anak petak adalah

perlakuan benih yang terdiri atas (1) kontrol (air), perlakuan dengan rizobakteri
yaitu: (2) AB2; (3) ATS4; (4) B28; (5) B42; (6) P14; dan (7) P31. Total terdapat
105 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga polybag.
Percobaan musim II dilakukan pada bulan Februari – Mei 2012. Anak petak
adalah perlakuan benih yang terdiri atas (1) kontrol (air), perlakuan dengan
rizobakteri yaitu: (2) ATS4 dan (3) B28. Total terdapat 60 satuan percobaan.
Rizobakteri yang digunakan pada musim I adalah enam yang terbaik dari
hasil Percobaan 2. Pada musim II digunakan dua rizobakteri terbaik dari hasil
musim I. Aplikasi rizobakteri dan pupuk P dilakukan terhadap tetua betina jagung
hibrida varietas Bima-3 sesuai dengan perlakuan. Pemupukan tetua jantan
dilakukan sesuai rekomendasi yaitu 300 kg Urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg
KCl/ha. Rizobakteri sebagai perlakuan diberikan dua kali yaitu sebagai seed
treatment (osmoconditioning) dan saat tanaman berumur 30 hari. Perlakuan
osmoconditioning menggunakan perbandingan antara benih : suspensi inokulum
rizobakteri adalah 1 : 1.2 (g : ml). Suspensi inokulum rizobakteri yang digunakan
diukur secara kuantitatif dengan pengukuran kerapatan optik bakteri (optical
density) menggunakan spektrofotometer. Aplikasi rizobakteri kedua dilakukan
dengan menyiramkan 50 ml larutan rizobakteri dengan populasi ± 109 kepada
setiap tanaman pada umur 30 hari setelah tanam (MST).
Untuk mengetahui kandungan hara tanah (N, P, K, S dan C-organik),
sebelum penanaman sampel tanah dianalisis di laboratorium. Tanah yang
digunakan disterilsasi menggunakan outoklaf, kemudian dimasukkan ke dalam
polybag (40 cm x 40 cm x 40 cm) sebanyak 9 kg/polybag. Benih ditanam
sebanyak dua benih/polybag. Penjarangan menjadi satu tanaman/polybag
dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST. Pemupukan urea dengan dosis 300
kg/ha diberikan dua kali, aplikasi pertama pada umur 1 MST dan aplikasi kedua
pada umur 30 HST. Pemupukan KCl dengan dosis 100 kg/ha diberikan pada umur
1 MST. Pupuk SP-36 diberikan pada saat tanam dengan dosis sesuai perlakuan
dan dikonversi sesuai kebutuhan tanaman per polybag. Penanaman dilakukan
dalam polybag di Laboratorium Lapangan Cikabayan, IPB dengan jarak tanam 75
cm x 20 cm (Gambar 2). Perbandingan antara tetua jantan dan betina adalah 1 : 4
(Gambar 3).

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

75 cm

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
20 cm
Gambar 2. Jarak tanam jagung di antara baris dan di dalam baris tanaman

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # #
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # #
Ket : # = tetua jantan ; * = tetua betina
Gambar 3. Tata letak tetua jantan dan betina

Pengamatan pertumbuhan tanaman tetua betina dilakukan terhadap (1)
tinggi tanaman, (2) jumlah daun, (3) bobot basah dan kering tajuk dan (4) bobot
basah dan kering akar. Tinggi tanaman diukur tiap dua minggu. Tinggi tanaman
diukur dari pangkal batang sejajar tanah hingga pucuk tanaman pada umur 2, 4, 6
dan 8 MST. Tinggi tanaman pada fase generatif diukur dari pangkal batang sejajar
tanah hingga cabang malai pertama pada 8 MST. Jumlah daun diukur bersamaan
dengan pengukuran tinggi tanaman. Pucuk daun yang sudah membuka sempurna
dihitung sebagai daun. Bobot basah tajuk dan akar dihitung dengan meni