The Potency of Some Bacteria to Inhibit The Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Causing Rice Bacterial Leaf Blight
POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB
PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN
PADI
ZURAIDAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Beberapa Bakteri
Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit
Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2011
Zuraidah
NIM G351090141
ABSTRACT
ZURAIDAH. The Potency of Some Bacteria to Inhibit The Growth of
Xanthomonas oryzae pv. oryzae Causing Rice Bacterial Leaf Blight. Under
direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and YADI SURYADI.
Bacterial leaf blight (BLB) disease caused by plant pathogenic bacteria
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) could lead to death of rice plants. Control
of plant pathogenic bacteria can be performed using biological control agents. The
aim of this research was to study the inhibitory ability of eight isolates of
biocontrol bacteria against Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) under
greenhouse conditions. Isolates of biological agents used in the study were
obtained from IPB Culture Collection (IPBCC), Department of Biology, IPB and
microbial gene bank collection of Indonesian Center for Agriculture
Biotechnology and Genetic Resources (BB Biogen), consisting of Pseudomonas
aeruginosa C32a and C32b, P. fluorescens ATCC 13525 Pf , Serratia marcescens
E31, Bacillus sp. I.5, B. cereus I.21 and II.14, and B. firmus E65 isolates. The
methods used in the research i.e. hypersensitivity test, antagonistic test of
biocontrol bacteria to Xoo, and in vivo application of biological agents in the
greenhouse condition. Hypersensitivity test on tobacco plants using C32a and
C32b inoculums showed characteristics of slightly leaf yellowing but did not
cause necrosis. Injection using Xoo inoculum showed necrosis on tobacco leaves.
Antagonist isolates i.e. C32a, C32b, Pf, I.21, and I.5 showed inhibitory activity
against Xoo, whereas others isolates did not show inhibitory activity. In
greenhouse experiments IR 64 rice plants were sprayed with biological control
agents (107cfu/ml) at 7 days, 14 days, 28 days, and 42 days after planting. The
results showed that C32a isolate could suppress better the lesion length of BLB
than that of chemical control (copper sulphate). Growth measurement of rice
plants were assessed on plant height, number of tillers, panicle number and grain
weight. Rice plants spraying treatment with isolates E65, E31, C32a, C32b, I.21,
Pf, and I.5 showed no difference with control of sterile distilled water. Spraying
with each suspension isolate of I.21, E31, C32a, Pf, and C32b indicated no
different in the panicle number, in addition rice production was higher in C32a,
Pf, C32b, and I.21 treatments. Spraying with C32a isolates produced the highest
grain production compared with that of other isolates.
Keywords: rice, biocontrol, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, bacterial leaf blight.
RINGKASAN
ZURAIDAH. Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan Xanthomonas
oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi.
Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan YADI SURYADI.
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri patogen
tanaman Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dapat menyebabkan kematian
pada tanaman padi. Serangan penyakit terjadi pada fase bibit, tanaman muda, dan
tanaman tua. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman
muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek dan hawar daun.
Masyarakat saat ini cenderung lebih memilih pangan yang bebas pestisida
dan bahan kimia lainnya. Kesadaran akan lingkungan yang sehat dan
perkembangan di bidang bioteknologi telah mendorong berkembangnya penelitian
tentang penggunaan mikroorganisme. Pengendalian bakteri patogen pada tanaman
dapat dilakukan dengan menggunakan agen biokontrol. Tujuan dari penelitian ini
ialah untuk mempelajari kemampuan penghambatan delapan isolat bakteri
terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang merupakan
penyebab penyakit HDB pada tanaman padi di rumah kaca.
Isolat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi IPB Culture
Collection (IPBCC), Departemen Biologi, IPB dan bank gen mikrob Pusat
Bioteknologi Pertanian dan Sumber Daya Genetik (BB Biogen), terdiri atas:
Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, P. fluorescens ATCC 13525 Pf,
Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, B. cereus I.21 dan II.14, dan B. firmus
E65.
Penelitian terdiri atas 3 tahapan yaitu 1) uji reaksi hipersensitif, 2) uji
bakteri antagonis terhadap Xoo, dan 3) aplikasi in vivo agen biokontrol di rumah
kaca. Uji reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau dilakukan dengan cara
injeksi masing-masing inokulum pada bagian belakang helaian daun tembakau
yang sehat. Respon tanaman diamati selama 48 jam. Pengujian antagonis terhadap
Xoo menggunakan metode double layer untuk menyeleksi isolat yang berpotensi
sebagai agen biokontrol. Perlakuan kontrol dengan akuades steril (tanpa agen
biokontrol) dan kontrol pembanding kimia dengan bakterisida yang mengandung
bahan aktif tembaga sulfat. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Diameter
zona hambat yang terbentuk kemudian diamati dan dihitung indeks aktivitas
antimikrob. Aplikasi in vivo agen biokontrol di rumah kaca menggunakan padi
IR64. Penyemprotan inokulum pada saat padi berumur 7 hari, 14 hari, 28 hari, dan
42 hari setelah tanam. Inokulasi patogen Xoo dengan cara pengguntingan daun
(leaf clipping method) pada saat tanaman mencapai 45 hari setelah tanam.
Perlakuan kontrol dengan penyemprotan akuades steril (tanpa agen biokontrol),
kontrol pembanding kimia disemprot dengan tembaga sulfat, dan kontrol sakit
hanya diinokulasi Xoo tanpa agen biokontrol. Pengamatan terhadap gejala
penyakit HDB dilakukan dengan pengukuran panjang lesio (lesion length) dan
penghitungan luasan area di bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC).
Selain itu dilakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan padi
yang muncul, jumlah malai, berat basah, dan berat kering padi.
Uji reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau menggunakan inokulum
C32a dan C32b menunjukkan daun sedikit menguning tetapi tidak menyebabkan
nekrosis. Inokulum lainnya tidak menunjukkan perubahan pada daun tembakau
dan tidak terjadi nekrosis. Injeksi menggunakan inokulum Xoo menunjukkan
nekrosis pada daun tembakau.
Uji antagonis secara in vitro menunjukkan isolat C32a, C32b, Pf, I.21, dan
I.5 memiliki aktivitas penghambatan terhadap Xoo, sedangkan isolat lainnya tidak
menunjukkan aktivitas penghambatan. Isolat C32a dan C32b dapat menghambat
pertumbuhan Xoo lebih baik dari pada perlakuan kontrol pembanding kimia
dengan tembaga sulfat.
Aplikasi di rumah kaca pada tanaman padi IR 64 yang telah disemprot
dengan agen biokontrol menunjukkan bahwa penggunaan isolat C32a mampu
menekan panjang lesio HDB lebih baik dari pada kontrol pembanding kimia
dengan tembaga sulfat. Pengukuran intensitas perkembangan penyakit HDB
dengan penghitungan AUDPC menunjukkan penyemprotan dengan suspensi C32a
dapat menurunkan nilai AUDPC hingga 49,10 cm.hari. Sedangkan isolat E31
menunjukkan intensitas penyakit yang lebih tinggi dari pada kontrol sakit dengan
Xoo.
Pengukuran pertumbuhan tanaman padi setelah mendapat perlakuan juga
diamati. Tinggi tanaman padi menunjukkan penyemprotan suspensi isolat E65,
E31, C32a, C32b, I.21, Pf, dan I.5 tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril.
Perlakuan dengan isolat E65 menunjukkan kecenderungan tinggi tanaman padi
hampir sama dengan tinggi pada perlakuan akuades steril. Jumlah anakan juga
tidak berbeda dengan perlakuan akuades steril. Namun hasil pengamatan dari 2
sampai 9 mst perlakuan isolat E31 dan I.21memiliki jumlah anakan yang lebih
banyak dari pada perlakuan akuades steril. Jumlah malai padi yang diproduksi
pada tanaman yang disemprot dengan isolat I.21, C32a, Pf, C32b, dan E31
memiliki jumlah malai yang tidak berbeda dengan jumlah malai pada perlakuan
akuades steril. Produksi padi baik bobot gabah basah dan bobot gabah kering pada
perlakuan C32a, Pf, C32b, dan I.21 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan akuades steril. Hal ini menunjukkan bahwa penyemprotan dengan
bakteri biokontrol tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap bobot gabah.
Berdasarkan hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa perlakuan
penyemprotan secara preventif pada saat tanaman berumur 7, 14, 28, dan 42 hari
setelah tanam lebih efektif karena mikrob yang bersifat antagonis akan lebih
efektif menekan pertumbuhan Xoo. Aplikasi dengan isolat-isolat biokontrol tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman padi, bahkan pengaruh aplikasi tersebut
cenderung meningkatkan bobot gabah. Penelitian ini menunjukkan potensi
pemanfaatan aplikasi isolat C32a, Pf, C32b, dan I.21 cukup baik dalam
menghambat pertumbuhan bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae secara
in vivo pada tanaman padi.
Kata kunci: padi, biokontrol, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, hawar daun bakteri.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB
PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN
PADI
ZURAIDAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Judul Tesis
: Potensi Beberapa Bakteri Penghambat Pertumbuhan
Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit
Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi
Nama
: Zuraidah
NIM
: G351090141
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.
Ir. Yadi Suryadi, M.Sc.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Tanggal Ujian: 16 Desember 2011
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan November 2010 ini ialah berjudul Potensi Beberapa Bakteri Penghambat
Pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri
pada Tanaman Padi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Ir.
Yadi Suryadi, M.Sc selaku pembimbing. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr.
Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si sebagai penguji ujian tesis atas saran dan masukan
yang diberikan. Serta ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya
Supena, M.Si sebagai Ketua Departemen Biologi, FMIPA atas saran dan masukan yang
diberikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor IAIN Ar-Raniry Banda
Aceh, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Agama Republik Indonesia yang
telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi S2 di IPB Bogor. Ucapan terima
kasih disampaikan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pacsasarjana (BPPS). Di samping itu,
terima kasih disampaikan kepada pimpinan Balai Besar Bioteknologi dan Sumber daya
Genetik Pertanian (BB Biogen) Bogor yang telah memberikan izin menggunakan
fasilitas, serta kepada laboran BB Biogen yang telah membantu selama pelaksanaan
penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB yang telah membimbing dan membantu
selama penelitian. Penelitian ini didanai dari proyek penelitian Kerjasama Kemitraan
Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) kepada Dr. Nisa Rachmania
Mubarik, M.Si tahun 2011. Ucapan terima kasih juga penulis disampaikan kepada Bayo
Alhusaeri Siregar, M.Si dan Eka Astuty, serta mikrotropisian 2009 dalam membantu
pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anakanak tercinta Mirza Muhammad, ST, MT, Fawwaz Zakka Mirza, Faizza Zayya Mirza,
kepada ayah dan ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2011
Zuraidah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 1 April 1977 sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara dari pasangan Ibrahim Husein dan Zaitun Yusuf. Pendidikan
sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas MIPA UNSYIAH Banda
Aceh, lulus tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada
Program Studi Mikrobiologi IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Beasiswa BPPS Dikti.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di program studi Biologi, Fakultas
Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh sejak tahun 2006.
Selama mengikuti program S2, penulis pernah mengikuti Seminar Nasional
Biologi di UPI Bandung pada bulan Juli 2011 sebagai pemakalah lisan dengan
judul “Potensi Bakteri Pengendali Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi”. Karya ilmiah yang disajikan
merupakan bagian dari penelitian S2 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Hipotesis Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...............................................................................
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia ...............
Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri........................................
Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi
Tanaman ..............................................................................................
Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae ........................
Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit
Hawar Daun Bakteri ............................................................................
Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis .................
Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati ..............................
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp ...........
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp. ....................
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh
Serratia marcescens ............................................................................
5
5
6
7
8
9
10
12
13
14
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Bahan ...................................................................................................
Peremajaan Mikrob .............................................................................
Uji Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen
Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman
Tembakau .............................................................................................
Seleksi Isolat Uji yang Berpotensi Menghambat Pertumbuhan
Xanthomonas oryzae pv. oryzae ........................................................
Uji In Vivo Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv.
oryzae pada Tanaman Padi di Rumah Kaca .......................................
17
17
17
18
18
19
HASIL
Karakteristik Pertumbuhan Mikrob ....................................................
Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas
oryzae pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau ...............................
Potensi Isolat Uji dalam Menghambat Pertumbuhan
Xanthomonas oryzae pv. oryzae ........................................................
Aplikasi Isolat Uji terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae
pada Tanaman Padi di Rumah Kaca ...................................................
Panjang Lesio Hawar Daun Bakteri ..........................................
Tinggi Tanaman .......................................................................
Jumlah Anakan ........................................................................
Jumlah Malai ............................................................................
Produksi Gabah .........................................................................
23
24
24
26
26
29
30
33
33
PEMBAHASAN ...........................................................................................
37
SIMPULAN .................................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
51
LAMPIRAN ................................................................................................
59
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Isolat Pseudomonas aeruginosa ..............................................................
2 Pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau setelah 48 jam
inokulasi bakteri .......................................................................................
3 Pengujian antagonis isolat uji terhadap Xoo dibandingkan dengan
kontrol ......................................................................................................
4 Gejala HDB pada ujung daun menguning 3 hari setelah inokulasi
Xoo ............................................................................................................
5 Gejala HDB pada ujung daun menguning 18 hari setelah inokulasi
Xoo ...........................................................................................................
6 Panjang lesio HDB pada daun padi setelah inokulasi Xoo .....................
7 Intensitas serangan HDB pada tanaman padi dan nilai AUDPC
(cm.hari) ...................................................................................................
8 Tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan isolat biokontrol ................
9 Jumlah anakan padi yang diberi perlakuan dengan isolat
biokontrol ................................................................................................
10 Jumlah malai padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan
isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam ..............................
11 Bobot gabah padi yang terserang Xoo dan diberi perlakuan dengan
isolat biokontrol dan panen 9 minggu setelah tanam ..............................
12 Regresi panjang lesio HDB terhadap produksi padi pada
saat panen .................................................................................................
23
24
25
26
27
28
29
31
32
33
33
34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik isolat-isolat yang digunakan dalam penelitian ini ..............
2 Komposisi bahan dalam beberapa media ..................................................
3 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap panjang lesio HDB dan
nilai AUDPC .............................................................................................
4 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap tinggi tanaman
padi ..............................................................................................................
5 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap jumlah anakan
tanaman padi ...............................................................................................
6 Pengaruh perlakuan isolat-isolat uji terhadap bobot gabah padi .............
60
61
63
64
65
66
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh Xanthomonas oryzae
pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan kuantitas
serta kualitas produksi tanaman padi (Goto 1998). HDB dapat mengurangi hasil
panen dengan tingkat bervariasi, tergantung pada stadium pertumbuhan tanaman
yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar padi, dan kondisi lingkungan (Abdullah
2002). Penyakit ini tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman padi di Indonesia
baik di dataran rendah maupun dataran tinggi baik pada musim kemarau maupun
musim hujan. Penyakit ini pada musim hujan biasanya berkembang lebih pesat
dibandingkan musim kemarau. Kerugian hasil yang disebabkan oleh HDB dapat
mencapai 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila tingkat keparahan
sebesar 20% sebulan sebelum panen, penyakit ini sudah mulai menurunkan hasil
(Deptan 2011).
Penyakit HDB berkembang menjadi penyakit serius sejak digunakan
varietas unggul IR64. Kerusakan yang ditimbulkan terus meningkat sebagai akibat
meluasnya pertanaman varietas unggul IR64 yang tahan terhadap wereng batang
coklat tetapi sangat rentan terhadap HDB, sehingga butuh penanganan khusus
terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini (Ratna 2000).
Berbagai usaha penanggulangan penyakit ini telah banyak dilakukan, antara
lain dengan menggunakan bahan kimia sintetik seperti asam benzoat dan nitrit,
ataupun aplikasi pestisida berbahan dasar senyawa antibiotik (Asman 1996).
Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk dan pestisida serta antibiotik dalam
penanganan penyakit tanaman dapat menyebabkan resistensi terhadap bakteri,
menimbulkan residu, dan pencemaran lingkungan.
Alternatif
biokontrol
seperti
aplikasi
mikrob
pengendali
hayati
menghasilkan zat antimikrob tanpa mencemari lingkungan. Bakteri mampu
menghasilkan senyawa metabolit yang memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Genus bakteri
yang umum digunakan dan menghasilkan zat antimikrob berupa bakteriosin ialah
Bacillus sp. (Bizani & Brandelli 2002; He et al. 2005). Agen biokontrol yang
2
sudah digunakan antara lain Pseudomonas flourescens dan Bacillus subtilis.
Formulasi
campuran
mengendalikan
kedua
penyakit
bakteri
pustul
tersebut
bakteri
telah
kedelai
diaplikasikan
yang
disebabkan
untuk
oleh
Xanthomonas campestris pv. glycines (Dirmawati 2005).
Sejumlah spesies bakteri dari genus Bacillus dan Pseudomonas yang
tergolong plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) selain memacu
pertumbuhan tanaman juga dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
karena memproduksi antibiotik (Wahyudi et al. 2009), dapat memproduksi asam
sianida, siderofor (Santhini et al. 2005), enzim ekstraseluler yaitu kitinase,
selulase, dan protease yang melisis sel patogen (Jaiganesh et al. 2007; Mubarik et
al. 2010). Suryadi et al. (2011) melaporkan beberapa isolat bakteri memiliki
potensi menekan penyakit blas atau hawar pelepah (sheath blight) yang
disebabkan oleh cendawan patogen Pyricularia grisea pada aplikasi di rumah
kaca, seperti B. cereus I.21, B. firmus E65, B. cereus II.14, B. cereus C29d,
Bacillus sp. I.5, dan Serratia marcescens E31. Isolat-isolat tersebut menunjukkan
kecenderungan lebih baik menekan blas dari pada fungisida yang mengandung
bahan aktif mancozeb. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penggunaan bakteri
ramah lingkungan yang terdiri atas bakteri yang dapat menghambat penyakit
patogen padi dan menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan tanaman padi serta
memproduksi enzim ekstraseluler akan lebih efektif dari pada senyawa kimia
pembasmi patogen yang dapat merusak lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan penghambatan
delapan isolat bakteri terhadap bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae
yang merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi di
rumah kaca.
3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
1.
Isolat-isolat uji tidak menunjukkan respon hipersensitif terhadap tanaman
tembakau dibandingkan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang
bersifat patogen terhadap tanaman.
2.
Isolat-isolat uji menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri
patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
3.
Isolat-isolat uji menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap penyakit
hawar daun bakteri ditinjau dari panjang lesio pada daun padi.
Manfaat Penelitian
Informasi yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat mendukung
pemanfaatan lebih lanjut bakteri-bakteri uji yang bersifat biokontrol sehingga
efektif untuk mengendalikan pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada
tanaman padi di lapangan.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia
Hawar daun bakteri pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1884, dari
Jepang menyebar secara luas di Asia seperi di Srilangka, Filipina, dan Pakistan
(Yamasaki et al. 2006). Salah satu penyakit padi terpenting di banyak negara
penghasil beras termasuk Indonesia. Di Indonesia, HDB pertama kali disebabkan
oleh organisme Xanthomonas sp. (Zhang 2006). Namun hasil penelitian Goto
(1998) menunjukkan bahwa patogen penyebab HDB di Indonesia sama seperti
yang menyerang tanaman padi di Jepang, sehingga namanya diganti menjadi
Xanthomonas oryzae. Pada tahun 1976, nama patogen ini menjadi Xanthomonas
campestris pv. oryzae dan sejak tahun 1992 diganti menjadi Xanthomonas oryzae
pv. oryzae.
Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri
Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae
pv. oryzae (Xoo). Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning.
Memiliki virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menginfeksi
varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Penyakit ini tidak hanya
menyerang pada fase bibit, tetapi juga menyerang tanaman dewasa. Gejala yang
ditimbulkan akibat serangan Xoo adalah infeksi sistemik dan nekrosis (Ratna
2000). Yamasaki et al. (2006) menyatakan ada dua tipe gejala, yaitu kresek dan
hawar daun. Hawar daun (blight) ialah gejala yang timbul pada fase generatif,
ditandai dengan munculnya garis pada ujung tepi daun. Garis tersebut semakin
memanjang dan melebar, sehingga menyebabkan warna menjadi kuning sampai
putih dan dapat menutup ujung daun. Akibatnya tanaman yang terinfeksi berat
akan menghasilkan gabah hampa sehingga produksi rendah.
Pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi masih sulit dilakukan,
karena Xoo mempunyai daerah pencar yang luas serta mempunyai kemampuan
untuk beradaptasi pada tumbuhan inang alternatif, seperti pada beberapa jenis
gulma. Xoo dapat bertahan di dalam tanah selama satu sampai tiga bulan
6
tergantung pada kelembaban dan keasaman tanah, serta pada sisa-sisa jerami dan
biji yang terinfeksi (Yamasaki et al. 2006).
Karakter iklim tropis menyebabkan semakin banyak galur patogen yang
ditemukan di wilayah tropis. Di Indonesia hingga saat ini telah ditemukan sekitar
12 galur Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda. Galur IV dan VIII
mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia (Suparyono et al.
2003). Isolat galur VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan,
sedangkan galur IV kurang meluas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan
umumnya semua varietas padi peka terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan
penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman (Goto 1998).
Keragaman komposisi galur Xoo dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman
padi. Dominasi kelompok galur yang ditemukan pada stadium anakan, berbunga,
dan pemasakan berbeda. Fenomena ketahanan tanaman dewasa, mutasi, dan
karakter heterogenisitas alamiah populasi mikroorganisme diperkirakan sebagai
faktor yang mempengaruhi komposisi galur dengan stadium tumbuh tanaman padi
(Suparyono et al. 2003).
Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi Tanaman
Bakteri Xoo menginfeksi tanaman melalui hidatoda atau luka. Penyebaran
penyakit melalui kontak fisik antara daun yang terinfeksi dengan daun yang sehat,
melalui aliran irigasi dari satu lahan ke lahan lainnya. Selain itu lingkungan yang
lembab dan jarak tanam yang terlalu rapat juga mempermudah penularan penyakit
ini (Khaeruni 2001).
Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman, lalu memperbanyak diri di dalam
epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkut, kemudian
tersebar ke jaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Infeksi yang terjadi pada
pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering. Bakteri menginfeksi masuk
melalui sistem vaskular tanaman padi pada saat pindah tanam atau pada saat
dicabut dari tempat pembibitan sehingga akarnya rusak, atau terjadi infeksi pada
saat daun rusak (Suparyono et al. 2003).
Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman. Namun pada umumnya
terjadi saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga.
7
Gejala penyakit disebut kresek pada stadia bibit, sedang gejala stadia tanaman
yang lebih lanjut disebut hawar. Gejala diawali dengan bercak kelabu umumnya
di bagian pinggir daun. Bercak berkembang terus pada varietas yang rentan dan
akhirnya membentuk hawar. Ketika kondisi menjadi parah, tanaman terlihat
kering seperti terbakar (Suparyono et al. 2003).
Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) membentuk galur-galur baru di
lapangan sejalan dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Perbedaan
virulensi antara Xoo yang dikumpulkan dari berbagai daerah merupakan dinamika
interaksi antara inang dan patogen yang dapat dibedakan menjadi varietas
diferensial dan kelompok di pihak patogen (Goto 1998).
Xanthomonas oryzae pv. oryzae dikatakan sebagai spesies kompleks. Hal ini
didasari oleh penyebaran yang luas, keragaman genetik, filogenetik, dan molekuler
dari galur-galur yang menyerang tanaman (Tsuyuma et al. 1996). Galur III
mempunyai daerah sebaran yang paling luas, meliputi Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Perbedaan virulensi dari isolat Xoo
dipengaruhi oleh gen virulensi yang dimilikinya. Bila terdapat gen virulensi
patogen Xoo yang kompatibel dengan gen ketahanan inang (padi), maka patogen
tersebut mampu menyerang inang. Berdasarkan pola virulensinya terhadap
varietas uji (galur isogenik), isolat yang termasuk dalam kelompok galur IV
diduga sekurang-kurangnya memiliki 8 gen virulen, yaitu v-1, v-2, v-3, v-8, v-10,
v-11, v-12, dan v-14. Isolat yang termasuk ke dalam kelompok galur III hanya
memiliki 7 gen virulen, yaitu v-1, v-4, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14 (Yamasaki et
al. 2006).
Tsuyuma et al. (1996) melaporkan bahwa interaksi antagonis antara dua
galur tipe liar bakteri hawar daun yaitu Xoo dari Filipina dan Korea, ternyata
galur liar Filipina dapat menghambat galur liar Korea bila galur ini dicampur
dalam
satu
inokulasi.
Selanjutnya
mutan
nonpatogenik
galur
Filipina
mengendalikan antagonistik pada bakteri lain. Ternyata galur tipe liar Filipina dan
mutan nonpatogenik dapat menghambat pertumbuhan galur Korea setelah dua hari
diinfeksi
dan
lebih
dahulu
menyebabkan
symptoms
penyakit.
Ketika
8
penggabungan dengan mutan nonpatogenik, 10-18 macam Xoo tipe liar tidak
menyebabkan penyakit. Sebaliknya tiga dari galur nonpatogenik dapat
menghambat tipe liar dan mutan galur Filipina.
Pertambahan kelompok galur Xoo maka pengendalian penyakit HDB
menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, pergeseran galur Xoo perlu terus dipantau
untuk mengetahui kelompok galur Xoo yang akan digunakan dalam program
pemuliaan padi dan untuk dijadikan acuan dalam menentukan varietas padi yang
akan direkomendasikan untuk suatu wilayah (Suparyono et al. 2003).
Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Hawar
Daun Bakteri
Varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB secara
terpadu karena sangat ekonomis, efektif, dan tidak merusak lingkungan. Tetapi
keefektifan varietas yang tahan ini dipengaruhi oleh interaksi antara gen pembawa
sifat tahan yang dimilikinya dan gen virulensi pada populasi Xoo yang terdapat di
suatu wilayah (Yamasaki et al. 2006).
Galur Xoo berbeda dari suatu daerah dengan daerah lain, dan dari suatu
negara dengan negara lain. Varietas padi yang tahan terhadap galur Xoo asal
Filipina belum dapat dipastikan akan bereaksi tahan terhadap galur asal Indonesia
atau negara lain, sehingga perlu adanya pengujian ulang. Varietas dengan gen
ketahanan xa-5 bereaksi tahan terhadap semua galur asal Filipina, sedangkan
varietas dengan gen ketahanan xa-4 seperti yang dimiliki IR64 hanya tahan
terhadap galur I asal Filipina (Yamasaki et al.
2006). Oleh karena itu gen
ketahanan yang masih efektif di suatu wilayah perlu diidentifikasi dengan
seksama.
Penggunaan bakteri isogenik yang nonpatogen melalui mutagenesis
menggunakan transposon merupakan salah satu cara untuk mendapatkan varietas
yang tahan terhadap HDB. Transposon akan menyisip ke dalam genom dan
terutama sekuen DNA yang berperan dalam regulasi suatu proses fisiologi tertentu
seperti sifat virulen, sehingga menyebabkan perubahan ekspresi gen. Selanjutnya
akan dihasilkan mutan Xoo yang tidak menginduksi reaksi hipersensitif sehingga
kehilangan atau berkurang sifat virulennya. Pemanfaatan mutan bakteri yang
9
berkurang sifat virulennya mampu mengurangi kerugian produksi padi akibat
penyakit HDB. Mutan yang dihasilkan secara genetik sama dengan tipe liarnya
disebut isogenik. Mutan isogenik yang nonpatogenik diharapkan mampu menekan
pertumbuhan tipe liarnya dengan cara kompetisi. Penggunaan mutan isogenik
tersebut lebih menguntungkan karena mutan akan berperilaku sama dengan tipe
liarnya dalam merespon perubahan lingkungan sehingga memiliki kesintasan yang
sama di alam (Nakayachi 1995).
Menurut Sugio et al. (2005) bahwa mutasi gen hrpF pada bakteri Xoo tidak
menghilangkan patogenitasnya tetapi dapat mengurangi kemampuan bakteri untuk
tumbuh pada padi dan juga mengurangi kemampuannya dalam menyebabkan
gejala HDB. Hal ini disebabkan keterlibatan gen-gen lain yang menentukan sifat
virulen Xoo. Beberapa gen yang diketahui berperan dalam menentukan virulensi
Xoo antara lain gumG, xps, aroE, rpfF, pgi, purH, dan eglXoB, sehingga mutasi
pada gen hrp Xoo tidak dapat secara langsung menghilangkan seluruh sifat
patogenitasnya pada tanaman padi (Hu et al. 2007).
Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis
Intensitas serangan HDB tidak hanya dipengaruhi oleh ketahanan varietas
dan virulensi patogen, tetapi juga dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam yang
diterapkan oleh petani. Sama halnya dengan penyakit-penyakit padi lainnya,
penyakit HDB mempunyai hubungan yang jelas dengan pemupukan, khususnya
pemupukan nitrogen. Pemberian pupuk N dengan dosis tertentu untuk
meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produktivitas. Sebaliknya pemupukan N
dengan dosis yang tinggi akan meningkatkan kerusakan pada varietas dengan
ketahanan, walaupun pada varietas yang resisten dampaknya relatif kecil. Oleh
karena itu, pemupukan N yang berlebihan sebaiknya dihindarkan. Selain
pemupukan sesuai dosis anjuran, pergiliran varietas dan tanaman, sanitasi dan
eradikasi pada tanaman yang terserang dapat dilakukan untuk mengendalikan
penyakit HDB pada suatu daerah tertentu (Tsuyuma et al. 1996).
10
Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati
Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat
mendorong penyakit berkembang lebih pesat. Arwiyanto et al. (2007) melaporkan
bahwa petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar misalnya
masih menggunakan bibit padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri,
membiarkan sisa-sisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga
dapat memacu perkembangan penyakit HDB. Pengendalian penyakit tanaman di
Indonesia selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan pestisida, namun
akibat efek samping yang ditimbulkan maka penggunaannya mulai dikurangi
karena residu yang ditinggalkan dapat bersifat racun dan karsinogenik.
Pengendalian bakteri patogen lebih efektif bila dilakukan secara terpadu
dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan
atau toleran, teknik budidaya (pergiliran tanaman, bahan organik, pemupukan),
pengendalian menggunakan agen biokontrol, pestisida nabati dan membatasi
penyebaran bakteri patogen termasuk pengaturan karantina (Arwiyanto et al.
2007).
Menurut Pal dan Gardener (2006) biokontrol telah digunakan dalam
berbagai bidang biologi, terutama entomologi dan patologi tanaman. Bidang
entomologi menggunakan predator serangga hidup, nematoda entomopatogen,
atau mikrob patogen untuk menekan populasi hama serangga. Dalam patologi
tanaman penggunaan berjangka mikrob antagonis untuk menekan penyakit serta
penggunaan patogen inang spesifik untuk mengendalikan populasi patogen
lainnya. Organisme yang menekan hama atau patogen disebut sebagai agen
biokontrol. Agen biokontrol umumnya menghasilkan antibiotik dalam jumlah
relatif kecil sehingga kosentrasi di alam relatif rendah, walaupun senyawa tersebut
mempunyai spektrum yang luas namun tidak memberikan tekanan yang terlalu
kuat terhadap patogen sehingga tidak menimbulkan resistensi (Nawangsih 2006).
Pengembangan agen biokontrol sebagai komponen pengendalian penyakit
HDB pada tanaman padi secara terpadu yang ramah lingkungan perlu
dikembangkan dan diharapkan menjadi alternatif pengendalian yang penting
dalam era pertanian yang berkelanjutan. Keuntungan biokontrol antara lain lebih
11
aman, tidak terakumulasi dalam rantai makanan, adanya proses reproduksi
sehingga dapat mengurangi pemakaian yang berulang-ulang dan dapat digunakan
secara bersama-sama dengan pengendalian yang telah ada. Penggunaan agen
biokontrol dalam skala luas di lapangan memerlukan beberapa kriteria antara lain
formulasi agen biokontrol mudah diaplikasi di lapangan, pembiakan massal dan
bahan formulasi yang murah dan mudah didapatkan, serta agen biokontrol mampu
bertahan pada waktu yang relatif lama dalam bahan formulasinya di suhu ruang
(Dirmawati 2005).
Sebagian besar pekerjaan di bidang biokontrol masih dalam taraf percobaan
dan kajian kelayakan ekonomi, seperti halnya biokontrol penyakit HDB masih
dalam taraf pengujian di laboratorium dan rumah kaca. Hasil penelitian Khaeruni
(2001) menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bakteri filosfer yang diisolasi dari
daun padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada skala rumah
kaca. Demikian pula Machmud dan Farida (1995) melaporkan bahwa bakteri
filosfer Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. yang diisolasi dari daun dan
batang tanaman padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada padi
secara in vitro.
Kemampuan bakteri tanah bertahan hidup diduga sangat tergantung pada
keberadaan tanaman inang. Bakteri patogen yang spesifik pada tanaman inang
terdapat pada lahan tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan faktor lingkungan,
baik faktor abiotik, seperti suhu, tipe tanah, dan curah hujan maupun faktor
biotik, sebagai contoh keberadaan nematoda dapat memperparah serangan
penyakit HDB pada tanaman padi (Agustiansyah 2009). Tanaman merespon
berbagai stimulus lingkungan, termasuk gravitasi, cahaya, suhu, stres fisik, air,
dan ketersediaan hara. Tanaman juga menanggapi berbagai rangsangan kimia
yang diproduksi oleh tanah dan tanaman yang berasosiasi dengan mikrob.
Rangsangan tersebut dapat menginduksi pertahanan tanaman melalui perubahan
biokimia yang meningkatkan perlawanan terhadap infeksi berbagai patogen.
Induksi pertahanan inang dapat bersifat lokal atau sistemik di alam tergantung
pada jenis, sumber, dan jumlah rangsangan. Terdapat beberapa jalur induksi
resistensi yang dirangsang oleh agen biokontrol. Jalur pertama disebut ketahanan
sistemik yang diterima atau systemic acquired resistance (SAR) yang diperantarai
12
oleh asam salisilat (SA) yaitu senyawa yang sering diproduksi oleh mikrob yang
menginfeksi dan biasanya mengarah ke ekspresi protein terkait patogenesis (PR).
Protein PR ini termasuk beberapa enzim yang beragam yang bertindak secara
langsung untuk melisiskan sel yang menyerang, memperkuat batas-batas dinding
sel untuk melawan infeksi, atau menginduksi kematian sel lokal. Jalur lainnya
ialah resistensi sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR),
diperantarai oleh asam jasmonat (JA) atau etilen yang dihasilkan oleh beberapa
rhizobacteria nonpatogen (Pal & Gardener 2006).
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp.
Bakteri Pseudomonas sp. mampu mendegradasi sejumlah besar senyawa
organik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang bersifat
menguntungkan di bidang pertanian dan sebagian lainnya dapat sebagai agen
biokontrol (West 2005). Bakteri ini banyak menguntungkan bagi tanaman secara
langsung, yaitu melalui pemacuan pertumbuhan dan peningkatan kesehatan
tanaman, atau secara tidak langsung melalui penghambatan, kompetisi dengan
patogen atau parasit (Loccoz & Defago 2004).
Bakteri Pseudomonas sp. sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman
menghasilkan fitohormon dalam jumlah besar khususnya indole acetic acid (IAA)
untuk merangsang pertumbuhan yaitu giberelin, sitokinin, dan etilen serta
melarutkan fosfat, kalium atau nutrien lain sehingga tersedia bagi tanaman (Astuti
2008). Pada beberapa galur Pseudomonas sp. dapat membantu tanaman
menghadapi cekaman lingkungan seperti kekurangan air dan nutrien serta
pencemaran senyawa toksin (Shen 1997).
Selain sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas sp. juga
mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol terhadap serangan fungi patogen
tanaman. Mekanisme dalam menekan pertumbuhan fungi patogen tanaman antara
lain karena bakteri ini mampu menghasilkan senyawa siderofor, β-1,3 glukanase,
kitinase, antibiosis, dan sianida (Chermin & Chet 2002).
Senyawa antimikrob juga dapat dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas sp.
seperti bakteriosin, fenazin, pioluteorin, pirolniftril, 2,4 diasetil floroglusinol, dan
fusarisidin (Beatty & Susan 2002; Dwivedi & Johri 2003). Senyawa fenazin yang
13
diproduksi
oleh
Pseudomonas
fluorescens
2-79
mampu
menghambat
Gaeumannomyces graminis var. tritici ketika diperlakukan pada benih gandum
(Weller 1988). Velusamy et al. (2006) melaporkan 2,4 diasetil floroglusinol yang
diproduksi oleh Pseudomonas sp. dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas
oryzae pv. oryzae yang menyebabkan penyakit HDB pada tanaman padi. Hasil
penelitian lainnya melaporkan bahwa agen biokontrol seperti Pseudomonas
fluorescens mampu menghasilkan asam sianida (HCN) yang mampu menekan
penyakit Black root pada tembakau (Zhang 2006). Sedangkan menurut Loccoz &
Defago (2004) agen biokontrol mampu bertindak sebagai parasit bagi patogen
secara langsung dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler (kitinase,
protease, selulase) yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel patogen
sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat. Pseudomonas fluorescens
memproduksi pigmen fluoresen berwarna kuning hijau berfungsi sebagai
siderofor (Weller 1988), juga menghasilkan 2,4-diasetilfloroglusinol (Raaijmakers
et al. 1999) yang mampu mengendalikan berbagai penyakit tular tanah.
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp.
Bakteri Bacillus sp. mampu membentuk endospora pada kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan sehingga dapat bertahan hidup. Kemampuannya dalam
membentuk endospora menjadikan Bacillus sp. banyak digunakan dalam industri
secara komersil karena dapat bertahan lama dan beradaptasi dengan formula dan
bahan-bahan kimia yang diaplikasikan dalam tanah pertanian (Bai et al. 2003).
Bakteri ini tergolong dalam bakteri aerob dan anaerob fakultatif (Holt et al.
1994).
Bakteri Bacillus sp. mempunyai kemampuan sebagai biokontrol penyakit
tanaman dengan memproduksi antibiotik yang disekresikan saat kultur memasuki
fase
stasioner dan
memproduksi
antibiotik
metabolit
sekunder
seperti
enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al. 2000).
Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di
ribosom dan biasanya hanya menghambat galur-galur bakteri yang berkerabat
dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin tersebut (Jack et al. 1995). Isramilda
(2007) menyatakan bahwa isolat Bacillus sp. galur LTS 40 dapat menghasilkan
14
metabolit aktif yaitu bakteriosin. Secara in vitro bakteriosin dapat diproduksi
kemudian dipekatkan dengan berbagai metode pengendapan sebagaimana metode
pengendapan protein. Berbagai pelarut organik seperti aseton, metanol dan etanol
dapat digunakan untuk mengendapkan bakteriosin. Beberapa jenis bakteriosin
yang dihasilkan oleh Bacillus ialah subtilin (B. subtilis), megacin (B.
megaterium), ericin (B. subtilis), licherin (B. licherniformis), coagulin (B.
coagulans), cerein (B. cereus), dan thuricin (B. thuringiensis) (Jack et al.1995).
Senyawa antibiotik zwittermicin A yang diproduksi oleh B. cereus dilaporkan
oleh Weller (1988) mampu menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora
medicaginic.
Bakteri B. subtilis dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor,
sehingga bakteri ini mampu berkompetisi dengan bakteri patogen dalam
menggunakan Fe3+ yang kosentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Pengambilan
Fe3+ oleh bakteri tidak mengganggu kebutuhan tanaman karena tanaman hanya
membutuhkan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme
(Nawangsih 2006). B. cereus galur UW85 mampu menghasilkan zwittermicin dan
kanosamine. Kemampuan menghasilkan beberapa antibiotik mampu menekan
beragam mikrob pesaing sebagai patogen tanaman (Pal & Gardener 2006).
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Serratia marcescens
Beberapa galur S. marcescens dapat menghasilkan pigmen prodigiosin yang
berwarna merah gelap hingga merah muda, tergantung pada usia koloni bakteri
tersebut (Madigan et al. 2000). Bakteri ini termasuk Gram negatif yang dapat
tumbuh pada kondisi nutrisi sederhana dan mudah mengkolonisasi pada filosfer
tanaman (Carbonell et al. 2003). Bakteri ini memproduksi enzim kitinase, lipase,
kloroperoksidase, dan protein ekstraseluler. Antibiotik
yang
umumnya
digunakan untuk mengobati infeksi Serratia yaitu β-laktam, aminoglikosida, dan
fluoroquinol (Hejazi & Falkiner 1997).
Penggunaan bakteri epifit Serratia marcescens galur Kgh1, Pseudomonas
fluorescens galur E10, dan Pantoea agglomerans galur Abp2 mampu mengurangi
gejala penyakit hawar api atau fire blight yang disebabkan oleh Erwinia
amylovora pada tanaman pir di Iran sebesar 23-50,2%. Aplikasi S. marcescens
15
galur Kgh1 di lapangan sangat baik dalam menekan penyakit hawar api tersebut
(Gerami et al. 2011).
Serratia
marcescens
galur
90-166
sebagai
rhizobakteria
mampu
menginduksi resistensi sistemik (ISR) terhadap fungi patogen, bakteri, dan virus.
Hal ini disebabkan S. marcescens galur 90-166 dapat memproduksi asam salisilat
(SA) dengan menggunakan plasmid salicylateresponsif pUTK21. Bakteri ini
mampu menekan penyakit yang diakibatkan oleh fungi patogen Colletotrichum
orbiculare pada tanaman mentimun. Selain itu S. marcescens galur 90-166
menghasilkan salisilat hidroksilase yang dapat menekan penyakit yang disebabkan
oleh Pseudomonas syringae pv. tabaci pada tembakau tipe liar Xanthi-nc dan
tembakau transgenik NahG-10. Kenaikan kosentrasi besi secara in vitro ternyata
dapat mengurangi produksi SA, dan meningkatnya kosentrasi besi di dalam
tanaman mentimun yang diserap melalui akar ternyata mengurangi induksi ISR
terhadap C. orbiculare (Press et al. 1997).
16
17
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2010 sampai dengan Juni
2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan di
laboratorium serta rumah kaca Balai Besar Bioteknologi dan Sumber daya Genetik
Pertanian (BB Biogen), Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan ialah: padi IR64, tanaman tembakau, isolat bakteri
Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b, Serratia marcescens E31, B. firmus
E65, dan isolat patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dari koleksi bank
gen mikrob BB Biogen. Isolat bakteri P. fluorescens ATCC 13525 Pf, Bacillus sp.
I.5, dan Bacillus cereus I.21 dan II.14 dari koleksi IPB Culture Collection
(IPBCC) Departemen Biologi, FMIPA, IPB, (Lampiran 1). Media yang digunakan
ialah: King’S B agar, nutrient agar (NA), dan wakimoto agar (WA) (Lampiran 2).
Peremajaan Mikrob
Isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa C32a dan C32b dan P. fluorescens
Pf diperbanyak dengan memindahkan kultur pada medium agar-agar King’S B
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Isolat tersebut diremajakan dan
diperiksa kemurniannya dengan menggunakan metode kuadran. Biakan yang telah
murni ditumbuhkan pada medium agar-agar miring King’S B dan disimpan dalam
lemari pendingin pada suhu 200C. Hal yang sama juga dilakukan pada isolat
bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xoo yang diperbanyak pada medium WA
serta isolat bakteri Serratia marcescens E31, Bacillus sp. I.5, Bacillus cereus I.21
dan II.14, dan B. firmus E65 yang masing-masing diperbanyak dengan
memindahkan kultur pada medium NA.
18
Uji Reaksi Hipersensitif Isolat Uji serta Isolat Patogen Xanthomonas oryzae
pv. oryzae terhadap Tanaman Tembakau
Uji reaksi hipersensitif dilakukan pada daun tembakau (Nicotiana tobacum)
(Zou et al. 2006). Masing-masing isolat C32a, C32b, dan Pf diperbanyak pada
medium King’S B cair. Xoo diperbanyak pada medium WA cair, serta E31, I.5,
I.21, II.14, dan E65 diperbanyak pada medium NA cair diinkubasi selama 24
jam pada rotary shaker hingga populasinya mencapai 107cfu/ml. Masing-masing
inokulum diinjeksi sebanyak 1 ml menggunakan syringe steril berukuran 1 ml
tanpa jarum pada bagian belakang helaian daun tembakau yang sehat. Sebagai
kontrol ne