Peran Mikoriza Arbuskular, Kitosan, Dan Trichoderma Harzianum Dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Botryodiplodia Theobromae Pat.) Pada Tanaman Jeruk

PERAN MIKORIZA ARBUSKULAR, KITOSAN, DAN
Trichoderma harzianum DALAM PENGENDALIAN
PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Botryodiplodia
theobromae Pat.) PADA TANAMAN JERUK

NOVA RAHMATUL HARDIATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Mikoriza
Arbuskular, Kitosan, dan Trichoderma harzianum dalam Pengendalian Penyakit
Busuk Pangkal Batang (Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Tanaman Jeruk
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Nova Rahmatul Hardiati
NIM A34110033

______________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
NOVA RAHMATUL HARDIATI. Peran Mikoriza Arbuskular, Kitosan,
dan Trichoderma harzianum dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang
(Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Tanaman Jeruk. Dibimbing oleh MEITY
SURADJI SINAGA.
Saat ini, penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Botryodiplodia
theobromae Pat. telah dilaporkan sebagai penyakit penting pada tanaman jeruk.

Beberapa penelitian telah melaporkan keberhasilan agens hayati dalam
mengendalikan beberapa penyakit terutama penyakit tular tanah. Oleh karena itu,
dilakukan kajian yang bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan mikoriza
arbuskular, kitosan, Trichoderma harzianum, dan kombinasinya untuk
mengendalikan penyakit busuk batang pada bibit jeruk. Hasil uji in vitro dalam
cawan petri menunjukkan bahwa T.harzianum dapat menghambat pertumbuhan B.
theobromae hingga 96.35% dalam 5 hari. Hasil uji in planta menunjukkan
perlakuan tunggal mikoriza arbuskular, kitosan, T. harzianum dan kombinasinya
dapat menekan keparahan penyakit (16% - 27%) serta meningkatkan kekuatan
pada bibit jeruk. Tingkat keparahan penyakit yang tinggi (38.89%) terjadi pada
perlakuan kontrol tanpa menggunakan agens hayati maupun kitosan pada 63 hari
setelah inokulasi (hsi), dengan periode laten 19.8 hsi. Perlakuan mikoriza
arbuskular pada 63 hsi memperlihatkan tingkat asosiasi mikoriza pada akar
mencapai 37.12%. Perlakuan tunggal mikoriza arbuskular dan T.harzianum,
kombinasi mikoriza arbuskular dengan kitosan, serta kombinasi T.harzianum
dengan kitosan merupakan perlakuan yang efektif dan efisien dalam
mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada bibit jeruk.
Kata kunci: Botryodiplodia theobromae, busuk pangkal batang, jeruk, mikoriza
arbuskular, Trichoderma harzianum.


ABSTRACT
NOVA RAHMATUL HARDIATI. The Role of Arbuscular Mycorrhiza,
Chitosan, and Trichoderma harzianum as Controlling Agents of Citrus Stem Rot
Disease (Botryodiplodia theobromae Pat.). Supervised by MEITY SURADJI
SINAGA
Nowaday, stem rot disease due to Botryodiplodia theobromae.Pat has been
reported as the important disease in citrus plantation. Some studies have reported
the succesfull of biocontrol agents in controlling several diseases especially the
soilborne disease. Therefore, the aim of the study was to evaluate the
effectiveness of arbuscular mycorrhiza, chitosan, Trichoderma harzianum, and
their combinations to prevent stem rot disease on citrus seedlings. In vitro
experiments showed that T. harzianum can inhibit the growth of B. theobromae up
to 96.35% in 5 days. Result of in planta study showed that on 63 day after
inoculated (dai), the single treatment of arbuscular mycorrhiza, chitosan, T.
harzianum and their combinations can suppress the disease severity (16% - 27%)
as well as can improve the plant vigor in citrus seedling. Control treatment
without the use of biocontrol agents or chitosan had higher disease severity
(38.89%) and latent periode 19.8 dai. The treatment of arbuscular mycorrhiza on
63 dai showed 37.12% mycorrhizal root association. The single treatment of
arbuscular mycorrhiza, T.harzianum, combination of arbuscular mycorrhiza with

chitosan, and combination of T.harzianum with chitosan on citrus seedling were
the effective and efficient treatment in controlling of the disease.
Key words: Botryodiplodia theobromae, citrus, arbuscular mycorrhiza, stem rot,
Trichoderma harzianum.

ABSTRACT
NOVA RAHMATUL HARDIATI. Potention Mycorrhizae and Tricoderma
harzianum As Agents Controlling to Stem Rot Disease (Botryodiplodia
theobromae Pat.) on Citrus. Supervised by MEITY SURADJI SINAGA
Citrus is one of horticultural commodities that have high economic value.
But according to production data obtained, from 2008 to 2013 the production of
citrus fruits has declined. One causes of the decline in the production of such an
attack by Botryodiplodia theobromae. Botryodiplodia theobromae causes stem rot
disease of citrus. This disease can lead to large losses as it can attack plants from
the nursery until the time of production. In addition, Botryodiplodia theobromae
has a wide host range in some tropical fruit crops such as mango, mangosteen,
banana, pineapple and melon. Biological control is one way to control the disease.
There has been found an effective way to overcome the control of the disease.
This observation aims to determine the potential biological agent mycorrhizal
fungi and Trichoderma harzianum in controlling Botryodiplodia theobromae on

citrus plants. The expected result from this research is Mycorrhizae and
Trichoderma harzianum are able to control stem rot disease so productivity of
citrus can increase.
Key words: Associate, inoculum, isolation, production, stem rot

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PERAN MIKORIZA ARBUSKULAR, KITOSAN, DAN
Trichoderma harzianum DALAM PENGENDALIAN
PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Botryodiplodia
theobromae Pat.) PADA TANAMAN JERUK


NOVA RAHMATUL HARDIATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran
Mikoriza Arbuskular, Kitosan, dan Trichoderma harzianum dalam Pengendalian
Penyakit Busuk Pangkal Batang (Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Tanaman
Jeruk. Skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 sampai Mei 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Meity Suradji
Sinaga, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu,
saran, motivasi, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Endang Sri Ratna selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
Terima kasih kepada orang tua dan seluruh keluarga penulis yang telah
banyak mencurahkan tenaga, pikiran, dan doa untuk penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman khususnya teman-teman Proteksi
Tanaman angkatan 48, teman-teman Kosan Puri Prasetya dan teman-teman di
laboraturium Mikologi yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Saefudin dan pihak University Farm, Unit Lapangan
Cikabayan yang banyak membantu dalam persiapan rumah kaca. Semoga
penelitian ini bermanfaat untuk kita semua

Bogor,

September 2015


Nova Rahmatul Hardiati

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
xv
DAFTAR TABEL
xxix
DAFTAR GAMBAR
xxix
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3

BAHAN DAN METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
4
Metode Penelitian
4
Persiapan Bahan Penelitian
4
Pembiakan Massal Trichoderma harzianum
4
Peremajaan Isolat Botryodiplodia theobromae
4
Uji Antagonisme In Vitro T. harzianum terhadap B.
theobromae.
4
Persiapan Media Pembibitan dan Perawatan.
5
Pelaksanaan Percobaan
5
Perlakuan Mikoriza Arbuskular pada Bibit Jeruk

5
Perlakuan Trichoderma harzianum pada Bibit Jeruk
5
Penyiapan dan Aplikasi Larutan Kitosan
5
Inokulasi Buatan Botryodiplodia theobromae.pada Uji In
Planta
5
Pengamatan
5
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Uji Antagonisme T. harzianum terhadap B. theobromae secara In Vitro
8
Keefektifan Mikoriza arbuskular, Kitosan dan Trichoderma harzianum
dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang Jeruk pada Uji In
Planta
9

SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT
21

DAFTAR TABEL
1 Skoring penyakit busuk pangkal batang jeruk berdasarkan luas gejala
6
2 Dampak pemberian mikoriza arbuskular, kitosan, T.harzianum, serta
kombinasinya terhadap peubah yang diamati pada 63 hsi
11
3 Pengaruh agens terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman dan jumlah
tunas baru yang tumbuh
13
4 Pengaruh perlakuan mikoriza arbuskular, kitosan, T.harzianum, serta
kombinasinya terhadap tingkat asosiasi mikoriza arbuskular
14

DAFTAR GAMBAR
1 Uji antagonisme T. Harzianum (Th) terhadap B.theobromae (Bt) pada
2 hsi- 5 hsi
8
2 Gejala penyakit busuk pangkal batang 21-63 hsi
9
3 Perkembangan luas gejala penyakit busuk pangkal batang dari pengamatan
21-63 hsi.
10
4 Tunas muda yang baru muncul pada pengamatan 14 hsi (a) dan tunas yang
tumbuh hingga 63 hsi
13
5 Bentuk asosiasi mikoriza pada akar sekunder jeruk
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan mikoriza arbuskular, kitosan,
Trichoderma harzianum, serta kombinasinya terhadapluas gejala busuk
pangkal batang
2 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan mikoriza arbuskular, kitosan,
Trichoderma harzianum, serta kombinasinya terhadap keparahan penyakit
busuk pangkal batang
3 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan mikoriza arbuskular,
kitosan, Trichoderma harzianum, serta kombinasinya terhadap
kejadian penyakit busuk pangkal batang
4 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan mikoriza arbuskular,
kitosan, Trichoderma harzianum, serta kombinasinya terhadap periode
laten penyakit busuk pangkal batang
5 Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan mikoriza arbuskular,
kitosan, Trichoderma harzianum, serta kombinasinya terhadap tingkat
asosiasi mikoriza arbuskular

20

20

20

20

20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Buah jeruk memiliki peluang pasar yang cukup besar karena
selain dapat dimakan dalam keadaan segar juga dapat digunakan sebagai bahan
baku industri seperti minyak wangi, sabun, esens minuman, campuran kue, obat
dan lain sebagainya. Produksi terbesar jeruk di Indonesia terjadi pada tahun 2007
yaitu sebesar 2,63 juta ton. Namun pada tahun 2008 hingga 2013, produksi jeruk
terus mengalami penurunan menjadi 1,41 juta ton pada tahun 2013 (BPS 2014).
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu
kendala dalam produksi jeruk nasional. Botryodiplodia theobromae merupakan
cendawan penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman jeruk.
Cendawan B. theobromae memiliki kisaran inang yang luas, selain dapat
menyerang tanaman jeruk, kakao, karet, manggis, dan pisang, cendawan tersebut
juga dapat menyerang tanaman mangga, nanas, alpukat, melon, kelapa, terong,
paprika, kacang tanah, jagung, tebu dan tembakau (CABI 2007).
Penyakit busuk pangkal batang merupakan salah satu penyakit yang sangat
merugikan. Penyakit busuk pangkal batang menjadi sangat penting karena dapat
mematikan tanaman mulai saat masih di pembibitan, maupun tanaman yang sudah
berproduksi di lapangan. Di pulau Jawa, cendawan B. theobromae mempunyai arti
penting terutama di daerah dataran rendah. Jenis jeruk keprok (Citrus nobilis) dan
jeruk besar (Citrus grandis) sering sangat menderita karena serangannya. Di
Kabupaten Magetan sekitar 500 ha pertanaman jeruk besar yaitu 85% dari jumlah
pohon telah terserang oleh cendawan ini dengan tingkat serangan ringan sampai
sedang (22% - 37%) (Wiratno dan Nurbanah 1997).
Botryodiplodia theobromae dapat menularkan melalui percikan air dan luka
pada tanaman. Gejala penyakit busuk pangkal batang dapat berupa busuk basah
dan busuk kering. Busuk basah ditunjukkan bila batang atau ranting yang
terserang mengeluarkan blendok atau gom berwarna kuning keemasan sedangkan
busuk kering nampak kulit batang menjadi kering, dan pecah tanpa mengeluarkan
blendok, sehingga gejala awal akan sulit diamati (Semangun 2007).
Koloni dari cendawan ini berwarna abu-abu kehitaman, berbulu halus, dan
memiliki banyak miselium. Piknidia sederhana atau majemuk, lebarnya dapat
mencapai hingga 5 mm. Konidiofor hialin, sederhana, tetapi ada yang septet juga,
konidia berdinding tebal dan bersekat dua (Ellis 2013). Piknidia merupakan tubuh
buah yang berbentuk seperti labu yang didalamnya terdapat konidiofor dan
memproduksi konidia (Agrios 2005). Piknidia B. theobromae berwarna cokelat,
berbentuk tabung dan berkumpul, seringkali massa spora keluar melalui ostiol
pada piknidia. Ukuran piknidia 210 μm X 150 μm (Watanabe 2002). Pada media
buatan, waktu yang dibutuhkan B. theobromae untuk menghasilkan piknidia
adalah antara 20-34 hari (Shah et al. 2010).
Pengendalian hayati menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat
dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan
sekitarnya. Menurut Nigam dan Mukerji (1988) pengendalian hayati patogen
tanaman adalah penggunaan satu atau lebih proses biologi untuk menurunkan
kerapatan inokulum patogen atau mengurangi aktivitas memproduksi penyakit.

2

Patogen tanaman ini meliputi fungi, beberapa macam mikroorganisme prokariotik
(bakteri, aktinomisetes, mikoplasma), nematoda, virus dan viroid. Pengendalian
hayati dapat dilakukan dengan menggunakan agens hayati, seperti fungi mikoriza
arbuskular (FMA) dan Trichoderma harzianum.
Mikoriza adalah bentuk simbiosis mutualisme antara cendawan dan akar
tanaman. Mikoriza arbuskular dapat digunakan sebagai agens hayati yang
diaplikasikan di sekitar perakaran. Sistem perakaran jeruk dapat diperbaiki dan
ditingkatkan ketahanan terhadap penyakitnya dengan adanya asosiasi perakaran
jeruk dengan mikoriza arbuskular (Sinaga et al. 2009). Berdasarkan struktur tubuh
dan cara infeksi pada tanaman inang, mikoriza terbagi menjadi ektomikoriza dan
endomikoriza. Ektomikoriza berupa hifa yang menyelubungi bagian luar akar,
sebagian hifa lainnya menembus antar sel korteks akar (interseluler) dan
membentuk struktur yang khas (hartig net) (Brundrett 2004). Musfal (2010)
menyatakan bahwa mikoriza arbuskular dapat bersimbiosis dengan sebagian besar
(97%) famili tanaman, seperti tanaman pangan, hortikultura, kehutanan,
perkebunan, dan tanaman pakan. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan mikoriza arbuskular. Lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman biasanya juga cocok untuk perkembangan spora mikoriza arbuskular.
Kitosan adalah poli–(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan
rumus molekul (C6H11NO4)n (Sugita et al. 2009). Kitosan dapat diperoleh dari
destilasi kitin cangkang krustasea laut yang banyak dimanfaatkan di berbagai
bidang seperti medis dan farmasi, kosmetik dan makanan. Kitosan juga
merupakan senyawa alami yang potensial untuk mengendalikan penyakit
prapanen dan pascapanen komoditas hortikultura. Kitosan memperoleh banyak
perhatian di bidang pertanian karena bentuk dan sifatnya yang khas dalam
menghambat pertumbuhan banyak cendawan patogen dan kemampuannya sebagai
penginduksi ketahanan tanaman (El Ghaouth et al. 1992).
Potensi kitosan sebagai pengendali hayati berbagai patogen tanaman telah
banyak diketahui. Hadrami et al. (2010) menyatakan bahwa kitosan dapat
beraktivitas sebagai antimikroba. Patogen-patogen yang telah diketahui berhasil
dikendalikan oleh kitosan berdasarkan kajian pustaka Hadrami et al. (2010)
adalah virus PVX, TMV, AMV, dan CMW; bakteri E.coli, Staphylococus aureus,
dan beberapa spesies Bacillus patogenik; cendawan Botrytis cinerea, Pyricularia
grisea, dan Neurospora crassa. Selain melawan pertumbuhan patogen, kitosan
juga dapat menghambat perilaku makan dan pertumbuhan larva serangga hama.
Trichoderma harzianum merupakan sejenis cendawan yang termasuk kelas
deuteromycetes. Cendawan ini memiliki aktivitas antifungi dan bakteri dengan
berbagai mekanisme. Pada umumnya, T. harzianum banyak ditemukan di tanah
hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Suhu optimum untuk
pertumbuhan Trichoderma berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada beberapa spesies
yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada
temperatur cukup tinggi, kisarannya sekitar 7 – 41 °C. Penghambatan T.
harzianum pada media buatan dapat tumbuh cepat pada suhu 25-30 °C, namun
pada suhu 35 °C cendawan ini tumbuh dengan lambat. Perbedaan suhu
mempengaruhi produksi beberapa enzim seperti karboksimetilselulase dan
xilanase. Agens biokontrol Trichoderma harzianum merupakan salah satu contoh
yang paling banyak dipelajari karena memiliki aktivitas antifungi yang tinggi. T.
harzianum dapat memproduksi enzim litik dan antibiotik . Selain itu T. harzianum

3
juga dapat berkompetisi dengan patogen dan dapat membantu pertumbuhan
tanaman (Jamilah 2011).
Trichoderma harzianum mempunyai hifa bersepta, bercabang dan
mempunyai dinding licin, tidak berwarna, diameter 1.5-12 μm. Percabangan hifa
membentuk sudut siku-siku pada cabang utama. Cabang-cabang utama konidiofor
berdiameter 4-5 μm dan menghasilkan banyak cabang-cabang sisi yang dapat
tumbuh satu persatu tetapi sebagian besar berbentuk dalam kelompok yang agak
longgar dan kemudian berkembang menjadi daerah-daerah seperti cincin. Pada
ujung konidiofor terbentuk konidiospora berjumlah 1-3, berbentuk pendek,
dengan kedua ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian tengah, diujing
konidiofor terdapat konidia berbentuk bulat, berdinding rata dengan warna hijau
suram, hijau keputihan, hijau terang atau agak kehijauan (Gandjar et al, 1999).
Beberapa ciri morfologi T. Harzianum yang menonjol antara lain koloninya
berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual
berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan
pertumbuhannya cepat (Harman 1998).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji peran dan efektivitas mikoriza arbuskular,
kitosan dan Trichoderma harzianum serta kombinasinya dalam mengendalikan
penyakit busuk pangkal batang pada bibit jeruk.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keefektifan
mikoriza arbuskular, kitosan, dan T. harzianum dalam mengendalikan penyakit
busuk pangkal batang, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian
yang ramah lingkungan.

4

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Desember 2014 hingga Mei 2015 di
Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor
dan Rumah Kaca University Farm Unit Lapangan Cikabayan, Institut Pertanian
Bogor.
Metode Penelitian
Persiapan Bahan Penelitian
Pembiakan Massal Trichoderma harzianum. Isolat Trichoderma
harzianum didapatkan dari koleksi Laboratorium Mikologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Trichoderma harzianum ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA)
sebanyak 10 cawan dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Komposisi
media PDA terdiri dari campuran agar 15 g, air kentang 200 g, akuades 1000 ml,
dextrose 20 g, dan antibiotik kloramfenikol setengah kapsul per erlenmeyer.
Komposisi tersebut akan menjadi 1000 ml cairan PDA. Media PDA yang telah
dibuat, ditampung dalam erlenmeyer terlebih dahulu lalu disterilkan menggunakan
autoklaf, kemudian dibagi ke masing-masing cawan petri sebanyak 10 buah.
Selanjutnya, biakan T.harzianum yang telah berumur 7 hari disubkultur ke media
jagung pipil steril, dan diinkubasi selama 14 hari untuk mendapatkan biakan
massal T.harzianum yang selanjutnya digunakan untuk perlakuan.
Peremajaan Isolat Botryodiplodia theobromae. Isolat cendawan
didapatkan dari Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Isolat B. theobromae
ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) sebanyak 10 cawan dan
diinkubasi pada suhu ruang. Isolat B. theobromae yang telah berumur 5 hari
selanjutnya digunakan sebagai inokulum dalam inokulasi buatan.
Uji Antagonisme In Vitro T. harzianum terhadap B. theobromae. Uji
antagonisme atau daya hambat in vitro dilakukan di Laboratorium Mikologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Metode yang digunakan adalah
metode biakan ganda (dual culture). Trichoderma harzianum dan B. theobromae
yang berumur 5 hari ditumbuhkan bersamaan pada satu cawan petri berdiameter 9
cm dengan jarak 3 cm dari masing-masing tepi cawan, kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama 5 hari dan diamati persen daya hambatnya. Persen daya hambat
diamati setiap hari dan dihitung dengan rumus:
% Daya hambat=(R1-R2)/R1 100%
R1 adalah hifa B.theobromae yang menjauhi T.harzianum, sedangkan R2
adalah hifa B.theobromae yang mendekati T.harzianum. Uji daya hambat terdiri
dari 3 perlakuan dan 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 unit cawan.
Adapun perlakuan dari uji daya hambat sebagai berikut:
BT
: Kontrol (B.theobromae)
TH
: Kontrol (T.harzianum)
TH+BT : Uji daya hambat T.harzianum terhadap B.theobromae

5
Persiapan Media Pembibitan dan Perawatan. Bibit jeruk yang digunakan
adalah jenis jeruk siam berumur 4 bulan. Bibit jeruk tersebut diperoleh dari petani
di Cikarawang, Bogor. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah
steril, pupuk kandang, dan pupuk kompos dalam polybag berukuran 30x30 cm.
Bibit jeruk yang dibutuhkan untuk uji in vivo sebanyak 81 pohon yang terdiri dari
9 perlakuan. Bibit jeruk disiram dengan air setiap hari di dalam rumah kaca.
Pelaksanaan Percobaan
Perlakuan Mikoriza Arbuskular pada Bibit Jeruk. Mikoriza arbuskular
dalam bentuk formulasi siap pakai diperoleh dari Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) Pertanian, Serpong. Formulasi Mikoriza arbuskular
berupa granul dengan bahan aktif Glomus spp.. Mikoriza arbuskular diberikan
pada awal penanaman bibit pada polybag. Mikoriza arbuskular yang diberikan
sebanyak 10 gram per tanaman di sekitar perakaran.
Perlakuan Trichoderma harzianum pada Bibit Jeruk. Trichoderma
harzianum berumur 14 hari yang telah diperbanyak pada media jagung diberikan
pada awal tanam pada perlakuan T.harzianum tunggal sedangkan pada perlakuan
kombinasi diberikan setelah 2 minggu pemberian mikoriza pada tanah.
T.harzianum diinfestasikan di sekitar perakaran bibit jeruk sebanyak 10 gram pada
masing-masing tanaman.
Penyiapan dan Aplikasi Larutan Kitosan. Kitosan yang akan digunakan
diperoleh dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sebanyak 0.1 gram kitosan dicampurkan dengan 20 ml asam asetat 1.5% dan 80
ml aquades untuk menghasilkan larutan kitosan 0.1%. Larutan kitosan
diaplikasikan pada batang sebanyak 10 ml per tanaman dengan menggunakan
spayer.
Inokulasi Buatan Botryodiplodia theobromae pada Uji In Planta.
Inokulasi buatan dilakukan dengan mengikuti prosedur Retnosari (2011). Batang
dibersihkan menggunakan kloroks 0.5% untuk menghilangkan kontaminan pada
batang kemudian dibilas dengan air steril. Pelukaan dilakukan dengan satu kali
tusukan jarum pada batang 15 cm di atas permukaan tanah. Biakan patogen murni
yang berumur 5 hari ditempelkan pada bagian permukaan batang yang telah
dilukai. Batang ditutupi dengan kapas yang sudah dibasahi air steril terlebih
dahulu untuk merangsang pertumbuhan patogen dan tetap dalam keadaan lembab,
kemudian dibungkus dengan selotip. Inkubasi dilakukan selama 3 minggu hingga
munculnya gejala pada batang.
Pengamatan. Peubah yang diamati adalah periode laten, luas gejala,
persentase keparahan dan kejadian penyakit, laju infeksi, dan tingkat asosiasi
mikoriza.
Pengamatan periode laten dilakukan setiap hari mulai hari setelah inokulasi
patogen hingga gejala pertama busuk pangkal batang muncul pada tanaman.
Penentuan tinggi, lebar, dan luas gejala yang muncul pada batang jeruk dilakukan
secara manual yaitu mengukur dengan mistar berukuran 100 cm.
Tingkat keparahan penyakit diukur berdasarkan luas gejala yang muncul
pada batang. Metode pemberian skor dilakukan berdasarkan modifikasi Supraba
(2014) dengan skala 0 sampai 4 yang digunakan untuk menentukan persen
keparahan penyakit (Tabel 1).

6

Tabel 1 Skoring penyakit busuk pangkal batang jeruk berdasarkan luas gejala
Nilai Luas gejala
Keterangan
skor
(cm2)
Tidak ada gejala atau gejala bukan disebabkan oleh infeksi
0
0≤x