Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka.

PEMANFAATAN KIAMBANG (Salvinia molesta) DALAM
MEREDUKSI BAHAN PENCEMAR PADA LIMBAH CAIR
TAPIOKA

SANTIKA RATNASARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Kiambang
(Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2014
Santika Ratnasari
NIM C24090032

ABSTRAK
SANTIKA RATNASARI. Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam
Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka. Dibimbing oleh SIGID
HARIYADI dan INNA PUSPA AYU.
Limbah cair tapioka berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem
perairan karena mengandung sianida, bahan organik yang tinggi, dan pH yang
asam. Tanaman air mengapung seperti kiambang (Salvinia molesta) dapat
dimanfaatkan sebagai pereduksi biologis limbah cair tapioka. Tanaman ini
memanfaatkan bahan organik yang tidak terendapkan dan terendapkan. Maka dari
itu, tinggi air dapat mempengaruhi pemanfaatan bahan organik oleh kiambang.
Penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan tanaman kiambang dalam
mereduksi bahan pencemar pada limbah tapioka dengan perlakuan perbedaan
tinggi air. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tinggi air 10 cm menurunkan
konsentrasi sianida dan bahan organik lebih banyak dibandingkan 20 cm. Selain
itu, perlakuan limbah tanpa tanaman air dengan ketinggian 10 cm menurunkan
sianida dan bahan organik terbesar yaitu 70% dan 50%. Hal ini disebabkan difusi

oksigen dari atmosfer ke air terhambat oleh tanaman air sehingga perombakan
bahan organiknya juga terhambat. Aklimatisasi tanaman air pada media
sebaiknya dilakukan dalam rentang waktu tertentu sehingga kemampuan tanaman
air dalam menurunkan konsentrasi siandia dan bahan organik dapat lebih terlihat.
Kata kunci: kiambang, limbah cair tapioka, Salvinia molesta, tinggi air.

ABSTRACT
SANTIKA RATNASARI. Utilization of Kiambang (Salvinia molesta) to Reduce
Contaminant in Tapioca Wastewater. Supervised by SIGID HARIYADI and
INNA PUSPA AYU.
Tapioca wastewater may cause unbalance aquatic ecosystem. It contains
cyanide, high organic matter, and acid water. Free floating aquatic plants such as
kiambang (Salvinia molesta) can be applied as biological treatment for tapioka
wastewater. Kiambang can utilize organic matter from water and from sediment.
Therefore, water height could affect utilization of organic matter by kiambang.
This research aimed to study the utilization of kiambang to reduce contaminant
material in tapioca wastewater with different water height. Result showed that
treatment with 10 cm water height decreased cyanide concentration and organic
matter more than 20 cm. Wastewater treatment of 10 cm without aquatic plants
decreased cyanide and organic matter the most, i.e 70% and 50%, respectively.

This was because oxygen diffusion from atmosphere into water was blocked by
the plant, causing organic material reduction was blocked as well. Aquatic plants
acclimatization in wastewater should be done in a particular time span, so that
aquatic plants ability to reduce cyanide and organic matter could be more visible.
Keywords: kiambang, Salvinia molesta, tapioca wastewater, water height

PEMANFAATAN KIAMBANG (Salvinia molesta) DALAM
MEREDUKSI BAHAN PENCEMAR PADA LIMBAH CAIR
TAPIOKA

SANTIKA RATNASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang telah memberikan
kasih dan karunia-Nya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan
Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah
Cair Tapioka” yang dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan
Perairan ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan Penulis
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyampaikannya melalui
skripsi.
2. Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi selaku dosen pembimbing akademik.
3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc dan Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku dosen
pembimbing.

4. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji.
5. Keluarga besar Laboratorium Produktivitas Lingkungan MSP.
6. Bapak Toha dan Bapak Nanang selaku pemilik industri tepung tapioka.
7. Keluargaku: Papa Manontong M.P Butar-Butar BBA, Mama Demah
Pardede SPd, Abang Wirawan Doli Hasiholan SST, Abang Indra Rully
Permana SE, dan Adik Anggiat Ramos Juniarto ST yang telah
memberikan dukungan dan kasih sayangnya.
8. Teman - teman yang selalu mendukung selama penelitian: Fauzia F,
Dwi, Yucha, Novita, Nursi, Dirga, Putri, Made, dan teman MSP 46
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, MSP 47.
9. Teman - teman yang terus mendoakanku: Mazmur (Jenny, Gloria,
Putriana, Meta, Sisca, Faithy), Indah, dan Kelompok Kecil (Kak Rara,
Gaby, Lisa).
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Santika Ratnasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viix

DAFTAR GAMBAR

viix

DAFTAR LAMPIRAN

viix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat

2


Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

3

Metode Analisis

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Karakteristik Limbah Cair

8


Uji Kiambang pada Limbah Cair dengan Tinggi Air yang Berbeda

9

KESIMPULAN DAN SARAN

16

Kesimpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16


LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Metode dan alat yang digunakan dalam analisis parameter fisika dan
kimia air
2 Perlakuan penelitian pendahuluan
3 Perlakuan perbedaan tinggi air menggunakan tanaman air
4 Sidik ragam untuk rancangan acak kelompok
5 Karakteristik limbah tapioka uji dan baku mutunya

3
4
4
7

8

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir perumusan masalah
2 Kiambang (Salvinia molesta)
3 Dimensi wadah penelitian dengan perbandingan tinggi air (I) dan luas
tutupan tanaman (II) dengan masing-masing perlakuan 3 ulangan
4 Nilai rata-rata sianida (mg/L) selama penelitian
5 Persentase penutupan lapisan putih pada semua perlakuan di hari ke-6
6 Nilai rata-rata COD (mg/L) selama penelitian
7 Nilai rata-rata TSS (mg/L) selama penelitian
8 Nilai rata-rata pH pada pagi selama penelitian
9 Nilai suhu (0C) pada pengamatan pagi dan siang
10 Kiambang pada akuarium A (I) dan B (II) tampak atas pada H1 (kiri)
dan H6 (kanan)
11 Kemunculan helai daun kiambang
12 Panjang akar kiambang sebelum perlakuan (A) dan setelah perlakuan
pada tinggi air 20 cm (B) dan 10 cm (C)

2
3
5
10
11
11
12
13
14
14
15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Skema proses pengolahan tapioka industri kecil
Perubahan kiambang pada berbagai konsentrasi limbah tapioka
Rataan nilai sianida beserta analisis statistika
Rataan nilai COD beserta analisis statistika
Rataan nilai TSS beserta analisis statistika
Rataan nilai pH selama penelitian
Rataan nilai suhu selama penelitian
Biomasa tanaman kiambang

19
20
21
22
23
24
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri tepung tapioka memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di
masa yang akan datang, karena terjadi peningkatan permintaan akan tepung
tapioka di dalam negeri sebesar 10 % per tahun sedangkan permintaan pasar luar
negeri mencapai 221.403.857 kg (Deptan 2005 dalam Wijana et al. 2011).
Peningkatan jumlah industri tepung tapioka berimplikasi pada jumlah limbah cair
yang dihasilkan oleh industri. Limbah yang dihasilkan industri tanpa melalui
pengolahan air limbah akan berakibat terganggunya keseimbangan ekosistem
perairan dan timbulnya bau yang tidak sedap bagi masyarakat sekitar. Perlunya
proses pengolahan air limbah tapioka agar bahan pencemar yang terdapat pada
limbah tapioka menurun sebelum limbah dibuang ke perairan sehingga tidak
mengganggu ekosistem perairan dan potensi polusi udara bagi manusia.
Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan
tanaman air, salah satunya kiambang (Salvinia molesta). Keberadaan tanaman air
dalam sistem pengolahan air limbah memberikan manfaat dalam memperbaiki
kualitas air, termasuk limbah cair tapioka. Bahan pencemar yang berasal dari air
limbah diserap melalui daun tanaman yang tenggelam, yang mana daun tersebut
berubah bentuk menyerupai akar dan berfungsi sebagai akar (Sasrapradja dan
Bimantoro 1981). Penyerapan bahan pencemar oleh tanaman air diharapkan akan
memperbaiki kualitas air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Aplikasi
tanaman kiambang pada limbah cair tapioka sebelumnya telah diteliti oleh Usman
Effendi pada tahun 1984. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kiambang
memberikan hasil yang cukup baik dalam menurunkan bahan pencemar pada
limbah cair tapioka.
Perbedaan tinggi air dapat mempengaruhi penyerapan bahan pencemar oleh
akar tanaman, dikarenakan tanaman air yang digunakan merupakan tanaman air
mengapung bebas. Selain itu, perlakuan perbedaan tinggi air akan memberikan
saran mengenai dimensi kolam sebagai tempat pengolahan air limbah
.

Perumusan Masalah
Peningkatan jumlah bahan organik pada perairan bebas dapat disebabkan
oleh banyaknya masukan bahan pencemar pada limbah cair tapioka yang belum
melalui pengolahan air limbah terlebih dahulu. Pengolahan limbah diperlukan
untuk memperbaiki kualitas air limbah sehingga tidak mengakibatkan dampak
negatif bagi lingkungan perairan. Salah satu upaya yang dapat diterapkan pada
penelitian ini adalah pengolahan limbah cair secara biologi.
Perlakuan tinggi air menjadi penting untuk diamati pengaruhnya dalam
penyerapan bahan pencemar pada limbah cair tapioka oleh tanaman air
mengapung, salah satunya kiambang. Akar kiambang yang mengapung dibawah
permukaan air menjadi tempat penyerapan bahan pencemar. Penyerapan bahan
pencemar oleh tanaman air ditandai melalui peningkatan biomasa tanaman dan
penurunan bahan pencemar (Gambar 1).

2

Tumbuhan air
Limbah tapioka

Tinggi air
mempengaruhi
bahan
pencemar?

+

Kualitas air

-

Peningkatan
biomasa
tanaman
Penurunan
bahan
pencemar

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan tanaman kiambang (Salvinia
molesta) dalam mereduksi bahan pencemar pada limbah tapioka dengan perlakuan
perbedaan tinggi air dalam skala laboratorium.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menambah nilai guna dari tanaman air
kiambang. Selain itu, memberikan saran mengenai dimensi kolam pengolahan air
limbah yang paling baik untuk digunakan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu penentuan karakteristik limbah
cair, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. Penentuan karakteristik
limbah cair dilaksanakan pada bulan Juni 2013, penelitian pendahuluan dilakukan
pada bulan Juni 2013, dan penelitian utama pada bulan Juli sampai Agustus 2013.
Penelitian dilakukan pada Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK, IPB.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian meliputi akuarium
berukuran 30 x 30 x 30 cm3 dan 60 x 30 x 30 cm3, peralatan yang digunakan
untuk mengambil sampel air, serangkaian perlengkapan untuk penelitian
pendahuluan dan penelitian utama.
Tanaman air yang digunakan adalah kiambang (dari kata ki: pohon,
tumbuhan dan ambang: mengapung) atau mata lele merupakan nama umum bagi

3
paku air dari genus Salvinia (Sasrapradja dan Bimantoro 1981). Kiambang tidak
memiliki akar, namun memiliki daun yang berubah bentuk menyerupai akar dan
berfungsi sebagai akar (Pancho dan Soerjani 1978; Prescott 1969; Sasrapradja
dan Bimantoro 1981). Tanaman ini tergolong dalam tanaman air yang
mengapung dipermukaan perairan (Gambar 2). Berikut klasifikasi dari kiambang
(Sasrapradja dan Bimantoro 1981):
Divisi
: Pteridophyta
Kelas
: Filicopsida
Ordo
: Hydopteridales
Famili
: Salviniaceae
Genus
: Salvinia
Spesies
: Salvinia molesta

Gambar 2 Kiambang (Salvinia molesta)

Prosedur Penelitian
Karakteristik Limbah Cair
Penentuan karakteristik limbah cair tapioka bertujuan untuk mengetahui
kadar bahan pencemar pada limbah cair tapioka. Tahapan ini dilakukan melalui
pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia air limbah, yaitu suhu, pH, TSS,
COD, dan sianida (Tabel 1). Limbah cair yang digunakan selama penelitian
merupakan limbah cair dari proses pengendapan pati (Lampiran 1).
Tabel 1 Metode dan alat yang digunakan dalam analisis parameter fisika dan
kimia air (APHA 2012)
Parameter
Sianida
pH
COD
TSS
Suhu

Unit
mg/l
mg/l
mg/l
˚C

Metode/Alat
Spektrofotometri
pH meter
Spektrofotometri
Gravimetri
Termometer max-min

Tempat
laboratorium
in situ
laboratorium
laboratorium
in situ

4
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui kemampuan hidup
kiambang di berbagai tingkat konsentrasi limbah cair. Limbah cair diencerkan
menggunakan air tawar, kemudian kiambang ditanam pada berbagai konsentrasi
limbah, dan dilakukan pengamatan terhadap parameter biologi pada awal
perlakuan (H0), hari ke-2 (H2), hari ke-4 (H4), dan hari ke-6 (H6). Tabel
pengenceran (perbandingan antara limbah cair tapioka dan air tawar) pada
penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perlakuan penelitian pendahuluan
Perlakuan

Perbandingan
1:0
1:1
1:2

Pengenceran

Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan mengetahui pengaruh tinggi air terhadap
penurunan bahan pencemar oleh tanaman kiambang. Penelitian utama dilakukan
selama 6 hari dengan perbedaan tinggi air (10 dan 20 cm). Lama pemeliharaan
tanaman air pada air limbah ditentukan berdasarkan penelitian Effendi (1984)
yang menyatakan bahwa dalam 6 hari terjadi pereduksian bahan pencemar dengan
perlakuan perbedaan luas penutupan tanaman air pada tinggi air yang sama (20
cm). Terdapat perbedaan antara penelitian Effendi (1984) dengan penelitian ini.
Limbah yang digunakan merupakan limbah hasil pengendapan pati, tidak
mengunakan sistem resirkulasi, dan penambahan tanah.
Perbedaan dimensi wadah yang digunakan (30 x 30 x 30 cm3 dan 60 x 30 x
30 cm3) dengan volume air limbah yang sama (18 liter) akan menghasilkan tinggi
air yang berbeda (10 cm dan 20 cm). Selain tinggi air, biomasa tanaman yang
sama (160 gram) pada luas wadah yang berbeda dapat menghasilkan luas
penutupan tanaman air yang berbeda (40 % dan 80 %) (Tabel 3). Tinggi air dan
luas penutupan tanaman pada setiap jenis wadah, dapat dilihat pada Gambar 3.
Konsentrasi limbah yang digunakan pada tahapan ini adalah konsentrasi
1:2. Konsentrasi ini merupakan hasil dari penelitian pendahuluan. Tanaman air
kiambang pada konsentrasi 1:2 mengalami peningkatan biomasa, sedangkan pada
konsentrasi lain mengalami kematian pada hari ke-6 (Lampiran 2).
Tabel 3 Perlakuan perbedaan tinggi air menggunakan tanaman air
Luas wadah

Tinggi
air

30 x 30 x 30 cm3

20 cm

60 x 30 x 30 cm3

10 cm

Volume
Limbah

Biomasa
Luas
Lambang
tanaman
penutupan
KA (1,2,3)
18 L
160 gram
80 % A 20 (1,2,3)
KB (1,2,3)
18 L
160 gram
40 % B 10 (1,2,3)

5
Keterangan:
KA
: Akuarium tanpa tanaman (tinggi air 20 cm)
KB
: Akuarium tanpa tanaman (tinggi air 10 cm)
A 20 : Akuarium dengan tambahan tanaman (tinggi air 20 cm)
B 10 : Akuarium dengan tambahan tanaman (tinggi air 10 cm)
: Ulangan sebanyak 3 kali
(1,2,3)
Pengambilan data suhu dilakukan selama 6 hari pada jam 06.30 dan 12.00,
data pH diambil selama 6 hari pada jam 06.30. Pengambilan sampel air limbah
untuk analisis sianida, COD, dan TSS dilakukan pada jam 08.00 di awal
perlakuan, hari kedua, hari keempat, dan hari keenam. Penentuan hari tersebut
mewakili data pertama kali tanaman air diletakkan pada air limbah (H 0), pertama
kali tanaman air mengalami penambahan helai daun berdasarkan hasil dari
penelitian pendahuluan (H2) kemudian kelipatannya, yakni H4 dan H6.

I

II
Ka (x3)

A (x3)

Kb (x3)

B (x3)

Gambar 3 Dimensi wadah penelitian dengan perbandingan tinggi air (I) dan luas
tutupan tanaman (II) dengan masing-masing perlakuan 3 ulangan
Keterangan gambar:
: Air limbah tapioka
: Tutupan tanaman air pada akuarium

Metode Analisis
Analisis Biomasa Kiambang
Analisis biomasa kiambang dilakukan untuk melihat perubahan biomasa
tanaman yang diukur di awal dan di akhir penelitian. Sebelum kiambang
ditimbang, terlebih dulu kiambang dikeringkan menggunakan tisu selama 1-2
menit, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian
0,0001 gram.

6
Persentase perubahan =

-

Keterangan:
B0 : Biomasa kiambang pada saat awal tebar (gram)
Bt : Biomasa kiambang pada pengamatan terakhir (gram)

Analisis Laju Pertumbuhan
Analisis parameter pertumbuhan kiambang dihitung dengan menentukan
besarnya laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate, RGR) (Mitchell 1974):
RGR =

ln

- ln

Keterangan:
W0 : Berat basah awal (gram)
Wt : Berat basah setelah waktu ke- t (gram)
t : Waktu (hari)

Analisis Tingkat Perubahan Parameter Kualitas Air
Analisis tingkat perubahan parameter kualitas air dibutuhkan untuk
mengetahui seberapa besar perubahan bahan pencemar pada limbah cair yang
diukur di awal dan di akhir penelitian.
E=

-

Keterangan:
E : Tingkat perubahan bahan pencemar (%)
A : Konsentrasi COD, TSS, dan sianida awal (mg/L)
B : Konsentrasi COD, TSS, dan sianida akhir (mg/L)

Analisis Statistika
Analisis statistika yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan
perbedaan tinggi air pada interval waktu dua hari (kelompok waktu) dalam
memperbaiki kualitas air limbah adalah rancangan acak kelompok (RAK). Model
rancangannya sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):
Yij = µ + τi + βj + εij

7
Keterangan:
i : Perlakuan tinggi air (i = 1,2,3,....)
j : Kelompok waktu (j = 1,2,3....)
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok waktu ke-j
µ : Rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
βj : Pengaruh kelompok waktu ke-j
εij : Galat pada perlakuan ke-i kelompok waktu ke-j
Hipotesis yang dapat di uji dari RAK adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak ada τi (perlakuan tinggi air) yang berpengaruh terhadap penurunan
nilai beban pencemar
H1 : Minimal ada sa u τi (perlakuan tinggi air) yang berpengaruh terhadap
penurunan nilai beban pencemar
Pengaruh kelompok waktu pengamatan:
H0 : Tidak ada βj (kelompok waktu pengamatan) yang berpengaruh terhadap
penurunan nilai beban pencemar
H1 : Minimal ada sa u βj (kelompok waktu pengamatan) yang berpengaruh
terhadap penurunan nilai beban pencemar
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis tersebut adalah
apabila Fhit < Ftab maka gagal tolak H 0 dan apabila Fhit > Ftab maka tolak H 0.
Analisis sidik ragam untuk rancangan kelompok ini tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Sidik ragam untuk rancangan acak kelompok
Sumber Keragaman
Perlakuan (p)
Kelompok (k)
Galat (g)
Total (t)

dB
i-1
j-1
(i-1)-(j-1)
ij-1

JK
KT
Fhit
JKP KTP KTP/KTG
JKK KTK KTK/KTG
JKG KTG
JKT

Keterangan:
dB : Derajat bebas
JK : Jumlah kuadrat
KT : Kuadrat tengah
FK : Faktor koreksi
i
: Jumlah perlakuan tinggi air
j
: Jumlah kelompok waktu

Uji Lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)
Uji lanjut BNT digunakan untuk melihat perlakuan yang memberikan
pengaruh yang berbeda nyata atau tolak H0. Berikut ini formula uji BNT (Mattjik
dan Sumertajaya 2013):
T

T
n

8
Keterangan:
BNT : Beda Nyata Terkecil
t ( /2) : ilai abel pada selang kepercayaan /
KTS : Kuadrat Tengah Sisa
n
: jumlah ulangan

= 0,05)

Kesimpulan yang didapat dari uji BNT adalah sebagai berikut:
1 Jika |Yi-Yi’| < nilai BNT 5 %, maka antara Yi dengan Yi’ disimpulkan tidak
berbeda nyata (P > 0,05)
2 Jika |Yi-Yi’| ≥ nilai
T 5 %, maka antara Yi dengan Yi’ disimpulkan berbeda
nyata (P < 0,05)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Cair
Analisis karakteristik limbah cair tapioka yang belum melalui tahapan
pengenceran diperlukan untuk mengetahui konsentrasi bahan pencemar pada
limbah cair. Hasil dari analisis tersebut dibandingkan dengan baku mutu limbah
cair bagi kegiatan industri tapioka yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP51/MENLH/10/1995. Hasil analisis pada limbah cair tapioka ini menunjukkan
bahwa nilai COD dan TSS di atas baku mutu, nilai pH rendah, sedangkan nilai
sianida di bawah baku mutu air limbah sehingga sianida masih dalam batas aman.
Karakteristik limbah cair tersebut memperlihatkan bahwa limbah cair tapioka
dapat mencemari perairan bila tidak dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu.
Karakteristik limbah cair tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Karakteristik limbah tapioka uji dan baku mutunya
Parameter
Sianida
pH
COD
TSS
Suhu
BOD

Satuan
mg/L
mg/L
mg/L
˚C
mg/L

Nilai limbah tapioka
0,033
4,7
10133,3
1145
27,9
-

Baku Mutu
0,3
6,0-9,0
300
100
150

9
Uji Kiambang pada Limbah Cair dengan Tinggi Air yang Berbeda
a.

Sianida
Sianida yang dianalisis merupakan sianida bebas karena sianida bebas dapat
bersifat toksik terhadap makhluk hidup (Logsdon et al. 1999; Purba 2009).
Sianida akan bersifat toksik saat terjadi perubahan dari CN- menjadi HCN saat
kondisi pH < 8 (EPA 1978 dalam ATSDR 2006; Julistiana 2009; Logston et al.
1999). Sianida dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan
keberadaan ion yang lainnya (Effendi 2003).
Kadar sianida bebas yang dapat ditoleransi dan tidak bersifat merugikan
bagi tanaman air adalah 0,16 ppm bahkan lebih (Logsdon et al. 1999).
Kandungan sianida pada limbah cair tapioka sebesar 0,027 ppm, sehingga tidak
menjadi penghalang bagi tanaman air. Kiambang memiliki kemampuan dalam
menyerap sianida melalui daun yang menyerupai akar dalam bentuk CN (Hidayati
et al. 2009; Prasad 2011). Selain kiambang, oksigen terlarut (O2) yang
dihasilkan dari proses fotosintesis dan difusi atmosfer memiliki peranan dalam
penurunan sianida dengan mengikat ion CN - pada limbah cair dan menghasilkan
unsur N sebagai sumber nutrien bagi tanaman air. Unsur N dalam bentuk amonia
(NH3) dapat berubah menjadi NH4+ (amonium) pada pH rendah dan dapat diserap
secara langsung oleh jaringan tumbuhan (Sedana 1996 dalam Bey et al. 2011;
Logsdon et al. 1999). Berikut reaksinya menurut EPA (1994).
CN- + ½ O2 + enzim → C OCNO- + H2O → H3 + CO2
Penurunan nilai sianida hingga H6 terjadi pada semua perlakuan dari H0
sampai H6 (Gambar 4). Penurunan nilai sianida menunjukkan adanya oksigen
yang berasal dari difusi atmosfer dan fotosintesis ke dalam limbah serta terjadinya
peningkatan nilai pH selama 6 hari. Uji statistika menunjukkan bahwa waktu
pengamatan mempengaruhi penurunan nilai sianida (P < 0,05).
Penurunan terbesar di hari ke-6 terjadi pada akuarium tanpa tanaman air di
tinggi air 10 cm (KB) sebesar 84,6 %. Akuarium berisikan tanaman air di tinggi
air 10 cm (B 10) terjadi penurunan sebesar 70,2 %, akuarium tanpa tanaman air di
tinggi air 20 cm (KA) sebesar 50,8 %, dan akuarium berisikan tanaman air di
tinggi air 20 cm (A 20) sebesar 18,8 % (Lampiran 3). Penurunan pada KB
menunjukkan mikroorganisme yang ada di dalam limbah mampu menurunkan
nilai sianida. Hal ini sesuai dengan pendapat ATSDR (2006) bahwa aklimasi
mikroba terutama mikroba yang telah ada di dalam limbah cair tapioka mampu
mempengaruhi penurunan nilai sianida karena telah beradaptasi dengan limbah
tersebut. Uji statistika memperlihatkan tinggi air mempengaruhi penurunan
sianida (P < 0,05). Tinggi air 10 cm (KB dan B10) memperlihatkan penurunan
nilai sianida yang lebih baik bila dibandingkan tinggi air 20 cm (KA dan A 20).
Penurunan sianida pada akuarium dengan tinggi air 10 cm lebih besar
dibandingkan akuarium dengan tinggi air 20 cm. Hal ini ada kaitannya dengan
intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam limbah cair tapioka. Limbah cair
tapioka memiliki partikel dan warna kekuningan yang dapat menghalangi
masuknya cahaya. Kurangnya cahaya matahari yang masuk akan mengakibatkan

10
terganggunya proses fotosintesis oleh organisme autotrof dalam menghasilkan
oksigen terlarut, yang mana oksigen tersebut digunakan untuk berikatan dengan
sianida. Cahaya matahari akan lebih banyak masuk ke dalam limbah pada tinggi
air 10 cm dibandingkan tinggi air 20 cm sehingga organisme autotrof mampu
melakukan fotosintesis lebih optimal pada akuarium dengan tinggi air 10 cm.

Sianida (mg/L)

0,03
KA
0,02

KB
A 20

0,01

B 10
0

H0

H2

H4

H6

Hari
Gambar 4 Nilai rata-rata sianida (mg/L) selama penelitian

b.

COD
Penurunan nilai COD terjadi di semua perlakuan dari H0 sampai H6
(Gambar 5). Penurunan nilai COD hingga 6 hari menunjukkan adanya
perombakan bahan organik pada limbah tapioka di setiap hari pengamatan. Hasil
perombakan bahan organik akan dimanfaatkan oleh tanaman kiambang untuk
pertumbuhannya.
Uji statistika menunjukkan bahwa waktu pengamatan
mempengaruhi penurunan nilai COD (P < 0,05). Hal ini dapat disimpulkan
bahwa lama waktu pengamatan mempengaruhi penurunan nilai COD.
Hasil analisis COD dihari terakhir pengamatan memperlihatkan penurunan
nilai COD terjadi pada KB sebesar 71,7 %, B 10 sebesar 50,4 %, KA sebesar
21,4 %, dan A 20 sebesar 16,7 % (Lampiran 4). Berdasarkan persentase tersebut,
terlihat bahwa kontrol menunjukkan penurunan yang lebih besar dibandingkan
dengan perlakuan tanaman, namun uji statistika menduga bahwa tinggi air tidak
mempengaruhi penurunan nilai COD (P > 0,05).
Penurunan COD pada akuarium dengan tanaman air lebih rendah
dibandingkan akuarium tanpa tanaman air dikarenakan tanaman air mengapung
menghambat terjadinya proses difusi oksigen ke dalam air limbah. Oksigen
berperan dalam proses perombakan bahan organik dalam limbah (Hunt dan
Christiansen 2000).
Penurunan COD pada akuarium tanpa tanaman air juga diduga karena
terjadi perombakan bahan organik oleh mikroorganisme yang telah ada di dalam
limbah. Hasil dari penelitian Arotupin (2007) mengatakan pada limbah cair
dengan bahan baku singkong terdapat jenis mikroorganisme, seperti Aspergillus
niger dan Bacillus cereus. Filamen Aspergillus niger memiliki kemampuan
menurunkan kadar COD pada proses limbah buatan pada proses pembuatan
tepung singkong (Tung et al. 2003), sedangkan Bacillus cereus juga dapat
menurunkan kadar COD pada limbah penyamakan kulit yang mengandung bahan
organic yang tinggi (Aneez et al. 2011). Hasil penjabaran tesebut memperkuat

11
kemungkinan adanya peranan mikroorganisme dalam menurunkan nilai COD
pada limbah cair tapioka. Kehadiran mikrooganisme khususnya mikrofungi,
ditunjukkan melalui munculnya lapisan putih pada permukaan limbah. Persentase
penutupan lapisan putih pada perlakuan kontrol lebih besar dibandingkan pada
perlakuan A 20 dan B 10 (Gambar 5).

KA

A 20

B 10

KB

Gambar 5 Persentase penutupan lapisan putih pada semua perlakuan di hari ke-6

Pengamatan selama 6 hari menunjukkan bahwa tinggi air 10 cm
menghasilkan penurunan nilai COD lebih besar dibandingkan tinggi air 20 cm.
Penurunan nilai COD secara tidak langsung berkaitan dengan cahaya matahari
yang masuk ke dalam akuarium. Pemanfaatan cahaya matahari oleh tanaman air
dalam proses fotosintesis menghasilkan oksigen yang membantu dalam proses
perombakan bahan organik, terlebih saat cahaya matahari yang masuk ke dalam
air mencapai dasar akuarium. Pedersen et al. (2001) menyatakan bahwa
rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan tidak cukup
mendukung tanaman air melakukan proses fotosintesis sehingga konsumsi
oksigen untuk respirasi tanaman air lebih besar dibandingkan produksi oksigen.

COD (mg/L)

5000
4000

KA

3000

KB

2000

A 20

1000

B 10

0

H0

H2
H4
Hari

H6

Gambar 6 Nilai rata-rata COD (mg/L) selama penelitian

12
Selain itu, tinggi air juga mempengaruhi tanaman air mengapung dalam
memanfaatkan bahan organik. Tanaman air mengapung memiliki kesulitan untuk
memanfaatkan nutrien yang ada di sedimen dasar (Hunt dan Christiansen 2000;
Scheffer et al. 2003), namun ketinggian air yang lebih rendah dapat memudahkan
akar kiambang (daun yang berfungsi sebagai akar) untuk memanfaatkan bahan
organik yang berada di dekat sedimen.

TSS (Total Suspended Solid)
Penurunan nilai TSS terjadi pada semua perlakuan sejak H0 hingga H6. Uji
statistika menunjukkan bahwa waktu pengamatan (H0 sampai H6) tidak
mempengaruhi penurunan nilai TSS (P > 0,05). Gambar 6 menunjukkan di semua
perlakuan terjadi penurunan TSS yang drastis dalam 2 hari. Hal ini dikarenakan
partikel yang terdapat di limbah tersedimentasi di dasar akuarium.
Penurunan nilai TSS pada KA sebesar 79,8 %, KB sebesar 79,2 %, A 20
sebesar 78,9 %, dan B 10 sebesar 76,9 % (Lampiran 5). Penurunan nilai TSS
pada semua perlakuan di H6 tidak memperlihatkan penurunan yang berbeda,
namun dari hasil analisis terlihat penurunan nilai TSS terendah terlihat pada
akuarium dengan tinggi air 10 cm, meskipun perbedaannya hanya sedikit. Hal ini
dimungkinkan karena saat pengambilan sampel pada akuarium dengan tinggi air
10 cm, partikel yang telah mengendap di dasar akuarium ikut masuk ke dalam
botol sehingga mempengaruhi jumlah partikel yang dianalisis dan berdampak
terhadap peningkatan nilai TSS. Uji statistika menunjukkan bahwa perbedaan
tinggi air (10 cm dan 20 cm) tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan
nilai TSS (P > 0,05).
Penurunan TSS pada akuarium dengan tanaman air memperlihatkan
penurunan yang lebih rendah dibandingkan akuarium tanpa tanaman air. Hal ini
dimungkinkan saat pengambilan sampel, partikel yang berada pada akar tanaman
ikut ke dalam botol sehingga mempengaruhi nilai TSS saat dilakukan analisis.
c.

TSS (mg/L)

400
300

KA

200

KB

100

A 20
B 10

0
H0

H2

H4

H6

Hari
Gambar 7 Nilai rata-rata TSS (mg/L) selama penelitian

d.

pH
Penurunan nilai pH pada semua perlakuan terjadi mulai H0 hingga H3
kemudian meningkat hingga H6 (Gambar 7). Nilai pH mulai H0 hingga H3 hampir

13
sama baik pada akuarium tanpa dan dengan tambahan tanaman air, karena
tanaman air masih melakukan adaptasi terhadap lingkungan baru.
Akuarium dengan tinggi air 10 cm (KB dan B 10) menunjukkan nilai pH
yang lebih tinggi di hari ke-6 dibandingkan akuarium dengan tinggi air 20 cm
(KA dan A 20). Tinggi air yang rendah memudahkan cahaya matahari menembus
air sampai dasar akuarium sehingga memudahkan tanaman untuk melakukan
fotosintesis. Hasil respirasi berupa CO2 dimanfatkan pada proses fotosintesis,
maka pada H4 terjadi kenaikan nilai pH.
Peningkatan nilai pH tertinggi secara berturut - turut pada H6 terjadi pada
kontrol dengan tinggi air 10 cm (KB) yaitu 6,52, kemudian B10, KA, dan A 20
(Lampiran 6). Hal ini dikarenakan tanaman air memiliki kemampuan untuk
mengambil CO2 dalam bentuk gas dari atmosfer (Barrett 2007; Pedersen et al.
2001), bahkan menurut Strzatka dan Ketner (1997), tanaman air mengapung lebih
banyak memanfaatkan CO2 yang di atmosfer dibandingkan di air. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan pH pada akuarium dengan tanaman air lebih
kecil dibandingkan dengan akuarium tanpa tanaman air.
Nilai pH awal pada limbah tapioka berada di bawah kisaran pH yang baik
untuk kiambang (Holm et al. 1977 dan Mitchell et al. 1980 dalam Driesche et al.
2002), namun kiambang dapat hidup dan memanfaatkan CO2 untuk
berfotosintesis, bahkan biomasanya bertambah.
7

pH

6

KA
KB

5

A 20
B 10

4
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6
Hari

Gambar 8 Nilai rata-rata pH pada pagi selama penelitian

e.

Suhu
Kisaran suhu selama 6 hari penelitian pada pagi hari (06.30 WIB) berkisar
antara 25,0 sampai 26,4 0C dan pada siang hari (12.00 WIB) berkisar antara 27,0
sampai 28,2 0C. Kisaran suhu harian berkisar antara 23 sampai 31 0C (Gambar 8
dan Lampiran 7). Kiambang dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
tersebut. Kebanyakan kiambang hidup pada kisaran suhu 28 sampai 32 0C (Julien
dan Storrs 1993). Kiambang bahkan mampu hidup pada kisaran suhu -3 sampai
43 0C (Whiteman dan Room 1991 dalam Driesche et al. 2003; Hasan dan
Chakrabarti 2009).

Suhu (˚C)

14
32

KA (Pagi)

30

KB (Pagi)
A 20 (Pagi)

28

B 10 (Pagi)

26

KA (Siang)
KB (Siang)

24

A 20 (Siang)

22

B 10 (Siang)

H1 H2 H3 H4 H5 H6
Hari

Min
Max

Gambar 9 Nilai suhu (0C) pada pengamatan pagi dan siang

f.

Biomasa Basah Tanaman Kiambang
Biomasa basah tanaman kiambang selama 6 hari pengamatan mengalami
peningkatan sebesar 22,09 % pada perlakuan A (akuarium berukuran 30 x 30 x 30
cm), dan 53,10 % pada perlakuan B (akuarium berukuran 60 x 30 x 30 cm)
(Gambar 9). Peningkatan biomasa tanaman kiambang per hari (RGR) pada
perlakuan A sebesar 0,03 gr/hari, sedangkan pada perlakuan B sebesar 0,07
gr/hari (Lampiran 8).
Penambahan biomasa tanaman dicirikan dengan
penambahan helai daun (Gambar 10) dan penambahan panjang akar (Gambar 11).
Penambahan panjang akar tanaman berkisar antara 3 sampai 5 cm baik pada
akuarium A maupun akuarium B. Panjang akar kiambang mencapai 11 cm pada
akuarium A dan 7 cm pada akuarium B.
Peningkatan biomasa tanaman dipengaruhi oleh intensitas cahaya.
Intensitas cahaya yang masuk ke air lebih besar pada tinggi air 10 cm
dibandingkan tinggi air 20 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Pedersen et al.
(2001), bahwa peningkatan biomasa tanaman air lebih dipengaruhi oleh
banyaknya cahaya yang masuk kedalam air dibandingkan kandungan CO2 yang
dimanfaatkan tanaman sebagai bahan fotosintesis.

I
II
Gambar 10 Kiambang pada akuarium A (I) dan B (II) tampak atas pada H1
(kiri) dan H6 (kanan)

15

Gambar 11 Kemunculan helai daun kiambang

A

B

C

Gambar 12 Panjang akar kiambang sebelum perlakuan (A) dan setelah perlakuan
pada tinggi air 20 cm (B) dan 10 cm (C)

g.

Keterkaitan antar parameter uji
Penurunan nilai sianida dipengaruhi oleh peningkatan nilai pH yang terjadi
pada semua akuarium. Brown dan Cadwell (2001) dan ATSDR (2006)
menyatakan bahwa nilai pH yang meningkat dapat mempercepat penurunan nilai
sianida.
Pemanfaatan CO2 (menggambarkan penurunan nilai pH) dan
menghasilkan O2 pada proses fotosintesis menyebabkan terjadinya pengikatan ion
CN-, sehingga nilai sianida terus mengalami penurunan hingga hari terakhir
pengamatan.
Penurunan sianida mengindikasi bahwa adanya penyerapan sianida oleh
tanaman walaupun yang dapat diserap hanya sianida dalam bentuk CN saja.
Sianida bersifat racun dan merupakan inhibitor metabolik potensial, tetapi sianida
berperan dalam proses biokimia tumbuhan (Ebbs et al. 2003 dalam Syarif 2009;
Logsdon et al. 1999).
Penurunan nilai COD berkaitan dengan peningkatan nilai pH. Peningkatan
nilai pH menunjukkan adanya pemanfaatan CO2 dalam proses fotosintesis yang
menghasilkan O2 (oksigen terlarut). Oksigen dibutuhkan oleh dekomposer untuk
mendekomposisi bahan organik sehingga peningkatan nilai pH menggambarkan
penurunan nilai COD (Effendi 2003).
Penurunan nilai COD dan TSS mengindikasi bahwa terjadi pemanfaatan
hasil dari perombakan bahan organik oleh tanaman air yang ditunjukkan dengan

16
peningkatan biomasa tanaman air. Penyerapan hasil dari perombakan bahan
organik ini dapat diserap melalui daun pada tanaman air (Cedergreen dan Madsen
2002; DEM-OWR 2007; Pedersen et al. 2001).
Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa penurunan nilai sianida, COD,
dan TSS serta peningkatan nilai pH terbesar terdapat pada akuarium tanpa
tanaman air dengan tinggi air 10 cm. Hal ini disebabkan karena adanya
mikroorganisme yang sudah ada di dalam limbah cair mampu mereduksi bahan
pencemar dan tidak terhalangnya proses difusi oksigen.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengamatan selama 6 hari memperlihatkan bahwa penurunan nilai sianida
dan COD pada perlakuan tinggi air 10 cm lebih besar dibandingkan pada tinggi air
20 cm, baik pada akuarium tanpa tanaman kiambang dan akuarium dengan
tanaman kiambang. Akuarium dengan tanaman kiambang pada tinggi air 10 cm
mengalami penurunan sianida hingga 70 %, COD hingga 50 %, dan TSS hingga
76,9 %, sedangkan akuarium tanpa tanaman kiambang pada tinggi air 10 cm
mengalami penurunan nilai sianida hingga 85 %, COD hingga 72 %, dan TSS
hingga 79,2 %. Nilai pH juga berubah dari asam ke arah netral, baik pada
akuarium tanpa dan dengan tanaman kiambang. Akuarium dengan dan tanpa
tanaman kiambang tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dalam
memperbaiki kualitas limbah cair tapioka.

Saran
Setelah dilakukannya penelitian ini, sebaiknya dilakukan proses aklimatisasi
tanaman air pada limbah sebelum diaplikasikan pada penelitian utama dan
perlunya penelitian lanjutan mengenai pemanfaatan kiambang pada limbah cair
tapioka dengan waktu pengamatan yang lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA
Aneez MM, Sekar P, dan George J. 2011. Efficacy of Microbes in
Bioremediation of Tannery Effluent. Int J of Curr Res. 4: 324-326.
[APHA] American Public Health Association. 2012. Standart Methods For The
Examination of Water and Wastewater. Ed ke-21. Washington DC (US):
United Book Pr.
[ATSDR] Agency for Toxic Substances and Disease Registry.
2006.
Toxicological Profile for Cyanide. Atlanta (US): Toxicology and
Environmental Medicine.

17
Arotupin DJ. 2007. Evaluation of Microorganisms from Cassava Waste Water
for Production of Amylase and Cellulase. J of Microbiol. 2(5): 475-480.
Barrett MS. 2007. Carbon Acquisition in Variable Environments Aquatic Plants
of The River Murray, Australia [disertasi]. Adelaide (AU): University of
Adelaide.
Bey Y, Wulandari S, dan Sukatmi. 2011. Dampak pemberian pakan pellet
terhadap pertumbuhan Kiapu (Pistia stratiotes L). J Pendidikan Sains dan
Biol. 7(2): 1-7.
Brown dan Cadwell. 2001. A Guidebook for Local Goverments for Developing
Regional Watershed Protection Plans. Georgia (US): Northeast.
Cedergreen N dan Madsen TV. 2002. Nitrogen Uptake by The Floating
Macrophyte Lemna minor. New Phytologist. 155: 285-292.
[DEM-OWR] Rhone Island Departement of Environmental Management – Office
of Water Resources. 2007. Freshwater Aquatic Plants. Providence (US):
DEM Office of Water Resources.
Driesche FV, Blossey B, Hoodle M, Lyon S, dan Reardon R. 2002. Biological
Control of Invasive Plants of the Eastern United States. Morgantown (US):
Forest Health Technology Enterprise Team.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengeloloaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Effendi U. 1984. Netralisasi limbah cair industri tapioka secara biofiltrasi dengan
menggunakan eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kapu-kapu
(Salvinia molesta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[EPA] U.S. Environmental Protection Agency. 1994. Treatment of Cyanide
Heap Leaches and Tailings. Washington DC (US): Environmental Fate
and Effects Division.
Hasan MR dan Chakrabarti R. 2009. Use of Algae and Aquatic Macrophytes as
Feed in Small-Scale Aquaculture- A Review. Rome (IT): FAO.
Hidayati N, Juhaeti T dan Syarif F. 2009. Mercury and cyanide contaminations
in gold mine environment and possible solution of cleaning up by using
phytoextraction. J of Biosciences. 16(3): 88-94.
Hunt RJ dan Christiansen IH. 2000. Dissoleved Oxygen Information Kit.
Townsville (AU): A CRC Sugar Technical Pub.
Julien MH dan Stoors MJ. 1993. Salvinia molesta in Kakadu National Park:
Biological Control. Jabiru (AU): CSIRO Division of Entomology.
Julistiana RAE. 2009. Pengembangan dan validasi metode pengujian kadar
sianida dalam limbah cair secara spektroskopi UV-Vis [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[KepMenLH] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup.
1995.
Lampiran
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. Jakarta (ID): KepMenLH
Logsdon MJ, Hagelstein K dan Mudder TI. 1999. Environnmental and Health
Effect. Ottawa (US): International Cyanide Management Institute.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Pr.
Mitchell DS. 1974. The Development of Excessive Populations of Aquatic Plants.
Paris (FR): UNESCO

18
Prasad MNV. 2011. A State of The Art Report on Bioremediation, Its
Applications to Contaminated Sites in India. Hyderabad (IN): Ministry of
Environmental and Forests.
Sastrapradja S dan Bimantoro R. 1981. Tumbuhan Air. Bogor (ID): LIPI.
Scheffer M, Szabo S, Gragnani A, Nes EH, Rinaldi S, Kautsky N, Norbey J,
Roljackers RMM, dan Franken RJM. 2003. Floating Plant Dominant as A
Stable State. PNAS. 100(7): 4040-4045.
Strzatka K dan Ketner P. 1997. Plant Ecophysiology. Prasad MRN, editor. New
York (US): Jhon Wiley & Sons, Inc.
Tung TQ, Miyata N, dan Iwahori K. 2003. Selection of Filamentous Fungi for
Treatment of Synthetic Cassava Starch Processing Wastewater Cointaining
Cyanide. Japanese J of Water Treatment Biol. 39(3): 109-117.
Pancho JV dan Soerjani M. 1978. Aquatic Weeds of Southeast Asia. Phillippines
(PH): National Pub.
Pedersen O, Christensen C, dan Andresen T. 2001 November. CO2, Light and
Growth of Aquatic Plant. Planted Aquaria. Artikel: 22.
Prescott GW. 1969. The Aquatic Plants. Dubuque (US): Brown Company Pub.
Purba MEK. 2009. Analisis kadar total suspended solid (TSS), amoniak (NH3),
sianida (CN-), dan sulfida (S2-) pada limbah cair Bapedaldasu [skripsi].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Syarif F. 2009. Serapan sianida (CN) pada Mikania cordata (Burm f) B.L.
Robinson, Centrosema pubescens Bth, dan Leersia hexandra Swartz yang
ditanam pada media limbah tailing terkontaminasi CN. J Tek Ling. 10(1):
69-76.
Wijana S, Nurika I, dan Ningsih I. 2011. Analisis kelayakan teknis dan finansial
produksi tapioka dari bahan baku gaplek pada skala industri kecil menengah
(studi kasus di sentra industri tapioka Kabupaten Kediri, Jawa Timur). J
Teknol Pert. 12(2): 130-137.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Skema proses pengolahan tapioka industri kecil
Umbi ketela
pohon

Pengupasan

Kulit umbi
(pakan/kom

Pencucian umbi

Pemarutan

Penyaringan

Pengendapan Pati

Onggok
(ampas dan
serat)

Endapan pati

Pengepressan
Penjemuran

Penjemuran
Tepung tapioka
(bahan industri/
makanan)
Penggilingan

Tepung onggok
(pakan)

Air hasil
endapan pati

Limbah
yang
digunakan

20
Lampiran 2 Perubahan kiambang pada berbagai konsentrasi limbah tapioka


Konsentrasi 1:0

H0

H2

H4

H6

Hasil pengamatan:
Pembentukan lapisan putih pada permukaan air limbah terjadi mulai hari
kedua (H2). Penguningan helai daun kiambang sejak hari kedua (H2), dan terjadi
kematian kiambang di hari keenam (H6) pada perlakuan limbah cair tapioka tanpa
pengenceran (1:0). Kematian helai daun kiambang ini mengakibatkan penurunan
biomasa tanaman dihari terakhir pengamatan sehingga konsentrasi ini tidak
diterapkan pada penelitian utama.


Konsentrasi 1:1

H0

H2

H4

H6

Hasil pengamatan:
Pembentukan lapisan putih pada permukaan air limbah terjadi mulai hari
kedua (H2). Penguningan helai daun terjadi di hari kedua (H2) kemudian di hari
keempat (H4) terlihat adanya penambahan helai daun kiambang pada perlakuan
limbah dengan pengenceran 1:1, namun ada helai daun yang layu kemudian mati
diakhir pengamatan (H6). Kematian helai daun kiambang ini mengakibatkan
penurunan biomasa tanaman dihari terakhir pengamatan sehingga konsentrasi ini
tidak diterapkan pada penelitian utama.


Konsentrasi 1:2

H0

H2

H4

H6

21
Lampiran 2

Perubahan kiambang pada berbagai konsentrasi limbah tapioka
(lanjutan)

Hasil pengamatan:
Pembentukan lapisan putih pada permukaan air limbah terjadi mulai hari
kedua (H2). Kiambang mengalami penambahan beberapa helai kiambang pada
hari kedua (H2), namun ada juga helai daun mengalami penguningan dan pada
hari keenam (H6) beberapa helai tersebut mengalami kematian. Hasil pengukuran
tanaman di H6 menunjukkan peningkatan biomasa tamanan sebesar 41 %.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, konsentrasi 1:2 yang akan diterapkan pada
penelitian utama.

Lampiran 3 Rataan nilai sianida beserta analisis statistika
Perlakuan
KA
KB
A 20
B 10

H0
0,027
0,027
0,027
0,027

Sumber keragaman
Perlakuan tinggi air
Kelompok waktu
Galat
Total

Hasil (mg/L)
H2
H4
0,022
0,018
0,020
0,011
0,025
0,024
0,023
0,016
JK
0,0002
0,0005
0,0001
0,0008

dB
3
3
9
15

H6
0,013
0,004
0,022
0,008
KT
5,63.10-5
0,0002
1,22.10-5

Penurunan nilai
(%)
50,9
84,6
18,8
70,2
Fhit
P-value Ftab
4,6044 0,0324 3,8625
14,2384 0,0009

Perlakuan tinggi air:
Fhit > Ftab berarti tolak H0, minimal ada satu perlakuan yang memberikan
perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida pada selang kepercayaan 95 %.
Untuk melihat perlakuan yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai
sianida, maka dilakukan uji lanjut BNT.
Uji BNT
A 20
KA
B 10
KB
Nilai BNT = 0,003

A 20
0
0,004
0,006
0,009

KA

B 10

KB

0
0,002
0,005

0
0,003

0

Perlakuan A 20 – KA, B10 – A 20, KB – A 20, KB – KA, KB – B 10 > BNT,
maka semua perlakuan memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida
kecuali B 10 – KA (tinggi air 10 cm dengan tanaman air – tinggi air 20 cm tanpa
tanaman air).

22
Lampiran 3 Rataan nilai sianida beserta analisis statistika (lanjutan)
Kelompok waktu:
Fhit > Ftab berarti tolak H0. Minimal ada satu kelompok waktu yang
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida pada selang kepercayaan
95 %.
Untuk melihat kelompok yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai
sianida, maka dilakukan uji lanjut BNT.
Uji BNT
H6
0
0,005
0,010
0,015

H6
H4
H2
H0

H4

H2

H0

0
0,005
0,010

0
0,005

0

Nilai BNT = 0,003
Semua kelompok waktu memiliki perbedaan yang nyata terhadap menurunkan
nilai sianida.

Lampiran 4 Rataan nilai COD beserta analisis statistika
Perlakuan
KA
KB
A 20
B 10

H0
4000,000
4000,000
4000,000
4000,000

Sumber keragaman
Perlakuan tinggi air
Kelompok waktu
Galat
Total

Hasil (mg/L)
H2
H4
3411,111 3333,333
3583,333 3366,667
3377,778 3344,444
3433,333 3277,778

H6
3144,444
1133,333
3333,333
1983,333

Penurunan nilai
(%)
21,4
71,7
16,7
50,4

JK
dB
KT
Fhit
676890,4321 3 225630,1440 0,7946
5305038,5802 3 1768346,1934 6,2277
2555532,4074 9 283948,0453

P-value
Ftab
0,5271 3,8625
0,0141

Perlakuan tinggi air:
Fhit < Ftab berarti gagal tolak H0. Perlakuan tidak memberikan perbedaan yang
nyata terhadap nilai COD pada selang kepercayaan 95 %.
Kelompok waktu:
Fhit > Ftab berarti tolak H0.
Minimal ada satu kelompok waktu yang
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai COD pada selang kepercayaan
95 %.
Untuk melihat kelompok yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai
COD, maka dilakukan uji lanjut BNT.

23
Lampiran 4 Rataan nilai COD beserta analisis statistika (lanjutan)
Uji BNT
H6
H4
H2
H0

H6
H4
H2
0
931,944
0
1052,778 120,833
0
1601,389 669,444 548,611

H0

0

Nilai BNT = 505,849
Kelompok waktu H6 – H4, H6 – H2, H6 – H0, H4 – H0, H2 – H0 > BNT, maka
semua kelompok waktu memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai COD
kecuali H4 – H2 (hari ke 4 – hari ke 2).

Lampiran 5 Rataan nilai TSS beserta analisis statistika
Perlakuan
KA
KB
A 20
B 10

H0
365,0000
365,0000
365,0000
365,0000

Sumber keragaman
Perlakuan tinggi air
Kelompok waktu
Galat
Total

Hasil (mg/L)
H2
H4
128,3333 91,6667
87,5000 102,3810
73,3333
75,0000
84,1667
74,6032
JK
662,0483
234660,3689
1694,2468
237016,6641

H6
73,7500
75,8333
76,6667
84,1667

Penurunan nilai
(%)
79,8
79,2
79,0
76,9

dB
KT
Fhit
3
220,6828
1,1723
3 78220,1230 415,5127
9
188,2496
15

P-value
Ftab
0,3732 3,8625
5,766.10-10

Perlakuan tinggi air:
Fhit < Ftab berarti gagal tolak H0. Perlakuan tidak memberikan perbedaan yang
nyata terhadap nilai TSS pada selang kepercayaan 95 %.
Kelompok waktu:
Fhit > Ftab berarti tolak H0. Minimal ada satu kelompok waktu yang
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai TSS pada selang kepercayaan
95 %.
Untuk melihat kelompok yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai
TSS, maka dilakukan uji lanjut BNT.

24
Lampiran 5 Rataan nilai TSS beserta analisis statistika (lanjutan)
Uji BNT
H0
H2
H4
H6

H0
H2
0
271,6667
0
279,0873 7,4206
287,3958 15,7292

H4

H6

0
8,3085

0

Nilai BNT = 26,0494
Kelompok waktu H6 – H0, H4 – H0, H2 – H0 > BNT. maka kelompok waktu
H0 terhadap H2, H4, H6 memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai COD.

Lampiran 6 Rataan nilai pH selama penelitian
Perlakuan
KA
KB
A 20
B 10

H0
4,76
4,78
4,76
4,76

H1
4,55
4,57
4,55
4,56

H2
4,44
4,51
4,44
4,46

Pengamatan
H3
4,34
4,46
4,27
4,33

H4
4,55
5,17
4,40
4,64

H5
4,94
6,13
4,73
5,56

H6
5,70
6,52
5,50
5,86

Lampiran 7 Rataan nilai suhu selama penelitian
Perlakuan
KA
KB
A 20
B 10

H1
25,0
25,1
25,1
25,1

Pengama an pagi
H2
H3
H4
25,8 26,3 26,1
25,8 26,2 26,1
25,8 26,4 26,2
25,8 26,3 26,1
Hari keH1
H2
H3
H4
H5
H6

˚C
H5
26,0
25,9
26,1
26,1

H6
26,4
26,4
26,4
26,3

H1
26,5
26,6
26,5
26,5

Suhu harian
Min
Max
23,0
30,7
23,3
31,2
23,7
31,3
23,5
30,8
23,3
31,0
22,8
31,0

Pengama an siang
H2
H3
H4
27,2 27,9 27,5
27,3 28,0 27,6
27,1 27,9 27,3
27,2 27,9 27,4

˚C
H5
27,7
27,8
27,7
27,7

H6
28,1
28,2
28,1
28,1

25
Lampiran 8 Biomasa tanaman kiambang
Perlakuan
A 20
B 10

Biomassa (gram)
Peningkatan
Awal (H0) Akhir (H6) Selisih biomasa (%)
162.8087
198.7675 35.9588
22.1
164.2359
251.4615 87.2256
53.1

Contoh perhitungan analisis biomasa kiambang:
Persentase peningkatan biomasa =

-

=

x 100 %
5–

x 100 %

= 22,1 %
Contoh perhitungan analisis laju pertumbuhan kiambang:
RGR =

RGR =

ln

- ln

n

RGR = 0,03 %

5-

n

26

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari
1992, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dengan
orangtua dari Manontong MP Butar-Butar dan Demah
Pardede. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri
11 Ciracas (1997-2003), SMP Negeri 09 Jakarta (2003-2006),
SMA Negeri 58 Jakarta (2006-2009). Pada tahun 2009,
penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB).
Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan
organisasi kampus yakni Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya
Perairan (HIMASPER) pada periode 2013. Pada organisasi ini penulis menjabat
sebagai anggota divisi Environmental and Social dan beberapa kepanitian.
Selam