KARAKTERISTIK KUALITAS KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN PERLAKUAN BLEACHING YANG BERBEDA

(1)

1 ABSTRACT

QUALITY CHARACTERISTIC OF CARRAGEENAN SEAWEED KAPPAPHYCUS ALVAREZIIWITH DIFFERENT BLEACHING

TREATMENT

By

IRMA SURYANI

This research was aimed to determine the effect of bleaching technics at different bleaching places and type of water soaking toward the quality of seaweed. This research uses a randomized factorial design. This design consists of 2 factors; which are type of bleaching place and type of soaking. At the first factor, there are two levels, namely the level of sea water and fresh water. On the second factor there are two levels, namely the level of land soaking and sea soaking. The results of the research showed that the bleaching treatment at sea with the type of sea water soaking was the best treatment based on several parameters: bleaching treatments with different soaking, the yield, viscosity, gelling point and gel strength, organoleptic, and proximate.


(2)

1 ABSTRAK

KARAKTERISTIK KUALITAS KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvareziiDENGAN PERLAKUANBLEACHINGYANG

BERBEDA

Oleh

IRMA SURYANI

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh teknik bleaching (pemutihan) terbaik pada tempat yang berbeda dengan jenis perendaman terhadap kualitas rumput laut. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dalam acak kelompok. Rancangan ini terdapat 2 faktor perlakuan yaitu faktor jenis bleaching

dan faktor tempat perendaman. Pada faktor pertama terdapat 2 level yaitu air laut dan air tawar. Pada faktor kedua terdapat faktor 2 level yaitu tempat perendaman darat dan tempat perendaman laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bleaching di laut dengan jenis perendaman air laut merupakan perlakuan terbaik dari beberapa parameter yaitu kualitas media selama bleaching,

rendemen, viskositas, titik jendal, dan kekuatan gel, organoleptik, dan uji proksimat.


(3)

KARAKTERISTIK KUALITAS KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezi DENGAN PERLAKUAN BLEACHING

YANG BERBEDA

Oleh Irma Suryani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

1

KARAKTERISTIK KUALITAS KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvareziiDENGAN PERLAKUANBLEACHING

YANG BERBEDA

(Skripsi)

Oleh Irma Suryani

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(5)

1

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1. Kerangka pemikiran ... 5

2.Kappaphycuz alvarezii... 9

3. Struktur karaginan ... 14

4. Diagram alir pembuatan karaginan ... 23

5. Viskositas tepung karaginan... 33

6. Titik jendal tepung karaginan... 35

7. Kekuatan gel tepung karaginan ... 37

8. Uji kenampakan dari tepung karaginan... 40

9. Warna tepung karaginan hasil semua perlakuan ... 41

10. Uji bau dari tepung karaginan ... 41

11. Uji tekstur dari tepung karaginan ... 42

12. Rendemen karaginan ... 43

13. Kadar air tepung karaginan ... 44

14. Kadar protein tepung karaginan ... 46

15. Kadar abu tepung karaginan... 47

16. Kadar lemak tepung karaginan... 48


(6)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar Halaman

Teks

1. Pengovenan di darat ... 59

2. Pengovenan di laut ... 59

3. Pengukuran suhu ... 59

4. Pencucian rumput laut ... 59

5. Penimbangan ... 59

6. Penjemuran rumput laut ... 59

7. Rumput laut 100 gram ... 59

8. Perendaman rumput laut ... 59

9. Penghalusan rumput laut ... 60

10. Perendaman dengan alkohol ... 60

11. Pemotongan rumput laut ... 60

12. Pengukuran warna ... 60

13. Pengekstrakan ... 60

14. Penyaringan filtrat ... 60

15. Karaginan kering ... 60

16. Karaginan basah ... 60

17. Pengujian organoleptik ... 61

18. Penstabilan suhu 70°C ... 61

19. Penjendalan ± 24 jam ... 61

20. Pengujian titik jendal ... 61

21. Tanur (uji kadar abu) ... 61

22. Tampilan warna hijau pada uji protein ... 61


(7)

xvii

24. Penyulingan ... 61

25. Titran dengan NaOH ,5 N ... 62

26. Pengovenan labu... 62

27. Pengadukan dengan stiller ... 62

28. Pengujian viskositas ... 62

Tabel Halaman Teks 29. Pengamatan selamableaching... 63

30. Viskositas ... 64

31. Titik jendal ... 65

32. Kekuatan gel... 66

33. Organoleptik perlakuan DT... 68

34. Organoleptik perlakuan DL ... 69

35. Organoleptik perlakuan LT ... 70

36. Organoleptik perlakuan LL ... 71

37. Rendemen ... 72

38. Uji proksimat ... 73

39. Proses pengolahan data perlakuan terbaik... 74

40. Nilai efektifitas ... 75

41. Hasil uji sidik ragam viskositas faktor 1 ... 77

42. Hasil uji sidik ragam viskositas faktor 2 ... 77

43. Hasil uji sidik ragam titik jendal faktor 1... 79

44. Hasil uji sidik ragam titik jendal faktor 2... 79

45. Hasil uji sidik ragam kekuatan gel faktor 1... 81

46. Hasil uji sidik ragam kekuatan gel faktor 2... 81

47. Hasil uji sidik ragam kadar air faktor 1 ... 84

48. Hasil uji sidik ragam kadar air faktor 2 ... 84

49. Hasil uji sidik ragam kadar protein faktor 1 ... 86

50. Hasil uji sidik ragam kadar protein faktor 2... 86

51. Hasil uji sidik ragam kadar abu faktor 1 ... 88


(8)

xviii

53. Hasil uji sidik ragam kadar lemak faktor 1 ... 90

54. Hasil uji sidik ragam kadar lemak faktor 2 ... 90

55. Hasil uji sidik ragam kadar karbohidrat faktor 1... 92


(9)

1

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Teks

1. Standar mutu karaginan komersial ... Error! Bookmark not defined. 2. Standar mutu kandungan proksimat karaginan ... Error! Bookmark not

defined.

3. Rancangan penelitian ... 30 4. Pengamatan selamableaching... 32 5. Perbandingan perlakuan terbaik dengan literatur ... 50


(10)

(11)

(12)

(13)

1

PERSEMBAHAN

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM Kupersembahkan Karya Kecil Terindah ini Teruntuk:

Papa (Mulyadi) Mama (Irdawati) Abang ku

(Muhammad Saifullah)

dan Adik-adik ku (Novi, Fauzi, & Faizal)

Yang Selalu Memberikan Semangat dan Mendoakanku Selama Ini

Dosen-dosenku

yang Telah Memberikan Ilmu yang Bermanfaat Tidak Hanya Untuk Sekarang Namun Untuk Masa Depan

Sahabat, Teman-teman Seperjuanganku

Terima Kasih Banyak atas Kerjasama, Kebersamaan Kita Tidak Akan Pernah Hilang Diingatan Sampai Kapanpun

Serta

Almamater Tercinta

Terimakasih Karena Sebagian Perjalanan Hidupku Telah Kuselesaikan Disini


(14)

1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 16 Januari 1991 sebagai anak kedua dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Mulyadi dan Ibu Irdawati. Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN 01 Metro Pusat dan lulus pada tahun 2004. Penulis lalu melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah 1 Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 2007. Penulis lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan sebagai Sekretaris Dana dan Usaha di FOSI FP tahun 2011/2012, Bendahara Umum di FOSI FP tahun 2012/2013, Bendahara Umum di Birohmah tahun 2013/2014, Bendahara PUSKOMDA Lampung tahun 2013/2015, Menteri Keuangan di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) tahun 2014/2015. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari, Natar, Lampung Selatan. Tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Mulyosari, Kecamatan Kalirejo/Agung Timur, Kabupaten Lampung Tengah.


(15)

ix

SANWACANA

Segala puji hanya milik Allah, Robb semesta alam yang telah melimpahkan karunia-Nya yang begitu besar akan nikmat sehat, serta kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“KARAKTERISTIK KUALITAS KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvareziiDENGAN PERLAKUANBLEACHINGYANG

BERBEDA”

Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada nabiyallah rosullullah Muhammad SAW. Dalam penulisan ini juga tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga karya ini dapat selesai. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Sri Waluyo, S.TP., M.Si., Ph.D. selaku Pembimbing 1 dan Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk memberikan ilmu, membimbing, memberi nasihat, dan memberikan kritik serta saran selama penulis menjadi mahasiswa dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Mahrus Ali, S.Pi., M.P. selaku Pembimbing II yang telah membimbing, memberikan masukan, arahan serta kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(16)

x

3. Ibu Dwi Dian Novita, S.TP., M.Si selaku Pembahas yang banyak memberikan kritik dan saran, dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan, pengetahuan, teladan dan arahan yang telah diberikan.

7. Keluargaku Papa dan Mama, abang ku Muhammad Saifullah, adik-adik ku Kurnia Novita Sari, Fauzi, dan Faizal yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dan semangat.

8. Teman-temanku keluarga besar Teknik Pertanian 2010, Keluarga BEM U, Keluarga ADK, Tim Penelitian, dan sahabat seperjuangan Atu, Wawan, Nivo, Andar, Siti, Ummi, Aam, Shofie, Kristi, Esy, Defi, Sun, Ayu, Nurul, Ola, Opi, Nita, Ely, Tita, Inde, Eni, Uti, Heidi, Astri, Rita, dek karun dan rina. Terima kasih atas bantuan dan kebersamaan kalian semua.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 20 Agustus 2015 Penulis


(17)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii ... 7

2.2 Prospek Kappaphycus alvarezii ... 9

2.3 Pascapanen ... 10

2.4 Perlakuan Bleaching ... 11

2.5 Pigmen Rumput Laut ... 12

2.6 Karaginan ... 13

2.6.1 Pembuatan Karaginan ... 15

2.6.2 Sifat Fisik Karaginan ... 16

2.6.3 Sifat Kimia Karaginan ... 17

2.6.4 Manfaat Karaginan... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19


(18)

xii

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Alat ... 19

3.2.2 Bahan ... 20

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.3.1 Pascapanen ... 20

3.3.2 Ekstraksi Karaginan ... 22

3.4 Parameter Pengamatan ... 23

3.4.1 Pengamatan Selama Bleaching ... 23

3.4.2 Viskositas ... 24

3.4.3 Titik Jendal (Gelling Point) ... 25

3.4.4 Kekuatan Gel (Gel Strength) ... 25

3.4.5 Organoleptik ... 25

3.4.6 Rendemen ... 26

3.4.7 Uji Proksimat ... 27

3.5 Analisis Data ... 30

3.6 Menentukan Perlakuan Terbaik ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Pengamatan Selama Bleaching ... 32

4.2 Viskositas ... 33

4.3 Titik Jendal (Gelling Point) ... 35

4.4 Kekuatan Gel (Gel Strength) ... 37

4.5 Organoleptik ... 39

4.5.1 Kenampakan ... 40

4.5.2 Bau ... 41

4.5.3 Tekstur ... 42

4.6 Rendemen ... 43

4.7 Uji Proksimat ... 44

4.7.1 Kadar Air ... 44

4.7.2 Kadar Protein ... 45

4.7.3 Kadar Abu ... 46


(19)

xiii

4.7.5 Kadar Karbohidrat ... 49

4.8 Perlakuan Terbaik ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai kepulauan. Untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, masyarakat mengembangkan potensi yang ada di daerahnya. Salah satu potensi yang ada pada perairan Indonesia adalah kemampuannya sebagai lokasi budidaya tanaman rumput laut. Luas indikatif lahan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya komoditas rumput laut Indonesia mencapai 769.452 ha. Secara efektif pemanfaatannya baru sekitar 50% atau seluas 384.733 ha. Indonesia memiliki kurang lebih 555 jenis rumput laut dari beragam jenis rumput laut tersebut yang banyak tumbuh dan ditemui di perairan Indonesia adalahgracilaria, gelidium, eucheuma, hypnea,sargasumdantubrinaria. Rumput laut yang dibudidayakan, dikembangkan dan diperdagangkan secara luas di Indonesia adalah jenis karaginofit, (di antarannya Eucheuma spinosium, Eucheuma edule, Eucheuma serra, Eucheuma cottonii,danEucheuma spp), yang merupakan bahan baku berbagai industri karena merupakan sumber keraginan (Sahat, 2013).

Karaginan merupakan salah satu turunan dari famili polisakarida pembentuk gel dan bersifat mengental (Necas, 2013). Sifat karaginan ini dimanfatkan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan, pembentuk gel, bahan


(21)

2

pengikat, bahan pengemulsi dan bahan penstabil sehingga karaginan yang ada rumput laut dibutuhkan masyarakat dalam jumlah tinggi. Rumput laut menjadi salah satu komoditas pertanian yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin meningkat. Rumput laut sebagai sumber karaginan terdapat paling banyak pada Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii yang sering disebut dalam dunia perdagangan. Kappaphycus alvarezii termasuk dalam alga merah (Rhodophyceae) (Melki, 2004).

Ganggang atau alga terdiri dari mikroskopik dan makroskopik, bila dilihat dari ukurannya. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut. Jenis alga makro yang berasal dari 3 famili, yakni Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau). Pembagian ini berdasarkan pigmen yang dikandungnya (Nano, 2013). Setiap jenis rumput laut mempunyai pigmen yang spesifik dengan komposisi yang berbeda.

Rumput laut masih terbatas dalam pengolahan pascapanennya seperti rumput laut kering, agar, manisan dan dodol yang nilai jual hasil olahannya rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tinggi yaitu karaginan. Pengolahan karaginan harus dilakukan pemucatan atau penghilangan pigmen yang ada dalam rumput laut, karena pengolahan karaginan tidak memerlukan pigmen. Salah satu proses penanganan penghilangan pigmen rumput laut adalahbleaching,yakni proses pemucatan atau penghilangan pigmen. Pigmen akan hilang dan warna rumput laut akan menjadi putih apabila prosesnya berlangsung dengan baik. Rumput laut yang berwarna hitam, akan sangat sulit untuk diterima karena akan memengaruhi warna pada tepung karaginan yang


(22)

3

dihasilkan, sehingga perlu adanya teknik pemucatan (bleaching) agar tepung karaginan yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen (KPAD, 2013).

Teknik bleaching yang diharapkan adalah yang lebih murah dan tidak meninggalkan residu. Teknik bleaching yang lazim digunakan untuk menghilangkan pigmen yaitu dengan menggunakan teknik pengovenan (dibungkus rapat dalam karung).Bleachingpada penelitian ini dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yakni di darat dan di laut. Selain itu, bleaching juga menggunakan untuk dua jenis air perendaman yaitu air tawar dan air laut. Metode yang dilakukan yakni rumput laut dibungkus dengan karung/terpal selama 2-3 hari. Perlakuan bleaching pada tempat yang berbeda dengan jenis perendaman akan menentukan hasil dari karakteristik kualitas karaginan yang dihasilkan. Selama ini bleaching yang dilakukan para petani menggunakan basa kuat antara lain kaporit dan kapur. Penggunaan basa pada prosesbleachingmemerlukan dana yang lebih mahal dan menyisakan residu yang membahayakan lingkungan.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh perbedaan lokasi dan media perendaman selama

bleachingterhadap kualitas karaginan.

2. Mengetahui perlakuan terbaik ditinjau dari kualitas karaginan yang dihasilkan.


(23)

4

1.3 Kerangka Pemikiran

Rumput laut merupakan salah satu hasil budidaya laut yang setiap tahun permintaan konsumen semakin meningkat. Indonesia adalah salah satu penghasil rumput laut yang diolah dalam bentuk raw material kering untuk memenuhi pasar atau untuk permintaan luar negri. Teknologi pengolahan rumput laut hingga saat ini masih sangat terbatas dan perlu dilakukan penelitian intensif di Indonesia agar rumput laut yang dipasarkan dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya untuk masyarakat Indonesia. Hal ini karena harga jual rumput laut setelah diolah akan lebih tinggi dibanding penjualan rumput laut kering yang belum diolah.

Hasil olahan rumput laut yang cukup tinggi nilai ekonomisnya yaitu karaginan. Penanggan pascapanen yakni pembuatan karaginan dari rumput laut jenis

Kappaphycus alvarezii. Pembuatan karaginan masih banyak mengalami kendala, dikarenakan proses dari pascapanen sampai pengolahan yang kurang optimal. Penanganan pascapanen menentukan pengolahan karaginan berdasarkan dari segi kualitas, yang akan memengaruhi harga jual.

Rumput laut tanpa perlakuan lebih diterima pasar ekspor karena hasil karaginan yang dihasilkan sesuai dengan standar FAO sedangkan rumput laut yang berwarna putih dengan berbagai perlakuan tidak diterima oleh pasar ekspor karena hasil karaginan kurang memenuhi standar FAO. Rumput laut yang berwarna putih di pasaran konsumen lokal lebih disukai karena tingkat keputihannya. Penanganan pascapanen perlu dilakukan untuk penerimaan hasil olah yang lebih menjanjikan.


(24)

5

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Penanganan pascapanen rumput laut yakni mulai dari pemanenan, bleaching

dengan beragam perlakuan pengovenan, pencucian, dan penjemuran rumput laut hingga kadar yang ditetapkan. Penjemuran yang dilakukan harus pada tempat rak atau beralas untuk menghindari kotoran dan debu, dan pemucatan (bleaching) dalam perendaman serta pengujian kualitas hasil karaginan. Pemucatan rumput

Pemanenan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

Bleachingmenggunakan teknik pengovenan rumput laut dalam terpal/karung 2-3 hari

Pencucian dengan air laut Bleachingdi Laut

1. Air Laut 2. Air Tawar

Bleaching(Pengovenan)

•Pengamatan SelamaBleaching

•Viskositas

•Gelling Point

•Gel Strength

•Uji Organoleptik

•Rendemen

•Uji Proksimat Pengujian kualitas karaginan

Penjemuran

Ekstraksi Karaginan

Kualitas karaginan terbaik

Bleachingdi Darat 1. Air Laut 2. Air Tawar


(25)

6

laut dalam pengolahan yakni warna rumput laut harus memiliki warna yang pucat atau mendekati warna putih. Warna rumput laut dapat mempengaruhi dalam tahapan proses pengolahan selanjutnya.

1.4 Hipotesis

Perlakuan bleaching pada tempat yang berbeda dengan jenis perendaman dapat menentukan nilai parameter mutu atau kualitas yang optimal pada rumput laut dan diduga dapat meningkatkan proses pemucatan warna (bleaching) yang akan meningkatkan kualitas karaginan.


(26)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput LautKappaphycus alvarezii

Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya. Jenis rumput laut yang biasa digunakan sebagai bahan olahan pembuatan karaginan adalah rumput laut jenis Rhodophyceae yaitu eucheuma cottonii. Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilagenous (Prasetyowati, 2008).

Rumput laut merah (Rhodophyceae) ini dikenal sebagai sumber utama karaginan dan agar. Karakteristik thalli mengandung pigmen ficobilin darificoerithrin yang berwarna merah dan bersifat adaptasi kromatik. Dinding sel terdapat sellulose, agar, karaginan, profiran, dan furselaran. Rumput laut merah mempunyai kandungan koloid utama adalah karaginan dan agar. Karaginan lebih dikenal sebagai asam karagenik. Koloid karaginan dalam bentuk derivat garam dinamakan karagenat terdiri dari potasium karagenat dan kalsium karagenat (Kadi, 2004).


(27)

8

Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Beberapa jenis Eucheumamempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan (Prasetyowati, 2008).

Kelompok penghasil karaginan (karagenofit) yaitu Eucheuma cottonii dan

Eucheuma spinosum(ilmuwan lebih banyak menyebutKappaphycus alvareziidan

E. denticulatum). Taksonomi dari rumput laut Kappaphucus alvarezii dapat diklasifikasikan menurut Anggadireja et al (2006) dalam Patria (2008), sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea

Genus :Eucheuma

Species :Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

Rumput laut Kappahycus alvarezii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesa. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada lapisan fotik, yaitu pada kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. Di alam, jenis ini biasanya hidup berkumpul dalam suatu komunitas atau koloni.


(28)

9

Gambar 2.Kappaphycus alvarezii

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan jenis ini yaitu cahaya, suhu, kadar garam, pH, dan faktor biologis seperti hama dan penyakit berpengaruh penting pada reproduksi rumput laut. Faktor cahaya rumput laut

Kappahycus alvarezii tumbuh tidak lebih ada di kedalaman 20 cm. Suhu perairan yang mendukung pertumbuhan rumput laut yaitu antara 26-28°C. Gerakan air yang terjadi tidak terlalu besar yaitu sekitar 50 cm/detik sehingga tidak mengganggu aktivitas budidaya. Salinitas pada pertumbuhan budidaya berkisar 26-28‰. pH yang mendukung pertumbuhan rumput laut berkisar antara 7-7,5 (Melki, 2004).

2.2 ProspekKappaphycus alvarezii

Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan dari budidaya laut yang ekonomis, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai ekonomi tinggi, rumput laut digunakan sebagai pewarna makanan dan dapat digunakan sebagai produk pangan maupun non pangan, seperti : agar- agar, karaginan, dan alginate.


(29)

10

Pengembangan industri rumput laut dari hilir sampai hulu mempunyai nilai strategis, dimulai dari industri budidaya, industri pengolahan maupun kegiatan riset dan pengembangan. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini menunjukkan bahwa industri yang berbasis bahan baku lokal/dalam negeri ternyata lebih menunjukkan eksistensinya dibandingkan dengan industri yang berbasis bahan baku impor. Di samping itu, untuk pemulihan ekonomi dapat diciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berbasis keunggulan komparatif sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh negara kita (Ya’la, 2008).

Pemeliharaan rumput laut secara teknis tidak memerlukan teknologi dan keterampilan yang khusus. Oleh karena itu, usaha ini dapat dilakukan masyarakat dengan mudah. Penyediaan bibit juga tidak menjadi masalah dikarenakan bibit rumput laut tersebar di banyak tempat. Jenis yang memungkinkan untuk dibudidayakan saat ini diantaranya jenis Eucheuma cottonii dan Gracilaria. Kedua jenis rumput laut ini banyak diminati pasar terutama untuk bahan karaginan dan bahan agar-agar. Rumput laut tersebut kebanyakan diekspor dalam bentukpowder,mash, atauchips(Yudi, 2002).

2.3 Pascapanen

Penanganan pascapanen rumput laut dilakukan untuk membersihkan atau menghilangkan pasir, garam, dan kotoran-kotoran lain yang melekat dengan cara mencuci dengan air tawar beberapa kali. Hasil pencucian dikeringkan hingga diperoleh rumput laut yang bersih dengan kandungan air 10–25%. Pengeringan


(30)

11

dapat dilakukan dengan sinar matahari atau menggunakan alat pengering (Azis, 2009). Penanganan pascapanen rumput laut disesuaikan dengan pemanfaatannya sebagai bahan baku industri. Penanganan rumput laut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penghasil agar-agar dan kelompok penghasil karaginan. Hasil yang berkualitas membutuhkan penanganan yang baik.

Rumput laut Kappaphycus alvarezii dipanen dalam lima periode yang berbeda, yaitu 35, 40, 45, 50, dan 55 hari. Proses pemanenan rumput laut dilakukan dengan cara tali ris bentang dilepas dari tali utama, kemudian rumput laut dilepas dari tali ris dengan cara ikatan dibuka sebelum atau sesudah dijemur total. Ukuran hasil panen minimal 500 g/rumpun (SNI, 2010).

Kualitas rumput laut yang dipanen dipengaruhi oleh mutu bibit. Bibit yang baik akan menghasilkan rumput laut yang baik juga. Faktor lain yang menentukan baik buruk suatu mutu rumput laut adalah lingkungan perairan budidaya, perawatan pada saat budidaya dan penanganan pasca panen. Rumput laut setelah dipanen proses yang selanjutnya yaitu proses pengolahan (Clenia, 2008).

2.4 PerlakuanBleaching

Algae memiliki kisaran toleransi dan respon terhadap intensitas cahaya. Algae dapat memutih (bleaching) jika berada di bawah intensitas cahaya yang tinggi, sementara pertumbuhan algae menjadi terhambat jika tumbuh pada daerah dengan intensitas cahaya rendah. Ekstrak kasar pigmen K. alvarezii juga menunjukkan respon terhadap perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini. Berbagai metode pengolahan, seperti pemanasan dan pengeringan juga menyebabkan pemucatan


(31)

12

(bleaching) sehingga membentuk produk bleaching, yang dapat dipastikan keberadaannya melalui serapan positif yang muncul sebagai hasil proses subtraksi pola spektra untuk tiap seri iradiasi maupun suhu pemanasan (Freteset al., 2012).

2.5 Pigmen Rumput Laut

Pada pergeseran puncak serapan maksimum menandakan bahwa intensitas cahaya yang digunakan dalam perlakuan iradiasi cukup untuk penghilangan pigmen dan membentuk produkbleaching. Produkbleachingyang terbentuk selama perlakuan pemanasan 90°C selama 48 jam terhadap pigmen ekstrak kasarK. alvarezii varian merah, coklat, dan hijau, terdapat serapan positif yang muncul. Pada panjang gelombang warna pada pigmen menunjukkan terjadinya pemucatan akibat terpapar pada cahaya dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang cukup lama. Klorofil sangat mudah oleh cahaya, pH, suhu, oksigen dan alkohol yang berlebihan (Freteset al., 2012).

Profil suhu dan salinitas hasil pengukuran di perairan secara umum memperlihatkan berkurangnya suhu air dari permukaan ke dasar dan meningkatnya salinitas dengan bertambahnya kedalaman. Pola stratifikasi suhu dan salinitas di perairan secara umum diperoleh 3 lapisan, yaitu lapisan homogen di lapisan permukaan, tengah, yang sangat tipis dan lapisan dalam dekat dasar (Hadikusumah, 2008).

Menurut KPAD (2013), warna dari suatu rumput laut setelah dikeringkan sangat bervariasi. Warna tergantung dari beberapa faktor, yaitu arus dan kesuburan dari suatu perairan, tingkat kecerahan air laut dan suhu, asal bibit, metoda penanaman,


(32)

13

pasca penjemuran. Penjemuran yang dilakukan pada sore hari akan menyebabkan rumput laut berwarna hitam/gelap sehingga sulit untuk diterima dikarenakan akan mempengaruhi warna pada tepung karaginan itu sendiri dan warna yang baik adalah kemerah-merahan dan coklat muda (light reddish brown) yang mempunyai nilai 1,8-maksimum 2,9 karena produk akhir yang berupa tepung karaginan mempunyai karakteristik warna 2,5-2,9.

2.6 Karaginan

Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang utama terdiri dari galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa yang mengandung ester natrium sulfat, amonium, kalsium, magnesium, dan kalium yang dapat diekstrak dari rumput laut kelasrodhophyceae

dari jenis Eucheuma (SNI 2354.12:2013). Karaginan merupakan suatu jenis galaktan yang memiliki karakteristik unik dan memiliki daya ikat air yang cukup tinggi. Peranan karaginan tidak kalah penting bila dibandingkan dengan agar-agar maupun alginat. Berdasarkan sifat-sifat karaginan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bahan pembentuk gel. Karaginan umumnya digunakan pada industri makanan sebagai pengemulsi, selain itu juga dimanfaatkan pada industri kosmetik, tekstil, obat-obatan dan cat. Karaginan terdiri dari dua fraksi yaitu kappa karaginan dan iota karaginan. Kappa karaginan terdapat pada

Kappaphycus alvarezii yang larut dalam air panas, sedangkan iota karaginan berasal dari jenis Eucheuma spinosum larut dalam air dingin (Aslan, 1998 dalam Ulfah, 2009).


(33)

14

Gambar 3. Struktur Karaginan(Distantin, 2010)

Dalam pengolahan rumput laut untuk mengahasilkan produk seperti karaginan, agar, dan alginate, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian (pembengkakan) jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karaginan, agar, atau alginate dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi yang cukup tinggi, dapat menyebabkan terjadinya modifikasi struktur kimia karaginan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karaginan sehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactosa dalam rantai polisakarida. Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Selain itu, senyawa alkali dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga memudahkan proses ekstraksi karaginan dari jaringan rumput laut (Yasita, 2009).


(34)

15

2.6.1 Pembuatan Karaginan

Bahan baku pembuatan karaginan yaitu rumput laut kering jenis Kappaphycus alvarezii yang telah direndam ± 24 jam lalu dicuci hingga bersih dan dikecilkan ukurannya. Rumput laut yang telah dikecilkan kemudian diblender hingga halus. Kemudian rumput laut yang telah halus ditambahkan dengan NaOH 0,3 M dengan rasio padatan dan pelarut 1:30. Pengekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 90°C dilengkapithermometersebagai pengatur suhu.

Hasil ekstraksi disaring menggunakan 50 mash dipisahkan dari filtrat dan kotoran. Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas untuk menghindari pembetukan gel sehingga diperoleh cairan bening berwarna kuning kecoklatan. Pemisahkan karaginan dari air mendapatkan filtrat yang diendapkan dengan ethanol absolute

teknis sebanyak 2 kali jumlah filtratnya dan didiamkan ±24 jam. Pemisahan endapan dikeringkan dengan oven 110° C selama ± 4 jam, kemudian hasilnya ditimbang (Rakhmawati, 2006).

Ekstraksi karaginan dilakukan pada suhu 85˚C. Suhu ekstraksi yang semakin besar akan menghasilkan rendemen karaginan yang semakin besar, tetapi apabila suhu lebih dari 85ºC maka rendemen karaginan akan mengalami penurunan. Demikian pula dengan waktu ekstraksi, semakin lama waktu ekstraksi, rendemen karaginan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut berinteraksi dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan karaginan semakin tinggi. Waktu ekstraksi yang terlalu lama juga dapat menyebabkan struktur karaginan menjadi rusak sehingga terjadi penurunan


(35)

16

rendemen karaginan (Hidayah, 2013). Proses rafinasi atau proses penepungan merupakan proses pembuatan rumput laut menjadi tepung karaginan (KPAD, 2013).

Table 1. Standar mutu karaginan komersial

Parameter Karaginan Komersial Karaginan Standar FAO Karaginan Standar FCC Karaginan Standar EEC

Kadar Air (%) 14,34±0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12

Kadar Abu (%) 18,60±0,22 15-40 18-40 15-40

Kekuatan gel (dyne/cm²)

685,50 ± 13,43 - -

-Viskositas (cPs) - Min. 5

Titik gel (ºC) 34,10±1,86 - -

-Sumber: A/s Kobenhvas Pektifabrik (1978)dalamYasita (2009).

2.6.2 Sifat Fisik Karaginan

Sifat fisik karaginan yang dianalisis adalah kekuatan gel dan viskositas. Kekuatan gel merupakan sifat fisik yang utama, karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan gel. Hasil pengukuran kekuatan gel karaginan dari perairan Sumenep menunjukkan nilai kekuatannya tidak terlalu tinggi. Karaginan jenis E. spinosum tidak memiliki kekuatan gel yang tinggi dibandingkan dengan kekuatan gel dari Kappaphycus alvarezii. Viskositas pada karaginan berpengaruh terhadap pembentukan gel dan titik leleh, viskositas yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas rendah (Diharmi, 2011).


(36)

17

Pengaruh lama ekstraksi karaginan menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sifat karaginan yang mengikat air. Dalam hal ini semakin lama ekstraksi berlangsung semakin banyak air yang terikat pada karaginan. Viskositas dan kekuatan gel karaginan merupakan sifat utama yang diperlukan untuk diterapkan di industri pangan dan farmasi (Distantina, 2010).

Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya diukur pada suhu 75oC dengan konsentrasi 1,5 % dalam standart FAO.

2.6.3 Sifat Kimia Karaginan

Uji proksimat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan dari suatu bahan untuk dianalisis sifat kimia karaginan yakni, kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar lemak dengan lima kali pengulangan.

Tabel 2. Standar mutu kandungan proksimat karaginan

Parameter Karaginan Komersial Karaginan Standar FAO Karaginan Standar FCC Karaginan Standar EEC

Kadar Air (%) 14,34±0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12

Kadar Protein (%) 2,80 - -

-Kadar Lemak (%) 1,78 - -

-Kadar Abu (%) 18,60±0,22 15-40 18-40 15-40

Karbohidrat (%) Maks 68,48 - -


(37)

18

2.6.4 Manfaat Karaginan

Rumput laut merupakan sumber daya yang berpotensi untuk dimanfaatkan di berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek kesehatan dan industri. Manfaat dari aspek industri, yakni sebagai bahan pewarna alami dan bahan pembuat gelas. Sedangkan manfaat dari aspek kesehatan, yakni meningkatkan kekebalan tubuh, antikanker, antioksidan, anti radang, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, antioksidan penurunan risiko penyakit penyempitan pembuluh darah, dan penyakit yang berhubungan dengan tekanan oksidatif. Tentunya setelah mengetahui manfaat rumput laut dalam aspek industri dan kesehatan masyarakat akan semakin terbuka pikirannya untuk mengembangkan potensi rumput laut ini (Suparmi, 2009).

Rumput laut kaya akan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Komposisi kimia rumput laut bervariasi antara spesies, habitat, kematangan, dan kondisi lingkungan. Kandungan dalam rumput laut kering antara lain : protein kasar 5-25%, karbohidrat 35-74%, lemak 0,2-3,8%, dan abu 10-15%. Kandungan lainnya calsium (Ca), natrium (Na), larutan ester, serta vitamin A, B, C, D, dan E, juga yodium yang cukup tinggi (Winarno, 1990 dalam Patria, 2008).


(38)

19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014-Maret 2015. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian lapang dan dilanjutkan dengan analisis laboratorium. Lokasi penelitian lapang di Desa Ketapang Lampung Selatan, sedangkan analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan, karung, plastik, para-para, tali rapia, tali tambang, lakban, alat tulis, kamera, thermometer, stop watch, ember, pisau, talenan, blender, sendok, panci, kompor gas, kasa, desikator, timbangan analitik, cawan porselen, water bath, oven, pH meter, kertas saring, mesh, beaker glass, labu elemeyer, labu kyldahl, labu didih, gelas ukur, corong kaca, cawan,rheometer, stiller, viscometers haake, dan tanur.


(39)

20

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang digunakan yaitu rumput laut jenis Kappaphycus alvareziidari Desa Ketapang Lampung Selatan.Bahan tambahan yang digunakan yaitu air tawar, air laut, kapur, alkohol, aquades, alkali, NaOH 0,3 M, alkohol 96%, H2SO4.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama metode pasca panen rumput laut dan tahap kedua ekstraksi karaginan dari rumput laut hasil pasca panen dilanjutkan dengan analisis.

3.3.1 Pascapanen

Pemanenan yang dilakukan petani sebagian disisihkan untuk pembuatan bibit, sebagian dikirim dan berat bibit 10-50 gram serta pertumbuhan berat kurang lebih 20 gram/minggu, perlakuan bibit dan karakteristik calon bibit serta seleksinya langsung dilakukan petani. Panen yang dilakukan para petani umumnya dicapai pada usia minimal 40 hari. Para petani memanen rumput laut dengan cara diambil langsung dan dimasukkan ke perahu, 1 tali kira-kira 90-100 kg rumput laut basah. Faktor pascapanen dalam kandungan rendemen karaginan sangat bergantung pada kematangan rumput laut.

Metode pasca panen sebagai berikut:


(40)

21

2. Rumput laut dimasukkan dalam wadah/kantong plastik dengan memasukkan jenis air perendaman dan ditutup rapat hingga 2-3 hari di laut dan di darat. Rincian, yakni:

- Tempatbleachingdi darat dengan jenis perendaman air tawar (T1A1)

- Tempatbleachingdi darat dengan jenis perendaman air laut (T1A2)

- Tempatbleachingdi laut dengan jenis perendaman air tawar (T2A1)

- Tempatbleachingdi laut dengan jenis perendaman air laut (T2A2)

2 Ukuran dan kapasitas wadah/kantong plastik untuk hidrolisis 1x0.5 meter. 3 Rumput laut dikeluarkan dalam wadah/kantong plastik.

4 Selanjutnya rumput laut dicuci bersih dengan air laut karena banyak tersedia, jika air tawar akan terserap dan lama dalam pengeringan.

5 Rumput laut yang telah dicuci bersih kemudian dijemur di atas para-para, kurang lebih penjemuran dilakukan 2-3 hari

6 Proses penjemuran 1-2 jam pembulak balikan selama 2-3 hari pada proses malam ditutup terpal di atas para-para.

7 Setelah penjemuran diletakkan dalam karung dan dilakukan penimbangan.

Bahan yang dianalisis adalah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii yang diambil untuk mewakili bahan keseluruhan. Sampel rumput laut ditimbang seberat 200.000 gram yang masing-masing perlakuan diuji sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Penelitian ini menggunakan tempatbleaching yang berbeda dan jenis perendaman yang berbeda. Tempat bleachingdi darat dan di laut. Beberapa jenis larutan yang digunakan untuk membantu dalam proses bleaching dalam penelitian, yakni air


(41)

22

tawar dan air laut. Proses bleaching dilakukan mulai dari pemanenan dan penimbangan sampel penelitian. Rumput laut ditimbang seberat 200.000 gram. Sampel yang telah ditimbang diwadahi ember sebelum selanjutnya diproses.

3.3.2 Ekstraksi Karaginan

Bahan baku pembuatan karaginan yaitu rumput laut kering jenis Kappaphycus alvarezii yang telah direndam ± 24 jam lalu dicuci hingga bersih dan dikecilkan ukurannya. Rumput laut yang telah dikecilkan ukurannya kemudian diblender hingga halus. Kemudian rumput laut yang telah halus ditambahkan dengan NaOH 0,3 M dengan rasio padatan dan pelarut 1:30. Pengekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 90°C dilengkapithermometersebagai pengatur suhu.

Hasil ekstraksi disaring menggunakan 50 mash dipisahkan dari filtrat dan kotoran. Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas untuk menghindari pembentukan gel sehingga diperoleh cairan bening berwarna kuning kecoklatan. Pemisahan karaginan dari air untuk mendapatkan filtrat yang diendapkan dengan ethanol absolute teknis sebanyak 2 kali jumlah filtratnya dan didiamkan ±24 jam. Pemisahan endapan dikeringkan dengan oven 110° C selama ± 4 jam.


(42)

23

Gambar 4. Diagram alir pembuatan karaginan (Rakhmawati, 2006 telah dimodifikasi).

3.4 Parameter Pengamatan

3.4.1 Pengamatan SelamaBleaching

Parameter pengamatan selama bleaching dilakukan untuk mengetahui yakni, suhu (°C). Suhu air berperan penting dalam proses fotosintesis, dimana semakin tinggi intensitas matahari dan semakin optimum kondisi temperatur, maka akan semakin nyata hasil fotosintesisnya. Kecukupan sinar matahari sangat menentukan

Perendaman, pencucian dan pengecilan ukuran

Ekstraksi 1:30, suhu 90ºC, 2 jam pH 8,5-9, jenis basa NaOH 0,3M Rumput laut kering

(Kappaphycus alverizii)

Penyaringan 50 mesh

Pengendapan filtrat denganEthanol absoluteteknis Residu

Filtrat

Karaginan basah

Karaginan Pemisahan endapan


(43)

24

kecepatan rumput laut untuk memenuhi kebutuhan nutrien. Lokasi budidaya rumput laut Kappaphycus alverezii terlindung dari pergerakan air dan hempasan ombak yang terlalu kuat. Oleh karena itu, lokasi budidaya diusahakan yang jauh dari sumber air tawar karena dapat menurunkan salinitas air (Lubis, 2013).

3.4.2 Viskositas

Viskositas (kekentalan) adalah kemampuan suatu fluida untuk mengalir oleh karena gaya gesekan. Maksud dari pengukuran ini adalah untuk menentukan nilai kekentalan suatu larutan yang dinyatakan dalam centipoises (cP). Cara analisis viskositas karaginan yang dimulai dengan mengambil sampel 1,5 gram dan dilarutkan dalam 100 ml pada suhu 90°C. Larutan kemudian diaduk selama 20 menit. Pengukuran nilai viskositas menggunakan Viskometer Haake dengan pengaturan suhu di atas 70°C untuk mencegah terjadinya pembentukan gel (Bono, 2014). Nilai viskositas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

ɳ = ( )

katerangan:

ɳ = viskositas larutan dinyatakan dalam milipascal detik atau centiPoise (mPa.s atau cP);

= konstanta viskometer (mPa.s.cm3/g.s) = massa jenis bola (g/cm3)

= massa jenis larutan karaginan (g/cm3) = waktu alir dinyatakan dalam detik (s)


(44)

25

3.4.3 Titik Jendal (Gelling Point)

Sampel 1,5 g dengan aquades 100 ml diulang 3 kali pengulangan dalam larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% disiapkan dalam gelas ukur volume 22 ml. Suhu sampel diturunkan secara perlahan-lahan dengan cara menempatkan dalam wadah yang diberi pecahan es. Titik jendal diukur pada saat karaginan mulai membentuk gel dengan menggunakan thermometer (Suryaningrum dan Utomo, 2000dalamUlfah, 2009).

3.4.4 Kekuatan Gel (Gel Strength)

Gel strength yakni selisih berat gel sebelum pecah dan setelah pecah dibagi luas penampang silinder stainless. Untuk mengetahui kekuatan gel (gel strength), 1,5 gram tepung karaginan kering dilarutkan dalam akuades dengan pemanasan dalam 100 ml diaduk rata menggunakan magnetik selama 20-30 menit pada suhu 90°C. Larutan distabilkan menggunakan water bath 80-90°C selama 15 menit untuk menghapus gelombang. Larutan yang melekat dituangkan dalam 3 gelas kimia 30 ml. Setiap tinggi 22 ml mencetak dan membeku pada 20-30 menit sebelum disegel dengan alumunium foil lalu didiamkan selama semalam pada suhu kamar 28°C. Gelas diletakkan di atas timbangan dan batang silinder stainless (luas penampang = 0,786 cm2) diletakkan di atas sampel, kemudian ditekan menggunakanrheometersampai gel pecah dan dicatat (Bono, 2014).

3.4.5 Organoleptik

Analisa uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan terhadap tingkat penilaian panelis pada parameter kenampakan, bau, dan tekstur tepung karaginan.


(45)

26

Penggunaan uji organoleptik dengan pengukuran secara obyektif pada suatu penelitian untuk mengukur sampai sejauh mana komposisi kimia atau sifat fisiknya secara organoleptik dapat diterima oleh panelis. Panelis mempunyai peranan penting dalam menilai mutu produk yang diuji, sehingga analisis statistik dengan menggunakan uji non parametrik pada pengujian organoleptik yang merancang bahwa panelis dijadikan sebagai ulangan, maka rancangan yang telah didesain pada pengujian objektif seyogyanya tidak secara otomatis sama dengan pada pengujian organoleptik, tetapi harus memperhatikan tingkat keseragaman panelis yang digunakan (Suradi, 2007). Menurut SNI 01-2346-2006, panelis non standar uji organoleptik sebanyak 30 panelis yang diminta menuliskan parameter kenampakan, bau, dan tekstur dari hasil ekstraksi rumput laut.

Menurut Winarno (1995) dalam Abdillah (2006), standar mutu karagenan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60 mesh, tepung yang terendam alkohol 0,7 dan air 15% papa RH 50 dan 25% pada RH 70. Penggunaan ini biasanya dilakukan pada konsentrasi serende 0.005% sampai setinggi 3% tergantung produk yang ingin diproduksi. Tepung karaginan berwarna putih sampai coklat kemerah-merahan (Food Chemical Codex 1981) melalui pembesaran (mikroskop), tepung karaginan berupa serat-serat pendek (hasil presipitasi oleh alkohol) atau berupa remahan halus (hasil ”drum drying”) dengan bobot jenis rata-rata 1,7 g/cm3(Guiseleyet al.,1980).

3.4.6 Rendemen

Kadar karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat kering karaginan yang dihasilkan dengan berat kering rumput laut. Analisa kadar


(46)

27

karaginan mengikuti prosedur kerja laboratorium yaitu sebelum dilakukan pengujian, rumput laut dicuci dan dibersihkan dari pasir, kotoran dan benda-benda asing lalu dikeringkan. SNI 01-2690-1998 kadar karaginan rumput laut kering tidak kurang dari 25%. Kadar karaginan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus (LIPI, 2012):

%Rendemen karagenan = x 100%

3.4.7 Uji Proksimat

Uji proksimat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan dari suatu bahan puntuk dianalisis sifat kimia karaginan yakni, kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar lemak dengan lima kali pengulangan.

A. Kadar Protein

Perhitungan kadar protein dimulai dengan penimbangan sebanyak 1-2 g sampel dan dimasukkan ke dalam labu Kjedhall lalu ditambahkan 10 g campuran selen (4 g selen 3 g CaSPO4 dan 190 g Na2SO4 ) dan 30 ml H2SO4 pekat teknis. Sampel

kemudian dipanaskan mula-mula atas nyala kecil (dalam ruang asam) sambil digoyang-goyangkan. Sesudah 5-10 menit api dibesarkan dan terus dipanaskan hingga warna cairan menjadi hijau jernih. Sampel yang telah didinginkan diencerkan dengan 250–300 ml air dan dipindahkan ke dalam labu didih dari 500 ml yang di dalamnya telah ditambahkan beberapa butir batu didih. Sampel ditambahkan dengan 120 ml NaOH 30% dan segera disambung dengan alat penyuling dan disulingkan hingga 2/3 dari cairan tersuling. Sulingan yang terjadi


(47)

28

diterima dalam H2SO4 0,25 N berlebihan. Akhirnya kelebihan H2SO4 dititaran

kembali dengan NaOH 0,5 N (indikator mengsel) dan dicatat (SNI, 1992).

Kadar protein (%) = , 100 %

B. Kadar Air

Menurut AOAC (1995) dalam Wiraswanti (2008), cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 100°C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian timbang. Sebanyak 5 gram sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C sampai 102°C selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang. Setelah diperoleh hasil penimbangan pertama, lalu cawan yang berisi sampel tersebuat dikeringkan kembali selama 30 menit, selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 gram dari penimbangan pertama maka berat sampel dianggap konstan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%) = ( ) ( )

( ) 100%

C. Kadar Abu

Menurut AOAC (1995) dalam Wiraswanti (2008), cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 5 g dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada suhu sekitar


(48)

29

450ºC dan tahap kedua dilakukan pada suhu 550ºC, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian cawan ditimbang. Presentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu (%) = (%)

(%) 100%

D. Kadar Lemak

Rumput laut kering sebanyak 2 gram, diekstraksi dengan petroleum eter secukupnya. Setelah didestilasi selama 6 jam, destilat dimasukkan ke dalam botol timbang yang bersih dan diketahui beratnya, kemudian petrolium eter diuapkan dengan penangas air sampai larutan agak pekat. Cairan pekat tersebut dikeringkan dalam oven suhu 50ºC sampai beratnya konstan. Berat residu dalam botol timbang dianggap sebagai berat lemak. Menurut AOAC (1995) dalam Wiraswanti (2008), presentasi kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

Kadar lemak = ( ) ( )

( ) 100%

D. Kadar Karbohidrat

Menurut Wiraswanti (2008), kadar karbohidrat (by difference) dihitung dengan cara pengurangan terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Perhitungan kadar karbohidrat adalah sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - % kadar protein - % kadar air–% kadar abu - % kadar lemak


(49)

30

3.5 Analisis Data

Penelitian ini mengunakan rancangan faktorial dalam acak kelompok. Rancangan ini terdapat 2 faktor yaitu faktor tempat perendaman disimbolkan (T) dan faktor jenis bleaching disimbolkan (A). Rancangan terdiri dari 2 level yaitu T1T2 dan

(A1A2) dengan 4 perlakuan yaitu T1A1,T1A2,T2A1,dan T2A2. Penelitian dilakukan

menggunakan lima kali ulangan, didapat 20 kombinasi satuan percobaan. Rancangan penelitian menggunakan metode analisis variansi satu arah (Walpole, 1993).

Table 3. Rancangan penelitian

Ulangan Darat (T1) Laut (T2)

Air Tawar (A1) Air Laut (A2) Air Tawar (A1) Air Laut (A2)

1 T1A1U1 T1A2U1 T2A1U1 T2A2U1

2 T1A1U2 T1A2U2 T2A1U2 T2A2U2

3 T1A1U3 T1A2U3 T2A1U3 T2A2U3

4 T1A1U4 T1A2U4 T2A1U4 T2A2U4

5 T1A1U5 T1A2U5 T2A1U5 T2A2U5

Perlakuan bleaching dan tempat yang berbeda akan menentukan hasil dari karakteristik kualitas karaginan yang dihasilkan. Kemudian proses kedua yakni proses ekstraksi dan analisis kualitas karaginan, hasil dari perendaman akan diekstrak menjadi karaginan. Pada masing - masing sampel akan diuji karaginan yang baik dihasilkan pada proses bleaching pada larutan. Selanjutnya parameter pengamatan hasil ekstrak karaginan diuji proksimat dan uji organoleptik. Uji ragam digunakan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan jenis bleaching

rumput laut Kappaphcus alvarezii yang berbeda dan tempat perendaman rumput laut terhadap kualitas karaginan, serta mengetahui perlakuan yang terbaik. Hasil


(50)

31

akhir kemudian dilaporkan dalam bentuk grafik dan gambar. Data hasil uji kimia dianalisis secara deskriptif menggunakan skor modus masing-masing perlakuan.

Analisis data dilakukan dengan uji F (ragam) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Apabila hasil analisis sidik ragam berpengaruh (ɑ <0,05), maka akan dilanjutkan uji lanjut. Namun apabila hasil analisis sidik ragam tidak berpengaruh (ɑ >0,5), maka tidak perlu dilakukan uji lanjut. Analisis pengamatan data RAK 2 Faktor menggunakan SAS.

3.6 Menentukan Perlakuan Terbaik

Penentukan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan metode indeks efektivitas (effectivesess index) (De Garmo et. al., 1994 dalam Diniyah, 2012), dimana langkah-langkah yang dilakukan yaitu variabel-variabel yang diamati dalam pemilihan alternatif diurutkan berdasarkan bobot (weight) tingkat prioritas penentu. Bobot kemudian diberikan dinormalisasi dengan cara membagi masing-masing bobot dengan jumlah nilai bobot yang diberikan. Nilai efektifitas setelah itu ditentukan. Nilai efektivitas dihitung dari masing-masing alternatif dengan mengikuti persamaan berikut:

Nilai Efektifitas =

( )

Nilai efektivitas yang diperoleh dikalikan dengan nilai normalisasi dari bobot yang diberikan untuk masing-masing parameter. Langkah terakhir hasil kali dari nilai efektivitas dengan nilai normalisasi dijumlahkan pada masing-masing alternatif. Nilai jumlah yang terbesar merupakan nilai perlakuan terbaik.


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan :

1. Proses bleaching dengan menggunakan media rendam air laut lebih baik dari media rendam air tawar, sedangkan tempat perendaman selama

bleachinglebih baik dilakukan di laut.

2. Kualitas karaginan yang terbaik berdasarkan pengukuran Index Efektifitas de Garmo hasil parameter yang diukur dalam penelitian ini pada perlakuan T2A2(bleachingdi laut dengan media rendam air laut).

3. Hasil analisis ragam parameter yang berpengaruh antara interaksi faktor tempat dan faktor jenis perendaman yaitu, kadar air, kadar protein, dan kadar lemak.

5.2 Saran

1. Untuk mendapatkan kualitas karaginan yang sesuai standar yang ditetapkan, perlakuan bleaching disarankan dilakukan di laut dengan menggunakan air laut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kualitas karaginan terhadap perbedaan musim.


(52)

53

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, F. 2006. Penambahan Tepung Wortel dan Karaginan untuk Meningkatkan Kadar Serat Pangan Pada Nugget Ikan Nila. Skripsi.

Institut Pertanian Bogor.Bogor: hlm. 35.

Aziz, A. 2009. Hidrokoloid Kappa-Karaginan Sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocos nucifera).Skripsi.Institut Pertanian Bogor.Bogor: hlm. 19. Bono, A., Anisuzzaman, S.M., dan Ding, O.W. 2012. Eect of Process Conditions

on the Gel Viscosity and Gel Strength of Semi-Refined Carrageenan (SRC). Jurnal of King Soud University. Universiti Malaysia Sabah (UMS), 88400 Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Available online 28 June 2012.

Clenia, M. 2008. Analisis Rasio Biaya Suberdaya Domestik Usaha Budidaya Rumput Laut Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Vol. 15, No. 1. hlm. 31 - 38

Diharmi, A. 2011. Karakteristik Karaginan Hasil Isolasi Eucheuma spinosum

(Alga merah) dari Perairan Semenep Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan.Vol. 16,No. 1: hlm. 117-124.

Diniyah, N., Wijanarko, S.B. dan Purnomo, H. 2012. Teknologi Pengolahan Gula Coklat Cair Nira Siwalan (Borrasus flabellifer L). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan23 (1).

Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, Fahrurrozi, M., Wiratni. 2010. Proses Ekstraksi Karagenan dariEucheuma cottonii.Seminar Rekayaya dan Proses. 4-5 Agustus 2010.

Fretes H. de., Susanto, AB., Prasetyo, B., Heriyanto. 2012. Estimasi Produk Degradasi Ekstrak Kasar PigmenAlga Merah Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Varian Merah, Coklat,dan Hijau: Telaah Perbedaan Spektrum Serapan.Ilmu Kelautan. Vol. 17, No.1. hlm. 31-38.

Guiseley KB, Stanley NF, Whitehouse PA. 1980.Carrageenan. Di dalam:

Davids RL (editor).Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London: Mc Graw Hill Book Company. p 125-142.


(53)

54

Hadikusuma, 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas diperairan Cisadane.Makasar, Sains, Vol. 12, No. 2, November 2008: 82-88.

Harun. 2013. Karakteristik Fisika Kimia Karaginan Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Pada Umum Panen yang Berbeda di Perairan Desa Tihengo Kabupaten Gorontalo Utara.Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 1, No. 1.

Hidayah. 2013. Optimasi Konsentrasi Kalium Hidroksida pada Ekstraksi Karaginan dari Alga Merah (Kappaphycus alvarezii). JKK. Asal Pulau Lemukutan. Vol. 2. hlm. 78-83.

Kadi, A. 2004. Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dan Pengembangannya. Nusa Penida.Oseana. Vol. XXIX, No. 4, hlm.25-36. KPAD [Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi]. 2013.Penanganan Pasca

Panen Rumput Laut. Nunuan.

LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]. 2012. Determinasi Identifikasi Sampel Rumput Laut dari Pusat Penelitian Oseanografi Research Centre For Oceanography.Jakarta.

Lubis, S.A. 2013. Karakeristikisasi Simplisa dan Isolasi serta Identifikasi Karagenan dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) dari Desa Kutuh Banjar Kaja Jati, Provinsi Bali.Skripsi.Universitas Sumatera Utara.hlm. 8

Melki dan Agussalim, A. 2004. Keadaan Budidaya Rumput Laut di Pulau Panjang Provinsi Bangka Belitung.Jurnal Penelitian Sains; No. 16, hal 1-8. Necas, J. and L. Bartasikova. 2013. Carrageenan: a review. Veterinarni edicine,

58(4):187-205.

Nono, D. R., Boneka, F. B., dan Gerung, G. S. 2013. Siput Gastropoda Pada Alga Makro di Tanjung Arakan dan Pulau Nain, Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis,Vol.IX-2, Agustus 2013.

Novianto, DK., Dinarianasari, Y., dan Prasetyaningrum, A. 2013. Pemanfaatan Membran Mikrofiltrasi untuk Pembuatan Refined Carageenan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri,Vol. 2, No. 2, hal. 109-114.

Rakhmawati, T. 2006. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Ekstraksi terhadap Perolehan Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma Cottonii.Skripsi.Universitas Lampung. hlm. 24-26.


(54)

55

Sahat, H. J. 2013. Rumput laut Indonesia. Gedung Utama Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

Samsuari. 2006. Penelitian Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii di Wilayah Perairan Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan.Skripsi.Institut Pertanian Bogor.

Sembiring, S.I. 2006. Pemanfaatan Rumput Laut (Euchema cottonii) sebagai Bahan Baku dalam Pembuatan Permen Jelly. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor: hlm.23-28.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1998.Rumput Laut Kering. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan Sensori.Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2008. Cara Uji Viskositas.Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2010. Produksi Rumput Laut Kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1:Metode Lepas Dasar. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2013. Cara Uji Kimia-Bagian 12 : Penentuan Rendemen (yield) Karaginan Rumput Laut. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

Suparmi dan Sahri, A. 2009.Mengenal Potensi Rumput Laut Kajian Pemanfaatan Sumber Daya Rumput Laut Dari Aspek Industri Dan Kesehatan. Sultan Agung. Vol XLIV 118.

Sumidi. 2014. Pascapanen Rumput Laut.Komunikasi Langsung Petani Ketapang Lampung Selatan. 28 September 2014.

Sunaryo, YD. 2012. Optimasi Ekstraksi Kappa Karaginan dari Rumput Laut

Eucheuma cottonii Hasi Pemucatan dengan Dua Metode Ekstraksi.

Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hal. 5-9.

Suradi, K. 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging Melalui Beberapa Pendekatan Statistik. Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2007, Vol. 7. No. 1, 52-57.


(55)

56

Suryaningsih, L. 2006. Pengaruh Antidenaturan dan Natrium Tripolifosfat terhadap pH, Kekuatan Gel, dan Kadar Protein Nikumi Daging Domba. Jurnal Ilmu Ternak, Vol. 6 No. 2, 140–144.

Patria, A. 2008. Pemanfaatan Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

pada Pembuatan Dodol Kentang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 3-5.

Peranginangin, R. Rahman, A., dan Irianto, H. E. 2011. Pengaruh Perbandingan Air Pengekstrak dan Penambahan Celite Terhadap Mutu Kappa Karaginan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011.

Jakarta.

Prasetyowati, C.J.A., dan Devy, A. 2008. Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan.Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008.

Ulfah, M. 2009. Pemanfaatan Iota Karaginan (Eucheuma spinosum) dan Kappa Karaginan (Kappaphycus alvarezii) Sebagai Sumber Serat Untuk Meningkatkan Kekenyalan Mie Kering.Skripsi.Institut Pertanian Bogor.

Bogor: 111 pp.

Yasita, D. dan Rachmawati, I. D. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma Cottoni untuk Mencapai Foodgrade. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura.

Ya’la, Z. R. 2008. Prospek Pengembangan Rumput LautDi Kabupaten Morowali.

Jurnal Agroland. Vol 15, No. 2. Hal.144–148.

Yudi, W. 2002.Budidaya Rumput Laut: Prospek Mata Pencaharian Alternatif di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Warkoyo. 2007. Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

(Kajian Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman). Vol. 14. No. 1. Th. 2007.

Walpole. E. R. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 382-416.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 10-17.

Wiraswanti, I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan dalam Pembuatan Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) Pada Penyimpanan Suhu Dingin dan Beku.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Hal 39-41.


(1)

31

akhir kemudian dilaporkan dalam bentuk grafik dan gambar. Data hasil uji kimia dianalisis secara deskriptif menggunakan skor modus masing-masing perlakuan.

Analisis data dilakukan dengan uji F (ragam) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Apabila hasil analisis sidik ragam berpengaruh (ɑ <0,05), maka akan dilanjutkan uji lanjut. Namun apabila hasil analisis sidik ragam tidak berpengaruh (ɑ >0,5), maka tidak perlu dilakukan uji lanjut. Analisis pengamatan data RAK 2 Faktor menggunakan SAS.

3.6 Menentukan Perlakuan Terbaik

Penentukan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan metode indeks efektivitas (effectivesess index) (De Garmo et. al., 1994 dalam Diniyah, 2012), dimana langkah-langkah yang dilakukan yaitu variabel-variabel yang diamati dalam pemilihan alternatif diurutkan berdasarkan bobot (weight) tingkat prioritas penentu. Bobot kemudian diberikan dinormalisasi dengan cara membagi masing-masing bobot dengan jumlah nilai bobot yang diberikan. Nilai efektifitas setelah itu ditentukan. Nilai efektivitas dihitung dari masing-masing alternatif dengan mengikuti persamaan berikut:

Nilai Efektifitas =

( )

Nilai efektivitas yang diperoleh dikalikan dengan nilai normalisasi dari bobot yang diberikan untuk masing-masing parameter. Langkah terakhir hasil kali dari nilai efektivitas dengan nilai normalisasi dijumlahkan pada masing-masing alternatif. Nilai jumlah yang terbesar merupakan nilai perlakuan terbaik.


(2)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan :

1. Proses bleaching dengan menggunakan media rendam air laut lebih baik dari media rendam air tawar, sedangkan tempat perendaman selama bleachinglebih baik dilakukan di laut.

2. Kualitas karaginan yang terbaik berdasarkan pengukuran Index Efektifitas de Garmo hasil parameter yang diukur dalam penelitian ini pada perlakuan T2A2(bleachingdi laut dengan media rendam air laut).

3. Hasil analisis ragam parameter yang berpengaruh antara interaksi faktor tempat dan faktor jenis perendaman yaitu, kadar air, kadar protein, dan kadar lemak.

5.2 Saran

1. Untuk mendapatkan kualitas karaginan yang sesuai standar yang ditetapkan, perlakuan bleaching disarankan dilakukan di laut dengan menggunakan air laut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kualitas karaginan terhadap perbedaan musim.


(3)

53

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, F. 2006. Penambahan Tepung Wortel dan Karaginan untuk Meningkatkan Kadar Serat Pangan Pada Nugget Ikan Nila. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor: hlm. 35.

Aziz, A. 2009. Hidrokoloid Kappa-Karaginan Sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocos nucifera).Skripsi.Institut Pertanian Bogor.Bogor: hlm. 19. Bono, A., Anisuzzaman, S.M., dan Ding, O.W. 2012. Eect of Process Conditions

on the Gel Viscosity and Gel Strength of Semi-Refined Carrageenan (SRC). Jurnal of King Soud University. Universiti Malaysia Sabah (UMS), 88400 Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Available online 28 June 2012.

Clenia, M. 2008. Analisis Rasio Biaya Suberdaya Domestik Usaha Budidaya Rumput Laut Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Vol. 15, No. 1. hlm. 31 - 38

Diharmi, A. 2011. Karakteristik Karaginan Hasil Isolasi Eucheuma spinosum (Alga merah) dari Perairan Semenep Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan.Vol. 16,No. 1: hlm. 117-124.

Diniyah, N., Wijanarko, S.B. dan Purnomo, H. 2012. Teknologi Pengolahan Gula Coklat Cair Nira Siwalan (Borrasus flabellifer L). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan23 (1).

Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, Fahrurrozi, M., Wiratni. 2010. Proses Ekstraksi Karagenan dariEucheuma cottonii.Seminar Rekayaya dan Proses. 4-5 Agustus 2010.

Fretes H. de., Susanto, AB., Prasetyo, B., Heriyanto. 2012. Estimasi Produk Degradasi Ekstrak Kasar PigmenAlga Merah Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Varian Merah, Coklat,dan Hijau: Telaah Perbedaan Spektrum Serapan.Ilmu Kelautan. Vol. 17, No.1. hlm. 31-38.

Guiseley KB, Stanley NF, Whitehouse PA. 1980.Carrageenan. Di dalam:

Davids RL (editor).Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London: Mc Graw Hill Book Company. p 125-142.


(4)

Hadikusuma, 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas diperairan Cisadane.Makasar, Sains, Vol. 12, No. 2, November 2008: 82-88.

Harun. 2013. Karakteristik Fisika Kimia Karaginan Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Pada Umum Panen yang Berbeda di Perairan Desa Tihengo Kabupaten Gorontalo Utara.Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 1, No. 1.

Hidayah. 2013. Optimasi Konsentrasi Kalium Hidroksida pada Ekstraksi Karaginan dari Alga Merah (Kappaphycus alvarezii). JKK. Asal Pulau Lemukutan. Vol. 2. hlm. 78-83.

Kadi, A. 2004. Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dan Pengembangannya. Nusa Penida.Oseana. Vol. XXIX, No. 4, hlm.25-36. KPAD [Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi]. 2013.Penanganan Pasca

Panen Rumput Laut. Nunuan.

LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]. 2012. Determinasi Identifikasi Sampel Rumput Laut dari Pusat Penelitian Oseanografi Research Centre For Oceanography.Jakarta.

Lubis, S.A. 2013. Karakeristikisasi Simplisa dan Isolasi serta Identifikasi Karagenan dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) dari Desa Kutuh Banjar Kaja Jati, Provinsi Bali.Skripsi.Universitas Sumatera Utara.hlm. 8

Melki dan Agussalim, A. 2004. Keadaan Budidaya Rumput Laut di Pulau Panjang Provinsi Bangka Belitung.Jurnal Penelitian Sains; No. 16, hal 1-8. Necas, J. and L. Bartasikova. 2013. Carrageenan: a review. Veterinarni edicine,

58(4):187-205.

Nono, D. R., Boneka, F. B., dan Gerung, G. S. 2013. Siput Gastropoda Pada Alga Makro di Tanjung Arakan dan Pulau Nain, Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis,Vol.IX-2, Agustus 2013.

Novianto, DK., Dinarianasari, Y., dan Prasetyaningrum, A. 2013. Pemanfaatan Membran Mikrofiltrasi untuk Pembuatan Refined Carageenan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri,Vol. 2, No. 2, hal. 109-114.

Rakhmawati, T. 2006. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Ekstraksi terhadap Perolehan Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma Cottonii.Skripsi.Universitas Lampung. hlm. 24-26.


(5)

55

Sahat, H. J. 2013. Rumput laut Indonesia. Gedung Utama Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

Samsuari. 2006. Penelitian Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii di Wilayah Perairan Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan.Skripsi.Institut Pertanian Bogor.

Sembiring, S.I. 2006. Pemanfaatan Rumput Laut (Euchema cottonii) sebagai Bahan Baku dalam Pembuatan Permen Jelly. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor: hlm.23-28.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1998.Rumput Laut Kering. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan Sensori.Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2008. Cara Uji Viskositas.Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2010. Produksi Rumput Laut Kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1:Metode Lepas Dasar. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2013. Cara Uji Kimia-Bagian 12 : Penentuan Rendemen (yield) Karaginan Rumput Laut. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

Suparmi dan Sahri, A. 2009.Mengenal Potensi Rumput Laut Kajian Pemanfaatan Sumber Daya Rumput Laut Dari Aspek Industri Dan Kesehatan. Sultan Agung. Vol XLIV 118.

Sumidi. 2014. Pascapanen Rumput Laut.Komunikasi Langsung Petani Ketapang Lampung Selatan. 28 September 2014.

Sunaryo, YD. 2012. Optimasi Ekstraksi Kappa Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Hasi Pemucatan dengan Dua Metode Ekstraksi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hal. 5-9.

Suradi, K. 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging Melalui Beberapa Pendekatan Statistik. Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2007, Vol. 7. No. 1, 52-57.


(6)

Suryaningsih, L. 2006. Pengaruh Antidenaturan dan Natrium Tripolifosfat terhadap pH, Kekuatan Gel, dan Kadar Protein Nikumi Daging Domba. Jurnal Ilmu Ternak, Vol. 6 No. 2, 140–144.

Patria, A. 2008. Pemanfaatan Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Pembuatan Dodol Kentang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 3-5.

Peranginangin, R. Rahman, A., dan Irianto, H. E. 2011. Pengaruh Perbandingan Air Pengekstrak dan Penambahan Celite Terhadap Mutu Kappa Karaginan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. Jakarta.

Prasetyowati, C.J.A., dan Devy, A. 2008. Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan.Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008.

Ulfah, M. 2009. Pemanfaatan Iota Karaginan (Eucheuma spinosum) dan Kappa Karaginan (Kappaphycus alvarezii) Sebagai Sumber Serat Untuk Meningkatkan Kekenyalan Mie Kering.Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor: 111 pp.

Yasita, D. dan Rachmawati, I. D. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma Cottoni untuk Mencapai Foodgrade. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura.

Ya’la, Z. R. 2008. Prospek Pengembangan Rumput LautDi Kabupaten Morowali. Jurnal Agroland. Vol 15, No. 2. Hal.144–148.

Yudi, W. 2002.Budidaya Rumput Laut: Prospek Mata Pencaharian Alternatif di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Warkoyo. 2007. Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

(Kajian Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman). Vol. 14. No. 1. Th. 2007.

Walpole. E. R. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 382-416.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 10-17.

Wiraswanti, I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan dalam Pembuatan Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) Pada Penyimpanan Suhu Dingin dan Beku.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Hal 39-41.