Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo
KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT
RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL SELEKSI
MASSA DI PERAIRAN GORONTALO
SITI FADILAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakteristik Morfologi
dan Fisiologi Bibit Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di
Perairan Gorontalo” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Siti Fadilah
NIM C151120581
RINGKASAN
SITI FADILAH. Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo. Dibimbing
oleh ALIMUDDIN dan JOKO SANTOSO.
Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) merupakan salah satu jenis
rumput laut komoditas unggulan. Penggunaan bibit yang baik dapat mendukung
keberhasilan usaha budidaya rumput laut ini. Bibit rumput laut umumnya
didapatkan dari pengembangbiakan vegetatif rumput laut hasil panen, sehingga
kualitas bibit menurun seiring waktu. Untuk itu dibutuhkan upaya pengadaan bibit
secara sistematis. Penggunaan metode seleksi massa untuk menghasilkan kualitas
bibit K. alvarezii yang lebih baik telah dirintis, namun masih terbatas pengamatan
pada hasil produksi bibit dan kandungan karaginan sebagai unsur penting dalam
menentukan potensi hasil pada budidaya rumput laut. Potensi hasil tinggi dapat
diamati pada karakteristik morfologi dan fisiologinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi karakteristik morfologi dan fisiologi bibit rumput laut
Kappaphycus alvarezii hasil seleksi massa di perairan Gorontalo serta
mempelajari hubungan antara karakteristik morfologi dan fisiologi.
Kegiatan seleksi massa dilakukan di Teluk Tomini (pesisir selatan
Gorontalo) berdasarkan protokol seleksi massa bibit unggul rumput laut dengan
modifikasi pada nilai cut-off menjadi 10% laju pertumbuhan harian tertinggi.
Pemeliharaan bibit dilakukan menggunakan metode tali panjang (long line).
Konstruksi pemeliharaan berukuran luas 50 x 35 m2, memuat 50 tali bentangan
dengan panjang 35 m, dan jarak antar tali bentangan 1 m. Setiap tali bentangan
memuat 230 titik rumpun bibit dengan jarak antar tali pengikat rumpun 15 cm.
Bibit rumput laut berwarna coklat dengan bobot awal 50 g diikat pada tali rumpun.
Penanaman bibit dilakukan pada kedalaman 30 cm dari permukaan perairan.
Selanjutnya, rumput laut dipelihara selama 30 hari per siklus. Setiap siklus
pemeliharaan terdapat kontrol internal dan kontrol eksternal. Seleksi massa ini
dilakukan sampai generasi keempat. Bibit rumput laut hasil seleksi tersebut
selanjutnya diproduksi massal untuk dilakukan evaluasi performa budidaya.
Produksi massal dan evaluasi performa budidaya dilakukan di Laut Sulawesi
(pesisir utara Gorontalo) selama tiga siklus. Metode pemeliharaan pada kegiatan
produksi massal sama dengan kegiatan seleksi massa bibit. Analisis karakteristik
morfologi dan fisiologi dilakukan pada setiap akhir siklus produksi massal.
Karakteristik morfologi yang diamati adalah panjang talus utama, cabang I, II dan
III; jarak ruas primer dan sekunder; diameter primer, sekunder dan tersier; jumlah
cabang I, II dan III. Karakteristik fisiologi yang diukur adalah laju pertumbuhan
harian, kadar gula total, kadar hormon kinetin dan indole acetic acid (IAA).
Pengamatan kualitas perairan lokasi produksi massal secara in situ dilakukan pada
variabel suhu, kadar oksigen terlarut (DO), dan salinitas. Pengamatan secara ex
situ dilakukan pada variabel NO3 (nitrat), PO4 (fosfat) dan bahan organik total
(BOT). Data sekunder berupa curah hujan didapatkan dari Stasiun Meteorologi
Gorontalo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang total talus bibit hasil seleksi
adalah 66,94% lebih panjang daripada kontrol eksternal dan 48,35% lebih panjang
daripada kontrol internal. Jumlah total cabang pada bibit hasil seleksi meningkat
134,07% dibandingkan dengan kontrol eksternal dan 69,89% dibandingkan
kontrol internal. Bibit hasil seleksi dan kontrol internal mempunyai jarak ruas
primer dan sekunder yang lebih pendek daripada kontrol eksternal. Diameter talus
primer, sekunder dan tersier pada ketiga jenis bibit rumput laut tidak
menunjukkan perbedaan. Bibit kontrol internal, kontrol eksternal dan hasil seleksi
mempunyai laju pertumbuhan harian di bawah 1%, namun rumput laut hasil
seleksi mempunyai laju pertumbuhan harian yang lebih baik dibandingkan kedua
kontrol. Kadar gula total pada bibit hasil seleksi adalah 15,52% lebih tinggi
daripada kontrol internal dan 16,42% lebih tinggi daripada kontrol eksternal.
Kadar hormon kinetin dan rasio kinetin:IAA cenderung lebih tinggi pada rumput
laut hasil seleksi dibandingkan dengan kedua kontrol. Kadar hormon kinetin
mempunyai korelasi tinggi dengan panjang total cabang, jumlah total cabang dan
LPH daripada IAA. Warna talus berbanding lurus dengan LPH, kadar IAA, dan
kadar kinetin. Kondisi lingkungan perairan saat produksi massal dari bulan
Agustus sampai Oktober kurang produktif di perairan Gorontalo Utara. Kualitas
lingkungan menurun dan biofouling berkembang pada periode tersebut.
Kata kunci: fisiologi, Kappaphycus alvarezii, morfologi, pertumbuhan, seleksi
massa
SUMMARY
SITI FADILAH. Morphological and Physiological Characteristics of Seed
Kappaphycus alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters.
Supervised by ALIMUDDIN and JOKO SANTOSO.
Seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty) is one of the leading commodity
seaweed. The use of high quality seed can support the success of this seaweed
cultivation. Seaweed seeds are generally obtained by some of the crop through
vegetative propagation, so the quality of the seed decreases over time. Therefore,
a systematic attempt to generate a high quality seed is necessary. The use of mass
selection method to produce a high quality of K. alvarezii seed has been initiated,
but it still limited observations on seed production and carrageenan content as an
important element in determining the yield potential of seaweed farming. The
high yield potential can be observed in morphological and physiological
characteristics. This study aimed to evaluate the morphological and physiological
characteristics of K. alvarezii seed seaweed produced by mass selection in
Gorontalo waters and to study correlation between morphological and
physiological characteristics.
Mass selection was carried out in Tomini Gulf (south coast of Gorontalo)
based on seaweed mass selection protocol with slight modification in cut-off to
10% of the highest daily growth rate (DGR). Cultivation was performed for 30
days of each cycle, using long-line method. Cultivation construction was 50 x 35
m2, containing 50 long ropes and each rope was 35 m in length, and the distance
between the ropes were 1 m. Each rope contained 230 seed clumps with distance
between clumps were 15 cm. Seed seaweed with initial clump weight of 50 g was
tied to the rope. The seeds were placed at 30 cm from water surface. Furthermore
seaweed was maintained for 30 days per cycle. In each cultivation cycle, there
were internal control and external control. Selection was carried out until 4th
generation. Mass production and cultivation performance test were conducted in
the Celebes Sea (north coast of Gorontalo) for three cycles of cultivation.
Cultivation method was performed by the same procedures as applied in mass
selection. Analysis of morphological and physiological characteristics were
performed at the end of each mass production cycle. Morphological characteristics
measured were thallus length (the main thallus, branches I, II and III), internodes
(primary and secondary), thalli diameter (primary, secondary and tertiary),
branches number (I, II and III). Physiological characteristics observed were DGR,
total sugar content, and hormone level of kinetin and indole acetic acid (IAA).
Waters qualities measured were in situ observation of temperature, dissolved
oxygen, and salinity, while ex situ observation were NO3 (nitrate), PO4
(phosphate) and total organic matter (TOM). Rainfall as secondary data was
obtained from the Gorontalo Meteorological Station.
The results showed that the total length of the selected seed was 66.94%
longer than the external controls and 48.35% longer than the internal controls. The
total number of branches in the selected seed increased 134.07% than external
controls and 69.89% than internal control. Primary and secondary internodes in
the selected seed and internal controls were shorter than the external control.
Primary, secondary and tertiary diameter of thalli on the three types of seaweed
seed showed no difference. Seeds of internal control, external control and selected
had daily growth rate under 1%, but the selected seed had DGR better than both
controls. Total sugar content of the selected seed increased 15.52% than internal
control and 16.42% than external control. Hormone levels of kinetin and kinetinIAA ratios tend to be higher in selected seed than both controls. Hormone kinetin
level higher correlated with the total length of the branch, the total number of
branches and DGR than IAA. Thalli color showed high correlation to DGR, levels
of IAA and kinetin. Waters environmental conditions in August to October were
less productive in the North Gorontalo waters. Environmental quality was
declined and biofouling attached the seaweed in that period.
Keywords: growth, Kappaphycus alvarezii, mass selection, morphology,
physiology
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT
RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL SELEKSI
MASSA DI PERAIRAN GORONTALO
SITI FADILAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Judul Tesis : Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo
Nama
: Siti Fadilah
NIM
: C151120581
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Alimuddin, SPi MSc
Ketua
Dr Ir Joko Santoso, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
25 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah seleksi massa rumput laut, dengan judul
Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Komisi pembimbing Bapak Dr Alimuddin, SPi MSc dan Bapak Dr Ir Joko
Santoso atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis
2. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku penguji luar komisi dan Bapak
Dr Ir Dedi Jusadi, MSc selaku penguji dari program studi atas saran dan
masukan yang diberikan untuk tesis ini
3. Ibu Dr Ir Widanarni, MSi selaku ketua program studi
4. Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa
Program Pascasarjana
5. Bapak Dr Andi Parenrengi selaku Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros dan Bapak Petrus Rani Pong-Masak,
SPi MSi selaku Kepala Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Rumput Laut (LPPBRL) Gorontalo atas saran dan dukungan dalam penelitian
ini
6. Segenap staf peneliti dan teknisi BPPBAP dan LPPBRL yang telah memberi
dukungan teknis selama penelitian
7. Staf Stasiun Meteorologi Klas III Jalaluddin, Gorontalo yang telah membantu
dalam dukungan data sekunder.
8. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman Ilmu Akuakultur 2012 atas bantuan dan dukungannya.
Tesis ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Siti Fadilah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Materi Uji
Prosedur Seleksi Massa
Produksi Massal dan Evaluasi Performa Budidaya
Variabel Uji
Analisis Data
3
3
3
4
4
6
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Morfologi Bibit Rumput Laut
Karakteristik Fisiologi Bibit Rumput Laut
Hubungan Antara Hormon dan Pertumbuhan Bibit Hasil Seleksi
Hubungan Antara Warna Talus dan Karakter Fisiologi Pertumbuhan
Bibit Hasil Seleksi
Kondisi Lingkungan Lokasi Penelitian
8
8
10
13
4 SIMPULAN
Simpulan
18
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
35
14
14
DAFTAR TABEL
1 Panjang talus, jumlah cabang, jarak ruas dan diameter talus bibit rumput
laut Kappaphycus alvarezii hasil seleksi massa, kontrol internal dan
eksternal
2 Kualitas perairan Gorontalo Utara dan kondisi bibit Kappaphycus
alvarezii pada saat evaluasi performa budidaya
3 Variabel morfologi dan fisiologi tiga jenis bibit rumput laut
Kappaphycus alvarezii pada tiga siklus yang berbeda
9
15
17
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian seleksi massa di perairan Teluk Tomini dan produksi
massal di perairan Laut Sulawesi, Gorontalo
2 Skema tahapan kegiatan seleksi massa bibit rumput laut Kappaphycus
alvarezii sampai dengan produksi massal bibit hasil seleksi (BPPBAP
2011) dengan modifikasi pada nilai cut-off menjadi 10% laju
pertumbuhan harian tertinggi (LPHt)
3 Pemeliharaan rumput laut dengan metode long line (Pong-Masak et al.
2013)
4 Morfologi bibit rumput laut : a) talus utama, b) cabang I, c) cabang II,
d) cabang III, e) ruas primer, f) ruas sekunder
5 Performa bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii; a) kontrol internal,
b) kontrol eksternal, dan c) hasil seleksi
6 Rataan bobot rumpun dan laju pertumbuhan harian (LPH) pada jenis
bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang berbeda
7 Kadar gula total pada jenis bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii
yang berbeda
8 Kadar hormon indole acetic acid (IAA) dan hormon kinetin pada jenis
bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang berbeda
9 Rasio kinetin:IAA pada jenis bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii
yang berbeda
10 Kondisi curah hujan di lokasi seleksi massa (atas) dan evaluasi
performa budidaya Kappaphycus alvarezii (bawah). Garis putus-putus
menunjukkan waktu penelitian. Gambar diolah dari data curah hujan
Stasiun Tilamuta (atas) dan Kwandang (bawah), Stasiun Meteorologi
(BMKG) Gorontalo
11 Talus yang ditutupi oleh alga epifit (A) dan teritip (B) di bulan Agustus
3
5
6
7
9
11
11
12
13
15
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir proses pemurnian IAA, GA3, ABA dan zeatin
2 Kandungan pupuk organik cair Alam Hijau dan perendaman rumput
laut dengan pupuk organik cair
3 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel panjang talus utama
dan panjang cabang I
23
24
25
4 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel panjang cabang II dan
cabang III
5 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel total panjang talus dan
jumlah cabang I
6 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel jumlah cabang II dan
jumlah cabang III
7 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel total jumlah cabang
dan jarak ruas primer
8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel jarak ruas sekunder
dan diameter primer
9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel diameter sekunder dan
diameter tersier
10 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel kandungan gula total
dan rataan bobot
11 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel LPH dan rasio
kinetin:IAA
12 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel kadar kinetin dan IAA
26
27
28
29
30
31
32
33
34
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) merupakan salah satu jenis
rumput laut dari kelas Rhodophyceae (alga merah) yang menjadi komoditas
unggulan. Rumput laut ini mengandung karaginan dari fraksi kappa yang secara
luas dimanfaatkan dalam bidang industri makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain.
Kebutuhan akan produk karaginan dan bahan mentah K. alvarezii diprediksi akan
terus meningkat di masa depan.
Penggunaan bibit yang baik dapat mendukung keberhasilan usaha budidaya
rumput laut. Bibit rumput laut umumnya diperoleh dari sebagian hasil panen
melalui pengembangbiakan secara vegetatif. Penggunaan bibit secara terusmenerus dengan cara seperti ini dapat menurunkan keragaman genetik, laju
pertumbuhan, kadar karaginan dan kekuatan gel serta meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit (Hurtado & Cheney 2003). Oleh karena itu, upaya pengadaan
bibit yang sistematis diperlukan.
Keberadaan kebun bibit merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam penyediaan bibit yang berkelanjutan, khususnya produksi bibit budidaya
yang siap tebar (Parenrengi et al. 2011). Bibit rumput laut unggul dapat diperoleh
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode seleksi massa, teknik kultur
jaringan dan rekayasa genetik. Teknik kultur jaringan dan rekayasa genetik adalah
strategi jangka menengah dan panjang untuk mendapatkan bibit unggul.
Penggunaan teknik kultur jaringan untuk mendapatkan bibit unggul telah banyak
dilakukan (Reddy et al. 2003; Kumar et al. 2004; Mulyaningrum et al. 2012;
Sulistiani et al. 2012; Suryati et al. 2013). Keberhasilan aklimatisasi dan budidaya
lapang dari rumput laut K. alvarezii hasil kultur embrio somatik telah dilaporkan
oleh Reddy et al. (2003) di India. Rumput laut tersebut dimonitoring selama 7
generasi dan menunjukkan laju pertumbuhan harian (LPH) 1,5-1,8 kali lebih
tinggi daripada rumput laut pembudidaya. Di Indonesia, keberhasilan budidaya
lapang dengan menggunakan bibit Gracilaria verrucosa hasil kultur jaringan telah
dilaporkan oleh Suryati et al. (2013). Selama masa produksi massal diperoleh
1.200 kg bibit dalam 5 siklus pemeliharaan. Sementara itu, penggunaan rekayasa
genetik difokuskan pada aplikasi transgenesis dengan tujuan peningkatan
pertumbuhan, resistensi penyakit dan daya tahan terhadap kondisi lingkungan
ekstrim (Rajamuddin 2010). Namun demikian, hingga kini bibit unggul hasil
rekayasa genetik belum ada.
Di sisi lain, metode seleksi massa telah banyak digunakan untuk
meningkatkan hasil panen pada tumbuhan tingkat tinggi dan meningkatkan
proporsi genotipe unggul dalam waktu singkat (Taran et al. 2004; Yang et al.
2013). Penggunaan metode seleksi massa untuk menghasilkan kualitas bibit K.
alvarezii yang lebih baik telah dirintis oleh Pong-Masak et al. (2013).
Penelitian ini menggunakan metode seleksi massa sebagai strategi jangka
pendek untuk mendapatkan bibit unggul rumput laut K. alvarezii. Menurut
BPPBAP (2011), seleksi massa dapat menghasilkan varietas bibit unggul dalam
waktu relatif cepat, mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan lingkungan,
serta keunggulan spesifik lokasi atau kawasan. Daya tahan antar varietas rumput
2
laut terhadap penyakit dan stres lingkungan adalah bervariasi. Oleh karena itu,
beberapa varietas dan sumber bibit awal bisa digunakan dalam program seleksi
dengan penekanan pada varietas lokal yang telah teradaptasi lama di suatu
kawasan. Berdasarkan hasil penelitian Pong-Masak et al. (2013) di perairan
Takalar, Sulawesi Selatan, didapatkan bahwa bibit hasil seleksi massa
memperlihatkan respons LPH yang lebih baik. Produksi bibit meningkat sebesar
15-25% dibandingkan dengan kontrol internal (rataan bobot dari masing-masing
strain) dan kontrol eksternal (bibit yang berasal dari masyarakat pembudidaya
lokal).
Penggunaan rumput laut varietas unggul sangat berperan dalam peningkatan
produksi rumput laut nasional. Pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti padi, banyak
karakteristik morfologi dan fisiologi yang berperan terhadap potensi hasil tinggi.
Karakteristik morfologi dan fisiologi antara varietas yang satu dengan lainnya
berbeda dan dapat menjadi petunjuk kemampuan varietas tersebut (Wahyuti
2012).
Perumusan Masalah
Hasil penelitian Pong-Masak et al. (2013) masih terbatas pengamatan pada
hasil produksi bibit dan kandungan karaginan sebagai unsur penting dalam
menentukan potensi hasil pada budidaya rumput laut selama seleksi massa.
Sementara itu, potensi hasil tinggi dapat dibedakan antara varietas yang satu
dengan lainnya dengan didasarkan pada karakteristik morfologi dan fisiologinya.
Pada penelitian ini dilakukan kajian yang lebih mendalam selama evaluasi
performa budidaya terhadap bibit hasil seleksi massa. Kajian ini meliputi
karakteristik morfologi dan fisiologi bibit. Karakteristik morfologi dievaluasi
berdasarkan berbagai perubahan fenotipe, sedangkan karakteristik fisiologi adalah
berdasarkan laju pertumbuhan, kadar fitohormon dan kadar gula. Selain bibit
rumput laut, pengamatan juga dilakukan terhadap kondisi lingkungan sebagai
pendukung pertumbuhan rumput laut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah mengevaluasi karakteristik morfologi dan
fisiologi bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil seleksi massa di perairan
Gorontalo serta mempelajari hubungan antara karakteristik morfologi dan
fisiologi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan:
1. Informasi karakteristik morfologi dan fisiologi yang berperan dalam
menentukan hasil pada rumput laut hasil seleksi.
2. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk peningkatan hasil
melalui perakitan rumput laut unggul dan pengembangan teknologi
budidaya yang spesifik yang dapat meningkatkan hasil rumput laut.
3
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 2013.
Penelitian diawali dengan kegiatan seleksi massa bibit rumput laut K. alvarezii
yang dilakukan di perairan laut Teluk Tomini Loka Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Rumput Laut (LPPBRL), Desa Tabulo Selatan, Kecamatan Mananggu,
Kabupaten Boalemo, Gorontalo (Gambar 1). Kegiatan seleksi massa ini
dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2013. Bibit hasil seleksi selanjutnya
diproduksi secara massal dan dilakukan evaluasi performa budidaya di perairan
Laut Sulawesi, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara. Kegiatan
lanjutan ini dilakukan dari Agustus sampai Oktober 2013. Analisis sampel
dilakukan di laboratorium sampai bulan Desember 2013.
Gambar 1 Lokasi penelitian seleksi massa di perairan Teluk Tomini dan produksi
massal di perairan Laut Sulawesi, Gorontalo
Materi uji
Bibit awal untuk kegiatan seleksi massa yaitu rumput laut K. alvarezii strain
warna coklat yang diperoleh dari perairan Laut Sulawesi, Kecamatan Anggrek,
Kabupaten Gorontalo Utara dari pembudidaya setempat. Bibit yang dipilih
berumur 30 hari dan memiliki talus yang sehat, segar, bersih, berwarna cerah,
bercabang banyak dan rimbun. Sebelum dilakukan seleksi massa, bibit
diadaptasikan terlebih dahulu selama sebulan di lokasi seleksi massa. Bibit yang
4
dihasilkan dari seleksi massa digunakan untuk kegiatan produksi massal selama
tiga siklus.
Prosedur Seleksi Massa
Kegiatan seleksi massa dilakukan berdasarkan protokol seleksi massa bibit
unggul rumput laut (BPPBAP 2011) dengan modifikasi pada nilai cut-off seleksi
menjadi 10% LPH tertinggi (Gambar 2). Menurut Pong-Masak et al. (2013), nilai
cut-off seleksi 10% dari populasi bibit terbaik dalam setiap tali bentangan akan
memberikan peningkatan produksi sebesar 25-32% dibandingkan dengan kontrol
atau bibit yang dibudidayakan masyarakat. Pemeliharaan bibit menggunakan
metode tali panjang (long line) (Gambar 3). Konstruksi pemeliharaan berukuran
luas 50 x 35 m2, memuat 50 tali bentangan dengan panjang 35 m dan jarak antar
tali bentangan 1 m. Setiap tali bentangan memuat 230 titik rumpun bibit dengan
jarak antar tali pengikat rumpun 15 cm. Bibit rumput laut dengan bobot awal 50 g
(G-0) diikat pada tali rumpun. Penanaman bibit dilakukan pada kedalaman 30 cm
dari permukaan perairan. Selanjutnya rumput laut dipelihara selama 30 hari setiap
siklus. Kegiatan pembersihan rumput laut dari organisme pengganggu dilakukan
sesuai kebutuhan.
Bobot setiap rumpun ditimbang pada akhir pemeliharaan setiap siklus. Bibit
yang memiliki LPH sampai dengan 10% nilai LPH tertinggi, dipisahkan dari
populasi tali bentangan. Rumpun bibit yang terpilih ini dipotong menjadi rumpun
baru (50 g) yang diikat pada tali bentangan baru, dan dipelihara dengan metode,
proses dan periode yang sama dengan siklus sebelumnya. Bibit hasil seleksi dari
setiap siklus disebut sebagai satu generasi. Setiap siklus pemeliharan ada kontrol
internal dan kontrol eksternal. Kontrol internal adalah rumput laut yang memiliki
rataan LPH populasi, sedangkan kontrol eksternal adalah bibit yang diperoleh dari
pembudidaya sekitar lokasi penelitian.
Seleksi massa ini dilakukan sampai generasi keempat. Biasanya pada
generasi keempat ini LPH telah stabil dan tingkat keseragaman mencapai 90%.
Bibit rumput laut hasil seleksi tersebut selanjutnya digunakan untuk produksi
massal dan evaluasi performa budidaya.
Produksi Massal dan Evaluasi Performa Budidaya
Produksi massal dan evaluasi performa budidaya dilakukan selama tiga
siklus dengan tiap siklusnya adalah 30 hari. Cara pemeliharaan pada kegiatan
produksi massal ini sama dengan kegiatan seleksi massa bibit, yaitu menggunakan
metode long line. Pada siklus pertama, budidaya bibit menggunakan bibit rumput
laut hasil seleksi dan kontrol internal yang dibawa dari perairan Teluk Tomini.
Performa keduanya dibandingkan dengan bibit kontrol eksternal yang berasal dari
lokasi produksi massal (perairan Laut Sulawesi). Bibit rumput laut hasil seleksi,
kontrol internal dan kontrol eksternal yang diuji masing-masing berjumlah 3 tali
bentangan. Selanjutnya bibit hasil produksi massal dari siklus pertama
dibudidayakan untuk siklus kedua, kemudian bibit hasil siklus kedua
dibudidayakan untuk siklus ketiga.
Sampling bibit rumput laut K. alvarezii dilakukan pada setiap akhir siklus.
Sampel diambil dari rumpun bibit hasil seleksi, kontrol internal dan kontrol
5
eksternal secara acak sebanyak tiga titik pada beberapa bentangan dengan metode
sampling-panen. Pertumbuhan diamati dengan menimbang bobot basah rumput
laut dari setiap sampel uji.
10% LPHt
10% LPHt
10% LPHt
10% LPHt
Gambar 2 Skema tahapan kegiatan seleksi massa bibit rumput laut Kappaphycus
alvarezii sampai dengan produksi massal bibit hasil seleksi (BPPBAP
2011) dengan modifikasi pada nilai cut-off menjadi 10% laju
pertumbuhan harian tertinggi (LPHt)
6
Gambar 3 Pemeliharaan rumput laut dengan metode long line (Pong-Masak et
al. 2013)
Variabel Uji
Pengukuran karakteristik morfologi dan fisiologi dilakukan pada setiap
akhir siklus produksi massal. Variabel uji yang diamati pada setiap rumpun
rumput laut K. alvarezii adalah :
1. Karakteristik morfologi (Gambar 4) berdasarkan Meneses (1996) :
a. Panjang talus yang terdiri atas talus utama, cabang I, II dan III. Cabang I
adalah talus yang tumbuh dari talus utama. Cabang II adalah talus yang
tumbuh dari cabang I, sedangkan cabang III adalah talus yang tumbuh dari
cabang II. Panjang talus ini diukur dari pangkal hingga ujung talus.
b. Jarak ruas yang terdiri atas ruas primer dan ruas sekunder. Ruas primer
adalah jarak antara tumbuhnya cabang-cabang I sedangkan ruas sekunder
adalah jarak antara tumbuhnya cabang-cabang II. Jarak ruas diukur dari
tempat tumbuhnya cabang sampai ke cabang terdekat.
c. Diameter talus yang terdiri atas diameter primer, sekunder dan tersier.
Diameter primer adalah diameter pada talus utama. Diameter sekunder
adalah diameter cabang I, sedangkan diameter tersier adalah diameter
cabang II dan III.
d. Jumlah cabang pada cabang I, II dan III.
7
Gambar 4 Morfologi bibit rumput laut : a) talus utama, b) cabang I, c) cabang II,
d) cabang III, e) ruas primer, f) ruas sekunder
2. Karakteristik fisiologi :
a. LPH. LPH diperoleh dengan mengukur bobot basah bibit rumput laut
setiap siklus (30 hari). Formulasi yang digunakan yaitu :
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (% /hari)
Wt
= Bobot pada waktu t (g)
W0 = Bobot pada waktu t = 0 (g)
t
= Jumlah hari pengamatan (hari)
b. Kadar gula total. Kadar gula total dianalisis secara titrimetri dengan
menggunakan metode Luff Schoorl (AOAC 1995) di Laboratorium
Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
c. Kadar hormon kinetin dan indole acetic acid (IAA). Kadar hormon
kinetin dan IAA dianalisis secara spektrofotometri (Unyayar et al. 1996;
Lampiran 1) di Laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor.
3. Pengamatan kualitas perairan di lokasi produksi massal dilakukan secara in
situ dan ex situ. Pengamatan secara in situ dilakukan pada sekitar pukul 10.00
WITA. Variabel suhu dan DO diukur dengan menggunakan alat DOmeter,
sedangkan salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Pengamatan
secara ex situ dilakukan pada variabel NO3 (nitrat), PO4 (fosfat) dan bahan
organik total (BOT) secara spektrofotometri. Analisis ini dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Payau (BPPBAP), Maros, Sulawesi Selatan. Data sekunder berupa curah
hujan didapatkan dari Stasiun Meteorologi Klas III Jalaluddin Gorontalo.
Data curah hujan untuk kegiatan seleksi massa diperoleh dari stasiun
Tilamuta, sedangkan untuk kegiatan produksi massal diperoleh dari stasiun
Kwandang.
8
Analisis Data
Data karakteristik morfologi dan fisiologi dianalisis dengan analisis ragam
(ANOVA) pada taraf uji 5% menggunakan program SPSS 17. Jika ada pengaruh
nyata maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel.
Data kualitas air dan curah hujan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk grafik.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik morfologis bibit rumput laut
Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses berkelanjutan yang
mengarah pada karakteristik morfologis dari suatu spesies. Karakteristik
morfologis menjadi penciri untuk melihat perbedaan kondisi pertumbuhan dari
tiga jenis bibit rumput laut yang diteliti. Dalam penelitian ini, karakteristik
morfologis tersebut mencakup ciri-ciri yang dapat diamati visual secara langsung,
yaitu panjang talus, jumlah cabang, jarak ruas dan diameter talus. Secara umum
tampak bahwa tiga jenis bibit rumput laut yang diteliti memiliki cabang sampai
tingkat ketiga yaitu cabang I, II dan III. Jarak ruas yang dapat diukur hanyalah
ruas antara cabang I dan ruas antara cabang II, sedangkan di antara cabang III
tidak ada ruas karena cabang III tumbuh secara dikotomus. Ujung cabang
meruncing dan percabangan pada rumpun tumbuh secara tidak teratur. Talus
berbentuk silindris dengan permukaan licin dan bertekstur plastis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang total talus rumput laut hasil
seleksi adalah 66,94% lebih panjang daripada kontrol eksternal dan 48,35% lebih
panjang daripada kontrol internal (p
RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL SELEKSI
MASSA DI PERAIRAN GORONTALO
SITI FADILAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakteristik Morfologi
dan Fisiologi Bibit Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di
Perairan Gorontalo” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Siti Fadilah
NIM C151120581
RINGKASAN
SITI FADILAH. Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo. Dibimbing
oleh ALIMUDDIN dan JOKO SANTOSO.
Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) merupakan salah satu jenis
rumput laut komoditas unggulan. Penggunaan bibit yang baik dapat mendukung
keberhasilan usaha budidaya rumput laut ini. Bibit rumput laut umumnya
didapatkan dari pengembangbiakan vegetatif rumput laut hasil panen, sehingga
kualitas bibit menurun seiring waktu. Untuk itu dibutuhkan upaya pengadaan bibit
secara sistematis. Penggunaan metode seleksi massa untuk menghasilkan kualitas
bibit K. alvarezii yang lebih baik telah dirintis, namun masih terbatas pengamatan
pada hasil produksi bibit dan kandungan karaginan sebagai unsur penting dalam
menentukan potensi hasil pada budidaya rumput laut. Potensi hasil tinggi dapat
diamati pada karakteristik morfologi dan fisiologinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi karakteristik morfologi dan fisiologi bibit rumput laut
Kappaphycus alvarezii hasil seleksi massa di perairan Gorontalo serta
mempelajari hubungan antara karakteristik morfologi dan fisiologi.
Kegiatan seleksi massa dilakukan di Teluk Tomini (pesisir selatan
Gorontalo) berdasarkan protokol seleksi massa bibit unggul rumput laut dengan
modifikasi pada nilai cut-off menjadi 10% laju pertumbuhan harian tertinggi.
Pemeliharaan bibit dilakukan menggunakan metode tali panjang (long line).
Konstruksi pemeliharaan berukuran luas 50 x 35 m2, memuat 50 tali bentangan
dengan panjang 35 m, dan jarak antar tali bentangan 1 m. Setiap tali bentangan
memuat 230 titik rumpun bibit dengan jarak antar tali pengikat rumpun 15 cm.
Bibit rumput laut berwarna coklat dengan bobot awal 50 g diikat pada tali rumpun.
Penanaman bibit dilakukan pada kedalaman 30 cm dari permukaan perairan.
Selanjutnya, rumput laut dipelihara selama 30 hari per siklus. Setiap siklus
pemeliharaan terdapat kontrol internal dan kontrol eksternal. Seleksi massa ini
dilakukan sampai generasi keempat. Bibit rumput laut hasil seleksi tersebut
selanjutnya diproduksi massal untuk dilakukan evaluasi performa budidaya.
Produksi massal dan evaluasi performa budidaya dilakukan di Laut Sulawesi
(pesisir utara Gorontalo) selama tiga siklus. Metode pemeliharaan pada kegiatan
produksi massal sama dengan kegiatan seleksi massa bibit. Analisis karakteristik
morfologi dan fisiologi dilakukan pada setiap akhir siklus produksi massal.
Karakteristik morfologi yang diamati adalah panjang talus utama, cabang I, II dan
III; jarak ruas primer dan sekunder; diameter primer, sekunder dan tersier; jumlah
cabang I, II dan III. Karakteristik fisiologi yang diukur adalah laju pertumbuhan
harian, kadar gula total, kadar hormon kinetin dan indole acetic acid (IAA).
Pengamatan kualitas perairan lokasi produksi massal secara in situ dilakukan pada
variabel suhu, kadar oksigen terlarut (DO), dan salinitas. Pengamatan secara ex
situ dilakukan pada variabel NO3 (nitrat), PO4 (fosfat) dan bahan organik total
(BOT). Data sekunder berupa curah hujan didapatkan dari Stasiun Meteorologi
Gorontalo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang total talus bibit hasil seleksi
adalah 66,94% lebih panjang daripada kontrol eksternal dan 48,35% lebih panjang
daripada kontrol internal. Jumlah total cabang pada bibit hasil seleksi meningkat
134,07% dibandingkan dengan kontrol eksternal dan 69,89% dibandingkan
kontrol internal. Bibit hasil seleksi dan kontrol internal mempunyai jarak ruas
primer dan sekunder yang lebih pendek daripada kontrol eksternal. Diameter talus
primer, sekunder dan tersier pada ketiga jenis bibit rumput laut tidak
menunjukkan perbedaan. Bibit kontrol internal, kontrol eksternal dan hasil seleksi
mempunyai laju pertumbuhan harian di bawah 1%, namun rumput laut hasil
seleksi mempunyai laju pertumbuhan harian yang lebih baik dibandingkan kedua
kontrol. Kadar gula total pada bibit hasil seleksi adalah 15,52% lebih tinggi
daripada kontrol internal dan 16,42% lebih tinggi daripada kontrol eksternal.
Kadar hormon kinetin dan rasio kinetin:IAA cenderung lebih tinggi pada rumput
laut hasil seleksi dibandingkan dengan kedua kontrol. Kadar hormon kinetin
mempunyai korelasi tinggi dengan panjang total cabang, jumlah total cabang dan
LPH daripada IAA. Warna talus berbanding lurus dengan LPH, kadar IAA, dan
kadar kinetin. Kondisi lingkungan perairan saat produksi massal dari bulan
Agustus sampai Oktober kurang produktif di perairan Gorontalo Utara. Kualitas
lingkungan menurun dan biofouling berkembang pada periode tersebut.
Kata kunci: fisiologi, Kappaphycus alvarezii, morfologi, pertumbuhan, seleksi
massa
SUMMARY
SITI FADILAH. Morphological and Physiological Characteristics of Seed
Kappaphycus alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters.
Supervised by ALIMUDDIN and JOKO SANTOSO.
Seaweed Kappaphycus alvarezii (Doty) is one of the leading commodity
seaweed. The use of high quality seed can support the success of this seaweed
cultivation. Seaweed seeds are generally obtained by some of the crop through
vegetative propagation, so the quality of the seed decreases over time. Therefore,
a systematic attempt to generate a high quality seed is necessary. The use of mass
selection method to produce a high quality of K. alvarezii seed has been initiated,
but it still limited observations on seed production and carrageenan content as an
important element in determining the yield potential of seaweed farming. The
high yield potential can be observed in morphological and physiological
characteristics. This study aimed to evaluate the morphological and physiological
characteristics of K. alvarezii seed seaweed produced by mass selection in
Gorontalo waters and to study correlation between morphological and
physiological characteristics.
Mass selection was carried out in Tomini Gulf (south coast of Gorontalo)
based on seaweed mass selection protocol with slight modification in cut-off to
10% of the highest daily growth rate (DGR). Cultivation was performed for 30
days of each cycle, using long-line method. Cultivation construction was 50 x 35
m2, containing 50 long ropes and each rope was 35 m in length, and the distance
between the ropes were 1 m. Each rope contained 230 seed clumps with distance
between clumps were 15 cm. Seed seaweed with initial clump weight of 50 g was
tied to the rope. The seeds were placed at 30 cm from water surface. Furthermore
seaweed was maintained for 30 days per cycle. In each cultivation cycle, there
were internal control and external control. Selection was carried out until 4th
generation. Mass production and cultivation performance test were conducted in
the Celebes Sea (north coast of Gorontalo) for three cycles of cultivation.
Cultivation method was performed by the same procedures as applied in mass
selection. Analysis of morphological and physiological characteristics were
performed at the end of each mass production cycle. Morphological characteristics
measured were thallus length (the main thallus, branches I, II and III), internodes
(primary and secondary), thalli diameter (primary, secondary and tertiary),
branches number (I, II and III). Physiological characteristics observed were DGR,
total sugar content, and hormone level of kinetin and indole acetic acid (IAA).
Waters qualities measured were in situ observation of temperature, dissolved
oxygen, and salinity, while ex situ observation were NO3 (nitrate), PO4
(phosphate) and total organic matter (TOM). Rainfall as secondary data was
obtained from the Gorontalo Meteorological Station.
The results showed that the total length of the selected seed was 66.94%
longer than the external controls and 48.35% longer than the internal controls. The
total number of branches in the selected seed increased 134.07% than external
controls and 69.89% than internal control. Primary and secondary internodes in
the selected seed and internal controls were shorter than the external control.
Primary, secondary and tertiary diameter of thalli on the three types of seaweed
seed showed no difference. Seeds of internal control, external control and selected
had daily growth rate under 1%, but the selected seed had DGR better than both
controls. Total sugar content of the selected seed increased 15.52% than internal
control and 16.42% than external control. Hormone levels of kinetin and kinetinIAA ratios tend to be higher in selected seed than both controls. Hormone kinetin
level higher correlated with the total length of the branch, the total number of
branches and DGR than IAA. Thalli color showed high correlation to DGR, levels
of IAA and kinetin. Waters environmental conditions in August to October were
less productive in the North Gorontalo waters. Environmental quality was
declined and biofouling attached the seaweed in that period.
Keywords: growth, Kappaphycus alvarezii, mass selection, morphology,
physiology
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT
RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL SELEKSI
MASSA DI PERAIRAN GORONTALO
SITI FADILAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Judul Tesis : Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo
Nama
: Siti Fadilah
NIM
: C151120581
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Alimuddin, SPi MSc
Ketua
Dr Ir Joko Santoso, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
25 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah seleksi massa rumput laut, dengan judul
Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Bibit Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Hasil Seleksi Massa di Perairan Gorontalo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Komisi pembimbing Bapak Dr Alimuddin, SPi MSc dan Bapak Dr Ir Joko
Santoso atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis
2. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku penguji luar komisi dan Bapak
Dr Ir Dedi Jusadi, MSc selaku penguji dari program studi atas saran dan
masukan yang diberikan untuk tesis ini
3. Ibu Dr Ir Widanarni, MSi selaku ketua program studi
4. Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa
Program Pascasarjana
5. Bapak Dr Andi Parenrengi selaku Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros dan Bapak Petrus Rani Pong-Masak,
SPi MSi selaku Kepala Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Rumput Laut (LPPBRL) Gorontalo atas saran dan dukungan dalam penelitian
ini
6. Segenap staf peneliti dan teknisi BPPBAP dan LPPBRL yang telah memberi
dukungan teknis selama penelitian
7. Staf Stasiun Meteorologi Klas III Jalaluddin, Gorontalo yang telah membantu
dalam dukungan data sekunder.
8. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman Ilmu Akuakultur 2012 atas bantuan dan dukungannya.
Tesis ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Siti Fadilah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Materi Uji
Prosedur Seleksi Massa
Produksi Massal dan Evaluasi Performa Budidaya
Variabel Uji
Analisis Data
3
3
3
4
4
6
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Morfologi Bibit Rumput Laut
Karakteristik Fisiologi Bibit Rumput Laut
Hubungan Antara Hormon dan Pertumbuhan Bibit Hasil Seleksi
Hubungan Antara Warna Talus dan Karakter Fisiologi Pertumbuhan
Bibit Hasil Seleksi
Kondisi Lingkungan Lokasi Penelitian
8
8
10
13
4 SIMPULAN
Simpulan
18
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
35
14
14
DAFTAR TABEL
1 Panjang talus, jumlah cabang, jarak ruas dan diameter talus bibit rumput
laut Kappaphycus alvarezii hasil seleksi massa, kontrol internal dan
eksternal
2 Kualitas perairan Gorontalo Utara dan kondisi bibit Kappaphycus
alvarezii pada saat evaluasi performa budidaya
3 Variabel morfologi dan fisiologi tiga jenis bibit rumput laut
Kappaphycus alvarezii pada tiga siklus yang berbeda
9
15
17
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian seleksi massa di perairan Teluk Tomini dan produksi
massal di perairan Laut Sulawesi, Gorontalo
2 Skema tahapan kegiatan seleksi massa bibit rumput laut Kappaphycus
alvarezii sampai dengan produksi massal bibit hasil seleksi (BPPBAP
2011) dengan modifikasi pada nilai cut-off menjadi 10% laju
pertumbuhan harian tertinggi (LPHt)
3 Pemeliharaan rumput laut dengan metode long line (Pong-Masak et al.
2013)
4 Morfologi bibit rumput laut : a) talus utama, b) cabang I, c) cabang II,
d) cabang III, e) ruas primer, f) ruas sekunder
5 Performa bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii; a) kontrol internal,
b) kontrol eksternal, dan c) hasil seleksi
6 Rataan bobot rumpun dan laju pertumbuhan harian (LPH) pada jenis
bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang berbeda
7 Kadar gula total pada jenis bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii
yang berbeda
8 Kadar hormon indole acetic acid (IAA) dan hormon kinetin pada jenis
bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang berbeda
9 Rasio kinetin:IAA pada jenis bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii
yang berbeda
10 Kondisi curah hujan di lokasi seleksi massa (atas) dan evaluasi
performa budidaya Kappaphycus alvarezii (bawah). Garis putus-putus
menunjukkan waktu penelitian. Gambar diolah dari data curah hujan
Stasiun Tilamuta (atas) dan Kwandang (bawah), Stasiun Meteorologi
(BMKG) Gorontalo
11 Talus yang ditutupi oleh alga epifit (A) dan teritip (B) di bulan Agustus
3
5
6
7
9
11
11
12
13
15
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir proses pemurnian IAA, GA3, ABA dan zeatin
2 Kandungan pupuk organik cair Alam Hijau dan perendaman rumput
laut dengan pupuk organik cair
3 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel panjang talus utama
dan panjang cabang I
23
24
25
4 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel panjang cabang II dan
cabang III
5 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel total panjang talus dan
jumlah cabang I
6 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel jumlah cabang II dan
jumlah cabang III
7 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel total jumlah cabang
dan jarak ruas primer
8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel jarak ruas sekunder
dan diameter primer
9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel diameter sekunder dan
diameter tersier
10 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel kandungan gula total
dan rataan bobot
11 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel LPH dan rasio
kinetin:IAA
12 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada variabel kadar kinetin dan IAA
26
27
28
29
30
31
32
33
34
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) merupakan salah satu jenis
rumput laut dari kelas Rhodophyceae (alga merah) yang menjadi komoditas
unggulan. Rumput laut ini mengandung karaginan dari fraksi kappa yang secara
luas dimanfaatkan dalam bidang industri makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain.
Kebutuhan akan produk karaginan dan bahan mentah K. alvarezii diprediksi akan
terus meningkat di masa depan.
Penggunaan bibit yang baik dapat mendukung keberhasilan usaha budidaya
rumput laut. Bibit rumput laut umumnya diperoleh dari sebagian hasil panen
melalui pengembangbiakan secara vegetatif. Penggunaan bibit secara terusmenerus dengan cara seperti ini dapat menurunkan keragaman genetik, laju
pertumbuhan, kadar karaginan dan kekuatan gel serta meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit (Hurtado & Cheney 2003). Oleh karena itu, upaya pengadaan
bibit yang sistematis diperlukan.
Keberadaan kebun bibit merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam penyediaan bibit yang berkelanjutan, khususnya produksi bibit budidaya
yang siap tebar (Parenrengi et al. 2011). Bibit rumput laut unggul dapat diperoleh
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode seleksi massa, teknik kultur
jaringan dan rekayasa genetik. Teknik kultur jaringan dan rekayasa genetik adalah
strategi jangka menengah dan panjang untuk mendapatkan bibit unggul.
Penggunaan teknik kultur jaringan untuk mendapatkan bibit unggul telah banyak
dilakukan (Reddy et al. 2003; Kumar et al. 2004; Mulyaningrum et al. 2012;
Sulistiani et al. 2012; Suryati et al. 2013). Keberhasilan aklimatisasi dan budidaya
lapang dari rumput laut K. alvarezii hasil kultur embrio somatik telah dilaporkan
oleh Reddy et al. (2003) di India. Rumput laut tersebut dimonitoring selama 7
generasi dan menunjukkan laju pertumbuhan harian (LPH) 1,5-1,8 kali lebih
tinggi daripada rumput laut pembudidaya. Di Indonesia, keberhasilan budidaya
lapang dengan menggunakan bibit Gracilaria verrucosa hasil kultur jaringan telah
dilaporkan oleh Suryati et al. (2013). Selama masa produksi massal diperoleh
1.200 kg bibit dalam 5 siklus pemeliharaan. Sementara itu, penggunaan rekayasa
genetik difokuskan pada aplikasi transgenesis dengan tujuan peningkatan
pertumbuhan, resistensi penyakit dan daya tahan terhadap kondisi lingkungan
ekstrim (Rajamuddin 2010). Namun demikian, hingga kini bibit unggul hasil
rekayasa genetik belum ada.
Di sisi lain, metode seleksi massa telah banyak digunakan untuk
meningkatkan hasil panen pada tumbuhan tingkat tinggi dan meningkatkan
proporsi genotipe unggul dalam waktu singkat (Taran et al. 2004; Yang et al.
2013). Penggunaan metode seleksi massa untuk menghasilkan kualitas bibit K.
alvarezii yang lebih baik telah dirintis oleh Pong-Masak et al. (2013).
Penelitian ini menggunakan metode seleksi massa sebagai strategi jangka
pendek untuk mendapatkan bibit unggul rumput laut K. alvarezii. Menurut
BPPBAP (2011), seleksi massa dapat menghasilkan varietas bibit unggul dalam
waktu relatif cepat, mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan lingkungan,
serta keunggulan spesifik lokasi atau kawasan. Daya tahan antar varietas rumput
2
laut terhadap penyakit dan stres lingkungan adalah bervariasi. Oleh karena itu,
beberapa varietas dan sumber bibit awal bisa digunakan dalam program seleksi
dengan penekanan pada varietas lokal yang telah teradaptasi lama di suatu
kawasan. Berdasarkan hasil penelitian Pong-Masak et al. (2013) di perairan
Takalar, Sulawesi Selatan, didapatkan bahwa bibit hasil seleksi massa
memperlihatkan respons LPH yang lebih baik. Produksi bibit meningkat sebesar
15-25% dibandingkan dengan kontrol internal (rataan bobot dari masing-masing
strain) dan kontrol eksternal (bibit yang berasal dari masyarakat pembudidaya
lokal).
Penggunaan rumput laut varietas unggul sangat berperan dalam peningkatan
produksi rumput laut nasional. Pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti padi, banyak
karakteristik morfologi dan fisiologi yang berperan terhadap potensi hasil tinggi.
Karakteristik morfologi dan fisiologi antara varietas yang satu dengan lainnya
berbeda dan dapat menjadi petunjuk kemampuan varietas tersebut (Wahyuti
2012).
Perumusan Masalah
Hasil penelitian Pong-Masak et al. (2013) masih terbatas pengamatan pada
hasil produksi bibit dan kandungan karaginan sebagai unsur penting dalam
menentukan potensi hasil pada budidaya rumput laut selama seleksi massa.
Sementara itu, potensi hasil tinggi dapat dibedakan antara varietas yang satu
dengan lainnya dengan didasarkan pada karakteristik morfologi dan fisiologinya.
Pada penelitian ini dilakukan kajian yang lebih mendalam selama evaluasi
performa budidaya terhadap bibit hasil seleksi massa. Kajian ini meliputi
karakteristik morfologi dan fisiologi bibit. Karakteristik morfologi dievaluasi
berdasarkan berbagai perubahan fenotipe, sedangkan karakteristik fisiologi adalah
berdasarkan laju pertumbuhan, kadar fitohormon dan kadar gula. Selain bibit
rumput laut, pengamatan juga dilakukan terhadap kondisi lingkungan sebagai
pendukung pertumbuhan rumput laut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah mengevaluasi karakteristik morfologi dan
fisiologi bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil seleksi massa di perairan
Gorontalo serta mempelajari hubungan antara karakteristik morfologi dan
fisiologi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan:
1. Informasi karakteristik morfologi dan fisiologi yang berperan dalam
menentukan hasil pada rumput laut hasil seleksi.
2. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk peningkatan hasil
melalui perakitan rumput laut unggul dan pengembangan teknologi
budidaya yang spesifik yang dapat meningkatkan hasil rumput laut.
3
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 2013.
Penelitian diawali dengan kegiatan seleksi massa bibit rumput laut K. alvarezii
yang dilakukan di perairan laut Teluk Tomini Loka Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Rumput Laut (LPPBRL), Desa Tabulo Selatan, Kecamatan Mananggu,
Kabupaten Boalemo, Gorontalo (Gambar 1). Kegiatan seleksi massa ini
dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2013. Bibit hasil seleksi selanjutnya
diproduksi secara massal dan dilakukan evaluasi performa budidaya di perairan
Laut Sulawesi, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara. Kegiatan
lanjutan ini dilakukan dari Agustus sampai Oktober 2013. Analisis sampel
dilakukan di laboratorium sampai bulan Desember 2013.
Gambar 1 Lokasi penelitian seleksi massa di perairan Teluk Tomini dan produksi
massal di perairan Laut Sulawesi, Gorontalo
Materi uji
Bibit awal untuk kegiatan seleksi massa yaitu rumput laut K. alvarezii strain
warna coklat yang diperoleh dari perairan Laut Sulawesi, Kecamatan Anggrek,
Kabupaten Gorontalo Utara dari pembudidaya setempat. Bibit yang dipilih
berumur 30 hari dan memiliki talus yang sehat, segar, bersih, berwarna cerah,
bercabang banyak dan rimbun. Sebelum dilakukan seleksi massa, bibit
diadaptasikan terlebih dahulu selama sebulan di lokasi seleksi massa. Bibit yang
4
dihasilkan dari seleksi massa digunakan untuk kegiatan produksi massal selama
tiga siklus.
Prosedur Seleksi Massa
Kegiatan seleksi massa dilakukan berdasarkan protokol seleksi massa bibit
unggul rumput laut (BPPBAP 2011) dengan modifikasi pada nilai cut-off seleksi
menjadi 10% LPH tertinggi (Gambar 2). Menurut Pong-Masak et al. (2013), nilai
cut-off seleksi 10% dari populasi bibit terbaik dalam setiap tali bentangan akan
memberikan peningkatan produksi sebesar 25-32% dibandingkan dengan kontrol
atau bibit yang dibudidayakan masyarakat. Pemeliharaan bibit menggunakan
metode tali panjang (long line) (Gambar 3). Konstruksi pemeliharaan berukuran
luas 50 x 35 m2, memuat 50 tali bentangan dengan panjang 35 m dan jarak antar
tali bentangan 1 m. Setiap tali bentangan memuat 230 titik rumpun bibit dengan
jarak antar tali pengikat rumpun 15 cm. Bibit rumput laut dengan bobot awal 50 g
(G-0) diikat pada tali rumpun. Penanaman bibit dilakukan pada kedalaman 30 cm
dari permukaan perairan. Selanjutnya rumput laut dipelihara selama 30 hari setiap
siklus. Kegiatan pembersihan rumput laut dari organisme pengganggu dilakukan
sesuai kebutuhan.
Bobot setiap rumpun ditimbang pada akhir pemeliharaan setiap siklus. Bibit
yang memiliki LPH sampai dengan 10% nilai LPH tertinggi, dipisahkan dari
populasi tali bentangan. Rumpun bibit yang terpilih ini dipotong menjadi rumpun
baru (50 g) yang diikat pada tali bentangan baru, dan dipelihara dengan metode,
proses dan periode yang sama dengan siklus sebelumnya. Bibit hasil seleksi dari
setiap siklus disebut sebagai satu generasi. Setiap siklus pemeliharan ada kontrol
internal dan kontrol eksternal. Kontrol internal adalah rumput laut yang memiliki
rataan LPH populasi, sedangkan kontrol eksternal adalah bibit yang diperoleh dari
pembudidaya sekitar lokasi penelitian.
Seleksi massa ini dilakukan sampai generasi keempat. Biasanya pada
generasi keempat ini LPH telah stabil dan tingkat keseragaman mencapai 90%.
Bibit rumput laut hasil seleksi tersebut selanjutnya digunakan untuk produksi
massal dan evaluasi performa budidaya.
Produksi Massal dan Evaluasi Performa Budidaya
Produksi massal dan evaluasi performa budidaya dilakukan selama tiga
siklus dengan tiap siklusnya adalah 30 hari. Cara pemeliharaan pada kegiatan
produksi massal ini sama dengan kegiatan seleksi massa bibit, yaitu menggunakan
metode long line. Pada siklus pertama, budidaya bibit menggunakan bibit rumput
laut hasil seleksi dan kontrol internal yang dibawa dari perairan Teluk Tomini.
Performa keduanya dibandingkan dengan bibit kontrol eksternal yang berasal dari
lokasi produksi massal (perairan Laut Sulawesi). Bibit rumput laut hasil seleksi,
kontrol internal dan kontrol eksternal yang diuji masing-masing berjumlah 3 tali
bentangan. Selanjutnya bibit hasil produksi massal dari siklus pertama
dibudidayakan untuk siklus kedua, kemudian bibit hasil siklus kedua
dibudidayakan untuk siklus ketiga.
Sampling bibit rumput laut K. alvarezii dilakukan pada setiap akhir siklus.
Sampel diambil dari rumpun bibit hasil seleksi, kontrol internal dan kontrol
5
eksternal secara acak sebanyak tiga titik pada beberapa bentangan dengan metode
sampling-panen. Pertumbuhan diamati dengan menimbang bobot basah rumput
laut dari setiap sampel uji.
10% LPHt
10% LPHt
10% LPHt
10% LPHt
Gambar 2 Skema tahapan kegiatan seleksi massa bibit rumput laut Kappaphycus
alvarezii sampai dengan produksi massal bibit hasil seleksi (BPPBAP
2011) dengan modifikasi pada nilai cut-off menjadi 10% laju
pertumbuhan harian tertinggi (LPHt)
6
Gambar 3 Pemeliharaan rumput laut dengan metode long line (Pong-Masak et
al. 2013)
Variabel Uji
Pengukuran karakteristik morfologi dan fisiologi dilakukan pada setiap
akhir siklus produksi massal. Variabel uji yang diamati pada setiap rumpun
rumput laut K. alvarezii adalah :
1. Karakteristik morfologi (Gambar 4) berdasarkan Meneses (1996) :
a. Panjang talus yang terdiri atas talus utama, cabang I, II dan III. Cabang I
adalah talus yang tumbuh dari talus utama. Cabang II adalah talus yang
tumbuh dari cabang I, sedangkan cabang III adalah talus yang tumbuh dari
cabang II. Panjang talus ini diukur dari pangkal hingga ujung talus.
b. Jarak ruas yang terdiri atas ruas primer dan ruas sekunder. Ruas primer
adalah jarak antara tumbuhnya cabang-cabang I sedangkan ruas sekunder
adalah jarak antara tumbuhnya cabang-cabang II. Jarak ruas diukur dari
tempat tumbuhnya cabang sampai ke cabang terdekat.
c. Diameter talus yang terdiri atas diameter primer, sekunder dan tersier.
Diameter primer adalah diameter pada talus utama. Diameter sekunder
adalah diameter cabang I, sedangkan diameter tersier adalah diameter
cabang II dan III.
d. Jumlah cabang pada cabang I, II dan III.
7
Gambar 4 Morfologi bibit rumput laut : a) talus utama, b) cabang I, c) cabang II,
d) cabang III, e) ruas primer, f) ruas sekunder
2. Karakteristik fisiologi :
a. LPH. LPH diperoleh dengan mengukur bobot basah bibit rumput laut
setiap siklus (30 hari). Formulasi yang digunakan yaitu :
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (% /hari)
Wt
= Bobot pada waktu t (g)
W0 = Bobot pada waktu t = 0 (g)
t
= Jumlah hari pengamatan (hari)
b. Kadar gula total. Kadar gula total dianalisis secara titrimetri dengan
menggunakan metode Luff Schoorl (AOAC 1995) di Laboratorium
Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
c. Kadar hormon kinetin dan indole acetic acid (IAA). Kadar hormon
kinetin dan IAA dianalisis secara spektrofotometri (Unyayar et al. 1996;
Lampiran 1) di Laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor.
3. Pengamatan kualitas perairan di lokasi produksi massal dilakukan secara in
situ dan ex situ. Pengamatan secara in situ dilakukan pada sekitar pukul 10.00
WITA. Variabel suhu dan DO diukur dengan menggunakan alat DOmeter,
sedangkan salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Pengamatan
secara ex situ dilakukan pada variabel NO3 (nitrat), PO4 (fosfat) dan bahan
organik total (BOT) secara spektrofotometri. Analisis ini dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Payau (BPPBAP), Maros, Sulawesi Selatan. Data sekunder berupa curah
hujan didapatkan dari Stasiun Meteorologi Klas III Jalaluddin Gorontalo.
Data curah hujan untuk kegiatan seleksi massa diperoleh dari stasiun
Tilamuta, sedangkan untuk kegiatan produksi massal diperoleh dari stasiun
Kwandang.
8
Analisis Data
Data karakteristik morfologi dan fisiologi dianalisis dengan analisis ragam
(ANOVA) pada taraf uji 5% menggunakan program SPSS 17. Jika ada pengaruh
nyata maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel.
Data kualitas air dan curah hujan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk grafik.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik morfologis bibit rumput laut
Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses berkelanjutan yang
mengarah pada karakteristik morfologis dari suatu spesies. Karakteristik
morfologis menjadi penciri untuk melihat perbedaan kondisi pertumbuhan dari
tiga jenis bibit rumput laut yang diteliti. Dalam penelitian ini, karakteristik
morfologis tersebut mencakup ciri-ciri yang dapat diamati visual secara langsung,
yaitu panjang talus, jumlah cabang, jarak ruas dan diameter talus. Secara umum
tampak bahwa tiga jenis bibit rumput laut yang diteliti memiliki cabang sampai
tingkat ketiga yaitu cabang I, II dan III. Jarak ruas yang dapat diukur hanyalah
ruas antara cabang I dan ruas antara cabang II, sedangkan di antara cabang III
tidak ada ruas karena cabang III tumbuh secara dikotomus. Ujung cabang
meruncing dan percabangan pada rumpun tumbuh secara tidak teratur. Talus
berbentuk silindris dengan permukaan licin dan bertekstur plastis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang total talus rumput laut hasil
seleksi adalah 66,94% lebih panjang daripada kontrol eksternal dan 48,35% lebih
panjang daripada kontrol internal (p