Pengaruh cara budidaya bawang daun terhadap serangan pengorok daun Liriomyza spp. dan parasitoidnya

PENGARUH CARA BUDIDAYA BAWANG DAUN
TERHADAP SERANGAN PENGOROK DAUN Liriomyza spp.
DAN PARASITOIDNYA

ARLINA MAHARATIH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Cara
Budidaya Bawang Daun terhadap Serangan Pengorok Daun Liriomyza spp. dan
Parasitoidnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Arlina Maharatih
NIM A34100099

ABSTRAK
ARLINA MAHARATIH. Pengaruh Cara Budidaya Bawang Daun terhadap
Serangan Pengorok Daun Liriomyza spp. dan Parasitoidnya. Dibimbing oleh
PUDJIANTO.
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid
merupakan salah satu pengendalian hama yang dinilai efektif. Pola tanam
tumpangsari dapat dilakukan untuk memanipulasi habitat yang sesuai bagi
parasitoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
pertanaman wortel yang menjadi tanaman tumpang sari bawang daun serta
perlakuan ekstrak daun wortel pada pertanaman monokultur bawang daun
terhadap tingkat serangan pengorok daun Liriomyza spp. dan parasitasi parasitoid

pada hama tersebut. Percobaan terdiri dari tiga perlakuan dan empat ulangan yang
disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan tersebut yaitu
1) bawang daun yang ditanam monokultur; 2) bawang daun yang disemprot
ekstrak daun wortel; dan 3) bawang daun yang ditanam tumpangsari dengan
wortel. Infestasi lalat pengorok daun, populasi lalat pengorok daun dan tingkat
parasitisasi diamati setiap minggu dengan cara melakukan pengamatan langsung
dan pemasangan perangkap kuning. Dua spesies lalat pengorok daun ditemukan
Liriomyza huidobrensis dan L. chinensis. Tumpangsari wortel dengan bawang
daun dan penerapan ekstrak daun wortel tidak berpengaruh nyata terhadap
infestasi lalat pengorok daun. Infestasi lalat pengorok daun pada dua perlakuan
tersebut lebih rendah dibandingkan pada perlakuan bawang daun yang ditanam
monokultur.
Kata kunci: bawang daun, Liriomyza spp., parasitoid, tumpangsari, wortel

ABSTRACT
ARLINA MAHARATIH. The Impact of Cultivation Technique of Green Onion
on The Infestation of Leafminer Liriomyza spp. and its Parasitoids. Supervised by
PUDJIANTO.
Biological control by natural enemies such as parasitoids is considered as an
effective pest control. Intercropping can be done to manipulate the habitat to make

suitable for parasitoids. The aim of this research was to study the effect of
intercropping of green onion with carrots and spraying of carrot leaf extract on the
infestation of leaf miner, Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae) on green onion
and parasitization rate of parasitoids on the pest. The experiment consisted of
three treatments and four replications arranged in randomized complete block
design (RCBD). The treatments were 1) green onion grown in monoculture
system, 2) green onion grown in monoculture system and sprayed with carrot leaf
extract, and 3) green onion grown in intercropping system with carrot. Infestation
of leaf miner, leaf miner population and parasitization were observed weekly by
direct observation and using sticky trap. Two spesies of leafminer, i.e. Liriomyza
huidobrensis and L. chinensis were found infesting green onion. Intercropping
carrot with green onion and application of carrot leaf extract not affect the
infestation of leafminer on green onion.
Keywords: carrots, green onion, intercropping, Liriomyza spp., parasitoids

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENGARUH CARA BUDIDAYA BAWANG DAUN
TERHADAP SERANGAN PENGOROK DAUN Liriomyza spp.
DAN PARASITOIDNYA

ARLINA MAHARATIH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Cara Budidaya Bawang Daun
terhadap Serangan Pengorok Daun Liriomyza spp. dan Parasitoidnya”. Skripsi ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Proteksi Tanaman.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibunda Rohma, kakakkakakku dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan serta motivasi
kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.
Pudjianto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan banyak
saran, pengetahuan, dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian hingga
selesainya penulisan tugas akhir ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan
kepada Bapak Ujang dan keluarga, Putri dan Frans yang telah membantu selama
penelitian di Cipanas, kepada Bu Adha, Mba Nita, dan rekan-rekan di
laboratorium Pengendalian Hayati, Asep Burhandin, Disa, Tari, KC dan temanteman proteksi tanaman angkatan 47 yang telah membantu dan memberikan
semangat selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini.
Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan memperoleh balasan

yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih
belum sempurna, namun penulis berharap karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

Arlina Maharatih

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Penyiapan Lahan

Penyiapan Ekstrak Daun Wortel
Pengamatan Populasi Imago Liriomyza spp.
Pengamatan Tingkat Serangan dan Tingkat Kerusakan
Pengamatan Kelimpahan Liriomyza spp. dengan Parasitoidnya
Pengamatan Populasi Imago Liriomyza spp.
Identifikasi Spesies Liriomyza spp. dan Parasitoidnya
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Serangan Liriomyza spp.
Tingkat Kerusakan Tanaman
Kelimpahan Imago Liriomyza spp.
Kelimpahan Parasitoid Liriomyza spp. pada Pertanaman Bawang
Daun
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
1

2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
6
6
7
7
10
13
16
17
19


DAFTAR TABEL
1
2

3

4

Penentuan tingkat kerusakan tanaman bawang daun oleh lalat
pengorok daun
Tingkat serangan Liriomyza spp. pada petak bawang daun
monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari
dengan wortel
Bobot bawang daun yang diperoleh pada petak bawang daun
monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari
dengan wortel
Rata-rata jumlah Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh pada
petak bawang daun monokultur, disemprot dengan ekstrak daun
wortel, dan tumpangsari dengan wortel


5

7

9

12

DAFTAR GAMBAR

1

Lahan percobaan yang terdiri dari pertanaman bawang daun yang
ditanam secara monokultur (A), penyemprotan dengan ekstrak daun
wortel (B), dan tumpangsari dengan wortel (C)
2 Gejala kerusakan yang disebabkan Liriomyza spp.
3 Tingkat kerusakan akibat serangan Liriomyza spp. pada petak
bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel
(P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)
4 Populasi Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh pada petak

bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel
(P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)
5 Rataan banyaknya Liriomyza spp. yang tertangkap perangkap kuning
6 Spesies Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh (a) L.
huidobrensis dan (b) L. chinensis
7 Populasi L. huidobrensis (A) dan L. chinensis (B) yang muncul dari
daun contoh pada petak bawang daun monokultur (P1), disemprot
dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)
8 Tingkat parasitisasi parasitoid Liriomyza spp. pada petak bawang daun
monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan
tumpangsari dengan wortel (P3)
9 Parasitoid yang ditemukan pada daun contoh (a) H. varicornis, (b)
Neochrysocharis sp. dan (c) O. chromatomyiae
10 Rata-rata jumlah parasitoid H. varicornis (a), O. chromatomyiae (b)
dan Neochrysocharis sp. (c) yang muncul dari daun contoh pada petak
bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel
(P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)

4
8

9

10
11
11

13

14
14

15

DAFTAR LAMPIRAN

1

2

3
4
5

6

7

8

Tabel analisis ragam terhadap data tingkat serangan Liriomyza spp.
pada petak bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak
daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)
Tabel analisis ragam terhadap data tingkat kerusakan bawang daun
pada petak bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak
daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)
Tabel analisis ragam terhadap data bobot segar tanaman bawang daun
Tabel analisis ragam terhadap data jumlah anakan bawang daun
Tabel analisis ragam terhadap data populasi Liriomyza spp. yang
tertangkap perangkap kuning pada petak bawang daun monokultur
(P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari
dengan wortel (P3)
Tabel analisis ragam terhadap data populasi Liriomyza spp. yang
Muncul dari Daun Contoh pada petak bawang daun monokultur (P1),
disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan
wortel (P3)
Tabel analisis ragam terhadap data populasi parasitoid yang muncul
dari daun contoh pada petak bawang daun monokultur (P1),
disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan
wortel (P3)
Tabel analisis ragam terhadap data tingkat parasitisasi pada petak
bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel
(P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)

22

24
26
26

27

29

31

33

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bawang daun merupakan tanaman sayuran yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi yang banyak ditanam oleh petani di dataran tinggi (Rustam et al. 2008).
Produksi bawang daun dari tahun 2001-2006 mengalami peningkatan setiap
tahunnya (BPS 2013). Peningkatan produksi bawang daun di Indonesia terjadi
karena luas areal panen bawang daun setiap tahun terus meningkat akibat
permintaan konsumen terhadap komoditas ini yang cenderung semakin baik.
Usaha peningkatan produksi bawang daun ini tidak lepas dari kendala-kendala
yang dihadapi, seperti adanya serangan hama yang akan berdampak pada
penurunan produksi bawang daun dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Hama yang dapat menurunkan produksi bawang daun adalah lalat pengorok
daun, Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae). Terdapat dua spesies Liriomyza
spp. yang menyerang pertanaman bawang daun di Indonesia yaitu L. huidobrensis
dan L. chinensis (Rustam et al. 2008). Di Indonesia L. huidobrensis pertama kali
ditemukan di Cisarua, Kabupaten Bogor pada tahun 1994 (Rauf 1995). L.
huidobrensis memiliki inang yang banyak, dan dapat ditemukan pada hampir
semua ekosistem pertanian sayuran. Hal ini semakin mempermudah penyebaran
hama tersebut. Lalat pengorok daun sudah menyebar luas ke berbagai sentra
produksi sayuran di seluruh Jawa, Sumatera, dan Sulawesi (Rauf et al. 2000).
Kerusakan yang disebabkan oleh kedua spesies pengorok daun ini adalah
rusaknya sel-sel jaringan daun tanaman dengan gejala berupa bintik-bintik putih
yang diakibatkan oleh tusukan ovipositor serangga betina serta liang korokan
larva yang berkelok-kelok. Akibatnya, luas bagian daun yang digunakan untuk
tanaman berfotosintesis berkurang sehingga dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas hasil produksi dari tanaman tersebut (Supartha 1998). Serangan lalat
pengorok daun pada pertanaman sayuran dapat menurunkan hasil 30-70%
sedangkan pada bawang daun dapat mencapai 90% (Rustam et al. 2008).
Dalam mengendalikan hama pengorok daun ini, para petani umumnya
masih menggunakan insektisida konvensional. Penggunaan insektisida tersebut
belum dapat mengatasi serangan dari hama ini karena larvanya berada di dalam
jaringan daun, sehingga sulit dijangkau oleh insektisida. Menurut Rauf (1999),
hama ini sudah resisten terhadap beberapa jenis insektisida. Selain itu,
pengendalian kimiawi yang diterapkan oleh petani bukanlah strategi pengendalian
yang bersifat berkelanjutan sehingga diperlukan pengendalian yang lebih efektif,
ekonomis, dan ramah lingkungan.
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid
merupakan salah satu pengendalian hama yang ramah terhadap lingkungan.
Terdapat beberapa parasitoid yang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan
populasi hama pengorok daun. Sejumlah spesies parasitoid yang berasosiasi
dengan lalat pengorok daun tergolong dalam famili Eulophidae, Eucoilidiae dan
Braconidae (Rustam et al. 2008). Spesies parasitoid yang mendominasi di
lapangan, adalah Hemiptarsenus varicornis (Hymenoptera: Eulophidae) dan
Opius chromatomyiae (Hymenoptera: Braconidae). Kedua spesies tersebut

2
merupakan parasitoid yang dominan pada dataran tinggi (Hidrayani 2003;
Purnomo 2003).
Pemanfaatan parasitoid sebagai musuh alami dapat dilakukan dengan cara
memanipulasi habitat agar sesuai untuk perkembangan populasi parasitoid
tersebut. Tanaman mempunyai peran yang dominan dalam mendukung suatu
habitat yang khas. Suatu parasitoid kadang-kadang tertarik pada tanaman tertentu
meskipun tidak terdapat inang. Parasitoid terkadang juga memarasit inang yang
terdapat pada jenis tanaman tertentu dan tidak pada jenis tanaman yang lain
(Vinson 1981).
Sistem tanam tumpangsari merupakan salah satu tindakan penambahan
keanekaragaman tanaman pada suatu agroeksistem. Keanekaeragaman tanaman
yang tinggi akan mempunyai peluang adanya interaksi antar spesies yang tinggi.
Tingginya interaksi antar spesies menciptakan agroekosistem yang stabil yang
akan berakibat pada stabilitas produktivitas lahan dan rendahnya fluktuasi
populasi spesies yang tidak diinginkan (Nurindah 2012).
Pola tanam secara tumpangsari dapat memberikan pengaruh terhadap
perkembangan populasi parasitoid. Menurut Nurariaty (2007), tingkat parasitisasi
parasitoid H. varicornis terhadap pupa L. huidobrensis lebih tinggi pada
pertanaman kentang yang ditanam tumpangsari dengan tanaman buncis
dibandingkan dengan pertanaman kentang yang ditanam monokultur. Terdapat
beberapa tanaman yang dapat digunakan dalam pola tumpangsari ini, dan salah
satunya adalah wortel. Berdasarkan hasil pengamatan Maesyaroh (2012),
diketahui bahwa populasi hama pada pertanaman wortel tidak mencapai ambang
ekonomi (AE) yang dapat menyebabkan kerusakan pada pertanaman wortel. Hal
ini dikarenakan populasi musuh alami dapat menekan populasi hama pada areal
pertanaman tersebut.
Pemanfaatan tanaman wortel sebagai pemicu perkembangan parasitoid
masih belum mendapat perhatian, sehingga diperlukan kajian khusus tentang
pengaruh tanaman wortel terhadap tingkat parasitisasi parasitoid terhadap hama
yang ada pada bawang daun.

Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh dari pertanaman wortel yang menjadi tanaman
tumpang sari bawang daun serta perlakuan ekstrak daun wortel pada pertanaman
monokultur bawang daun terhadap tingkat serangan pengorok daun Liriomyza
spp. dan parasitasi parasitoid hama tersebut. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui spesies lalat pengorok daun yang menyerang tanaman
bawang daun dan parasitoid yang berasosiasi dengan lalat pengorok daun tersebut.

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang pengaruh wortel terhadap tingkat parasitisasi
parasitoid dan menjadi salah satu alternatif pengendalian hayati dalam
mengendalikan hama Liriomyza spp.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan lapangan untuk pengamatan gejala dan pengambilan daun
tanaman yang terserang lalat pengorok daun dilaksanakan di Desa Padajaya,
Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur pada ketinggian tempat 1 350 m di atas
permukaan laut (dpl). Pemeliharaan dan identifikasi lalat pengorok daun dan
parasitoidnya dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
berlangsung dari Mei sampai Juli 2014.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun
wortel, sticky trap, kantong plastik, label, wadah plastik (diameter 20 cm, tinggi
10 cm) untuk pemeliharaan Liriomyza, botol kecil, Alkohol 70%, kuas dan
mikroskop stereo.

Metode Penelitian
Penyiapan Lahan
Percobaan dilakukan dengan menanam bawang daun pada lahan seluas
1 200 m2. Percobaan diatur dalam rancangan acak kelompok yang terdiri dari tiga
perlakuan dan empat ulangan. Penyiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah,
kemudian dibuat plot-plot yang berukuran 50 m2 sebanyak 12 plot. Plot tersebut
terdiri dari tiga perlakuan yaitu, 1) plot bawang daun yang ditanam monokultur; 2)
plot bawang daun yang ditanam monokultur dan disemprot ekstrak daun wortel;
dan 3) plot bawang daun yang ditanam tumpangsari dengan wortel (Gambar 1).
Ketiga plot tersebut terdiri dari empat ulangan dan dibatasi oleh tanaman
pembatas, yaitu tanaman pakcoy. Jarak antara plot dengan tanaman pembatas
adalah 30 cm. Setiap plot tersebut dibuat bedengan berukuran 1 m x 5 m, tinggi
20 cm dan jarak antar bedengan adalah 30 cm. Jarak tanam bawang daun untuk
perlakuan monokultur adalah 15 cm x 15 cm sedangkan perlakuan tumpangsari
adalah 20 cm x 20 cm.
Pupuk kandang dengan dosis 12 ton/ha diberikan 3 hari sebelum tanam
yaitu setelah melakukan pengolahan tanah. Bawang daun yang ditanam adalah
varietas RP. Bibit bawang daun ditanam secara tegak lurus sebanyak 3 anakan
dalam satu lubang. Bibit yang digunakan berumur 2 bulan. Wortel yang
digunakan pada perlakuan tumpangsari adalah varietas lokal Cipanas. Benih
wortel ditanam dengan cara disebar sehari setelah penanaman bawang daun pada
setiap bedengan. Penyulaman dilakukan 7 hari terhadap tanaman bawang daun
yang tidak tumbuh, yaitu mengganti tanaman yang mati dengan bibit yang
sebelumnya telah ditanam bersamaan. Penyiangan gulma dilakukan setiap 2
minggu.

4

A

B

C
Gambar 1 Lahan percobaan yang terdiri dari pertanaman bawang daun yang
ditanam secara monokultur (A), penyemprotan ekstrak daun wortel
(B), dan tumpangsari dengan wortel (C)
Penyiapan Ekstrak Daun Wortel
Sebanyak 0.5 kg daun wortel dihaluskan dengan menggunakan blender
kemudian dicampur dengan 17 liter air. Sebelum disemprotkan ekstrak daun
wortel terlebih dahulu disaring, kemudian dimasukkan ke dalam tangki sprayer
manual. Plot yang diberi perlakuan ekstrak daun wortel mulai disemprot pada saat
tanaman berumur 3 mst. Penyemprotan ini dilakukan pada saat pagi hari setiap 2
minggu.
Pengamatan Tingkat Serangan dan Tingkat Kerusakan
Pengamatan ini dilakukan pada tanaman bawang daun yang mengalami
kerusakan akibat serangan Liriomyza spp. Tanaman contoh yang diamati
sebanyak 30 tanaman untuk setiap plot dengan pola pengambilan tanaman contoh
secara diagonal. Pengamatan ini dilakukan setiap minggu, sejak tanaman berumur
2 mst hingga 12 mst.
Tingkat serangan pengorok daun dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Tingkat serangan

x 100 %

Keterangan :
n = jumlah tanaman yang terserang,
N = jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati.

5
Tingkat kerusakan bawang daun akibat serangan pengorok daun dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat kerusakan =

X 100%
N. Z

Keterangan :
= jumlah tanaman terserang pada kategori ke-i,
= nilai numerik pada kategori ke-i,
N = jumlah tanaman contoh yang diamati,
Z = nilai numerik pada kategori serangan tertinggi.
Penentuan tingkat kerusakan dilakukan dengan menilai kerusakan tanaman
berdasarkan kriteria yang ditunjukkan pada Tabel 1 (Lologau 2010).
Tabel 1 Penentuan tingkat kerusakan tanaman bawang daun oleh lalat pengorok
daun
Kategori (i) Nilai Numerik ( )
Tingkat kerusakan tanaman (%)
1
0
Tidak ada gejala serangan
2
1
> 0 – 20
3
2
> 20 – 40
4
3
> 40 – 60
5
4
> 60 – 80
6
5
> 80 – 100
Pengamatan Kelimpahan Liriomyza spp. dan Parasitoidnya
Kelimpahan Liriomyza spp. dan parasitoidnya dilakukan dengan cara
mengambil contoh bawang daun yang terserang Liriomyza spp. Untuk tiap plot
diambil secara acak sebanyak 5 helai daun terserang. Pengambilan daun contoh
ini dilakukan setiap minggu. Di laboratorium daun-daun tadi lalu dimasukkan ke
dalam wadah plastik (diameter 20 cm dan tinggi 10 cm) yang dialasi 5 lembar
kertas tisu. Setiap hari banyaknya lalat Liriomyza spp. dan imago parasitoid yang
muncul dihitung dan dicatat. Imago Liriomyza spp. dan imago parasitoid
kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70% untuk
diidentifikasi.
Tingkat parasitisasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat parasitisasi

x 100 %.

Pengamatan Populasi Imago Liriomyza spp.
Kelimpahan populasi imago Liriomyza spp. diamati dengan menggunakan
perangkap kuning berukuran 10 cm x 18 cm dengan kedua sisinya dilapisi lem
lalat. Perangkap dipasang di sekitar tanaman bawang daun dengan jarak 80 cm
dari permukaan tanah. Perangkap dipasang selama 1 x 24 jam. Pemasangan
perangkap dilakukan seminggu sekali sejak tanaman berumur 2 mst hingga 12

6
mst. Banyaknya perangkap yang dipasang pada tiap plot adalah 5 buah dengan
pola pemasangan perangkap secara diagonal.
Identifikasi Spesies Pengorok Daun dan Parasitoid
Identifikasi pengorok daun dilakukan berdasarkan ciri morfologi imago
dengan menggunakan kunci determinasi Spencer (1973). Identifikasi parasitoid
dilakukan dengan menggunakan Program Lucid Key: Liriomyza Parasitoid of
South East Asia (Fisher et al. 2006 ).

Analisis Data
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga
perlakuan, yaitu 1) bawang daun yang ditanam monokultur; 2) bawang daun yang
disemprot ekstrak daun wortel; dan 3) bawang daun yang ditanam tumpangsari
dengan wortel. Percobaan ini dilakukan dengan empat ulangan. Peubah yang
diamati mencakup tingkat serangan dan kerusakan tanaman, jumlah Liriomyza
spp. dan parasitoid yang muncul, tingkat parasitisasi parasitoid, dan populasi
imago lalat Liriomyza spp. yang terperangkap.
Analisis ragam dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan dan waktu
selama kurun waktu pengamatan terhadap kerusakan tanaman, serangan hama,
rataan kelimpahan lalat yang muncul dari daun contoh dan yang terperangkap,
banyaknya parasitoid yang muncul, dan tingkat parasitisasi. Bila terdapat
perbedaan yang nyata dari analisis ragam dilakukan uji lanjut dengan Uji Tukey
dengan taraf 5 % dengan bantuan program MINITAB 1.7.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Serangan Liriomyza spp.
Tanaman bawang daun yang digunakan pada penelitian ini adalah varitetas
RP. Varietas tersebut menghasilkan 2.08 anakan per tanaman. Rustam et al.
(2009) melaporkan, pada varietas RP tanaman bawang daun yang ditanam satu
batang per rumpun menghasilkan 2.44 anakan per rumpun. Jumlah korokan dalam
satu daun berkisar 1-52 korokan. Setiap satu larva menghasilkan satu korokan
larva. Perkembangan jumlah korokan berkaitan dengan jumlah larva. Semakin
banyak jumlah larva yang menginfestasi daun, maka semakin banyak jumlah
korokan yang terbentuk. Bagian daun yang diserang oleh lalat pengorok daun
tersebut mulai daun muda sampai daun tua, namun tingkat serangan yang paling
tinggi terjadi pada daun yang sudah tua. Hal ini disebabkan telur atau larva pada
daun muda (daun yang masih berkembang) akan dikeluarkan oleh daun. Telur
atau larva yang dikeluarkan akan mengalami kematian karena adanya paparan
kondisi cuaca dan pemangsaan oleh predator (Cisneros dan Mujjica 1999).
Tingkat serangan Liriomyza spp. dihitung berdasarkan perbandingan antara
tanaman yang terserang dengan total tanaman contoh yang diamati pada setiap
plot perlakuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa infestasi lalat pengorok
daun cukup tinggi, berkisar 63% - 95% (Tabel 2). Tingkat serangan lalat pengorok
daun pada bawang daun dapat mencapai 90% (Rustam et al. 2008). Hasil analisis
ragam menyatakan tingkat serangan tidak dipengaruhi oleh perlakuan maupun
terhadap umur tanaman (Lampiran 1).
Tabel 2 Tingkat serangan Liriomyza spp. pada petak bawang daun monokultur,
disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari dengan wortel
Tingkat Serangan Liriomyza spp. (%) pada Setiap Pengamatan
(mst) 2)
Perlakuan1)
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
P1
P2
P3

63
67
77

83
90
82

87
88
93

85
85
95

79
78
88

74
81
89

77
85
86

82
85
80

76
80
77

78
84
70

1) P1= bawang daun yang ditanam secara monokultur, P2= bawang daun yang disemprot dengan ekstrak
daun wortel, P3= bawang daun yang ditumpangsari dengan wortel
2) Angka selajur tidak berbeda nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%

Tingkat Kerusakan Tanaman
Serangan lalat pengorok daun pada tanaman menyebabkan gejala bintikbintik putih dan korokan pada daun. Gejala bintik-bintik putih merupakan bekas
tusukan ovipositor imago betina lalat pengorok daun untuk mendapatkan cairan
tanaman sebagai makanan (hostfeeding) dan untuk peletakan telur, sedangkan
gejala korokan merupakan aktivitas makan larva di dalam jaringan daun (Gambar
2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kerusakan tertinggi terjadi pada
P3 ketika tanaman berumur 6 mst sebesar 23% (Gambar 3) yang artinya tanaman

8
bawang mengalami tingkat kerusakan sedang. Kerusakan terjadi hanya terbatas
pada daun bagian bawah dan tengah tanaman. Meskipun tingkat kerusakan
tergolong sedang tetapi tingkat kerusakan tersebut dapat menurunkan nilai jual
dari tanaman bawang daun karena daun merupakan bagian utama yang dipanen.
Petani akan memilah tanaman yang terserang dan dipisahkan dari tanaman yang
tidak terserang lalat pengorok daun. Pasar tradisional masih memberikan toleransi
terhadap gejala korokan pada daun, namun untuk pasar supermarket kerusakan
pada tanaman harus nol sehingga pemilahan pada bawang daun akan mengurangi
kuantitas produksi tanaman (Rustam et al. 2009).

Gambar 2 Gejala kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza spp.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan antara tanaman bawang
daun yang ditanam monokultur (P1), perlakuan yang disemprot ekstrak daun
wortel (P2), dan bawang daun yang ditanam secara tumpangsari dengan wortel
(P3) tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang disebabkan oleh
Liriomyza spp. (Lampiran 2). Kerusakan tanaman yang paling tinggi terjadi pada
perlakuan tumpangsari dengan wortel (P3) dibandingkan dengan perlakuan lain.
Serangan lalat pengorok daun pada P3 tinggi pada awal-awal pengamatan yaitu,
ketika tanaman bawang daun berumur 5 dan 6 mst (Gambar 3), karena tanaman
wortel masih kecil sehingga pengaruhnya sebagai tanaman tumpangsari belum
terlihat. Ketika tanaman berumur 7-12 mst tanaman wortel sudah mulai rimbun
sehingga mungkin dapat menarik kedatangan parasitoid untuk menekan serangan
Liriomyza spp. dan mengakibatkan tingkat kerusakan bawang daun oleh pengorok
daun menurun. Selain itu, menurunnya tingkat kerusakan pada plot P3 disebabkan
pertumbuhan tanaman pada bawang daun. Bawang daun akan menggugurkan
daun yang sudah tua, sehingga gejala korokan yang terdapat pada bawang daun
berkurang akibat pengguguran daun tersebut. Liriomyza spp. sangat menyukai
bagian daun yang sudah tua dibandingkan bagian daun yang masih muda.
Tanaman wortel yang digunakan sebagai tanaman tumpangsari, sebaiknya
ditanam lebih awal dibandingkan tanaman utama agar terlihat pengaruh dari
tanaman tumpangsari tersebut. Suatu agroeksistem dengan keragaman tanaman
yang tinggi akan mempunyai peluang adanya interaksi antar spesies yang tinggi
sehingga menciptakan agroekosistem yang stabil dan akan berakibat pada

9

Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

stabilitas produktivitas lahan dan rendahnya fluktuasi populasi spesies-spesies
yang tidak diinginkan (Nurindah 2012).
Pada plot-plot yang disemprot dengan ekstrak daun wortel, tingkat serangan
lalat pengorok daun cenderung stabil per minggunya sedangkan, pada tanaman
bawang daun yang ditanam secara monokultur serangan Liriomyza spp. lebih
fluktuatif (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa penanaman secara monokultur
dapat membuat populasi hama semakin melonjak tinggi dalam periode pendek.
Hal tersebut dikarenakan makanan tersedia secara berkesinambungan, sedangkan
pada lahan tumpangsari rata-rata populasi hama jauh lebih rendah dibandingkan
pada lahan organik monokultur (Wahyuni 2006).
24,0
22,0
20,0
18,0

P1

16,0

P2

14,0

P3

12,0
10,0
5

6

7

8

9

10

11

12

Umur Tanaman (mst)
Gambar 3 Tingkat kerusakan akibat serangan Liriomyza spp. pada petak bawang
daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2),
dan tumpangsari dengan wortel (P3)
Berdasarkan hasil perolehan bobot bawang daun pada tiga perlakuan
menunjukkan bahwa bobot bawang daun tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P2
dibandingkan perlakuan yang lain. Tingginya bobot tanaman pada P2
berhubungan dengan jumlah anakan bawang daun yang lebih banyak dihasilkan
dibandingkan pada perlakuan yang lain (Tabel 3), sedangkan bobot tanaman
terendah dihasilkan pada perlakuan P3. Namun demikian, jumlah anakan dan
bobot tanaman bawang daun pada ketiga perlakuan secara statistik tidak berbeda
nyata (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Rendahnya bobot tanaman pada P3
dikarenakan adanya pengaruh tanaman tumpangsari yaitu tanaman wortel. Umbi
pada wortel tersebut menghambat pertumbuhan bawang daun karena perakaran
bawang daun terhimpit oleh umbi dari wortel tersebut sehingga unsur hara yang
diperoleh bawang daun pun berkurang. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat
bahwa pada perlakuan P3 anakan bawang daun terlihat lebih kecil dan jumlahnya
lebih sedikit, hal tersebut dikarenakan adanya persaingan untuk memperoleh
nutrisi antara bawang daun dan wortel.

10
Tabel 3

Bobot bawang daun yang diperoleh pada petak bawang daun
monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari
dengan wortel
Jumlah anakan per
rumpun2
Perlakuan1
Bobot tanaman ± sd2,3 (kg/15 rumpun)
7,95
P1
1.425 ± 0.58
9,10
P2
1.983 ± 0.49
7,69
P3
1.183 ± 0.36

1) P1= bawang daun yang ditanam secara monokultur, P2= bawang daun yang disemprot dengan ekstrak
daun wortel, P3= bawang daun yang ditumpangsari dengan wortel
2) Angka selajur tidak berbeda nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%
3) Sd= simpangan baku

Kelimpahan Imago Liriomyza spp.
Analisis ragam menunjukkan bahwa banyaknya lalat pengorok daun yang
tertangkap perangkap kuning dan jumlah lalat pengorok daun yang muncul dari
tanaman contoh pada ketiga perlakuan (P1, P2, dan P3) tidak berbeda nyata
(Lampiran 5 dan Lampiran 6). Imago Liriomyza spp. yang muncul dari daun
contoh dan imago yang terperangkap perangkap kuning sudah ditemukan saat
tanaman berumur 2 mst, artinya imago sudah ada di lapangan pada awal
pertanaman. Populasi imago Liriomyza spp. yang terperangkap perangkap kuning
pada minggu ke 2-4, sebanyak tujuh kali lebih tinggi dibandingkan pada saat
tanaman berumur 5-10 mst (Gambar 4). Banyaknya jumlah imago lalat pengorok
daun yang tertangkap perangkap kuning pada awal tanam, disebabkan lalat yang
terperangkap tersebut dapat berasal dari pertanaman sekitarnya yang sebagian
besar ditanami bawang daun. Tanaman sekitar sangat mempengaruhi perpindahan
lalat pengorok daun tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Rustam et al. (2009)
melaporkan hal yang sama yaitu lalat yang terperangkap oleh perangkap kuning
dapat berasal dari petak sekelilingnya, bukan dari petak perlakuan saja. Hal ini
menunjukkan bahwa lalat pengorok daun langsung menyerang pertanaman
bawang daun setelah bibit bawang daun ditanam pada lahan percobaan karena
keberadaan lalat pengorok daun yang berlimpah di pertanaman sekitar.
Puncak kedatangan imago di petak percobaan pada minggu 2, 3, dan 4
(Gambar 4) mengakibatkan puncak jumlah lalat pengorok daun yang muncul dari
daun contoh pada tiga minggu selanjutnya yaitu pada saat tanaman berumur 5, 6,
dan 7 mst (Gambar 5). Perbedaan waktu tiga minggu ini merupakan akibat siklus
hidup dari lalat tersebut selama kurang lebih tiga minggu yaitu 23,86 hari
(Setiawati 1998).

11

Populasi Liriomyza
(Individu/Perangkap)

60,0
50,0
40,0

p1
p2
p3

30,0
20,0
10,0
0,0
2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Umur Tanaman (mst)
Gambar 4 Rataan banyaknya Liriomyza spp. yang tertangkap perangkap kuning

Populasi Liriomyza
(individu/5 daun)

40
35
30
25

p1

20
15

p2

10

p3

5
0
2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Waktu (mst)
Gambar 5 Populasi Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh pada petak
bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel
(P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)
Puncak populasi imago Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh
terjadi saat tanaman berumur 5 mst pada perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada P3
puncak populasi Liriomyza spp. terjadi pada 5 mst dan 6 mst (Gambar 5). Puncak
populasi pada minggu ke-5 menyebabkan tingginya tingkat kerusakan tanaman
bawang daun pada minggu tersebut dibandingkan minggu-minggu lainnya
(Gambar 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa kerusakan pada tanaman
dipengaruhi oleh kelimpahan hama pada tanaman tersebut. Populasi imago
terendah pada setiap perlakuan terjadi pada saat tanaman berumur 8 mst (Gambar
5) dan pada minggu tersebut tingkat parasitisasi mencapai puncaknya dengan
nilai P1 sebesar 46%, P2 sebesar 75%, dan P3 sebesar 68%. (Gambar 8).
Tingginya tingkat parasitisasi tersebut berkaitan dengan menurunya jumlah imago
Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh.

12
Identifikasi yang dilakukan pada imago pengorok daun yang muncul dari
daun contoh, menemukan dua spesies yang menyerang pertanaman bawang daun.
Kedua spesies tersebut adalah L. huidobrensis dan L. chinensis (Gambar 6). Satu
helai daun bawang daun dapat diinfestasi oleh kedua spesies tersebut secara
bersamaan. L. chinensis bersifat monofag yaitu hanya menyerang satu jenis
inangnya yaitu bawang sedangkan L. huidobrensis merupakan hama yang bersifat
polifag yang lebih banyak ditemukan pada dataran tinggi dengan ketinggian lebih
dari 800 m dpl (Budiarti 2014).

a

b

Gambar 6. Spesies Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh (a) L.
huidobrensis dan (b) L. chinensis
Jumlah imago L. huidobrensis yang muncul pada P1 sebanyak 147.3
individu, P2 sebanyak 128.0 individu, dan P3 sebanyak 145.0 individu, jumlah
spesies tersebut lebih banyak lima kali lipat dibandingkan dengan spesies L.
chinensis yang muncul pada setiap perlakuan, yaitu P1 sebanyak 33.5 individu, P2
sebanyak 32.8 individu, dan P3 sebanyak 45.0 individu (Tabel 4). Rustam et al.
(2008) melaporkan, spesies L. huidobrensis mendominasi semua daerah,
sedangkan L. sativae dan L. chinensis lebih banyak ditemukan pada daerah
dengan ketinggian yang lebih rendah. Semakin tinggi ketinggian tempat dari
permukaan laut, proporsi populasi L. huidobrensis semakin meningkat.
Tabel 4 Rata-rata jumlah Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh pada
petak bawang daun monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel,
dan tumpangsari dengan wortel
Spesies Liriomyza spp. yang muncul
L. chinensis
L. huidobrensis
Total

P1
33.5
147.3
180.8

Perlakuan1,2
P2
32.8
128.0
160.8

P3
45.0
145.0
160.0

1) P1= bawang daun yang ditanam secara monokultur, P2= bawang daun yang disemprot dengan ekstrak
daun wortel, P3= bawang daun yang ditumpangsari dengan wortel
2) Angka selajur tidak berbeda nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%

Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa pada setiap perlakuan jumlah
spesies L. huidobrensis lebih banyak ditemukan saat awal tanam, yaitu saat
tanaman bawang daun berumur 2-7 mst dan menurun pada minggu-minggu
berikutnya, sedangkan jumlah spesies L. chinensis lebih banyak ditemukan pada
minggu-minggu terakhir, yaitu pada saat tanaman berumur 8-12 mst (Gambar 7).

13

Imdividu/5 daun

Menurunnya jumlah L. huidobrensis pada minggu terakhir disebabkan
adanya pengaruh dari aktivitas parasitoid yang memarasit L. huidobrensis.
Parasitoid yang dominan memarasit L. huidobrensis adalah H. varicornis
(Supartha 1998). Populasi L. huidobrensis yang berlimpah menyebabkan
ketertarikan parasitoid H. varicornis. Tingginya populasi L. huidobrensis pada
minggu ke-2 sampai ke-7 (Gambar 7a) mempengaruhi kelimpahan H. varicornis
pada minggu yang sama (Gambar 10a). Susilawati (2002) mengatakan bahwa
meningkatnya kelimpahan parasitoid di pertanaman dipengaruhi oleh kelimpahan
larva pada daun tanaman inang. Tingginya populasi L. huidobrensis pada minggu
awal tersebut menyebabkan populasi L. chinensis rendah (Gambar 7b). Hal ini
disebabkan L. chinensis merupakan lalat pengorok daun yang lebih banyak
ditemukan pada dataran rendah. L. chinensis telah dapat beradaptasi dengan
tanaman bawang daun pada dataran tinggi namun proporsinya masih rendah.
Ketika populasi L. huidobrensis mendominasi ekosistem pertanaman bawang
daun, maka L. chinensis pun akan tertekan perkembangan populasinya.
Puncak populasi H. varicornis terjadi pada saat tanaman berumur 7 mst
(Gambar 10a). Puncak parasitoid tersebut menyebabkan penurunan drastis L.
huidobrensis pada minggu ke-8 yang berdampak pada minggu-minggu
selanjutnya (Gambar 7a). Menurunnya populasi L. huidobrensis pada mingguminggu terakhir diikuti juga dengan menurunnya populasi H. varicornis, namun
ketika populasi L. huidobrensis menurun di minggu-minggu terakhir, justru
populasi L. chinensis meningkat. Meningkatnya populasi L. chinensis disebabkan
parasitoid H. varicornis kurang tertarik terhadap L. chinensis. Parasitoid yang
umumnya memarasit L. chinensis di dataran rendah adalah N. okazakii (Nonci dan
Muis 2011). Berdasarkan hasil pengamatan, parasitoid Neochrysocharis sp. pada
penelitian ini ditemukan dengan populasi yang rendah, sehingga belum dapat
menekan populasi L. chinensis.
40
30

A

20

p1

10

p2

0

p3

Individu/5 daun

2

40
30

3

4

5

6

7

8

9

10

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

B

20
10
0
2

11

12

Umur Tanaman (mst)
Gambar 7 Populasi L. huidobrensis (A) dan L. chinensis (B) yang muncul dari
daun contoh pada petak bawang daun monokultur, disemprot dengan
ekstrak daun wortel, dan tumpangsari dengan wortel

14
Kelimpahan Parasitoid Liriomyza spp. pada Pertanaman Bawang Daun
Perbedaan perlakuan antara P1, P2, dan P3 tidak memiliki pengaruh
terhadap jumlah populasi parasitoid (Lampiran 7) dan tingkat parasitisasi
(Lampiran 8). Tingkat parasitisasi parasitoid pada perlakuan P1 selalu lebih
rendah dibandingkan P2 dan P3 pada setiap minggunya (Gambar 8). Tingginya
tingkat parasitisasi dan jumlah parasitoid pada P3 menunjukkan bahwa parasitoid
lebih menyukai tanaman yang ditanam secara tumpangsari yang menciptakan
lingkungan sesuai bagi perkembangan parasitoid tersebut. Tingkat parasitisasi
pada perlakuan P2 yang lebih tinggi dari P1, menunjukkan adanya ketertarikan
parasitoid pada petak yang disemprot ekstrak daun wortel. Optimalisasi peran
parasitoid dapat dilakukan dengan meningkatkan populasinya melalui
penambahan keanekaragaman vegetasi atau penyemprotan atraktan (Nurindah
2012). Puncak parasitisasi untuk semua perlakuan terjadi pada saat tanaman
berumur 8 mst dengan nilai P1 sebesar 46%, P2 sebesar 75%, dan P3 sebesar 68%
(Gambar 8). Tingkat parasitisasi yang tinggi pada minggu ke-8 menyebabkan
penurunan tingkat parasitisasi mulai dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12.
Tingkat parasitisasi terendah terjadi ketika tanaman berumur 5 mst pada setiap
perlakuan (Gambar 8) karena pada minggu tersebut terjadi puncak populasi imago
Liriomya spp. yang muncul dari daun contoh (Gambar 4).
Tingkat Parasitisasi (%)

80
70
60
50

p1

40

p2

30

p3

20
10
0
2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Umur Tanaman (mst)
Gambar 8 Tingkat parasitisasi parasitoid Liriomyza spp. pada petak bawang daun
monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan
tumpangsari dengan wortel (P3)
Spesies parasitoid lalat pengorok daun yang muncul pada setiap perlakuan
adalah H. varicornis, O. chromatomyiae dan Neochrysocharis sp. (Gambar 9).
Populasi H. varicornis lebih berlimpah pada setiap perlakuan dibandingkan
parasitoid yang lain, sedangkan jumlah parasitoid yang paling rendah adalah
parasitoid Neochrysocharis sp. (Gambar 10). Budiarti (2014) melaporkan bahwa
populasi H. varicornis ditemukan lebih berlimpah pada dataran tinggi dan
Neochrysocharis sp. merupakan parasitoid yang biasanya ditemukan di dataran
sedang.

15

a

b

c

Gambar 9 Parasitoid yang ditemukan pada daun contoh (a) H. varicornis,
(b) O. chromatomyiae dan (c) Neochrysocharis sp.

Individu/ 5
daun

Spesies O. chromatomyiae banyak ditemukan pada ketinggian 1001-1300
dan 1301-1600 mdpl namun populasinya masih lebih rendah dibandingkan
dengan populasi H. varicornis (Rustam et al. 2008). Selain itu Rustam (2008)
menambahkan bahwa tingkat parasitisasi O. chromatomyiae sangat rendah pada
bawang daun, sedangkan pada tanaman caisin dan selada tingkat parasitisasinya
lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh tanaman inang
yang dapat mempengaruhi pencarian parasitoid dalam mencari inangnya. Vinson
(1981) mengatakan bahwa tanaman merupakan isyarat utama parasitoid dalam
pencarian inang karena tanaman mempunyai peran yang dominan dalam
mendukung suatu habitat yang khas. Akibatnya, suatu parasitoid kadang-kadang
tertarik pada tanaman tertentu meskipun tidak terdapat inang. Parasitoid terkadang
juga memarasit inang yang terdapat pada jenis tanaman tertentu dan tidak pada
jenis tanaman yang lain.
15,0

p1
p2
p3

A

10,0
5,0
0,0
2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Individu/ 5
daun

15,0

B
10,0
5,0
0,0
2

Individu/ 5
daun

15,0

C
10,0
5,0
0,0
2

Umur Tanaman (mst)
Gambar 10 Rata-rata jumlah parasitoid H. varicornis (A), O. chromatomyiae (B),
dan Neochrysocharis sp. (C) yang muncul dari daun contoh

16
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada P3 jumlah
parasitoid yang paling banyak ditemukan terjadi saat tanaman berumur 6 mst
sampai 9 mst pada parasitoid H. varicornis (Gambar 10a), O. chromatomyiae
(Gambar 10b), dan Neochrysocharis sp. pada minggu ke-5, 7, dan 9 (Gambar
10c). Tingginya jumlah parasitoid pada minggu-minggu tersebut disebabkan
bagian-bagian pada tanaman wortel terutama bagian daun wortel mulai
bermunculan, sehingga parasitoid-parasitoid pun tertarik untuk mendatangi lahan
P3.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Tanaman bawang daun yang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman
wortel serta perlakuan penyemprotan ekstrak daun wortel tidak memiliki
pengaruh terhadap tingkat serangan pengorok daun dan tingkat parasitisasi
parasitoid. Tingkat kerusakan pada plot tumpangsari cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan pada tanaman yang ditanam secara monokultur sedangkan
pada plot perlakuan yang disemprot ekstrak daun wortel memiliki tingkat
serangan Liriomyza spp. yang cenderung stabil. Jumlah parasitoid tertinggi
terdapat pada plot yang ditanam tumpangsari. Spesies pengorok daun pada
bawang daun yang ditemukan adalah L. huidobrensis dan L. chinensis sedangkan
parasitoid yang berasosiasi dengan pengorok daun tersebut adalah H. varicornis,
O. chromatomyiae, dan Neochrysocharis sp.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara
jumlah korokan yang disebabkan Liriomyza spp. terhadap penyusutan bobot
bawang daun.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik bawang daun Indonesia 2013
[Internet]
[diunduh
2014
Juni
11].
Tersedia
pada
http://www.bps.go.id/eng/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_s
ubyek=55¬ab=61.
Budiarti D. 2014. Survei parasitoid Liriomyza spp. (DIPTERA:
AGROMYZIDAE) pada tanaman sayuran di berbagai lokasi di Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Cisneros F, Mujica N. 1999. The leafminer fly, Liriomyza huidobrensis Blanchard
in potato: plant reaction and natural mortality factors. Di dalam: Impact on a
Changing World (Program Report 1997-1998). Lima: International Potato
Center. hlm 129-140.
Fisher N, Ubadillah R, Reina P, La Salle J. 2006. Liriomyza parasitoids
of South East Asia. [Internet] [diunduh 2014 Jun 12]. Tersedia
pada:http://www.ento.csiro.au/science/Liriomyza_ver3/key/Liriomyza_Para
sitoids_Key/Media/Html/home.html.
Hidrayani. 2003. Bioekologi Hemiptarsenus varicornis (Girault) (Hymenoptera:
Eulophidae), parasitoid Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera:
Agromyzidae) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lologau BA. 2010. Tingkat serangan lalat pengorok daun, Liriomyza huidobrensis
(Blanchard) dan kehilangan hasil pada tanaman kentang. Di dalam: Saenong
MS, editor. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan
PFI XX Komda Sul-Sel; 2010 Mei 27;Makassar (ID): Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. hlm 354-364.
Nonci M, Muis A. 2011. Bioekologi dan pengendalian pengorok daun Liriomyza
chinensis Kato (Diptera: Agromyzidae) pada bawang merah. J Litbang
Pertanian. 30(4):149-153.
Nurariaty A. 2007. Konservasi parasitoid Hemiptarsenus varicornis Grinault
sebagai agens pengendali hayati hama Liriomyza huidobrensis Blanchard di
pertanaman kentang. Di dalam: Saenong MS, editor. Prosiding Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel dan
Balai Karantina Tumbuhan Kelas 1. 2007 Nop 24;Makassar (ID): Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. hlm 23-27.
Nurindah. 2012. Peranan parasitoid dan predator dalam mengendalikan wereng
kapas Amrasca biguttula (Ishida) (Heteroptera: Ciccadellidae). Perspektif.
11(1):23-32.
Maesyaroh. 2012. Peran predator serta musuh alami lain pada agroekosistem
wortel di wilayah Cikajang Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Purnomo. 2003. Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae):
Kesesuaian inang, perkembangan populasi, dan pengaruh insektisida
translamina [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rauf A. 1995. Liriomyza: hama pendatang baru di Indonesia. Bul HPT. 8(1):4648.

19
Rauf A. 1999. Persepsi dan tindakan petani kentang terhadap lalat pengorok daun,
Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae). Bul HPT.
11(1):1-13.
Rauf A, Shepard BM, Jhonson MW. 2000. Leafminer in vegetables ornamental
plants and weeds in Indonesia: surveys of host crops, species composition
and parasitoids. Int J Pest Manage. 46 (4): 257-266.
Rustam R, Rauf A, Maryana N, Pudjianto, Dadang. 2008. Lalat pengorok daun
dan parasitoidnya pada pertanaman sayuran dataran tinggi di kabupaten
Cianjur dan Bogor. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional V
Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) Cabang Bogor: Pemberdayaan
Keanekaragaman Serangga untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat.,
2008 Maret 18- 19,Bogor.
Rustam R, Rauf A, Maryana N, Pudjianto, Dadang. 2009. Studi lalat pengorok
daun Liriomyza spp. pada pertanaman bawang daun, dan parasitoidnya
Ophius chromatomyiae Belokobylskij & Wharton (Hymenoptera:
Braconidae). J HPT Trop. 9(1): 22-31.
Setiawati W. 1998. Liriomyza sp. hama baru tanaman kentang [monograf].
Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Spencer KA. 1973. Agromyzidae (Diptera) of economic importance. Ser Entomol.
9(1):1-418.
Supartha IW. 1998. Bionomi lalat pengorok daun, Liriomyza huidobrensis
(Blanchard) (Diptera: Agromyzidae), pada pertanaman kentang [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susilawati. 2002. Komposisi dan kelimpahan parasitoid lalat pengorok daun
Liriomyza sativae Blanchard (Diptera: Agromyzidae) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Vinson S.B. 1981. Habitat location. Di dalam: Nordlund DA, Lewis WJ, Jones RL
editor. Semiochemicals: Their Role in Pest Control. New York, (US): John
Wiley & Sons. hlm 51-57.
Wahyuni S. 2006. Perkembangan hama dan penyakit kubis dan tomat pada tiga
sistem budidaya pertanian di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

21

LAMPIRAN

22

23
Lampiran 1 Tabel Analisis Ragam Terhadap Data Tingkat Serangan Liriomyza
spp. pada Petak Bawang Daun yang Ditanam Monokultur (P1),
Disemprot Ekstrak Daun Wortel (P2), dan Tumpangsari dengan
wortel (P3)
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Jumlah
Kuadrat
0.03852
0.28222
0.32074

Derajat
Bebas

Kuadrat
Tengah

Pengamatan 3 mst
2
0.01926
9
0.03136
11

F-hitung

Pr>F

0.61

0.562

0.88

0.448

1.16

0.355

1.44

0.287

0.70

0.521

1.25

0.332

0.95

0.423

R squared= .1201 (Adjusted R Squared= .000)

Pengamatan 4 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.01685
0.08639
0.10324

2
9
11

0.0084
0.0096

R squared= .1632 (Adjusted R Squared= .000)

Pengamatan 5 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.01056
0.04083
0.05139

2
9
11

0.00528
0.00454

R squared= .205 (Adjusted R Squared= .029)

Pengamatan 6 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.02667
0.08333
0.11000

2
9
11

0.01333
0.00926

R squared= .242 (Adjusted R Squared= .074)

Pengamatan 7 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.02056
0.13167
0.15222

2
9
11

0.01028
0.01463

R squared= .135 (Adjusted R Squared= .000)

Pengamatan 8 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.04519
0.16250
0.20769

2
9
11

0.02259
0.01806

R squared= .218 (Adjusted R Squared= .04

Pengamatan 9 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.02056
0.09750
0.11806

2
9
11

R squared= .218 (Adjusted R Squared= .04

0.01028
0.01083

24
Lampiran 1 (Lanjutan)
Sumber
Jumlah
Keragaman Kuadrat
Perlakuan
Galat
Total

0.005185
0.111111
0.116296

Derajat
Bebas

Kuadrat
Tengah

Fhitung

Pengamatan 10 mst
2
0.002593
0.21
9
0.012346
11

Pr>F

0.814

R squared= .045(Adjusted R Squared= .000)

Pengamatan 11 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.003889
0.209722
0.213611

2
9
11

0.001944
0.023302

0.08

0.921

0.89

0.445

R squared= .018 (Adjusted R Squared= .000)

Pengamatan 12 mst
Perlakuan
Galat
Total

0.04019
0.20389
0.24407

2
9
11

R squared= .165 (Adjusted R Squared= .000)

0.02009
0.02265

25
Lampiran 2 Tabel Analisis Ragam Terhadap Data Tingkat Kerusakan Bawang
Daun pada Petak Bawang